Serial "Kau Milikku"
Rate : 20 thn +
Warning : Kissu and skinship
***
Sekali lagi berita menghebohkan memenuhi media Jepang. Gedung Persatuan Drama Nasional sudah dibanjiri oleh para wartawan menjelang konferensi pers. Ketua Persatuan Drama Nasional, Gen Yamagishi, langsung menjadi buruan para pencari berita. Karena hanya dialah yang memiliki akses langsung dengan Maya Kitajima sebagai pemegang hak pementasan Bidadari merah sekaligus Bidadari Merah itu sendiri.
Rate : 20 thn +
Warning : Kissu and skinship
"Apa
anda sudah mengambil keputusan Nyonya Chigusa?"
"Ya, Maya juga sudah mengatakan semuanya padaku. Aku setuju,"
Christ tersenyum ramah."Terima kasih, saya senang mendengarnya,"
"Ternyata Maya berkembang di luar perkiraanku,"
"Dia bekerja keras untuk itu Nyonya,"
"Dia pasti sangat bersemangat,"
"Dia selalu bersemangat," Christ membanggakan adik angkatnya itu dengan sangat.
"Besok saya akan menjemput Nyonya untuk melihat lokasinya, jika anda setuju kami akan segera mengurusnya. Sehingga Teater Tsukikage bisa segera dibangun," kata Christ lagi.
"Aku masih mempertimbangkan untuk nama Teater itu, Christian. Bagaimanapun teater ini juga gabungan dengan Teater Ikkakuju dan secara teknis teater ini milik Maya. Aku rasa nama Tsukikage tidak bisa digunakan lagi."
"Tapi anak-anak dari Ikkakuju juga tidak keberatan,"
Mayuko tersenyum, "Aku tidak mau membayangi langkah mereka. Nama besar Tsukikage sudah berakhir. Bidadari Merah yang baru juga telah lahir, jadi biarlah mereka memulai langkah baru mereka sendiri. Aku akan tetap mendukung mereka dengan sisa kekuatanku,"
Christ mengangguk, "Saya mengerti. Untuk masalah itu anda bisa diskusikan dengan murid-murid anda."
"Aku akan menunggu sampai Maya kembali,"
Christ tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya pada Rei yang sejak tadi duduk dengan tenang di sebelah Mayuko menyimak pembicaraan.
"Nona Aoki, apa anda juga sudah memutuskan?"
"Maaf, tapi menurut saya itu terlalu berlebihan Tuan Anderson," Rei tampak sungkan menjawab.
"Tidak Nona Aoki, anda jangan sungkan pada saya. Ini adalah permintaan Maya dan dia jugalah yang membelikan apartemen itu untuk anda.Percayalah, dengan penghasilannya yang sekarang, dia lebih dari mampu untuk membelinya."
Rei melihat pada Mayuko yang tersenyum padaya.
"Bukankah Maya juga sudah menghubungi anda Nona Aoki?" Christ kembali bertanya.
"Iya, dia sudah mengatakannya pada saya."
"Jadi seharusnya tidak ada masalah."
Seperti biasa perkataan Christ lebih terkesan sebuah perintah daripada permintaan.
Tampak berpikir sejenak, kembali mempertimbangkan keinginan Maya yang ingin membelikannya sebuah apartemen.Baginya itu terlalu berlebihan tapi Maya dan Christ terus memaksanya untuk menerima.
"Jika Maya kembali nanti, dia juga akan tinggal bersama dengan anda untuk sementara waktu sampai pementasan Bidadari Merah selesai,"
Alasan itu membuat Rei sulit menolaknya.
"Ya, Maya juga sudah mengatakan semuanya padaku. Aku setuju,"
Christ tersenyum ramah."Terima kasih, saya senang mendengarnya,"
"Ternyata Maya berkembang di luar perkiraanku,"
"Dia bekerja keras untuk itu Nyonya,"
"Dia pasti sangat bersemangat,"
"Dia selalu bersemangat," Christ membanggakan adik angkatnya itu dengan sangat.
"Besok saya akan menjemput Nyonya untuk melihat lokasinya, jika anda setuju kami akan segera mengurusnya. Sehingga Teater Tsukikage bisa segera dibangun," kata Christ lagi.
"Aku masih mempertimbangkan untuk nama Teater itu, Christian. Bagaimanapun teater ini juga gabungan dengan Teater Ikkakuju dan secara teknis teater ini milik Maya. Aku rasa nama Tsukikage tidak bisa digunakan lagi."
"Tapi anak-anak dari Ikkakuju juga tidak keberatan,"
Mayuko tersenyum, "Aku tidak mau membayangi langkah mereka. Nama besar Tsukikage sudah berakhir. Bidadari Merah yang baru juga telah lahir, jadi biarlah mereka memulai langkah baru mereka sendiri. Aku akan tetap mendukung mereka dengan sisa kekuatanku,"
Christ mengangguk, "Saya mengerti. Untuk masalah itu anda bisa diskusikan dengan murid-murid anda."
"Aku akan menunggu sampai Maya kembali,"
Christ tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya pada Rei yang sejak tadi duduk dengan tenang di sebelah Mayuko menyimak pembicaraan.
"Nona Aoki, apa anda juga sudah memutuskan?"
"Maaf, tapi menurut saya itu terlalu berlebihan Tuan Anderson," Rei tampak sungkan menjawab.
"Tidak Nona Aoki, anda jangan sungkan pada saya. Ini adalah permintaan Maya dan dia jugalah yang membelikan apartemen itu untuk anda.Percayalah, dengan penghasilannya yang sekarang, dia lebih dari mampu untuk membelinya."
Rei melihat pada Mayuko yang tersenyum padaya.
"Bukankah Maya juga sudah menghubungi anda Nona Aoki?" Christ kembali bertanya.
"Iya, dia sudah mengatakannya pada saya."
"Jadi seharusnya tidak ada masalah."
Seperti biasa perkataan Christ lebih terkesan sebuah perintah daripada permintaan.
Tampak berpikir sejenak, kembali mempertimbangkan keinginan Maya yang ingin membelikannya sebuah apartemen.Baginya itu terlalu berlebihan tapi Maya dan Christ terus memaksanya untuk menerima.
"Jika Maya kembali nanti, dia juga akan tinggal bersama dengan anda untuk sementara waktu sampai pementasan Bidadari Merah selesai,"
Alasan itu membuat Rei sulit menolaknya.
"Baiklah,
saya rasa, saya tidak bisa menolak lagi,"
Christ tertawa, "Ya, akan lebih mudah jika anda menerimanya Nona Aoki,"
Genzo membuka pintu ruang tengah dan menyela pembicaraan mereka.
"Ada apa Genzo?" Tanya Mayuko.
"Tuan Hayami datang dan ingin bertemu dengan anda Nyonya,"
Semuanya terkejut.Mayuko menatap Christ.
"Sudah waktunya saya pergi."Kata Christ menjawab tatapan mata Mayuko padanya.
"Pak Masumi pasti akan bertanya alasan anda disini," kata Rei yang masih terlihat terkejut.
Christ tertawa, "Nyonya Chigusa pasti bisa menjawabnya, Nona Aoki. Bagi Masumi aku adalah saingannya,"
"Oh," Rei tersenyum geli lalu melihat pada Mayuko yang hanya tersenyum tipis pada Christ.
"Saya permisi,"
Christ mengangguk hormat lalu keluar bersama Genzo. Masumi yang menunggu di ruang tamu terkejut saat melihat Christ keluar bersama Genzo.
"Masumi," sapa Christ singkat seraya mengangguk.
"Christ," jawab Masumi yang juga mengangguk.
Tak ada sapaan lain lagi, Christ segera keluar dan pergi bersama Ryan.
"Selamat malam, Bu Mayuko, Nona Aoki," sapa Masumi.
Christ tertawa, "Ya, akan lebih mudah jika anda menerimanya Nona Aoki,"
Genzo membuka pintu ruang tengah dan menyela pembicaraan mereka.
"Ada apa Genzo?" Tanya Mayuko.
"Tuan Hayami datang dan ingin bertemu dengan anda Nyonya,"
Semuanya terkejut.Mayuko menatap Christ.
"Sudah waktunya saya pergi."Kata Christ menjawab tatapan mata Mayuko padanya.
"Pak Masumi pasti akan bertanya alasan anda disini," kata Rei yang masih terlihat terkejut.
Christ tertawa, "Nyonya Chigusa pasti bisa menjawabnya, Nona Aoki. Bagi Masumi aku adalah saingannya,"
"Oh," Rei tersenyum geli lalu melihat pada Mayuko yang hanya tersenyum tipis pada Christ.
"Saya permisi,"
Christ mengangguk hormat lalu keluar bersama Genzo. Masumi yang menunggu di ruang tamu terkejut saat melihat Christ keluar bersama Genzo.
"Masumi," sapa Christ singkat seraya mengangguk.
"Christ," jawab Masumi yang juga mengangguk.
Tak ada sapaan lain lagi, Christ segera keluar dan pergi bersama Ryan.
"Selamat malam, Bu Mayuko, Nona Aoki," sapa Masumi.
Di
ruang tengah, Masumi duduk di atas zabuton.
"Selamat malam Masumi.Tidak biasanya kau datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Apa ada yang penting?" Tanya Mayuko.
"Benar Bu,"
Rei merasa sungkan dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan ruangan. Melihat dari ekspresi Masumi sepertinya dia memang mau membicarakan hal penting. Masumi melempar senyum ramah tanda terima kasih saat Rei meninggalkannya.
"Maaf sebelumnya, boleh saya bertanya Bu Mayuko, apa anda mengenal Christian Anderson?"
Mayuko menyembunyikan senyumnya, "Aku baru bertemu dengannya dua kali. Belum begitu mengenalnya,"
"Dan tujuannya untuk menemui anda adalah?"
"Dia bertanya soal Maya,"
"Maya?" Kening Masumi berkerut, tidak senang dengan informasi yang baru didengarnya.
"Iya,"
Masumi terdiam.
"Dia adalah anak dari pemilik Teater Scarlet tempat Maya bekerja kan?"
Masumi mengangguk dengan enggan, "Iya," nada suaranya pun menunjukkan keengganan.
"Dia tertarik dengan Bidadari Merah,"
"Bidadari Merah? Dia tertarik dengan MAYA-KU!!"
Masumi memaksakan diri tersenyum.
"Kau sendiri?Apa tujuanmu datang, Masumi?"
Masumi terkesiap, teringat akan maksud dari kedatangannya yang teralihkan oleh kehadiran Christ.
"Saya ingin meminta bantuan anda, Bu Mayuko," kata Masumi setelah kembali mendapatkan ketenangannya.
"Bantuan?"
Masumi mengangguk sopan, "Saya mohon ibu meminta Maya mempercepat pementasan Bidadari Merah,"
Mayuko sedikit terkejut mendengarnya tapi kemudian seringai kecil menghiasi wajahnya. Mengerti alasan dibalik permintaan Masumi.
"Kau sudah tidak sabar Masumi? Dia baru enam bulan meninggalkan Jepang,"
Masumi membalas dengan senyum masam.
"Saya tidak bisa menunggu lagi," katanya lirih.
Mayuko tertawa, Masumi berekspresi setenang mungkin meski hatinya sebaliknya.
"Kau telah menunjukkan padaku, betapa Maya telah begitu kuat memperngaruhimu," Mayuko menyisakan senyuman lebar saat berhenti dengan tawanya.
Menghela napas perlahan, "Tujuan hidup saya sekarang ini hanyalah Maya," jawab Masumi.
"Aku mengerti,"
Masumi menatap Mayuko karena jawaban singkatnya, berharap banyak atasnya.
"Jadi anda akan memintanya kembali?"
Mayuko menggeleng,
"Selamat malam Masumi.Tidak biasanya kau datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Apa ada yang penting?" Tanya Mayuko.
"Benar Bu,"
Rei merasa sungkan dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan ruangan. Melihat dari ekspresi Masumi sepertinya dia memang mau membicarakan hal penting. Masumi melempar senyum ramah tanda terima kasih saat Rei meninggalkannya.
"Maaf sebelumnya, boleh saya bertanya Bu Mayuko, apa anda mengenal Christian Anderson?"
Mayuko menyembunyikan senyumnya, "Aku baru bertemu dengannya dua kali. Belum begitu mengenalnya,"
"Dan tujuannya untuk menemui anda adalah?"
"Dia bertanya soal Maya,"
"Maya?" Kening Masumi berkerut, tidak senang dengan informasi yang baru didengarnya.
"Iya,"
Masumi terdiam.
"Dia adalah anak dari pemilik Teater Scarlet tempat Maya bekerja kan?"
Masumi mengangguk dengan enggan, "Iya," nada suaranya pun menunjukkan keengganan.
"Dia tertarik dengan Bidadari Merah,"
"Bidadari Merah? Dia tertarik dengan MAYA-KU!!"
Masumi memaksakan diri tersenyum.
"Kau sendiri?Apa tujuanmu datang, Masumi?"
Masumi terkesiap, teringat akan maksud dari kedatangannya yang teralihkan oleh kehadiran Christ.
"Saya ingin meminta bantuan anda, Bu Mayuko," kata Masumi setelah kembali mendapatkan ketenangannya.
"Bantuan?"
Masumi mengangguk sopan, "Saya mohon ibu meminta Maya mempercepat pementasan Bidadari Merah,"
Mayuko sedikit terkejut mendengarnya tapi kemudian seringai kecil menghiasi wajahnya. Mengerti alasan dibalik permintaan Masumi.
"Kau sudah tidak sabar Masumi? Dia baru enam bulan meninggalkan Jepang,"
Masumi membalas dengan senyum masam.
"Saya tidak bisa menunggu lagi," katanya lirih.
Mayuko tertawa, Masumi berekspresi setenang mungkin meski hatinya sebaliknya.
"Kau telah menunjukkan padaku, betapa Maya telah begitu kuat memperngaruhimu," Mayuko menyisakan senyuman lebar saat berhenti dengan tawanya.
Menghela napas perlahan, "Tujuan hidup saya sekarang ini hanyalah Maya," jawab Masumi.
"Aku mengerti,"
Masumi menatap Mayuko karena jawaban singkatnya, berharap banyak atasnya.
"Jadi anda akan memintanya kembali?"
Mayuko menggeleng,
"Semua tergantung pada
keputusan dan kesiapan Maya. Aku hanya akan mencoba bicara padanya, tiga tahun memang
terlalu lama. Aku sendiri tidak yakin bisa bertahan selama itu. Dan sekarang dia
juga sudah berkembang jauh dari perkiraanku,"
Masumi menelan ludahnya perlahan, tangannya mengepal di atas lutut. Jika Mayuko tidak berhasil membujuk Maya dia sudah tidak tahu lagi apa yang akan dilakukannya. Bujuk rayunya tidak bisa meluluhkan hati Maya.
"Terima kasih," hanya kalimat itu yang bisa terlontar dari bibir Masumi.
***
Masumi menelan ludahnya perlahan, tangannya mengepal di atas lutut. Jika Mayuko tidak berhasil membujuk Maya dia sudah tidak tahu lagi apa yang akan dilakukannya. Bujuk rayunya tidak bisa meluluhkan hati Maya.
"Terima kasih," hanya kalimat itu yang bisa terlontar dari bibir Masumi.
***
Christ
duduk termenung di kantor barunya di gedung Daito. Sudah satu bulan dia
meninggalkan New York dan bekerja sama dengan Masumi menata kembali Daito yang
cukup kacau. Sekarang semuanya sudah stabil. Semua proyek Daito berjalan lancar.
Bahkan dengan bergabungnya Christ ke Daito membuat beberapa urusan menjadi
lebih mudah.
Media
dengan gencar memberitakan sepak terjang duo eksekutif muda itu. Keduanya
terlihat sangat kompak saat bekerja meski sebenarnya Masumi menyimpan berjuta
kekesalan pada mitranya. Christ begitu menikmati perannya dan dia mengakui
kehebatan Masumi yang begitu kompeten dan cepat dalam mengatasi setiap
permasalahan.
"Ryan, ku pikir sudah waktunya kita kembali. Sudah terlalu lama aku disini.Lagipula semua urusan sudah selesai,"
"Kapan rencana Tuan untuk kembali?"
"Lusa,"
"Baik, saya akan segera menyiapkan semuanya,"
"Bagus, aku juga sudah rindu dengan adikku yang cerewet itu."
"Nona Maya sedang sibuk sekali,"
Christ mengangguk-angguk.
"Ryan, ku pikir sudah waktunya kita kembali. Sudah terlalu lama aku disini.Lagipula semua urusan sudah selesai,"
"Kapan rencana Tuan untuk kembali?"
"Lusa,"
"Baik, saya akan segera menyiapkan semuanya,"
"Bagus, aku juga sudah rindu dengan adikku yang cerewet itu."
"Nona Maya sedang sibuk sekali,"
Christ mengangguk-angguk.
"Dia sudah mulai
syuting film layar lebarnya.Tapi...," Christ kembali merenung.
"Ada apa Tuan?" Ryan mengamati perubahan ekspresi bosnya.
Christ mendesah perlahan, "Aku sedang berpikir tentang kelanjutan hubungan Maya dan Masumi,"
Ryan terdiam, menyimak.
"Apa kau pikir hubungan mereka bisa berhasil Ryan?"
"Keduanya saling mencintai Tuan,"
"Aku tahu. Aku juga merasakannya, sama seperti aku dan Amanda sekarang. Dia juga bersikeras menunda publikasi tentang hubungan kami sampai karirnya sebagai designer di Paris berhasil. Dia tidak mau dibilang mencari popularitas dengan nama besar keluarga Anderson. Apa itu juga yang dirasakan Maya?"
"Nona Maya adalah orang yang sangat mandiri Tuan. Dia tidak pernah mau merepotkan siapapun."
Sekali lagi mendesah, "Aku ingin segera mempublikasikan status Maya sebagai adikku sehingga dia tidak perlu bersusah payah untuk menyetarakan dirinya dengan Masumi. Kenapa dia merasa tak layak untuk Masumi sampai harus bekerja keras untuk mendapat predikat aktris terbaik?"
"Publik yang membuatnya berpikir seperti itu Tuan. Masyarakat masih memandang status sosial Nona Maya. Sangat berbeda dengan saingannya Nona Himekawa yang memang terlahir di keluarga kelas atas."
"Sungguh pikiran yang picik. Awalnya aku tidak mengerti pemikiran Amanda tapi sekarang aku mulai bisa memahami bahkan mulai bisa merasakannya. Aku jadi merindukannya."
Ryan tersenyum.
"Ada apa Tuan?" Ryan mengamati perubahan ekspresi bosnya.
Christ mendesah perlahan, "Aku sedang berpikir tentang kelanjutan hubungan Maya dan Masumi,"
Ryan terdiam, menyimak.
"Apa kau pikir hubungan mereka bisa berhasil Ryan?"
"Keduanya saling mencintai Tuan,"
"Aku tahu. Aku juga merasakannya, sama seperti aku dan Amanda sekarang. Dia juga bersikeras menunda publikasi tentang hubungan kami sampai karirnya sebagai designer di Paris berhasil. Dia tidak mau dibilang mencari popularitas dengan nama besar keluarga Anderson. Apa itu juga yang dirasakan Maya?"
"Nona Maya adalah orang yang sangat mandiri Tuan. Dia tidak pernah mau merepotkan siapapun."
Sekali lagi mendesah, "Aku ingin segera mempublikasikan status Maya sebagai adikku sehingga dia tidak perlu bersusah payah untuk menyetarakan dirinya dengan Masumi. Kenapa dia merasa tak layak untuk Masumi sampai harus bekerja keras untuk mendapat predikat aktris terbaik?"
"Publik yang membuatnya berpikir seperti itu Tuan. Masyarakat masih memandang status sosial Nona Maya. Sangat berbeda dengan saingannya Nona Himekawa yang memang terlahir di keluarga kelas atas."
"Sungguh pikiran yang picik. Awalnya aku tidak mengerti pemikiran Amanda tapi sekarang aku mulai bisa memahami bahkan mulai bisa merasakannya. Aku jadi merindukannya."
Ryan tersenyum.
"Nona Amanda juga memikirkan
nama baik anda, seperti Nona Maya yang juga memikirkan nama baik Tuan
Hayami. Keduanya tidak mau menjadi batu sandungan dalam kehidupan dan langkah
pasangannya."
"Sepertinya kau lebih paham perasaan wanita,"
Christ menatap Ryan yang hanya tersenyum lemah. Sedih.
"Kau masih mencintainya ya?Istrimu," Christ sudah paham dengan Ryan. Hanya satu hal yang bisa merubah ketenangan pengawal pribadinya itu, kenangan tentang istrinya.
Ryan sejenak terdiam, "Iya Tuan, saya masih sangat mencintainya," katanya kemudian.
"Apa kau tidak berniat untuk menikah lagi?"
Ryan menggeleng lemah.
"Sepertinya kau lebih paham perasaan wanita,"
Christ menatap Ryan yang hanya tersenyum lemah. Sedih.
"Kau masih mencintainya ya?Istrimu," Christ sudah paham dengan Ryan. Hanya satu hal yang bisa merubah ketenangan pengawal pribadinya itu, kenangan tentang istrinya.
Ryan sejenak terdiam, "Iya Tuan, saya masih sangat mencintainya," katanya kemudian.
"Apa kau tidak berniat untuk menikah lagi?"
Ryan menggeleng lemah.
"Saya melihatnya
meninggal di depan mata saya tanpa saya bisa melakukan apa-apa. Saya tidak akan
sanggup menggantikannya dengan wanita manapun."
Christ hanya tersenyum menanggapinya, mencoba memahami rasa setia Ryan pada istrinya.
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian keduanya. Mizuki masuk dan meminta Christ menuju ruang rapat.
"Aku akan kembali ke New York lusa," kata Christ setelah selesai rapat. Dia sedang berada di ruang kerja Masumi untuk mendiskusikan beberapa hal.
Tangan Masumi berhenti bergerak, urung menorehkan tanda tangan pada dokumen yang baru saja selesai diperiksanya.
"Lusa?" Tanya Masumi, keningnya berkerut. Berpikir.
"Berarti lusa dia akan bertemu Maya!"
Christ mengangguk, "Ada beberapa hal yang harus aku tangani di New York. Lagipula disini semua sudah berjalan dengan baik sesuai keinginanku."
"Kapan kau akan kembali lagi ke Tokyo?" Tanya Masumi.
"Aku belum pergi dan kau sudah menanyakan kapan aku kembali. Apa sekarang kau akan bilang kalau kau akan merindukanku Masumi?" Christ berkelakar.
"Hentikan omong kosong itu. Jawab saja pertanyaanku,"
"Cukup lama. Aku yakin Daito akan baik-baik saja dibawah pimpinanmu, mungkin malah jauh lebih baik. Jelas kau lebih berpengalaman di bidang ini daripada aku dan kau lebih dari mampu untuk menyelesaikan semuanya sendiri."
Christ hanya tersenyum menanggapinya, mencoba memahami rasa setia Ryan pada istrinya.
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian keduanya. Mizuki masuk dan meminta Christ menuju ruang rapat.
"Aku akan kembali ke New York lusa," kata Christ setelah selesai rapat. Dia sedang berada di ruang kerja Masumi untuk mendiskusikan beberapa hal.
Tangan Masumi berhenti bergerak, urung menorehkan tanda tangan pada dokumen yang baru saja selesai diperiksanya.
"Lusa?" Tanya Masumi, keningnya berkerut. Berpikir.
"Berarti lusa dia akan bertemu Maya!"
Christ mengangguk, "Ada beberapa hal yang harus aku tangani di New York. Lagipula disini semua sudah berjalan dengan baik sesuai keinginanku."
"Kapan kau akan kembali lagi ke Tokyo?" Tanya Masumi.
"Aku belum pergi dan kau sudah menanyakan kapan aku kembali. Apa sekarang kau akan bilang kalau kau akan merindukanku Masumi?" Christ berkelakar.
"Hentikan omong kosong itu. Jawab saja pertanyaanku,"
"Cukup lama. Aku yakin Daito akan baik-baik saja dibawah pimpinanmu, mungkin malah jauh lebih baik. Jelas kau lebih berpengalaman di bidang ini daripada aku dan kau lebih dari mampu untuk menyelesaikan semuanya sendiri."
Masumi
terlihat makin kesal, dengan cepat dia menandatangani dokumen sebelum dia
sendiri lupa bagaimana bentuk tanda tangannya karena memikirkan Christ yang
akan kembali ke New York.
Christ menyeringai senang. Ekspresi wajah Masumi sangat mudah ditebak jika menyangkut soal Maya. Dia seperti memiliki kepribadian ganda. Pangeran Daito yang dingin dan gila kerja akan berubah menjadi kekasih yang posesif dan pencemburu.
"Mizuki sekretarismu itu, dulu pernah menjadi menejer Kitajima kan?"
Pertanyaan Christ kembali mengalihkan perhatian Masumi.
"Iya,"
"Berarti dia tahu banyak tentang Kitajima," gumam Christ lirih, seolah berbicara pada dirinya sendiri tapi gumamannya cukup jelas terdengar oleh Masumi.
"Kenapa?"Tatapan Masumi penuh selidik.
"Tidak, hanya berpikir mungkin Mizuki tahu apa yang disukai Kitajima,"
"Apa maksudmu?" Masumi gusar.
Christ menyipitkan matanya pada Masumi, "Kenapa kau selalu terlihat tidak suka kalau aku bicara tentang Kitajima?"
Masumi menenangkan dirinya, "Sudah ku bilang segala sesuatu tentang Bidadari Merah itu penting untuk Daito,"
"Termasuk urusan hatinya? Konyol," Christ mendengus, pura-pura kesal.
Christ menyeringai senang. Ekspresi wajah Masumi sangat mudah ditebak jika menyangkut soal Maya. Dia seperti memiliki kepribadian ganda. Pangeran Daito yang dingin dan gila kerja akan berubah menjadi kekasih yang posesif dan pencemburu.
"Mizuki sekretarismu itu, dulu pernah menjadi menejer Kitajima kan?"
Pertanyaan Christ kembali mengalihkan perhatian Masumi.
"Iya,"
"Berarti dia tahu banyak tentang Kitajima," gumam Christ lirih, seolah berbicara pada dirinya sendiri tapi gumamannya cukup jelas terdengar oleh Masumi.
"Kenapa?"Tatapan Masumi penuh selidik.
"Tidak, hanya berpikir mungkin Mizuki tahu apa yang disukai Kitajima,"
"Apa maksudmu?" Masumi gusar.
Christ menyipitkan matanya pada Masumi, "Kenapa kau selalu terlihat tidak suka kalau aku bicara tentang Kitajima?"
Masumi menenangkan dirinya, "Sudah ku bilang segala sesuatu tentang Bidadari Merah itu penting untuk Daito,"
"Termasuk urusan hatinya? Konyol," Christ mendengus, pura-pura kesal.
"Dia
kan bukan aktris Daito. Justru seharusnya aku yang melakukan hal itu karena dia
bekerja padaku sekarang,"
Masumi terdiam lalu mendesah pelan. Sekali lagi tidak berkutik dihadapan Christ.
"Apa kau punya kekasih Masumi?"Tanya Christ lagi.
Masumi terdiam lalu mendesah pelan. Sekali lagi tidak berkutik dihadapan Christ.
"Apa kau punya kekasih Masumi?"Tanya Christ lagi.
Dia juga bersikap seperti orang lain saat berhadapan dengan
Masumi. CEO yang galak berubah menjadi kakak yang jahil dan bermulut besar.
"Aku punya," jawab Masumi mantap.
"Ternyata kau pandai menjaga privasimu. Aku tidak melihat berita di media kau punya pasangan. Kecuali dengan cucu Grup Takatsu itu,"
Wajah Masumi mengeras. "Kehidupan pribadiku bukan konsumsi publik,"
Christ tertawa, "Pasti menderita menjadi kekasihmu."
"Menderita?" Pikiran Masumi jungkir balik.
"Menjadi kekasih seorang direktur perusahaan entertainment terbesar di Jepang tapi harus bersembunyi dari publik. Apa begitu caramu menjaga kekasihmu? Dengan menyembunyikannya?"
"Kekasihku tidak suka tampil di depan umum,"
"Wanita tetap wanita Masumi. Mungkin dia tidak suka tampil didepan umum tapi dia tetap butuh pengakuan,"
Perkataan Christ menohoknya dalam. Dalam hati dia bertanya-tanya kenapa Christ selalu saja memojokkannya dengan hal yang sama. Hatinya bingung, entah itu hanya perasaannya saja yang kebetulan cocok dengan perkataan Christ atau memang Christ sengaja memojokkannya. Tapi untuk apa Christ memojokkannya? Apa Christ tahu hubungannya dengan Maya? Batin Masumi terus menduga tidak jelas.
"Aku permisi dulu,"
Tiba-tiba Christ beranjak dan meninggalkan Masumi yang terkejut karena melamun.
Mendesah kesal, Masumi memandang punggung Christ yang kemudian menghilang di balik pintu.
"Kapan kau akan kembali Maya...," desahnya putus asa.
***
"Aku punya," jawab Masumi mantap.
"Ternyata kau pandai menjaga privasimu. Aku tidak melihat berita di media kau punya pasangan. Kecuali dengan cucu Grup Takatsu itu,"
Wajah Masumi mengeras. "Kehidupan pribadiku bukan konsumsi publik,"
Christ tertawa, "Pasti menderita menjadi kekasihmu."
"Menderita?" Pikiran Masumi jungkir balik.
"Menjadi kekasih seorang direktur perusahaan entertainment terbesar di Jepang tapi harus bersembunyi dari publik. Apa begitu caramu menjaga kekasihmu? Dengan menyembunyikannya?"
"Kekasihku tidak suka tampil di depan umum,"
"Wanita tetap wanita Masumi. Mungkin dia tidak suka tampil didepan umum tapi dia tetap butuh pengakuan,"
Perkataan Christ menohoknya dalam. Dalam hati dia bertanya-tanya kenapa Christ selalu saja memojokkannya dengan hal yang sama. Hatinya bingung, entah itu hanya perasaannya saja yang kebetulan cocok dengan perkataan Christ atau memang Christ sengaja memojokkannya. Tapi untuk apa Christ memojokkannya? Apa Christ tahu hubungannya dengan Maya? Batin Masumi terus menduga tidak jelas.
"Aku permisi dulu,"
Tiba-tiba Christ beranjak dan meninggalkan Masumi yang terkejut karena melamun.
Mendesah kesal, Masumi memandang punggung Christ yang kemudian menghilang di balik pintu.
"Kapan kau akan kembali Maya...," desahnya putus asa.
***
"Christ,
kau sudah kembali? Kenapa tidak memberitahu?" Clara terkejut saat Christ
tiba-tiba muncul di rumah menjelang makan malam.
Memeluk dan mencium kedua pipi mamanya, "Kejutan!" Christ menyeringai senang.
"Bukankah sudah waktunya makan malam? Sepi sekali. Mana Maya? Papa?"
Clara tertegun sejenak, "Maya di kamarnya. Papa ada acara makan malam dengan relasinya."
"Papa pasti sibuk selama aku pergi,"
"Ya, sedikit lebih sibuk dari biasanya.Tapi semua teratasi dengan baik."
"Oke,"
Christ melenggangkan kakinya menaiki tangga. Clara menghentikan langkah putranya.
"Mau kemana?"
"Kamar Maya,"
"Bersihkan dulu dirimu, nanti saja kau temui dia,"
Christ mengernyit heran tapi tidak protes, diapun urung menaiki tangga. Berbalik dan menuju kamarnya sendiri.
Clara mendesah lega, diapun menaiki tangga.
"Bagaimana keadaannya dokter?"Tanya Clara saat memasuki kamar Maya.
Memeluk dan mencium kedua pipi mamanya, "Kejutan!" Christ menyeringai senang.
"Bukankah sudah waktunya makan malam? Sepi sekali. Mana Maya? Papa?"
Clara tertegun sejenak, "Maya di kamarnya. Papa ada acara makan malam dengan relasinya."
"Papa pasti sibuk selama aku pergi,"
"Ya, sedikit lebih sibuk dari biasanya.Tapi semua teratasi dengan baik."
"Oke,"
Christ melenggangkan kakinya menaiki tangga. Clara menghentikan langkah putranya.
"Mau kemana?"
"Kamar Maya,"
"Bersihkan dulu dirimu, nanti saja kau temui dia,"
Christ mengernyit heran tapi tidak protes, diapun urung menaiki tangga. Berbalik dan menuju kamarnya sendiri.
Clara mendesah lega, diapun menaiki tangga.
"Bagaimana keadaannya dokter?"Tanya Clara saat memasuki kamar Maya.
Seorang dokter sedang memeriksa kondisi putri
angkatnya.
"Tidak apa-apa Nyonya. Kondisinya sudah stabil, Nona Maya hanya perlu istirahat total selama dua hari untuk memulihkan kondisinya. Ini resep obat dan vitaminnya, juga menu makanan yang saya sarankan untuk dikonsumsi Nona Maya selama masa pemulihan,"
"Terima kasih dokter," Clara menerima resep dari dokter lalu mengalihkan pandangannya pada Maya yang terbaring.
"Nah, kau dengar sendiri kan? Istirahat total selama dua hari!" Tandas Clara seraya mengacungkan dua jarinya.
"Iya, maaf," jawab Maya lirih dengan raut wajah menyesal.
"Ini yang ketiga kalinya dalam satu bulan, saya sangat berharap ini yang terakhir Nona Maya.Tidak ada lagi tindakan yang membahayakan keselamatan anda," pesan dokter.
"Maaf dokter," kata Maya lagi dengan raut wajah yang masih sama.
Dokter tersenyum lalu permisi pulang.
Clara memanggil salah seorang pelayannya untuk mengantar dokter keluar. Sementara dirinya langsung duduk di tepi tempat tidur Maya.
"Masih dingin?"Tanya Clara seraya merapatkan selimut ke dada Maya. Raut wajahnya tampak cemas meski tubuh Maya juga sudah terbungkus piyama lengan panjang.
"Aku baik-baik saja Ma, jangan khawatir," Maya menenangkan.
"Aku tahu kau tidak baik-baik saja sayang. Jangan berakting di depanku," omel Clara.
"Tapi aku memang tidak apa-apa. Hanya lemas saja dan pasti segera pulih setelah istirahat,"
"Ini yang terakhir Maya. Aku tidak mau melihatmu nekat lagi hanya demi sebuah peran."
"Aku hanya berusaha memahami tokoh Sabrina,"
"Tapikan tidak harus dengan cara seperti ini, Maya. Kau benar-benar tidak menghargai keselamatanmu sendiri,"
"Lain kali aku akan lebih berhati-hati,"
"Kau sudah mengatakan hal itu dua kali sebelumnya dan sekarang yang ketiga kali. Kalau sampai ada yang keempat...," Clara menggeleng kesal, "Papamu mengancam akan menghentikan produksi filmnya dan lebih rela membayar ganti rugi pada pihak Universal Studio,"
"Tidak, tidak, aku janji ini yang terakhir."
"Nah, pegang janjimu. Oke?"
Maya mengangguk mantap.
Clara mengusap lembut kepala Maya, terasa keningnya masih membara. Clara teringat sesuatu lalu menghela napas panjang.
"Kau akan dapat masalah malam ini," katanya kemudian.
"Memang ada apa?"
"Christ sudah kembali,"
"Hah?! Kapan?"
"Baru saja, dia sedang dikamarnya. Dia sudah mau menemuimu tadi tapi aku mencegahnya dan memintanya membersihkan diri dulu. Aku tidak mau dia berteriak-teriak di depan dokter,"
Kali ini Maya yang mendesah, sudah bisa menebak bagaimana reaksi kakaknya itu jika melihat kondisinya sekarang.
Maya berkerut ditempat tidurnya saat melihat pintu terbuka tanpa ketukan pintu. Wajah Christ mengeras saat melihat Maya terbaring dengan ditemani Clara disebelahnya.
"Hampir mati karena hipotermia?" Suara Christ tenang tapi jelas terlihat dia marah. Berjalan menghampiri Maya dan menyentuh kening adiknya.
"Apa didalam sini sudah tidak ada isinya lagi?!" Kata Christ kesal mengetuk-ngetuk kening Maya.
"Ng...senang melihatmu kembali kak," sapa Maya bermanis-manis dengan suara lirihnya.
"Tidak usah merayuku! Aku mau memberimu kejutan tapi malah sebaliknya. Apa yang kau pikirkan sebenarnya?!" Christ marah. Pelayan sudah memberitahukan apa yang terjadi pada Maya.
"Aku hanya mencoba memahami tokoh Sabrina," Maya beralasan lirih.
"Dengan tidak makan selama dua hari dan berada di dalam lemari pendingin? KAU GILA?!" Bentak Christ.
"Sudah, tidak usah memarahinya," lerai Clara.
"Mama tidak memberitahuku?! Ini sudah yang ke tiga kan? Jatuh dari kuda? Hampir tenggelam di danau? Ya ampun, apa akting itu lebih penting dari nyawamu? Menolak menggunakan stuntman dan membahayakan dirimu sendiri? Keterlaluan!" Tambah Christ.
Maya hanya tersenyum kecut melihat reaksi kakaknya. Ya, dia sadar kali ini dia keterlaluan. Hanya demi memahami tokoh Sabrina yang kedinginan dan kelaparan karena dibuang oleh keluarganya, Maya rela tidak makan selama dua hari dan berada di lemari pendingin selama delapan jam. Alhasil, Maya pingsan karena hipotermia. Siang tadi dia baru kembali dari rumah sakit dan dirawat intensif di rumah. Michael juga sama marahnya dengan Christ. Maya bahkan terkejut melihat Michael marah padanya.
Uhuk! Uhuk!
Maya batuk dan Christ menghentikan omelannya. Clara membantunya bangun untuk minum, Christ masih menatapnya kesal namun tetap diam.
"Maaf," gumam Maya lagi.
Mendengus kesal, lalu meninggalkan kamar Maya.
"Kau mau menurut sekarang?"Kata Clara seraya tersenyum.
"Aku janji, tidak akan mengulanginya lagi." Maya mengeratkan tangannya yang sedari tadi digenggam Clara. Mencoba kembali meyakinkannya.
Clara tersenyum, "Baiklah, aku akan minta pelayan siapkan sup cream untukmu.Kau harus makan makanan lembut dulu beberapa hari ini. Istirahatlah."
Maya mengangguk lagi dan tersenyum saat mamanya meninggalkan kamar.Sejenak termenung, kemudian terkikik geli. Senang karena dia berada di tengah-tengah keluarga yang begitu menyayanginya. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya dia menjadi seorang nona di tengah keluarga besar dan dilayani banyak pelayan. Dia hanya pernah mengalami itu di panggung drama sebagai Aldis dan sekarang Aldisnya terealisasi di dunia nyata.
"Tidak apa-apa Nyonya. Kondisinya sudah stabil, Nona Maya hanya perlu istirahat total selama dua hari untuk memulihkan kondisinya. Ini resep obat dan vitaminnya, juga menu makanan yang saya sarankan untuk dikonsumsi Nona Maya selama masa pemulihan,"
"Terima kasih dokter," Clara menerima resep dari dokter lalu mengalihkan pandangannya pada Maya yang terbaring.
"Nah, kau dengar sendiri kan? Istirahat total selama dua hari!" Tandas Clara seraya mengacungkan dua jarinya.
"Iya, maaf," jawab Maya lirih dengan raut wajah menyesal.
"Ini yang ketiga kalinya dalam satu bulan, saya sangat berharap ini yang terakhir Nona Maya.Tidak ada lagi tindakan yang membahayakan keselamatan anda," pesan dokter.
"Maaf dokter," kata Maya lagi dengan raut wajah yang masih sama.
Dokter tersenyum lalu permisi pulang.
Clara memanggil salah seorang pelayannya untuk mengantar dokter keluar. Sementara dirinya langsung duduk di tepi tempat tidur Maya.
"Masih dingin?"Tanya Clara seraya merapatkan selimut ke dada Maya. Raut wajahnya tampak cemas meski tubuh Maya juga sudah terbungkus piyama lengan panjang.
"Aku baik-baik saja Ma, jangan khawatir," Maya menenangkan.
"Aku tahu kau tidak baik-baik saja sayang. Jangan berakting di depanku," omel Clara.
"Tapi aku memang tidak apa-apa. Hanya lemas saja dan pasti segera pulih setelah istirahat,"
"Ini yang terakhir Maya. Aku tidak mau melihatmu nekat lagi hanya demi sebuah peran."
"Aku hanya berusaha memahami tokoh Sabrina,"
"Tapikan tidak harus dengan cara seperti ini, Maya. Kau benar-benar tidak menghargai keselamatanmu sendiri,"
"Lain kali aku akan lebih berhati-hati,"
"Kau sudah mengatakan hal itu dua kali sebelumnya dan sekarang yang ketiga kali. Kalau sampai ada yang keempat...," Clara menggeleng kesal, "Papamu mengancam akan menghentikan produksi filmnya dan lebih rela membayar ganti rugi pada pihak Universal Studio,"
"Tidak, tidak, aku janji ini yang terakhir."
"Nah, pegang janjimu. Oke?"
Maya mengangguk mantap.
Clara mengusap lembut kepala Maya, terasa keningnya masih membara. Clara teringat sesuatu lalu menghela napas panjang.
"Kau akan dapat masalah malam ini," katanya kemudian.
"Memang ada apa?"
"Christ sudah kembali,"
"Hah?! Kapan?"
"Baru saja, dia sedang dikamarnya. Dia sudah mau menemuimu tadi tapi aku mencegahnya dan memintanya membersihkan diri dulu. Aku tidak mau dia berteriak-teriak di depan dokter,"
Kali ini Maya yang mendesah, sudah bisa menebak bagaimana reaksi kakaknya itu jika melihat kondisinya sekarang.
Maya berkerut ditempat tidurnya saat melihat pintu terbuka tanpa ketukan pintu. Wajah Christ mengeras saat melihat Maya terbaring dengan ditemani Clara disebelahnya.
"Hampir mati karena hipotermia?" Suara Christ tenang tapi jelas terlihat dia marah. Berjalan menghampiri Maya dan menyentuh kening adiknya.
"Apa didalam sini sudah tidak ada isinya lagi?!" Kata Christ kesal mengetuk-ngetuk kening Maya.
"Ng...senang melihatmu kembali kak," sapa Maya bermanis-manis dengan suara lirihnya.
"Tidak usah merayuku! Aku mau memberimu kejutan tapi malah sebaliknya. Apa yang kau pikirkan sebenarnya?!" Christ marah. Pelayan sudah memberitahukan apa yang terjadi pada Maya.
"Aku hanya mencoba memahami tokoh Sabrina," Maya beralasan lirih.
"Dengan tidak makan selama dua hari dan berada di dalam lemari pendingin? KAU GILA?!" Bentak Christ.
"Sudah, tidak usah memarahinya," lerai Clara.
"Mama tidak memberitahuku?! Ini sudah yang ke tiga kan? Jatuh dari kuda? Hampir tenggelam di danau? Ya ampun, apa akting itu lebih penting dari nyawamu? Menolak menggunakan stuntman dan membahayakan dirimu sendiri? Keterlaluan!" Tambah Christ.
Maya hanya tersenyum kecut melihat reaksi kakaknya. Ya, dia sadar kali ini dia keterlaluan. Hanya demi memahami tokoh Sabrina yang kedinginan dan kelaparan karena dibuang oleh keluarganya, Maya rela tidak makan selama dua hari dan berada di lemari pendingin selama delapan jam. Alhasil, Maya pingsan karena hipotermia. Siang tadi dia baru kembali dari rumah sakit dan dirawat intensif di rumah. Michael juga sama marahnya dengan Christ. Maya bahkan terkejut melihat Michael marah padanya.
Uhuk! Uhuk!
Maya batuk dan Christ menghentikan omelannya. Clara membantunya bangun untuk minum, Christ masih menatapnya kesal namun tetap diam.
"Maaf," gumam Maya lagi.
Mendengus kesal, lalu meninggalkan kamar Maya.
"Kau mau menurut sekarang?"Kata Clara seraya tersenyum.
"Aku janji, tidak akan mengulanginya lagi." Maya mengeratkan tangannya yang sedari tadi digenggam Clara. Mencoba kembali meyakinkannya.
Clara tersenyum, "Baiklah, aku akan minta pelayan siapkan sup cream untukmu.Kau harus makan makanan lembut dulu beberapa hari ini. Istirahatlah."
Maya mengangguk lagi dan tersenyum saat mamanya meninggalkan kamar.Sejenak termenung, kemudian terkikik geli. Senang karena dia berada di tengah-tengah keluarga yang begitu menyayanginya. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya dia menjadi seorang nona di tengah keluarga besar dan dilayani banyak pelayan. Dia hanya pernah mengalami itu di panggung drama sebagai Aldis dan sekarang Aldisnya terealisasi di dunia nyata.
Dalam
hati Maya bersyukur betapa telah banyak hal buruk yang terjadi padanya tapi
segala hal baik juga mendatanginya. Sesaat kemudian mulutnya cemberut karena
teringat harus menghadapi kemarahan Christ yang mungkin akan berlanjut.
Mendesah panjang, sadar bahwa itu konsekuensi yang harus ditanggungnya karena
kecerobohannya sendiri.
***
Matahari pagi yang masuk ke kamar membuat mata Maya silau. Perlahan mengerjap lalu membuka matanya.
"Selamat pagi Nona," sapa Greta, kepala rumah tangga keluarga Anderson.
"Ah, pagi Greta," sapa Maya.
"Bagaimana keadaan Nona? Demamnya sudah turun ya." Greta tersenyum ramah.
"Lebih baik, terima kasih." Maya berusaha bangun dan duduk.
"Eh?! Nona mau kemana?" Tanya Greta saat Maya mencoba turun dari tempat tidur.
"Aku mau kekamar mandi Greta,"
"Mari saya bantu,"
Maya membersihkan dirinya dikamar mandi dan mengganti pakaiannya. Baru saja dia kembali duduk ditempat tidurnya saat papa dan mamanya datang.
"Bagaimana keadaanmu sayang?" Sapa Michael ramah.
"Sudah lebih baik Pa,"
"Kau mau sarapan sekarang? Kau harus minum obatmu," kata Clara.
Maya mengangguk dan Clara meminta Greta menyiapkan sarapan.
"Mana Christ?" Tanya Maya heran karena tidak melihat batang hidung kakaknya.
"Dia masih marah padamu," jawab Michael.
"Jadi dia tidak mau menemuiku?" Maya terkikik.
"Dia tidak mau memarahimu." Terang Clara.
"Oh," Maya tersenyum.
Drama keluarga pagi hari berlangsung singkat karena Michael harus segera berangkat ke kantor begitu juga Clara. Keduanya lebih tenang karena kondisi Maya yang sudah membaik. Mereka pergi saat Rose datang.
"Bagaimana keadaanmu nona cantik?" Tanya Rose, dia menemani Maya dikamarnya seraya membahas jadwal kerjanya yang kacau karena sakit.
"Sudah lebih baik,"
"Baguslah. Kau membuat gempar dunia film Nona Maya,"
Maya terkikik. "Maaf,"
"Oh ya, Tuan Christ sudah kembali kan?"
"Iya, dia memarahiku semalam,"
"Tidak heran,"
"Ya, tapi dia masih marah dan pagi ini tidak mau bertemu denganku."
Rose tertawa.
"Dia mengancam akan memecatku semalam kalau aku menerima kontrak yang membahayakanmu lagi,"
"Dia bilang begitu?"
"Ya, tapi ku pikir apapun peranmu itu sama saja. Drama romatis, action, komedi, ataupun horor. Kau gila kalau sudah mendalami peranmu."
Maya tertawa dan segera berhenti saat kepalanya berdenyut keras. Maya memegangi kepalanya.
"Pusing Nona," tanya Rose dengan nada ironi yang tidak tertinggal.
Maya hanya meringis.
"Nona Maya, apa kau memiliki rencana di awal tahun?"
Maya menggeleng, "Tidak, kenapa?"
"Tuan Christ memintaku untuk menolak semua kontrak di awal tahun. Jadi setelah film Sabrina selesai hanya tersisa satu serial drama televisi, satu drama di Broadway dan dua drama di Scarlet. Selebihnya hanya iklan dan menjadi bintang tamu di beberapa talk show."
"Itu juga masih banyak Rose," kata Maya sambil cemberut. Mendengar jadwalnya selama enam bulan kedepan yang begitu padat.
"Sepertinya Tuan Christ punya rencana khusus untukmu,"
Maya mengendikkan bahu, kakaknya memang selalu memiliki segudang rencana.Sulit untuk menebak apa yang diinginkannya.
"Mungkin saja," kata Maya kemudian.
Keduanya kembali berdiskusi soal revisi jadwal Maya.
Christ pulang saat makan malam, melihat Maya sudah duduk di meja makan ekpresinya melunak. Meski tatapan matanya masih tajam.
"Kau masih hidup rupanya," kata Christ.
"Christ!" Clara menegur ucapan putranya itu dan Maya cemberut.
"Berhentilah memarahiku, semua orang sudah memarahiku sejak kemarin," dengus Maya.
"Kau memang pantas dimarahi!" Jawab Christ.
"Dia sudah berjanji tidak akan melakukan hal bodoh lagi. Sudahlah," sela Michael.
"Papa percaya pada janjinya? Padahal sudah tiga kali dia mengulangi kesalahannya,"
"Kali ini aku benar-benar berjanji tidak akan bertindak bodoh. Ku mohon berhentilah marah," kata Maya yang menjadi begitu merasa bersalah dengan kelakuannya yang nekat.
Christ mendengus kesal, "Kau masih peduli kalau aku marah? Kau pikir ada gunanya aku pergi ke Jepang kalau akhirnya kau mati disini karena hipotermia? Dasar bodoh!"
"Aku kan tidak mati!" Sergah Maya cepat.
"Hampir mati!" Bentak Christ.
"Hei, hentikan," kata Clara seraya menggeleng melihat pertengkaran Christ dan Maya.
***
Matahari pagi yang masuk ke kamar membuat mata Maya silau. Perlahan mengerjap lalu membuka matanya.
"Selamat pagi Nona," sapa Greta, kepala rumah tangga keluarga Anderson.
"Ah, pagi Greta," sapa Maya.
"Bagaimana keadaan Nona? Demamnya sudah turun ya." Greta tersenyum ramah.
"Lebih baik, terima kasih." Maya berusaha bangun dan duduk.
"Eh?! Nona mau kemana?" Tanya Greta saat Maya mencoba turun dari tempat tidur.
"Aku mau kekamar mandi Greta,"
"Mari saya bantu,"
Maya membersihkan dirinya dikamar mandi dan mengganti pakaiannya. Baru saja dia kembali duduk ditempat tidurnya saat papa dan mamanya datang.
"Bagaimana keadaanmu sayang?" Sapa Michael ramah.
"Sudah lebih baik Pa,"
"Kau mau sarapan sekarang? Kau harus minum obatmu," kata Clara.
Maya mengangguk dan Clara meminta Greta menyiapkan sarapan.
"Mana Christ?" Tanya Maya heran karena tidak melihat batang hidung kakaknya.
"Dia masih marah padamu," jawab Michael.
"Jadi dia tidak mau menemuiku?" Maya terkikik.
"Dia tidak mau memarahimu." Terang Clara.
"Oh," Maya tersenyum.
Drama keluarga pagi hari berlangsung singkat karena Michael harus segera berangkat ke kantor begitu juga Clara. Keduanya lebih tenang karena kondisi Maya yang sudah membaik. Mereka pergi saat Rose datang.
"Bagaimana keadaanmu nona cantik?" Tanya Rose, dia menemani Maya dikamarnya seraya membahas jadwal kerjanya yang kacau karena sakit.
"Sudah lebih baik,"
"Baguslah. Kau membuat gempar dunia film Nona Maya,"
Maya terkikik. "Maaf,"
"Oh ya, Tuan Christ sudah kembali kan?"
"Iya, dia memarahiku semalam,"
"Tidak heran,"
"Ya, tapi dia masih marah dan pagi ini tidak mau bertemu denganku."
Rose tertawa.
"Dia mengancam akan memecatku semalam kalau aku menerima kontrak yang membahayakanmu lagi,"
"Dia bilang begitu?"
"Ya, tapi ku pikir apapun peranmu itu sama saja. Drama romatis, action, komedi, ataupun horor. Kau gila kalau sudah mendalami peranmu."
Maya tertawa dan segera berhenti saat kepalanya berdenyut keras. Maya memegangi kepalanya.
"Pusing Nona," tanya Rose dengan nada ironi yang tidak tertinggal.
Maya hanya meringis.
"Nona Maya, apa kau memiliki rencana di awal tahun?"
Maya menggeleng, "Tidak, kenapa?"
"Tuan Christ memintaku untuk menolak semua kontrak di awal tahun. Jadi setelah film Sabrina selesai hanya tersisa satu serial drama televisi, satu drama di Broadway dan dua drama di Scarlet. Selebihnya hanya iklan dan menjadi bintang tamu di beberapa talk show."
"Itu juga masih banyak Rose," kata Maya sambil cemberut. Mendengar jadwalnya selama enam bulan kedepan yang begitu padat.
"Sepertinya Tuan Christ punya rencana khusus untukmu,"
Maya mengendikkan bahu, kakaknya memang selalu memiliki segudang rencana.Sulit untuk menebak apa yang diinginkannya.
"Mungkin saja," kata Maya kemudian.
Keduanya kembali berdiskusi soal revisi jadwal Maya.
Christ pulang saat makan malam, melihat Maya sudah duduk di meja makan ekpresinya melunak. Meski tatapan matanya masih tajam.
"Kau masih hidup rupanya," kata Christ.
"Christ!" Clara menegur ucapan putranya itu dan Maya cemberut.
"Berhentilah memarahiku, semua orang sudah memarahiku sejak kemarin," dengus Maya.
"Kau memang pantas dimarahi!" Jawab Christ.
"Dia sudah berjanji tidak akan melakukan hal bodoh lagi. Sudahlah," sela Michael.
"Papa percaya pada janjinya? Padahal sudah tiga kali dia mengulangi kesalahannya,"
"Kali ini aku benar-benar berjanji tidak akan bertindak bodoh. Ku mohon berhentilah marah," kata Maya yang menjadi begitu merasa bersalah dengan kelakuannya yang nekat.
Christ mendengus kesal, "Kau masih peduli kalau aku marah? Kau pikir ada gunanya aku pergi ke Jepang kalau akhirnya kau mati disini karena hipotermia? Dasar bodoh!"
"Aku kan tidak mati!" Sergah Maya cepat.
"Hampir mati!" Bentak Christ.
"Hei, hentikan," kata Clara seraya menggeleng melihat pertengkaran Christ dan Maya.
"Apa tidak bisa kita makan
dengan tenang malam ini?"Kata Clara lagi.
Christ dan Maya langsung terdiam dan mulai makan dengan tenang.
Usai makan malam, Christ sedang bicara serius dengan kedua orang tuanya saat Maya masuk ke ruang kerjanya.
"Kemarilah ada yang ingin kami bicarakan denganmu," panggil Micahel.
Maya duduk disamping Clara sedangkan Christ yang masih marah duduk di depannya bersama Michael.
"Maya, Christ sudah menceritakan semuanya pada kami. Mengenai perkembangan masalah Masumi, Shiori juga Bidadari Merah," Clara mengawali pembicaraan yang sepertinya akan berlangsung serius.
Maya menatap Christ sejenak.
"Akan lebih baik kalau kau segera menyelesaikan semua masalah ini Maya," kata Michael.
"Semakin kau menunda pementasan itu, semakin lama juga kau dan Masumi bisa bersama dan itu akan membuka peluang bagi Shiori. Kau tahu kan bahwa Shiori benar terlibat dalam kasus penculikanmu?"
Maya mengangguk pada papanya.
"Jadi itu alasannya kenapa kau meminta Rose menolak semua kontrak di awal tahun?" Maya beralih menatap kakaknya.
"Iya, kau harus segera kembali. Masalah Daito sudah diatasi. Masumi dalam posisi aman, Eisuke tidak bisa menggunakan Daito lagi untuk menekan Masumi. Apalagi menggunakan Masumi untuk melawanmu," jelas Christ.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?"
"Tidak ada, aku akan atur semuanya untukmu. Kau sudah ceritakan semua rencanamu maka aku akan menjalankannya sesuai dengan keinginanmu,"
"Jadi sudah waktunya aku menghubungi Ketua Drama Nasional?"
Christ mengangguk.
"Kami akan selalu mendukungmu," Clara menenangkan Maya yang sekarang terlihat sedikit cemas.
Christ dan Maya langsung terdiam dan mulai makan dengan tenang.
Usai makan malam, Christ sedang bicara serius dengan kedua orang tuanya saat Maya masuk ke ruang kerjanya.
"Kemarilah ada yang ingin kami bicarakan denganmu," panggil Micahel.
Maya duduk disamping Clara sedangkan Christ yang masih marah duduk di depannya bersama Michael.
"Maya, Christ sudah menceritakan semuanya pada kami. Mengenai perkembangan masalah Masumi, Shiori juga Bidadari Merah," Clara mengawali pembicaraan yang sepertinya akan berlangsung serius.
Maya menatap Christ sejenak.
"Akan lebih baik kalau kau segera menyelesaikan semua masalah ini Maya," kata Michael.
"Semakin kau menunda pementasan itu, semakin lama juga kau dan Masumi bisa bersama dan itu akan membuka peluang bagi Shiori. Kau tahu kan bahwa Shiori benar terlibat dalam kasus penculikanmu?"
Maya mengangguk pada papanya.
"Jadi itu alasannya kenapa kau meminta Rose menolak semua kontrak di awal tahun?" Maya beralih menatap kakaknya.
"Iya, kau harus segera kembali. Masalah Daito sudah diatasi. Masumi dalam posisi aman, Eisuke tidak bisa menggunakan Daito lagi untuk menekan Masumi. Apalagi menggunakan Masumi untuk melawanmu," jelas Christ.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?"
"Tidak ada, aku akan atur semuanya untukmu. Kau sudah ceritakan semua rencanamu maka aku akan menjalankannya sesuai dengan keinginanmu,"
"Jadi sudah waktunya aku menghubungi Ketua Drama Nasional?"
Christ mengangguk.
"Kami akan selalu mendukungmu," Clara menenangkan Maya yang sekarang terlihat sedikit cemas.
Kembali
ke Jepang membuatnya memikirkan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi. Meski
hatinya sangat ingin pulang dan bertemu dengan Masumi tapi ingatan mengenai
kejadian yang menimpanya sebelum dia pergi membuat Maya bergidik.Menghela napas
panjang, Maya mengangguk dan mengulas seyum tipis dibibirnya.
"Terima kasih," gumamnya penuh haru pada dukungan keluarganya.
***
"Terima kasih," gumamnya penuh haru pada dukungan keluarganya.
***
"Ketua
Persatuan Drama Nasional, Pak Yamagishi, mengundang Daito untuk hadir dalam
acara konferensi pers pengumuman lelang tender pementasan Bidadari Merah, Jumat
pekan ini Pak Masumi,"
Mizuki memberikan sebuah amplop merah hati pada bosnya yang tampak senang duduk di meja kerjanya.
"Akhirnya," gumam Masumi lega, dia sudah mendengar hal itu dari Maya.
Mizuki memberikan sebuah amplop merah hati pada bosnya yang tampak senang duduk di meja kerjanya.
"Akhirnya," gumam Masumi lega, dia sudah mendengar hal itu dari Maya.
Tapi
bukan berita lelang itu yang membuatnya senang melainkan berita rencana
kepulangan Maya yang membuatnya berbinar. Maya akan kembali saat
penentuan akhir pemenang tender. Untuk proses awalnya Maya meminta Ketua Persatuan
Drama Nasional menyeleksinya terlebih dahulu.
"Sepertinya anda sangat antusias Pak Masumi," Mizuki basa-basi pada bosnya, jelas dia tahu kenapa bosnya bisa begitu senang.
"Tentu saja Mizuki, semakin cepat proses lelang berlangsung maka semakin cepat pula Maya kembali," Masumi menyeringai senang.
"Dan anda akan mendapat dua hadiah yang dibungkus dalam satu paket,"
Masumi tertawa, "Ya, perumpamaan yang bagus. Daito akan memenangkan tender pementasan dan aku akan mendapatkan Bidadari Merahnya,"
"Kemenangan besar buat anda. Apa anda sudah memikirkan bagaimana nanti menghadapi Tuan Besar?" Mizuki mengingatkan akan kebahagian Masumi yang masih terlalu dini untuk dirayakan.
Wajah Masumi langsung menegang, "Aku sudah memikirkan beberapa rencana,"
"Setelah masalah pementasan Bidadari Merah selesai maka masalah sebenarnya baru akan muncul. Bagaimana anda menghadapi Tuan Besar dan publik yang mungkin akan gempar karena hubungan anda dan Maya,"
"Aku tidak peduli dengan pandangan publik pada hubunganku dan Maya. Aku hanya memikirkan bagaimana cara menghindarkan Maya dari kemungkinan terburuk yang mungkin dilakukan ayahku karena masalah hak pementasan Bidadari Merah."
"Apa saat ini Tuan Besar sudah tahu mengenai hubungan anda dan Maya?"
Masumi tertegun, "Aku tidak tahu pasti, tapi aku curiga ayah sudah mengetahuinya. Aku hanya heran kenapa dia diam saja kalau memang sudah tahu hubunganku dengan Maya. Aku harus mengantisipasi semua kemungkinan."
"Semoga semuanya akan berjalan dengan baik," Mizuki tersenyum tulus, menenangkan bosnya.
"Ya, semoga Mizuki. Terima kasih,"
"Sepertinya anda sangat antusias Pak Masumi," Mizuki basa-basi pada bosnya, jelas dia tahu kenapa bosnya bisa begitu senang.
"Tentu saja Mizuki, semakin cepat proses lelang berlangsung maka semakin cepat pula Maya kembali," Masumi menyeringai senang.
"Dan anda akan mendapat dua hadiah yang dibungkus dalam satu paket,"
Masumi tertawa, "Ya, perumpamaan yang bagus. Daito akan memenangkan tender pementasan dan aku akan mendapatkan Bidadari Merahnya,"
"Kemenangan besar buat anda. Apa anda sudah memikirkan bagaimana nanti menghadapi Tuan Besar?" Mizuki mengingatkan akan kebahagian Masumi yang masih terlalu dini untuk dirayakan.
Wajah Masumi langsung menegang, "Aku sudah memikirkan beberapa rencana,"
"Setelah masalah pementasan Bidadari Merah selesai maka masalah sebenarnya baru akan muncul. Bagaimana anda menghadapi Tuan Besar dan publik yang mungkin akan gempar karena hubungan anda dan Maya,"
"Aku tidak peduli dengan pandangan publik pada hubunganku dan Maya. Aku hanya memikirkan bagaimana cara menghindarkan Maya dari kemungkinan terburuk yang mungkin dilakukan ayahku karena masalah hak pementasan Bidadari Merah."
"Apa saat ini Tuan Besar sudah tahu mengenai hubungan anda dan Maya?"
Masumi tertegun, "Aku tidak tahu pasti, tapi aku curiga ayah sudah mengetahuinya. Aku hanya heran kenapa dia diam saja kalau memang sudah tahu hubunganku dengan Maya. Aku harus mengantisipasi semua kemungkinan."
"Semoga semuanya akan berjalan dengan baik," Mizuki tersenyum tulus, menenangkan bosnya.
"Ya, semoga Mizuki. Terima kasih,"
***
Sekali lagi berita menghebohkan memenuhi media Jepang. Gedung Persatuan Drama Nasional sudah dibanjiri oleh para wartawan menjelang konferensi pers. Ketua Persatuan Drama Nasional, Gen Yamagishi, langsung menjadi buruan para pencari berita. Karena hanya dialah yang memiliki akses langsung dengan Maya Kitajima sebagai pemegang hak pementasan Bidadari merah sekaligus Bidadari Merah itu sendiri.
Hari konferensi pers, para direktur production
house yang akan mengikuti lelang tender pementasan Bidadari Merah sudah hadir
di gedung Persatuan Drama Nasional. Semuanya terlihat begitu antusias untuk
memenangkan tender, mengingat Bidadari Merah adalah karya agung yang akan
membawa nama besar perusahaan entertainment mereka melambung tinggi.
Gedung
pertemuan cukup ramai sampai saat Masumi dan Mizuki datang. Semua mata langsung
tertuju pada Direktur Utama Daito yang baru-baru ini juga menjadi pembicaraan
karena masalah pengalihan saham. Semua berkasak kusuk berhenti dengan kedatangan Masumi.
Sebagian
menduga lelang ini pasti dimenangkan oleh Daito sebagai perusahaan entertaint nomor satu di Jepang
dan juga karena mereka tahu bagaimana ambisi Daito untuk memiliki hak
pementasan Bidadari Merah. Daito terkenal bisa melakukan apa saja untuk
mencapai tujuannya. Tapi sebagian lagi meragukannya karena sudah bukan rahasia kalau Direktur Utama Daito, Masumi Hayami, bermusuhan dengan Bidadari Merah, Maya
Kitajima, sedangkan keputusan akhir tetap berada di tangan Maya, -untuk yang
satu ini jelas mereka ketinggalan berita-.
"Kehadiran anda mencuri perhatian semuanya Pak Masumi," kata Mizuki lirih saat duduk disebelah Masumi ditempat yang sudah disediakan bagi mereka.
"Sudah seharusnya seperti itu. Mereka hanya buang-buang waktu datang kesini. Sudah jelas siapa yang akan mendapatkan tender itu," jawab Masumi.
"Kehadiran anda mencuri perhatian semuanya Pak Masumi," kata Mizuki lirih saat duduk disebelah Masumi ditempat yang sudah disediakan bagi mereka.
"Sudah seharusnya seperti itu. Mereka hanya buang-buang waktu datang kesini. Sudah jelas siapa yang akan mendapatkan tender itu," jawab Masumi.
Wajahnya
yang tenang sedingin es itu menyebarkan aura gelap dan tidak nyaman bagi para
pesaing Daito.
"Jadi anda tidak akan mengalah?"
"Kau tahu itu tidak mungkin Mizuki,"
"Ya, hanya memastikan bahwa anda masih Direktur Daito,"
Masumi menyeringai. Dia tahu sekretarisnya itu hanya mencoba mengingatkan fokus Masumi pada tender pementasan bukan pada bidadari merahnya. Tentu hal itu penting karena banyak wartawan yang mungkin akan mengeluarkan pertanyaan bodoh menyangkut Maya dan seperti biasanya Masumi selalu hilang kendali saat menyangkut masalah Maya.
"Selamat datang dan terima kasih untuk semua perwakilan production house yang telah hadir dan juga rekan media." Yamagishi mengawali sambutannya. Membuat semua yang hadir memfokuskan pandangannya ke panggung.
"Pertemuan kali ini bertujuan untuk memenuhi permintaan Nona Kitajima yang disampaikan pada saya agar memulai proses seleksi lelang tender pementasan Bidadari Merah. Untuk itu, hari ini telah berkumpul sepuluh PH yang akan ikut serta dalam lelang tender pementasan Bidadari Merah. Pemenangnya akan dipilih sendiri oleh Nona Kitajima setelah kandidat tersisa tiga besar. Production House yang memenangkan lelang ini akan bekerja sama dengan Nona Kitajima untuk menyelenggarakan pentas Bidadari Merah."
Semua yang hadir fokus mendengarkan setiap kalimat Yamagishi, mereka tidak mau melewatkan info sekecil apapun. Sampai akhirnya Yamagishi memberikan waktu bagi media untuk mengajukan pertanyaan dan Masumi sudah menyiapkan dirinya untuk mendengar.
"Nona Kitajima pernah mengumumkan untuk menunda pementasan selama tiga tahun. Sekarang dia mengejar karirnya di New York lalu tiba-tiba memutuskan untuk mulai melakukan seleksi, apakah Nona Kitajima berniat melimpahkan kewajiban pada Persatuan Drama Nasional sementara dia meniti karirnya? Bukankah ini seperti memanfaatkan Persatuan Drama Nasional untuk kepentingan Bidadari Merah yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya sebagai pemegang hak pementasan?" Salah seorang wartawan mulai bertanya.
Batin Masumi merutuki pertanyaan wartawan itu. Inilah yang dimaksud oleh Mizuki, bahwa Masumi harus menempatkan dirinya sebagai Direktur Daito bukan sebagai kekasih Maya Kitajima.
"Memang pada awalnya pementasan ini berencana ditunda sampai tiga tahun.Tapi Nona Kitajima sudah merasa siap untuk memulai prosesnya. Ini akan memakan waktu yang cukup lama sehingga memang perlu dilakukan lebih awal. Dan kami dari Persatuan Drama Nasional tidak merasa dimanfaatkan karena memang tugas kami untuk mendampingi dan membantu Nona Kitajima untuk mensukseskan pementasan Bidadari Merah. Justru kami tersanjung karena Nyonya Chigusa dan Nona Kitajima mempercayakan hal itu pada kami," jelas Yamagishi.
"Lalu kapan Nona Kitajima akan kembali? Bukankah sekarang dia terikat kontrak dengan PH besar di New York?" Tanya wartawan yang lain.
"Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, bahwa Nona Kitajima akan kembali saat penentuan pemenang tender," Yamagishi tetap menanggapi dengan tenang.
Seorang wartawan kembali berdiri, "Apa Nona Kitajima menyiapkan kriteria khusus bagi para peserta? Mungkin beberapa dari peserta akan masuk daftar peserta yang dilarang ikut?"Tanyanya.
"Tidak, Nona Kitajima mengijinkan PH manapun untuk mengikuti lelang ini. Syaratnya tentu saja mereka memiliki fasilitas terbaik untuk bisa mementaskan Bidadari Merah," jawab Yamagishi.
"Bagaimana dengan peluang para pemenang Pak Yamagishi. Ada sepuluh PH raksasa yang ikut dalam lelang ini. Apakah bapak bisa memprediksinya?"
"Masih terlalu dini untuk menentukan,"
"Bagaimana dengan Daito Pak? Bukankah semua orang tahu bagaimana perseteruan antara Mayuko Chigusa dengan Eisuke Hayami dan juga Maya Kitajima dengan Masumi Hayami," pertanyaan berani itu langsung menyita perhatian seluruh ruangan.
Semua melirik reaksi Masumi, tapi yang disebut justru duduk dengan tenang bertopeng es. Ada waktu untuk membalas, pikir Masumi.
Yamagishi menghela napas, "Saya pikir pertanyaan itu harus dijawab oleh Nona Kitajima sendiri."
Beberapa orang berkasak kusuk lalu Yamagishi segera menutup konferensi pers itu setelah menjawab beberapa pertanyaan lain yang kadang juga menyudutkan Maya. Membuat Masumi harus mengepalkan kuat tangannya guna menahan emosinya.
***
Braaakkk!!
Masumi berang saat tiba dikantornya.
"Apa mau mereka sebenarnya! Menyudutkan Maya seperti itu? Tidak bertanggung jawab katanya? Cih! Gara-gara tanggung jawab itulah aku harus berpisah dengan Maya! Dan lagi, apa hak mereka bertanya tentang perseteruan Daito dan Bidadari Merah!? Dasar!!" Masumi benar-benar geram.
"Tapi itu adalah fakta. Mereka hanya melihat kemungkinan itu dan memuatnya menjadi berita yang bisa menarik minat pembaca," jelas Mizuki.
"Jadi anda tidak akan mengalah?"
"Kau tahu itu tidak mungkin Mizuki,"
"Ya, hanya memastikan bahwa anda masih Direktur Daito,"
Masumi menyeringai. Dia tahu sekretarisnya itu hanya mencoba mengingatkan fokus Masumi pada tender pementasan bukan pada bidadari merahnya. Tentu hal itu penting karena banyak wartawan yang mungkin akan mengeluarkan pertanyaan bodoh menyangkut Maya dan seperti biasanya Masumi selalu hilang kendali saat menyangkut masalah Maya.
"Selamat datang dan terima kasih untuk semua perwakilan production house yang telah hadir dan juga rekan media." Yamagishi mengawali sambutannya. Membuat semua yang hadir memfokuskan pandangannya ke panggung.
"Pertemuan kali ini bertujuan untuk memenuhi permintaan Nona Kitajima yang disampaikan pada saya agar memulai proses seleksi lelang tender pementasan Bidadari Merah. Untuk itu, hari ini telah berkumpul sepuluh PH yang akan ikut serta dalam lelang tender pementasan Bidadari Merah. Pemenangnya akan dipilih sendiri oleh Nona Kitajima setelah kandidat tersisa tiga besar. Production House yang memenangkan lelang ini akan bekerja sama dengan Nona Kitajima untuk menyelenggarakan pentas Bidadari Merah."
Semua yang hadir fokus mendengarkan setiap kalimat Yamagishi, mereka tidak mau melewatkan info sekecil apapun. Sampai akhirnya Yamagishi memberikan waktu bagi media untuk mengajukan pertanyaan dan Masumi sudah menyiapkan dirinya untuk mendengar.
"Nona Kitajima pernah mengumumkan untuk menunda pementasan selama tiga tahun. Sekarang dia mengejar karirnya di New York lalu tiba-tiba memutuskan untuk mulai melakukan seleksi, apakah Nona Kitajima berniat melimpahkan kewajiban pada Persatuan Drama Nasional sementara dia meniti karirnya? Bukankah ini seperti memanfaatkan Persatuan Drama Nasional untuk kepentingan Bidadari Merah yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya sebagai pemegang hak pementasan?" Salah seorang wartawan mulai bertanya.
Batin Masumi merutuki pertanyaan wartawan itu. Inilah yang dimaksud oleh Mizuki, bahwa Masumi harus menempatkan dirinya sebagai Direktur Daito bukan sebagai kekasih Maya Kitajima.
"Memang pada awalnya pementasan ini berencana ditunda sampai tiga tahun.Tapi Nona Kitajima sudah merasa siap untuk memulai prosesnya. Ini akan memakan waktu yang cukup lama sehingga memang perlu dilakukan lebih awal. Dan kami dari Persatuan Drama Nasional tidak merasa dimanfaatkan karena memang tugas kami untuk mendampingi dan membantu Nona Kitajima untuk mensukseskan pementasan Bidadari Merah. Justru kami tersanjung karena Nyonya Chigusa dan Nona Kitajima mempercayakan hal itu pada kami," jelas Yamagishi.
"Lalu kapan Nona Kitajima akan kembali? Bukankah sekarang dia terikat kontrak dengan PH besar di New York?" Tanya wartawan yang lain.
"Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, bahwa Nona Kitajima akan kembali saat penentuan pemenang tender," Yamagishi tetap menanggapi dengan tenang.
Seorang wartawan kembali berdiri, "Apa Nona Kitajima menyiapkan kriteria khusus bagi para peserta? Mungkin beberapa dari peserta akan masuk daftar peserta yang dilarang ikut?"Tanyanya.
"Tidak, Nona Kitajima mengijinkan PH manapun untuk mengikuti lelang ini. Syaratnya tentu saja mereka memiliki fasilitas terbaik untuk bisa mementaskan Bidadari Merah," jawab Yamagishi.
"Bagaimana dengan peluang para pemenang Pak Yamagishi. Ada sepuluh PH raksasa yang ikut dalam lelang ini. Apakah bapak bisa memprediksinya?"
"Masih terlalu dini untuk menentukan,"
"Bagaimana dengan Daito Pak? Bukankah semua orang tahu bagaimana perseteruan antara Mayuko Chigusa dengan Eisuke Hayami dan juga Maya Kitajima dengan Masumi Hayami," pertanyaan berani itu langsung menyita perhatian seluruh ruangan.
Semua melirik reaksi Masumi, tapi yang disebut justru duduk dengan tenang bertopeng es. Ada waktu untuk membalas, pikir Masumi.
Yamagishi menghela napas, "Saya pikir pertanyaan itu harus dijawab oleh Nona Kitajima sendiri."
Beberapa orang berkasak kusuk lalu Yamagishi segera menutup konferensi pers itu setelah menjawab beberapa pertanyaan lain yang kadang juga menyudutkan Maya. Membuat Masumi harus mengepalkan kuat tangannya guna menahan emosinya.
***
Braaakkk!!
Masumi berang saat tiba dikantornya.
"Apa mau mereka sebenarnya! Menyudutkan Maya seperti itu? Tidak bertanggung jawab katanya? Cih! Gara-gara tanggung jawab itulah aku harus berpisah dengan Maya! Dan lagi, apa hak mereka bertanya tentang perseteruan Daito dan Bidadari Merah!? Dasar!!" Masumi benar-benar geram.
"Tapi itu adalah fakta. Mereka hanya melihat kemungkinan itu dan memuatnya menjadi berita yang bisa menarik minat pembaca," jelas Mizuki.
"Bukankah Maya sendiri tidak pernah
menjelaskan pada publik alasan dia meninggalkan Jepang. Terlebih sekarang Maya
justru meniti karir di dunia Internasional," tambah Mizuki.
Mata masumi masih berkilat marah. Dia tahu itu benar, tapi mendengar opini negatif tentang Maya membuatnya tidak terima. Baginya, Maya sudah menanggung hal yang begitu berat karena masalah Bidadari Merah.
"Buatkan kopi untukku," pinta Masumi kemudian sekaligus mengusir sekretarisnya.
Mizuki mengangguk dan meninggalkan ruangan. Masumi meraih handphonenya.
"Halo, Hijiri! Lakukan satu hal untukku!" Katanya tajam.
***
Hari berganti bulan dengan begitu cepat. Yamagishi menilai kemampuan setiap PH dengan mengunjungi setiap gedung pertunjukan dan melihat fasilitas yang dimiliki. Penilaian tentu saja berkaitan erat dengan fasilitas, selain juga visi kerja sama yang baik untuk mensukseskan pementasan karya drama yang sudah lama ditunggu itu.
Masumi seperti kehilangan kesabaran karena menurutnya Yamagishi terlalu lama memberi penilaian. Baginya, tentu saja hanya Daito yang layak mementaskannya.Tapi Masumi hanya bisa diam kali ini dan menyerahkan semua prosesnya pada Ketua Persatuan Drama Nasional itu. Tidak mau menimbulkan skandal lain yang bisa memperkeruh keadaan dan menyulitkan Maya nantinya. Dia juga sudah meminta Hijiri untuk mengawasi beberapa wartawan yang terindikasi berusaha menjatuhkan nama Maya. Semua berita di media tidak luput dari pengawasannya.
Bagaimanapun proses yang adil juga harus dilakukan. Fakta bahwa publik mempertanyakan perseteruan antara Daito dan Bidadari Merah tentu tidak bisa diabaikan. Meski sekarang faktor X atas kehadiran Christian Anderson juga ikut dipertimbangkan. Publik tahu kalau Maya bekerja pada PH milik keluarga Anderson di New York. Namun, akan menjadi aneh dan menimbulkan kecurigaan jika Yamagishi langsung mengeliminasi PH lain dengan sembarangan.
Mata masumi masih berkilat marah. Dia tahu itu benar, tapi mendengar opini negatif tentang Maya membuatnya tidak terima. Baginya, Maya sudah menanggung hal yang begitu berat karena masalah Bidadari Merah.
"Buatkan kopi untukku," pinta Masumi kemudian sekaligus mengusir sekretarisnya.
Mizuki mengangguk dan meninggalkan ruangan. Masumi meraih handphonenya.
"Halo, Hijiri! Lakukan satu hal untukku!" Katanya tajam.
***
Hari berganti bulan dengan begitu cepat. Yamagishi menilai kemampuan setiap PH dengan mengunjungi setiap gedung pertunjukan dan melihat fasilitas yang dimiliki. Penilaian tentu saja berkaitan erat dengan fasilitas, selain juga visi kerja sama yang baik untuk mensukseskan pementasan karya drama yang sudah lama ditunggu itu.
Masumi seperti kehilangan kesabaran karena menurutnya Yamagishi terlalu lama memberi penilaian. Baginya, tentu saja hanya Daito yang layak mementaskannya.Tapi Masumi hanya bisa diam kali ini dan menyerahkan semua prosesnya pada Ketua Persatuan Drama Nasional itu. Tidak mau menimbulkan skandal lain yang bisa memperkeruh keadaan dan menyulitkan Maya nantinya. Dia juga sudah meminta Hijiri untuk mengawasi beberapa wartawan yang terindikasi berusaha menjatuhkan nama Maya. Semua berita di media tidak luput dari pengawasannya.
Bagaimanapun proses yang adil juga harus dilakukan. Fakta bahwa publik mempertanyakan perseteruan antara Daito dan Bidadari Merah tentu tidak bisa diabaikan. Meski sekarang faktor X atas kehadiran Christian Anderson juga ikut dipertimbangkan. Publik tahu kalau Maya bekerja pada PH milik keluarga Anderson di New York. Namun, akan menjadi aneh dan menimbulkan kecurigaan jika Yamagishi langsung mengeliminasi PH lain dengan sembarangan.
"Sudah
lima bulan berlalu dan Pak Yamagishi masih belum memilih juga tiga kandidat
terbaik yang akan dipilih Maya," desak Masumi kesal di ruang kantornya.
"Anda cemas Daito tidak masuk tiga besar?" Goda Mizuki.
"Jangan membuat lelucon Mizuki. Kau sendiri sudah tahu siapa yang akan menjadi pemenangnya," jawab Masumi dengan wajah masam.
"Mungkin Pak Yamagishi sengaja mengulur waktu,"
"Maya sendiri semakin sulit dihubungi," keluh Masumi lagi.
"Jadi itu yang membuat anda cemas?"
Masumi melirik sekretarisnya. Diam dan tidak menanggapinya.
Pendapat Mizuki membuat Masumi bertambah kesal. Bayangan Christ yang mendekati Maya membuatnya semakin kacau. Dalam hatinya terus menggertu pada Yamagishi, Pak Tua yang lambat, rutuknya.
"Anda cemas Daito tidak masuk tiga besar?" Goda Mizuki.
"Jangan membuat lelucon Mizuki. Kau sendiri sudah tahu siapa yang akan menjadi pemenangnya," jawab Masumi dengan wajah masam.
"Mungkin Pak Yamagishi sengaja mengulur waktu,"
"Maya sendiri semakin sulit dihubungi," keluh Masumi lagi.
"Jadi itu yang membuat anda cemas?"
Masumi melirik sekretarisnya. Diam dan tidak menanggapinya.
Pendapat Mizuki membuat Masumi bertambah kesal. Bayangan Christ yang mendekati Maya membuatnya semakin kacau. Dalam hatinya terus menggertu pada Yamagishi, Pak Tua yang lambat, rutuknya.
Persatuan Drama Nasional memang berdiri di
posisi netral. Yamagishi bisa bersepakat dengan Masumi hanya karena memang Daito
lah yang memiliki fasilitas gedung terbaik di hampir seluruh pelosok negeri
Jepang. Akan tetapi Pak Yamagishi tidak menjanjikan apapun pada Masumi selain
hanya mengusahakan Bidadari Merah, Maya Kitajima, akan memilih yang terbaik. Bagi
Yamagishi, keputusan terakhir tetap ada ditangan Maya. Sayangnya Yamagishi
tidak tahu kalau Masumi sudah tahu keputusan yang akan diambil Maya.
***
"Kapan kau kembali sayang?" Pertanyaan yang sama dari Masumi, yang sudah terlontar ratusan kali selama beberapa bulan terakhir ini.
"Sebentar lagi sayang. Masih banyak hal yang harus kuselesaikan disini." Seperti biasa Maya mencoba untuk menenangkan.
"Aku benar-benar tidak sabar lagi," gerutu Masumi.
Maya tertawa, "Jangan merajuk begitu. Kau kan tahu tanggung jawabku sebagai aktris. Aku sudah cukup merepotkan Scarlet karena menyalahi kontrak." Maya beralasan.
***
"Kapan kau kembali sayang?" Pertanyaan yang sama dari Masumi, yang sudah terlontar ratusan kali selama beberapa bulan terakhir ini.
"Sebentar lagi sayang. Masih banyak hal yang harus kuselesaikan disini." Seperti biasa Maya mencoba untuk menenangkan.
"Aku benar-benar tidak sabar lagi," gerutu Masumi.
Maya tertawa, "Jangan merajuk begitu. Kau kan tahu tanggung jawabku sebagai aktris. Aku sudah cukup merepotkan Scarlet karena menyalahi kontrak." Maya beralasan.
Tentu
saja kontrak Scarlet bukan penghalang. Secara tidak langsung itu miliknya
sebagai bagian dari keluarga Anderson.
"Aku khawatir kalau kau terlalu lama disana," keluh Masumi lagi.
"Karena Tuan Anderson?" Tebak Maya.
Alasan kecemburuan yang sama yang sudah sangat dihafal oleh Maya diluar kepala.
Masumi hanya diam dan menghela napas.
"Kau tahu Masumi, kurasa saat aku kembali nanti kau juga akan berada dalam kondisi yang sama kalau kau masih tidak mau berubah," Maya menatap putus asa pada sikap posesif Masumi.
"Maksudmu?"
"Kau cemburu dengan Tuan Anderson disini dan saat aku kembali kau pasti akan mencemburuiku dengan Koji karena aku akan sepanggung dengannya saat pementasan Bidadari Merah,"
"Setidaknya aku bisa bersamamu disini dan bahkan memukul Koji jika dia berani mencoba melirik tunanganku,"
Maya kembali tergelak dengan pemikiran Masumi. “Kau berani dengan Koji tapi tidak dengan Tuan Anderson?”
"Aku khawatir kalau kau terlalu lama disana," keluh Masumi lagi.
"Karena Tuan Anderson?" Tebak Maya.
Alasan kecemburuan yang sama yang sudah sangat dihafal oleh Maya diluar kepala.
Masumi hanya diam dan menghela napas.
"Kau tahu Masumi, kurasa saat aku kembali nanti kau juga akan berada dalam kondisi yang sama kalau kau masih tidak mau berubah," Maya menatap putus asa pada sikap posesif Masumi.
"Maksudmu?"
"Kau cemburu dengan Tuan Anderson disini dan saat aku kembali kau pasti akan mencemburuiku dengan Koji karena aku akan sepanggung dengannya saat pementasan Bidadari Merah,"
"Setidaknya aku bisa bersamamu disini dan bahkan memukul Koji jika dia berani mencoba melirik tunanganku,"
Maya kembali tergelak dengan pemikiran Masumi. “Kau berani dengan Koji tapi tidak dengan Tuan Anderson?”
“Aku
tidak tahu apa yang dilakukannya disana. Tidak ada alasan bagiku untuk
memukulnya. Kecuali kau memang mau jujur padaku tentang apa yang dilakukannya,”
Masumi mengoceh dengan kesal.
“Dia
tidak melakukan apa-apa sayang. Berhentilah berpikir yang tidak-tidak. Percayalah
bahwa aku hanya mencintaimu,”
"Aku sudah tidak sabar untuk mengumumkan hubungan kita Maya. Aku lelah seperti ini," mata Masumi mengekspresikan rasa frustasinya. Mungkin karena Masumi merasa Christ adalah saingan besar yang sepadan dengannya.
Maya tersenyum lembut, "Sabarlah sebentar lagi sayang. Setelah semua ini selesai kita akan bersama," janji Maya.
"Aku akan berusaha," gumam Masumi putus asa sebelum akhirnya mematikan video call nya.
Masumi jelas tersiksa dengan penantian panjangnya. Belum pernah sekalipun dalam hidupnya dia memiliki hasrat sebesar ini akan seorang wanita. Bahkan melebihi hasratnya dulu untuk memiliki Bidadari Merah guna membalas dendam pada Eisuke atas kematian ibunya. Sekarang semua dendam itu terlupakan olehnya, tersapu oleh kerinduan yang menggerogoti setiap sel ditubuhnya.
"Aku sudah tidak sabar untuk mengumumkan hubungan kita Maya. Aku lelah seperti ini," mata Masumi mengekspresikan rasa frustasinya. Mungkin karena Masumi merasa Christ adalah saingan besar yang sepadan dengannya.
Maya tersenyum lembut, "Sabarlah sebentar lagi sayang. Setelah semua ini selesai kita akan bersama," janji Maya.
"Aku akan berusaha," gumam Masumi putus asa sebelum akhirnya mematikan video call nya.
Masumi jelas tersiksa dengan penantian panjangnya. Belum pernah sekalipun dalam hidupnya dia memiliki hasrat sebesar ini akan seorang wanita. Bahkan melebihi hasratnya dulu untuk memiliki Bidadari Merah guna membalas dendam pada Eisuke atas kematian ibunya. Sekarang semua dendam itu terlupakan olehnya, tersapu oleh kerinduan yang menggerogoti setiap sel ditubuhnya.
Kegelisahan Masumi berdampak pada suasana kantor.
Staf Daito sudah cukup tersiksa dengan banyaknya pekerjaan karena kesuksesan
Daito yang semakin melambung tanpa harus ditambahi Masumi yang siap kapan saja
menghardik staf yang membuat kesalahan, sekecil apapun. Seolah itu caranya untuk
melampiaskan kegelisahannya.
***
***
New
York.
Akhir
tahun yang gemilang bagi Maya. Dia berhasil meraih penghargaan sebagai aktris
pendatang baru terbaik melalui film layar lebarnya yang berjudul Sabrina dalam
sebuah ajang penghargaan film bergengsi di Amerika. Wajahnya yang juga sudah
akrab di layar kaca warga Amerika melalui serial drama mingguan dan beragam
iklan juga bintang tamu dalam beberapa acara talk show, membuat Maya menjadi
aktris terfavorit pilihan masyarakat berdasarkan survey sebuah majalah hiburan.
Maya bangga dengan pencapaiannya. Kepercayaan dirinya telah terbangun sempurna sekarang.
Maya bangga dengan pencapaiannya. Kepercayaan dirinya telah terbangun sempurna sekarang.
Clara
membuktikan ucapannya untuk menjadikan Maya aktris kelas satu. Sebenarnya Maya masih
bisa melampaui itu semua, namun sayangnya semua kontrak sudah dihentikan
setelah Maya menerima penghargaan. Christ bersikeras agar Maya segera
menyelesaikan masalah Bidadari Merah sesuai dengan rencana yang sudah dirancang
selama ini. Dia juga sudah tidak sabar untuk segera mempublikasikan status Maya
sebagai adiknya. Dengan begitu dia tidak usah bersandiwara dengan Maya di depan
semua orang.
Merayakan kesuksesannya, Maya berkumpul bersama
keluarganya, menikmati liburan akhir tahun bersama dan untuk pertama kalinya
Maya bertemu dengan Amanda, calon kakak iparnya. Amanda dan Christ telah sepakat
akan segera menikah setelah urusan Maya selesai.
Amanda, telah sukses menjadi seorang designer di Paris. Dia wanita yang baik, anggun, pintar dan memang sepadan dengan Christ. Kelebihan lainnya adalah sifat mandiri dan keras kepalanya, mungkin memang hanya wanita seperti itu yang sanggup meluluhkan hati seorang Christian, wanita yang tidak tunduk pada aturan main Christ yang kadang semena-mena.
Masumi menggertu habis-habisan karena Maya masih saja belum kembali sampai akhirnya bulan telah berganti tahun. Pak Yamagishi membuat semuanya berjalan lambat.
***
Brukk!
Eisuke melempar surat kabar yang baru saja selesai dibacanya. Wajahnya menggambarkan kekesalan.
"Jadi gadis itu akan kembali? Mayuko juga membangun lagi sekolah aktingnya. Apa yang mereka rencanakan? Aku tidak boleh lengah!" Eisuke bergumam-gumam sendiri.
"Asa!" Panggilnya dengan suara keras, meski seharusnya tidak perlu sekeras itu karena yang dipanggil hanya berjarak beberapa langkah darinya.
"Laporanmu mengenai keluarga Anderson sangat tidak memuaskan. Kau juga masih belum berhasil menyelidiki hubungan antara Mayuko dan keluarga Anderson. Juga kenapa kepemilikan tanah sekolah akting Mayuko atas nama M. Anderson? Aku tidak mau ada musuh dalam selimut di perusahaanku! Cari informasi selengkapnya! Ingat, jangan minta Hijiri yang melakukannya, dia pasti akan memberitahukan hal ini pada Masumi."Perintahnya.
"Baik Tuan," Asa membungkuk hormat, mengiyakan keinginan tuan besarnya.
Eisuke terus meradang. Berbagai hal mengganggunya sekarang. Masalah Mayuko yang kembali membangun sekolah aktingnya lalu masuknya Christ sebagai pemegang saham Daito juga kecurigaan keluarga Anderson yang mendukung Mayuko. Semuanya berputar di dalam otaknya.
Amanda, telah sukses menjadi seorang designer di Paris. Dia wanita yang baik, anggun, pintar dan memang sepadan dengan Christ. Kelebihan lainnya adalah sifat mandiri dan keras kepalanya, mungkin memang hanya wanita seperti itu yang sanggup meluluhkan hati seorang Christian, wanita yang tidak tunduk pada aturan main Christ yang kadang semena-mena.
Masumi menggertu habis-habisan karena Maya masih saja belum kembali sampai akhirnya bulan telah berganti tahun. Pak Yamagishi membuat semuanya berjalan lambat.
***
Brukk!
Eisuke melempar surat kabar yang baru saja selesai dibacanya. Wajahnya menggambarkan kekesalan.
"Jadi gadis itu akan kembali? Mayuko juga membangun lagi sekolah aktingnya. Apa yang mereka rencanakan? Aku tidak boleh lengah!" Eisuke bergumam-gumam sendiri.
"Asa!" Panggilnya dengan suara keras, meski seharusnya tidak perlu sekeras itu karena yang dipanggil hanya berjarak beberapa langkah darinya.
"Laporanmu mengenai keluarga Anderson sangat tidak memuaskan. Kau juga masih belum berhasil menyelidiki hubungan antara Mayuko dan keluarga Anderson. Juga kenapa kepemilikan tanah sekolah akting Mayuko atas nama M. Anderson? Aku tidak mau ada musuh dalam selimut di perusahaanku! Cari informasi selengkapnya! Ingat, jangan minta Hijiri yang melakukannya, dia pasti akan memberitahukan hal ini pada Masumi."Perintahnya.
"Baik Tuan," Asa membungkuk hormat, mengiyakan keinginan tuan besarnya.
Eisuke terus meradang. Berbagai hal mengganggunya sekarang. Masalah Mayuko yang kembali membangun sekolah aktingnya lalu masuknya Christ sebagai pemegang saham Daito juga kecurigaan keluarga Anderson yang mendukung Mayuko. Semuanya berputar di dalam otaknya.
Dia
tahu Daito dalam kuasa Masumi dan jika Christ memang sengaja masuk ke Daito
sebagai wakil dari Mayuko maka Masumi masih lebih berkuasa dibanding Christ. Namun
apa tujuan dibalik semua itu dia masih belum bisa menemukannya. Apakah benar
Mayuko berencana membalas dendam padanya?Tapi setelah sekian lama, kenapa baru
sekarang? Otak Eisuke masih belum bisa menemukan pembenaran atas pemikirannya. Rasanya
tidak masuk akal kalau Mayuko memiliki hubungan dengan keluarga konglomerat New
York itu meski kenyataannya kepemilikan tanah dan penyokong dana sekolah akting
Mayuko adalah orang bernama M Anderson yang Eisuke menduga adalah ayah Christ, Michael
Anderson. Sekali lagi Eisuke memutar otaknya dan berusaha mencari hubungan
rasional yang mungkin terjadi antara kedua pihak itu.
Meski begitu ada hal lain yang membuatnya senang, berita tentang kepulangan Maya. Dia sudah siap menagih janji Maya yang akan memberikan hak pementasan Bidadari Merah pada Masumi -yang tanpa sepengetahuannya dokumen itu sudah ada pada Masumi-.
***
"Selamat jalan, hati-hati," pesan Maya saat mengantar kepergian Christ di pintu keberangkatan bandara JFK, New York.
"Kau juga harus segera bersiap dan segera menyusulku," jawab Christ.
Maya mengangguk, "Semuanya sudah siap. Hanya tinggal menunggu perintah, Tuan Anderson," jawab Maya.
Christ terkekeh, "Ironimu tidak pernah terlewatkan Maya. Aku berharap mulut pintarmu ini akan berguna menanggapi serbuan wartawan yang akan menyambutmu di Tokyo nanti,"
"Tenang saja, satu tahun ini aku sudah berlatih dengan sangat baik menghadapi kuli tinta yang selalu haus berita itu. Aku tidak akan kalah kali ini. Maya Kitajima tidak akan kalah kali ini."
"Anderson. Maya Anderson," ralat Christ cepat.
Maya terkikik, "Aku kan belum bisa menggunakan nama itu sekarang,"
"Secepatnya, aku akan buat secepatnya kau menggunakan nama itu,"
Maya tertawa, "Ya, terserah dirimu saja, kak. Dengan atau tanpa nama itu, tidak akan merubah hubungan kita kan,"
"Tentu saja tidak. Tapi aku hanya ingin mereka tahu kau adalah adikku. Bagian dari keluarga Anderson."
Maya tersenyum. Panggilan dari pengeras suara menghentikan obrolan keduanya.
"Aku harus berangkat sekarang,"
"Ya, selamat jalan. Sampai jumpa,"
"Sampai jumpa sayang," memeluk dan mencium adiknya, Christ segera pergi.
Keduanya tidak tahu bahwa dari kejauhan tampak seseorang tengah mengamati gerak-gerik mereka. Seringai tipis segera menghiasi wajahnya seraya memasukkan sebuah kamera ke dalam tas besar yang dibawanya.
***
"Apa kabar Christ?" sapa Masumi saat keduanya bertemu di kantor Christ.
Meski begitu ada hal lain yang membuatnya senang, berita tentang kepulangan Maya. Dia sudah siap menagih janji Maya yang akan memberikan hak pementasan Bidadari Merah pada Masumi -yang tanpa sepengetahuannya dokumen itu sudah ada pada Masumi-.
***
"Selamat jalan, hati-hati," pesan Maya saat mengantar kepergian Christ di pintu keberangkatan bandara JFK, New York.
"Kau juga harus segera bersiap dan segera menyusulku," jawab Christ.
Maya mengangguk, "Semuanya sudah siap. Hanya tinggal menunggu perintah, Tuan Anderson," jawab Maya.
Christ terkekeh, "Ironimu tidak pernah terlewatkan Maya. Aku berharap mulut pintarmu ini akan berguna menanggapi serbuan wartawan yang akan menyambutmu di Tokyo nanti,"
"Tenang saja, satu tahun ini aku sudah berlatih dengan sangat baik menghadapi kuli tinta yang selalu haus berita itu. Aku tidak akan kalah kali ini. Maya Kitajima tidak akan kalah kali ini."
"Anderson. Maya Anderson," ralat Christ cepat.
Maya terkikik, "Aku kan belum bisa menggunakan nama itu sekarang,"
"Secepatnya, aku akan buat secepatnya kau menggunakan nama itu,"
Maya tertawa, "Ya, terserah dirimu saja, kak. Dengan atau tanpa nama itu, tidak akan merubah hubungan kita kan,"
"Tentu saja tidak. Tapi aku hanya ingin mereka tahu kau adalah adikku. Bagian dari keluarga Anderson."
Maya tersenyum. Panggilan dari pengeras suara menghentikan obrolan keduanya.
"Aku harus berangkat sekarang,"
"Ya, selamat jalan. Sampai jumpa,"
"Sampai jumpa sayang," memeluk dan mencium adiknya, Christ segera pergi.
Keduanya tidak tahu bahwa dari kejauhan tampak seseorang tengah mengamati gerak-gerik mereka. Seringai tipis segera menghiasi wajahnya seraya memasukkan sebuah kamera ke dalam tas besar yang dibawanya.
***
"Apa kabar Christ?" sapa Masumi saat keduanya bertemu di kantor Christ.
Mereka
duduk dengan santai di kursi tamu.
"Baik, kau sendiri? Hhmm, kau juga terlihat baik. Sepertinya semua berjalan dengan lancar," tebak Christ.
"Tentu," jawab Masumi.
"Bagus," balas Christ singkat.
"Empat hari lagi Ketua Persatuan Drama Nasional, Gen Yamagishi, akan mengumumkan tiga kandidat yang akan dipilih untuk bersaing memenangkan tender pementasan Bidadari Merah." Masumi memberikan laporannya seraya meneguk kopi panasnya.
"Oh, sudah waktunya ya. Ku pikir aku sudah tidak perlu mengkhawatirkan hal itu lagi. Daito pasti akan masuk tiga besar kan?" Christ juga meneguk kopinya.
"Baik, kau sendiri? Hhmm, kau juga terlihat baik. Sepertinya semua berjalan dengan lancar," tebak Christ.
"Tentu," jawab Masumi.
"Bagus," balas Christ singkat.
"Empat hari lagi Ketua Persatuan Drama Nasional, Gen Yamagishi, akan mengumumkan tiga kandidat yang akan dipilih untuk bersaing memenangkan tender pementasan Bidadari Merah." Masumi memberikan laporannya seraya meneguk kopi panasnya.
"Oh, sudah waktunya ya. Ku pikir aku sudah tidak perlu mengkhawatirkan hal itu lagi. Daito pasti akan masuk tiga besar kan?" Christ juga meneguk kopinya.
Keduanya
memang cocok jika membicarakan tentang pekerjaan, kecuali satu hal, Maya.
"Pasti.Tidak hanya itu, aku dapat pastikan kita akan memenangkan tender itu."
"Kau yakin?" Christ menatap ragu lawan bicaranya.
Mata Masumi berkilat menatap Christ, "Tentu. Kau meragukanku?"
Christ menggeleng, "Bukan kau tapi Kitajima. Aku mendengar semua berita yang beredar. Perseteruan ayahmu, lalu perseteruanmu sendiri dengan Kitajima. Kau yakin Kitajima akan memilihmu?" Sekali lagi Christ memancing Masumi.
Masumi tertawa, "Aku dapat pastikan itu."
"Kau yakin sekali," Christ menyeringai dan sekali lagi meneguk kopinya.
"Kita lihat saja nanti."Jawab Masumi bangga.
"Pasti.Tidak hanya itu, aku dapat pastikan kita akan memenangkan tender itu."
"Kau yakin?" Christ menatap ragu lawan bicaranya.
Mata Masumi berkilat menatap Christ, "Tentu. Kau meragukanku?"
Christ menggeleng, "Bukan kau tapi Kitajima. Aku mendengar semua berita yang beredar. Perseteruan ayahmu, lalu perseteruanmu sendiri dengan Kitajima. Kau yakin Kitajima akan memilihmu?" Sekali lagi Christ memancing Masumi.
Masumi tertawa, "Aku dapat pastikan itu."
"Kau yakin sekali," Christ menyeringai dan sekali lagi meneguk kopinya.
"Kita lihat saja nanti."Jawab Masumi bangga.
Dia sudah tidak sabar menunggu Maya kembali. Otaknya sudah merancang
beragam rencana. Menyelesaikan pementasan lalu mengumumkan hubungannya dengan
Maya dan segera menikahinya, memilikinya secara utuh. Tapi senyum kemenangan
Masumi seketika tertahan karena melihat Christ dihadapannya.
"Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Kitajima?" Tanya Masumi basa-basi, jelas hatinya terbakar saat mengatakannya. Tapi dia ingin tahu apa yang selama ini dilakukan Christ pada Maya selama dia di New York. Maya tidak pernah mau cerita jika Masumi bertanya. Rasa penasaran dan cemburunya hampir saja membuatnya mati.
Christ menyeringai senang dengan pertanyaan Masumi. Menerima dengan senang hati permainan Masumi.
"Hubungan kami baik. Ya, beberapa kali menemaninya ke pesta, cukup baik untuk langkah awal. Kitajima wanita yang cukup sulit untuk didekati, membuatku semakin bersemangat," jawab Christ santai.
"Pergi ke pesta? Maya tidak pernah cerita?" Hati Masumi bergolak, permainanya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.
"Kau suka tantangan rupanya. Kelihatannya kau sudah cukup akrab dengannya," Kata Masumi setelah kembali memperoleh ketenangan hatinya.
"Kau mau tahu keakrabanku dengannya? Dasar! Menyiksa diri sendiri," Chist bertepuk tangan dalam hatinya.
"Ya begitulah. Kitajima masih begitu muda, menarik dan status singlenya juga membuat dia memiliki banyak penggemar pria yang menyebalkan. Tapi persaingan membuatmu semakin hidup," kata Christ.
"Banyak penggemar pria?Persaingan? Oh, aku benci. Sial!" Maki Masumi dalam hati.
"Masumi?" Christ menyadarkan Masumi dari lamunannya, "Kenapa?" Tanya Christ.
"Tidak, hanya saja sedang membayangkan, bagaimana seorang Kitajima sekarang. Memiliki banyak penggemar pria? Sedikit sulit membayangkannya," Masumi tersenyum kecut.
"Berapa lama kau tidak bertemu dengannya?" Tanya Christ.
"Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Kitajima?" Tanya Masumi basa-basi, jelas hatinya terbakar saat mengatakannya. Tapi dia ingin tahu apa yang selama ini dilakukan Christ pada Maya selama dia di New York. Maya tidak pernah mau cerita jika Masumi bertanya. Rasa penasaran dan cemburunya hampir saja membuatnya mati.
Christ menyeringai senang dengan pertanyaan Masumi. Menerima dengan senang hati permainan Masumi.
"Hubungan kami baik. Ya, beberapa kali menemaninya ke pesta, cukup baik untuk langkah awal. Kitajima wanita yang cukup sulit untuk didekati, membuatku semakin bersemangat," jawab Christ santai.
"Pergi ke pesta? Maya tidak pernah cerita?" Hati Masumi bergolak, permainanya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.
"Kau suka tantangan rupanya. Kelihatannya kau sudah cukup akrab dengannya," Kata Masumi setelah kembali memperoleh ketenangan hatinya.
"Kau mau tahu keakrabanku dengannya? Dasar! Menyiksa diri sendiri," Chist bertepuk tangan dalam hatinya.
"Ya begitulah. Kitajima masih begitu muda, menarik dan status singlenya juga membuat dia memiliki banyak penggemar pria yang menyebalkan. Tapi persaingan membuatmu semakin hidup," kata Christ.
"Banyak penggemar pria?Persaingan? Oh, aku benci. Sial!" Maki Masumi dalam hati.
"Masumi?" Christ menyadarkan Masumi dari lamunannya, "Kenapa?" Tanya Christ.
"Tidak, hanya saja sedang membayangkan, bagaimana seorang Kitajima sekarang. Memiliki banyak penggemar pria? Sedikit sulit membayangkannya," Masumi tersenyum kecut.
"Berapa lama kau tidak bertemu dengannya?" Tanya Christ.
"Pasti
sejak dia di New York kau belum pernah melihatnya ya," Christ menjawab
pertanyaannya sendiri. Meski dia tahu beberapa kali Masumi menemui Maya di
apartemennya secara diam-diam.
"Kau tahu, ulat kecil itu telah berubah menjadi kupu-kupu cantik," tambah Christ lagi.
"Ya aku melihatnya di televisi saat dia memenangkan penghargaan sebagai aktris pendatang baru terbaik,"
Batin Masumi mengangguk setuju. Dia melihat Maya tampil di televisi saat malam penghargaan yang diterimanya. Kekasihnya itu sudah berubah begitu dewasa dan menawan.
Senyum kecutnya kembali tersungging, saat mengingat terakhir kali dia bertemu Maya. Ketika ulang tahunnya, bulan November tahun lalu. Kebersamaan singkat selama delapan jam dan kado album foto yang disusun Maya. Seluruh foto Maya yang membuatnya terpukau dan justru semakin rindu jika terus memandangnya.
Ulat menjadi kupu-kupu? Dia sudah menjadi bidadari bagi Masumi. Batin Masumi kembali mengeluh.
"Baiklah, kembali pada masalah pementasan Bidadari Merah. Apa ayahmu akan ikut campur dalam masalah ini?" Tanya Christ.
"Ku pastikan tidak," jawab Masumi mantap. Dia memang tidak mau ayahnya menyentuh Bidadari Merah.
"Bagus. Jadi kau bisa dapatkan tendernya dan aku akan dapatkan Bidadari Merahnya." Christ tersenyum puas.
Kali ini Masumi berusaha untuk tidak terintimidasi, "Kau yakin?" Seringai Masumi.
Christ tertawa, "Apa kau berniat bersaing denganku sekarang? Kau juga menyukai tantangan Masumi, aku tahu,"
"Kita lihat saja nanti,"
Keduanya hanya saling melempar senyum penuh arti.
"Maya, bersiaplah,"batin keduanya.
***
Akhir Februari, salju mencair menjelang musim semi. Pukul sembilan pagi, gedung Persatuan Drama Nasional sudah dipenuhi wartawan yang haus akan berita pementasan Bidadari Merah.
Panggung sudah ditata rapi dengan meja panjang dan kursi yang akan ditempati oleh tiga kandidat PH yang terpilih.
Daito Entertainment, HK Entertainment juga Sakura Entertainment adalah tiga perusahaan Entertainment terbesar yang berhasil menyingkirkan tujuh pesaing mereka.
Masumi datang bersama dengan Christ, sepaket juga dengan Mizuki dan Ryan. Saat Duo Daito -julukan baru yang diberikan awak media- datang, wartawan langsung menyorot keduanya. Meski tidak berani mendekat karena keduanya memiliki aura mematikan yang sama tapi kamera mereka tidak berhenti memotret atau merekam setiap gerak-gerik mereka yang mungkin saja akan menjadi berita yang menghebohkan.
Masumi dan Christ duduk dikursi yang telah disediakan, bersama dengan tiga kandidat lainnya. Delapan kursi telah berjajar rapi di panggung.
Semua kandidat telah duduk dan Yamagishi juga sudah berada dikursinya. Masumi mengernyit heran saat kursi disebelahnya kosong. Yamagishi duduk di ujung meja panjang itu. Christ menahan senyumnya mengembang saat melihat ekspresi Masumi.
Kasak-kusuk mulai terdengar saat waktu dimulainya konferensi pers sudah lewat lima menit. Yamagishi kemudian berdiri memberi hormat dan mulai berbicara melalui microphone.
"Saya mohon maaf atas keterlambatannya. Kami masih menunggu seorang tamu lagi. Mohon kesabarannya," katanya sopan dan bukannya tenang, awak media justru semakin penasaran dengan perkataan Yamagishi.
"Kau tahu, ulat kecil itu telah berubah menjadi kupu-kupu cantik," tambah Christ lagi.
"Ya aku melihatnya di televisi saat dia memenangkan penghargaan sebagai aktris pendatang baru terbaik,"
Batin Masumi mengangguk setuju. Dia melihat Maya tampil di televisi saat malam penghargaan yang diterimanya. Kekasihnya itu sudah berubah begitu dewasa dan menawan.
Senyum kecutnya kembali tersungging, saat mengingat terakhir kali dia bertemu Maya. Ketika ulang tahunnya, bulan November tahun lalu. Kebersamaan singkat selama delapan jam dan kado album foto yang disusun Maya. Seluruh foto Maya yang membuatnya terpukau dan justru semakin rindu jika terus memandangnya.
Ulat menjadi kupu-kupu? Dia sudah menjadi bidadari bagi Masumi. Batin Masumi kembali mengeluh.
"Baiklah, kembali pada masalah pementasan Bidadari Merah. Apa ayahmu akan ikut campur dalam masalah ini?" Tanya Christ.
"Ku pastikan tidak," jawab Masumi mantap. Dia memang tidak mau ayahnya menyentuh Bidadari Merah.
"Bagus. Jadi kau bisa dapatkan tendernya dan aku akan dapatkan Bidadari Merahnya." Christ tersenyum puas.
Kali ini Masumi berusaha untuk tidak terintimidasi, "Kau yakin?" Seringai Masumi.
Christ tertawa, "Apa kau berniat bersaing denganku sekarang? Kau juga menyukai tantangan Masumi, aku tahu,"
"Kita lihat saja nanti,"
Keduanya hanya saling melempar senyum penuh arti.
"Maya, bersiaplah,"batin keduanya.
***
Akhir Februari, salju mencair menjelang musim semi. Pukul sembilan pagi, gedung Persatuan Drama Nasional sudah dipenuhi wartawan yang haus akan berita pementasan Bidadari Merah.
Panggung sudah ditata rapi dengan meja panjang dan kursi yang akan ditempati oleh tiga kandidat PH yang terpilih.
Daito Entertainment, HK Entertainment juga Sakura Entertainment adalah tiga perusahaan Entertainment terbesar yang berhasil menyingkirkan tujuh pesaing mereka.
Masumi datang bersama dengan Christ, sepaket juga dengan Mizuki dan Ryan. Saat Duo Daito -julukan baru yang diberikan awak media- datang, wartawan langsung menyorot keduanya. Meski tidak berani mendekat karena keduanya memiliki aura mematikan yang sama tapi kamera mereka tidak berhenti memotret atau merekam setiap gerak-gerik mereka yang mungkin saja akan menjadi berita yang menghebohkan.
Masumi dan Christ duduk dikursi yang telah disediakan, bersama dengan tiga kandidat lainnya. Delapan kursi telah berjajar rapi di panggung.
Semua kandidat telah duduk dan Yamagishi juga sudah berada dikursinya. Masumi mengernyit heran saat kursi disebelahnya kosong. Yamagishi duduk di ujung meja panjang itu. Christ menahan senyumnya mengembang saat melihat ekspresi Masumi.
Kasak-kusuk mulai terdengar saat waktu dimulainya konferensi pers sudah lewat lima menit. Yamagishi kemudian berdiri memberi hormat dan mulai berbicara melalui microphone.
"Saya mohon maaf atas keterlambatannya. Kami masih menunggu seorang tamu lagi. Mohon kesabarannya," katanya sopan dan bukannya tenang, awak media justru semakin penasaran dengan perkataan Yamagishi.
Masumi semakin mengernyit heran. Otaknya menerka
siapa gerangan tamu yang ditunggu oleh Yamagishi. Mungkinkah Mayuko? Atau
justru...! Kepala Masumi menggeleng pelan. Tidak mungkin orang yang ada di
dalam pikirannya yang akan datang. Bukankah dia masih di....,
Pintu ganda ruang pertemuan tiba-tiba terbuka lebar. Christ menyeringai senang. Masumi ternganga dan dengan cepat mengatupkan mulutnya. Jantungnya hampir berhenti berdetak.
Reaksi itu bukan hanya miliknya. Seluruh awak media yang ada diruangan itu juga sama terkejutnya.
Seorang wanita cantik, berdiri diambang pintu, melepas kaca mata hitamnya dan tersenyum tipis. Puas membiarkan semua orang menatapnya, diapun berjalan dengan anggun melalui karpet coklat yang terbentang dari pintu ganda menuju panggung. Rambut panjang hitam tergerai rapi, jatuh dengan indah di punggung dan dibahunya. Mengenakan gaun ungu muda selutut yang terlihat elegan dengan potongan yang pas ditubuhnya. Dibalut dengan blazer hitam keluaran designer terkenal yang menambah penampilannya terlihat lebih elegan.
Maya
mengulum senyum tipis saat matanya tertumbuk pada sepasang mata gelap Masumi.Tapi itu hanya sesaat, pandangan Maya langsung beralih pada Yamagishi
yang sudah berdiri di ujung meja menyambutnya. Para wartawan yang tersadar dari
pesona Maya dengan cepat meminta para fotografer mengambil gambar Maya.Pintu ganda ruang pertemuan tiba-tiba terbuka lebar. Christ menyeringai senang. Masumi ternganga dan dengan cepat mengatupkan mulutnya. Jantungnya hampir berhenti berdetak.
Reaksi itu bukan hanya miliknya. Seluruh awak media yang ada diruangan itu juga sama terkejutnya.
Seorang wanita cantik, berdiri diambang pintu, melepas kaca mata hitamnya dan tersenyum tipis. Puas membiarkan semua orang menatapnya, diapun berjalan dengan anggun melalui karpet coklat yang terbentang dari pintu ganda menuju panggung. Rambut panjang hitam tergerai rapi, jatuh dengan indah di punggung dan dibahunya. Mengenakan gaun ungu muda selutut yang terlihat elegan dengan potongan yang pas ditubuhnya. Dibalut dengan blazer hitam keluaran designer terkenal yang menambah penampilannya terlihat lebih elegan.
"Benarkah itu Maya Kitajima?"
Kasak
kusuk terdengar di kanan kiri Maya. Para wartawan sepertinya tidak
percaya dengan apa yang mereka lihat. Maya bukan lagi gadis lugu dan polos dan
pemalu. Dia tampil dengan penuh percaya diri. Sang Bidadari Merah yang tidak
akan dibandingkan lagi dengan Ayumi Himekawa saingannya ataupun Shiori Takamiya
saat hubungannya dengan Masumi terbongkar nanti.
Masumi sekuat tenaga menahan tubuhnya untuk tetap terpaku
ditempatnya. Terlebih saat Maya kemudian duduk dikursi kosong sebelahnya.
Sebelahnya? Batin Masumi benar-benar tidak terima ketika harus menjaraki dirinya dengan Maya yang hanya berjarak sejengkal. Otak Masumi hampir beralih dari tempatnya saat kemudian Maya menyapanya.
"Pak Masumi," Maya mengangguk sopan.
Sebelahnya? Batin Masumi benar-benar tidak terima ketika harus menjaraki dirinya dengan Maya yang hanya berjarak sejengkal. Otak Masumi hampir beralih dari tempatnya saat kemudian Maya menyapanya.
"Pak Masumi," Maya mengangguk sopan.
Panggilannya terdengar seperti rayuan yang memabukkan bagi
Masumi, hampir membuatnya memeluk Maya dan menjawab panggilan lembut itu dengan
sebuah kecupan manis di bibir merah muda milik Maya.
"Nona Kitajima," akhirnya hanya sapaan sopan itu yang meluncur dari mulut Masumi.
"Nona Kitajima," akhirnya hanya sapaan sopan itu yang meluncur dari mulut Masumi.
Diapun segera memalingkan wajahnya dari Maya, karena tidak mau
terperosok semakin dalam oleh pesona aktris Maya Kitajima.
Kasak kusuk berhenti saat Yamagishi kemudian mempersilakan Maya untuk bicara.
"Terima kasih saya ucapkan untuk Persatuan Drama Nasional yang telah membantu proses seleksi hingga akhirnya terpilih tiga kandidat terbaik dari seluruh PH yang ikut dalam lelang tender pementasan Bidadari Merah. Sejauh ini saya sudah menerima laporan yang memuaskan tentang proses yang sudah berjalan dan saya berharap untuk kedepannya, siapapun yang terpilih nanti akan bisa bekerja sama dengan baik." Maya mengawali sambutannya dengan lancar.
"Pada awalnya saya memang berencana menunda pementasan Bidadari Merah selama tiga tahun. Saya merasa masih perlu mengasah kemampuan akting saya dengan lebih baik lagi agar saya bisa memerankan Bidadari Merah dengan sempurna. Dan itulah alasan saya untuk pergi ke New York. Disana saya memiliki kesempatan untuk berkembang dengan lebih maksimal lagi. Sekarang saya merasa sudah cukup untuk belajar dan sudah waktunya saya memulai proses pementasan yang sempat tertunda. Mohon maaf jika saya terkesan melimpahkan tanggung jawab pada Persatuan Drama Nasional." Maya mengangguk hormat pada awak media yang terbengong dengan perkataannya.
Sungguh Maya adalah sosok yang berbeda dengan Maya yang mereka kenal dulu. Hal itu sudah menjelaskan jauh lebih banyak tentang alasan kepergian Bidadari Merah. Sikapnya yang santun, hormat dan tutur kata yang tenang dan berwibawa menandakan kesiapannya sudah benar-benar matang. Kali ini Maya berhasil menunjukkan dirinya sebagai seorang aktris profesional, aktris kelas satu yang layak memerankan karya agung Bidadari Merah.
"Mohon bantuannya pada semua pihak agar pementasan ini dapat terlaksana dan semua proses berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan kita semua. Terima kasih," Maya mengakhiri sambutannya.
Saat semua perhatian kemudian beralih pada Yamagishi yang kembali bicara, Masumi langsung mencuri kesempatan dengan meraih tangan Maya yang bersandar di atas pahanya, dibawah meja. Maya terkesiap tapi dengan cepat kembali tenang, mengomel dalam hati karena terkejut. Meski nyatanya dia justru membalas dengan mengeratkan tangannya pada genggaman Masumi dan hal itu tidak luput dari mata Christ yang duduk disebelah Masumi.
"Dasar bodoh!!" Dengus Christ kesal.
Keduanya baru melepaskan genggaman tangan itu saat Yamagishi menutup penjelasannya.
Para wartawan diminta meninggalkan ruang pertemuan saat konferensi pers berakhir. Memberikan waktu untuk Maya bertemu dengan semua kandidat PH yang sudah dipilih oleh Yamagishi.
"Senang melihatmu kembali Maya," kata Yamagishi.
Maya membungkuk hormat. "Terima kasih untuk bantuannya Pak Yamagishi, maaf sudah merepotkan,"
Pria paruh baya itu tersenyum, "Aku senang bisa membantu Maya. Rasanya sudah tidak sabar untuk melihat lagi Bidadari Merahmu."
"Terima kasih," ucap Maya tersanjung.
"Nah, Maya, mari kuperkenalkan," terkekeh sejenak, "Meski kau sudah mengenal beberapa diantaranya," lanjutnya. Dia juga tahu Maya bermusuhan dengan Masumi.
Maya hanya tersenyum lalu Yamagishi memperkenalkannya pada direktur HK Entertaintment dan Sakura Entertainment. Masumi dan Christ tidak banyak bicara. Keduanya sengaja menjaga jarak dengan Maya, menjaga agar kedua direktur lain tidak curiga pada mereka.
Maya berkali-kali menghela napas panjang atas sandiwara yang dimainkannya.
"Hidupku benar-benar panggung sandiwara. Bahkan didepan kakak dan kekasihku sendiri aku harus berakting seperti ini. Melelahkan," gerutunya dalam hati.
"Entah kapan semua ini akan berakhir," keluhnya putus asa.
Maya kembali diserbu oleh para wartawan saat keluar dari ruang pertemuan. Rose dan Alex dengan cekatan segera melindungi Maya dan membawanya ke mobil. Masumi dan Christ hanya diam dan mengamati dari jauh. Keduanya sama-sama menahan diri untuk menghardik para wartawan lancang yang tidak pernah puas itu. Dan tanpa disadari keduanya secara bersamaan mengeluarkan handphone masing-masing dan mengetik sebuah pesan.
Di mobil, Maya yang sudah aman membuka handphonenya yang berdering. Dua pesan masuk sekaligus.
Christian
Aku akan menjewer telingamu karena perbuatan bodohmu dan Masumi! Jangan pergi kemana-mana, segera ke apartemen! Dua jam lagi aku kembali. Dan jangan coba-coba temui Masumi tanpa ijin dariku!!
Maya melotot membacanya. Mendesah kesal atas perintah kakaknya. Lalu membaca pesan lain yang masuk.
Masumi
Kejutanmu sukses membuatku hampir terkena serangan jantung sayang. Kau dimana? Aku ingin bertemu. SECEPATNYA !!!
Dan mata Maya makin membulat. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang?"
***
"Berpegangan tangan ditengah konferensi pers?! Apa kalian berdua sudah gila? Bagaimana kalau Ketua tadi melihatnya? Semua rencana kita akan berantakan!" Christ memarahi adiknya.
"Bukan aku yang memulainya," Maya berkilah dengan lesu.
"Tapi kau juga tidak melepaskannya!" Christ melotot.
Maya cemberut, "Aku kan juga merindukannya," gumamnya lirih.
Christ menggeram marah, "Kalian berdua sama gilanya!"
Maya memainkan jarinya yang terkait, tertunduk lesu. Jetlag dan mengantuk, ditambah omelan Christ. Mendesah kesal lagi, penderitaannya terasa sempurna. Belum lagi kerinduannya yang tidak terlampiaskan pada Masumi. Menyiksa. Maya menyerah.
"Nona Maya, perlu istirahat Tuan." Rose menyela.
Kasak kusuk berhenti saat Yamagishi kemudian mempersilakan Maya untuk bicara.
"Terima kasih saya ucapkan untuk Persatuan Drama Nasional yang telah membantu proses seleksi hingga akhirnya terpilih tiga kandidat terbaik dari seluruh PH yang ikut dalam lelang tender pementasan Bidadari Merah. Sejauh ini saya sudah menerima laporan yang memuaskan tentang proses yang sudah berjalan dan saya berharap untuk kedepannya, siapapun yang terpilih nanti akan bisa bekerja sama dengan baik." Maya mengawali sambutannya dengan lancar.
"Pada awalnya saya memang berencana menunda pementasan Bidadari Merah selama tiga tahun. Saya merasa masih perlu mengasah kemampuan akting saya dengan lebih baik lagi agar saya bisa memerankan Bidadari Merah dengan sempurna. Dan itulah alasan saya untuk pergi ke New York. Disana saya memiliki kesempatan untuk berkembang dengan lebih maksimal lagi. Sekarang saya merasa sudah cukup untuk belajar dan sudah waktunya saya memulai proses pementasan yang sempat tertunda. Mohon maaf jika saya terkesan melimpahkan tanggung jawab pada Persatuan Drama Nasional." Maya mengangguk hormat pada awak media yang terbengong dengan perkataannya.
Sungguh Maya adalah sosok yang berbeda dengan Maya yang mereka kenal dulu. Hal itu sudah menjelaskan jauh lebih banyak tentang alasan kepergian Bidadari Merah. Sikapnya yang santun, hormat dan tutur kata yang tenang dan berwibawa menandakan kesiapannya sudah benar-benar matang. Kali ini Maya berhasil menunjukkan dirinya sebagai seorang aktris profesional, aktris kelas satu yang layak memerankan karya agung Bidadari Merah.
"Mohon bantuannya pada semua pihak agar pementasan ini dapat terlaksana dan semua proses berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan kita semua. Terima kasih," Maya mengakhiri sambutannya.
Saat semua perhatian kemudian beralih pada Yamagishi yang kembali bicara, Masumi langsung mencuri kesempatan dengan meraih tangan Maya yang bersandar di atas pahanya, dibawah meja. Maya terkesiap tapi dengan cepat kembali tenang, mengomel dalam hati karena terkejut. Meski nyatanya dia justru membalas dengan mengeratkan tangannya pada genggaman Masumi dan hal itu tidak luput dari mata Christ yang duduk disebelah Masumi.
"Dasar bodoh!!" Dengus Christ kesal.
Keduanya baru melepaskan genggaman tangan itu saat Yamagishi menutup penjelasannya.
Para wartawan diminta meninggalkan ruang pertemuan saat konferensi pers berakhir. Memberikan waktu untuk Maya bertemu dengan semua kandidat PH yang sudah dipilih oleh Yamagishi.
"Senang melihatmu kembali Maya," kata Yamagishi.
Maya membungkuk hormat. "Terima kasih untuk bantuannya Pak Yamagishi, maaf sudah merepotkan,"
Pria paruh baya itu tersenyum, "Aku senang bisa membantu Maya. Rasanya sudah tidak sabar untuk melihat lagi Bidadari Merahmu."
"Terima kasih," ucap Maya tersanjung.
"Nah, Maya, mari kuperkenalkan," terkekeh sejenak, "Meski kau sudah mengenal beberapa diantaranya," lanjutnya. Dia juga tahu Maya bermusuhan dengan Masumi.
Maya hanya tersenyum lalu Yamagishi memperkenalkannya pada direktur HK Entertaintment dan Sakura Entertainment. Masumi dan Christ tidak banyak bicara. Keduanya sengaja menjaga jarak dengan Maya, menjaga agar kedua direktur lain tidak curiga pada mereka.
Maya berkali-kali menghela napas panjang atas sandiwara yang dimainkannya.
"Hidupku benar-benar panggung sandiwara. Bahkan didepan kakak dan kekasihku sendiri aku harus berakting seperti ini. Melelahkan," gerutunya dalam hati.
"Entah kapan semua ini akan berakhir," keluhnya putus asa.
Maya kembali diserbu oleh para wartawan saat keluar dari ruang pertemuan. Rose dan Alex dengan cekatan segera melindungi Maya dan membawanya ke mobil. Masumi dan Christ hanya diam dan mengamati dari jauh. Keduanya sama-sama menahan diri untuk menghardik para wartawan lancang yang tidak pernah puas itu. Dan tanpa disadari keduanya secara bersamaan mengeluarkan handphone masing-masing dan mengetik sebuah pesan.
Di mobil, Maya yang sudah aman membuka handphonenya yang berdering. Dua pesan masuk sekaligus.
Christian
Aku akan menjewer telingamu karena perbuatan bodohmu dan Masumi! Jangan pergi kemana-mana, segera ke apartemen! Dua jam lagi aku kembali. Dan jangan coba-coba temui Masumi tanpa ijin dariku!!
Maya melotot membacanya. Mendesah kesal atas perintah kakaknya. Lalu membaca pesan lain yang masuk.
Masumi
Kejutanmu sukses membuatku hampir terkena serangan jantung sayang. Kau dimana? Aku ingin bertemu. SECEPATNYA !!!
Dan mata Maya makin membulat. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang?"
***
"Berpegangan tangan ditengah konferensi pers?! Apa kalian berdua sudah gila? Bagaimana kalau Ketua tadi melihatnya? Semua rencana kita akan berantakan!" Christ memarahi adiknya.
"Bukan aku yang memulainya," Maya berkilah dengan lesu.
"Tapi kau juga tidak melepaskannya!" Christ melotot.
Maya cemberut, "Aku kan juga merindukannya," gumamnya lirih.
Christ menggeram marah, "Kalian berdua sama gilanya!"
Maya memainkan jarinya yang terkait, tertunduk lesu. Jetlag dan mengantuk, ditambah omelan Christ. Mendesah kesal lagi, penderitaannya terasa sempurna. Belum lagi kerinduannya yang tidak terlampiaskan pada Masumi. Menyiksa. Maya menyerah.
"Nona Maya, perlu istirahat Tuan." Rose menyela.
Disebelahnya berdiri Ryan dan Alex yang memberikan tatapan
penuh dukungan atas perkataan Rose. Maya memang baru saja tiba pagi tadi
bersama Rose juga Alex dan tanpa beristirahat langsung menghadiri konferensi
pers. Christ melunak melihat wajah lesu adiknya.
"Sudah makan?" Tanyanya.
Maya menggeleng.
"Lapar?"
Maya menggeleng lagi.
"Pusing? Mengantuk?"
Maya mengangguk.
Christ menghela napas, meredakan kekesalannya, "Masuk ke kamar dan istirahatlah," kata Christ dengan nada yang lebih lembut.
Maya berjalan terhuyung-huyung ke kamar yang sudah disiapkan Christ untuknya. Rose dan Alex juga diminta Christ menuju kamar mereka untuk beristirahat.
"Ryan, hubungi Nona Aoki. Katakan padanya Maya akan menginap disana malam ini."
"Baik Tuan."
"Dan tempat untuk Rose dan Alex?"
"Sudah siap Tuan. Tepat disebelah kamar Nona Aoki. Saya sudah menyewanya,"
"Bagus,"
Sejenak Christ tertegun, mengusap-usap dagunya dan tampak berpikir serius.
"Malam ini Masumi pasti menemui Maya," gumamnya lirih, penuh rasa cemas.
Ryan tersenyum saat mengerti ke mana arah kecemasan bosnya itu.
"Apa mereka....," Christ berhenti bergumam dan melirik pada Ryan yang menahan tawanya.
"Nona Maya sudah dewasa Tuan." Jawabnya geli.
"APANYA YANG DEWASA !!"
Ryan tertawa.
***
"Aku merindukanmu," Rei memeluk erat Maya yang tiba di apartemennya pada sore hari.
"Aku juga. Senang bisa kembali," kata Maya.
"Kau luar biasa Maya!" Kata Rei penuh kagum saat melepaskan pelukannya.
"Apanya yang luar biasa," Maya tertawa.
Rei memutar tubuh Maya tiga ratus enam puluh derajat, mengamati setiap inchi perubahan pada sahabatnya.
"Hhhmmm, Nona Anderson, ternyata New York memang cocok denganmu,"
Maya terbahak dengan lelucon Rei, "Kau ini bicara apa,"
Rei terbahak.
"Oh ya, kenalkan Rei, ini Rose Miller, menejerku dan Alexander Ford, staf keamananku. Rose, Alex, ini Rei Aoki sahabatku,"
"Tuan Aoki," Alex mengangguk singkat.
"Senang berkenalan dengan anda Tuan Aoki," sapa Rose dan Rei tercengang.
Maya langsung terbahak.
"Selalu saja," keluh Rei lirih.
"Maaf?" Rose dan Alex bertukar pandang, merasa aneh dengan reaksi Maya dan Rei.
"Rei seorang wanita." Jelas Maya setelah selesai dengan tawanya.
"Oh?! Maaf," Rose terkejut, begitu juga Alex yang menahan senyumnya melebar.
"Tidak apa-apa. Sudah biasa." Jawab Rei.
Rose pun menahan senyum gelinya. Rei memang terlihat tampan baginya.
"Baiklah Nona Maya, sebaiknya kami segera pergi. Hubungi kami jika kau memerlukan sesuatu. Jangan lupa untuk tidur tepat waktu malam ini agar kondisimu segera pulih," pesan Rose.
"Iya, terima kasih. Kalian juga selamat beristirahat," jawab Maya.
Rose dan Alex meninggalkan apartement Rei dan menuju apartement yang sudah disewa Ryan untuk mereka.
"Pergi kemana mereka?" Tanya Rei saat keduanya menghilang dibalik pintu.
Maya terkikik, "Ke sebelah,"
"Hah?! Sebelah?!"
Maya mengangguk.
"Tuan Anderson?" Tebak Rei.
Maya tertawa, "Itu belum seberapa Rei, kau akan mati berdiri jika melihat kegilaannya yang lain,"
Rei tersenyum melihat ekspresi senang Maya. Dia sekarang berbaring malas di sofa panjang ruang tamu.
"Mereka pasti sangat menyayangimu ya?"
"Hmm?" Maya mendongak melihat Rei yang duduk di sofa single.
"Keluarga barumu," jelas Rei.
"Oh, iya, aku beruntung Rei. Mereka sangat baik dan sangat menyayangiku. Tanpa mereka aku tidak akan berada disini,"
"Aku senang melihatmu bahagia," Rei kembali mengulum senyum manis.
"Terima kasih," ucap Maya senang.
"Oh, ya, aku lupa!" Pekik Rei.
"Apa?!" Maya bangun karena terkejut.
"Aku belum mengucapkan terima kasih secara langsung untuk apartemen ini,"
"Oh, ku kira ada apa," Maya terkikik.
"Kau berlebihan," kata Rei kemudian.
Maya menggeleng lalu menempelkan telunjuk dibibirnya, meminta Rei tidak membicarakannya.
"Baiklah, terima kasih," ucap Rei sekali lagi.
Maya mengangguk lalu menguap lebar dan kembali berbaring.
"Istirahatlah dikamar,"
Maya menggeleng lagi, memiringkan tubuhnya lalu memeluk bantal sofa.
"Aku sudah tidur empat jam siang tadi. Tidak boleh tidur sekarang atau aku akan kesulitan tidur nanti malam," dan sekali lagi menguap.
"Jetlag?"
"Hhmmm," Maya menguap lagi, "Lagipula aku sedang menunggu seseorang," Maya mengedipkan sebelah mata pada Rei.
"Oh, ya. Dia sudah meneleponku tadi," Rei menatap Maya lalu tertawa, "Apa aku harus pergi?"
Maya merona malu, "Kau ini bicara apa," dia memutar tubuhnya menghadap sandaran sofa, menyembunyikan wajah merahnya.
"Ya, meski aku belum memiliki kekasih, tapi aku cukup mengerti," goda Rei lagi, "Lagipula ini kan apartemenmu,"
"Sudah diam," kata Maya dari balik bantalnya.
Rei tertawa.
Dan ternyata Maya tidak sanggup menahan kantuknya. Dia sudah terlelap saat petang berganti malam. Rei tidak tega membangunkannya dan hanya menemaninya di ruang tamu.
Teett! Teeett!
Rei bergegas membuka pintu, tamu yang ditunggunya sudah datang. Dengan membawa buket bunga mawar ungu, Masumi sudah berdiri tanpa cela di depan apartemen Rei.
"Silakan masuk Pak Masumi,"
Masumi mengangguk sopan dan mengikuti Rei.
"Lho?!"
"Dia kelelahan, sebenarnya ingin menunggu anda tapi sepertinya dia tidak kuat menahan kantuknya," jelas Rei saat Masumi terkejut melihat Maya tidur di sofa ruang tamu.
"Oh," Masumi tersenyum.
"Kalau begitu saya permisi dulu," kata Rei.
"Eh?!" Mengamati penampilan Rei dari atas sampai bawah, dia memang sudah siap untuk pergi. Masumi jadi salah tingkah. Malu dengan maksud kepergian Rei meski hatinya bersyukur dengan teramat sangat.
Rei menahan dirinya untuk tidak tertawa melihat wajah merah Direktur Daito itu. Pemandangan yang sangat langka baginya.
"Saya mengerti Pak. Tidak apa-apa," kata Rei kemudian dan mengangguk hormat pada Masumi sebelum berlalu pergi. Masumipun hanya bisa balas mengangguk tanpa mengatakan sepatah katapun.
Meletakkan buket bunganya dimeja, Masumi melepas mantel dan jasnya lalu duduk melantai di atas karpet di sebelah sofa. Mengamati wajah Maya yang terlelap.
Sementara itu ... Rei tertegun saat keluar dari lobi apartemen. Dia melihat Christ dan Ryan di trotoar di seberang gedung apartemennya. Christ berdiri bersandar pada mobil. Menatapnya.
"Selamat malam Tuan Anderson," sapa Rei saat menghampiri keduanya, lalu saling mengangguk hormat dengan Ryan.
"Malam Nona Aoki. Dia di atas?" Tanya Christ tanpa basa basi. Raut wajahnya tidak bersahabat.
"Ngg, iya," jawab Rei lirih. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menyadari sepenuhnya apa yang terjadi. Inilah yang dimaksud Maya dengan 'kegilaan yang lain'.
***
"Sudah makan?" Tanyanya.
Maya menggeleng.
"Lapar?"
Maya menggeleng lagi.
"Pusing? Mengantuk?"
Maya mengangguk.
Christ menghela napas, meredakan kekesalannya, "Masuk ke kamar dan istirahatlah," kata Christ dengan nada yang lebih lembut.
Maya berjalan terhuyung-huyung ke kamar yang sudah disiapkan Christ untuknya. Rose dan Alex juga diminta Christ menuju kamar mereka untuk beristirahat.
"Ryan, hubungi Nona Aoki. Katakan padanya Maya akan menginap disana malam ini."
"Baik Tuan."
"Dan tempat untuk Rose dan Alex?"
"Sudah siap Tuan. Tepat disebelah kamar Nona Aoki. Saya sudah menyewanya,"
"Bagus,"
Sejenak Christ tertegun, mengusap-usap dagunya dan tampak berpikir serius.
"Malam ini Masumi pasti menemui Maya," gumamnya lirih, penuh rasa cemas.
Ryan tersenyum saat mengerti ke mana arah kecemasan bosnya itu.
"Apa mereka....," Christ berhenti bergumam dan melirik pada Ryan yang menahan tawanya.
"Nona Maya sudah dewasa Tuan." Jawabnya geli.
"APANYA YANG DEWASA !!"
Ryan tertawa.
***
"Aku merindukanmu," Rei memeluk erat Maya yang tiba di apartemennya pada sore hari.
"Aku juga. Senang bisa kembali," kata Maya.
"Kau luar biasa Maya!" Kata Rei penuh kagum saat melepaskan pelukannya.
"Apanya yang luar biasa," Maya tertawa.
Rei memutar tubuh Maya tiga ratus enam puluh derajat, mengamati setiap inchi perubahan pada sahabatnya.
"Hhhmmm, Nona Anderson, ternyata New York memang cocok denganmu,"
Maya terbahak dengan lelucon Rei, "Kau ini bicara apa,"
Rei terbahak.
"Oh ya, kenalkan Rei, ini Rose Miller, menejerku dan Alexander Ford, staf keamananku. Rose, Alex, ini Rei Aoki sahabatku,"
"Tuan Aoki," Alex mengangguk singkat.
"Senang berkenalan dengan anda Tuan Aoki," sapa Rose dan Rei tercengang.
Maya langsung terbahak.
"Selalu saja," keluh Rei lirih.
"Maaf?" Rose dan Alex bertukar pandang, merasa aneh dengan reaksi Maya dan Rei.
"Rei seorang wanita." Jelas Maya setelah selesai dengan tawanya.
"Oh?! Maaf," Rose terkejut, begitu juga Alex yang menahan senyumnya melebar.
"Tidak apa-apa. Sudah biasa." Jawab Rei.
Rose pun menahan senyum gelinya. Rei memang terlihat tampan baginya.
"Baiklah Nona Maya, sebaiknya kami segera pergi. Hubungi kami jika kau memerlukan sesuatu. Jangan lupa untuk tidur tepat waktu malam ini agar kondisimu segera pulih," pesan Rose.
"Iya, terima kasih. Kalian juga selamat beristirahat," jawab Maya.
Rose dan Alex meninggalkan apartement Rei dan menuju apartement yang sudah disewa Ryan untuk mereka.
"Pergi kemana mereka?" Tanya Rei saat keduanya menghilang dibalik pintu.
Maya terkikik, "Ke sebelah,"
"Hah?! Sebelah?!"
Maya mengangguk.
"Tuan Anderson?" Tebak Rei.
Maya tertawa, "Itu belum seberapa Rei, kau akan mati berdiri jika melihat kegilaannya yang lain,"
Rei tersenyum melihat ekspresi senang Maya. Dia sekarang berbaring malas di sofa panjang ruang tamu.
"Mereka pasti sangat menyayangimu ya?"
"Hmm?" Maya mendongak melihat Rei yang duduk di sofa single.
"Keluarga barumu," jelas Rei.
"Oh, iya, aku beruntung Rei. Mereka sangat baik dan sangat menyayangiku. Tanpa mereka aku tidak akan berada disini,"
"Aku senang melihatmu bahagia," Rei kembali mengulum senyum manis.
"Terima kasih," ucap Maya senang.
"Oh, ya, aku lupa!" Pekik Rei.
"Apa?!" Maya bangun karena terkejut.
"Aku belum mengucapkan terima kasih secara langsung untuk apartemen ini,"
"Oh, ku kira ada apa," Maya terkikik.
"Kau berlebihan," kata Rei kemudian.
Maya menggeleng lalu menempelkan telunjuk dibibirnya, meminta Rei tidak membicarakannya.
"Baiklah, terima kasih," ucap Rei sekali lagi.
Maya mengangguk lalu menguap lebar dan kembali berbaring.
"Istirahatlah dikamar,"
Maya menggeleng lagi, memiringkan tubuhnya lalu memeluk bantal sofa.
"Aku sudah tidur empat jam siang tadi. Tidak boleh tidur sekarang atau aku akan kesulitan tidur nanti malam," dan sekali lagi menguap.
"Jetlag?"
"Hhmmm," Maya menguap lagi, "Lagipula aku sedang menunggu seseorang," Maya mengedipkan sebelah mata pada Rei.
"Oh, ya. Dia sudah meneleponku tadi," Rei menatap Maya lalu tertawa, "Apa aku harus pergi?"
Maya merona malu, "Kau ini bicara apa," dia memutar tubuhnya menghadap sandaran sofa, menyembunyikan wajah merahnya.
"Ya, meski aku belum memiliki kekasih, tapi aku cukup mengerti," goda Rei lagi, "Lagipula ini kan apartemenmu,"
"Sudah diam," kata Maya dari balik bantalnya.
Rei tertawa.
Dan ternyata Maya tidak sanggup menahan kantuknya. Dia sudah terlelap saat petang berganti malam. Rei tidak tega membangunkannya dan hanya menemaninya di ruang tamu.
Teett! Teeett!
Rei bergegas membuka pintu, tamu yang ditunggunya sudah datang. Dengan membawa buket bunga mawar ungu, Masumi sudah berdiri tanpa cela di depan apartemen Rei.
"Silakan masuk Pak Masumi,"
Masumi mengangguk sopan dan mengikuti Rei.
"Lho?!"
"Dia kelelahan, sebenarnya ingin menunggu anda tapi sepertinya dia tidak kuat menahan kantuknya," jelas Rei saat Masumi terkejut melihat Maya tidur di sofa ruang tamu.
"Oh," Masumi tersenyum.
"Kalau begitu saya permisi dulu," kata Rei.
"Eh?!" Mengamati penampilan Rei dari atas sampai bawah, dia memang sudah siap untuk pergi. Masumi jadi salah tingkah. Malu dengan maksud kepergian Rei meski hatinya bersyukur dengan teramat sangat.
Rei menahan dirinya untuk tidak tertawa melihat wajah merah Direktur Daito itu. Pemandangan yang sangat langka baginya.
"Saya mengerti Pak. Tidak apa-apa," kata Rei kemudian dan mengangguk hormat pada Masumi sebelum berlalu pergi. Masumipun hanya bisa balas mengangguk tanpa mengatakan sepatah katapun.
Meletakkan buket bunganya dimeja, Masumi melepas mantel dan jasnya lalu duduk melantai di atas karpet di sebelah sofa. Mengamati wajah Maya yang terlelap.
Sementara itu ... Rei tertegun saat keluar dari lobi apartemen. Dia melihat Christ dan Ryan di trotoar di seberang gedung apartemennya. Christ berdiri bersandar pada mobil. Menatapnya.
"Selamat malam Tuan Anderson," sapa Rei saat menghampiri keduanya, lalu saling mengangguk hormat dengan Ryan.
"Malam Nona Aoki. Dia di atas?" Tanya Christ tanpa basa basi. Raut wajahnya tidak bersahabat.
"Ngg, iya," jawab Rei lirih. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menyadari sepenuhnya apa yang terjadi. Inilah yang dimaksud Maya dengan 'kegilaan yang lain'.
***
Maya merasakan sesuatu menyentuh wajahnya, sesuatu yang
hangat...tapi kepalanya yang pusing membuat matanya terlalu berat untuk dibuka.
Maya mengeluh pelan dan memutar wajahnya kesisi lain.
Sekali lagi dia merasakan sentuhan lembut di wajahnya, menggelitiknya...tapi matanya masih ingin terpejam. Kali ini dia memutar tubuhnya, memeluk sesuatu yang hangat disisinya. Masih terpejam dan kenyamanan membuat Maya semakin enggan membuka mata.
Saat kemudian sesuatu kembali menggelitiknya, menyentuh telinganya, menyusuri garis rahangnya, hingga ke lehernya, membuat Maya menggeliat geli.
Diapun akhirnya berusaha membuka mata ketika sebuah bisikan menarik kesadarannya.
"Aku merindukanmu sayang....,"
Maya menyipitkan matanya untuk bisa fokus melihat obyek yang mengganggu tidurnya.
"Ughh!"
Sekali lagi dia merasakan sentuhan lembut di wajahnya, menggelitiknya...tapi matanya masih ingin terpejam. Kali ini dia memutar tubuhnya, memeluk sesuatu yang hangat disisinya. Masih terpejam dan kenyamanan membuat Maya semakin enggan membuka mata.
Saat kemudian sesuatu kembali menggelitiknya, menyentuh telinganya, menyusuri garis rahangnya, hingga ke lehernya, membuat Maya menggeliat geli.
Diapun akhirnya berusaha membuka mata ketika sebuah bisikan menarik kesadarannya.
"Aku merindukanmu sayang....,"
Maya menyipitkan matanya untuk bisa fokus melihat obyek yang mengganggu tidurnya.
"Ughh!"
Mengeluh lirih sambil menggosok matanya yang masih sedikit
kabur dan saat kesadarannya kembali utuh sebuah senyuman hangat menyambutnya.
"Ma...sumi?!" Maya tersenyum senang.
"Hai sayang, akhirnya bangun juga...," sapanya lembut dengan kegirangan yang terpancar jelas dari matanya. Jarinya tidak berhenti menyentuh setiap bagian wajah Maya. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa obyek yang ada didepan matanya adalah nyata, bukan bagian dari mimpi atau khayalannya.
Maya mengamati dirinya dan Masumi. Entah sejak kapan, ternyata dirinya tidur dalam pelukan Masumi. Wajahnya bersandar di dada bidang kekasih tampannya itu. Keduanya masih disofa ruang tamu. Maya mengingat sesuatu yang membangunkan tidurnya. Kembali menyipitkan matanya pada Masumi, kali ini dengan alasan berbeda.
"Kau mengganggu tidurku," gerutu Maya.
Masumi tersenyum geli, "Kau harus bangun sayang, kalau tidak kau tidak akan bisa tidur malam ini. Seperti biasa, butuh kerja keras untuk membangunkanmu," Masumi menyadari kondisi Maya, jetlag karena perjalanan panjangnya.
Maya terkikik, "Apanya yang kerja keras, kau hanya menggelitiki wajahku." Sanggahnya geli, "Aku pasti ketiduran. Aku sedang menunggumu tadi," kata Maya.
"Aku tahu," Masumi menyelipkan rambut panjang Maya di belakang telinga lalu telunjuknya menyusuri garis telinga Maya, membuat Maya kembali terkikik.
"Kau tahu?"
"Nona Aoki yang mengatakannya padaku,"
"Oh," dan Maya bangun dengan tiba-tiba, membuat kepalanya berputar tapi dia mengabaikan sensasi itu. Matanya menyapu setiap sudut ruangan yang bisa dijangkaunya.
"Ada apa?" Masumi terkejut pada reaksi tiba-tiba Maya. Diapun duduk dan menyandarkan punggungnya pada lengan sofa.
"Rei?"
Dan pertanyaan itu membuat Masumi tergelak.
"Dia tidak ada sayang. Beruntung kau memiliki sahabat yang begitu pengertian." Kata Masumi yang masih terkikik geli.
"Kau tidak mengusirnya kan?" Selidik Maya.
"Tentu saja tidak," jawab Masumi yang kemudian menarik lengan Maya, mendekatkan tubuh keduanya membuat tubuh bagian depan Maya bersandar pada dadanya.
"Aku hampir hilang kendali melihatmu muncul tiba-tiba pagi tadi," kata Masumi lembut, menatap wajah kekasihnya lekat-lekat.
"Ma...sumi?!" Maya tersenyum senang.
"Hai sayang, akhirnya bangun juga...," sapanya lembut dengan kegirangan yang terpancar jelas dari matanya. Jarinya tidak berhenti menyentuh setiap bagian wajah Maya. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa obyek yang ada didepan matanya adalah nyata, bukan bagian dari mimpi atau khayalannya.
Maya mengamati dirinya dan Masumi. Entah sejak kapan, ternyata dirinya tidur dalam pelukan Masumi. Wajahnya bersandar di dada bidang kekasih tampannya itu. Keduanya masih disofa ruang tamu. Maya mengingat sesuatu yang membangunkan tidurnya. Kembali menyipitkan matanya pada Masumi, kali ini dengan alasan berbeda.
"Kau mengganggu tidurku," gerutu Maya.
Masumi tersenyum geli, "Kau harus bangun sayang, kalau tidak kau tidak akan bisa tidur malam ini. Seperti biasa, butuh kerja keras untuk membangunkanmu," Masumi menyadari kondisi Maya, jetlag karena perjalanan panjangnya.
Maya terkikik, "Apanya yang kerja keras, kau hanya menggelitiki wajahku." Sanggahnya geli, "Aku pasti ketiduran. Aku sedang menunggumu tadi," kata Maya.
"Aku tahu," Masumi menyelipkan rambut panjang Maya di belakang telinga lalu telunjuknya menyusuri garis telinga Maya, membuat Maya kembali terkikik.
"Kau tahu?"
"Nona Aoki yang mengatakannya padaku,"
"Oh," dan Maya bangun dengan tiba-tiba, membuat kepalanya berputar tapi dia mengabaikan sensasi itu. Matanya menyapu setiap sudut ruangan yang bisa dijangkaunya.
"Ada apa?" Masumi terkejut pada reaksi tiba-tiba Maya. Diapun duduk dan menyandarkan punggungnya pada lengan sofa.
"Rei?"
Dan pertanyaan itu membuat Masumi tergelak.
"Dia tidak ada sayang. Beruntung kau memiliki sahabat yang begitu pengertian." Kata Masumi yang masih terkikik geli.
"Kau tidak mengusirnya kan?" Selidik Maya.
"Tentu saja tidak," jawab Masumi yang kemudian menarik lengan Maya, mendekatkan tubuh keduanya membuat tubuh bagian depan Maya bersandar pada dadanya.
"Aku hampir hilang kendali melihatmu muncul tiba-tiba pagi tadi," kata Masumi lembut, menatap wajah kekasihnya lekat-lekat.
Jari-jarinya masih
tidak berhenti menyibukkan diri menyusuri garis wajah Maya dan tangan lainnya
yang bebas, melingkar dipinggang Maya. Menahan kekasihnya untuk tidak beranjak
dari tempatnya.
Maya tersenyum, "Aku suka melihatmu terkejut tadi."
"Kau sengaja ya? Menggodaku seperti itu?"
"Menggodamu? Seingatku kau yang menggodaku,"
Masumi terkikik mengingat perbuatan nekatnya yang menggenggam tangan Maya.
"Sulit menahan diri saat bersamamu," Masumi berkilah, "Aku sangat ingin mengucapkan selamat datang tadi,"
"Kan kan hanya tinggal mengatakannya," Maya menolak alasan Masumi.
"Bukan begitu caraku mengucapkan selamat datang,"
Dan Maya terlambat menyadari saat Masumi mengangkat dagunya lalu dengan lembut mendaratkan bibirnya pada Maya. Masumi merasakan keterkejutan Maya tapi tidak menghentikan 'ucapan selamat datangnya' karena akhirnya Maya membalas ciumannya. Dengan cepat keduanya tersesat. Melampiaskan kerinduan di setiap sel tubuh mereka.
Maya melingkarkan kedua lengannya di leher Masumi dan kedua lengan Masumi juga melilit tubuh Maya, mempererat pelukan keduanya.
"Aku merindukanmu sayang...sangat...," bisik Masumi dibibir Maya saat keduanya sejenak mengambil napas. Maya bahkan belum sempat mengulum senyumnya karena Masumi dengan cepat kembali mencumbunya. Membuat keduanya kembali tersesat.
Jari-jari Maya menyelinap pada rambut lebat Masumi. Sesekali mencengkeramnya kuat saat ciuman mereka semakin dalam.
Lidah Masumi terus mendesak Maya, membuatnya melupakan semua siksaan yang selama ini dirasakan karena penantian panjangnya.
Maya terengah dengan wajah merona saat Masumi melepaskan bibirnya. Kali ini berhasil menyunggingkan sebuah senyuman.
"Selamat datang...," gumam Masumi.
Maya tergelak lalu menyurukkan wajahnya keleher Masumi, "Aku suka ucapan selamat datangmu,"
Mengeratkan pelukannya, Masumi tertawa dan membiarkan Maya berbaring di atasnya. Keduanya terdiam cukup lama, meredam gejolak dalam diri masing-masing.
"Sayang...," kata Masumi setelah beberapa saat keduanya terdiam. Tangannya mengusap lembut rambut panjang Maya.
"Hhmmm,"
"Sejak kapan kau kembali?"
"Baru pagi tadi. Pesawatku mendarat pukul enam."
"Kenapa kau tiba-tiba datang? Bukankah kemarin kau mengatakan baru bisa pulang minggu depan,"
Maya terkikik dileher Masumi, "Aku ingin memberimu kejutan. Selama di New York kau sudah tiga kali datang dan selalu mengejutkanku,"
"Oh, jadi ini pembalasan buatku," Masumi mengulum senyum gelinya.
Maya menggeleng, masih dileher Masumi, "Aku juga sudah tidak tahan ingin bertemu denganmu. Rasanya aku ingin melompat dan memelukmu tadi,"
Masumi tertawa, "Ya, kau juga hampir membuatku melakukannya,"
Masumi menghentikan tawanya saat Maya bergeser tidak nyaman di atasnya.
"Kenapa?"
Masumi mengamati kekasihnya yang menyipit saat melihatnya.
"Pusing?"
Maya mengangguk.
Masumi menggeser tubuhnya dan menurunkan Maya dari atasnya, membiarkannya kembali berbaring di sofa.
"Apa ada teh didapur?" Tanya Masumi.
Maya menggeleng, "Aku tidak tahu, aku kan juga baru datang sore ini,"
Masumi mengernyit heran, "Sore ini? Setelah konferensi pers kau pergi kemana?"
Maya terkesiap, menyadari kesalahannya. "Oh itu...hmm, tadi Rose memintaku mengajaknya jalan-jalan sebentar,"
"Pantas saja kau pusing. Sejak pagi kau tidak beristirahat."
"Aku terlalu senang karena bisa kembali,"
Masumi tersenyum, "Ku buatkan teh ya."
Maya mengangguk.
Dapurnya bersebelahan dengan ruang tamu, hanya dibatasi bar kecil. Sementara Masumi sibuk di dapur, Maya kembali mengamati apartemen Rei. Dia belum benar-benar mengamati tempat itu sejak datang.
Maya suka apartemennya, dua kamar dengan desain minimalis yang cantik. Didominasi warna coklat dan cream, lantai kayu yang mengkilap, bersih dan nyaman.
"Nona Aoki pintar memilih apartemen yang bagus," kata Masumi yang sudah kembali dengan membawa dua buah mug dan melihat Maya tengah mengamati seluruh ruangan.
"Iya," Maya tersenyum menerima mug itu.
"Kau akan terkejut kalau tahu siapa yang memilih apartemen ini,"
"Bagaimana?" Tanya Masumi setelah Maya meneguk tehnya. Dia duduk disamping Maya.
"Lebih baik," jawab Maya, rasa hangat menjalari tenggorokannya dan aroma tehnya menenangkan.
"Kau sudah makan?"
Maya mengingat apa yang dimakannya siang tadi setelah bangun tidur.
"Semangkuk ramen tadi siang,"
Masumi melatakkan mug tehnya dimeja lalu melihat jam tangannya. Pukul delapan malam.
"Kau mau makan apa?"
Maya mengendikkan bahu.
"Aku tidak begitu lapar, hanya lelah dan...mengantuk," keluhnya.
"Kau harus makan sebelum berhibernasi," goda Masumi.
Maya cemberut, "Enak saja, aku kan bukan beruang. Lagipula ini sudah terlalu malam untuk makan. Aku tidak mau jadi gemuk,"
Masumi mengamati tubuh Maya. Ya jelas, tubuh itu terawat dengan baik. Ramping namun padat dan berisi.
"Kau lihat apa?" Sergah Maya, wajahnya merona malu karena tatapan mata Masumi.
Masumi mendekatkan wajahnya ke telinga Maya, "Kau seksi," bisiknya nakal.
"Kau ini! Tidak sopan!" Teriak Maya malu seraya memukul dada kekasihnya.
Masumi tergelak.
"Kau benar tidak lapar?" Tanya Masumi lagi saat keduanya sudah berhenti tertawa.
"Tidak, aku tidak lapar,"
"Aku lihat ada buah apel di dalam lemari es. Mau ku potongkan? Buah tidak membuatmu gemuk,"
Maya mengernyit heran mendengar Masumi terus menawarinya makanan.
"Kau perhatian sekali?" Nada ironi Maya membuat Masumi menahan senyumnya dan dia segera beranjak, kembali ke dapur.
"Kita berdua harus memiliki kesibukan Maya atau aku akan melakukan kesibukan lain," kata Masumi sambil lalu.
Maya ternganga dengan pemikiran Masumi, ya, batinnya membenarkan hal itu. Sulit menghindarkan keduanya dari ketertarikan fisik satu sama lain sekarang.
Tak lama, Masumi kembali dengan potongan buah apel di piring kecil.
"Terima kasih," ucap Maya. "Jadi apa yang bisa kita lakukan soal kesibukan lain?" Kata Maya menggoda sambil mengunyah potongan apel pertamanya.
"Jangan menggodaku sayang. Nona Aoki bisa kembali kapan saja dan aku tidak mau dia melihatku ataupun dirimu dalam keadaan...tidak sadar,"
"Tidak sadar?" Maya terkikik, "Istilah yang bagus,"
"Oh ya, dimana Rose dan Alex tinggal?" Masumi mengalihkan topik pembicaraan.
"Disebelah,"
"Kau menyewa apartemen sebelah?"
Maya mengangguk dan kembali menyuap apel kedalam mulutnya.
"Aku terkejut kau mengajak Alex,"
"Prosedur keamanan, Christ...," Maya menangkupkan tangan kemulutnya. Sekali lagi, dia salah bicara.
"Christ? Apa maksudmu?" Alis Masumi berkerut, tidak senang.
"Ngg, kontrakku kan belum berakhir jadi aku masih mendapat fasilitas keamanan sebagai aktris Scarlet," Maya berkilah.
"Christ yang memintanya," tebak Masumi.
Maya mengangguk, matanya mengamati reaksi Masumi. Kekasihnya itu jelas tidak suka.
"Aku tidak suka," kata Masumi terus terang.
"Aku tahu,"
"Hanya kebijakan menejemen," Maya beralasan. Meletakkan piring kecilnya yang menyisakan empat potongan apel.
"Aku tidak suka caramu memannggil bosmu,"
"Oh, itu. Aku tidak memanggilnya seperti itu saat didepan umum,"
"Ya, aku tidak bohong. Aku kan memanggil namanya hanya dirumah,"
"Kau yakin tidak memiliki perasaan apa-apa padanya?" Masumi beralih ke topik lain yang menyebalkan.
"Ya ampun, kau masih tidak percaya padaku?" Kata Maya marah. Melipat kedua tangannya didada.
"Aku hanya bertanya," Masumi meraih bahu Maya dan Maya langsung menepisnya.
"Itu sama saja kau meragukanku," dengus Maya.
Masumi menarik Maya, mendekapnya dengan kedua lengannya, "Maaf," bisik Masumi.
"Aku tidak mau kehilanganmu," bisiknya lagi.
"Aku milikmu Masumi, yakinkan dirimu sendiri akan hal itu. Aku mencintaimu," diapun mengeratkan pelukannya. Meyakinkan kekasaihnya akan perkataannya.
Masumi terdiam, dia yakin kalau dirinya sangat mencintai Maya dan tidak pernah ingin kehilangannya. Tapi dia masih sulit percaya kalau Maya tidak akan lari darinya.
"Aku akan berusaha," kata Masumi kemudian.
"Kau harus berusaha, berusahalah untuk percaya," kata Maya, hatinya sakit saat Masumi meragukan cintanya.
"Ya sayang," gumamnya.
Masumi enggan melepaskan pelukannya. Seolah Maya akan pergi jika dia melepaskan kedua lengannya.
"Aku mengantuk," gumam Maya didada Masumi.
Masumi tersenyum, membelai kepala Maya lalu mengecup lembut rambutnya. "Tidurlah sayang,"
"Boleh aku tidur seperti ini, dalam dekapanmu?" Pintanya manja.
"Dimana kamarmu?" Tanya Masumi.
Maya menunjuk pada pintu putih.
"Kau akan menemaniku di kamar?" Tanya Maya penuh harap.
Masumi terbahak, "Sudah kubilang jangan menggodaku sayang. Tidurlah, aku akan membawamu ke kamar nanti,"
Maya cemberut, "Aku tidak menggodamu,"
"Iya, iya. Jetlag membuat suasana hatimu tidak bagus rupanya. Istirahatlah," Masumi mendaratkan kecupan sayang di kening Maya.
Masumi bersyukur karena tidak perlu waktu lama bagi Maya untuk terlelap. Perlahan Masumi membawa Maya kekamarnya dan membaringkannya di tempat tidur. Memastikannya hangat dengan merapatkan selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. Sekaligus memastikan dirinya sendiri untuk tidak menikmati pemandangan indah itu.
"Selamat malam sayang, mimpikan aku,"
"Hhhmmm,"
Tersenyum, sekali lagi Masumi mengecup kening Maya lalu meninggalkan kamarnya. Pikirannya tidak akan jernih jika dia berlama-lama bersama Maya yang bahkan tidak sadar.
***
Christ membuka pintu kamar Maya. Mengamati wajah cantik yang terlelap tenang dibawah balutan selimut tebal.
"Hhhmmm, hebat juga Masumi itu," gumamnya senang.
Rei dan Ryan hanya tersenyum geli melihatnya.
***
Maya tersenyum, "Aku suka melihatmu terkejut tadi."
"Kau sengaja ya? Menggodaku seperti itu?"
"Menggodamu? Seingatku kau yang menggodaku,"
Masumi terkikik mengingat perbuatan nekatnya yang menggenggam tangan Maya.
"Sulit menahan diri saat bersamamu," Masumi berkilah, "Aku sangat ingin mengucapkan selamat datang tadi,"
"Kan kan hanya tinggal mengatakannya," Maya menolak alasan Masumi.
"Bukan begitu caraku mengucapkan selamat datang,"
Dan Maya terlambat menyadari saat Masumi mengangkat dagunya lalu dengan lembut mendaratkan bibirnya pada Maya. Masumi merasakan keterkejutan Maya tapi tidak menghentikan 'ucapan selamat datangnya' karena akhirnya Maya membalas ciumannya. Dengan cepat keduanya tersesat. Melampiaskan kerinduan di setiap sel tubuh mereka.
Maya melingkarkan kedua lengannya di leher Masumi dan kedua lengan Masumi juga melilit tubuh Maya, mempererat pelukan keduanya.
"Aku merindukanmu sayang...sangat...," bisik Masumi dibibir Maya saat keduanya sejenak mengambil napas. Maya bahkan belum sempat mengulum senyumnya karena Masumi dengan cepat kembali mencumbunya. Membuat keduanya kembali tersesat.
Jari-jari Maya menyelinap pada rambut lebat Masumi. Sesekali mencengkeramnya kuat saat ciuman mereka semakin dalam.
Lidah Masumi terus mendesak Maya, membuatnya melupakan semua siksaan yang selama ini dirasakan karena penantian panjangnya.
Maya terengah dengan wajah merona saat Masumi melepaskan bibirnya. Kali ini berhasil menyunggingkan sebuah senyuman.
"Selamat datang...," gumam Masumi.
Maya tergelak lalu menyurukkan wajahnya keleher Masumi, "Aku suka ucapan selamat datangmu,"
Mengeratkan pelukannya, Masumi tertawa dan membiarkan Maya berbaring di atasnya. Keduanya terdiam cukup lama, meredam gejolak dalam diri masing-masing.
"Sayang...," kata Masumi setelah beberapa saat keduanya terdiam. Tangannya mengusap lembut rambut panjang Maya.
"Hhmmm,"
"Sejak kapan kau kembali?"
"Baru pagi tadi. Pesawatku mendarat pukul enam."
"Kenapa kau tiba-tiba datang? Bukankah kemarin kau mengatakan baru bisa pulang minggu depan,"
Maya terkikik dileher Masumi, "Aku ingin memberimu kejutan. Selama di New York kau sudah tiga kali datang dan selalu mengejutkanku,"
"Oh, jadi ini pembalasan buatku," Masumi mengulum senyum gelinya.
Maya menggeleng, masih dileher Masumi, "Aku juga sudah tidak tahan ingin bertemu denganmu. Rasanya aku ingin melompat dan memelukmu tadi,"
Masumi tertawa, "Ya, kau juga hampir membuatku melakukannya,"
Masumi menghentikan tawanya saat Maya bergeser tidak nyaman di atasnya.
"Kenapa?"
Masumi mengamati kekasihnya yang menyipit saat melihatnya.
"Pusing?"
Maya mengangguk.
Masumi menggeser tubuhnya dan menurunkan Maya dari atasnya, membiarkannya kembali berbaring di sofa.
"Apa ada teh didapur?" Tanya Masumi.
Maya menggeleng, "Aku tidak tahu, aku kan juga baru datang sore ini,"
Masumi mengernyit heran, "Sore ini? Setelah konferensi pers kau pergi kemana?"
Maya terkesiap, menyadari kesalahannya. "Oh itu...hmm, tadi Rose memintaku mengajaknya jalan-jalan sebentar,"
"Pantas saja kau pusing. Sejak pagi kau tidak beristirahat."
"Aku terlalu senang karena bisa kembali,"
Masumi tersenyum, "Ku buatkan teh ya."
Maya mengangguk.
Dapurnya bersebelahan dengan ruang tamu, hanya dibatasi bar kecil. Sementara Masumi sibuk di dapur, Maya kembali mengamati apartemen Rei. Dia belum benar-benar mengamati tempat itu sejak datang.
Maya suka apartemennya, dua kamar dengan desain minimalis yang cantik. Didominasi warna coklat dan cream, lantai kayu yang mengkilap, bersih dan nyaman.
"Nona Aoki pintar memilih apartemen yang bagus," kata Masumi yang sudah kembali dengan membawa dua buah mug dan melihat Maya tengah mengamati seluruh ruangan.
"Iya," Maya tersenyum menerima mug itu.
"Kau akan terkejut kalau tahu siapa yang memilih apartemen ini,"
"Bagaimana?" Tanya Masumi setelah Maya meneguk tehnya. Dia duduk disamping Maya.
"Lebih baik," jawab Maya, rasa hangat menjalari tenggorokannya dan aroma tehnya menenangkan.
"Kau sudah makan?"
Maya mengingat apa yang dimakannya siang tadi setelah bangun tidur.
"Semangkuk ramen tadi siang,"
Masumi melatakkan mug tehnya dimeja lalu melihat jam tangannya. Pukul delapan malam.
"Kau mau makan apa?"
Maya mengendikkan bahu.
"Aku tidak begitu lapar, hanya lelah dan...mengantuk," keluhnya.
"Kau harus makan sebelum berhibernasi," goda Masumi.
Maya cemberut, "Enak saja, aku kan bukan beruang. Lagipula ini sudah terlalu malam untuk makan. Aku tidak mau jadi gemuk,"
Masumi mengamati tubuh Maya. Ya jelas, tubuh itu terawat dengan baik. Ramping namun padat dan berisi.
"Kau lihat apa?" Sergah Maya, wajahnya merona malu karena tatapan mata Masumi.
Masumi mendekatkan wajahnya ke telinga Maya, "Kau seksi," bisiknya nakal.
"Kau ini! Tidak sopan!" Teriak Maya malu seraya memukul dada kekasihnya.
Masumi tergelak.
"Kau benar tidak lapar?" Tanya Masumi lagi saat keduanya sudah berhenti tertawa.
"Tidak, aku tidak lapar,"
"Aku lihat ada buah apel di dalam lemari es. Mau ku potongkan? Buah tidak membuatmu gemuk,"
Maya mengernyit heran mendengar Masumi terus menawarinya makanan.
"Kau perhatian sekali?" Nada ironi Maya membuat Masumi menahan senyumnya dan dia segera beranjak, kembali ke dapur.
"Kita berdua harus memiliki kesibukan Maya atau aku akan melakukan kesibukan lain," kata Masumi sambil lalu.
Maya ternganga dengan pemikiran Masumi, ya, batinnya membenarkan hal itu. Sulit menghindarkan keduanya dari ketertarikan fisik satu sama lain sekarang.
Tak lama, Masumi kembali dengan potongan buah apel di piring kecil.
"Terima kasih," ucap Maya. "Jadi apa yang bisa kita lakukan soal kesibukan lain?" Kata Maya menggoda sambil mengunyah potongan apel pertamanya.
"Jangan menggodaku sayang. Nona Aoki bisa kembali kapan saja dan aku tidak mau dia melihatku ataupun dirimu dalam keadaan...tidak sadar,"
"Tidak sadar?" Maya terkikik, "Istilah yang bagus,"
"Oh ya, dimana Rose dan Alex tinggal?" Masumi mengalihkan topik pembicaraan.
"Disebelah,"
"Kau menyewa apartemen sebelah?"
Maya mengangguk dan kembali menyuap apel kedalam mulutnya.
"Aku terkejut kau mengajak Alex,"
"Prosedur keamanan, Christ...," Maya menangkupkan tangan kemulutnya. Sekali lagi, dia salah bicara.
"Christ? Apa maksudmu?" Alis Masumi berkerut, tidak senang.
"Ngg, kontrakku kan belum berakhir jadi aku masih mendapat fasilitas keamanan sebagai aktris Scarlet," Maya berkilah.
"Christ yang memintanya," tebak Masumi.
Maya mengangguk, matanya mengamati reaksi Masumi. Kekasihnya itu jelas tidak suka.
"Aku tidak suka," kata Masumi terus terang.
"Aku tahu,"
"Hanya kebijakan menejemen," Maya beralasan. Meletakkan piring kecilnya yang menyisakan empat potongan apel.
"Aku tidak suka caramu memannggil bosmu,"
"Oh, itu. Aku tidak memanggilnya seperti itu saat didepan umum,"
"Ya, aku tidak bohong. Aku kan memanggil namanya hanya dirumah,"
"Kau yakin tidak memiliki perasaan apa-apa padanya?" Masumi beralih ke topik lain yang menyebalkan.
"Ya ampun, kau masih tidak percaya padaku?" Kata Maya marah. Melipat kedua tangannya didada.
"Aku hanya bertanya," Masumi meraih bahu Maya dan Maya langsung menepisnya.
"Itu sama saja kau meragukanku," dengus Maya.
Masumi menarik Maya, mendekapnya dengan kedua lengannya, "Maaf," bisik Masumi.
"Aku tidak mau kehilanganmu," bisiknya lagi.
"Aku milikmu Masumi, yakinkan dirimu sendiri akan hal itu. Aku mencintaimu," diapun mengeratkan pelukannya. Meyakinkan kekasaihnya akan perkataannya.
Masumi terdiam, dia yakin kalau dirinya sangat mencintai Maya dan tidak pernah ingin kehilangannya. Tapi dia masih sulit percaya kalau Maya tidak akan lari darinya.
"Aku akan berusaha," kata Masumi kemudian.
"Kau harus berusaha, berusahalah untuk percaya," kata Maya, hatinya sakit saat Masumi meragukan cintanya.
"Ya sayang," gumamnya.
Masumi enggan melepaskan pelukannya. Seolah Maya akan pergi jika dia melepaskan kedua lengannya.
"Aku mengantuk," gumam Maya didada Masumi.
Masumi tersenyum, membelai kepala Maya lalu mengecup lembut rambutnya. "Tidurlah sayang,"
"Boleh aku tidur seperti ini, dalam dekapanmu?" Pintanya manja.
"Dimana kamarmu?" Tanya Masumi.
Maya menunjuk pada pintu putih.
"Kau akan menemaniku di kamar?" Tanya Maya penuh harap.
Masumi terbahak, "Sudah kubilang jangan menggodaku sayang. Tidurlah, aku akan membawamu ke kamar nanti,"
Maya cemberut, "Aku tidak menggodamu,"
"Iya, iya. Jetlag membuat suasana hatimu tidak bagus rupanya. Istirahatlah," Masumi mendaratkan kecupan sayang di kening Maya.
Masumi bersyukur karena tidak perlu waktu lama bagi Maya untuk terlelap. Perlahan Masumi membawa Maya kekamarnya dan membaringkannya di tempat tidur. Memastikannya hangat dengan merapatkan selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. Sekaligus memastikan dirinya sendiri untuk tidak menikmati pemandangan indah itu.
"Selamat malam sayang, mimpikan aku,"
"Hhhmmm,"
Tersenyum, sekali lagi Masumi mengecup kening Maya lalu meninggalkan kamarnya. Pikirannya tidak akan jernih jika dia berlama-lama bersama Maya yang bahkan tidak sadar.
***
Christ membuka pintu kamar Maya. Mengamati wajah cantik yang terlelap tenang dibawah balutan selimut tebal.
"Hhhmmm, hebat juga Masumi itu," gumamnya senang.
Rei dan Ryan hanya tersenyum geli melihatnya.
***
"Rei," panggil Maya saat keluar dari kamarnya.
"Di dapur Maya," teriak Rei dari balik pintu lemari es.
"Biar aku yang siapkan sarapannya," kata Maya saat Rei mengeluarkan telur dari lemari es.
"Kau yakin?" Rei terkikik.
Maya menyeringai, "Duduklah Nona Aoki,"
Rei tertawa dan duduk di meja makan, mengamati Maya mengolah telur, kacang merah dan roti.
"Eh, aku belum minta maaf soal semalam padamu," kata Maya seraya membalik omeletnya.
"Tidak apa-apa. Aku tahu kau dan Pak Masumi pasti membutuhkan waktu untuk bicara. Kalian pasti kesulitan kalau mencari tempat bicara di luar,"
Maya tertawa, "Bicara? Kami tidak bicara, hanya bercumbu dan akhirnya bertengkar," batin Maya tergelak.
"Semalam Tuan Anderson juga datang," Rei menyela tawa Maya.
"Aku tahu,"
"Kau tahu dia mengecek keadaanmu?"
Maya mengangguk. "Dia selalu melakukannya setiap malam. Greta selalu cerita padaku. Hhmm...apalagi semalam aku bersama Masumi. Dia pasti berpikir aku dan Masumi...," Maya kembali terkikik di akhir kalimatnya.
"Jadi kau dan Pak Masumi belum pernah...," Rei melirik wajah Maya yang merah.
"Tentu saja belum!" Hardik Maya tanpa melihat pada mata sahabatnya.
Rei terbengong. Terbesit dalam ingatannya bagaimana Masumi dulu merawat Maya saat sakit. Dia tidak menyangka pria yang sebelas tahun lebih tua dari Maya itu bisa mengendalikan dirinya dengan baik. Tidak heran kenapa dia dijuluki si dingin dan gila kerja.
"Nah sarapan siap,"
Rei kembali ternganga melihat omelet, kacang merah dan roti yang tertata rapi dipiringnya.
***
"Jadi gadis kecil itu sudah kembali ya," gumam Shiori lirih didepan televisi.
"Benar Nona, semua media memberitakannya," Takigawa mengangguk menjawab pertanyaan Nonanya.
"Apa salah kalau aku membenci mereka berdua Bi?" Tanya Shiori lagi, matanya memandang jijik pada sosok Maya ditelevisi yang duduk bersebelahan dengan Masumi.
"Nona, tidak baik jika Nona seperti ini terus."
Takigawa semakin khawatir dengan kondisi nonanya yang semakin kacau.
"Tapi mereka berdua membohongiku Bi. Mereka menipuku. Aku yakin mereka pasti sedang bahagia sekarang. Tapi aku tidak akan membiarkannya. Aku tidak akan membiarkan mereka bahagia,"
"Nona, tolong hentikan. Apa anda sudah lupa apa yang dikatakan Tuan Anderson? Akan sangat beresiko bagi anda untuk melawan Maya sekarang. Anda hanya seorang diri Nona. Sedangkan Maya....,"
Braaakkkk!!!
Takigawa terkejut.
"Aku adalah Shiori Takamiya! Cucu dari komisaris Takatsu. Aku tidak akan takut pada Anderson ataupun Hayami! Dan Hayami...aku akan menghancurkan Hayami! Maya Kitajima! Mereka yang sudah membuatku menderita! Aku akan membalasnya!" Napas Shiori tersengal-sengal menahan emosinya.
"Nona..." Takigawa bergumam sedih. Hatinya miris melihat nonanya dipenuhi dendam seperti itu.
"Lihat saja Bi, aku akan membuat Maya terlibat dalam konflik Daito. Paman Eisuke pasti akan marah. Baginya Daito adalah segalanya. Aku akan buat permainan Maya menjadi permainan bagiku. Lihat saja, bukan tanganku yang akan menghancurkan Maya tapi tangan Eisuke."
Shiori menyeringai senang. Matanya menatap pada foto yang sejak tadi digenggamnya. Foto Maya bersama Christ di bandara JFK.
***
Maya sibuk di gedung Persatuan Drama Nasional. Dia bersama dengan Mayuko, Yamagishi, dan Kuronuma sedang mewawancarai tiga perwakilan dari Daito, HK dan Sakura entertainment.
Maya membaca dengan cermat setiap proposal dan mengajukan berbagai pertanyaan. Yamagishi, Mayuko dan Kuronuma sampai terbengong saat melihat Maya melakukan wawancara. Hanya dalam waktu satu tahun, Maya berubah menjadi pribadi yang berbeda. Dia terlihat begitu pintar dan anggun. Kuronuma sampai berdecak kagum karenanya. Tidak percaya kalau wanita yang ada didepannya saat ini adalah gadis yang dulunya begitu polos, lugu dan ceroboh.
"Di dapur Maya," teriak Rei dari balik pintu lemari es.
"Biar aku yang siapkan sarapannya," kata Maya saat Rei mengeluarkan telur dari lemari es.
"Kau yakin?" Rei terkikik.
Maya menyeringai, "Duduklah Nona Aoki,"
Rei tertawa dan duduk di meja makan, mengamati Maya mengolah telur, kacang merah dan roti.
"Eh, aku belum minta maaf soal semalam padamu," kata Maya seraya membalik omeletnya.
"Tidak apa-apa. Aku tahu kau dan Pak Masumi pasti membutuhkan waktu untuk bicara. Kalian pasti kesulitan kalau mencari tempat bicara di luar,"
Maya tertawa, "Bicara? Kami tidak bicara, hanya bercumbu dan akhirnya bertengkar," batin Maya tergelak.
"Semalam Tuan Anderson juga datang," Rei menyela tawa Maya.
"Aku tahu,"
"Kau tahu dia mengecek keadaanmu?"
Maya mengangguk. "Dia selalu melakukannya setiap malam. Greta selalu cerita padaku. Hhmm...apalagi semalam aku bersama Masumi. Dia pasti berpikir aku dan Masumi...," Maya kembali terkikik di akhir kalimatnya.
"Jadi kau dan Pak Masumi belum pernah...," Rei melirik wajah Maya yang merah.
"Tentu saja belum!" Hardik Maya tanpa melihat pada mata sahabatnya.
Rei terbengong. Terbesit dalam ingatannya bagaimana Masumi dulu merawat Maya saat sakit. Dia tidak menyangka pria yang sebelas tahun lebih tua dari Maya itu bisa mengendalikan dirinya dengan baik. Tidak heran kenapa dia dijuluki si dingin dan gila kerja.
"Nah sarapan siap,"
Rei kembali ternganga melihat omelet, kacang merah dan roti yang tertata rapi dipiringnya.
***
"Jadi gadis kecil itu sudah kembali ya," gumam Shiori lirih didepan televisi.
"Benar Nona, semua media memberitakannya," Takigawa mengangguk menjawab pertanyaan Nonanya.
"Apa salah kalau aku membenci mereka berdua Bi?" Tanya Shiori lagi, matanya memandang jijik pada sosok Maya ditelevisi yang duduk bersebelahan dengan Masumi.
"Nona, tidak baik jika Nona seperti ini terus."
Takigawa semakin khawatir dengan kondisi nonanya yang semakin kacau.
"Tapi mereka berdua membohongiku Bi. Mereka menipuku. Aku yakin mereka pasti sedang bahagia sekarang. Tapi aku tidak akan membiarkannya. Aku tidak akan membiarkan mereka bahagia,"
"Nona, tolong hentikan. Apa anda sudah lupa apa yang dikatakan Tuan Anderson? Akan sangat beresiko bagi anda untuk melawan Maya sekarang. Anda hanya seorang diri Nona. Sedangkan Maya....,"
Braaakkkk!!!
Takigawa terkejut.
"Aku adalah Shiori Takamiya! Cucu dari komisaris Takatsu. Aku tidak akan takut pada Anderson ataupun Hayami! Dan Hayami...aku akan menghancurkan Hayami! Maya Kitajima! Mereka yang sudah membuatku menderita! Aku akan membalasnya!" Napas Shiori tersengal-sengal menahan emosinya.
"Nona..." Takigawa bergumam sedih. Hatinya miris melihat nonanya dipenuhi dendam seperti itu.
"Lihat saja Bi, aku akan membuat Maya terlibat dalam konflik Daito. Paman Eisuke pasti akan marah. Baginya Daito adalah segalanya. Aku akan buat permainan Maya menjadi permainan bagiku. Lihat saja, bukan tanganku yang akan menghancurkan Maya tapi tangan Eisuke."
Shiori menyeringai senang. Matanya menatap pada foto yang sejak tadi digenggamnya. Foto Maya bersama Christ di bandara JFK.
***
Maya sibuk di gedung Persatuan Drama Nasional. Dia bersama dengan Mayuko, Yamagishi, dan Kuronuma sedang mewawancarai tiga perwakilan dari Daito, HK dan Sakura entertainment.
Maya membaca dengan cermat setiap proposal dan mengajukan berbagai pertanyaan. Yamagishi, Mayuko dan Kuronuma sampai terbengong saat melihat Maya melakukan wawancara. Hanya dalam waktu satu tahun, Maya berubah menjadi pribadi yang berbeda. Dia terlihat begitu pintar dan anggun. Kuronuma sampai berdecak kagum karenanya. Tidak percaya kalau wanita yang ada didepannya saat ini adalah gadis yang dulunya begitu polos, lugu dan ceroboh.
Paras Maya yang semakin cantik juga
menandakan bahwa gadis itu telah berubah menjadi wanita dewasa. Memang layak
kalau kemudian Maya bisa mensejajarkan dirinya dengan aktris internasional.
Apalagi dengan bakat aktingnya yang luar biasa. Maya pasti akan menjadi bintang
yang semakin terang.
"Benar-benar kesayangan Mayuko," puji Yamagishi seraya mengulum senyum pada Mayuko.
"Benar-benar kesayangan Mayuko," puji Yamagishi seraya mengulum senyum pada Mayuko.
Keduanya sedang duduk di ruang kerja Yamagishi seraya
menunggu Maya dan Kuronuma yang masih mendiskusikan beberapa hal.
"Maya berkembang melebihi perkiraan saya Ketua. Keputusannya untuk pergi ke New York adalah hal terbaik yang pernah dibuatnya. Gadis itu diasah dengan sangat baik." Jawab Mayuko.
"Ya, hanya dalam waktu satu tahun, dia telah sanggup melakukan perubahan yang sangat signifikan. Publik tidak akan memandangnya sebelah mata lagi. Dengan prestasi dan kemampuannya yang sekarang dia tidak akan dibandingkan lagi dengan Ayumi atau aktris manapun di negeri ini,"
Mayuko terkekeh dengan perkataan Yamagishi. Puas dengan pencapaian muridnya yang jauh melebihi dirinya.
"Saya bisa beristirahat dengan tenang karena telah menyerahkan Bidadari Merah padanya."
"Dia memang layak Mayuko. Maya Kitajima. Badai di atas panggung. Gadis yang luar biasa. Dia sudah mencatatkan namanya dalam sejarah drama negeri ini."
Mayuko mengangguk setuju.
"Saya dan Pak Kuronuma sudah sepakat." Kata Maya saat mereka kembali berdiskusi.
"Kami akan memilih Daito," lanjutnya.
Yamagishi dan Mayuko hanya tersenyum. Tidak ada ganjalan bagi Mayuko sekarang kalau Bidadari Merah dipentaskan oleh Daito. Justru itu adalah hal paling aman. Karena Duo Daito, Masumi dan Christ berada dipihaknya. Semua karena Maya telah berhasil merebut hati dua pangeran tampan itu. Keduanya pasti akan bekerja sama dengan baik untuk mensukseskan pementasan Bidadari Merah dan menjauhkannya dari tangan Eisuke.
"Kami juga setuju," Yamagishi juga sepakat sekaligus mewakili suara Mayuko.
"Terima kasih atas bantuannya selama ini Pak Yamagishi," Maya membungkuk hormat.
"Jangan sungkan Maya. Persatuan Drama Nasional akan selalu siap membantu."
Maya tersenyum sopan.
"Kapan pementasannya akan digelar Maya?" Tanya Mayuko.
"Pertengahan musim semi, pertengahan bulan April. Kami masih mendiskusikan tanggalnya. Tapi yang jelas satu bulan lagi."
Jelas Maya.
"Kami akan mulai latihan minggu depan Bu Mayuko," Kuronuma menambahkan.
Mayuko mengangguk setuju.
"Jadi semuanya sudah siap?"
"Iya, bu. Rencananya nanti kami akan latihan di studio Daito. Setelah pengumuman saya akan membicarakannya dengan pihak Daito,"
"Kau sudah siap mengumumkannya? Media pasti terkejut saat kau memilih Daito,"
"Saya sudah siap Bu,"
"Bagus. Aku serahkan semuanya padamu Maya,"
"Mohon bimbingannya Bu, terima kasih,"
Dan sekali lagi Maya membungkuk hormat.
Hari berikutnya, Maya, Mayuko, Yamagishi dan Kuronuma kembali menggelar konferensi pers untuk mengumumkan pemenang lelang tender pementasan Bidadari Merah.
Saat Maya mengumumkan bahwa semua tim telah sepakat memilih Daito maka para wartawan langsung gencar bertanya padanya.
"Bukankah anda dan direktur Daito memiliki hubungan yang tidak baik Nona Kitajima," celetuk seorang wartawan.
"Apa yang terjadi antara saya dengan Direktur Daito, Masumi Hayami, adalah masalah pribadi. Saya bersama tim Pak Kuronuma juga Persatuan Drama Nasional bekerja secara profesional. Jelas saya tidak akan mencampurkan urusan pribadi saya dengan masalah pementasan Bidadari Merah. Terlebih setelah melalui berbagai diskusi semua telah sepakat bahwa Daito memang layak menjadi PH yang akan menyelenggarakan pementasan ini. Untuk itu saya mohon dengan hormat pada pihak media untuk bisa menilai semua ini dengan lebih obyektif dan bekerja sama, membantu kami untuk mensukseskan pementasan Bidadari Merah yang sudah lama kita nantikan ini. Terima kasih,"
Jawaban Maya membungkam wartawan untuk bertanya lebih jauh lagi tentang masalah pribadinya. Selebihnya wartawan bertanya tentang kesiapan para pemain dan proses latihan yang akan dilakukan. Untuk pertanyaan itu, Kuronuma lebih banyak menjelaskannya daripada Maya.
Pernyataan Yamagishi dan Mayuko yang mengatakan akan mendukung setiap proses dan sepenuhnya memberikan hak pada Maya untuk mengatur jalannya pementasan, mengakhiri konferensi pers hari itu.
Maya lega saat semua berjalan sesuai dengan rencananya. Rose dan Alex langsung menempel ketat saat Maya selesai, menjauhkannya dari jangkauan para pemburu berita.
"Tuan Hayami, memintaku mengatur jadwal pertemuanmu dengannya di kantor Daito," bisik Rose saat mereka berjalan cepat ke mobil dikawal oleh Alex.
Maya langsung menoleh dan menatap Rose dengan kening berkerut.
"Kapan dia menghubungimu?"
"Sepuluh menit yang lalu. Ku pastikan dia sedang menonton siaran langsung konferensi persmu,"
"Kacau!" Keluh Maya lirih dan dengan cepat masuk ke dalam mobil.
"Apanya yang kacau?" Tanya Rose saat mobil sudah melaju.
"Akan kacau kalau aku datang ke Daito," jelas Maya.
"Kau tidak menjawab pertanyaanku Nona Maya, apa yang kacau?"
Maya mendesah kesal. "Aku yang kacau,"
"Heh?!" Rose terkikik.
"Apanya yang lucu? Kau pikir tidak melelahkan berakting di depan kakakku dan kekasihku sekaligus. Seolah mereka adalah orang lain. Terlebih Masumi mengira kalau aku dan Christ...hhhh...entah bagaimana aku harus mengakhiri drama ini," Maya menggosok dahinya dengan jari mungilnya.
Rose terkikik, "Kau tahu Nona Maya, kenapa aku begitu suka bekerja padamu?"
Maya melirik menejernya lalu mengangkat bahunya. Dia sedang tidak berminat untuk bermain tebak-tebakan.
"Karena kau selalu penuh dengan tantangan Nona Maya. Semua yang kau lakukan selalu penuh dengan kejutan. Tidak hanya di atas panggung atau dilayar kaca bahkan dalam kehidupan pribadimu, semuanya serba menantang. Bersamamu tidak pernah membosankan."
"Kau mengolok-olokku atau apa?"
Rose tertawa, "Tidak nona Maya, aku serius dengan perkataanku. Kau juga rendah hati dan bersemangat. Aku suka, jujur aku suka Nona Maya,"
"Wah kau pandai memuji sekarang,"
Keduanya kemudian tersenyum.
"Jadi bagaimana? Kapan kau bersedia menemui Tuan Hayami?"
Maya meringis, "Sekarang," jawabnya cepat.
"Alex, kita ke Daito," perintahnya.
"Kau juga tidak sabar rupanya," goda Rose geli.
"Mau membantuku Rose?" Tatapan mata Maya penuh harap.
"Tentu, apa yang kau inginkan?"
"Ciptakanlah situasi untukku,"
"Ciptakan situasi?" Rose mengernyit.
"Maya berkembang melebihi perkiraan saya Ketua. Keputusannya untuk pergi ke New York adalah hal terbaik yang pernah dibuatnya. Gadis itu diasah dengan sangat baik." Jawab Mayuko.
"Ya, hanya dalam waktu satu tahun, dia telah sanggup melakukan perubahan yang sangat signifikan. Publik tidak akan memandangnya sebelah mata lagi. Dengan prestasi dan kemampuannya yang sekarang dia tidak akan dibandingkan lagi dengan Ayumi atau aktris manapun di negeri ini,"
Mayuko terkekeh dengan perkataan Yamagishi. Puas dengan pencapaian muridnya yang jauh melebihi dirinya.
"Saya bisa beristirahat dengan tenang karena telah menyerahkan Bidadari Merah padanya."
"Dia memang layak Mayuko. Maya Kitajima. Badai di atas panggung. Gadis yang luar biasa. Dia sudah mencatatkan namanya dalam sejarah drama negeri ini."
Mayuko mengangguk setuju.
"Saya dan Pak Kuronuma sudah sepakat." Kata Maya saat mereka kembali berdiskusi.
"Kami akan memilih Daito," lanjutnya.
Yamagishi dan Mayuko hanya tersenyum. Tidak ada ganjalan bagi Mayuko sekarang kalau Bidadari Merah dipentaskan oleh Daito. Justru itu adalah hal paling aman. Karena Duo Daito, Masumi dan Christ berada dipihaknya. Semua karena Maya telah berhasil merebut hati dua pangeran tampan itu. Keduanya pasti akan bekerja sama dengan baik untuk mensukseskan pementasan Bidadari Merah dan menjauhkannya dari tangan Eisuke.
"Kami juga setuju," Yamagishi juga sepakat sekaligus mewakili suara Mayuko.
"Terima kasih atas bantuannya selama ini Pak Yamagishi," Maya membungkuk hormat.
"Jangan sungkan Maya. Persatuan Drama Nasional akan selalu siap membantu."
Maya tersenyum sopan.
"Kapan pementasannya akan digelar Maya?" Tanya Mayuko.
"Pertengahan musim semi, pertengahan bulan April. Kami masih mendiskusikan tanggalnya. Tapi yang jelas satu bulan lagi."
Jelas Maya.
"Kami akan mulai latihan minggu depan Bu Mayuko," Kuronuma menambahkan.
Mayuko mengangguk setuju.
"Jadi semuanya sudah siap?"
"Iya, bu. Rencananya nanti kami akan latihan di studio Daito. Setelah pengumuman saya akan membicarakannya dengan pihak Daito,"
"Kau sudah siap mengumumkannya? Media pasti terkejut saat kau memilih Daito,"
"Saya sudah siap Bu,"
"Bagus. Aku serahkan semuanya padamu Maya,"
"Mohon bimbingannya Bu, terima kasih,"
Dan sekali lagi Maya membungkuk hormat.
Hari berikutnya, Maya, Mayuko, Yamagishi dan Kuronuma kembali menggelar konferensi pers untuk mengumumkan pemenang lelang tender pementasan Bidadari Merah.
Saat Maya mengumumkan bahwa semua tim telah sepakat memilih Daito maka para wartawan langsung gencar bertanya padanya.
"Bukankah anda dan direktur Daito memiliki hubungan yang tidak baik Nona Kitajima," celetuk seorang wartawan.
"Apa yang terjadi antara saya dengan Direktur Daito, Masumi Hayami, adalah masalah pribadi. Saya bersama tim Pak Kuronuma juga Persatuan Drama Nasional bekerja secara profesional. Jelas saya tidak akan mencampurkan urusan pribadi saya dengan masalah pementasan Bidadari Merah. Terlebih setelah melalui berbagai diskusi semua telah sepakat bahwa Daito memang layak menjadi PH yang akan menyelenggarakan pementasan ini. Untuk itu saya mohon dengan hormat pada pihak media untuk bisa menilai semua ini dengan lebih obyektif dan bekerja sama, membantu kami untuk mensukseskan pementasan Bidadari Merah yang sudah lama kita nantikan ini. Terima kasih,"
Jawaban Maya membungkam wartawan untuk bertanya lebih jauh lagi tentang masalah pribadinya. Selebihnya wartawan bertanya tentang kesiapan para pemain dan proses latihan yang akan dilakukan. Untuk pertanyaan itu, Kuronuma lebih banyak menjelaskannya daripada Maya.
Pernyataan Yamagishi dan Mayuko yang mengatakan akan mendukung setiap proses dan sepenuhnya memberikan hak pada Maya untuk mengatur jalannya pementasan, mengakhiri konferensi pers hari itu.
Maya lega saat semua berjalan sesuai dengan rencananya. Rose dan Alex langsung menempel ketat saat Maya selesai, menjauhkannya dari jangkauan para pemburu berita.
"Tuan Hayami, memintaku mengatur jadwal pertemuanmu dengannya di kantor Daito," bisik Rose saat mereka berjalan cepat ke mobil dikawal oleh Alex.
Maya langsung menoleh dan menatap Rose dengan kening berkerut.
"Kapan dia menghubungimu?"
"Sepuluh menit yang lalu. Ku pastikan dia sedang menonton siaran langsung konferensi persmu,"
"Kacau!" Keluh Maya lirih dan dengan cepat masuk ke dalam mobil.
"Apanya yang kacau?" Tanya Rose saat mobil sudah melaju.
"Akan kacau kalau aku datang ke Daito," jelas Maya.
"Kau tidak menjawab pertanyaanku Nona Maya, apa yang kacau?"
Maya mendesah kesal. "Aku yang kacau,"
"Heh?!" Rose terkikik.
"Apanya yang lucu? Kau pikir tidak melelahkan berakting di depan kakakku dan kekasihku sekaligus. Seolah mereka adalah orang lain. Terlebih Masumi mengira kalau aku dan Christ...hhhh...entah bagaimana aku harus mengakhiri drama ini," Maya menggosok dahinya dengan jari mungilnya.
Rose terkikik, "Kau tahu Nona Maya, kenapa aku begitu suka bekerja padamu?"
Maya melirik menejernya lalu mengangkat bahunya. Dia sedang tidak berminat untuk bermain tebak-tebakan.
"Karena kau selalu penuh dengan tantangan Nona Maya. Semua yang kau lakukan selalu penuh dengan kejutan. Tidak hanya di atas panggung atau dilayar kaca bahkan dalam kehidupan pribadimu, semuanya serba menantang. Bersamamu tidak pernah membosankan."
"Kau mengolok-olokku atau apa?"
Rose tertawa, "Tidak nona Maya, aku serius dengan perkataanku. Kau juga rendah hati dan bersemangat. Aku suka, jujur aku suka Nona Maya,"
"Wah kau pandai memuji sekarang,"
Keduanya kemudian tersenyum.
"Jadi bagaimana? Kapan kau bersedia menemui Tuan Hayami?"
Maya meringis, "Sekarang," jawabnya cepat.
"Alex, kita ke Daito," perintahnya.
"Kau juga tidak sabar rupanya," goda Rose geli.
"Mau membantuku Rose?" Tatapan mata Maya penuh harap.
"Tentu, apa yang kau inginkan?"
"Ciptakanlah situasi untukku,"
"Ciptakan situasi?" Rose mengernyit.
Dia kemudian tertawa saat
memahami maksud Maya.
"Serahkan padaku,"
***
"Jadi kau mau bicara dengan Direktur Daito mengenai masalah pribadi, kau mau berdamai Nona Kitajima?" Masumi menatap sepasang mata bulat coklat yang ada dihadapannya.
"Serahkan padaku,"
***
"Jadi kau mau bicara dengan Direktur Daito mengenai masalah pribadi, kau mau berdamai Nona Kitajima?" Masumi menatap sepasang mata bulat coklat yang ada dihadapannya.
"Baiklah, apa yang kau minta sebagai syarat
perdamaiannya Nona Kitajima?" Masumi tersenyum penuh provokatif, semakin
mendekatkan wajahnya.
Maya tak berkutik karena tubuhnya bersandar di pintu. Masumi lengsung melilitnya dan mengurungnya seraya menutup pintu kantornya. Memutar kunci dibelakang punggung Maya.
"Anda tahu syaratnya Pak Masumi," Maya juga memandangnya penuh provaktif.
"Kau semakin pandai mengatur semuanya sayang," kata Masumi sesaat sebelum bibirnya merapat dan memberikan syarat perdamaian yang diminta Maya.
Mata Maya terpejam, menikmati kelembutan bibir Masumi yang merayunya. Bibir hangat itu mengulumnya lembut dan saat Masumi mulai mendesakkan lidahnya, Maya terkesiap. Matanya terbuka seketika dan melihat Masumi memandangnya dengan mata gelapnya. Dia tahu Maya kewalahan, tapi dia tidak berhenti.
"Kau mau bermain Pak Masumi?" Desah Maya saat Masumi akhirnya melepas bibirnya.
"Kau yang mulai. Kau tahu kalau aku selalu sulit menolak permintaanmu," jawabnya tanpa melepaskan tatapan matanya.
"Ini dikantor,"
"Aku tahu dan kuberitahu ini kantorku,"
"Mereka akan curiga kalau kita terlalu lama berdua,"
Masumi mengangkat tubuh Maya dengan lengannya yang melilit di pinggul ramping itu. Maya melayang dalam pelukan Masumi dan dengan cepat dia sudah berada di kursi tamu. Duduk di atas pangkuan direktur Daito yang sama sekali tidak melepaskan pandangannya.
"Kau tahu? Kau begitu cantik Maya Kitajima." Goda Masumi, mengabaikan perkataan Maya sebelumnya. Kedua tangannya sekarang tertangkup di kedua sisi wajah Maya sementara kedua lengan Maya sudah bersandar manja di bahu kekar Masumi.
"Aku tahu," jawab Maya manja, rayuan Masumi membuatnya lupa kalau kakaknya bisa saja mendobrak pintu jika mereka terlalu lama di dalam.
Bayangan wajah Christ yang berkerut kesal saat Rose mengatakan meminta waktu sebentar untuk Maya bicara dengan direktur sebelum membicarakan kelanjutan rencana pementasan, sudah terlupakan olehnya. Otaknya hanya penuh dengan Masumi sekarang.
"Kau juga begitu tampan Pak Masumi," Maya balas menggoda.
Masumi menarik wajah Maya mendekat, kembali menempelkan kedua bibir yang tidak pernah puas bercumbu itu.
"Unggh!" Maya melenguh perlahan saat Masumi menggigit lembut bibir bawahnya. Suara Maya semakin memabukkan Masumi.
"Aku suka mendengar suaramu," kata Masumi dengan suara berat, bibirnya kembali menyapukan kecupan-kecupan lembut di dagu Maya dan disepanjang rahangnya, di bawah telinganya hingga menuruni garis lehernya. Maya menggigit bibir bawahnya, menahan dirinya mengeluarkan suara yang lebih provokatif lain.
"Hen...ti...kan...sa...yang," pinta Maya ditengah kesadarannya yang hanya tersisa sedikit. Dia mulai terbuai dengan kelembutan bibir Masumi.
"Tidak," suara berat itu menolak dan kembali merayu tubuh Maya dengan bibirnya. Kedua tangannya yang lebar tertahan dipunggung Maya. Mengusapnya lembut perlahan.
Maya semakin terengah saat Masumi mengeratkan pelukannya dan mendaratkan kecupan lembut di bahu Maya yang terbuka, melitasi dadanya, sepanjang garis leher bajunya yang terbuka sampai ke sisi bahu lainnya.
Maya mencengkram lengan Masumi dengan kuat. Masumi menggigit kecil bahunya dan membuat Maya memekik karena terkejut.
Maya menyurukkan kepalanya ke leher Masumi, bersandar di bahu itu sambil menenangkan diri. Mengatur napas.
"Hentikan.kau.bisa... membuatku.gila." Pinta Maya lagi dengan
napas yang tersengal.
"Menikahlah denganku Maya," bisik Masumi ditelinga Maya.
Masumi merasakan Maya tersenyum di lehernya.
"Maya?" Panggilnya lagi saat Maya tak juga merespon permintaannya.
"Kau melamarku dua kali Pak Masumi," jawab Maya kemudian. Masumi memang sudah melamarnya di Izu.
Masumi mengeratkan pelukannya, "Ini bukan lamaran sayang, aku mengajakmu mendiskusikan tentang pernikahan kita," jawab Masumi serius.
Maya tergelak sambil menegakkan kepalanya. Kesadarannya sudah kembali.
"Mendiskusikan pernikahan? Sekarang? Di sini? Ku kira pertemuan ini untuk mendiskusikan pementasan,"
"Jangan bercanda Maya. Aku serius. Aku sudah tidak sabar ingin memilikimu. Aku sudah tidak sabar untuk menyatakan pada dunia bahwa kau kekasihku,"
Tatapan mata Masumi memang menyatakan kesungguhannya, tapi Maya menganggap ini bukan waktu yang tepat untuk bicara. Selain karena mereka dikantor juga karena ada banyak orang sedang menunggu mereka dibalik pintu.
"Aku tahu kau sudah tidak sabar," Maya berkelakar, bergeser maju di pangkuan Masumi, membuat Masumi melotot dan napasnya terhenti saat tubuh bagian depan Maya bersandar di dadanya.
"Kau sekarang pandai menggoda Kitajima. Ku harap ini bukan karena pengalaman bersama orang lain," seringai tipis menghiasi bibir Masumi.
"Kau yang mengajariku sayang. Kau lupa berapa banyak hal yang kau ajarkan padaku sejak kita menjadi sepasang kekasih,"
Maya tak berkutik karena tubuhnya bersandar di pintu. Masumi lengsung melilitnya dan mengurungnya seraya menutup pintu kantornya. Memutar kunci dibelakang punggung Maya.
"Anda tahu syaratnya Pak Masumi," Maya juga memandangnya penuh provaktif.
"Kau semakin pandai mengatur semuanya sayang," kata Masumi sesaat sebelum bibirnya merapat dan memberikan syarat perdamaian yang diminta Maya.
Mata Maya terpejam, menikmati kelembutan bibir Masumi yang merayunya. Bibir hangat itu mengulumnya lembut dan saat Masumi mulai mendesakkan lidahnya, Maya terkesiap. Matanya terbuka seketika dan melihat Masumi memandangnya dengan mata gelapnya. Dia tahu Maya kewalahan, tapi dia tidak berhenti.
"Kau mau bermain Pak Masumi?" Desah Maya saat Masumi akhirnya melepas bibirnya.
"Kau yang mulai. Kau tahu kalau aku selalu sulit menolak permintaanmu," jawabnya tanpa melepaskan tatapan matanya.
"Ini dikantor,"
"Aku tahu dan kuberitahu ini kantorku,"
"Mereka akan curiga kalau kita terlalu lama berdua,"
Masumi mengangkat tubuh Maya dengan lengannya yang melilit di pinggul ramping itu. Maya melayang dalam pelukan Masumi dan dengan cepat dia sudah berada di kursi tamu. Duduk di atas pangkuan direktur Daito yang sama sekali tidak melepaskan pandangannya.
"Kau tahu? Kau begitu cantik Maya Kitajima." Goda Masumi, mengabaikan perkataan Maya sebelumnya. Kedua tangannya sekarang tertangkup di kedua sisi wajah Maya sementara kedua lengan Maya sudah bersandar manja di bahu kekar Masumi.
"Aku tahu," jawab Maya manja, rayuan Masumi membuatnya lupa kalau kakaknya bisa saja mendobrak pintu jika mereka terlalu lama di dalam.
Bayangan wajah Christ yang berkerut kesal saat Rose mengatakan meminta waktu sebentar untuk Maya bicara dengan direktur sebelum membicarakan kelanjutan rencana pementasan, sudah terlupakan olehnya. Otaknya hanya penuh dengan Masumi sekarang.
"Kau juga begitu tampan Pak Masumi," Maya balas menggoda.
Masumi menarik wajah Maya mendekat, kembali menempelkan kedua bibir yang tidak pernah puas bercumbu itu.
"Unggh!" Maya melenguh perlahan saat Masumi menggigit lembut bibir bawahnya. Suara Maya semakin memabukkan Masumi.
"Aku suka mendengar suaramu," kata Masumi dengan suara berat, bibirnya kembali menyapukan kecupan-kecupan lembut di dagu Maya dan disepanjang rahangnya, di bawah telinganya hingga menuruni garis lehernya. Maya menggigit bibir bawahnya, menahan dirinya mengeluarkan suara yang lebih provokatif lain.
"Hen...ti...kan...sa...yang," pinta Maya ditengah kesadarannya yang hanya tersisa sedikit. Dia mulai terbuai dengan kelembutan bibir Masumi.
"Tidak," suara berat itu menolak dan kembali merayu tubuh Maya dengan bibirnya. Kedua tangannya yang lebar tertahan dipunggung Maya. Mengusapnya lembut perlahan.
Maya semakin terengah saat Masumi mengeratkan pelukannya dan mendaratkan kecupan lembut di bahu Maya yang terbuka, melitasi dadanya, sepanjang garis leher bajunya yang terbuka sampai ke sisi bahu lainnya.
Maya mencengkram lengan Masumi dengan kuat. Masumi menggigit kecil bahunya dan membuat Maya memekik karena terkejut.
Maya menyurukkan kepalanya ke leher Masumi, bersandar di bahu itu sambil menenangkan diri. Mengatur napas.
"Hentikan.kau.bisa...
"Menikahlah denganku Maya," bisik Masumi ditelinga Maya.
Masumi merasakan Maya tersenyum di lehernya.
"Maya?" Panggilnya lagi saat Maya tak juga merespon permintaannya.
"Kau melamarku dua kali Pak Masumi," jawab Maya kemudian. Masumi memang sudah melamarnya di Izu.
Masumi mengeratkan pelukannya, "Ini bukan lamaran sayang, aku mengajakmu mendiskusikan tentang pernikahan kita," jawab Masumi serius.
Maya tergelak sambil menegakkan kepalanya. Kesadarannya sudah kembali.
"Mendiskusikan pernikahan? Sekarang? Di sini? Ku kira pertemuan ini untuk mendiskusikan pementasan,"
"Jangan bercanda Maya. Aku serius. Aku sudah tidak sabar ingin memilikimu. Aku sudah tidak sabar untuk menyatakan pada dunia bahwa kau kekasihku,"
Tatapan mata Masumi memang menyatakan kesungguhannya, tapi Maya menganggap ini bukan waktu yang tepat untuk bicara. Selain karena mereka dikantor juga karena ada banyak orang sedang menunggu mereka dibalik pintu.
"Aku tahu kau sudah tidak sabar," Maya berkelakar, bergeser maju di pangkuan Masumi, membuat Masumi melotot dan napasnya terhenti saat tubuh bagian depan Maya bersandar di dadanya.
"Kau sekarang pandai menggoda Kitajima. Ku harap ini bukan karena pengalaman bersama orang lain," seringai tipis menghiasi bibir Masumi.
"Kau yang mengajariku sayang. Kau lupa berapa banyak hal yang kau ajarkan padaku sejak kita menjadi sepasang kekasih,"
Maya kembali bergeser. Masumi menahan napasnya.
"Nakal!" Kata Masumi saat kedua hidung mereka menempel.
Maya hanya menyeringai senang.
"Beruntung kau menggunakan celana panjang," Masumi menganggkat pinggul Maya dan menggeser tubuh itu sedikit ke belakang.
Maya tergelak, menekan lututnya dikursi lalu beranjak berdiri.
"Aku tak yakin kau akan melakukannya meski aku tidak berpakaian sekarang," kata Maya sambil berdiri dan cekikikan senang, membenahi baju dan rambutnya.
"Kau menantangku?" Masumi berkerut tidak senang.
"Nakal!" Kata Masumi saat kedua hidung mereka menempel.
Maya hanya menyeringai senang.
"Beruntung kau menggunakan celana panjang," Masumi menganggkat pinggul Maya dan menggeser tubuh itu sedikit ke belakang.
Maya tergelak, menekan lututnya dikursi lalu beranjak berdiri.
"Aku tak yakin kau akan melakukannya meski aku tidak berpakaian sekarang," kata Maya sambil berdiri dan cekikikan senang, membenahi baju dan rambutnya.
"Kau menantangku?" Masumi berkerut tidak senang.
Meski batinnya
mengiyakan perkataan Maya. Dia sudah berjanji akan memiliki Maya seutuhnya
setelah mereka menikah nanti.
"Aku tahu kau tidak bisa ditantang untuk satu hal ini Masumi," kata Maya disambut senyum simpul Masumi.
Dia mencondongkan tubuhnya, tangannya terulur merapikan dasi Masumi, juga jasnya. Mengusap dadanya lembut saat dasi dan jasnya sudah rapi. Jari kecilnya merapikan rambut Masumi yang cukup berantakan.
"Nah, sudah siap Pak Direktur."
Maya kembali menegakkan tubuhnya, membuat tanda oke dengan melingkarkan ibu jari dan telunjukknya. Bibirnya yang merah muda kembali tersenyum provokatif.
"Lipstikmu tidak hilang?" Masumi memperhatikan bibir Maya yang masih terlihat merona segar dengan pulasan lipstik yang warnanya masih menempel sempurna.
Maya tertawa sambil berjalan ke pintu.
"Aku tahu kau tidak bisa ditantang untuk satu hal ini Masumi," kata Maya disambut senyum simpul Masumi.
Dia mencondongkan tubuhnya, tangannya terulur merapikan dasi Masumi, juga jasnya. Mengusap dadanya lembut saat dasi dan jasnya sudah rapi. Jari kecilnya merapikan rambut Masumi yang cukup berantakan.
"Nah, sudah siap Pak Direktur."
Maya kembali menegakkan tubuhnya, membuat tanda oke dengan melingkarkan ibu jari dan telunjukknya. Bibirnya yang merah muda kembali tersenyum provokatif.
"Lipstikmu tidak hilang?" Masumi memperhatikan bibir Maya yang masih terlihat merona segar dengan pulasan lipstik yang warnanya masih menempel sempurna.
Maya tertawa sambil berjalan ke pintu.
"Aku punya lipstik yang khusus kupersiapkan untuk
mengantisipasi seranganmu Pak Masumi."
"Serangan?" Masumi menanggapi sambil berjalan ke meja kerjanya.
"Iya, se-rang-an," Maya membuka kunci pintu lalu berbalik, berjalan kearah meja kerja Masumi.
"Nah bagaimana dengan masalah perdamaiannya Nona Kitajima?" Tanya Masumi saat Maya sudah duduk dengan tenang dihadapannya.
"Saya sudah selesai dengan itu Pak Masumi," sahut Maya.
Dan Christ menjadi orang pertama yang masuk keruangan setelah lima belas menit menunggu di luar. Wajah leganya disembunyikan dengan sebuah seringai saat melihat Maya dan Masumi duduk tenang di meja kerja.
"Diskusi yang cukup singkat," katanya pada Masumi yang menjadi ironi tajam bagi Maya. Christ jelas tahu apa yang dilakukan adiknya dan Masumi dibalik pintu tertutup.
***
"Serangan?" Masumi menanggapi sambil berjalan ke meja kerjanya.
"Iya, se-rang-an," Maya membuka kunci pintu lalu berbalik, berjalan kearah meja kerja Masumi.
"Nah bagaimana dengan masalah perdamaiannya Nona Kitajima?" Tanya Masumi saat Maya sudah duduk dengan tenang dihadapannya.
"Saya sudah selesai dengan itu Pak Masumi," sahut Maya.
Dan Christ menjadi orang pertama yang masuk keruangan setelah lima belas menit menunggu di luar. Wajah leganya disembunyikan dengan sebuah seringai saat melihat Maya dan Masumi duduk tenang di meja kerja.
"Diskusi yang cukup singkat," katanya pada Masumi yang menjadi ironi tajam bagi Maya. Christ jelas tahu apa yang dilakukan adiknya dan Masumi dibalik pintu tertutup.
***
Eisuke mengetatkan rahangnya, melihat laporan yang baru saja
diterimanya.
"Jadi Kitajima tinggal dirumah keluarga Anderson?" Tanyanya geram.
"Benar tuan. Tapi sepertinya hal itu juga dirahasiakan. Tidak ada satupun pelayan keluarga Anderson yang mau bicara. Orang kita berhasil mendapat informasi setelah salah seorang supirnya kelepasan bicara di studio bahwa dia akan mengantar Nona Kitajima menemui Tuan Muda Anderson," Asa menjelaskan hasil laporan anak buahnya.
"Jadi benar kalau ternyata anak kecil itu yang memiliki hubungan dengan keluarga Anderson?" Tanya Eisuke lagi.
"Benar Tuan, tapi kami tidak tahu seperti apa tepatnya hubungan itu terjalin." Jelas Asa.
"Soal foto yang dikirim tempo hari, apa sudah tahu siapa pengirimnya?"
Mata Eisuke melirik lima lembar foto yang terserak di meja kerjanya.
"Kami belum tahu Tuan. Foto itu tergeletak begitu saja di kotak surat, tidak tahu siapa yang mengirimnya."
Wajah Eisuke semakin mengeras.
"Apa gadis itu mempermainkanku? Dari foto itu jelas Maya memiliki hubungan khusus dengan Christian. Selidiki terus Asa, aku mau tahu apa yang sebenarnya terjadi."
"Baik Tuan,"
"Maya Kitajima, aku tidak akan memaafkanmu jika sampai kau mempermainkanku!!"
Tangannya meremas kuat foto Maya dan Christ.
"Masumi...," mulutnya mendesis marah menyebut nama anak angkatnya itu.
***
Latihan drama Bidadari Merah sudah dimulai. Semua pemain menyambut Maya dengan antusias. Mereka bersemangat saat mendengar drama akan dipentaskan lebih awal dari rencana yang semula.
Sekarang semua berlatih dengan keras, terlebih lagi mereka melihat Maya yang semakin bagus. Latihan keras vokal, tari dan olah tubuhnya di Scarlet membuahkan hasil yang luar biasa. Keanggunan Maya sebagai bidadari semakin terlihat.
Dari semua pemain yang bergembira, ada seorang yang sangat antusias dan berbahagia menyambut kedatangan Maya, Yuu Sakurakoji.
Kaki Koji sudah sembuh dan dia berakting dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengimbangi akting Maya. Alhasil, Maya dan Koji menjadi Akoya dan Isshin yang sempurna. Siapa saja yang melihat adegan Akoya bersama dengan Isshin pasti akan mengira bahwa keduanya benar-benar sepasang kekasih. Para penggemar Koji bahkan sempat cemburu dengan Maya dan para penggemar Maya yang sekarang semakin bertambah jumlahnya sangat mendukung jika Maya juga menjalin hubungan dengan Koji di luar panggung. Namun Maya selalu menanggapi semua komentar penggemarnya itu dengan gurauan.
Siang itu Duo Daito mengunjungi studio untuk melihat perkembangan latihan Bidadari Merah. Pementasan hanya tinggal dua minggu lagi. Semua pihak terlihat sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Maya dan Koji juga memiliki jadwal latihan yang padat selain juga jadwal wawancara dan syuting iklan untuk keperluan promosi.
Kening Masumi berkerut, menatap kesal pada buket bungan mawar putih yang terpajang di meja, di studio latihan. Dia tahu bunga itu dari Christ, beberapa orang juga mulai membicarakan perhatian Christ pada Maya. Ini bunga ketiga yang dikirim Christ dalam minggu ini selama latihan Bidadari Merah berlangsung. Dan seperti biasa, Masumi tidak akan sudi tersaingi. Dia sudah menyuruh Hijiri untuk mengantar buket bunga mawar ungu untuk Maya SETIAP HARI.
"Jadi Kitajima tinggal dirumah keluarga Anderson?" Tanyanya geram.
"Benar tuan. Tapi sepertinya hal itu juga dirahasiakan. Tidak ada satupun pelayan keluarga Anderson yang mau bicara. Orang kita berhasil mendapat informasi setelah salah seorang supirnya kelepasan bicara di studio bahwa dia akan mengantar Nona Kitajima menemui Tuan Muda Anderson," Asa menjelaskan hasil laporan anak buahnya.
"Jadi benar kalau ternyata anak kecil itu yang memiliki hubungan dengan keluarga Anderson?" Tanya Eisuke lagi.
"Benar Tuan, tapi kami tidak tahu seperti apa tepatnya hubungan itu terjalin." Jelas Asa.
"Soal foto yang dikirim tempo hari, apa sudah tahu siapa pengirimnya?"
Mata Eisuke melirik lima lembar foto yang terserak di meja kerjanya.
"Kami belum tahu Tuan. Foto itu tergeletak begitu saja di kotak surat, tidak tahu siapa yang mengirimnya."
Wajah Eisuke semakin mengeras.
"Apa gadis itu mempermainkanku? Dari foto itu jelas Maya memiliki hubungan khusus dengan Christian. Selidiki terus Asa, aku mau tahu apa yang sebenarnya terjadi."
"Baik Tuan,"
"Maya Kitajima, aku tidak akan memaafkanmu jika sampai kau mempermainkanku!!"
Tangannya meremas kuat foto Maya dan Christ.
"Masumi...," mulutnya mendesis marah menyebut nama anak angkatnya itu.
***
Latihan drama Bidadari Merah sudah dimulai. Semua pemain menyambut Maya dengan antusias. Mereka bersemangat saat mendengar drama akan dipentaskan lebih awal dari rencana yang semula.
Sekarang semua berlatih dengan keras, terlebih lagi mereka melihat Maya yang semakin bagus. Latihan keras vokal, tari dan olah tubuhnya di Scarlet membuahkan hasil yang luar biasa. Keanggunan Maya sebagai bidadari semakin terlihat.
Dari semua pemain yang bergembira, ada seorang yang sangat antusias dan berbahagia menyambut kedatangan Maya, Yuu Sakurakoji.
Kaki Koji sudah sembuh dan dia berakting dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengimbangi akting Maya. Alhasil, Maya dan Koji menjadi Akoya dan Isshin yang sempurna. Siapa saja yang melihat adegan Akoya bersama dengan Isshin pasti akan mengira bahwa keduanya benar-benar sepasang kekasih. Para penggemar Koji bahkan sempat cemburu dengan Maya dan para penggemar Maya yang sekarang semakin bertambah jumlahnya sangat mendukung jika Maya juga menjalin hubungan dengan Koji di luar panggung. Namun Maya selalu menanggapi semua komentar penggemarnya itu dengan gurauan.
Siang itu Duo Daito mengunjungi studio untuk melihat perkembangan latihan Bidadari Merah. Pementasan hanya tinggal dua minggu lagi. Semua pihak terlihat sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Maya dan Koji juga memiliki jadwal latihan yang padat selain juga jadwal wawancara dan syuting iklan untuk keperluan promosi.
Kening Masumi berkerut, menatap kesal pada buket bungan mawar putih yang terpajang di meja, di studio latihan. Dia tahu bunga itu dari Christ, beberapa orang juga mulai membicarakan perhatian Christ pada Maya. Ini bunga ketiga yang dikirim Christ dalam minggu ini selama latihan Bidadari Merah berlangsung. Dan seperti biasa, Masumi tidak akan sudi tersaingi. Dia sudah menyuruh Hijiri untuk mengantar buket bunga mawar ungu untuk Maya SETIAP HARI.
Maya hanya bisa
bersabar dengan kondisinya sekarang, terkadang tergelak saat mendengar komentar
orang yang melihat dua buket bunga mahal itu terpajang di studio latihan.
Teman-teman Maya mengaku iri Maya memiliki penggemar fanatik yang hebat. Mawar
ungu dan mawar putih.
Mawar ungu, meski tidak ada yang tahu identitasnya
-kecuali Maya tentunya- tapi bisa dipastikan dia aadalah orang kaya, melihat
semua dukungan yang sudah diberikan pada Maya selama ini. Lalu sekarang
bertambah satu lagi, mawar putih, yang jelas semua tahu adalah seorang
konglomerat tampan. Dan hebatnya lagi keduanya adalah pemilik Daito. Siapapun
pasti akan merasa iri dengan keberuntungan Maya.
Christ dan Masumi tertegun lama melihat Maya berlatih. Bahkan saat hanya sedang berlatih, Maya bisa begitu mempesona.
"Stop! Istirahat setengah jam,"
Kuronuma menghentikan latihan dan menghampiri Duo Daito yang tengah mengamati Maya.
"Bagaimana Pak Masumi, Tuan Anderson?" Kuronuma menanyakan pendapat dua eksekutif muda itu.
"Sejak pertama kali melihatnya, akting Kitajima tidak pernah mengecewakan," Christ melontarkan pendapatnya.
"Dia memang selalu total dalam berakting Tuan Anderson," Kuronuma juga berpendapat. "Bagaimana dengan anda Pak Masumi?"
"Aktingnya semakin bagus, aku bahkan lupa ini hanya latihan," kata Masumi.
Kuronuma mengangguk setuju. "Dia luar biasa, aku terkejut dia berkembang sepesat ini. Dan caranya mengungkapkan perasaan Akoya...hmmm, semakin bagus saja. Sepertinya aku harus berterima kasih pada gurunya," kalimat bermakna ganda dari Kuronuma membuat Masumi menyeringai. Bukankah dirinya yang membuat Maya mengerti makna cinta Bidadari Merah.
Maya melirik pada Christ dan Masumi yang masih berbicara dengan Kuronuma, matanya kemudian melirik dua buket bunga yang terletak tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Maya,"
Panggilan Koji mengejutkan Maya. Saat dia menoleh Koji mengulurkan sebotol air mineral padanya.
"Terima kasih," Maya sempat menangkap tatapan tajam Masumi padanya.
"Dia terus melihat padamu," kata Koji lirih saat dia dengan sengaja duduk di sebelah Maya. Ternyata Maya bukan satu-satunya orang yang melihat kilatan mata itu.
"Itukan memang tugasnya Koji. Melihat perkembangan latihan ini," Maya mencoba memberi alasan profesional atas tatapan Masumi padanya.
Koji mendengus kesal, "Aku yakin bukan begitu, dia terlihat seperti ingin menelanmu bulat-bulat dengan pandangannya itu,"
Maya tersedak minumannya dan ekspresi Masumi semakin mengeras saat melihat Koji menepuk-nepuk punggung Maya. Christ melihat perubahan seketika ekspresi Masumi, terhalang Kuronuma, diapun memiringkan kepalanya melihat ke arah mata Masumi memandang. Dan dia langsung tahu alasannya.
Christ dan Masumi tertegun lama melihat Maya berlatih. Bahkan saat hanya sedang berlatih, Maya bisa begitu mempesona.
"Stop! Istirahat setengah jam,"
Kuronuma menghentikan latihan dan menghampiri Duo Daito yang tengah mengamati Maya.
"Bagaimana Pak Masumi, Tuan Anderson?" Kuronuma menanyakan pendapat dua eksekutif muda itu.
"Sejak pertama kali melihatnya, akting Kitajima tidak pernah mengecewakan," Christ melontarkan pendapatnya.
"Dia memang selalu total dalam berakting Tuan Anderson," Kuronuma juga berpendapat. "Bagaimana dengan anda Pak Masumi?"
"Aktingnya semakin bagus, aku bahkan lupa ini hanya latihan," kata Masumi.
Kuronuma mengangguk setuju. "Dia luar biasa, aku terkejut dia berkembang sepesat ini. Dan caranya mengungkapkan perasaan Akoya...hmmm, semakin bagus saja. Sepertinya aku harus berterima kasih pada gurunya," kalimat bermakna ganda dari Kuronuma membuat Masumi menyeringai. Bukankah dirinya yang membuat Maya mengerti makna cinta Bidadari Merah.
Maya melirik pada Christ dan Masumi yang masih berbicara dengan Kuronuma, matanya kemudian melirik dua buket bunga yang terletak tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Maya,"
Panggilan Koji mengejutkan Maya. Saat dia menoleh Koji mengulurkan sebotol air mineral padanya.
"Terima kasih," Maya sempat menangkap tatapan tajam Masumi padanya.
"Dia terus melihat padamu," kata Koji lirih saat dia dengan sengaja duduk di sebelah Maya. Ternyata Maya bukan satu-satunya orang yang melihat kilatan mata itu.
"Itukan memang tugasnya Koji. Melihat perkembangan latihan ini," Maya mencoba memberi alasan profesional atas tatapan Masumi padanya.
Koji mendengus kesal, "Aku yakin bukan begitu, dia terlihat seperti ingin menelanmu bulat-bulat dengan pandangannya itu,"
Maya tersedak minumannya dan ekspresi Masumi semakin mengeras saat melihat Koji menepuk-nepuk punggung Maya. Christ melihat perubahan seketika ekspresi Masumi, terhalang Kuronuma, diapun memiringkan kepalanya melihat ke arah mata Masumi memandang. Dan dia langsung tahu alasannya.
Kuronuma berhenti bicara saat
Christ dan Masumi tak lagi terlihat fokus padanya. Membalikkan tubuhnya dan
Kuronuma juga langsung mengerti alasannya.
Koji sengaja duduk sedekat mungkin pada Maya, memberikan perhatian yang berlebihan padanya, menikmati ekspresi cemburu Masumi yang semakin melihat.
"Gawat, Koji sengaja membuat Masumi cemburu,"
"Aku ke toilet sebentar," Maya beranjak untuk menghindari Koji sekaligus menghindarkan dirinya dari penyakit akut kekasihnya, cemburu. Masumi selalu hilang akal saat cemburu dan dia sedang tidak mau bertengkar karena masalah itu.
Namun rencana Maya gagal. Air mineralnya yang tumpah tadi membuat lantai menjadi licin.
"Kyaa!!"
"Maya!"
Maya terpeleset dan Koji dengan cepat menangkapnya. Maya terjatuh dalam pangkuan Koji.
Perhatian seluruh ruangan langsung tertuju pada sumber suara. Para pemain langsung bersiul-siul dan menggoda Akoya juga Isshin, menganggap bahwa itu adalah kejadian yang disengaja.
Masumi semakin meradang, terpaku ditempatnya. Namun sebaliknya dengan Christ, dengan santai dia menghampiri Maya dan membantunya berdiri.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Christ dengan masih menggenggam kedua tangan Maya.
"Iya, terima kasih," kata Maya.
Tidak sanggup lagi melihat, Masumi mengepalkan tangannya dan langsung pergi meninggalkan studio. Christ dan Koji, batinnya merutuki dua nama itu.
"Oh, tidak...!" Keluh Maya.
***
Koji sengaja duduk sedekat mungkin pada Maya, memberikan perhatian yang berlebihan padanya, menikmati ekspresi cemburu Masumi yang semakin melihat.
"Gawat, Koji sengaja membuat Masumi cemburu,"
"Aku ke toilet sebentar," Maya beranjak untuk menghindari Koji sekaligus menghindarkan dirinya dari penyakit akut kekasihnya, cemburu. Masumi selalu hilang akal saat cemburu dan dia sedang tidak mau bertengkar karena masalah itu.
Namun rencana Maya gagal. Air mineralnya yang tumpah tadi membuat lantai menjadi licin.
"Kyaa!!"
"Maya!"
Maya terpeleset dan Koji dengan cepat menangkapnya. Maya terjatuh dalam pangkuan Koji.
Perhatian seluruh ruangan langsung tertuju pada sumber suara. Para pemain langsung bersiul-siul dan menggoda Akoya juga Isshin, menganggap bahwa itu adalah kejadian yang disengaja.
Masumi semakin meradang, terpaku ditempatnya. Namun sebaliknya dengan Christ, dengan santai dia menghampiri Maya dan membantunya berdiri.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Christ dengan masih menggenggam kedua tangan Maya.
"Iya, terima kasih," kata Maya.
Tidak sanggup lagi melihat, Masumi mengepalkan tangannya dan langsung pergi meninggalkan studio. Christ dan Koji, batinnya merutuki dua nama itu.
"Oh, tidak...!" Keluh Maya.
***
Maya mondar mandir dengan gelisah diapartemen Christ. Masumi
tidak mau menemuinya. Christ memang mengatakan kalau malam ini mereka ada
pertemuan sekaligus makan malam dengan beberapa relasi. Tapi Maya tahu bukan
itu alasannya.
Sekali lagi dia menekan tombol panggil dan berhenti dengan
kecewa, panggilannya dialihkan ke kotak suara. Padahal biasanya meski rapat
sekalipun Masumi pasti menjawab panggilannya.
"Oh, ayolah Masumi. Kenapa kau masih saja tidak percaya kalau aku hanya mencintaimu," keluh Maya.
"Oh, ayolah Masumi. Kenapa kau masih saja tidak percaya kalau aku hanya mencintaimu," keluh Maya.
Sekali lagi dia berjalan mondar mandir di ruang
tamu. Rose dan Alex tidak berani mengganggunya.
Maya memandang handphone ditangannya, berpikir sejenak lalu menekan tombol panggil.
"Ada apa?"
"Apa dia bersamamu kak?"
Christ tertawa, menertawakan kecemasan adiknya. Dia tahu Maya sejak tadi mencoba menghubungi Masumi karena Masumi juga berkali-kali terlihat gelisah melihat handphonenya yang bergetar di meja. Keduanya membuat Christ sangat terhibur.
"Kak?!" Panggil Maya saat Christ tidak juga menjawab.
"Iya, dia sedang berbicara dengan beberapa relasi. Aku baru saja dari toilet,"
"Pukul berapa kalian selesai?"
"Mungkin sebentar lagi. Tapi sepertinya Masumi berniat kembali ke Daito."
"Yang benar saja, ini kan sudah jam sepuluh malam?!"
"Sudah tidak usah khawatir, kau tidur saja. Besok mungkin kemarahannya mereda."
Maya memandang handphone ditangannya, berpikir sejenak lalu menekan tombol panggil.
"Ada apa?"
"Apa dia bersamamu kak?"
Christ tertawa, menertawakan kecemasan adiknya. Dia tahu Maya sejak tadi mencoba menghubungi Masumi karena Masumi juga berkali-kali terlihat gelisah melihat handphonenya yang bergetar di meja. Keduanya membuat Christ sangat terhibur.
"Kak?!" Panggil Maya saat Christ tidak juga menjawab.
"Iya, dia sedang berbicara dengan beberapa relasi. Aku baru saja dari toilet,"
"Pukul berapa kalian selesai?"
"Mungkin sebentar lagi. Tapi sepertinya Masumi berniat kembali ke Daito."
"Yang benar saja, ini kan sudah jam sepuluh malam?!"
"Sudah tidak usah khawatir, kau tidur saja. Besok mungkin kemarahannya mereda."
“Mana mungkin semudah itu? Dia pernah mendiamkanku selama dua
bulan karena Satomi dan sekarang? Oh tidak….Koji dan…kau juga…membuatku dalam
masalah!” Maya mengoceh panjang lebar.
“Kau berlebihan sayang, dia tidak akan sanggup kehilanganmu. Dia
sendiri sudah hampir gila daritadi. Tapi keadaannya memang tidak memungkinkan
untuk menjawab teleponmu. Dia tidak akan bisa fokus kalau bertengkar denganmu
sekarang,” kata Christ mencoba menjelaskan situasi yang dialami Masumi.
Maya terdiam. Batinnya tidak setuju dengan perkataan kakaknya.
“Maya?” panggil Christ, Maya masih terdiam, “Maya?” ulangnya
dengan suara yang lebih keras.
“Iya,” sahutnya lesu.
Christ menghela napas panjang, “Sudahlah, ini sudah malam. Kau
harus segera istirahat. Jadwalmu padat Maya, kau harus menjaga kesehatanmu.
Jangan khawatirkan Masumi,”
“Hhmm,”
“Kau mengerti yang ku katakan?”
“Iya,”
“Kalau begitu cepat matikan teleponnya dan pergi tidur! Aku harus
segera kembali ke mejaku,” perintah Christ.
Tak menjawab lagi, Maya segera mematikan teleponnya.
“Masumi menyebalkan!!” teriaknya saat akhirnya dia masuk ke
kamar.
***
Masumi kembali ke Daito untuk mengambil dokumen yang tadi
sempat tertinggal. Kecemburuannya membuat dia tidak berkonsentrasi, padahal
Mizuki sudah dua kali mengingatkan untuk tidak lupa membawanya. Dia memang
berencana memeriksa dokumen itu di rumah.
Tubuhnya juga sudah merasa lelah. Dia bergegas meninggalkan kantornya
setelah mengambil dokumen yang diperlukannya. Melintasi lobi, Masumi
menghentikan langkahnya saat security memanggilnya.
“Ada apa?”
“Tadi ada seseorang yang datang dan menitipkan ini untuk anda
Pak Masumi.”
Security memberikan sebuah amplop pada Masumi.
“Apa ini? Dari mana?”
“Saya juga tidak tahu. Pengirimnya hanya mengatakan ini harus
langsung diberikan pada anda. Katanya rahasia, jadi saya pikir ini penting. Saya
juga sudah memindainya, tidak ada yang mencurigakan atau membahayakan. Kemungkinan
isinya hanya dokumen,”
Meski heran Masumi tetap menerimnya,
“Terima kasih,”
“Ya Pak, selamat jalan,”
Security membungkuk hormat dan Masumi hanya mengangguk lalu
bergegas menuju mobilnya.
“Kita pulang,” kata Masumi pada sopirnya.
“Baik Tuan Muda,”
Mobilpun melaju.
Masumi penasaran dengan amplop yang baru diterimanya. Tidak sabar
menunggu tiba di rumah, diapun segera membukanya.
Ekspresinya mengeras seketika, menatap tidak percaya pada apa
yang dipegangnya.
“Maya….dan
Christian?”
Foto Maya dalam pelukan Christ di bandara JFK.
***
>>Bersambung<<
18 Comments
Miss u... moga suka sama chapter ini ya...
ReplyDeletemenebus kesalahan, ini 43 halaman word
kalo masih kurang panjang berarti sabar buat next chap ya...hahahaha
met baca semua... *big hug
Hadeuh masumi... cemburu aja
ReplyDeleteAduhhh...pasti masumi cemburu lg...makin riweuh aja ini mah...
ReplyDeleteWaduuuhhhh.... besok pasti gempar nih :D
ReplyDeleteBuruan ya mb lanjutannya... :3 *waiting waiting
Agaaaaiiiinnnn.... digantung dengan penasaran.....hahahahaaa.... u make me crazy sist.... tp puas baca update yg super panjang ini... n ttp tentunya kurang puas n penasaran nunggu next chapt..... at least today aq bisa tidur tenang sist.... thanks a lot... ttp semangat n ditunggu bgt lanjutannya......
ReplyDeleteSist Agnes...pinter bgt sih motongnya... :-(
ReplyDeleteLagi seru itu... Huhuhu... Alamatnya bkalan susah tidur nih bbrpa hri ini...
Lanjut lagi sista....
Eaaaa.... paket saingan komplit ini mah... ada Koji ada Christ.... selamat menikmati rasa cemburu ya Masumi.... dah cepetan dibongkar rahasianya Maya mba.... ga tega liat si akang Xixixixi
ReplyDeleteKeren.. Mantap... ga bosan bacanya walau tengkukku dah terasa kaku. Tp sist Agnes pasti jari2 nya juga dah kaku tuh kelamaan ngetik hahaha... Terimakasih banyak say... nice story as always. This story brings me to heavenly mood n moment. Love MM n u too. Warm kiss for ur lovely idea, muaaahh... hahaha...
ReplyDelete- Fitria GW -
Ralat sist... ternyata malah jadi ga bisa tidur aq ... hiks..hiks...penasaran.... 3x balik baca chapter ini,huaaaaaa..... lanjutannya duooonk jg pake lama ya ciiinnn.....
ReplyDeleteAku juga ga bisa tidur kemarin gara2 modem, hahhaaaaa
Deleteakhirnya bisa update meski nunggu sampe malem...
thank u ya say, da baca... :)
kerennn mba agnes.. di tunggu yahh kelanjutannya.. please jangan seperti SM.. ini dh 3x nya aku baca
ReplyDeleteanother excellent TK fanfic...ngobatin rindunya ketemu MM krn kelamaaan nungguin terbit komik barunya
ReplyDeleteNanti malem diupdate lagi kan mbak.. #ngarep# he3
ReplyDeleteTahan emosi....sambil minum teh merk SABAR.....mantap mba agnes....lanjuuutt.....
ReplyDeleteserasa diaduk-aduk perasaan hatiku.. hiks.. kelanjutannya jangan lama-lama ya sis agnes...
ReplyDeleteAku suka peran christ dlm kisah ini... N aku kurang tertarik dgn skinskip maya masumi krn terlalu sering dibahas... Kisah maya yg tiba tiba mendptkan keluarga kakak ayah ibu sgt mengharukan sekaligus bumbu penyedap yg memberikan semangat. Btw kisah ini menarik n bgs... Trims krn sudah memposting ny... Aku adalah penggemar tk n serial ny dr dulu... Maya mmg gadis yg beruntung
ReplyDeleteTerima kasih buat komentar dan masukannya :D
DeleteSemoga menikmati cerita lainnya dan jangan lupa komen juga ya ;)
Kerenn👍👍👍👍👍
ReplyDelete