Disclaimer : Garassu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary
: Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta
dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi
semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang
terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan
mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk
menemukan jalannya.
*********************************************************************************
Tokyo, dua puluh
delapan Oktober, satu hari setelah pembatalan pernikahan Masumi dan Shiori.
Masumi bergegas
memasuki gedung Daito lewat pintu belakang karena lobi depan kantornya sudah
penuh dengan wartawan. Membuatnya jengkel setengah mati. Mizuki sudah
menunggunya di depan ruang kerja dan mengangguk hormat saat Masumi datang.
"Selamat pagi,
Tuan."
"Selamat pagi
Mizuki," Masumi duduk dengan anggun dimeja kerjanya meski hatinya sedang
berang, "Apa gunanya kita punya banyak staf keamanan kalau tidak bisa
menghalangi para wartawan bodoh itu," gerutunya pelan dan Mizuki menahan
senyumnya melebar. Tidak mau menjadi sasaran kemarahan Masumi, diapun sedikit
bermain dengan mulut manisnya.
"Bukankah hal ini
lebih mudah di hadapi daripada harus berdiri di altar pernikahan, Tuan?"
Mizuki menggoda atasannya.
Dan Masumi langsung
menusuk Mizuki dengan tatapannya. Tapi alih-alih takut Mizuki justru tersenyum
manis pada atasannya itu. "Terima kasih untuk sarkasmemu yang menyenangkan
Mizuki, sungguh menghibur." Masumi menyeringai pada sekretarisnya.
Mizuki keluar dari
ruangan Masumi dan dengan cepat kembali dengan membawa setumpuk dokumen.
Masumi mendesah pelan
melihat Mizuki meletakkan tumpukan kertas itu dimejanya.
"Jika anda
berharap semua dokumen ini hanya mimpi maka sekali lagi saya tidak akan
membangunkan anda, karena dokumen ini harus sudah ditanda tangani sebelum pukul
dua siang ini," Mizuki sekali lagi tersenyum manis pada Masumi.
"Sepertinya hari
ini kau sangat menikmati penderitaanku Mizuki," kata Masumi seraya mulai
mengambil dokumen paling atas dari gunungan kertas dihadapannya.
"Oh, saya hanya
turut berbahagia dengan kebebasan anda."
"Ah, terima kasih.
Meski aku tidak yakin kau membuatku bebas dengan semua ini," tangan masumi
melambai diudara pada tumpukan dokumen didepannya.
Mizuki tertawa sopan,
"Keputusan besar selalu berbanding lurus dengan konsekuensinya, kurasa
anda yang paling memahami hal itu."
Kali ini Masumi
tersenyum, "Kalau begitu tahan semua telepon untukku sampai aku
menyelesaikan semua ini,"
"Baik, Tuan."
Mizuki melenggang anggun meninggalkan ruangan.
Masumi meletakkan
dokumen dan meraih handphonenya. Bibirnya tersenyum senang, dia teringat
sesuatu sebelum tenggelam dalam aktivitas padatnya.
Masumi
Aku akan sibuk hari ini, meski begitu aku tidak bisa berhenti memikirkanmu dan merindukanmu. Mencintaimu selalu.
Aku akan sibuk hari ini, meski begitu aku tidak bisa berhenti memikirkanmu dan merindukanmu. Mencintaimu selalu.
Wajah Masumi tiba-tiba
memerah saat menekan tombol kirim. Sensasi aneh menjalari hatinya. Direktur
dingin dan gila kerja Daito mengirim sebuah pesan romantis untuk gadis yang
usianya sebelas tahun lebih muda, siapa yang akan percaya. Mizukipun pasti akan
mengejeknya habis-habisan jika tahu akan hal ini.
Sadar tumpukan
dokumennya menanti, Masumi menghentikan khayalan bodohnya dan mulai bekerja.
Menjelang makan siang
handphonenya berdering, sedikit mengejutkannya yang sedang fokus membaca,
sepertiga pekerjaannya sudah selesai. Mata Masumi membulat saat melihat nama
Shiori muncul di layar, dengan enggan dia menjawab teleponnya.
"Halo,"
sapanya seramah mungkin.
"Halo Masumi, apa
aku mengganggumu?" Suara lembut Shiori membalas ramah.
"Tidak
Shiori," jawabnya bohong, "Ada apa? Apa ada yang penting?"
Shiori tertawa pelan,
"Apa aku tidak penting lagi untukmu Masumi?"
"Eh?! Maaf, bukan
maksud...,"
"Ya, aku tahu, kau
tidak bermaksud seperti itu, hanya saja pikiranku mengasumsikan demikian.
Apakah aku masih bisa bertemu dengamu Masumi?"
"Tentu
Shiori," mulut Masumi terlalu sering berkhianat pada hatinya.
"Kalau begitu,
bisakah malam ini kita bertemu?"
"Baiklah, apa kau
ingin aku menjemputmu?"
"Tidak Masumi, kau
sudah terbebas dari kewajiban memanjakanku. Aku akan berangkat sendiri,"
"Oh, maaf,"
"Tidak perlu minta
maaf, kita bertemu tempat biasa ya, pukul tujuh,"
"Baiklah,"
"Terima
kasih," dan Shiori langsung mematikan teleponnya.
Masumi menghela napas
panjang, menerima telepon dari Shiori membuatnya seperti menghadapi peperangan.
Masumi tahu betul wajah cantik Shiori tidak secantik hatinya. Menjebak dan
memfitnah Maya lalu yang terparah membayar orang untuk memperkosa Maya dan
membeberkan berita ke media tentang menghilangnya Maya membuat Masumi
benar-benar kehilangan simpati pada Shiori. Jika bukan karena Shiori adalah
wanita dan mantan tunangannya mungkin Masumi sudah hilang kendali. Bayangan
malam dimana dia melihat Maya histeris dengan memar diseluruh tubuhnya membuat
hatinya bergolak.
Bagaimanapun dirinya
tidak bisa menghindari pertemuan dengan Shiori. Dan malam ini dia harus sangat
menahan diri untuk bisa tetap sopan berhadapan dengannya. Bersyukur Masumi
selalu dapat mengandalkan topeng esnya dan Maya berada jauh dibelahan dunia
lain. Setidaknya itu membuatnya tenang karena Maya aman dari jangkauan tangan
Shiori. Dan itu menjadi satu-satunya alasan Masumi bersyukur akan kepergian
Maya.
Sekali lagi mendesah
pelan, Masumi menghentikan pikirannya mengembara dan melanjutkan pekerjaannya.
Dalam sekejap dia kembali tenggelam dalam dunianya.
Masumi melewatkan makan
siangnya tapi itu sebanding karena pekerjaannya selesai tepat waktu. Mizuki
mengetuk pintu dan melengganh masuk tepat saat dokumen terakhir ditanda
tangani.
"Tepat
waktu,"
Mizuki meletakkan
secangkir kopi yang di bawanya di meja Masumi, "Anda mau saya pesankan
makan siang?"
"Heh?!"
Masumi terkejut. "Kau baik hati hari ini, Mizuki,"
"Eh, maaf, saya
pikir karena diluar masih banyak wartawan jadi anda tidak akan keluar untuk
makan siang," elak Mizuki, dalam hati menggerutu habis-habisan. Jika bukan
karena Maya memaksanya berjanji menjaga Masumi dia tidak akan melakukan hal
bodoh seperti ini. Biasanya Masumi tidak pernah suka Mizuki mengurusi jam
makannya kecuali dia yang memintanya sendiri.
"Oh, aku hargai
perhatianmu. Sebenarnya aku tidak begitu lapar tapi aku sedang ingin makan
taiyaki," Masumi tersenyum nakal pada sekretarisnya, menyenangkan baginya
sekali-kali bisa mengerjai Mizuki.
"Taiyaki?!"
Pekik Mizuki terkejut.
Masumi tersenyum manis.
"Anda ingin saya
membeli taiyaki?" Keterkejutan Mizuki sepertinya cukup dalam.
"Jika kau tidak
keberatan, lagipula bukan kau sendiri yang akan pergi membelinya kan?"
"Baiklah, saya
akan minta seseorang untuk membelikannya untuk anda. Tapi ngomong-ngomong saya
punya saran untuk anda," Mizuki kembali menyunggingkan senyum manis dan
Masumi menduga saran itu pasti sebuah manuver balasan untuknya.
"Saran apa?"
"Bukankah
sebaiknya anda menelepon Maya, saya tidak yakin dengan makan taiyaki akan
meredakan kerinduan anda padanya,"
Masumi tertawa,
"Aku mengaku kalah Mizuki, kau sudah tahu kartu AS ku kuharap kau bijak
dengan itu,"
Mizuki tersenyum lalu
meninggalkan Masumi untuk memesan taiyaki dan hatinya masih menggerutu karena
itu.
***
"Siapkan mobil
dipintu belakang," perintah Masumi pada staf pengamanan melalui interkom.
"Apa ada jadwal
anda yang terlewat oleh saya, Tuan Masumi?" Mizuki heran melihat Masumi
sudah bersiap meninggalkan kantor padahal baru pukul lima sore.
Wajah Masumi berubah
mendengar pertanyaan Mizuki.
"Shiori
mengundangku makan malam," jawab Masumi datar.
Mizuki terdiam.
"Bisakah kau kirim
email padaku tentang laporan grup musik yang akan kita kontrak bulan depan itu?
Aku akan membacanya dirumah malam ini."
"Baik, saya akan
mengirimnya. Oh ya Tuan, ada kabar dari Utako Himekawa, katanya Ayumi di rawat
di Rumah Sakit Tokyo tapi informasi ini di rahasiakan."
"Dirumah sakit?
Hhmm, baiklah aku akan mengunjunginya malam ini. Kirimkan nomor kamarnya
padaku."
"Baik,"
Mizuki hanya memandang punggung Masumi yang menghilang dibalik pintu. Semoga Nona Shiori tidak merencanakan hal
buruk lainnya.
***
Masumi tiba direstoran
lima belas menit lebih awal. Rupanya menejer restoran sudah menunggunya, dia
segera membawa Masumi ketempat yang sudah direservasi Shiori. Seperti biasa
area private room dan membayangkan makan berdua dengan Shiori di tempat itu
membuat hati Masumi begah.
Sepuluh menit berselang
Shiori sudah muncul dengan gaya anggunnya.
"Wah, kau datang
lebih awal rupanya. Apa kau sudah lama menunggu?" tanya Shiori ramah. Keramahan yang tidak seharusnya menurut Masumi, mengingat mereka baru saja
batal menikah.
"Tidak, aku juga
baru tiba," Masumi menarik kursi dan mempersilakan Shiori duduk lalu
dengan anggun kembali kekursinya.
Keduanya terdiam
sesaat.
"Kau terlihat
baik-baik saja Masumi," nada ironi Shiori menusuk rasa bersalah
Masumi...dalam.
"Shiori, maafkan
aku," Masumi memulai dengan permintaan maafnya.
"Ah, sudahlah
Masumi, aku tidak mau membahas hal itu lagi. Kakek dan ayahmu sudah memutuskan
semuanya untuk kita berdua. Jadi sebaiknya kita terima saja. Bukankah
seharusnya kau adalah orang yang paling senang dengan pembatalan ini?"
Shiori tersenyum manis dan Masumi membalas dengan senyum dinginnya.
"Ya,
meski...," Shiori menggantung kata-katanya, melihat reaksi Masumi,
"Meski mungkin ada satu orang lagi yang berbahagia dengan berita
ini,"
Tangan Masumi mengepal
dibawah meja mendengarnya. "Maya...,"
"Benar begitu kan
Masumi?"
Topeng esnya bekerja
dengan baik, "Aku tidak mengerti maksudmu Shiori," katanya dingin.
"Wah, kau mulai
bersikap sebagai direktur Daito didepanku ya." Shiori terkikik,
"Seandainya saja sejak awal kau bersikap seperti ini padaku, mungkin aku
tidak akan jatuh cinta padamu,"
Masumi menyesap anggur
dan memandang Shiori yang menyeringai padanya, "Apa rencanamu Shiori,
kau sudah berubah. Ini bukan Shiori yang ku kenal dulu,"
"Aku tahu aku
tidak layak meminta maaf ataupun menerima maaf darimu tapi tetap saja aku minta
maaf untuk segalanya. Kenyataannya kita memang terlalu berbeda, akan sulit bagi
kita berdua untuk saling memahami satu sama lain. Kau wanita yang cantik,
pintar dan baik Shiori, aku berdoa semoga kau mendapat orang lain yang lebih
baik dariku."
Shiori tertawa dengan
nada tawar, "Kau mendoakan kebahagianku Masumi, terima kasih untuk itu.
Sebaiknya sekarang kita rubah topik pembicaraan kita dan meikmati makan
malamnya. Bagaimana?"
Masumi menghela napas
perlahan, menenangkan gejolak emosinya, "Tentu,"
"Dan ku harap kau
mau mengantarku pulang nanti, sekaligus bertemu dengan kakek dan ayahku,"
"Ya,"
"Kita lihat saja
Masumi, siapa yang akan menang dalam pertempuran ini. Aku tidak tahu dimana
gadis kecilmu itu berada tapi setelah aku tahu keberadaannya, aku tidak akan
tinggal diam. Kalau kau tidak bisa menjadi milikku maka akan ku buat kalian
semua membayar sakit hatiku,"
***
"Maaf, aku baru
menjengukmu. Aku baru tahu kalau kau sakit Ayumi," Masumi menyempatkan
diri untuk menjenguk Ayumi setelah pulang dari rumah keluarga Takamiya. Ayumi
sudah selesai menjalani operasi dan kondisinya sudah membaik.
"Terima kasih atas
kunjungan anda Tuan Masumi, saya hanya kelelahan," Ayumi dan keluarganya
masih menyembunyikan masalah mata Ayumi.
"Ya, pentas
percobaan itu menyita banyak tenaga. Kau harus istirahat dengan baik agar bisa
segera kembali ke panggung. Oh ya, dimana orang tuamu?"
"Oh, mereka sedang
keluar sebentar."
"Oh begitu, kalau
begitu aku permisi dulu, semoga lekas sembuh Ayumi."
"Maaf Tuan,
sebelum anda pulang bolehkah saya bertanya sesuatu?" Ayumi tampak ragu
menatap Masumi.
"Tentu, kau mau
bertanya soal apa?" Masumi menyunggingkan senyum manisnya.
"Ini masalah Maya.
Tuan Masumi, apa anda tahu dimana Maya sekarang?"
Masumi terkesiap,
"Maya?"
"Iya, Daito pasti
punya informasi soal Bidadari Merah kan? Menghilangnya Maya membuat saya
bingung,"
"Oh, dia
menghubungkanku dengan Maya hanya karena Daito. Ku pikir Ayumi tahu tentang
hubunganku dengan Maya," Masumi bernapas lega.
"Bisakah kau
menyimpan rahasia untukku Ayumi, pada dasarnya aku percaya padamu. Kau cukup
mengenal Maya dengan baik," kata Masumi.
"Tentu pak, tentu.
Jadi anda tahu di mana Maya?"
"Ya aku tahu di mana
Maya," kata Masumi.
Dan Ayumi terlihat
senang. "Dia akan kembali kan? Dia satu-satunya saingan saya, dia harus
kembali,"
Masumi tersenyum,
"Tentu saja, dia pasti kembali."
Ayumi tersenyum.
"Baiklah kalau
begitu aku permisi dulu,"
Sekilas wajah Ayumi
menegang membuat Masumi mengernyit heran.
"Ada apa?"
"Ah, tidak
apa-apa. Kepala saya sedikit pusing,"
"Oh, kalau begitu istirahatlah.
Aku akan pulang,"
Masumi berjalan
kepintu.
"Tuan Masumi,"
panggil Ayumi.
Masumi berbalik,
"Ya?"
"Tepatnya di mana
Maya berada sekarang?" tanyanya ragu.
Masumi tertegun
sejenak, "Amerika, hanya itu yang bisa kukatakan padamu. Dia satu-satunya
sainganmu kan? Kuanggap kau salah satu orang yang berhak tahu. Tolong untuk
sementara kau rahasiakan ya."
"Baik, Tuan."
Tersenyum, Masumi pun
pergi meninggalkan Ayumi yang sekarang berwajah tegang dengan keringat dingin
membasahi dahinya.
"Anda puas
!!" teriaknya.
Seorang wanita tertawa
keluar dari dalam toilet.
"Kalian para
aktris memang luar biasa ya."
"Anda harus
menepati janji anda!!" Pekik Ayumi.
"Oh, tentu saja.
Aku orang yang memegang janji. Aku tidak akan mengganggu proyek film ayahmu dan
akan menjaga ibumu tetap aman dilokasi syutingnya." Wanita itu terkekeh,
"Terima kasih atas bantuanmu Ayumi. Paling tidak sekarang aku tahu dimana
'gadis kecil' itu berada,"
Dan tawa menggema
dikamar Ayumi.
"Maafkan aku ... Maya,"
***
>>Bersambung<<
Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina
1 Comments
Baru nemu blog ini, hihihi
ReplyDeletemakasih buat ceritanya sist
kapan lanjutannya?
Baca marathon ni....