Disclaimer : Garassu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary
: Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta
dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi
semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang
terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan
mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk
menemukan jalannya.
*********************************************************************************
New York.
Satomi terkejut saat
Hijiri membuka pintu untuknya. "Ngg, maaf, anda?"
"Satomi ya?"
teriak Maya dari dalam dan Hijiri segera mempersilahkan Satomi masuk tanpa
menjawab kebingungannya.
"Kau datang pagi
sekali?" tanya Maya senang melihat Satomi datang, "Kau sudah sarapan?
Ayo kita sarapan bersama."
"Ah iya,"
Satomi duduk dimeja makan diikuti Hijiri dan Maya. Satomi masih terlihat heran
dengan keberadaan Hijiri dan Maya sama sekali tidak menyadarinya.
"Aku Shijo Ueda,
kakak angkat Maya,"
Maya langsung tersedak
susu yang diminumnya. Baru sadar kalau dia belum memperkenalkan Hijiri pada
Satomi.
"Kau tidak
apa-apa?" Satomi mengulurkan serbet makan untuk membersihkan susu yang
tumpah.
"Ah,
tidak...apa-apa," kata Maya seraya melirik kesal pada Hijiri.
Satomi mengalihkan
pandangannya pada Hijiri, "Saya Satomi Shigeru, salam kenal, senang
bertemu anda."
"Senang juga
bertemu denganmu, maaf kalau Maya telah merepotkanmu. Aku baru tiba semalam
karena Maya pergi tanpa persetujuanku jadi aku menyusulnya,"
Shigeru terkejut begitu
juga Maya.
"Maaf sebelumnya,
saya tidak tahu kalau Maya punya kakak angkat dan saya juga tidak tahu kalau
Maya pergi tanpa ijin. Sepertinya dia memang punya hobi kabur," Satomi
tertawa.
Maya cemberut.
"Ya, semakin
dewasa malah semakin merepotkan," celetuk Hijiri dan Satomi kembali
tertawa.
Handphone Satomi
berbunyi dan dia permisi keruang tamu untuk menjawabnya.
"Kakak angkat?!
Apa maksud anda?" Maya melotot pada Hijiri.
"Mainkan saja
peranmu dan berhentilah bicara formal padaku atau Shigeru akan curiga siapa
aku," Hijiri menyeringai pada Maya.
"Merepotkan
saja," gerutu Maya.
"Bukankah sudah ku
bilang kau memang merepotkan," Hijiri tertawa.
"Anda ternyata
pandai juga bermain drama," cibir Maya.
"Kau yang mengajariku."
Dan Maya berhenti
protes saat Satomi kembali ke ruang makan.
"Oh ya Maya, guru
privatmu akan datang sore ini," kata Satomi disela-sela sarapannya.
Hijiri langsung melihat
Maya, terkejut dengan rencana Maya yang lain.
"Hhmmm, bagus,
kalau begitu aku bisa mulai belajar." Maya tersenyum senang, mengabaikan
tatapan penuh selidik dari Hijiri.
Setelah selesai sarapan
mereka duduk di ruang tamu. Satomi memberikan beberapa kaset DVD pada Maya.
"Apa ini?"
Hijiri mengambil salah satu kaset.
"Itu DVD rekaman
drama dari teater Scarlet, pesanan Maya," jawab Satomi.
"Bisa
jelaskan?" lagi-lagi Hijiri menatap Maya penuh selidik, perannya sebagai
kakak Maya membuatnya bisa mendapat banyak informasi tentang rencana Maya yang
sebenarnya.
Maya menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal.
"Jadi Maya juga
tidak memberitahu anda?" Celetuk Satomi heran.
Maya mendengus kesal,
Satomi bisa membeberkan semua rahasianya tapi dia juga tidak bisa melarang
Satomi bicara.
"Seperti yang kau
tahu, aku tidak tahu apa-apa. Jadi bisakah kau menceritakan sedikit ide gila
adikku?" Hijiri benar-benar memanfaatkan kesempatan.
"Aku tidak
mengerti kenapa kau menyembunyikan berita baik dari kakakmu. Maya diajak
bergabung di teater Scarlet, salah satu teater terbaik Broadway."
"Oh, jadi begitu
ya. Pantas saja kau memilih kabur dari Jepang," kali ini Hijiri berusaha
menyembunyikan keterkejutannya, dia tidak menyangka Maya mempunyai segudang
rencana yang tidak bisa diterkanya.
Maya hanya meringis
melihat Hijiri dan kembali melihat beberapa kaset DVD ditangannya.
Tidak lama kemudian
Satomi permisi pulang karena ada jadwal syuting pada siang hari dan berjanji
datang kembali pada sore harinya bersama guru privat Maya.
"Jadi," kata
Hijiri seraya menutup pintu, "Guru privat lalu teater Scarlet. Apa ada
rahasia lain lagi yang bisa membuatku kena serangan jantung Maya?" Tanya
Hijiri, membuat Maya melotot.
"Anda curang Kak
Hijiri," dengus Maya kesal.
"Sudah kubilang
berhentilah bicara formal padaku,"
"Tapi anda kan
bukan kakak saya?!"
"Apa kau tidak senang?"
"Apa?"
"Kalau aku menjadi
kakakmu? Sepertinya menyenangkan punya adik perempuan sepertimu,"
"Kak
Hijiri!!"
Hijiri tertawa,
"Ya setidaknya sebelum kau menjadi nyonyaku, menyenangkan bisa
menjadikanmu adikku,"
"Eh?!" Wajah
Maya tiba-tiba merah lalu menunduk.
"Kenapa?"
"Nggg, maksudnya
tadi itu...apa?" Tanya Maya malu dan Hijiri terbahak di sofa sambil
memegangi perutnya.
"Apa yang
lucu?!" Maya mulai kesal.
"Kau!"
"Saya?"
Hijiri berhenti
tertawa, "Sejak kemarin aku mendengarmu mengoceh soal cinta dan saling
memiliki dengan Tuan Masumi tapi kau sama sekali tak berpikir kalau suatu saat
kau akan menjadi nyonyaku. Ya ampun Maya, kau bisa memikirkan semua rencana
besar ini tapi kau tidak memikirkan kalau suatu hari nanti kau akan menjadi
Nyonya Hayami,"
Mulut Maya menganga
karenanya, apa yang dikatakan Hijiri memang benar tapi menyandang nama nyonya
Hayami memang tidak pernah terpikirkan olehnya.
"Baiklah, meski
bercanda denganmu begitu menyenangkan tapi kita harus berhenti karena kau
berhutang penjelasan padaku,"
Mata Maya membulat,
"Saya tidak berhutang apapun pada anda," Maya masih kesal.
"Saya? Anda?
Membuatku sedikit bosan Maya,"
Maya cenberut,
"Kak Hijiri sama saja dengan Masumi yang suka sekali memancing
kemarahanku,"
"Itulah sebabnya
kenapa kami berdua cocok dan bisa bekerja sama," Hijiri tertawa lagi.
"Baiklah, hentikan
semua tawa itu dan katakan apa yang mau Kak Hijiri tahu," Maya merubah
cara bicaranya pada Hijiri.
"Hhmm, kau menyewa
apartemen lalu menyewa guru privat. Darimana kau mendapatkan uang untuk
membiayai semua itu?" Hijiri mulai serius.
"Oh, apa Kak
Hijiri lupa kalau dulu aku aktris terkenal dari Daito. Semua pendapatanku waktu
itu aku simpan di bank dalam bentuk deposito. Aku belum pernah menggunakannya
sama sekali dan kemarin aku menguras semua depositoku untuk semua ini,"
jawab Maya.
"Lalu untuk biaya
hidupmu selanjutnya?"
"Aku akan
menandatangani kontrak dengan teater Scarlet."
"Kau memikirkan
semua itu sendiri?"
Maya mengangguk. Hijiri
tertegun.
"Apa kau
benar-benar sanggup melakukan semua ini?"
"Maksudmu karena
aku tidak pintar?" Maya cemberut.
"Hhmm,
itu...,"
"Ya, aku memang
tidak pintar, tapi aku akan tetap berusaha. Ini semua demi rencanaku,"
Hijiri semakin tidak
mengerti dengan jalan pikiran Maya.
"Sebenarnya apa
rencanamu? Aku sama sekali tidak bisa menebaknya. Semuanya seperti kepingan
puzzle yang berantakan. Dengan semua yang ku lihat, aku tidak menemukan sesuatu
yang bisa membantumu untuk mengalahkan Daito dan Eisuke Hayami,"
Maya tidak menjawab
tapi hanya tersenyum lalu meninggalkan Hijiri yang terbengong di luar tamu.
"Apa sebenarnya
yang ada didalam pikiranmu Maya? Aku sama sekali tidak bisa menebaknya. Kau
berhasil sejauh ini, hanya dengan sebuah tekad kau memulai segalanya. Demi Tuan
Masumi kau menerjang semua batasanmu. Tidak heran kenapa Tuan Masumi begitu
mencintaimu, kau memang layak dicintai. Baru dua hari aku bersamamu tapi aku
merasa begitu bahagia dan santai. Kau membawa energi yang berbeda, caramu
memandang hidup berbeda. Kau memang istimewa Maya. Aku benar-benar menghormatimu,
kau memang layak menjadi Nyonyaku,"
***
Maya sudah siap ketika
Satomi dan guru privatnya datang pukul tiga sore. Guru privat Maya seorang
wanita muda yang cantik bernama Elisa Morgan. Dia adalah dosen lepas jurusan
bisnis disalah satu universitas swasta. Selain mengajar bisnis pada Maya, dia
juga mengajari Maya bahasa inggris.
Hijiri terperangah saat
mengetahui materi yang akan dipelajari Maya, masih tidak mengerti apa yang
dipikirkan gadis mungil itu. Maya juga mati-matian menolak menjelaskan semuanya
dan kali ini jalannya juga buntu karena Satomi juga tidak tahu soal rencana
Maya yang satu ini.
Akhirnya Hijiri
menyerah, dia menghabiskan waktu dengan mengobrol dibalkon bersama Satomi
sementara Maya diruang tamu memulai belajar bahasa inggris dan beberapa materi
dasar tentang bisnis.
"Kalau boleh saya
tahu, bagaimana anda bisa menjadi kakak angkat Maya?"
"Eh?!"
"Maaf, hanya ingin
tahu saja. Tidak apa-apa jika anda tidak menjawabnya," kata Satomi malu.
"Wajar kalau kau
penasaran, kau dulu pacarnya Maya kan?" Hijiri mengulur waktu sementara
otaknya memikirkan jawaban dari pertanyaan Satomi.
"Ah itu...,"
seketika wajah Satomi menjadi muram, lalu melirik ke arah Maya yang terlihat
begitu kebingungan dengan pelajarannya.
"Kenapa?"
"Aku bukan kekasih
yang baik, aku meninggalkannya dan tidak bisa melindunginya justru ketika saat
dia membutuhkanku."
Hijiri menangkap sebuah
penyesalan dalam nada suara Satomi dan itu menciptakan sebuah alasan di
otaknya.
"Aku bertemu Maya
setelah kehancuran karirnya di dunia entertainment. Dia anak yang baik, penuh
semangat. Awalnya kami hanya teman, tapi melihat semangatnya membuatku tak
pernah ingin jauh darinya. Aku sudah menganggapnya sebagai adikku
sendiri," kata Hijiri dan Satomi terdiam. "Maya juga pernah bercerita
tentangmu,"
"Benarkah?"
"Dia bilang kau
pemuda yang baik,"
Satomi tersenyum lemah,
"Dia memang selalu menganggap semua orang baik,"
Hijiri tersenyum,
"Sudahlah tidak usah dipikirkan, kau sudah banyak membantu Maya sekarang.
Tadinya aku begitu khawatir saat dia pergi sendiri makanya aku langsung
menyusulnya tapi setelah melihatmu membantunya aku sedikit lega. Maukah kau
membantuku menjaganya?"
Mata Satomi berbinar
senang, "Tentu saja, aku akan menjaganya,"
Hijiri tersenyum lagi,
"Terima kasih,"
Tuan
Masumi, maafkan saya. Mungkin anda akan sangat marah jika mendengar hal ini
tapi saya tidak bisa membiarkan Maya sendirian disini. Biarkan untuk sementara
dia menjaganya sampai Maya siap untuk kembali.
"Kak, kak
Ueda?" Panggilan Satomi menyadarkan Hijiri dari lamunanya. Hijiri
tersenyum lalu keduanya meneruskan obrolannya.
***
Pukul delapan malam
Maya baru selesai, Satomi kemudian mengantar guru privat Maya pulang.
"Bagaimana hari
pertama belajarnya?"
Maya sedang membereskan
buku-bukunya diruang tamu.
"Melelahkan
sekali, tidak kusangka sulit sekali," Wajah Maya tampak kusut.
Hijiri tertawa,
"Menyerah?"
"Tidak akan! Aku
pasti bisa, aku akan berusaha keras untuk belajar!! Lihat saja, aku pasti
berhasil !" Maya tidak terima Hijiri meremehkannya.
Melihat tekad Maya
Hijiri hanya menghela napas panjang. Gadis itu sudah membuatnya kebingungan
setengah mati. Apa yang akan dia laporkan pada Masumi jika hanya
kepingan-kepingan kecil yang dia dapatkan. Mungkin lebih mudah baginya untuk
memaksa yakuza bicara daripada memaksa Maya menjelaskan rencananya. Padahal
selama ini dia tidak pernah gagal menjalankan tugasnya.
"Sebaiknya kau
makan malam dulu, aku sudah siapkan didapur," kata Hijiri diujung keputus
asaannya mencari jawaban.
Maya langsung girang,
"Terima kasih Kak. Kalau tahu punya kakak bisa seenak ini mungkin
seharusnya sejak dulu aku menjadikan Kak Hijiri kakakku," ledek Maya.
"Ya lalu kau bisa
membuat Tuan Masumi memecatku," cibir Hijiri meski dalam hatinya dia
setuju. Dia benar-benar menyayangi Maya.
Maya terkikik dan pergi
ke ruang makan. Sudah pukul sepuluh malam saat Maya merebahkan dirinya ditempat
tidur. Matanya sudah mengantuk dan dia sudah merasa lelah dengan semua
pelajarannya. Melirik handphonenya diatas meja.
"Masumi pasti
sangat sibuk, hari ini dia tidak meneleponku. Hanya mengirim pesan pagi tadi.
Ah...ini kan jam makan siang," Mayapun segera mengambil handphonenya dan
mengetik pesan.
Maya
Waktunya makan siang sayang. Aku baru mau tidur dan berharap memimpikanmu malam ini. Merindukanmu.
Waktunya makan siang sayang. Aku baru mau tidur dan berharap memimpikanmu malam ini. Merindukanmu.
Maya senyum-senyum sendiri saat mengirim pesannya. Tapi lama dia menunggu, Masumi tidak juga membalas pesannya.
"Dia pasti sangat
sibuk," dan Mayapun terlelap.
***
Maya merasa heran
karena selama dua hari Masumi tidak menghubunginya. Pagi itu dia bangun dengan
wajah masam.
"Kau kenapa?"
Tanya Hijiri melihat Maya yang pendiam saat sarapan, padahal biasanya setiap
pagi Maya selalu berceloteh seperti burung parkit.
"Ngg, apa Kak
Hijiri masih mengirim laporan pada Masumi?" Tanya Maya lirih.
"Tentu saja, untuk
itulah aku ada disini. Aku mengirim laporan padanya semalam tentang
perkembanganmu,"
"Apa dia
membalasnya?"
"Iya," Hijiri
mengernyit heran, "Tuan Masumi tidak menghubungimu?"
Maya menggeleng pelan,
"Nona Mizuki bilang dia sedang sibuk sekali, mengurus semua proyek Daito
dan grup Takatsu yang dibatalkan,"
"Lalu kenapa kau
cemas?"
"Dia juga tidak
membalas pesanku, apa dia sesibuk itu sampai tidak bisa membalas pesanku?"
"Tuan Masumi
memang terkadang lupa waktu jika sedang bekerja," Hijiri mencoba
menenangkan.
"Apa dia tidak
istirahat?" protes Maya.
"Tuan Masumi sudah
terbiasa dengan tidur selama dua atau tiga jam saja jika sedang banyak
pekerjaan,"
Maya mendesah panjang
dan menyandarkan tubuhnya malas dikursi. Hijiri mengerti kecemasan Maya,
sebenarnya dia sudah memprediksi hal ini akan terjadi.
"Apa yang kak
Hijiri sampaikan padanya lalu apa balasan darinya?" Mata Maya memandang
lesu.
"Seperti yang
sudah kita sepakati, aku mengatakan kalau kau belajar bahasa inggris secara
privat dan Shigeru yang membantumu mengurus semuanya."
"Seharusnya tidak
ada yang salah kan?" Gumam Maya.
Hijiri mendesah pelan,
"Maya, bukankah aku sudah memperingatkanmu mengenai hal ini,"
"Apa?"
"Menjelaskan
tentang Shigeru pada Tuan Masumi,"
Maya terdiam.
"Dia pasti
menunggumu bercerita padanya, kau membuatnya merasa tidak berguna dengan
menyembunyikan semua rencanamu dan kau justru meminta bantuan pada pria yang
dulunya adalah kekasihmu. Kau pikirkan sendiri bagaimana perasaannya saat
ini,"
Maya terdiam, butuh
beberapa waktu baginya mencerna perkataan Hijiri. Lalu tiba-tiba Maya terisak,
membuat Hijiri bingung.
"Eh, kenapa kau
malah menangis? Maaf kalau perkataanku menyinggungmu,"
Maya menggeleng dan
menangis dibalik kedua telapak tangannya.
Hijiri pun
membiarkannya, menunggunya tenang.
"Aku sama sekali
tidak berniat membuatnya merasa seperti itu. Aku selalu merepotkannya, kali ini
aku ingin berusaha sendiri. Aku juga tidak mau membebaninya dengan semua
rencanaku. Aku mau dia tenang," kata Maya setelah selesai dengan
isakannya.
"Kau salah
Maya,"
Maya memandang Hijiri
yang sekarang tersenyum lembut padanya.
"Aku mengerti
maksudmu, tapi aku juga tahu apa yang diinginkan Tuan Masumi. Kalian berdua
sama-sama ingin menjaga satu sama lain." Hijiri menghela napas panjang,
"Kau pikir untuk apa selama tujuh tahun Tuan Masumi bersembunyi dibalik
bayangan Mawar Ungu?"
Maya tertegun,
"Menjagaku?" Katanya lemah.
Hijiri mengangguk,
"Tujuh tahun dia melakukannya dibalik bayangan dan sekarang setelah dia
mampu melakukannya sebagai seorang Masumi, lebih tepatnya kekasihmu, kau justru
tidak memberikan kesempatan itu padanya,"
Maya tersentak,
"Aku sudah menyakitinya," air matanya kembali mendesak keluar. Maya
langsung berlari meninggalkan meja makan menuju kamarnya.
Maya mencari
handphonenya dan dengan cepat melakukan panggilan. Masumi tidak menjawab
teleponnya dan Maya kembali menangis, setelah beberapa saat Maya mencobanya
lagi dan Masumi menjawab teleponnya pada nada tunggu kedua.
"Halo," sapa
Maya dengan suara seraknya, kali ini dia sempat mengucap salam karena Masumi
masih terdiam di ujung sana.
"Halo Maya?"
Wajah Maya berkerut
saat mendengar suara seorang wanita.
"Nona
Mizuki?"
"Iya Maya, Tuan
Masumi sedang menghadiri pesta, aku membawa handphonenya karena dia sedang
berbincang dengan beberapa orang penting untuk Daito. Ada apa Maya?"
"Oh, begitu
ya," kata Maya lemah, hatinya terasa sesak mendengarnya. Sebenarnya dia
ingin bicara pada Masumi tapi dia juga tidak bisa memaksa.
"Apa ada pesan?
Biar kusampaikan padanya nanti,"
"Ngg, tidak Nona
Mizuki. Ngg, apa Masumi sudah makan malam?" Tanya Maya polos dan suara
tawa Mizuki menyambutnya.
"Kau melakukan
panggilan antar negara hanya untuk menanyakan itu?" Mizuki terus terkikik
sementara wajah Maya masam mendengarnya.
"Kau tidak perlu
khawatir, kami sedang menghadiri pesta Maya, tentu saja disini banyak
makanan,"
"Ah, iya. Kalau
begitu terima kasih Nona Mizuki,"
"Ma...,"
Dan Maya langsung
mematikan teleponnya. Mizuki tertegun memandang handphone ditangan lalu
mengalihkan pandangannya pada Masumi yang duduk didepannya. Dengan sopan dia
meletakkan handphone Masumi di meja.
"Sepertinya Maya
habis menangis," celetuk Mizuki dan Masumi terkesiap namun dalam sedetik
wajahnya kembali dingin dan kembali membaca dokumen di tangannya.
"Apa tidak apa-apa
membiarkannya seperti itu Tuan Masumi? Dia mengkhawatirkan anda, dia bahkan
menanyakan apakah anda sudah makan atau belum," Mizuki masih menatap tajam
pada Masumi yang masih mengacuhkannya.
"Tugasmu sudah
selesai dan ini sudah malam Mizuki, pulanglah,"
"Tapi Tuan...,"
"Terserah kalau
kau tidak mau pulang tapi berhentilah menggangguku. aku sedang tidak memerlukan
saranmu," Masumi masih tidak memandang Mizuki meski sekretarisnya itu tahu
Masumi sama sekali tidak membaca dokumen yang ada didepannya.
"Baiklah saya
permisi," Mizuki membungkuk hormat, "Jika membaca satu halaman saja
anda membutuhkan waktu setengah jam maka dapat saya pastikan anda tidak akan
tidur malam ini untuk memeriksa seluruh dokumen itu," balas Mizuki yang
kemudian menyeringai lalu keluar dari ruangan Masumi.
Masumi akhirnya menutup
dokumennya dan melemparnya ke meja dengan kesal. Menghempaskan dirinya dikursi
kerja, tangannya menggosok kasar dahinya. Masumi yang biasanya begitu tenang
sekarang terlihat begitu kacau.
Maya,
kenapa kau menangis? Apa benar kau merindukanku? Atau mengkhawatirkanku? Tapi
kenapa kau tidak mau menceritakan apa yang kau lakukan disana? Kenapa kau harus
bersama dia? Aku bisa menyediakan apartemen atau guru privat atau apapun yang
kau butuhkan. Kenapa kau harus minta bantuannya? Dia bisa berada di sampingmu
sedangkan aku ... dengan semua pekerjaan ini, aku bahkan tidak bisa
meninggalkan mejaku. Ah, Maya...kenapa kau membuatku bingung seperti ini? Kalau
aku bertanya soal Shigeru padamu maka kau pasti akan curiga padaku. Maya...apa
yang harus kulakukan?
***
Maya keluar dari kamarnya
dengan mata sembab. Hijiri masih diruang makan.
"Melihat
ekspresimu, kau pasti belum bisa menghubunginya," tebak Hijiri saat Maya
duduk kembali dimeja makan.
Maya menggeleng,
"Dia sedang pesta dan handphonenya dibawa Nona Mizuki,"
Hijiri menyeringai, dalam
hati dia tahu Masumi benar-benar cemburu pada Shigeru sampai tidak mau menerima
telepon Maya. Dia tahu benar kalau Masumi tidak pernah memberikan handphonenya
pada siapapun dalam kondisi apapun.
"Sudahlah kau
harus makan dulu, kau baru sembuh Maya. Kau harus menjaga kesehatanamu."
Hijiri menenangkan Maya.
Dalam diam Maya
menghabiskan sarapannya, setelah meneguk habis susunya Maya membereskan meja
makan dan mencuci piring.
"Kau mau keluar
hari ini Maya?"
Maya menggeleng.
"Bukankah Satomi
kemarin mengajakmu jalan-jalan?"
"Iya, tapi aku
menolaknya. Aku mau belajar hari ini. Miss Morgan memberiku banyak PR untuk
dipelajari,"
"Pergilah
jalan-jalan sebentar. Sejak datang kau sama sekali belum keluar apartemen.
Mungkin itu akan sedikit meringankan hatimu yang sedang sedih," Hijiri
sedikit khawatir melihat Maya yang murung, sepertinya peran seorang kakak
benar-benar diresapinya.
"Tidak kak, aku
datang kesini untuk belajar bukan untuk jalan-jalan."
Setelah selesai dengan
piringnya Maya masuk kekamarnya lalu dengan cepat keluar lagi dengan membawa
buku dan laptop lalu melantai di ruang tamu. Dalam sekejap perhatiannya
langsung tercurah pada tumpukan buku didepannya. Benar-benar tidak terlihat
seperti Maya karena selain dengan buku naskah hubungannya dengan buku lain
tidak begitu harmonis. Sama seperti hubungannya dulu dengan Masumi, seperti
anjing dan kucing.
Hijiri membiarkan Maya
menikmati belajarnya, diapun membaca sebuah buku untuk membunuh rasa bosan.
Sebenarnya dia ingin keluar dan menikmati suasana musim gugur di New York tapi
meninggalkan Maya sendiri menurutnya bukan ide bagus.
Beberapa kali Maya
meminta bantuan Hijiri menjelaskan tentang istilah bisnis dan manajemen yang
tidak dimengertinya. Dan dengan senang hati Hijiri membimbing Maya belajar.
Hijiri adalah pria cerdas yang memang disiapkan menjadi karyawan bayangan Daito
sehingga dia juga mendapat pendidikan yang baik untuk mendukung pekerjaannya.
Hijiri melihat jam
dinding diruang tamu, "Sudah pukul dua belas, kau belum lapar?" Tanya
Hijiri.
Maya menggeleng.
"Kau mau kusiapkan
sesuatu untuk makan siang?"
Maya menggeleng lagi.
"Baiklah kalau
begitu aku makan dulu ya,"
Maya mengangguk dan
Hijiri hanya tersenyum lalu pergi keruang makan.
Saat kembali dari ruang
makan Hijiri mendapati Maya sudah tertidur diatas bukunya.
Mendesah pelan,
"Dasar Maya,"
Dan bel pintu berbunyi,
Hijiri segera membukanya dan Satomi dengan senyum manisnya sudah berdiri
didepan pintu.
"Siang Kak
Ueda,"
"Siang Shigeru,
masuklah,"
Dan Shigeru terkikik
saat masuk keruang tamu dan melihat Maya tertidur.
"Sepertinya dia
semangat sekali,"
"Ya, begitulah
Maya, sebelum tujuannya tercapai dia tidak akan berhenti,"
Keduanya sekarang duduk
disofa.
"Kau tidak ada
syuting hari ini?"
"Tidak kak,
tadinya saya ingin mengajak Maya jalan-jalan tapi dia tidak mau."
"Aku juga sudah
menyuruhnya pergi keluar tapi dia tidak mau,"
Shigeru menatap Hijiri
ragu.
"Ada apa?"
Hijiri menangkap keanehan sikap Shigeru.
"Maaf, boleh saya
bertanya sesuatu?"
"Ya,"
"Apakah...Maya...memiliki
kekasih?"
Hijiri terkejut tapi
dengan cepat mengendalikan ekspresinya.
"Apa kau masih
suka padanya?"
Shigeru tersenyum
malu-malu, "Ah, aku hanya ingin tahu saja," jawabnya sambil tertawa
kaku.
Hijiri tahu kalau
Shigeru masih menaruh hati pada Maya dan dia tidak mau menambah masalah dengan
merahasiakan status Maya, "Iya, Maya sudah memiliki kekasih,"
Dan Shigeru mematung
sejenak, "Ah, jadi dia sudah memiliki kekasih ya, boleh saya tahu siapa
pria yang beruntung itu? Apakah dia lawan mainnya dalam drama Bidadari Merah
itu?" Kekecewaan jelas terdengar dari nada suaranya.
"Bukan Sakurakoji,
tapi sebaiknya kau tanyakan sendiri hal itu pada Maya. Aku menghargai
privasinya," Hijiri berkilah.
Dan Satomipun segera
mengalihkan topik pembicaraannya.
Mendengar Hijiri dan
Satomi yang asyik mengobrol Mayapun terbangun.
"Ah, kau sudah
bangun," kata Satomi senang.
Maya menggosok matanya,
"Oh, kau sudah datang Satomi. Apa kau bersama Miss Morgan?"
"Tidak, ini masih
jam dua. Dia akan datang satu jam lagi. Sebaiknya kau segera bersiap,"
Maya melirik Hijiri yang menatapnya.
"Kau belum makan
siang, cepat makan lalu bersiap untuk belajar," perintah Hijiri.
"Iya," dengan
malas Maya beranjak dan berjalan kedapur. Hijiri mengikutinya dan menuangkan
jus jeruk untuk Maya.
Satomi mengernyit
melihat perhatian Hijiri pada Maya. Ada perasaan aneh melingkupi hatinya saat
melihat Hijiri begitu memanjakan Maya. Cemburu.
"Tapi diakan
kakaknya," Satomi buru-buru menepis pikiran anehnya. "Maya
sudah punya kekasih? Ah...pria seperti apa yang dicintai Maya sekarang
ya?"
***
Rumah Hayami, Tokyo
Sudah pukul satu dini
hari tapi mata Masumi menolak untuk terpejam. Duduk dengan gelisah dikamarnya,
ditemani redwine dan berbatang-batang rokok yang sudah memenuhi asbak di atas
meja.
Sudah lima hari dia
mengacuhkan Maya. Bayangan wajah Shigeru yang selalu berkelebat di pikirannya
membuatnya enggan untuk menghubungi Maya. Meski kekasihnya itu selalu rajin
mengirim pesan, sekedar untuk mengingatkan jam makan, menjaga kesehatan dan
beristirahat dengan baik. Namun sama seperti pengirimnya, pesan itu juga tidak
dihiraukannya. Nyatanya saat ini, mata Masumi masih begitu terang dan menjejali
tubuhnya dengan asap dan alkohol.
Berkali-kali menghela
napas panjang sambil terus menggumamkan nama kekasihnya. Diliriknya lapotop
yang terbuka di atas meja, tampilan layar menunjukkan email terakhir yang
dikirim Maya kemarin. Pikirannya terus berspekulasi tentang bagaimana Maya
menjalani kehidupannya di New York bersama mantan pacarnya, Shigeru.
Laporan dari Hijiri
sama sekali tidak memuaskannya. Tidak ada kegiatan lain yang dilakukan Maya
selain mengurung diri diapartemen dan belajar bahasa inggris. Membayangkan Maya
menghabiskan waktu bersama lelaki yang pernah menjadi kekasihnya menyebabkan
darah Masumi mendidih. Walaupun Hijiri berkali-kali meyakinkannya kalau Shigeru
hanya mengunjungi Maya sesekali di waktu luang syutingnya selain juga terkadang
mengatar Elisa Morgan. Tapi tetap saja kehadiran Shigeru yang dianggap
menggantikan keberadaannya membuat hatinya meradang.
Kalau saja Daito tidak
sedang dalam kondisi genting akibat dari pembatalan kontrak kerja dengan grup
Takatsu mungkin Masumi sudah terbang kebelahan dunia lain, tempat dimana
belahan jiwanya pergi.
Tertegun menatap layar
laptop, membaca lagi setiap kalimat yang ditulis Maya dalam emailnya. Namun
sebanyak apapun dia membaca maka sebanyak itu pula pikiran buruk menyerang dan
mendera setiap sendi-sendi ketidak berdayaan dalam dirinya.
Dari. : Maya Kitajima
Untuk. : Masumi Hayami
Tanggal : 1 November 2015 20:15
Perihal. : Merindukanmu
Masumi,
Kau pasti sibuk sekali ya. Aku harap sesibuk apapun dirimu kau tidak mengabaikan kesehatanmu ya. Aku khawatir karena sudah empat hari kau tidak menghubungiku, tapi aku mencoba memahami kesibukanmu.
Oh ya, aku baik-baik saja disini. Aku berjanji akan menjaga diri dengan baik sehingga aku tidak menambah beban pikiranmu yang sudah segunung itu (aku tidak mau kekasihku botak karena terlalu banyak pikiran, haa haa).
Semuanya berjalan dengan baik, hhmm, aku belum bercerita padamu ya...disini aku bertemu teman lama, Satomi Shigeru (kau masih ingat dia kan?) Dia baik dan banyak membantuku, jadi kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkan aku.
Hubungi aku jika kau ada waktu ya. Aku selalu merindukanmu.
Yang mencintaimu
Maya
Tidak
perlu mengkhawatirkanmu? Kenapa aku tidak boleh khawatir tentangmu? Bukankah
selama ini aku sudah menghabiskan hidupku untuk mengkhawatirkanmu? Dan sekarang
... kau pikir dengan ada Shigeru disampingmu itu justru mengurangi beban
kekhawatiranku?
Masumi menggeleng cepat
lalu mengosongkan gelasnya dengan sekali teguk. "Kau justru membuat
kekhawatiranku menjadi berlipat ganda!"
Meski kesal, Masumi
kembali membaca email Maya. Disisi lain hati kecilnya memaki dirinya dengan
kasar, mengutuki kecemburuan dan sifat kekanakannya. Sebagian otak waras Masumi
yang masih tersisa disela-sela kegilaannya pada Maya mengerti benar maksud dari
email kekasihnya itu.
Maya hanya ingin
menyampaikan padanya bahwa dirinya baik dan tidak ingin Masumi
mengkhawatirkannya. Berusaha menunjukkan bahwa dia aman meski ditempat yang
asing dan tidak sendiri karena ada teman yang menemani dan membantunya. Namun
nama Satomi Shigeru merusak kewarasan yang hanya tinggal sedikit itu.
Ingatannya melayang
pada saat terakhir Maya meneleponnya, Mizuki bilang Maya baru saja menangis.
Sekali lagi mendesah panjang dan merebahkan kepalanya pada kepala sofa.
"Apa benar dia
menangis? Apa dia mengkhawatirkanku? Kenapa aku jadi meragukan semuanya? Tapi
dia selalu mengirim pesan padaku? Bukankah itu bukti bahwa dia peduli padaku?
Peduli pada orang seperti aku. Orang yang bahkan tidak bisa melindunginya
hingga dia harus pergi ke tempat yang jauh untuk menyelamatkan diri."
Masumi menyangga
tubuhnya dengan kedua siku yang bertopang pada lututnya. Menunduk dalam,
merutuki hidupnya yang penuh dengan dilema. Berada jauh dari Maya membuat semua
pikirannya menjadi begitu posesif dan dengan cepat itu menjadi senjata
pamungkas meruntuhkan tembok kepercayaannya akan cinta Maya yang minggu lalu
begitu kokoh berdiri.
Tidak pernah merasa
beruntung dengan hidup yang dijalaninya meski semua orang mengatakan
sebaliknya. Harta, kesuksesan dan kekuasaan yang diraihnya menjadi tolak ukur
penilaian atas dirinya. Namun, sebaik apapun opini orang tentangnya, itu tidak
pernah merubah cara pandangnya tentang bagaimana dia menilai hidupnya sendiri.
Dengan semua yang telah
dicapai dan dimilikinya harusnya dia merasa bahagia. Tapi kata bahagia itu
seperti sebuah kata terlarang dalam kamus hidupnya. Terlebih lagi sekarang,
saat kata bahagia itu berarti Maya, maka dengan sendirinya kebahagian itu
menjadi begitu jauh darinya.
"Ugghh...kenapa
sakit sekali menerima semua ini. Menerima segala kelemahanku karena tidak
berhasil melindunginya."Mulutnya tersenyum kaku, saat kembali teringat
pada kata-kata Mizuki yang menyuruhnya menelepon Maya.
Masumi menggosok dengan
kasar dahinya dengan jari-jari panjangnya. Sekeras apapun dia berusaha menekan
kerinduannya bahkan mengalihkannya dengan setumpuk pekerjaan tetap saja rasa
itu menusuk relung-relung hatinya. Melukainya dalam, seperti racun yang
melumpuhkan semua saraf inti di tubuhnya, mematikan indra dan terakhir
menghambarkan semua rasa.
Bagai sebuah roda rasa
cinta, kerinduan, marah, juga cemburu, semuanya terus berputar. Menggilas
topeng direktur dingin dan tak berperasaan, menghancurkannya menjadi
berkeping-keping. Menyisakan sebuah wajah merana penuh kesedihan, penuh
kerinduan dan membutuhkan bantuan nafas cinta dari belahan jiwanya.
Masumi beranjak dengan
cepat dari sofa dan berjalan ke kamar mandi. Tangannya meraih kran dan memutarnya,
dalam sekejap curahan air dingin dari shower membasahi kepala sampai ke sekujur
tubuhnya yang masih memakai pakaian lengkap.
Tangannya kembali
memutar kran dan memperbesar aliran airnya. Suara berisik air menjadi
satu-satunya suara dalam suasana hening malam itu. Aliran air yang deras
mendinginkan kepala yang sedari tadi dirasanya berasap.
"Maya...," akhirnya
mulutnya tak mampu berkhianat lagi. Menggumamkan sumber dari segala kekacauan
yang dialaminya. Keangkuhannya akan kecemburuan tiba-tiba meleleh, melebur
bersama aliran air yang membasahi seluruh tubuhnya.
"Maya...," dan
kerinduan mengambil alih segalanya, membawa tubuhnya yang kuyup kembali ke
kamar dan tangannya meraih benda yang akan menjadi penawar racunnya.
***
Sementara itu dibelahan
dunia lain keadaannya juga tidak lebih baik.
Maya terisak dibalik
lengannya, ditengah kesendiriannya.
Setelah beberapa jam
yang lalu....
"Sudah jangan
sedih begitu," hibur Hijiri seraya menyeret kopernya dan meletakkannya di
dekat pintu.
Maya tidak menjawab,
hanya tertunduk sambil bersandar pada dinding dan memandang jari-jari kakiknya
yang bergoyang.
"Maya, kau membuat
kakiku seperti diberi beban ratusan ton," kata Hijiri lembut.
Maya cemberut.
"Tersenyumlah, aku
tidak mau meninggalkanmu dengan wajah kusut seperti itu,"
"Apa aku tidak
bisa mengantar kak Hijiri ke bandara?" Rengek Maya.
Hijiri menggeleng
cepat.
"Kenapa?"
"Kenapa? Kau
bahkan belum pernah keluar dari apartemen ini Maya. Kau pikir aku bisa terbang
dengan tenang ke Tokyo tanpa mengkhawatirkanmu tersesat di kota sebesar ini?
Lagipula jika kau sampai hilang kau akan membahayakanku,"
Maya merenung sejenak,
dalam hati membenarkan apa yang dikatakan Hijiri. Menyadari sifat ceroboh dan
bodohnya yang merepotkan, belum lagi Masumi bisa hilang akal kalau tahu dirinya
hilang gara-gara mengantar Hijiri ke bandara.
"Baiklah,"
katanya kemudian, menyunggingkan seulas senyum tipis di wajah mungilnya.
"Nah, begitu kan
lebih baik."
Namun tiba-tiba Maya
memeluk Hijiri, membuat pria itu mematung.
"Hei,"
serunya karena terkejut.
"Terima kasih kak,
terima kasih sudah menjadi kakakku dan menjagaku. Merawatku sampai aku sembuh
dan juga selalu memasak untukku. Terima kasih Kak Hijiri," dan isak tangis
mengakhiri ucapan terima kasih Maya yang panjang.
Reflek kedua tangan Hijiri
merengkuh tubuh mungil Maya, memberinya ketenangan sejenak. Hijiri sepenuhnya
sadar, gadis yang dipeluknya sedang takut, betapapun Maya menyembunyikannya
tapi kecemasan diwajahnya cukup terlihat. Terlebih Masumi belum juga
menghubunginya.
Kalau saja tidak ada
tanggung jawab pekerjaan yang diembannya, mungkin Hijiri akan bersedia menemani
Maya tinggal di New York. Meninggalkan Maya sendiri di kota asing tanpa
mengetahui rencana Maya yang sebenarnya membuatnya bergidik ngeri. Dia
merasakan apa yang Masumi rasakan. Hanya bedanya Masumi adalah belahan jiwa
Maya tapi Hijiri menganggapnya sebagai adik kecilnya.
Bertahun-tahun
mengawasi Maya dari jauh membuat rasa sayang dan ingin melindunginya menjadi
begitu kuat. Apalagi jika melihat tekad dan semangat Maya jika sedang melakukan
sesuatu. Rasanya mustahil untuk tidak menyayangi Maya.
Hijiri melepaskan
tubuhnya dari lilitan lengan Maya, "Sudahlah, aku harus pergi sekarang.
Kau berhati-hatilah disini. Apapun rencanamu aku berdoa semuanya berjalan
lancar. Jaga kesehatanmu dan jangan memaksakan diri. Semoga kontrakmu dengan
Scarlet berjalan lancar."
Dalam hati Hijiri
merasa geli. Sebelumnya dia tidak pernah bersikap lembut pada wanita. Apalagi
sampai mengkhawatirkannya, selain mengkhawatirkan Masumi tentunya. Tapi memang
Maya sudah memiliki bagian tersendiri dalam hatinya, hingga bisa menyentuh
bagian lembut dari dirinya yang entah terlegetak dimana, dia sendiri lupa kalau
dia memilikinya.
"Kabari aku jika
sudah sampai di Tokyo dan juga....," Maya tertunduk.
"Iya, aku akan
mengabarkan padamu bagaimana keadaan Tuan Masumi,"
Maya tersenyum, sedikit
malu karena Hijiri selalu bisa menerka pikirannya.
"Terima
kasih,"
"Kan aku sudah
berjanji akan menjadi agen ganda untukmu," Hijiri tersenyum.
"Kalau bisa pukul
juga dia untukku, si bodoh itu! Lama sekali dia mengabaikanku," dengan
cepat mood Maya berganti membuat Hijiri tergelak.
"Aku makin
mengerti kenapa Tuan Masumi sangat suka bersamamu Maya, spontanitasmu selalu
mengejutkan,"
"Nah, itulah
aku,"
Lalu keduanya tergelak
menikmati menit terakhir kebersamaan mereka.
Dan sekarang, beginilah
Maya, tiga jam menangis tersedu-sedu sejak Hijiri pergi. Sama kacaunya dengan
belahan jiwanya.
"MASUMI BODOHHH
!!!" Teriak Maya didalam kamar.
"Kenapa kau tidak
menghubungiku! Apa pekerjaanmu itu lebih penting dariku! Aku milikmu!!! Aku
milikmu !!! Bodoh jika kau cemburu pada Satomi!! Aku kan hanya mencintaimu !!
Harus berapa kali kukatakan hal itu?! DASAR BODOH !!! DIREKTUR BODOH !!! Orang
bilang kau jenius tapi ternyata kau BODOH !!! Aku marah padamu Masumi !!! MARAH
SEKALI !!!"
Maya berteriak-teriak
di dalam kamarnya, cara yang kontras dengan Masumi untuk melampiaskan
kemarahannya. Tapi toh keduanya sama kacaunya, sama gilanya dan juga sama kuat
cintanya. Tidak ada lagi siapa lebih besar mencintai siapa.
Tangisan Maya semakin
keras, menggema diruang kamarnya yang tidak terlalu luas. Dan isak terakhirnya
membuatnya terlelap karena kelelahan, benar-benar terlelap ditengah suara
handphone yang terus berdering.
***
"Sial !!!"
Masumi melempar handphonenya ke atas sofa. "Kau sedang apa Maya?! Apa kau
sedang bersamanya?!"
***
>>Bersambung<<
Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina
1 Comments
Aduuhhh ampe sediihh kesel ama mm...kak hijiri top deh
ReplyDelete