Kesepuluh : Kebebasan

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalannya.

*********************************************************************************



"Jadi apa tujuanmu datang kesini?" Eisuke menatap Maya tajam tapi gadis itu sama sekali tidak terintimidasi. Maya yakin kali ini dia yang memegang kuasa.

"Membicarakan tentang Bidadari Merah," jawab Maya tenang.

Mendengar tentang bidadari merah membuat Eisuke begitu bersemangat, terlebih dia tahu kalau Maya pemegang hak pementasan karya agung yang bertahun-tahun diinginkannya, bahkan bisa dibilang sebagai tujuan hidupnya.

"Sebaiknya anda siapkan hati anda untuk mendengar apa yang akan saya katakan Tuan Hayami," Maya masih duduk dengan anggun di sofa mewah, mengukur setiap reaksi Eisuke agar bisa disesuaikan dengan peran yang dimainkannya. "Pertama-tama saya akan mengatakan kalau saya mencintai putra anda, maksud saya putra angkat anda."

Eisuke terkejut. "Maksudmu kau mencintai Masumi?"

"Apa anda memiliki putra yang lain?" Seringai Maya membuat Eisuke meradang.

"Omong kosong!! Masumi tidak akan jatuh cinta dengan gadis kecil sepertimu. Lagipula dia akan menikah dengan Shiori dan menjadi pewaris grup Takatsu. Shiori lebih sepadan menjadi pendamping Masumi dibandingkan dirimu,"

Hati Maya seperti disayat saat mendengar penuturan Eisuke. Batinnya berang saat dirinya dibandingkan dengan Shiori.

"Bukankah Masumi sudah membatalkan rencana pernikahan itu?" pancing Maya.

"Iya, tapi Masumi sudah merubah kembali keputusannya. Dia bersedia menikahi Shiori. Semua persiapan sudah dilakukan sekarang,"

"Dan alasan pernikahan diteruskan karena?"

Mata Maya menyipit memandang Eisuke yang mulai tergagap.

"Itu...bukan urusanmu," jawabnya tegas.

"Tentu itu menjadi urusan saya! Bukankah saya sudah katakan kalau saya mencintai Masumi." Maya menaikkan nada suaranya, membuat Eisuke diam menahan marah.

Maya menghela napas, mengambil kembali kontrol emosinya, "Biar saya perjelas semuanya, Masumi dipaksa oleh keluarga Takamiya untuk menikahi Shiori karena Masumi dianggap bertanggung jawab atas deperesi Shiori yang menyebabkannya mencoba bunuh diri dua kali. Benar begitu Tuan Hayami,"

"Kau...,"

"Saya anggap anda mengiyakannya," Maya memerankan perannya dengan baik, tapi semuanya belum selesai.

"Kalau itu benar, apa yang akan kau lakukan? Kau tidak akan bisa mengubah semuanya," Eisuke sudah mendapatkan kembali ketenangannya dan kembali menantang Maya.

"Apa yang akan saya lakukan?" Maya tertawa penuh dengan nada sarkastik, Eisuke sama sekali tidak berpaling dari Maya. Matanya mengikuti setiap gerakan Maya.

"Saya akan melakukan apa yang Shiori lakukan," jawab Maya datar.

Eisuke mengernyit.

"Oh, tidak seperti yang anda pikirkan Tuan Hayami, saya tidak akan repot-repot mencoba bunuh diri, tapi saya akan meniru cara Shiori yang menekan Masumi untuk menikahinya." Tatapan tajam Maya kembali menusuk mata Eisuke. Asa, tangan kanan Eisuke, yang sejak tadi hanya diam tak bergeming di belakang Eisuke sekarang mulai menunjukkan ekspresi bingung dan takut.

"Kau tidak akan bisa melakukannya! Kau pikir bisa apa gadis ingusan sepertimu?" Eisuke kehabisan kesabaran, suaranya meninggi satu oktaf.

Maya tertawa, "Ya, anda benar Tuan Hayami saya memang tidak bisa melakukan hal itu. Tapi itu bukan masalah karena memang bukan saya yang akan melakukannya," Maya terdiam sejenak, menciptakan jeda sebelum membuat klimaks pada dramanya kali ini, menghela napas sebentar, "Karena andalah yang akan melakukannya untuk saya," lanjut Maya.

Dan bagai tersambar petir, tubuh Eisuke bergetar menahan amarah, "Apa maksudmu Maya?" Suaranya bahkan ikut bergetar.

Maya menyeringai senang melihat reaksi Eisuke, "Anda bilang saya gadis ingusan dan saya harus mengingatkan anda bahwa gadis ingusan ini adalah pemegang hak pementasan Bidadari Merah. Sesuatu yang anda ingin miliki selama ini! sesuatu yang lebih penting bahkan dari seluruh hidup anda!" Maya meninggikan suaranya dua oktaf, membuat suaranya bergema diruang tamu.

"Apa kau akan memberikan hak pementasan jika aku membatalkan pernikahan ini?" Suara Eisuke terdengar penuh harap, meski ekspresinya tidak mencerminkan wajah memohon.

Maya tertawa, "Memberikan hak pementasan pada anda? Itu sama saja anda mengharapkan matahari terbit dari barat Tuan Hayami,"

Wajah Eisuke kembali menegang.

"Saya akan memberikan hak pementasan itu pada orang yang sangat saya cintai, Masumi,"

Eisuke terhenyak dikursi rodanya.

Suasana menjadi hening. Maya masih mengamati reaksi Eisuke.

"Masumi adalah direktur Daito, kalau kau memberikannya pada Masumi itu sama saja kau memberikannya padaku. Apa kau pikir Mayuko akan diam saja kau melakukan hal itu?" Eisuke menganalisa rencana Maya.

"Ini tidak ada hubungannya lagi dengan Bu Mayuko. Sepenuhnya adalah hak saya untuk memberikannya pada siapa saja yang saya inginkan dan menurut pandangan saya hak itu milik Masumi bukan milik Daito. Tapi...jika anda ingin Masumi tetap di Daito maka anda harus melakukan apa yang saya mau," ancam Maya.

"Masumi tidak akan meninggalkan Daito, aku yang membesarkannya. Dia berhutang seluruh kehidupannya padaku!" Hardik Eisuke.

"Tidak Tuan Hayami! Masumi tidak berhutang apa-apa pada Anda! Dia sudah membayar semua hutangnya dengan kematian ibunya, dengan merelakan semua kebahagiaannya, kerja kerasnya sudah membayar semua hutang beserta bunganya. Daito tidak akan jadi seperti sekarang tanpa Masumi. Daito adalah hasil pengorbanan hidup Masumi yang anda paksakan karena ambisi dan keegoisan anda!" Maya balas berteriak.

"Lancang kau Maya!" teriak Eisuke, seluruh tubuhnya kembali bergetar, Asa yang berdiri dibelakangnya sampai turun tangan untuk menenangkannya.

"Ya saya lancang. Tapi itulah faktanya Tuan Hayami. Bisa apa anda tanpa Masumi? Mungkin anda punya banyak bawahan yang bisa dipercaya, tapi tidak ada satupun yang bisa menjalankan Daito selain Masumi. Kehilangan Masumi berarti kehancuran Daito." Gertakan Maya membuat otak Eisuke bekerja keras. Meski Eisuke benci mengakuinya tapi apa yang Maya katakan adalah sebuah kebenaran.

"Apa kau pikir kau bisa membawa pergi Masumi dari Daito?" Eisuke mencoba menggoyahkan hati Maya.

"Saya tidak akan ada disini jika tidak yakin akan hal itu Tuan Hayami,"

Hati Eisuke bergolak, "Sejak dulu aku sudah curiga kenapa Masumi begitu memperhatikan gadis ini. Tapi tidak menyangka kalau hubungan mereka akan sejauh ini. Tapi hak pementasan itu? Kalau Masumi yang memilikinya maka Daito juga akan memilikinya...aku masih ada harapan, tapi kalau sampai aku juga kehilangan Masumi maka aku akan kehilangan Daito dan hak pementasan itu. Dan itu berarti usahaku selama ini akan sia-sia,"

"Bagaimana Tuan Hayami?" Maya mendesak Eisuke mengambil keputusan.

"Apa yang harus kulakukan?" Tanyanya tenang, Asa dibelakangnya membelalak tak percaya. Seorang Eisuke Hayami kalah oleh gadis kecil.

"Anda yang memulai masalah maka anda yang harus menyelesaikannya. Tanggal dua puluh tujuh anda harus membatalkan pernikahan itu dan langsung mengadakan konferensi pers." Maya berusaha tetap tenang meski hatinya saat ini berlompatan karena senang.

"Bagaimana dengan Masumi?"

Maya menyeringai, "Pastikan dia tidak tahu apapun tentang hal ini. Lakukan semuanya dengan cepat, hanya satu hari. Itu akan menghindarkan Shiori menekan Masumi. Kali ini saya berani menjamin Shiori tidak akan mencoba bunuh diri."

"Bagaiman selanjutnya?"

"Saya akan pergi sementara waktu, mencegah Shiori memanfaatkan saya untuk menekan Masumi, sekaligus mempersiapkan Bidadari Merah. Tiga tahun! Saya akan kembali dalam tiga tahun dan memberikan hak pementasan itu pada Masumi,"

Keduanya terdiam sekarang, masing-masing memikirkan langkah selanjutnya. Maya akhirnya berdiri, mengakhiri dramanya. "Karena kesepakatan sudah dibuat maka sudah waktunya saya pergi," mengangguk hormat pada Eisuke lalu berjalan kepintu.

"Maya!"

Panggilan Eisuke menghentikan langkah Maya di depan pintu.

"Ternyata kau gadis yang kejam,"

Maya tertawa, "Kejam?! Anda mau tahu pendapat saya tentang hal itu Tuan Hayami?" Maya berbalik dan memandang Eisuke tajam, "Anda berusaha menghancurkan Pak Ichiren demi mendapatkan Bu Mayuko dan Bidadari Merah. Shiori menghalalkan segala cara untuk mendapatkan Masumi. Sedangkan saya dan Masumi saling mencintai. Kalianlah yang kejam karena memaksa dan mengambil apa yang bukan milik kalian. Saya ada disini hanya karena saya ingin melindungi orang yang saya cintai, mempertahankan apa yang menjadi milik saya. Masumi adalah milik saya,"

Maya pergi meninggalkan Eisuke menegang menahan amarah, tangannya mencengkram kuat lengan kursi rodanya.

***
Maya tertegun di balkon apartemennya, otaknya memutar ulang rekaman pertemuannya dengan Eisuke. Hatinya belum tenang sebelum mendengar berita konferensi pers pembatalan pernikahan Masumi.

Maya melihat jam, pukul lima sore waktu New York. Dia yakin saat ini Eisuke sedang berada di rumah keluarga Takamiya.

Dan perkiraan yang tepat, tanggal dua puluh tujuh, pukul delapan pagi di Tokyo. Empat hari sebelum hari pernikahan Masumi dan Shiori.

Braakkk!!! Tuan Besar Takamiya menggebrak meja dengan keras.

"APA MAKSUD SEMUA INI, HAYAMI !!" hardiknya penuh emosi.

Shiori menangis dipelukan ibunya dan ayah Shiori hanya bisa mematung tidak percaya. Eisuke tetap berekspresi tenang, demi bidadari merah dia rela melakukan apapun. Dan sesuai janjinya dengan Maya, Eisuke sama sekali tidak melibatkan Masumi dalam hal ini. Berkat Bu Mayuko Maya mengerti benar kalau Eisuke tidak akan pernah main-main jika menyangkut masalah bidadari merah.

"Saya rasa ini adalah keputusan yang terbaik. Saya tidak bisa kehilangan satu-satunya putra saya." Eisuke berdalih.

"Apa maksud Anda?" tanya Ayah Shiori.

"Seperti yang anda sekalian tahu, sejak memutuskan untuk melanjutkan rencana pernikahan, Masumi tidak lagi tinggal dirumah, dia tinggal di hotel. Dan saya merasa sangat kehilangan. Meski bukan darah daging saya tapi dia adalah satu-satunya penerus saya. Sayalah yang sejak awal memaksanya untuk menikah, jadi saya juga yang harus bertanggung jawab atas semua kekacauan ini. Lagipula Masumi tidak mencintai Shiori, dia memilih menikah hanya karena beban tanggung jawab saja dan tidak mau Shiori terluka.” Sejenak Eisuke terdiam sebelum kembali melanjutkan perkataannya.

“Saya memikirkan kembali semuanya dan saya pikir saya juga tidak mau menyakiti perasaan Shiori. Bagaimana dia bisa bahagia menikah dengan pria yang tidak mencintainya. Tanggung jawab bukanlah dasar pernikahan, tapi cinta. Dan sebelum semuanya terlambat maka saya memutuskan untuk membatalkan saja semuanya. Seperti anda yang tidak mau kehilangan putri anda maka saya juga tidak mau kehilangan putra saya, jika pernikahan ini tetap berlanjut maka Masumi akan membenci saya seumur hidup, bagaimana saya bisa bertahan dengan itu semua? Jadi sekali lagi saya mohon maaf. Saya bersedia menanggung semua kerugian biaya karena pembatalan ini. Tapi saya mohon kebesaran hati keluarga Takamiya untuk bersedia membatalkan pernikahan ini," Eisuke bersimpuh di lantai saat mengakhiri kalimatnya, menunduk memohon pada keluarga Takamiya. Dan semuanya terdiam.

Eisuke benar-benar terlihat meyakinkan, dengan argumen seorang ayah yang tidak mau dibenci anaknya dia telah mampu menyentuh hati keluarga Takamiya. Bahkan Tuan Besar Takamiya, Komisaris Takatsu Group, terhenyak di kursinya.

Sejenak suasana hening, hanya sisa-sisa isakan Shiori yang terdengar. Tapi dia juga tidak berani berkomentar. Seorang Eisuke Hayami sampai berlutut memohon dilantai membuat lidahnya kelu. Sebagai putri keluarga terhormat dia tahu betul kalau Eisuke sudah mempertaruhkan kehormatan dirinya dengan hal itu dan sebagai wanita terhormat juga dia harus menyikapi itu dengan bijak.

"Berdirilah Hayami, aku turuti keinginanmu," akhirnya Tuan Besar Takamiya setuju.

Shiori terhenyak, begitu juga kedua orang tuanya.

"Maafkan kakek Shiori, tapi apa yang dikatakan Hayami benar. Kau tidak akan bahagia. Apa gunanya kau menikah jika hanya memiliki tubuhnya dan bukan hatinya, dalam hal ini kaulah yang akan paling menderita. Dan aku tidak mau cucu kesayanganku menderita," lanjut Tuan Besar Takamiya.

Shiori hanya mampu terdiam, kedua tangannya yang terkait meremas sapu tangannya. Dia tahu keputusan kakeknya tidak bisa dirubah lagi.

"Saya mengerti," kata Shiori dengan suara bergetar.

Tuan Besar Takamiya terlihat lega, "Syukurlah kau mengerti Shiori. Kau gadis baik. Kau tidak membenci kakek kan?"

Shiori memaksakan diri untuk tersenyum, "Tentu saja tidak, kakek melakukan itu semua demi kebahagiaan saya,"

Kedua orang tua Shiori terlihat lega mendengarnya dan seringai kemenangan terlihat di wajah Eisuke. Impian untuk mendapatkan hak pementasan Bidadari Merah kembali membara didalam hatinya.

"Boleh saya bertanya Paman Hayami?" Shiori membuat suaranya selembut mungkin.

"Tentu, Shiori."

"Apakah Masumi tahu tentang pembatalan ini?"

"Tidak, dia belum tahu karena dia belum mau bicara denganku."

"Oh jadi begitu. Saya minta maaf kalau saya menyebabkan hubungan paman dan Masumi jadi buruk."

"Jangan begitu Shiori, akulah yang seharusnya minta maaf."

Shiori tersenyum lagi, "Bolehkah saya tetap berteman dengan Masumi? Setidaknya dia bisa menjadi teman baik saya."

"Tentu Shiori, tentu."

Akhir drama Eisuke telah selesai. Tiga jam kemudian, konferensi pers digelar di hotel. Untuk menghormati keluarga Takamiya, Eisuke bersedia mengatakan bahwa pembatalan berasal dari pihak wanita. Dan hanya dalam hitungan menit berita yang disiarkan secara langsung itu menghebohkan semua media.

***
Sementara itu di kantor Daito.

"Tuan Masumi, anda harus melihat berita sekarang!" Mizuki yang tiba-tiba masuk keruang kerja Masumi langsung menyalakan televisi tanpa permisi.

"Ada apa?!" bentak Masumi karena terkejut. Namun keterkejutannya langsung berlipat ganda saat melihat tayangan salah satu televisi swasta. Masumi terhenyak di kursinya, mematung dan tak bicara. Rasanya seperti mimpi dia melihat Tuan Besar Takamiya dan ayahnya membatalkan pernikahan yang hanya tinggal empat hari itu. Masumi seperti berada diatas jet coster yang melaju, pikirannya berputar dan berlompatan kesana kemari.

Mizuki mematikan televisi saat headlines tentang konferensi pers berakhir. Memandang Masumi yang masih mematung dikursinya.

Maya, apa yang telah kau lakukan hari itu? Kau benar-benar membuat pernikahan ini gagal. Mizuki berdecak kagum dalam hatinya, memuji kehebatan Maya yang sanggup menaklukkan Eisuke Hayami.

"Mizuki," akhirnya Masumi bicara.

"Ya, Tuan."

"Aku merasa ini seperti mimpi."

Mizuki tersenyum. "Kalau begitu saya tidak akan membangun Anda, selamat menikmati mimpi, Tuan Masumi." Dan Mizuki keluar dari ruangan kerja Masumi, membiarkannya menikmati kebahagiaan atas kebebasannya.

Masumi bukan satu-satu orang yang bahagia. Di New York Maya sedang tersenyum puas menatap langit malam dari balkon dan Hijiri memandanginya dari ruang tamu. Didepannya laptop Maya yang terbuka diatas meja memperlihatkan email dari Mizuki.

"Kau berhasil Maya, kau luar biasa," gumam Hijiri.

***
Rumah Takamiya.

"Sial! Sial! " Shiori merutuki dirinya sendiri di dalam kamar. "Kenapa semuanya jadi seperti ini? Ku pikir semuanya akan lancar setelah kepergian gadis itu. Aku gagal merusak hidupnya tapi sekarang justru hidupku yang berantakan. Aku tidak akan diam saja! Aku akan membalas kalian semua! Paman Hayami, Masumi dan Maya. Tunggu saja pembalasanku!" Desis Shiori.

***
Rumah Hayami.

"Proyek kerja antara Daito dan Takatsu Group telah aku batalkan. Aku harus menanggung kerugian yang sangat besar karena hal ini. Untuk itu kau harus bekerja keras untuk memulihkan kondisi Daito."

Malam itu Masumi menemui ayahnya untuk meminta penjelasan.

Masumi tertegun sejenak, "Kenapa ayah tiba-tiba melakukan semua ini?"

"Kenapa? Kau tidak senang?"

"Tentu saja aku senang tapi melihat ayah rela kehilangan proyek yang begitu besar membuatku berpikir tentang berbagai hal. Apa ada hal besar lain yang ayah rencanakan?"

Eisuke tertawa, "Tidak percuma aku mendidikmu Masumi. Analisamu selalu akurat, tidak heran semua urusan beres di tanganmu."

"Kupikir untuk urusan yang satu ini bukan aku yang membereskannya,"

"Ya, kecuali yang satu ini." Eisuke kembali tertawa, saat berhenti dia menatap Masumi yang duduk didepannya, "Aku punya rencana besar Masumi, rencana besar," Impian kalau dirinya akan mendapatkan hak pementasan Bidadari Merah membuatnya bersemangat.

"Dan apakah rencana besar itu?"

"Bereskan dulu masalah Daito, kau akan tahu jika sudah waktunya,"

Masumi terdiam lalu beranjak dari duduknya. "Bagaimanapun aku harus berterima kasih pada ayah. Kali ini ayah menyelamatkanku dan anggap saja masalah Daito sudah beres, karena dengan itulah aku membalas kebaikanmu,"

Eisuke terdiam, dia menyadari hubungan diantara mereka hanyalah masalah kerja. Masumi tidak pernah menganggapnya sebagai ayah meski itu bukan salahnya karena memang Eisuke tidak pernah memperlakukannya sebagai anak atau bersikap selayaknya seorang ayah. Dalam hati kecil Eisuke tersenyum kecut, kesepian yang mendalam menjalari relung hatinya. Namun jika teringat Bidadari Merah, Eisuke segera menepiskan perasaan melankolisnya itu.

"Aku harus mendapatkan bidadari merah," desisnya dalam hati. Eisuke berhenti merenung dan menatap masumi yang sudah bersiap untuk pergi.

"Dan satu lagi."

Masumi menatap ayahnya heran, "Apa itu?"

"Kembalilah ke rumah,"

Masumi tertegun sejenak, tapi kemudian mengangguk. "Baik Ayah."

Masumi meninggalkan rumah dan kembali ke hotel. Tidak sabar untuk segera kembali ke kamar, ada banyak hal yang ingin di bereskannya. Masumi berencana untuk menelepon Hijiri, dia marah karena Hijiri hanya memberinya sedikit informasi dan dia juga belum sempat menanggapi masalah Satomi. Setelah semuanya beres dia akan menghubungi Maya dan itu membuat senyumnya mengembang namun tiba-tiba wajahnya berubah kesal.

"Maya ... Shigeru?!"

***
"APA YANG KAU KERJAKAN DISANA!!" teriakan Masumi membuat Hijiri menjauhkan teleponnya beberapa senti dari telinga. Maya menahan tawa melihatnya.

"Maaf, Tuan."

"Maaf? Kau melaporkan masalah Shigeru tapi tidak menjelaskan apapun tentangnya? Kau pikir aku bisa tenang dengan informasi seminim itu," suara Masumi kembali normal.

"Saya memang belum mendapat informasi lain, Tuan. Yang saya tahu sudah saya laporkan, bahwa Shigerulah yang membantu Nona Maya menyewa apartemen tapi Shigeru tidak tinggal bersama Nona Maya. Hari ini Nona Maya sama sekali tidak keluar dari apartemennya, jadi saya belum mendapat informasi apa rencana Nona Maya,"

Masumi mendesah kesal, "Apa Shigeru mengunjungi Maya?"

"Tidak Tuan, sejak menjemput Nona Maya keduanya belum bertemu lagi." Dan Hijiri tersenyum saat mendengar kelegaan pada suara Masumi ketika dia mengucapkan terima kasih.

"Secepatnya tolong informasikan semuanya termasuk perkembangan hubungan Maya dan Shigeru," kali ini nada cemburu jelas terdengar.

"Baik, Tuan."

Percakapan berakhir dan mata Hijiri menyipit melihat Maya yang tersenyum geli padanya.

"Kau membuatku terlihat bodoh Maya. Belum pernah aku melaporkan sesuatu yang kacau seperti ini," dengusnya kesal.

Maya terkikik. "Maaf."

"Sebentar lagi dia pasti menghubungimu," celetuk Hijiri.

Maya melihat handphonenya yang tergeletak dimeja. "Saya pikir juga begitu,"

"Tiga...dua...sa...," Hijiri menghitung mundur dan handphone Maya berdering dengan nama Masumi muncul di layar. Keduanya terbahak, menikmati permainan drama mereka. Maya segera berhenti tertawa dan menjawab telepon Masumi.

"Halo sayang," Maya selalu kalah cepat menyapa jika Masumi menelepon.

"Bersemangat sekali," goda Maya.

Masumi tertawa, jelas dia sedang bahagia, "Aku punya kabar baik untukmu Maya,"

"Kau menang lotre? Atau Daito berhasil mendapatkan artis hebat?" Goda Maya.

"Itu tidak sebanding sayang," gerutu Masumi.

"Baiklah, katakan apa itu?" Maya berhenti menggoda Masumi, tidak mau merusak moodnya yang sedang baik.

"Pernikahanku dan Shiori dibatalkan," Masumi begitu bersemangat mengatakannya.

Maya terdiam, meski dia sudah tahu tapi mendengar Masumi begitu bahagia mengatakannya membuat hati Maya bergetar. Sudut matanya mulai digenangi air.

"Maya?"

"Hhmm."

"Kenapa diam? Kau tidak apa-apa?"

"Aku ... baik-baik saja Masumi," suara Maya bergetar dan serak menahan tangis.

"Kau menangis?" Suara Masumi berubah cemas.

"Hhmmm,"

Masumi mengerti kenapa Maya menangis, diapun membiarkan Maya sejenak melepaskan emosinya.

"Aku bahagia," gumam Maya.

"Aku tahu, begitu juga denganku," Masumi tersenyum dibalik teleponnya. "Aku mencintaimu," desahnya lembut.

"Aku juga mencintaimu,"

Keduanya tersenyum.

"Maya...andai kau ada disini, bersamaku, saat ini,"

"Jangan merubah tangis bahagiaku menjadi kesedihan," Maya merajuk.

"Maaf, hanya saja...aku begitu merindukanmu sayang dan sekarang kau berada begitu jauh, di belahan dunia yang lain."

"Kau selalu di hatiku Masumi."

Masumi diam, meresapi perkataan Maya yang menenangkan badai kerinduannya. "Kau membawa hatiku terlalu jauh Maya," goda Masumi.

Maya terkikik senang. "Tenang saja, aku akan membawanya kembali."

"Bersamamu?"

"Bersamaku."

"Milikku?"

"Ya, milikmu."

Keduanya tersenyum bahagia saat telepon berakhir.

"Selesai," Maya tersenyum senang pada Hijiri.

"Kau benar-benar menaklukkannya."

Maya terkikik.

***

>>Bersambung<<


Follow me on :
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

1 Comments