Kedua Belas : Cemburu

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalannya.

*********************************************************************************




New York.

Satomi terkejut saat Hijiri membuka pintu untuknya. "Ngg, maaf, anda?"

"Satomi ya?" teriak Maya dari dalam dan Hijiri segera mempersilahkan Satomi masuk tanpa menjawab kebingungannya.

"Kau datang pagi sekali?" tanya Maya senang melihat Satomi datang, "Kau sudah sarapan? Ayo kita sarapan bersama."

"Ah iya," Satomi duduk dimeja makan diikuti Hijiri dan Maya. Satomi masih terlihat heran dengan keberadaan Hijiri dan Maya sama sekali tidak menyadarinya.

"Aku Shijo Ueda, kakak angkat Maya,"

Maya langsung tersedak susu yang diminumnya. Baru sadar kalau dia belum memperkenalkan Hijiri pada Satomi.

"Kau tidak apa-apa?" Satomi mengulurkan serbet makan untuk membersihkan susu yang tumpah.

"Ah, tidak...apa-apa," kata Maya seraya melirik kesal pada Hijiri.

Satomi mengalihkan pandangannya pada Hijiri, "Saya Satomi Shigeru, salam kenal, senang bertemu anda."

"Senang juga bertemu denganmu, maaf kalau Maya telah merepotkanmu. Aku baru tiba semalam karena Maya pergi tanpa persetujuanku jadi aku menyusulnya,"

Shigeru terkejut begitu juga Maya.

"Maaf sebelumnya, saya tidak tahu kalau Maya punya kakak angkat dan saya juga tidak tahu kalau Maya pergi tanpa ijin. Sepertinya dia memang punya hobi kabur," Satomi tertawa.

Maya cemberut.

"Ya, semakin dewasa malah semakin merepotkan," celetuk Hijiri dan Satomi kembali tertawa.

Handphone Satomi berbunyi dan dia permisi keruang tamu untuk menjawabnya.

"Kakak angkat?! Apa maksud anda?" Maya melotot pada Hijiri.

"Mainkan saja peranmu dan berhentilah bicara formal padaku atau Shigeru akan curiga siapa aku," Hijiri menyeringai pada Maya.

"Merepotkan saja," gerutu Maya.

"Bukankah sudah ku bilang kau memang merepotkan," Hijiri tertawa.

"Anda ternyata pandai juga bermain drama," cibir Maya.

"Kau yang mengajariku."

Dan Maya berhenti protes saat Satomi kembali ke ruang makan.

"Oh ya Maya, guru privatmu akan datang sore ini," kata Satomi disela-sela sarapannya.

Hijiri langsung melihat Maya, terkejut dengan rencana Maya yang lain.

"Hhmmm, bagus, kalau begitu aku bisa mulai belajar." Maya tersenyum senang, mengabaikan tatapan penuh selidik dari Hijiri.

Setelah selesai sarapan mereka duduk di ruang tamu. Satomi memberikan beberapa kaset DVD pada Maya.

"Apa ini?" Hijiri mengambil salah satu kaset.

"Itu DVD rekaman drama dari teater Scarlet, pesanan Maya," jawab Satomi.

"Bisa jelaskan?" lagi-lagi Hijiri menatap Maya penuh selidik, perannya sebagai kakak Maya membuatnya bisa mendapat banyak informasi tentang rencana Maya yang sebenarnya.

Maya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Jadi Maya juga tidak memberitahu anda?" Celetuk Satomi heran.

Maya mendengus kesal, Satomi bisa membeberkan semua rahasianya tapi dia juga tidak bisa melarang Satomi bicara.

"Seperti yang kau tahu, aku tidak tahu apa-apa. Jadi bisakah kau menceritakan sedikit ide gila adikku?" Hijiri benar-benar memanfaatkan kesempatan.

"Aku tidak mengerti kenapa kau menyembunyikan berita baik dari kakakmu. Maya diajak bergabung di teater Scarlet, salah satu teater terbaik Broadway." 

"Oh, jadi begitu ya. Pantas saja kau memilih kabur dari Jepang," kali ini Hijiri berusaha menyembunyikan keterkejutannya, dia tidak menyangka Maya mempunyai segudang rencana yang tidak bisa diterkanya.

Maya hanya meringis melihat Hijiri dan kembali melihat beberapa kaset DVD ditangannya.

Tidak lama kemudian Satomi permisi pulang karena ada jadwal syuting pada siang hari dan berjanji datang kembali pada sore harinya bersama guru privat Maya.

"Jadi," kata Hijiri seraya menutup pintu, "Guru privat lalu teater Scarlet. Apa ada rahasia lain lagi yang bisa membuatku kena serangan jantung Maya?" Tanya Hijiri, membuat Maya melotot.

"Anda curang Kak Hijiri," dengus Maya kesal.

"Sudah kubilang berhentilah bicara formal padaku,"

"Tapi anda kan bukan kakak saya?!"

"Apa kau tidak senang?"

"Apa?"

"Kalau aku menjadi kakakmu? Sepertinya menyenangkan punya adik perempuan sepertimu,"

"Kak Hijiri!!"

Hijiri tertawa, "Ya setidaknya sebelum kau menjadi nyonyaku, menyenangkan bisa menjadikanmu adikku,"

"Eh?!" Wajah Maya tiba-tiba merah lalu menunduk.

"Kenapa?"

"Nggg, maksudnya tadi itu...apa?" Tanya Maya malu dan Hijiri terbahak di sofa sambil memegangi perutnya.

"Apa yang lucu?!" Maya mulai kesal.

"Kau!"

"Saya?"

Hijiri berhenti tertawa, "Sejak kemarin aku mendengarmu mengoceh soal cinta dan saling memiliki dengan Tuan Masumi tapi kau sama sekali tak berpikir kalau suatu saat kau akan menjadi nyonyaku. Ya ampun Maya, kau bisa memikirkan semua rencana besar ini tapi kau tidak memikirkan kalau suatu hari nanti kau akan menjadi Nyonya Hayami,"

Mulut Maya menganga karenanya, apa yang dikatakan Hijiri memang benar tapi menyandang nama nyonya Hayami memang tidak pernah terpikirkan olehnya.

"Baiklah, meski bercanda denganmu begitu menyenangkan tapi kita harus berhenti karena kau berhutang penjelasan padaku,"

Mata Maya membulat, "Saya tidak berhutang apapun pada anda," Maya masih kesal.

"Saya? Anda? Membuatku sedikit bosan Maya,"

Maya cenberut, "Kak Hijiri sama saja dengan Masumi yang suka sekali memancing kemarahanku,"
"Itulah sebabnya kenapa kami berdua cocok dan bisa bekerja sama," Hijiri tertawa lagi.

"Baiklah, hentikan semua tawa itu dan katakan apa yang mau Kak Hijiri tahu," Maya merubah cara bicaranya pada Hijiri.

"Hhmm, kau menyewa apartemen lalu menyewa guru privat. Darimana kau mendapatkan uang untuk membiayai semua itu?" Hijiri mulai serius.

"Oh, apa Kak Hijiri lupa kalau dulu aku aktris terkenal dari Daito. Semua pendapatanku waktu itu aku simpan di bank dalam bentuk deposito. Aku belum pernah menggunakannya sama sekali dan kemarin aku menguras semua depositoku untuk semua ini," jawab Maya.

"Lalu untuk biaya hidupmu selanjutnya?"

"Aku akan menandatangani kontrak dengan teater Scarlet."

"Kau memikirkan semua itu sendiri?"

Maya mengangguk. Hijiri tertegun.

"Apa kau benar-benar sanggup melakukan semua ini?"

"Maksudmu karena aku tidak pintar?" Maya cemberut.

"Hhmm, itu...,"

"Ya, aku memang tidak pintar, tapi aku akan tetap berusaha. Ini semua demi rencanaku,"

Hijiri semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Maya.

"Sebenarnya apa rencanamu? Aku sama sekali tidak bisa menebaknya. Semuanya seperti kepingan puzzle yang berantakan. Dengan semua yang ku lihat, aku tidak menemukan sesuatu yang bisa membantumu untuk mengalahkan Daito dan Eisuke Hayami,"

Maya tidak menjawab tapi hanya tersenyum lalu meninggalkan Hijiri yang terbengong di luar tamu.

"Apa sebenarnya yang ada didalam pikiranmu Maya? Aku sama sekali tidak bisa menebaknya. Kau berhasil sejauh ini, hanya dengan sebuah tekad kau memulai segalanya. Demi Tuan Masumi kau menerjang semua batasanmu. Tidak heran kenapa Tuan Masumi begitu mencintaimu, kau memang layak dicintai. Baru dua hari aku bersamamu tapi aku merasa begitu bahagia dan santai. Kau membawa energi yang berbeda, caramu memandang hidup berbeda. Kau memang istimewa Maya. Aku benar-benar menghormatimu, kau memang layak menjadi Nyonyaku,"

***
Maya sudah siap ketika Satomi dan guru privatnya datang pukul tiga sore. Guru privat Maya seorang wanita muda yang cantik bernama Elisa Morgan. Dia adalah dosen lepas jurusan bisnis disalah satu universitas swasta. Selain mengajar bisnis pada Maya, dia juga mengajari Maya bahasa inggris. 

Hijiri terperangah saat mengetahui materi yang akan dipelajari Maya, masih tidak mengerti apa yang dipikirkan gadis mungil itu. Maya juga mati-matian menolak menjelaskan semuanya dan kali ini jalannya juga buntu karena Satomi juga tidak tahu soal rencana Maya yang satu ini.

Akhirnya Hijiri menyerah, dia menghabiskan waktu dengan mengobrol dibalkon bersama Satomi sementara Maya diruang tamu memulai belajar bahasa inggris dan beberapa materi dasar tentang bisnis.

"Kalau boleh saya tahu, bagaimana anda bisa menjadi kakak angkat Maya?"

"Eh?!"

"Maaf, hanya ingin tahu saja. Tidak apa-apa jika anda tidak menjawabnya," kata Satomi malu.

"Wajar kalau kau penasaran, kau dulu pacarnya Maya kan?" Hijiri mengulur waktu sementara otaknya memikirkan jawaban dari pertanyaan Satomi.

"Ah itu...," seketika wajah Satomi menjadi muram, lalu melirik ke arah Maya yang terlihat begitu kebingungan dengan pelajarannya.

"Kenapa?"

"Aku bukan kekasih yang baik, aku meninggalkannya dan tidak bisa melindunginya justru ketika saat dia membutuhkanku."

Hijiri menangkap sebuah penyesalan dalam nada suara Satomi dan itu menciptakan sebuah alasan di otaknya.

"Aku bertemu Maya setelah kehancuran karirnya di dunia entertainment. Dia anak yang baik, penuh semangat. Awalnya kami hanya teman, tapi melihat semangatnya membuatku tak pernah ingin jauh darinya. Aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri," kata Hijiri dan Satomi terdiam. "Maya juga pernah bercerita tentangmu,"

"Benarkah?"

"Dia bilang kau pemuda yang baik,"

Satomi tersenyum lemah, "Dia memang selalu menganggap semua orang baik,"

Hijiri tersenyum, "Sudahlah tidak usah dipikirkan, kau sudah banyak membantu Maya sekarang. Tadinya aku begitu khawatir saat dia pergi sendiri makanya aku langsung menyusulnya tapi setelah melihatmu membantunya aku sedikit lega. Maukah kau membantuku menjaganya?"

Mata Satomi berbinar senang, "Tentu saja, aku akan menjaganya,"

Hijiri tersenyum lagi, "Terima kasih,"

Tuan Masumi, maafkan saya. Mungkin anda akan sangat marah jika mendengar hal ini tapi saya tidak bisa membiarkan Maya sendirian disini. Biarkan untuk sementara dia menjaganya sampai Maya siap untuk kembali.

"Kak, kak Ueda?" Panggilan Satomi menyadarkan Hijiri dari lamunanya. Hijiri tersenyum lalu keduanya meneruskan obrolannya.

***
Pukul delapan malam Maya baru selesai, Satomi kemudian mengantar guru privat Maya pulang.

"Bagaimana hari pertama belajarnya?"

Maya sedang membereskan buku-bukunya diruang tamu.

"Melelahkan sekali, tidak kusangka sulit sekali," Wajah Maya tampak kusut.

Hijiri tertawa, "Menyerah?"

"Tidak akan! Aku pasti bisa, aku akan berusaha keras untuk belajar!! Lihat saja, aku pasti berhasil !" Maya tidak terima Hijiri meremehkannya.

Melihat tekad Maya Hijiri hanya menghela napas panjang. Gadis itu sudah membuatnya kebingungan setengah mati. Apa yang akan dia laporkan pada Masumi jika hanya kepingan-kepingan kecil yang dia dapatkan. Mungkin lebih mudah baginya untuk memaksa yakuza bicara daripada memaksa Maya menjelaskan rencananya. Padahal selama ini dia tidak pernah gagal menjalankan tugasnya.

"Sebaiknya kau makan malam dulu, aku sudah siapkan didapur," kata Hijiri diujung keputus asaannya mencari jawaban.

Maya langsung girang, "Terima kasih Kak. Kalau tahu punya kakak bisa seenak ini mungkin seharusnya sejak dulu aku menjadikan Kak Hijiri kakakku," ledek Maya.

"Ya lalu kau bisa membuat Tuan Masumi memecatku," cibir Hijiri meski dalam hatinya dia setuju. Dia benar-benar menyayangi Maya.

Maya terkikik dan pergi ke ruang makan. Sudah pukul sepuluh malam saat Maya merebahkan dirinya ditempat tidur. Matanya sudah mengantuk dan dia sudah merasa lelah dengan semua pelajarannya. Melirik handphonenya diatas meja.

"Masumi pasti sangat sibuk, hari ini dia tidak meneleponku. Hanya mengirim pesan pagi tadi. Ah...ini kan jam makan siang," Mayapun segera mengambil handphonenya dan mengetik pesan.

Maya
Waktunya makan siang sayang. Aku baru mau tidur dan berharap memimpikanmu malam ini. Merindukanmu.

Maya senyum-senyum sendiri saat mengirim pesannya. Tapi lama dia menunggu, Masumi tidak juga membalas pesannya.

"Dia pasti sangat sibuk," dan Mayapun terlelap.

***
Maya merasa heran karena selama dua hari Masumi tidak menghubunginya. Pagi itu dia bangun dengan wajah masam.

"Kau kenapa?" Tanya Hijiri melihat Maya yang pendiam saat sarapan, padahal biasanya setiap pagi Maya selalu berceloteh seperti burung parkit.

"Ngg, apa Kak Hijiri masih mengirim laporan pada Masumi?" Tanya Maya lirih.

"Tentu saja, untuk itulah aku ada disini. Aku mengirim laporan padanya semalam tentang perkembanganmu,"

"Apa dia membalasnya?"

"Iya," Hijiri mengernyit heran, "Tuan Masumi tidak menghubungimu?"

Maya menggeleng pelan, "Nona Mizuki bilang dia sedang sibuk sekali, mengurus semua proyek Daito dan grup Takatsu yang dibatalkan,"

"Lalu kenapa kau cemas?"

"Dia juga tidak membalas pesanku, apa dia sesibuk itu sampai tidak bisa membalas pesanku?"

"Tuan Masumi memang terkadang lupa waktu jika sedang bekerja," Hijiri mencoba menenangkan.

"Apa dia tidak istirahat?" protes Maya.

"Tuan Masumi sudah terbiasa dengan tidur selama dua atau tiga jam saja jika sedang banyak pekerjaan,"

Maya mendesah panjang dan menyandarkan tubuhnya malas dikursi. Hijiri mengerti kecemasan Maya, sebenarnya dia sudah memprediksi hal ini akan terjadi.

"Apa yang kak Hijiri sampaikan padanya lalu apa balasan darinya?" Mata Maya memandang lesu.

"Seperti yang sudah kita sepakati, aku mengatakan kalau kau belajar bahasa inggris secara privat dan Shigeru yang membantumu mengurus semuanya."

"Seharusnya tidak ada yang salah kan?" Gumam Maya.

Hijiri mendesah pelan, "Maya, bukankah aku sudah memperingatkanmu mengenai hal ini,"

"Apa?"

"Menjelaskan tentang Shigeru pada Tuan Masumi,"

Maya terdiam.

"Dia pasti menunggumu bercerita padanya, kau membuatnya merasa tidak berguna dengan menyembunyikan semua rencanamu dan kau justru meminta bantuan pada pria yang dulunya adalah kekasihmu. Kau pikirkan sendiri bagaimana perasaannya saat ini,"

Maya terdiam, butuh beberapa waktu baginya mencerna perkataan Hijiri. Lalu tiba-tiba Maya terisak, membuat Hijiri bingung.

"Eh, kenapa kau malah menangis? Maaf kalau perkataanku menyinggungmu,"

Maya menggeleng dan menangis dibalik kedua telapak tangannya.

Hijiri pun membiarkannya, menunggunya tenang.

"Aku sama sekali tidak berniat membuatnya merasa seperti itu. Aku selalu merepotkannya, kali ini aku ingin berusaha sendiri. Aku juga tidak mau membebaninya dengan semua rencanaku. Aku mau dia tenang," kata Maya setelah selesai dengan isakannya.

"Kau salah Maya,"

Maya memandang Hijiri yang sekarang tersenyum lembut padanya.

"Aku mengerti maksudmu, tapi aku juga tahu apa yang diinginkan Tuan Masumi. Kalian berdua sama-sama ingin menjaga satu sama lain." Hijiri menghela napas panjang, "Kau pikir untuk apa selama tujuh tahun Tuan Masumi bersembunyi dibalik bayangan Mawar Ungu?"

Maya tertegun, "Menjagaku?" Katanya lemah.

Hijiri mengangguk, "Tujuh tahun dia melakukannya dibalik bayangan dan sekarang setelah dia mampu melakukannya sebagai seorang Masumi, lebih tepatnya kekasihmu, kau justru tidak memberikan kesempatan itu padanya,"

Maya tersentak, "Aku sudah menyakitinya," air matanya kembali mendesak keluar. Maya langsung berlari meninggalkan meja makan menuju kamarnya.

Maya mencari handphonenya dan dengan cepat melakukan panggilan. Masumi tidak menjawab teleponnya dan Maya kembali menangis, setelah beberapa saat Maya mencobanya lagi dan Masumi menjawab teleponnya pada nada tunggu kedua.

"Halo," sapa Maya dengan suara seraknya, kali ini dia sempat mengucap salam karena Masumi masih terdiam di ujung sana.

"Halo Maya?"

Wajah Maya berkerut saat mendengar suara seorang wanita.

"Nona Mizuki?"

"Iya Maya, Tuan Masumi sedang menghadiri pesta, aku membawa handphonenya karena dia sedang berbincang dengan beberapa orang penting untuk Daito. Ada apa Maya?"

"Oh, begitu ya," kata Maya lemah, hatinya terasa sesak mendengarnya. Sebenarnya dia ingin bicara pada Masumi tapi dia juga tidak bisa memaksa.

"Apa ada pesan? Biar kusampaikan padanya nanti,"

"Ngg, tidak Nona Mizuki. Ngg, apa Masumi sudah makan malam?" Tanya Maya polos dan suara tawa Mizuki menyambutnya.

"Kau melakukan panggilan antar negara hanya untuk menanyakan itu?" Mizuki terus terkikik sementara wajah Maya masam mendengarnya.

"Kau tidak perlu khawatir, kami sedang menghadiri pesta Maya, tentu saja disini banyak makanan,"

"Ah, iya. Kalau begitu terima kasih Nona Mizuki,"

"Ma...,"

Dan Maya langsung mematikan teleponnya. Mizuki tertegun memandang handphone ditangan lalu mengalihkan pandangannya pada Masumi yang duduk didepannya. Dengan sopan dia meletakkan handphone Masumi di meja.

"Sepertinya Maya habis menangis," celetuk Mizuki dan Masumi terkesiap namun dalam sedetik wajahnya kembali dingin dan kembali membaca dokumen di tangannya.

"Apa tidak apa-apa membiarkannya seperti itu Tuan Masumi? Dia mengkhawatirkan anda, dia bahkan menanyakan apakah anda sudah makan atau belum," Mizuki masih menatap tajam pada Masumi yang masih mengacuhkannya.

"Tugasmu sudah selesai dan ini sudah malam Mizuki, pulanglah,"

"Tapi Tuan...,"

"Terserah kalau kau tidak mau pulang tapi berhentilah menggangguku. aku sedang tidak memerlukan saranmu," Masumi masih tidak memandang Mizuki meski sekretarisnya itu tahu Masumi sama sekali tidak membaca dokumen yang ada didepannya.

"Baiklah saya permisi," Mizuki membungkuk hormat, "Jika membaca satu halaman saja anda membutuhkan waktu setengah jam maka dapat saya pastikan anda tidak akan tidur malam ini untuk memeriksa seluruh dokumen itu," balas Mizuki yang kemudian menyeringai lalu keluar dari ruangan Masumi.

Masumi akhirnya menutup dokumennya dan melemparnya ke meja dengan kesal. Menghempaskan dirinya dikursi kerja, tangannya menggosok kasar dahinya. Masumi yang biasanya begitu tenang sekarang terlihat begitu kacau.

Maya, kenapa kau menangis? Apa benar kau merindukanku? Atau mengkhawatirkanku? Tapi kenapa kau tidak mau menceritakan apa yang kau lakukan disana? Kenapa kau harus bersama dia? Aku bisa menyediakan apartemen atau guru privat atau apapun yang kau butuhkan. Kenapa kau harus minta bantuannya? Dia bisa berada di sampingmu sedangkan aku ... dengan semua pekerjaan ini, aku bahkan tidak bisa meninggalkan mejaku. Ah, Maya...kenapa kau membuatku bingung seperti ini? Kalau aku bertanya soal Shigeru padamu maka kau pasti akan curiga padaku. Maya...apa yang harus kulakukan?

***
Maya keluar dari kamarnya dengan mata sembab. Hijiri masih diruang makan.

"Melihat ekspresimu, kau pasti belum bisa menghubunginya," tebak Hijiri saat Maya duduk kembali dimeja makan.

Maya menggeleng, "Dia sedang pesta dan handphonenya dibawa Nona Mizuki,"

Hijiri menyeringai, dalam hati dia tahu Masumi benar-benar cemburu pada Shigeru sampai tidak mau menerima telepon Maya. Dia tahu benar kalau Masumi tidak pernah memberikan handphonenya pada siapapun dalam kondisi apapun.

"Sudahlah kau harus makan dulu, kau baru sembuh Maya. Kau harus menjaga kesehatanamu." Hijiri menenangkan Maya.

Dalam diam Maya menghabiskan sarapannya, setelah meneguk habis susunya Maya membereskan meja makan dan mencuci piring.

"Kau mau keluar hari ini Maya?"

Maya menggeleng.

"Bukankah Satomi kemarin mengajakmu jalan-jalan?"

"Iya, tapi aku menolaknya. Aku mau belajar hari ini. Miss Morgan memberiku banyak PR untuk dipelajari,"

"Pergilah jalan-jalan sebentar. Sejak datang kau sama sekali belum keluar apartemen. Mungkin itu akan sedikit meringankan hatimu yang sedang sedih," Hijiri sedikit khawatir melihat Maya yang murung, sepertinya peran seorang kakak benar-benar diresapinya.

"Tidak kak, aku datang kesini untuk belajar bukan untuk jalan-jalan."

Setelah selesai dengan piringnya Maya masuk kekamarnya lalu dengan cepat keluar lagi dengan membawa buku dan laptop lalu melantai di ruang tamu. Dalam sekejap perhatiannya langsung tercurah pada tumpukan buku didepannya. Benar-benar tidak terlihat seperti Maya karena selain dengan buku naskah hubungannya dengan buku lain tidak begitu harmonis. Sama seperti hubungannya dulu dengan Masumi, seperti anjing dan kucing.

Hijiri membiarkan Maya menikmati belajarnya, diapun membaca sebuah buku untuk membunuh rasa bosan. Sebenarnya dia ingin keluar dan menikmati suasana musim gugur di New York tapi meninggalkan Maya sendiri menurutnya bukan ide bagus.

Beberapa kali Maya meminta bantuan Hijiri menjelaskan tentang istilah bisnis dan manajemen yang tidak dimengertinya. Dan dengan senang hati Hijiri membimbing Maya belajar. Hijiri adalah pria cerdas yang memang disiapkan menjadi karyawan bayangan Daito sehingga dia juga mendapat pendidikan yang baik untuk mendukung pekerjaannya.

Hijiri melihat jam dinding diruang tamu, "Sudah pukul dua belas, kau belum lapar?" Tanya Hijiri.

Maya menggeleng.

"Kau mau kusiapkan sesuatu untuk makan siang?"

Maya menggeleng lagi.

"Baiklah kalau begitu aku makan dulu ya,"

Maya mengangguk dan Hijiri hanya tersenyum lalu pergi keruang makan.

Saat kembali dari ruang makan Hijiri mendapati Maya sudah tertidur diatas bukunya.

Mendesah pelan, "Dasar Maya,"

Dan bel pintu berbunyi, Hijiri segera membukanya dan Satomi dengan senyum manisnya sudah berdiri didepan pintu.

"Siang Kak Ueda,"

"Siang Shigeru, masuklah,"

Dan Shigeru terkikik saat masuk keruang tamu dan melihat Maya tertidur.

"Sepertinya dia semangat sekali,"

"Ya, begitulah Maya, sebelum tujuannya tercapai dia tidak akan berhenti,"

Keduanya sekarang duduk disofa.

"Kau tidak ada syuting hari ini?"

"Tidak kak, tadinya saya ingin mengajak Maya jalan-jalan tapi dia tidak mau."

"Aku juga sudah menyuruhnya pergi keluar tapi dia tidak mau,"

Shigeru menatap Hijiri ragu.

"Ada apa?" Hijiri menangkap keanehan sikap Shigeru.

"Maaf, boleh saya bertanya sesuatu?"

"Ya,"

"Apakah...Maya...memiliki kekasih?"

Hijiri terkejut tapi dengan cepat mengendalikan ekspresinya.

"Apa kau masih suka padanya?"

Shigeru tersenyum malu-malu, "Ah, aku hanya ingin tahu saja," jawabnya sambil tertawa kaku.

Hijiri tahu kalau Shigeru masih menaruh hati pada Maya dan dia tidak mau menambah masalah dengan merahasiakan status Maya, "Iya, Maya sudah memiliki kekasih,"

Dan Shigeru mematung sejenak, "Ah, jadi dia sudah memiliki kekasih ya, boleh saya tahu siapa pria yang beruntung itu? Apakah dia lawan mainnya dalam drama Bidadari Merah itu?" Kekecewaan jelas terdengar dari nada suaranya.

"Bukan Sakurakoji, tapi sebaiknya kau tanyakan sendiri hal itu pada Maya. Aku menghargai privasinya," Hijiri berkilah.

Dan Satomipun segera mengalihkan topik pembicaraannya.

Mendengar Hijiri dan Satomi yang asyik mengobrol Mayapun terbangun.

"Ah, kau sudah bangun," kata Satomi senang.

Maya menggosok matanya, "Oh, kau sudah datang Satomi. Apa kau bersama Miss Morgan?"

"Tidak, ini masih jam dua. Dia akan datang satu jam lagi. Sebaiknya kau segera bersiap," Maya melirik Hijiri yang menatapnya.

"Kau belum makan siang, cepat makan lalu bersiap untuk belajar," perintah Hijiri.

"Iya," dengan malas Maya beranjak dan berjalan kedapur. Hijiri mengikutinya dan menuangkan jus jeruk untuk Maya.

Satomi mengernyit melihat perhatian Hijiri pada Maya. Ada perasaan aneh melingkupi hatinya saat melihat Hijiri begitu memanjakan Maya. Cemburu.

"Tapi diakan kakaknya," Satomi buru-buru menepis pikiran anehnya. "Maya sudah punya kekasih? Ah...pria seperti apa yang dicintai Maya sekarang ya?"

***
Rumah Hayami, Tokyo

Sudah pukul satu dini hari tapi mata Masumi menolak untuk terpejam. Duduk dengan gelisah dikamarnya, ditemani redwine dan berbatang-batang rokok yang sudah memenuhi asbak di atas meja.
Sudah lima hari dia mengacuhkan Maya. Bayangan wajah Shigeru yang selalu berkelebat di pikirannya membuatnya enggan untuk menghubungi Maya. Meski kekasihnya itu selalu rajin mengirim pesan, sekedar untuk mengingatkan jam makan, menjaga kesehatan dan beristirahat dengan baik. Namun sama seperti pengirimnya, pesan itu juga tidak dihiraukannya. Nyatanya saat ini, mata Masumi masih begitu terang dan menjejali tubuhnya dengan asap dan alkohol.

Berkali-kali menghela napas panjang sambil terus menggumamkan nama kekasihnya. Diliriknya lapotop yang terbuka di atas meja, tampilan layar menunjukkan email terakhir yang dikirim Maya kemarin. Pikirannya terus berspekulasi tentang bagaimana Maya menjalani kehidupannya di New York bersama mantan pacarnya, Shigeru.

Laporan dari Hijiri sama sekali tidak memuaskannya. Tidak ada kegiatan lain yang dilakukan Maya selain mengurung diri diapartemen dan belajar bahasa inggris. Membayangkan Maya menghabiskan waktu bersama lelaki yang pernah menjadi kekasihnya menyebabkan darah Masumi mendidih. Walaupun Hijiri berkali-kali meyakinkannya kalau Shigeru hanya mengunjungi Maya sesekali di waktu luang syutingnya selain juga terkadang mengatar Elisa Morgan. Tapi tetap saja kehadiran Shigeru yang dianggap menggantikan keberadaannya membuat hatinya meradang.

Kalau saja Daito tidak sedang dalam kondisi genting akibat dari pembatalan kontrak kerja dengan grup Takatsu mungkin Masumi sudah terbang kebelahan dunia lain, tempat dimana belahan jiwanya pergi.

Tertegun menatap layar laptop, membaca lagi setiap kalimat yang ditulis Maya dalam emailnya. Namun sebanyak apapun dia membaca maka sebanyak itu pula pikiran buruk menyerang dan mendera setiap sendi-sendi ketidak berdayaan dalam dirinya.

Dari.      : Maya Kitajima
Untuk.   : Masumi Hayami
Tanggal : 1 November 2015 20:15
Perihal. : Merindukanmu

Masumi,
Kau pasti sibuk sekali ya. Aku harap sesibuk apapun dirimu kau tidak mengabaikan kesehatanmu ya. Aku khawatir karena sudah empat hari kau tidak menghubungiku, tapi aku mencoba memahami kesibukanmu.
Oh ya, aku baik-baik saja disini. Aku berjanji akan menjaga diri dengan baik sehingga aku tidak menambah beban pikiranmu yang sudah segunung itu (aku tidak mau kekasihku botak karena terlalu banyak pikiran, haa haa).
Semuanya berjalan dengan baik, hhmm, aku belum bercerita padamu ya...disini aku bertemu teman lama, Satomi Shigeru (kau masih ingat dia kan?) Dia baik dan banyak membantuku, jadi kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkan aku.
Hubungi aku jika kau ada waktu ya. Aku selalu merindukanmu.

Yang mencintaimu
Maya

Tidak perlu mengkhawatirkanmu? Kenapa aku tidak boleh khawatir tentangmu? Bukankah selama ini aku sudah menghabiskan hidupku untuk mengkhawatirkanmu? Dan sekarang ... kau pikir dengan ada Shigeru disampingmu itu justru mengurangi beban kekhawatiranku?

Masumi menggeleng cepat lalu mengosongkan gelasnya dengan sekali teguk. "Kau justru membuat kekhawatiranku menjadi berlipat ganda!"

Meski kesal, Masumi kembali membaca email Maya. Disisi lain hati kecilnya memaki dirinya dengan kasar, mengutuki kecemburuan dan sifat kekanakannya. Sebagian otak waras Masumi yang masih tersisa disela-sela kegilaannya pada Maya mengerti benar maksud dari email kekasihnya itu. 

Maya hanya ingin menyampaikan padanya bahwa dirinya baik dan tidak ingin Masumi mengkhawatirkannya. Berusaha menunjukkan bahwa dia aman meski ditempat yang asing dan tidak sendiri karena ada teman yang menemani dan membantunya. Namun nama Satomi Shigeru merusak kewarasan yang hanya tinggal sedikit itu.

Ingatannya melayang pada saat terakhir Maya meneleponnya, Mizuki bilang Maya baru saja menangis. Sekali lagi mendesah panjang dan merebahkan kepalanya pada kepala sofa.

"Apa benar dia menangis? Apa dia mengkhawatirkanku? Kenapa aku jadi meragukan semuanya? Tapi dia selalu mengirim pesan padaku? Bukankah itu bukti bahwa dia peduli padaku? Peduli pada orang seperti aku. Orang yang bahkan tidak bisa melindunginya hingga dia harus pergi ke tempat yang jauh untuk menyelamatkan diri."

Masumi menyangga tubuhnya dengan kedua siku yang bertopang pada lututnya. Menunduk dalam, merutuki hidupnya yang penuh dengan dilema. Berada jauh dari Maya membuat semua pikirannya menjadi begitu posesif dan dengan cepat itu menjadi senjata pamungkas meruntuhkan tembok kepercayaannya akan cinta Maya yang minggu lalu begitu kokoh berdiri.

Tidak pernah merasa beruntung dengan hidup yang dijalaninya meski semua orang mengatakan sebaliknya. Harta, kesuksesan dan kekuasaan yang diraihnya menjadi tolak ukur penilaian atas dirinya. Namun, sebaik apapun opini orang tentangnya, itu tidak pernah merubah cara pandangnya tentang bagaimana dia menilai hidupnya sendiri.

Dengan semua yang telah dicapai dan dimilikinya harusnya dia merasa bahagia. Tapi kata bahagia itu seperti sebuah kata terlarang dalam kamus hidupnya. Terlebih lagi sekarang, saat kata bahagia itu berarti Maya, maka dengan sendirinya kebahagian itu menjadi begitu jauh darinya.

"Ugghh...kenapa sakit sekali menerima semua ini. Menerima segala kelemahanku karena tidak berhasil melindunginya."Mulutnya tersenyum kaku, saat kembali teringat pada kata-kata Mizuki yang menyuruhnya menelepon Maya.

Masumi menggosok dengan kasar dahinya dengan jari-jari panjangnya. Sekeras apapun dia berusaha menekan kerinduannya bahkan mengalihkannya dengan setumpuk pekerjaan tetap saja rasa itu menusuk relung-relung hatinya. Melukainya dalam, seperti racun yang melumpuhkan semua saraf inti di tubuhnya, mematikan indra dan terakhir menghambarkan semua rasa.

Bagai sebuah roda rasa cinta, kerinduan, marah, juga cemburu, semuanya terus berputar. Menggilas topeng direktur dingin dan tak berperasaan, menghancurkannya menjadi berkeping-keping. Menyisakan sebuah wajah merana penuh kesedihan, penuh kerinduan dan membutuhkan bantuan nafas cinta dari belahan jiwanya.

Masumi beranjak dengan cepat dari sofa dan berjalan ke kamar mandi. Tangannya meraih kran dan memutarnya, dalam sekejap curahan air dingin dari shower membasahi kepala sampai ke sekujur tubuhnya yang masih memakai pakaian lengkap.

Tangannya kembali memutar kran dan memperbesar aliran airnya. Suara berisik air menjadi satu-satunya suara dalam suasana hening malam itu. Aliran air yang deras mendinginkan kepala yang sedari tadi dirasanya berasap.

"Maya...," akhirnya mulutnya tak mampu berkhianat lagi. Menggumamkan sumber dari segala kekacauan yang dialaminya. Keangkuhannya akan kecemburuan tiba-tiba meleleh, melebur bersama aliran air yang membasahi seluruh tubuhnya.

"Maya...," dan kerinduan mengambil alih segalanya, membawa tubuhnya yang kuyup kembali ke kamar dan tangannya meraih benda yang akan menjadi penawar racunnya.

***
Sementara itu dibelahan dunia lain keadaannya juga tidak lebih baik.

Maya terisak dibalik lengannya, ditengah kesendiriannya.

Setelah beberapa jam yang lalu....

"Sudah jangan sedih begitu," hibur Hijiri seraya menyeret kopernya dan meletakkannya di dekat pintu.

Maya tidak menjawab, hanya tertunduk sambil bersandar pada dinding dan memandang jari-jari kakiknya yang bergoyang.

"Maya, kau membuat kakiku seperti diberi beban ratusan ton," kata Hijiri lembut.

Maya cemberut.

"Tersenyumlah, aku tidak mau meninggalkanmu dengan wajah kusut seperti itu,"

"Apa aku tidak bisa mengantar kak Hijiri ke bandara?" Rengek Maya.

Hijiri menggeleng cepat.

"Kenapa?"

"Kenapa? Kau bahkan belum pernah keluar dari apartemen ini Maya. Kau pikir aku bisa terbang dengan tenang ke Tokyo tanpa mengkhawatirkanmu tersesat di kota sebesar ini? Lagipula jika kau sampai hilang kau akan membahayakanku,"

Maya merenung sejenak, dalam hati membenarkan apa yang dikatakan Hijiri. Menyadari sifat ceroboh dan bodohnya yang merepotkan, belum lagi Masumi bisa hilang akal kalau tahu dirinya hilang gara-gara mengantar Hijiri ke bandara.

"Baiklah," katanya kemudian, menyunggingkan seulas senyum tipis di wajah mungilnya.

"Nah, begitu kan lebih baik."

Namun tiba-tiba Maya memeluk Hijiri, membuat pria itu mematung.

"Hei," serunya karena terkejut.

"Terima kasih kak, terima kasih sudah menjadi kakakku dan menjagaku. Merawatku sampai aku sembuh dan juga selalu memasak untukku. Terima kasih Kak Hijiri," dan isak tangis mengakhiri ucapan terima kasih Maya yang panjang.

Reflek kedua tangan Hijiri merengkuh tubuh mungil Maya, memberinya ketenangan sejenak. Hijiri sepenuhnya sadar, gadis yang dipeluknya sedang takut, betapapun Maya menyembunyikannya tapi kecemasan diwajahnya cukup terlihat. Terlebih Masumi belum juga menghubunginya.

Kalau saja tidak ada tanggung jawab pekerjaan yang diembannya, mungkin Hijiri akan bersedia menemani Maya tinggal di New York. Meninggalkan Maya sendiri di kota asing tanpa mengetahui rencana Maya yang sebenarnya membuatnya bergidik ngeri. Dia merasakan apa yang Masumi rasakan. Hanya bedanya Masumi adalah belahan jiwa Maya tapi Hijiri menganggapnya sebagai adik kecilnya. 

Bertahun-tahun mengawasi Maya dari jauh membuat rasa sayang dan ingin melindunginya menjadi begitu kuat. Apalagi jika melihat tekad dan semangat Maya jika sedang melakukan sesuatu. Rasanya mustahil untuk tidak menyayangi Maya.

Hijiri melepaskan tubuhnya dari lilitan lengan Maya, "Sudahlah, aku harus pergi sekarang. Kau berhati-hatilah disini. Apapun rencanamu aku berdoa semuanya berjalan lancar. Jaga kesehatanmu dan jangan memaksakan diri. Semoga kontrakmu dengan Scarlet berjalan lancar."

Dalam hati Hijiri merasa geli. Sebelumnya dia tidak pernah bersikap lembut pada wanita. Apalagi sampai mengkhawatirkannya, selain mengkhawatirkan Masumi tentunya. Tapi memang Maya sudah memiliki bagian tersendiri dalam hatinya, hingga bisa menyentuh bagian lembut dari dirinya yang entah terlegetak dimana, dia sendiri lupa kalau dia memilikinya.

"Kabari aku jika sudah sampai di Tokyo dan juga....," Maya tertunduk.

"Iya, aku akan mengabarkan padamu bagaimana keadaan Tuan Masumi,"

Maya tersenyum, sedikit malu karena Hijiri selalu bisa menerka pikirannya.

"Terima kasih,"

"Kan aku sudah berjanji akan menjadi agen ganda untukmu," Hijiri tersenyum.

"Kalau bisa pukul juga dia untukku, si bodoh itu! Lama sekali dia mengabaikanku," dengan cepat mood Maya berganti membuat Hijiri tergelak.

"Aku makin mengerti kenapa Tuan Masumi sangat suka bersamamu Maya, spontanitasmu selalu mengejutkan,"

"Nah, itulah aku,"

Lalu keduanya tergelak menikmati menit terakhir kebersamaan mereka.

Dan sekarang, beginilah Maya, tiga jam menangis tersedu-sedu sejak Hijiri pergi. Sama kacaunya dengan belahan jiwanya.

"MASUMI BODOHHH !!!" Teriak Maya didalam kamar.

"Kenapa kau tidak menghubungiku! Apa pekerjaanmu itu lebih penting dariku! Aku milikmu!!! Aku milikmu !!! Bodoh jika kau cemburu pada Satomi!! Aku kan hanya mencintaimu !! Harus berapa kali kukatakan hal itu?! DASAR BODOH !!! DIREKTUR BODOH !!! Orang bilang kau jenius tapi ternyata kau BODOH !!! Aku marah padamu Masumi !!! MARAH SEKALI !!!"

Maya berteriak-teriak di dalam kamarnya, cara yang kontras dengan Masumi untuk melampiaskan kemarahannya. Tapi toh keduanya sama kacaunya, sama gilanya dan juga sama kuat cintanya. Tidak ada lagi siapa lebih besar mencintai siapa.

Tangisan Maya semakin keras, menggema diruang kamarnya yang tidak terlalu luas. Dan isak terakhirnya membuatnya terlelap karena kelelahan, benar-benar terlelap ditengah suara handphone yang terus berdering.

***
"Sial !!!" Masumi melempar handphonenya ke atas sofa. "Kau sedang apa Maya?! Apa kau sedang bersamanya?!"

***

>>Bersambung<<


Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

1 Comments

  1. Aduuhhh ampe sediihh kesel ama mm...kak hijiri top deh

    ReplyDelete