Kesembilan : Langkah Pertama

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"

Summary : Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalannya.
*********************************************************************************




Maya merasakan tubuhnya menggigil, sepertinya dia demam lagi. Seharian dia berusaha menahan sakitnya. Maya tidak mau Masumi tahu kalau dia masih sakit, itu bisa membatalkan semua rencananya. Beruntung kekasihnya itu membelikannya tiket penerbangan first class, sehingga dia bisa beristirahat dengan lebih baik.

"Are you okay Miss? You look pale?" Seorang pramugari menghampirinya karena melihat wajah Maya yang pucat.

Sejak memutuskan untuk pergi ke Amerika, diam-diam tiap malam Maya berlatih keras percakapan dasar dalam bahasa inggris. Paling tidak dia bisa berkomunikasi meski tidak begitu lancar.

"I have fever," jawab Maya.

Pramugari itu terkejut. "Do you have take medicine, Miss?”

"Yes, I have."

Pramugari itu sedikit lega lalu tersenyum. "Do you need help?"

"No, thank you. I want sleep now."

"Okay Miss, please call me if you need something."

"Thank you." Maya menarik napas panjang dan membalut tubuhnya dengan selimut. Dia masih menggenggam kartu ucapan dari Mawar ungu untuknya.

Untuk : Bidadari Merah
Aku tidak tahu untuk apa kau pergi ke Amerika. Tapi percayalah, aku akan selalu mendukung semua keputusanmu. Aku akan menunggumu kembali dan sabar menanti untuk bisa melihatmu kembali berakting di panggung.
Jangan sungkan untuk menghubungiku jika kau membutuhkan sesuatu. Kupikir email akan efektif untuk kita. Semoga penerbanganmu menyenangkan. Jaga dirimu baik-baik.

Pengagummu
Mawar Ungu

Maya tersenyum saat entah untuk yang keberapa kali dia membaca surat itu. Di dalam amplop surat juga terdapat kartu nama yang hanya bertuliskan nama dan alamat email. Maya tersenyum geli membayangkan ide kekasihnya. Meski begitu dia tidak pernah bosan membaca surat dari Mawar Ungu. Semua surat dan kartu ucapan yang di terimanya tersimpan rapi dalam box kesayangan Maya. Lagi-lagi dia menahan tawa saat membayangkan Masumi menulisnya.

"Masumi, aku sudah begitu merindukanmu," desahnya. Dan tak lama kemudian, Maya terlelap di bawah pengaruh obat.

***
Keesokan paginya, terjadi kegemparan di dunia hiburan Jepang. Entah bagaimana, berita perginya Maya tiba-tiba sudah tersebar. Kabar menghilangnya sang Bidadari Merah mengisi setiap berita di televisi dan surat kabar.

Tak pelak, teman-teman Maya menjadi buruan para pencari berita. Bahkan rumah Kuronuma pun di datangi para wartawan. Sutradara itu terpaksa berteriak-teriak untuk mengusir para wartawan gila di depan rumahnya.

Sementara itu di gedung Daito. Mizuki meletakkan surat kabar pagi di meja atasannya. Wajah Masumi tampak tidak bersahabat. Jelas, dia tersiksa dengan kepergian Maya.

"Beritanya sudah menyebar dengan cepat, Tuan Masumi."

"Ya," jawab Masumi singkat. Dia masih serius membaca dokumen tanpa menatap Mizuki. Sepertinya Masumi tidak tertarik membaca surat kabar yang di bawa sekretarisnya. Beritanya hanya akan membuatnya semakin sakit hati.

"Apakah Anda mencurigai seseorang? Tidak mungkin beritanya tersebar secepat ini jika-,"

"Cukup Mizuki, kita sama-sama tahu siapa yang ada di balik ini semua. Hanya dia orang luar yang tahu dan dia juga orang yang paling berbahagia atas kepergian Maya." Masumi menatap Mizuki dingin.

Mizuki mengangguk sopan. "Saya permisi, Tuan." Dia tidak berniat melanjutkan pembicaraan.

Masumi membiarkan sekretarisnya pergi. Setengah hati, akhirnya Masumi meraih surat kabar di atas meja. Headline berita tercetak dengan huruf tebal, 'Bidadari Merah Menghilang'. Ulasan di bawahnya hanya berisi spekulasi para wartawan tentang alasan kepergian Maya dan menduga-duga kemana sang aktris itu pergi. Selebihnya adalah berita hoax tentang perasaan tertekan untuk memerankan bidadari merah dan sebagainya.

"Omong kosong!" Masumi melempar surat kabarnya kemeja. Menghela napas panjang lalu melihat jam tangannya. Bukan jam tangan mahal seperti yang di milikinya, tapi jam itu sangatlah berharga. Memorinya melayang pada saat dia menerima hadiah dari Maya.

"Kalau aku pergi nanti, aku ingin kau selalu mengingatku." Maya berbaring manja di pangkuan Masumi saat hari terakhir mereka berada di Izu.

"Tentu aku akan selalu mengingatmu. Tak hanya itu, aku akan selalu merindukanmu." Masumi tersenyum sambil membelai lembut rambut Maya.

"Setiap hari?"

"Setiap hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detiknya, sayang."

Maya terkikik. "Kau bohong, kau tidak akan bisa bekerja kalau hanya terus memikirkanku."

"Kalau begitu kau tidak usah pergi, jadi aku tidak perlu memikirkanmu sepanjang waktu karena kita bisa terus bersama."

Maya terbahak. "Bukannya hal itu justru akan membuatmu semakin tidak bisa bekerja."

Masumi ikut tergelak. "Setidaknya ada pekerjaan menyenangkan yang bisa kulakukan."

Maya bangun sambil tertawa lalu berlari kekamarnya dan keluar dengan membawa sebuah kotak berwarna hitam.

"Untukku?" tanya Masumi saat Maya mengulurkan kotak itu padanya.

Maya mengangguk dan ekspresi senang langsung tergambar di wajah Masumi. "Kau suka?" tanya Maya ragu.

"Tentu saja aku suka." Masumi menarik Maya ke dalam pelukannya dan mendaratkan beberapa ciuman di wajah cantik kekasihnya.

"Itu bukan jam tangan mahal tapi kuharap dengan memakainya, kau akan selalu mengingatku."

"Ini jauh lebih berharga di banding semua jam mahal di luar sana dan aku akan sangat senang memakainya."

"Benarkah?"

"Tentu saja, dan dengan ini aku akan menghitung mundur setiap jam, menit dan detik yang kulalui untuk bisa bertemu denganmu lagi."

Maya tersenyum senang. "Syukurlah kalau kau suka, tadinya aku ragu untuk memberikannya."

"Aku suka, terima kasih." Masumi mengecup mesra kening Maya.

"Pakai saat aku sudah pergi ya dan mulailah menghitung mundur," bisik Maya dan ciuman hangat Masumi yang melumat bibirnya menjadi jawaban setuju.

Masumi kembali menarik napas panjang. Ingatannya masih begitu segar mengenang kejadian itu. Sekarang sudah sebelas jam sejak kepergian Maya tapi rasanya sudah seperti satu tahun bagi Masumi.

"Sebentar lagi dia akan mendarat dan kuharap aku segera mendapat kabar darinya." Masumi beranjak dan berjalan ke jendela, memandang ke langit luas. "Maya, aku sudah begitu merindukanmu."

***
Kondisi Maya membaik setelah minum obat dan beristirahat selama penerbangan. Pesawat mendarat pukul dua belas malam di New york. Setelah selesai dengan semua barangnya, Maya berjalan perlahan ke pintu kedatangan. Matanya tampak mencari seseorang dan senyumnya mengembang saat melihat seorang pemuda membawa kertas putih dengan namanya.

"Satomi!" panggil Maya girang dan Satomi langsung menghampiri gadis itu.

"Apa kabar Maya, senang sekali bisa melihatmu lagi." Keduanya saling berpelukan.

"Aku juga senang melihatmu. Maaf jadi merepotkan."

"Kau ini bicara apa? Aku senang bisa membantu. Sebaiknya kita segera ke apartemen. Kau terlihat cukup kacau."

Maya tertawa. "Iya, aku sedikit tidak enak badan."

"Kalau begitu kita harus bergegas." Satomi membantu Maya dengan membawa kopernya.

Pukul satu dini hari Maya tiba di apartemennya. Dia lega dan puas melihatnya. Apartemen itu tidak mewah tapi bersih dan rapi, sederhana tapi nyaman. Ada dua kamar, ruang tamu, ruang makan dan dapur.

"Kau suka?" Satomi membantu memasukkan semua barang Maya.

"Iya, aku suka, terima kasih. Aku sangat merepotkanmu satu bulan terakhir ini."

"Memang semua permintaanmu cukup mendadak tapi tidak masalah. Aku senang bisa membantumu."

Maya tersenyum.

"Aku senang bisa mengobrol denganmu, tapi melihat kondisimu, sepertinya kau harus segera istirahat. Apa kau tidak apa-apa sendirian di sini?"

Maya mengangguk. "Jangan khawatir aku tidak apa-apa, pulanglah."

"Oh ya, semua bahan makanan sudah lengkap di dalam lemari es. Besok aku ada syuting sampai malam jadi mungkin aku tidak bisa datang. Lusa aku akan datang dan kuharap kau tidak keluar sendiri sampai aku datang. Hubungi aku jika perlu sesuatu."

"Iya, aku tidak akan kemana-mana. Terima kasih untuk semuanya."

Satomi tersenyum kecut. "Semua ini tidak seberapa, Maya. Tidak akan sanggup menebus kesalahanku padamu."

Maya terdiam. Dia tahu mantan kekasihnya itu masih merasa bersalah karena meninggalkannya justru saat dimana dirinya sangat membutuhkan kehadiran Satomi. Tapi Maya sudah melupakan semua itu. Andai saja dia masih menjadi pacar Satomi, tentu akan lain ceritanya.

"Hei sudahlah, jangan bersedih. Itu kenangan indah saat bersamamu dan biarlah itu tetap indah tanpa kau merusaknya dengan perasaan bersalahmu itu,"

Satomi tertegun. "Terima kasih kau mau memaafkanku. Kau semakin dewasa."

Maya hanya tersenyum menanggapinya. Satomi akhirnya pulang setelah menjelaskan beberapa hal tentang apartemennya dan menyerahkan kunci pada Maya. Begitu Satomi pulang Maya bergegas membersihkan diri dan berganti pakaian. Tubuhnya masih sakit dan meski demamnya sudah turun tapi kepalanya masih berdenyut tak nyaman.

Pukul dua dini hari. Maya baru saja ingin merebahkan tubuhnya di tempat tidur saat mendengar bel berbunyi.

"Satomi? Kenapa dia kembali?" gumam Maya. Yakin kalau yang datang adalah Satomi karena tidak ada orang lain yang tahu keberadaannya sekarang. Dengan menahan sakit kepala dan berpegangan pada dinding, Maya berjalan ke pintu. Ternyata dugaannya salah, dia terkejut saat melihat siapa yang datang.

"Kak Hijiri?!" pekik Maya.

"Maaf mengejutkanmu, kau baik-baik saja?"

Maya bingung dengan kehadiran Hijiri. "Eh?! Iya, silakan masuk."

Hijiri masuk ke dalam apartemen dan menyapu seluruh ruangan dengan pandangan matanya. Maya berjalan dengan masih berpeganggan pada dinding. "Sudah kuduga kau masih sakit," komentarnya.

"Eh?!"

"Cepat istirahatlah, aku akan menemanimu." Hijiri mengulurkan tangannya dan membantu Maya kembali ke tempat tidur.

Perlahan Maya berbaring, dia meringis lebar saat memarnya menyentuh tempat tidur. "Bagaimana Anda bisa berada di sini, Kak Hijiri? Apa ini perintah Masumi?"

"Siapa lagi? Kau kan tahu aku hanya bekerja untuknya." Hijiri menarik selimut untuk menutupi tubuh Maya.

"Tapi ... kenapa?-," Maya terlihat bingung.

Hijiri menghela napas. "Dia tahu kau masih sakit."

"Dia tahu?!" Maya terkejut.

"Tentu saja dia tahu, kau pikir Tuan Masumi bisa kau bodohi? Seharian dia bersamamu."

Maya tersenyum senang mendengar kekasihnya begitu mengkhawatirkannya. Tapi kemudian mendengus kesal karena kembali merepotkannya, meski Masumi melakukan itu atas nama mawar ungu.

"Tuan Masumi memintaku untuk menjagamu sampai kau aman tiba di manapun tempat yang kau tuju. Sekaligus mencari tahu di mana alamat tinggalmu. Aku satu pesawat denganmu dan aku tahu kau demam selama perjalanan." Hijiri melanjutkan penjelasannya.

"Oh, begitu rupanya. Dia sama sekali tidak percaya padaku," gumam Maya pelan.

"Bukan begitu Maya, dia percaya padamu. Kalau tidak, kau tidak akan ada di sini sekarang. Tapi masalahnya kau pergi dengan kondisi sakit, bagaimana dia tidak cemas? Tujuh tahun dia terus menjagamu, dia sudah sangat paham denganmu yang suka sekali memaksakan diri jika bersemangat melakukan sesuatu. Lagipula dia tidak tahu kalau ternyata kau bersama Satomi Shigeru di sini." Hijiri tersenyum penuh arti di akhir kalimatnya.

"Ah, itu!!!” Maya menyadari arti senyuman Hijiri. “Tolong jangan katakan padanya kalau aku bersama Satomi. Ah!" Maya tiba-tiba bangun dan seluruh tubuhnya langsung menjerit.

"Maya! Kau ini!" Hijiri terkejut. "Sudah, kita bicara besok saja. Kau istirahat dulu. Aku akan pikirkan apa saja yang harus kulaporkan. Kita masih punya banyak waktu. Aku akan berada di sini satu minggu. Kuharap kau tidak keberatan kalau aku menginap di kamar sebelah, jadi aku tidak perlu repot-repot reservasi hotel dan pekerjaanku akan lebih efisien."

"Ah, iya, silakan saja kalau begitu. Terima kasih." Tak lama kemudian Maya pun terlelap. Hijiri tidak segera tidur. Dia memeriksa seluruh apartemen Maya, lalu mengambil laptop dan mengirim email laporan ke Mawar ungu.

***
Saat yang sama, pukul lima sore waktu Tokyo, di kantor Masumi.

Bunyi ping tanda email masuk dari laptop menghentikan Masumi membaca tumpukan dokumen. Dia sudah sangat cemas karena belum juga mendapat laporan dari Hijiri. Masumi tidak berharap Maya akan langsung menghubunginya karena dia tahu gadis itu pasti sangat kelelahan, tapi Hijiri yang tidak segera melapor membuatnya meradang. Masumi segera membaca emailnya begitu melihat nama Hijiri di kotak masuk.

Dari        : Hijiri Karato
Kepada   : Masumi Hayami
Tanggal   : 26 Oktober 2015 02.15
Perihal    : Nona Maya

Tuan Masumi,
Maya sudah mendarat pukul dua belas malam waktu New York dan kondisinya cukup baik. Sepertinya dia sudah menyewa apartemen. Saya mengikutinya dan sudah tahu di mana alamatnya.
Pagi ini, saya akan mencari lebih banyak informasi dan akan segera mengabarkannya pada anda.


Regards
Hijiri Karato

Masumi menghela napas lega. "Syukurlah dia baik-baik saja." Tapi kemudian keningnya berkerut. Maya menyewa apartemen di New York? Berarti ada orang yang menyiapkannya? Sial!!! Kenapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Siapa orang yang di kenal Maya di sana? Masumi tiba-tiba meradang memikirkan ada sinterklas lain selain Mawar ungu yang membantu Maya. Dengan cepat dia menulis email balasan.

Dari        : Masumi Hayami
Kepada   : Karato Hijiri
Tanggal   :26 Oktober 2015 17.25
Perihal    : Kumpulkan semua informasi

Hijiri,
Siapa yang menjemput Maya di bandara? Cari tahu bagaimana Maya bisa mendapat apartemen di sana dan apa hubungan Maya dengan orang itu.
Istirahatlah dan berikan laporannya padaku, SECEPATNYA !!!

Sementara di sisi lain benua, Hijiri hanya bisa menggeleng saat membaca email balasan dari Masumi. Dia tahu atasannya itu pasti meradang saat membaca emailnya. Daya analisa Masumi yang cepat dan akurat selalu bisa menebak situasi dengan baik meski dia sudah melaporkan seminim mungkin informasi. Mendesah panjang, Hijiri menutup laptopnya.

"Dia menyuruhku istirahat tapi berteriak agar aku menyerahkan laporan secepatnya, menggelikan," gerutu Hijiri. Sayup-sayup dia mendengar suara Maya merintih. Hijiri pun masuk kekamar Maya.

"Masumi ... sakit ...," Maya mengigau.

Perlahan Hijiri memeriksa kening Maya dan benar saja, gadis itu demam lagi. Teringat kotak P3K yang tadi di lihatnya di dapur, Hijiri bergegas mengambilnya juga menyiapkan kompres.

"Masumi ...." Maya mengigau lagi saat Hijiri mengompresnya.

Pria itu tertegun, melihat gadis yang terbaring di depannya. Maya ... kau tidak pernah menjalani hidup yang mudah. Kau dan Tuan Masumi, kalian berdua sama-sama orang yang tidak beruntung. Dan sekarang kalian harus memperjuangkan kebahagian dengan susah payah. Kenapa takdir begitu kejam? Padahal kalian orang baik. Aku berjanji padamu, akan membantu kalian semaksimal mungkin. Sampai kalian bisa bersama dalam kebahagian. Dengan hati-hati Hijiri mengganti lagi kompres Maya.

"Masumi ...."

***
Maya membuka mata perlahan. Gadis itu bangun lalu duduk di tepi tempat tidur. Melihat kompres di meja nakas, Maya menduga dirinya pasti demam lagi. Tapi pagi ini tubuhnya merasa lebih baik. Maya pun beranjak ke kamar mandi untuk cuci muka sebelum keluar dari kamar. Sudah pukul sebelas dan matahari sudah tinggi.

"Selamat siang, Maya," sapa Hijiri saat gadis itu muncul di ruang tamu.

"Selamat siang, Kak Hijiri." Maya duduk di salah satu sofa.

"Lebih baik?"

Maya mengangguk. "Apa saya demam lagi?"

"Hampir empat puluh derajat, kau bahkan terus mengigau."

"Oh-," Maya tertunduk malu. Tak perlu bertanya apa yang dia igaukan karena itu akan membuatnya tambah malu. Maya masih ingat kalau semalam dia bermimpi tentang Masumi.

Hijiri tersenyum melihat ekspresi calon nyonyanya. "Sebaiknya kau makan dulu lalu minum obat. Aku memasak tadi."

"Anda memasak?" Maya terkejut.

"Iya, ada banyak bahan makanan di lemari es."

"Oh."

"Cepat makan, ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu sebelum aku mengirim laporanku."

"Hm, bisakah tidak usah terburu-buru mengirim laporan?"

"Sekarang sudah pukul satu malam di Tokyo dan aku yakin Tuan Masumi tidak akan tidur sebelum aku mengirim laporanku."

Mulut Maya menganga mendengarnya dan bergegas ke ruang makan. Dia kembali satu jam kemudian.

"Mana laptop dan handphone-mu?" tanya Hijiri saat Maya duduk di sofa sebelahnya.

"Eh?! Di dalam tas." Dan Maya kembali berlari ke dalam kamarnya.

"Jangan berlari Maya." Hijiri menggeleng tak percaya melihat tingkah gadis itu.

Tak lama Maya sudah membuka laptopnya, ada tiga email masuk. Handphone Maya terus berbunyi sesaat setelah di aktifkan dan saat berhenti, terlihat sepuluh pesan di kotak masuk yang semuanya berasal dari satu pengirim, Masumi. Isi pesannya sama dan Maya membaca pesan terakhir yang masuk.

Masumi
Aku tahu kau lelah, tapi tolong kabari aku bagaimana kondisimu saat ini. Aku mengkhawatirkanmu.

"Kau lihat?" Hijiri terkekeh.

Maya cemberut. "Bukankah Anda sudah melapor padanya kalau saya baik-baik saja? Kenapa harus khwatir sampai seperti ini?"

"Maya, kau harus bisa memilah antara Mawar Ungu dan Tuan Masumi. Kalau tidak, kau akan terjebak dalam permainanmu sendiri."

"Ah, saya tidak menyangka akan serumit ini." Maya mangacak rambutnya. "Baiklah, ayo kita mainkan dramanya." Dia pun membalas pesan Masumi dengan handphone-nya.

Maya
Maaf tidak segera membalas pesanmu. Aku baru saja bangun tidur. Semuanya baik-baik saja. Jangan khawatir.

Belum satu menit Maya mengirim pesan, handphone-nya langsung berdering. Membuatnya melonjak karena terkejut. Matanya membulat saat melihat nama yang tertera dilayar.

"Ha-,"

"Akhirnya aku mendengar suaramu. Aku cemas sekali kau tidak segera mengirim kabar padaku." Masumi langsung bicara bahkan saat Maya belum selesai mengucap salam.

"Aku baik-baik saja, tidak perlu sampai panik seperti itu." Maya menenangkan Masumi, tentu saja itu bohong karena dia demam semalaman.

"Aku mengkhawatirkanmu, sayang," kata Masumi putus asa.

"Aku tahu, maafkan aku tidak segera memberi kabar padamu." Maya tersenyum lemah.

"Aku juga merindukanmu."

"Aku juga."

"Aku mencintaimu sayang."

"Aku juga."

"Aku ingin bertemu denganmu."

"Kali ini aku jawab tidak." Dan desahan Masumi membuat Maya tergelak. "Istirahatlah sayang, bukankah sudah terlalu larut di Tokyo?"

"Baiklah, tapi berjanjilah kau akan terus mengirim kabar padaku,"

"Iya, aku janji," ucap Maya meyakinkan.

"Aku mencintaimu," kata Masumi lagi.

"Aku juga mencintaimu," balas Maya dan telepon pun mati. Dia menatap malu Hijiri yang duduk di sebelahnya. Maya sempat lupa kalau dirinya tidak sendiri di ruangan itu.

"Kalau saja aku tidak melihat dan mendengar sendiri, aku tidak akan percaya kau sedang bicara dengan Masumi Hayami, direktur dingin dari Daito." Hijiri terbahak.

Maya langsung cemberut karena di tertawakan. "Bukankah Anda harus segera mengirim laporan?" dengus Maya kesal.

Hijiri berhenti tertawa dan mulai mengintrogasi Maya. Gadis itu menjawab setiap pertanyaan Hijiri dengan santai. "Jadi, kau minta tolong pada Satomi untuk menyewa apartemen dan mengurus ujian masuk ke universitas?" Hijiri menarik kesimpulan dari cerita Maya.

Maya mengangguk. "Bisakah anda tidak melaporkan tentang Satomi? Masumi tidak akan tenang kalau tahu saya disini bersama Satomi."

Hijiri menghela napas panjang. "Karena itu kau merahasiakan semua rencanamu pada Tuan Masumi?"

"Tentu saja, Masumi pasti akan bersikeras membayar kuliah saya, memberi saya fasilitas dan bertindak di luar logika jika tahu semua rencana saya."

"Kau yakin tidak ingin memberitahu soal Satomi pada Tuan Masumi? Kau tidak tahu betapa cemburunya dia bila menyangkut dirimu." Ingatan Hijiri masih begitu segar saat Masumi mengancam akan membunuhnya, melempar pisau padanya. Meninggalkan luka di lehernya karena berusaha menjebak Masumi dengan mengatakan akan mengambil Maya.

"Saya tahu ... saya tahu kalau dulu Daito yang memisahkan saya dan Satomi."

"Kau menyesalinya?"

"Kalau menyesal, saya tidak akan ada disini."

"Ah, iya, kau benar. Tapi Maya, aku sarankan kau memberitahukan hal itu padanya. Lagipula dia tidak akan percaya begitu saja kau disini tanpa bantuan seorang pun sedangkan aku mengirim laporan kau menyewa apartemen."

Maya menggaruk-garuk kepalanya.

"Demi kelancaran hubungan kalian, secara bertahap kau harus menceritakan semuanya pada Tuan Masumi."

"Hhhmmm, baiklah. Saya akan pikirkan bagaimana cara menjelaskannya."

Hijiri tersenyum lalu mulai mengetik. Dalam hati dia yakin Masumi tidak akan tidur setelah membaca emailnya, kecuali jika bosnya itu menuruti perintah Maya untuk segera beristirahat.

"Tanggal berapa sekarang?" tiba-tiba Maya memekik, membuat Hijiri terkejut.

"Tanggal dua puluh enam."

"Di Tokyo?"

"Tanggal dua puluh tujuh tapi masih dini hari."

Dan wajah Maya menegang.

"Ada apa?" Hijiri tampak cemas.

"Hari ini, hari ini Masumi bebas," gumam Maya, tapi kecemasan jelas tergambar di wajahnya.
Hijiri menatapnya bingung, "Bebas?!"

***

>>Bersambung<<

Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

1 Comments