Disclaimer : Garassu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary
: Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta
dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi
semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang
terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan
mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk
menemukan jalannya.
*********************************************************************************
Maya merasakan tubuhnya
menggigil, sepertinya dia demam lagi. Seharian dia berusaha menahan sakitnya.
Maya tidak mau Masumi tahu kalau dia masih sakit, itu bisa membatalkan semua
rencananya. Beruntung kekasihnya itu membelikannya tiket penerbangan first class, sehingga dia bisa
beristirahat dengan lebih baik.
"Are you okay Miss? You look pale?"
Seorang pramugari menghampirinya karena melihat wajah Maya yang pucat.
Sejak memutuskan untuk
pergi ke Amerika, diam-diam tiap malam Maya berlatih keras percakapan dasar
dalam bahasa inggris. Paling tidak dia bisa berkomunikasi meski tidak begitu
lancar.
"I have fever," jawab Maya.
Pramugari itu terkejut.
"Do you have take medicine, Miss?”
"Yes, I have."
Pramugari itu sedikit lega
lalu tersenyum. "Do you need help?"
"No, thank you. I want sleep now."
"Okay Miss, please call me if you need
something."
"Thank you." Maya menarik napas
panjang dan membalut tubuhnya dengan selimut. Dia masih menggenggam kartu
ucapan dari Mawar ungu untuknya.
Untuk
: Bidadari Merah
Aku
tidak tahu untuk apa kau pergi ke Amerika. Tapi percayalah, aku akan selalu
mendukung semua keputusanmu. Aku akan menunggumu kembali dan sabar menanti
untuk bisa melihatmu kembali berakting di panggung.
Jangan
sungkan untuk menghubungiku jika kau membutuhkan sesuatu. Kupikir email akan
efektif untuk kita. Semoga penerbanganmu menyenangkan. Jaga dirimu baik-baik.
Pengagummu
Mawar Ungu
Mawar Ungu
Maya tersenyum saat
entah untuk yang keberapa kali dia membaca surat itu. Di dalam amplop surat
juga terdapat kartu nama yang hanya bertuliskan nama dan alamat email. Maya
tersenyum geli membayangkan ide kekasihnya. Meski begitu dia tidak pernah bosan
membaca surat dari Mawar Ungu. Semua surat dan kartu ucapan yang di terimanya
tersimpan rapi dalam box kesayangan Maya. Lagi-lagi dia menahan tawa saat membayangkan
Masumi menulisnya.
"Masumi, aku sudah
begitu merindukanmu," desahnya. Dan tak lama kemudian, Maya terlelap di
bawah pengaruh obat.
***
Keesokan paginya,
terjadi kegemparan di dunia hiburan Jepang. Entah bagaimana, berita perginya
Maya tiba-tiba sudah tersebar. Kabar menghilangnya sang Bidadari Merah mengisi
setiap berita di televisi dan surat kabar.
Tak pelak, teman-teman
Maya menjadi buruan para pencari berita. Bahkan rumah Kuronuma pun di datangi
para wartawan. Sutradara itu terpaksa berteriak-teriak untuk mengusir para
wartawan gila di depan rumahnya.
Sementara itu di gedung
Daito. Mizuki meletakkan surat kabar pagi di meja atasannya. Wajah Masumi tampak
tidak bersahabat. Jelas, dia tersiksa dengan kepergian Maya.
"Beritanya sudah
menyebar dengan cepat, Tuan Masumi."
"Ya," jawab
Masumi singkat. Dia masih serius membaca dokumen tanpa menatap Mizuki. Sepertinya
Masumi tidak tertarik membaca surat kabar yang di bawa sekretarisnya. Beritanya
hanya akan membuatnya semakin sakit hati.
"Apakah Anda
mencurigai seseorang? Tidak mungkin beritanya tersebar secepat ini jika-,"
"Cukup Mizuki,
kita sama-sama tahu siapa yang ada di balik ini semua. Hanya dia orang luar yang
tahu dan dia juga orang yang paling berbahagia atas kepergian Maya."
Masumi menatap Mizuki dingin.
Mizuki mengangguk
sopan. "Saya permisi, Tuan." Dia tidak berniat melanjutkan
pembicaraan.
Masumi membiarkan
sekretarisnya pergi. Setengah hati, akhirnya Masumi meraih surat kabar di atas
meja. Headline berita tercetak dengan huruf tebal, 'Bidadari Merah Menghilang'.
Ulasan di bawahnya hanya berisi spekulasi para wartawan tentang alasan
kepergian Maya dan menduga-duga kemana sang aktris itu pergi. Selebihnya adalah
berita hoax tentang perasaan tertekan
untuk memerankan bidadari merah dan sebagainya.
"Omong
kosong!" Masumi melempar surat kabarnya kemeja. Menghela napas panjang
lalu melihat jam tangannya. Bukan jam tangan mahal seperti yang di milikinya,
tapi jam itu sangatlah berharga. Memorinya melayang pada saat dia menerima
hadiah dari Maya.
"Kalau
aku pergi nanti, aku ingin kau selalu mengingatku." Maya berbaring manja
di pangkuan Masumi saat hari terakhir mereka berada di Izu.
"Tentu
aku akan selalu mengingatmu. Tak hanya itu, aku akan selalu merindukanmu."
Masumi tersenyum sambil membelai lembut rambut Maya.
"Setiap
hari?"
"Setiap
hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detiknya, sayang."
Maya
terkikik. "Kau bohong, kau tidak akan bisa bekerja kalau hanya terus
memikirkanku."
"Kalau
begitu kau tidak usah pergi, jadi aku tidak perlu memikirkanmu sepanjang waktu
karena kita bisa terus bersama."
Maya
terbahak. "Bukannya hal itu justru akan membuatmu semakin tidak bisa
bekerja."
Masumi
ikut tergelak. "Setidaknya ada pekerjaan menyenangkan yang bisa kulakukan."
Maya
bangun sambil tertawa lalu berlari kekamarnya dan keluar dengan membawa sebuah
kotak berwarna hitam.
"Untukku?"
tanya Masumi saat Maya mengulurkan kotak itu padanya.
Maya
mengangguk dan ekspresi senang langsung tergambar di wajah Masumi. "Kau
suka?" tanya Maya ragu.
"Tentu
saja aku suka." Masumi menarik Maya ke dalam pelukannya dan mendaratkan
beberapa ciuman di wajah cantik kekasihnya.
"Itu
bukan jam tangan mahal tapi kuharap dengan memakainya, kau akan selalu
mengingatku."
"Ini
jauh lebih berharga di banding semua jam mahal di luar sana dan aku akan sangat
senang memakainya."
"Benarkah?"
"Tentu
saja, dan dengan ini aku akan menghitung mundur setiap jam, menit dan detik
yang kulalui untuk bisa bertemu denganmu lagi."
Maya
tersenyum senang. "Syukurlah kalau kau suka, tadinya aku ragu untuk
memberikannya."
"Aku
suka, terima kasih." Masumi mengecup mesra kening Maya.
"Pakai
saat aku sudah pergi ya dan mulailah menghitung mundur," bisik Maya dan
ciuman hangat Masumi yang melumat bibirnya menjadi jawaban setuju.
Masumi kembali menarik
napas panjang. Ingatannya masih begitu segar mengenang kejadian itu. Sekarang
sudah sebelas jam sejak kepergian Maya tapi rasanya sudah seperti satu tahun
bagi Masumi.
"Sebentar lagi dia
akan mendarat dan kuharap aku segera mendapat kabar darinya." Masumi
beranjak dan berjalan ke jendela, memandang ke langit luas. "Maya,
aku sudah begitu merindukanmu."
***
Kondisi Maya membaik
setelah minum obat dan beristirahat selama penerbangan. Pesawat mendarat pukul
dua belas malam di New york. Setelah selesai dengan semua barangnya, Maya
berjalan perlahan ke pintu kedatangan. Matanya tampak mencari seseorang dan
senyumnya mengembang saat melihat seorang pemuda membawa kertas putih dengan
namanya.
"Satomi!"
panggil Maya girang dan Satomi langsung menghampiri gadis itu.
"Apa kabar Maya,
senang sekali bisa melihatmu lagi." Keduanya saling berpelukan.
"Aku juga senang
melihatmu. Maaf jadi merepotkan."
"Kau ini bicara
apa? Aku senang bisa membantu. Sebaiknya kita segera ke apartemen. Kau terlihat
cukup kacau."
Maya tertawa.
"Iya, aku sedikit tidak enak badan."
"Kalau begitu kita
harus bergegas." Satomi membantu Maya dengan membawa kopernya.
Pukul satu dini hari
Maya tiba di apartemennya. Dia lega dan puas melihatnya. Apartemen itu tidak
mewah tapi bersih dan rapi, sederhana tapi nyaman. Ada dua kamar, ruang tamu,
ruang makan dan dapur.
"Kau suka?"
Satomi membantu memasukkan semua barang Maya.
"Iya, aku suka,
terima kasih. Aku sangat merepotkanmu satu bulan terakhir ini."
"Memang semua
permintaanmu cukup mendadak tapi tidak masalah. Aku senang bisa
membantumu."
Maya tersenyum.
"Aku senang bisa
mengobrol denganmu, tapi melihat kondisimu, sepertinya kau harus segera istirahat.
Apa kau tidak apa-apa sendirian di sini?"
Maya mengangguk.
"Jangan khawatir aku tidak apa-apa, pulanglah."
"Oh ya, semua
bahan makanan sudah lengkap di dalam lemari es. Besok aku ada syuting sampai
malam jadi mungkin aku tidak bisa datang. Lusa aku akan datang dan kuharap kau
tidak keluar sendiri sampai aku datang. Hubungi aku jika perlu sesuatu."
"Iya, aku tidak
akan kemana-mana. Terima kasih untuk semuanya."
Satomi tersenyum kecut.
"Semua ini tidak seberapa, Maya. Tidak akan sanggup menebus kesalahanku
padamu."
Maya terdiam. Dia tahu
mantan kekasihnya itu masih merasa bersalah karena meninggalkannya justru saat
dimana dirinya sangat membutuhkan kehadiran Satomi. Tapi Maya sudah melupakan
semua itu. Andai saja dia masih menjadi pacar Satomi, tentu akan lain
ceritanya.
"Hei sudahlah,
jangan bersedih. Itu kenangan indah saat bersamamu dan biarlah itu tetap indah
tanpa kau merusaknya dengan perasaan bersalahmu itu,"
Satomi tertegun.
"Terima kasih kau mau memaafkanku. Kau semakin dewasa."
Maya hanya tersenyum
menanggapinya. Satomi akhirnya pulang setelah menjelaskan beberapa hal
tentang apartemennya dan menyerahkan kunci pada Maya. Begitu Satomi pulang Maya
bergegas membersihkan diri dan berganti pakaian. Tubuhnya masih sakit dan meski
demamnya sudah turun tapi kepalanya masih berdenyut tak nyaman.
Pukul dua dini hari.
Maya baru saja ingin merebahkan tubuhnya di tempat tidur saat mendengar bel
berbunyi.
"Satomi? Kenapa
dia kembali?" gumam Maya. Yakin kalau yang datang adalah Satomi karena
tidak ada orang lain yang tahu keberadaannya sekarang. Dengan menahan sakit
kepala dan berpegangan pada dinding, Maya berjalan ke pintu. Ternyata dugaannya
salah, dia terkejut saat melihat siapa yang datang.
"Kak
Hijiri?!" pekik Maya.
"Maaf
mengejutkanmu, kau baik-baik saja?"
Maya bingung dengan
kehadiran Hijiri. "Eh?! Iya, silakan masuk."
Hijiri masuk ke dalam
apartemen dan menyapu seluruh ruangan dengan pandangan matanya. Maya berjalan
dengan masih berpeganggan pada dinding. "Sudah kuduga kau masih
sakit," komentarnya.
"Eh?!"
"Cepat istirahatlah,
aku akan menemanimu." Hijiri mengulurkan tangannya dan membantu Maya
kembali ke tempat tidur.
Perlahan Maya
berbaring, dia meringis lebar saat memarnya menyentuh tempat tidur.
"Bagaimana Anda bisa berada di sini, Kak Hijiri? Apa ini perintah Masumi?"
"Siapa lagi? Kau
kan tahu aku hanya bekerja untuknya." Hijiri menarik selimut untuk
menutupi tubuh Maya.
"Tapi ...
kenapa?-," Maya terlihat bingung.
Hijiri menghela napas.
"Dia tahu kau masih sakit."
"Dia tahu?!"
Maya terkejut.
"Tentu saja dia
tahu, kau pikir Tuan Masumi bisa kau bodohi? Seharian dia bersamamu."
Maya tersenyum senang
mendengar kekasihnya begitu mengkhawatirkannya. Tapi kemudian mendengus kesal
karena kembali merepotkannya, meski Masumi melakukan itu atas nama mawar ungu.
"Tuan Masumi
memintaku untuk menjagamu sampai kau aman tiba di manapun tempat yang kau tuju.
Sekaligus mencari tahu di mana alamat tinggalmu. Aku satu pesawat denganmu dan
aku tahu kau demam selama perjalanan." Hijiri melanjutkan penjelasannya.
"Oh, begitu
rupanya. Dia sama sekali tidak percaya padaku," gumam Maya pelan.
"Bukan begitu
Maya, dia percaya padamu. Kalau tidak, kau tidak akan ada di sini sekarang.
Tapi masalahnya kau pergi dengan kondisi sakit, bagaimana dia tidak cemas?
Tujuh tahun dia terus menjagamu, dia sudah sangat paham denganmu yang suka
sekali memaksakan diri jika bersemangat melakukan sesuatu. Lagipula dia tidak
tahu kalau ternyata kau bersama Satomi Shigeru di sini." Hijiri tersenyum penuh
arti di akhir kalimatnya.
"Ah, itu!!!” Maya
menyadari arti senyuman Hijiri. “Tolong jangan katakan padanya kalau aku
bersama Satomi. Ah!" Maya tiba-tiba bangun dan seluruh tubuhnya langsung
menjerit.
"Maya! Kau
ini!" Hijiri terkejut. "Sudah, kita bicara besok saja. Kau istirahat
dulu. Aku akan pikirkan apa saja yang harus kulaporkan. Kita masih punya banyak
waktu. Aku akan berada di sini satu minggu. Kuharap kau tidak keberatan kalau
aku menginap di kamar sebelah, jadi aku tidak perlu repot-repot reservasi hotel
dan pekerjaanku akan lebih efisien."
"Ah, iya, silakan saja
kalau begitu. Terima kasih." Tak lama kemudian Maya pun terlelap. Hijiri
tidak segera tidur. Dia memeriksa seluruh apartemen Maya, lalu mengambil laptop
dan mengirim email laporan ke Mawar ungu.
***
Saat yang sama, pukul
lima sore waktu Tokyo, di kantor Masumi.
Bunyi ping tanda email
masuk dari laptop menghentikan Masumi membaca tumpukan dokumen. Dia sudah
sangat cemas karena belum juga mendapat laporan dari Hijiri. Masumi tidak
berharap Maya akan langsung menghubunginya karena dia tahu gadis itu pasti
sangat kelelahan, tapi Hijiri yang tidak segera melapor membuatnya meradang. Masumi
segera membaca emailnya begitu melihat nama Hijiri di kotak masuk.
Dari
: Hijiri Karato
Kepada
: Masumi Hayami
Tanggal
: 26 Oktober 2015 02.15
Perihal
: Nona Maya
Tuan Masumi,
Maya sudah mendarat
pukul dua belas malam waktu New York dan kondisinya cukup baik. Sepertinya dia
sudah menyewa apartemen. Saya mengikutinya dan sudah tahu di mana alamatnya.
Pagi ini, saya akan mencari lebih banyak informasi dan akan segera mengabarkannya pada anda.
Pagi ini, saya akan mencari lebih banyak informasi dan akan segera mengabarkannya pada anda.
Regards
Hijiri Karato
Masumi menghela napas lega. "Syukurlah dia baik-baik saja." Tapi kemudian keningnya berkerut. Maya menyewa apartemen di New York? Berarti ada orang yang menyiapkannya? Sial!!! Kenapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Siapa orang yang di kenal Maya di sana? Masumi tiba-tiba meradang memikirkan ada sinterklas lain selain Mawar ungu yang membantu Maya. Dengan cepat dia menulis email balasan.
Dari
: Masumi Hayami
Kepada
: Karato Hijiri
Tanggal
:26 Oktober 2015 17.25
Perihal
: Kumpulkan semua informasi
Hijiri,
Siapa yang menjemput
Maya di bandara? Cari tahu bagaimana Maya bisa mendapat apartemen di sana dan
apa hubungan Maya dengan orang itu.
Istirahatlah dan
berikan laporannya padaku, SECEPATNYA !!!
Sementara di sisi lain
benua, Hijiri hanya bisa menggeleng saat membaca email balasan dari Masumi. Dia
tahu atasannya itu pasti meradang saat membaca emailnya. Daya analisa Masumi
yang cepat dan akurat selalu bisa menebak situasi dengan baik meski dia sudah
melaporkan seminim mungkin informasi. Mendesah panjang, Hijiri menutup
laptopnya.
"Dia menyuruhku
istirahat tapi berteriak agar aku menyerahkan laporan secepatnya, menggelikan,"
gerutu Hijiri. Sayup-sayup dia mendengar suara Maya merintih. Hijiri pun masuk
kekamar Maya.
"Masumi ... sakit ...,"
Maya mengigau.
Perlahan Hijiri
memeriksa kening Maya dan benar saja, gadis itu demam lagi. Teringat kotak P3K
yang tadi di lihatnya di dapur, Hijiri bergegas mengambilnya juga menyiapkan
kompres.
"Masumi ...."
Maya mengigau lagi saat Hijiri mengompresnya.
Pria itu tertegun,
melihat gadis yang terbaring di depannya. Maya
... kau tidak pernah menjalani hidup yang mudah. Kau dan Tuan Masumi, kalian
berdua sama-sama orang yang tidak beruntung. Dan sekarang kalian harus
memperjuangkan kebahagian dengan susah payah. Kenapa takdir begitu kejam? Padahal
kalian orang baik. Aku berjanji padamu, akan membantu kalian semaksimal
mungkin. Sampai kalian bisa bersama dalam kebahagian. Dengan hati-hati Hijiri
mengganti lagi kompres Maya.
"Masumi ...."
***
Maya membuka mata
perlahan. Gadis itu bangun lalu duduk di tepi tempat tidur. Melihat kompres di meja
nakas, Maya menduga dirinya pasti demam lagi. Tapi pagi ini tubuhnya merasa
lebih baik. Maya pun beranjak ke kamar mandi untuk cuci muka sebelum keluar
dari kamar. Sudah pukul sebelas dan matahari sudah tinggi.
"Selamat siang,
Maya," sapa Hijiri saat gadis itu muncul di ruang tamu.
"Selamat siang,
Kak Hijiri." Maya duduk di salah satu sofa.
"Lebih baik?"
Maya mengangguk.
"Apa saya demam lagi?"
"Hampir empat
puluh derajat, kau bahkan terus mengigau."
"Oh-," Maya
tertunduk malu. Tak perlu bertanya apa yang dia igaukan karena itu akan
membuatnya tambah malu. Maya masih ingat kalau semalam dia bermimpi tentang
Masumi.
Hijiri tersenyum
melihat ekspresi calon nyonyanya. "Sebaiknya kau makan dulu lalu minum
obat. Aku memasak tadi."
"Anda
memasak?" Maya terkejut.
"Iya, ada banyak
bahan makanan di lemari es."
"Oh."
"Cepat makan, ada
banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu sebelum aku mengirim laporanku."
"Hm, bisakah tidak
usah terburu-buru mengirim laporan?"
"Sekarang sudah
pukul satu malam di Tokyo dan aku yakin Tuan Masumi tidak akan tidur sebelum
aku mengirim laporanku."
Mulut Maya menganga
mendengarnya dan bergegas ke ruang makan. Dia kembali satu jam kemudian.
"Mana laptop dan handphone-mu?" tanya Hijiri saat
Maya duduk di sofa sebelahnya.
"Eh?! Di dalam
tas." Dan Maya kembali berlari ke dalam kamarnya.
"Jangan berlari
Maya." Hijiri menggeleng tak percaya melihat tingkah gadis itu.
Tak lama Maya sudah
membuka laptopnya, ada tiga email masuk. Handphone
Maya terus berbunyi sesaat setelah di aktifkan dan saat berhenti, terlihat
sepuluh pesan di kotak masuk yang semuanya berasal dari satu pengirim, Masumi.
Isi pesannya sama dan Maya membaca pesan terakhir yang masuk.
Masumi
Aku tahu kau lelah, tapi tolong kabari aku bagaimana kondisimu saat ini. Aku mengkhawatirkanmu.
Aku tahu kau lelah, tapi tolong kabari aku bagaimana kondisimu saat ini. Aku mengkhawatirkanmu.
"Kau lihat?"
Hijiri terkekeh.
Maya cemberut.
"Bukankah Anda sudah melapor padanya kalau saya baik-baik saja? Kenapa
harus khwatir sampai seperti ini?"
"Maya, kau harus
bisa memilah antara Mawar Ungu dan Tuan Masumi. Kalau tidak, kau akan terjebak
dalam permainanmu sendiri."
"Ah, saya tidak
menyangka akan serumit ini." Maya mangacak rambutnya. "Baiklah, ayo
kita mainkan dramanya." Dia pun membalas pesan Masumi dengan handphone-nya.
Maya
Maaf tidak segera membalas pesanmu. Aku baru saja bangun tidur. Semuanya baik-baik saja. Jangan khawatir.
Maaf tidak segera membalas pesanmu. Aku baru saja bangun tidur. Semuanya baik-baik saja. Jangan khawatir.
Belum satu menit Maya
mengirim pesan, handphone-nya langsung berdering. Membuatnya melonjak karena
terkejut. Matanya membulat saat melihat nama yang tertera dilayar.
"Ha-,"
"Akhirnya aku
mendengar suaramu. Aku cemas sekali kau tidak segera mengirim kabar padaku."
Masumi langsung bicara bahkan saat Maya belum selesai mengucap salam.
"Aku baik-baik
saja, tidak perlu sampai panik seperti itu." Maya menenangkan Masumi,
tentu saja itu bohong karena dia demam semalaman.
"Aku
mengkhawatirkanmu, sayang," kata Masumi putus asa.
"Aku tahu, maafkan
aku tidak segera memberi kabar padamu." Maya tersenyum lemah.
"Aku juga
merindukanmu."
"Aku juga."
"Aku mencintaimu
sayang."
"Aku juga."
"Aku ingin bertemu
denganmu."
"Kali ini aku
jawab tidak." Dan desahan Masumi membuat Maya tergelak. "Istirahatlah
sayang, bukankah sudah terlalu larut di Tokyo?"
"Baiklah, tapi
berjanjilah kau akan terus mengirim kabar padaku,"
"Iya, aku
janji," ucap Maya meyakinkan.
"Aku
mencintaimu," kata Masumi lagi.
"Aku juga
mencintaimu," balas Maya dan telepon pun mati. Dia menatap malu Hijiri
yang duduk di sebelahnya. Maya sempat lupa kalau dirinya tidak sendiri di
ruangan itu.
"Kalau saja aku
tidak melihat dan mendengar sendiri, aku tidak akan percaya kau sedang bicara
dengan Masumi Hayami, direktur dingin dari Daito." Hijiri terbahak.
Maya langsung cemberut
karena di tertawakan. "Bukankah Anda harus segera mengirim laporan?"
dengus Maya kesal.
Hijiri berhenti tertawa
dan mulai mengintrogasi Maya. Gadis itu menjawab setiap pertanyaan Hijiri
dengan santai. "Jadi, kau minta tolong pada Satomi untuk menyewa apartemen
dan mengurus ujian masuk ke universitas?" Hijiri menarik kesimpulan dari
cerita Maya.
Maya mengangguk.
"Bisakah anda tidak melaporkan tentang Satomi? Masumi tidak akan tenang
kalau tahu saya disini bersama Satomi."
Hijiri menghela napas
panjang. "Karena itu kau merahasiakan semua rencanamu pada Tuan Masumi?"
"Tentu saja,
Masumi pasti akan bersikeras membayar kuliah saya, memberi saya fasilitas dan
bertindak di luar logika jika tahu semua rencana saya."
"Kau yakin tidak
ingin memberitahu soal Satomi pada Tuan Masumi? Kau tidak tahu betapa cemburunya
dia bila menyangkut dirimu." Ingatan Hijiri masih begitu segar saat Masumi
mengancam akan membunuhnya, melempar pisau padanya. Meninggalkan luka di lehernya
karena berusaha menjebak Masumi dengan mengatakan akan mengambil Maya.
"Saya tahu ... saya
tahu kalau dulu Daito yang memisahkan saya dan Satomi."
"Kau
menyesalinya?"
"Kalau menyesal,
saya tidak akan ada disini."
"Ah, iya, kau
benar. Tapi Maya, aku sarankan kau memberitahukan hal itu padanya. Lagipula dia
tidak akan percaya begitu saja kau disini tanpa bantuan seorang pun sedangkan
aku mengirim laporan kau menyewa apartemen."
Maya menggaruk-garuk
kepalanya.
"Demi kelancaran
hubungan kalian, secara bertahap kau harus menceritakan semuanya pada Tuan
Masumi."
"Hhhmmm, baiklah.
Saya akan pikirkan bagaimana cara menjelaskannya."
Hijiri tersenyum lalu
mulai mengetik. Dalam hati dia yakin Masumi tidak akan tidur setelah membaca
emailnya, kecuali jika bosnya itu menuruti perintah Maya untuk segera
beristirahat.
"Tanggal berapa
sekarang?" tiba-tiba Maya memekik, membuat Hijiri terkejut.
"Tanggal dua puluh
enam."
"Di Tokyo?"
"Tanggal dua puluh
tujuh tapi masih dini hari."
Dan wajah Maya
menegang.
"Ada apa?"
Hijiri tampak cemas.
"Hari ini, hari
ini Masumi bebas," gumam Maya, tapi kecemasan jelas tergambar di wajahnya.
Hijiri menatapnya bingung,
"Bebas?!"
***
>>Bersambung<<
Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina
1 Comments
Deg degan setiap baca part nya,,,,keren eui
ReplyDelete