Kesebelas : Dendam

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalannya.

*********************************************************************************




Tokyo, dua puluh delapan Oktober, satu hari setelah pembatalan pernikahan Masumi dan Shiori.

Masumi bergegas memasuki gedung Daito lewat pintu belakang karena lobi depan kantornya sudah penuh dengan wartawan. Membuatnya jengkel setengah mati. Mizuki sudah menunggunya di depan ruang kerja dan mengangguk hormat saat Masumi datang.

"Selamat pagi, Tuan."

"Selamat pagi Mizuki," Masumi duduk dengan anggun dimeja kerjanya meski hatinya sedang berang, "Apa gunanya kita punya banyak staf keamanan kalau tidak bisa menghalangi para wartawan bodoh itu," gerutunya pelan dan Mizuki menahan senyumnya melebar. Tidak mau menjadi sasaran kemarahan Masumi, diapun sedikit bermain dengan mulut manisnya.

"Bukankah hal ini lebih mudah di hadapi daripada harus berdiri di altar pernikahan, Tuan?" Mizuki menggoda atasannya.

Dan Masumi langsung menusuk Mizuki dengan tatapannya. Tapi alih-alih takut Mizuki justru tersenyum manis pada atasannya itu. "Terima kasih untuk sarkasmemu yang menyenangkan Mizuki, sungguh menghibur." Masumi menyeringai pada sekretarisnya.

Mizuki keluar dari ruangan Masumi dan dengan cepat kembali dengan membawa setumpuk dokumen.

Masumi mendesah pelan melihat Mizuki meletakkan tumpukan kertas itu dimejanya.

"Jika anda berharap semua dokumen ini hanya mimpi maka sekali lagi saya tidak akan membangunkan anda, karena dokumen ini harus sudah ditanda tangani sebelum pukul dua siang ini," Mizuki sekali lagi tersenyum manis pada Masumi.

"Sepertinya hari ini kau sangat menikmati penderitaanku Mizuki," kata Masumi seraya mulai mengambil dokumen paling atas dari gunungan kertas dihadapannya.

"Oh, saya hanya turut berbahagia dengan kebebasan anda."

"Ah, terima kasih. Meski aku tidak yakin kau membuatku bebas dengan semua ini," tangan masumi melambai diudara pada tumpukan dokumen didepannya.

Mizuki tertawa sopan, "Keputusan besar selalu berbanding lurus dengan konsekuensinya, kurasa anda yang paling memahami hal itu."

Kali ini Masumi tersenyum, "Kalau begitu tahan semua telepon untukku sampai aku menyelesaikan semua ini,"

"Baik, Tuan." Mizuki melenggang anggun meninggalkan ruangan.

Masumi meletakkan dokumen dan meraih handphonenya. Bibirnya tersenyum senang, dia teringat sesuatu sebelum tenggelam dalam aktivitas padatnya.

Masumi
Aku akan sibuk hari ini, meski begitu aku tidak bisa berhenti memikirkanmu dan merindukanmu. Mencintaimu selalu.

Wajah Masumi tiba-tiba memerah saat menekan tombol kirim. Sensasi aneh menjalari hatinya. Direktur dingin dan gila kerja Daito mengirim sebuah pesan romantis untuk gadis yang usianya sebelas tahun lebih muda, siapa yang akan percaya. Mizukipun pasti akan mengejeknya habis-habisan jika tahu akan hal ini.

Sadar tumpukan dokumennya menanti, Masumi menghentikan khayalan bodohnya dan mulai bekerja.

Menjelang makan siang handphonenya berdering, sedikit mengejutkannya yang sedang fokus membaca, sepertiga pekerjaannya sudah selesai. Mata Masumi membulat saat melihat nama Shiori muncul di layar, dengan enggan dia menjawab teleponnya.

"Halo," sapanya seramah mungkin.

"Halo Masumi, apa aku mengganggumu?" Suara lembut Shiori membalas ramah.

"Tidak Shiori," jawabnya bohong, "Ada apa? Apa ada yang penting?"

Shiori tertawa pelan, "Apa aku tidak penting lagi untukmu Masumi?"

"Eh?! Maaf, bukan maksud...,"

"Ya, aku tahu, kau tidak bermaksud seperti itu, hanya saja pikiranku mengasumsikan demikian. Apakah aku masih bisa bertemu dengamu Masumi?"

"Tentu Shiori," mulut Masumi terlalu sering berkhianat pada hatinya.

"Kalau begitu, bisakah malam ini kita bertemu?"

"Baiklah, apa kau ingin aku menjemputmu?"

"Tidak Masumi, kau sudah terbebas dari kewajiban memanjakanku. Aku akan berangkat sendiri,"

"Oh, maaf,"

"Tidak perlu minta maaf, kita bertemu tempat biasa ya, pukul tujuh,"

"Baiklah,"

"Terima kasih," dan Shiori langsung mematikan teleponnya.

Masumi menghela napas panjang, menerima telepon dari Shiori membuatnya seperti menghadapi peperangan. Masumi tahu betul wajah cantik Shiori tidak secantik hatinya. Menjebak dan memfitnah Maya lalu yang terparah membayar orang untuk memperkosa Maya dan membeberkan berita ke media tentang menghilangnya Maya membuat Masumi benar-benar kehilangan simpati pada Shiori. Jika bukan karena Shiori adalah wanita dan mantan tunangannya mungkin Masumi sudah hilang kendali. Bayangan malam dimana dia melihat Maya histeris dengan memar diseluruh tubuhnya membuat hatinya bergolak.

Bagaimanapun dirinya tidak bisa menghindari pertemuan dengan Shiori. Dan malam ini dia harus sangat menahan diri untuk bisa tetap sopan berhadapan dengannya. Bersyukur Masumi selalu dapat mengandalkan topeng esnya dan Maya berada jauh dibelahan dunia lain. Setidaknya itu membuatnya tenang karena Maya aman dari jangkauan tangan Shiori. Dan itu menjadi satu-satunya alasan Masumi bersyukur akan kepergian Maya.

Sekali lagi mendesah pelan, Masumi menghentikan pikirannya mengembara dan melanjutkan pekerjaannya. Dalam sekejap dia kembali tenggelam dalam dunianya.

Masumi melewatkan makan siangnya tapi itu sebanding karena pekerjaannya selesai tepat waktu. Mizuki mengetuk pintu dan melengganh masuk tepat saat dokumen terakhir ditanda tangani.

"Tepat waktu,"

Mizuki meletakkan secangkir kopi yang di bawanya di meja Masumi, "Anda mau saya pesankan makan siang?"

"Heh?!" Masumi terkejut. "Kau baik hati hari ini, Mizuki,"

"Eh, maaf, saya pikir karena diluar masih banyak wartawan jadi anda tidak akan keluar untuk makan siang," elak Mizuki, dalam hati menggerutu habis-habisan. Jika bukan karena Maya memaksanya berjanji menjaga Masumi dia tidak akan melakukan hal bodoh seperti ini. Biasanya Masumi tidak pernah suka Mizuki mengurusi jam makannya kecuali dia yang memintanya sendiri.

"Oh, aku hargai perhatianmu. Sebenarnya aku tidak begitu lapar tapi aku sedang ingin makan taiyaki," Masumi tersenyum nakal pada sekretarisnya, menyenangkan baginya sekali-kali bisa mengerjai Mizuki.

"Taiyaki?!" Pekik Mizuki terkejut.

Masumi tersenyum manis.

"Anda ingin saya membeli taiyaki?" Keterkejutan Mizuki sepertinya cukup dalam.

"Jika kau tidak keberatan, lagipula bukan kau sendiri yang akan pergi membelinya kan?"

"Baiklah, saya akan minta seseorang untuk membelikannya untuk anda. Tapi ngomong-ngomong saya punya saran untuk anda," Mizuki kembali menyunggingkan senyum manis dan Masumi menduga saran itu pasti sebuah manuver balasan untuknya.

"Saran apa?"

"Bukankah sebaiknya anda menelepon Maya, saya tidak yakin dengan makan taiyaki akan meredakan kerinduan anda padanya,"

Masumi tertawa, "Aku mengaku kalah Mizuki, kau sudah tahu kartu AS ku kuharap kau bijak dengan itu,"

Mizuki tersenyum lalu meninggalkan Masumi untuk memesan taiyaki dan hatinya masih menggerutu karena itu.

***
"Siapkan mobil dipintu belakang," perintah Masumi pada staf pengamanan melalui interkom.

"Apa ada jadwal anda yang terlewat oleh saya, Tuan Masumi?" Mizuki heran melihat Masumi sudah bersiap meninggalkan kantor padahal baru pukul lima sore.

Wajah Masumi berubah mendengar pertanyaan Mizuki.

"Shiori mengundangku makan malam," jawab Masumi datar.

Mizuki terdiam.

"Bisakah kau kirim email padaku tentang laporan grup musik yang akan kita kontrak bulan depan itu? Aku akan membacanya dirumah malam ini."

"Baik, saya akan mengirimnya. Oh ya Tuan, ada kabar dari Utako Himekawa, katanya Ayumi di rawat di Rumah Sakit Tokyo tapi informasi ini di rahasiakan."

"Dirumah sakit? Hhmm, baiklah aku akan mengunjunginya malam ini. Kirimkan nomor kamarnya padaku."

"Baik," Mizuki hanya memandang punggung Masumi yang menghilang dibalik pintu. Semoga Nona Shiori tidak merencanakan hal buruk lainnya.

***
Masumi tiba direstoran lima belas menit lebih awal. Rupanya menejer restoran sudah menunggunya, dia segera membawa Masumi ketempat yang sudah direservasi Shiori. Seperti biasa area private room dan membayangkan makan berdua dengan Shiori di tempat itu membuat hati Masumi begah.
Sepuluh menit berselang Shiori sudah muncul dengan gaya anggunnya.

"Wah, kau datang lebih awal rupanya. Apa kau sudah lama menunggu?" tanya Shiori ramah. Keramahan yang tidak seharusnya menurut Masumi, mengingat mereka baru saja batal menikah.

"Tidak, aku juga baru tiba," Masumi menarik kursi dan mempersilakan Shiori duduk lalu dengan anggun kembali kekursinya.

Keduanya terdiam sesaat.

"Kau terlihat baik-baik saja Masumi," nada ironi Shiori menusuk rasa bersalah Masumi...dalam.

"Shiori, maafkan aku," Masumi memulai dengan permintaan maafnya.

"Ah, sudahlah Masumi, aku tidak mau membahas hal itu lagi. Kakek dan ayahmu sudah memutuskan semuanya untuk kita berdua. Jadi sebaiknya kita terima saja. Bukankah seharusnya kau adalah orang yang paling senang dengan pembatalan ini?" Shiori tersenyum manis dan Masumi membalas dengan senyum dinginnya.

"Ya, meski...," Shiori menggantung kata-katanya, melihat reaksi Masumi, "Meski mungkin ada satu orang lagi yang berbahagia dengan berita ini,"

Tangan Masumi mengepal dibawah meja mendengarnya. "Maya...,"

"Benar begitu kan Masumi?"

Topeng esnya bekerja dengan baik, "Aku tidak mengerti maksudmu Shiori," katanya dingin.

"Wah, kau mulai bersikap sebagai direktur Daito didepanku ya." Shiori terkikik, "Seandainya saja sejak awal kau bersikap seperti ini padaku, mungkin aku tidak akan jatuh cinta padamu,"

Masumi menyesap anggur dan memandang Shiori yang menyeringai padanya, "Apa rencanamu Shiori, kau sudah berubah. Ini bukan Shiori yang ku kenal dulu,"

"Aku tahu aku tidak layak meminta maaf ataupun menerima maaf darimu tapi tetap saja aku minta maaf untuk segalanya. Kenyataannya kita memang terlalu berbeda, akan sulit bagi kita berdua untuk saling memahami satu sama lain. Kau wanita yang cantik, pintar dan baik Shiori, aku berdoa semoga kau mendapat orang lain yang lebih baik dariku."

Shiori tertawa dengan nada tawar, "Kau mendoakan kebahagianku Masumi, terima kasih untuk itu. Sebaiknya sekarang kita rubah topik pembicaraan kita dan meikmati makan malamnya. Bagaimana?"

Masumi menghela napas perlahan, menenangkan gejolak emosinya, "Tentu,"

"Dan ku harap kau mau mengantarku pulang nanti, sekaligus bertemu dengan kakek dan ayahku,"

"Ya,"

"Kita lihat saja Masumi, siapa yang akan menang dalam pertempuran ini. Aku tidak tahu dimana gadis kecilmu itu berada tapi setelah aku tahu keberadaannya, aku tidak akan tinggal diam. Kalau kau tidak bisa menjadi milikku maka akan ku buat kalian semua membayar sakit hatiku,"

***
"Maaf, aku baru menjengukmu. Aku baru tahu kalau kau sakit Ayumi," Masumi menyempatkan diri untuk menjenguk Ayumi setelah pulang dari rumah keluarga Takamiya. Ayumi sudah selesai menjalani operasi dan kondisinya sudah membaik.

"Terima kasih atas kunjungan anda Tuan Masumi, saya hanya kelelahan," Ayumi dan keluarganya masih menyembunyikan masalah mata Ayumi.

"Ya, pentas percobaan itu menyita banyak tenaga. Kau harus istirahat dengan baik agar bisa segera kembali ke panggung. Oh ya, dimana orang tuamu?"

"Oh, mereka sedang keluar sebentar."

"Oh begitu, kalau begitu aku permisi dulu, semoga lekas sembuh Ayumi."

"Maaf Tuan, sebelum anda pulang bolehkah saya bertanya sesuatu?" Ayumi tampak ragu menatap Masumi.

"Tentu, kau mau bertanya soal apa?" Masumi menyunggingkan senyum manisnya.

"Ini masalah Maya. Tuan Masumi, apa anda tahu dimana Maya sekarang?"

Masumi terkesiap, "Maya?"

"Iya, Daito pasti punya informasi soal Bidadari Merah kan? Menghilangnya Maya membuat saya bingung,"

"Oh, dia menghubungkanku dengan Maya hanya karena Daito. Ku pikir Ayumi tahu tentang hubunganku dengan Maya," Masumi bernapas lega.

"Bisakah kau menyimpan rahasia untukku Ayumi, pada dasarnya aku percaya padamu. Kau cukup mengenal Maya dengan baik," kata Masumi.

"Tentu pak, tentu. Jadi anda tahu di mana Maya?"

"Ya aku tahu di mana Maya," kata Masumi.

Dan Ayumi terlihat senang. "Dia akan kembali kan? Dia satu-satunya saingan saya, dia harus kembali,"

Masumi tersenyum, "Tentu saja, dia pasti kembali."

Ayumi tersenyum.

"Baiklah kalau begitu aku permisi dulu,"

Sekilas wajah Ayumi menegang membuat Masumi mengernyit heran.

"Ada apa?"

"Ah, tidak apa-apa. Kepala saya sedikit pusing,"

"Oh, kalau begitu istirahatlah. Aku akan pulang,"

Masumi berjalan kepintu.

"Tuan Masumi," panggil Ayumi.

Masumi berbalik, "Ya?"

"Tepatnya di mana Maya berada sekarang?" tanyanya ragu.

Masumi tertegun sejenak, "Amerika, hanya itu yang bisa kukatakan padamu. Dia satu-satunya sainganmu kan? Kuanggap kau salah satu orang yang berhak tahu. Tolong untuk sementara kau rahasiakan ya."

"Baik, Tuan."

Tersenyum, Masumi pun pergi meninggalkan Ayumi yang sekarang berwajah tegang dengan keringat dingin membasahi dahinya.

"Anda puas !!" teriaknya.

Seorang wanita tertawa keluar dari dalam toilet.

"Kalian para aktris memang luar biasa ya."

"Anda harus menepati janji anda!!" Pekik Ayumi.

"Oh, tentu saja. Aku orang yang memegang janji. Aku tidak akan mengganggu proyek film ayahmu dan akan menjaga ibumu tetap aman dilokasi syutingnya." Wanita itu terkekeh, "Terima kasih atas bantuanmu Ayumi. Paling tidak sekarang aku tahu dimana 'gadis kecil' itu berada,"

Dan tawa menggema dikamar Ayumi.

"Maafkan aku ... Maya,"

***

>>Bersambung<<


 Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

1 Comments

  1. Baru nemu blog ini, hihihi
    makasih buat ceritanya sist
    kapan lanjutannya?
    Baca marathon ni....

    ReplyDelete