Keempat Belas : Pengakuan

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalannya.


*********************************************************************************



Maya membeku, matanya memandang tak percaya pada sosok yang ada di hadapannya. Mulutnya sama sekali tidak bisa bicara, hanya air matanya yang deras mengalir tanpa bisa di bendung lagi.

Seulas senyuman terpahat. "Selamat pagi sayang," sapa tamu yang berdiri di depan pintu apartemen Maya. Orang itu adalah Masumi. Dia berdiri dengan anggun membawa buket bunga mawar ungu di tangan kanannya. Kaki Maya tak kuat berdiri dan langsung merosot ke lantai yang dengan cepat ditangkap Masumi sebelum gadis itu jatuh.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan ekspresi terkejut dan cemas. Karena tak ada jawaban, dalam sekejap Maya sudah berada di atas kedua lengan Masumi yang masih memegang erat buket bunga. Menutup pintu dengan kakinya, Masumi membawa Maya masuk keruang tamu dan mendudukkannya di sofa panjang. Meletakkan buket bunganya di atas pangkuan gadis yang kini justru terisak.

Melihat wajah Maya yang kuyu dan matanya yang bengkak, terselip penyesalan dalam hati Masumi. Matanya memandang sendu pada gadis pujaannya. Mengusap lembut air mata Maya, Masumi juga tidak tahu apa yang harus di katakannya.

"I-ini, bukan mim-pi kan?" Akhirnya suara serak Maya terdengar.

Masumi menggeleng pelan, tangannya meraih dagu Maya dan dengan lembut mengecup bibir kekasihnya. "Bukan sayang, ini bukan mimpi." Maya langsung memeluk Masumi, erat, kembali terisak di dadanya yang bidang.

"Sudah sayang, maafkan aku," bisik Masumi ditelinga Maya, tangannya membelai lembut rambut panjang kekasihnya. Sudah terlalu lama dia membiarkan gadis itu menangis.

Maya merenggangkan pelukannya dan menatap pria yang sangat di rindukannya. Sekali lagi Masumi mengusap air mata Maya dengan jarinya lalu mengecup lembut kedua mata bengkak itu bergantian.
"Maafkan aku sayang," gumamnya lagi.

"KAU JAHAT !!" teriak Maya tiba-tiba. Masumi terkejut. "DUA BULAN! Dua bulan kau tidak memperdulikanku! Dan sekarang kau datang ... ke sini ... mengejutkanku ... dan ... dan ... ini ...," emosi Maya seperti diaduk-aduk, suaranya makin menghilang, memeluk buket bunga yang sudah kusut di pangkuannya karena terjepit saat dia memeluk Masumi tadi.

"Maafkan aku," ulang Masumi lagi, hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya setelah melihat kondisi Maya.

Maya hanya memandang buket bunga di pangkuannya. "Setelah sekian lama, setelah tujuh tahun, kenapa kau justru mengakuinya dengan cara seperti ini," kata Maya yang sudah mulai tenang sambil masih memeluk buket bunganya.

Masumi diam, menilai reaksi Maya. "Jadi benar dugaanku, kau sudah tahu?"

Maya memeluk Masumi erat. "Aku mencintaimu Mawar Unguku, aku mencintaimu. Terima kasih untuk segalanya."

Masumi terpaku, otaknya mengingat apa yang pernah di katakan Maya lewat Hijiri. Tidak peduli dia orang seperti apa, saat aku bertemu dengannya, aku akan memeluknya dan aku pasti akan mencintainya.

"Sejak kapan kau tahu, Maya? Jelaskan padaku?" tanya Masumi.

Maya melepaskan pelukannya, menatap Masumi dengan penuh kerinduan. "Sudah lama sekali aku menantikan hari ini," gumamnya.

Masumi hanya diam menatap sepasang mata sendu dihadapannya, keduanya hanya saling memandang. Maya tahu, akan lebih baik jika semuanya dijelaskan. Dia pun turun dari sofa dan menggenggam tangan Masumi, mengajaknya ke kamar. "Duduklah."

Masumi menurut saat Maya memintanya duduk di tepi tempat tidur sementara Maya membuka lemari pakaian dan mengambil sebuah box berwarna ungu. Gadis itu duduk disebelah Masumi lalu membuka kotaknya, mengambil sebuah kartu ucapan dan memberikannya pada Masumi.

"Ini?" Masumi menatap heran kartu di tangannya.

"Masih ingat kapan kau memberikan kartu ucapan ini padaku?"

Masumi lalu membaca isi kartunya.

Selamat ya!
Lanjutkan cita-citamu menjadi Bidadari Merah
Aku selalu mendukungmu
Gadis serigalamu benar-benar luar biasa!
Saat dia mengenali Stewart dari scarf birunya, aku ikut terharu

Dari
Pengagummu

"Masih ingat?" tanya Maya saat Masumi selesai membaca.

"Tentu," jawab Masumi yakin.

"Kau memberikannya padaku bersama buket bunga mawar ungu di malam penghargaan festival seni," kata Maya.

Masumi menatap Maya heran, menurutnya tidak ada yang aneh dengan itu. "Tapi bagaimana kau-?"

"Bagaimana aku bisa tahu identitas mawar ungu?" potong Maya. Masumi mengangguk dan hanya diam saat Maya mengeluarkan selembar foto.

"Ini?" Masumi semakin bingung sembari melihat foto itu.

"Ini foto semua pemain yang ikut dalam pementasan Forgotten Wilderness. Kami berfoto pada hari kedua pementasan," kata Maya yang membiarkan Masumi berpikir sendiri.

Masumi pun mengamati foto di tangan kanannya dan kembali membaca kartu di tangan kirinya. Beberapa saat kemudian senyum tipis mengembang di wajahnya. "Tidak kusangka aku bisa begitu ceroboh," gumamnya pelan.

"Aku bersyukur atas kecerobohanmu itu." Maya tersenyum senang lalu kembali memeluk Masumi dan kali ini Masumi membalas pelukannya.

"Ternyata sudah lama sekali kau tahu."

"Hm,"

"Dan tetap diam menungguku?"

"Hm,"

"Jadi, saat kita melihat bintang di kampung halaman Bidadari Merah, lalu saat kita terjebak hujan di kuil? Saat itu kau tahu siapa aku?"

"Hm,"

"Kau sudah mencintaiku saat itu? Bunga plum yang kau berikan padaku, itu juga lambang perasaanmu?"

"Iya,"

Masumi terdiam dan mengeratkan pelukannya.

"Ada apa?" tanya Maya saat Masumi terdiam.

"Apa kau mencintaiku karena aku adalah mawar ungu?" tanyanya lirih. Maya terkesiap kemudian menarik tubuhnya menjauh dari pelukan Masumi. "Kau mencintaiku karena aku adalah mawar ungu?" Masumi mengulangi pertanyaannya. Matanya terlihat sedih.

Maya tersenyum. "Awalnya iya." Maya membelai wajah Masumi. "Tapi kemudian aku sadar, aku salah." Masumi meraih tangan Maya dan menggenggamnya erat. "Kau pasti masih ingat saat aku datang ke pesta pertunanganmu?"

Masumi mendesah. "Aku tidak akan lupa, hari itu adalah hari yang paling aku sesali seumur hidupku."

Maya tersenyum tipis. "Sebenarnya aku mencarimu hari itu untuk menyatakan perasanku padamu. Aku ingin kau mengakui bahwa kaulah mawar ungu dan aku akan langsung memelukmu dan menyatakan perasaanku. Tapi saat aku tiba disana, melihatmu bersanding dengan Nona Shiori...," 

Maya menghela napas, "Hatiku sakit, sakit sekali. Saat itu aku benar-benar menyadari bahwa aku bukan mencintai Mawar ungu tapi aku mencintaimu. Kalaupun kau bukan mawar ungu, melihatmu bersanding dengan wanita lain ... entah kenapa membuatku merasa kehilangan semangat hidupku. Rasanya seperti ingin mati saja. Aku sendiri tidak tahu kenapa, padahal selama ini kita selalu bertengkar. Aku seperti kehilangan arah waktu itu, hatiku dibakar cemburu dan aku tidak bisa berakting dengan baik. Tapi ternyata meski kau sudah bertunangan, mawar ungumu masih selalu datang. Dan itulah yang menguatkanku, menunggu dan berharap. Aku melampiaskan kerinduan dan cintaku melalui mawar ungumu. Berharap bahwa kau akan merasakan apa yang kurasakan. Aku berdoa suatu hari kau akan datang padaku," Maya masih menatap Masumi dengan lembut saat mengakhiri ceritanya.

"Dan aku begitu pengecut, menyembunyikan semuanya. Memulai semua kekacauan ini. Andai saja, andai saja aku lebih berani mengambil resiko,"

"Apa aku baru mendengar Masumi Hayami menyesal?" goda Maya, berusaha mengalihkan kesedihan dimata Masumi tapi gagal.

"Maya, betapa aku menyesali semuanya. Kepengecutanku, ketakutakanku akan penolakanmu. Aku begitu ingin melindungimu, menjagamu tapi sekarang justru aku yang membuatmu sengsara,"

"Aku tidak sengsara," elak Maya. "Setidaknya sekarang aku tahu kau juga mencintaiku,"

Masumi kembali memeluk Masumi. "Aku selalu mencintaimu, selalu."

"Dan aku tidak harus menunggu bertahun-tahun untuk tahu itu," kata Maya kemudian.

Masumi melepaskan pelukannya dan mengecup bibir Maya, "Itu satu hal yang tidak akan pernah kusesali. Menunggumu,"

Maya tersenyum lalu mengambil kartu dan fotonya yang tergeletak di tempat tidur. Dengan cepat mengembalikannya kedalam kotak dan memasukkannya kembali ke dalam lemari. Maya berdiri didepan lemari dengan kedua tangan dilipat didada. Cemberut.

"Kau kenapa?" Masumi bingung dengan perubahan sikap Maya.

"Aku lupa," desisnya marah, "AKU MASIH MARAH PADAMU !!" teriak Maya dan Masumi terbahak. Beranjak dari duduknya dan menghampiri kekasihnya. "JANGAN MENDEKAT !!" Sadar sepenuhnya kalau amarahnya akan langsung padam jika Masumi menyentuhnya. Tapi Masumi tidak peduli dan masih tertawa. "Hei!!" pekik Maya saat Masumi merengkuh pingganggnya.

"Aku akan menebus kesalahanku." Masumi mengangkat dagu Maya dengan tangannya yang bebas dan dengan cepat membungkam mulut yang ingin memprotes ucapannya. Sesaat Maya menolak, tapi saat Masumi tidak berhenti melumat bibirnya, Maya kalah dan membalas ciuman penuh kerinduan itu.

"Maafkan aku," gumam Masumi lembut saat melepaskan bibir kekasihnya. Tapi itu hanya sesaat karena kemudian bibirnya seperti kumbang yang tidak pernah puas mengisap madu.

Maya harus berpegangan pada lengan Masumi saat bibir keduanya benar-benar terlepas. Gadis itu merasa limbung setelah melepaskan semua kemarahan dan kerinduannya. Sekarang wajahnya merona segar, kelembutan Masumi benar-benar memadamkan api kemarahannya.

"Apa aku sudah dimaafkan?" tanya Masumi.

"Kau ... menyebalkan!" jawab Maya di tengah nafasnya yang terengah.

***
"Selamat malam, Nona Mizuki," sapa Maya lirih. Maya terdengar sungkan karena tahu di Tokyo sudah pukul sembilan malam.

"Maya!!" pekik Mizuki.

"Eh?!"

"Ada berita buruk Maya," Mizuki terdengar cemas dan itu menjelaskan tanda tanya besar di kepala Maya.

"Ada apa?" Maya pura-pura tidak tahu.

"Tuan Masumi menghilang,"

"Apa maksudnya menghilang?!" Maya juga pura-pura terkejut.

"Pelayan dirumahnya bilang dia pergi pagi-pagi buta dalam keadaan kacau dan setelah itu tidak ada yang tahu keberadaannya. Bahkan Hijiri juga tidak tahu," kata Mizuki cemas.

"Saya akan menghubungi Kak Hijiri, terima kasih Nona Mizuki. Tolong kabari saya jika ada perkembangan," kata Maya buru-buru.

"Ten-."

Maya sudah memutus teleponnya sebelum Mizuki selesai bicara. Mendesah kesal, Maya menggenggam erat handphone ditangannya. Mondar-mandir diruang tamu dengan gelisah, otaknya memikirkan cara mengamankan rencana rahasianya. Masumi sedang tidur dikamar, kedatangannya yang mendadak bisa merusak semua rencana Maya. Terlebih lagi Masumi datang sebagai mawar ungu. Itu sudah merusak skenarionya.

Aduh, kenapa jadi seperti ini. Masumi tidak boleh tahu rencanaku. Tapi dia pasti bisa membaca semuanya, dia pintar. Aku sutradara drama ini ... aku tidak boleh gagal.

Maya kembali melakukan panggilan, kali ini Hijiri. Maya tahu akan lebih sulit bersandiwara didepan Hijiri tapi dia juga ingin tahu sejauh mana Hijiri tahu perkembangan Masumi.

"Halo, kak Hijiri?" Maya pura-pura panik.

"Maya?"

"Iya, aku baru saja menghubungi Nona Mizuki. Apa sudah ada kabar?"

"Belum, aku tidak tahu di mana Tuan Masumi sekarang. Sejak pagi Tuan Besar Hayami juga sudah memintaku mencari, dia sangat marah dengan menghilangnya Tuan Masumi. Dia sempat menduga Tuan Masumi pergi ketempatmu tapi anak buah Tuan Besar tidak menemukan ada penerbangan dengan nama Tuan Masumi ke Amerika."

"Eh?! Mana mungkin Masumi ke Amerika," kata Maya.

"Kau tahu Tuan Masumi sering hilang kendali jika menyangkut dirimu Maya."

"Ahh!! Si bodoh itu!!" pekik Maya kesal.

"Kau tidak perlu khawatir, kami masih mencarinya. Jika ada kabar aku akan langsung menghubungimu," Hijiri berusaha menenangkan Maya. Usaha yang sia-sia sebenarnya karena Masumi ada bersamanya.

"Baik Kak, aku tunggu kabarnya," jawab Maya dengan nada cemas. Gadis itu mematikan handphone, otaknya mulai bekerja.

"Jadi tidak ada yang tahu kalau Masumi menemuiku?" gumam Maya.

Plok ! Plok ! Plok !

Maya berbalik dan terkejut melihat sumber suara. "Masumi?!" pekik Maya.

"Permainanmu luar biasa sayang," Masumi menghampiri Maya dan mengecup keningnya, "Sekarang, apa kau mau menceritakannya padaku?" Masumi menatap tajam kekasihnya. Maya dengan cepat memalingkan wajahnya. "Kenapa? Kau tidak percaya padaku?" desak Masumi.

"Bukan begitu Masumi, tapi ...,"

"Tapi? Tapi kau bisa percaya pada Shigeru dan meminta bantuannya? Kenapa tidak denganku?" sela Masumi kesal.

"Ini tidak ada hubungannya dengan Satomi!" pekik Maya.

"Aku tahu! Tapi kau bekerja sama dengan Mizuki dan Hijiri untuk mengelabuiku!!" Suara Masumi ikut meninggi.

"Aku tidak mengelabuimu! Aku hanya tidak mau menyusahkanmu!"

"Aku tidak pernah merasa di susahkan olehmu. Justru aku tersiksa harus melihatmu berjuang sendiri seperti ini."

"Aku lebih dari mampu untuk menyelesaikan semua ini sendiri Masumi! Kau juga harus belajar percaya padaku!" teriak Maya lagi dan Masumi terdiam.

"Kau tahu? Aku sudah hampir gila memikirkan semua rencanamu, Maya!" bentak Masumi.

"Kalau begitu jangan pikirkan!" balas Maya.

"Kau ...,"

"Kau apa? Aku sudah dewasa Masumi! Sejauh ini aku sudah berhasil dan kau datang mengacaukan semuanya!" teriak Maya.

Masumi terkesiap. "Aku mengacau?"

"Ya!!!" teriak Maya dan menghempaskan dirinya disofa dengan kesal.

Masumi mematung didepan Maya yang sekarang mulai terisak. Hati Masumi langsung luluh melihat kekasihnya menangis, dia pun berlutut di depan gadis itu.

"Sayang," Masumi membelai kepala Maya dengan lembut. Maya membenamkan wajahnya pada kedua telapak tangan.

"Maafkan aku, sungguh aku tidak ingin mengacau. Aku tidak terbang melintasi benua hanya untuk bertengkar denganmu. Aku ingin melihat keadaanmu, memastikan kau baik-baik saja. Aku begitu mengkhawatirkanmu. Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan dan terkadang kau begitu ceroboh, bertindak tanpa pikir panjang. Membayangkan bahwa aku tidak bisa menlindungimu dan menolongmu saat kau kesulitan sungguh membuatku gila, Maya," Masumi menjelaskan semuanya dengan lembut.

Maya mengangkat wajahnya yang beruraian air mata. "Bagaimana kau tahu aku bekerja sama dengan Kak Hijiri dan Nona Mizuki?" tanya Maya dengan suara paraunya.

Masumi menghela napas panjang. Dia pun duduk bersila di lantai yang di alasi karpet dan menarik Maya untuk duduk di pangkuannya. Gadis itu menurut saja, pangkuan Masumi adalah tempat favoritnya. Masumi tidak berhenti membelai kepala Maya yang bersandar didadanya.

"Ceritakan," kata Maya.

"Iya, sabar. Kau lebih galak sekarang," kata Masumi.

"Jangan menggodaku! Cepat katakan!" rengek Maya.

Masumi menghela napas lagi, "Kau ini, satu hal yang kau lupa sayang, aku adalah Masumi Hayami. Aku tahu betul seperti apa orang-orang yang ada disekelilingku. Terlebih lagi Mizuki dan Hijiri. Mereka sudah bekerja padaku bahkan sebelum aku mengenalmu." Masumi berhenti sejenak, menunduk melihat reaksi Maya. Tapi gadis itu masih serius mendengarkan meski tidak memandangnya. Sebelum Maya marah, Masumi segera menyambung ceritanya.

"Awalnya aku curiga pada Hijiri. Sejak dia memberikan dokumen hak pementasan Bidadari Merah padaku, dia sedikit berubah. Semua laporan kerjanya memuaskan. Tapi tidak jika tentang dirimu. Dia tidak memberikan laporan lengkap tentangmu. Dan aku semakin curiga saat dia sampai di sini. Aku menduga dia tinggal bersamamu?"

"Eh?!" Maya mengangkat wajahnya tapi dengan cepat Masumi kembali merebahkan kepala Maya di dadanya.

"Aku tahu kau masih sakit saat berangkat ke New York. Kau demam saat terakhir kali aku memelukmu sebelum naik pesawat. Tapi Hijiri tidak melaporkan hal itu padaku. Dia bilang kau baik-baik saja. Aku sengaja tidak meneleponmu, hanya mengirim pesan. Aku berusaha menekan kekhawatiranku. Jika kau baik-baik saja maka aku yakin kau akan langsung menghubungiku tapi ternyata kau baru menghubungiku di hari berikutnya dan itu setelah Hijiri mengirim laporannya padaku. Laporan yang sangat singkat dan menyebalkan. Aku menduga kau pasti bersepakat dengannya. Aku curiga Hijiri mengatakan padamu tentang identitas Mawar ungu sehingga kau memberikan dokumen itu padaku dan kau bersekongkol dengannya untuk merahasiakan semuanya dariku."

"Tidak bukan begitu," protes Maya. "Kak Hijiri hanya ingin membantuku. Dia juga tidak tahu kalau aku tahu identitasmu. Dia juga awalnya menolak saat aku memberikan dokumen itu," jelas Maya.

"Hm, seandainya dia menolak menerima dokumen itu, pasti aku tidak akan curiga. Karena memang seharusnya begitu. Tapi aku tahu, sulit untuk tidak mengiyakan keinginanmu. Dan sepertinya itu berlaku tidak hanya bagiku tapi juga Hijiri dan Mizuki," kata Masumi seraya mencolek hidung Maya.
"Eh?!" Maya mengangkat wajahnya.

Masumi tertawa. "Andai aku tidak mengenal Hijiri aku pasti sudah meninjunya karena berani menginap di apartemen kekasihku,"

"Huh!! Kau ini," gerutu Maya, "Ngg, lalu bagaimana dengan Nona Mizuki? Bagaimana kau tahu?"
Masumi kembali tergelak. "Aku benar-benar salut padamu, Maya. Kau bahkan bisa membuat Mizuki patuh padamu. Kau yang menyuruhnya untuk memperhatikan jam makanku kan?"

Mata Maya membulat, "Itu...,"

"Akui saja, sejak kau pergi Mizuki berubah seperti ibu-ibu. Terlalu cerewet. Aku tidak tahu apa yang kau katakan pada kedua staf kepercayaanku itu tapi kau hebat sampai bisa membuat mereka mengelabuiku. Andai kau adalah musuh Daito, aku yakin sekarang aku sedang dalam masalah besar karena kau berhasil merayu orang kepercayaanku,"

"Apa mereka akan mendapat masalah karena itu?" Maya menatap Masumi takut.

"Hhmm, menurutmu?"

"Mereka hanya mau membantuku Masumi. Mereka tidak mengkhianatimu, keduanya begitu setia dan sayang padamu," bujuk Maya.

"Aku marah Maya," kata Masumi datar.

"Aku tahu, aku yang salah, mereka tidak bermaksud jahat,"

"Aku marah pada diriku sendiri, bukan pada mereka," Masumi menjelaskan perkataanya.

"Eh?! Kenapa?"

Masumi menghela napas panjang, "Kau percaya pada mereka dan meminta bantuan mereka. Tapi kau tidak mengatakan apa-apa padaku. Aku merasa tidak berguna sayang. Padahal seharusnya akulah yang bertanggung jawab atas semua kekacauan ini," kekecewaan jelas terlihat dimata Masumi.

Maya mendekatkan wajahnya pada Masumi dan mengecup bibirnya, "Maafkan aku, aku sama sekali tidak bermaksud membuatmu merasa seperti itu,"

Masumi tersenyum, "Sekarang bisakah kau menceritakan semuanya padaku?" Masumi memanfaatkan mood Maya yang sudah melembut.

Maya tertegun sejenak lalu menggeleng.

"Boleh aku bertanya?"

Maya mengangguk.

"Apa kau memang berencana memberikan hak pementasan itu padaku?"

Maya terdiam, sudah di duganya kalau Masumi dapat membaca rencananya. Dalam hati Maya berdoa, pertemuannya dengan Eisuke tidak terbongkar.

"Maya?"

"Ngg, i...iya,"

Masumi menggeleng tak percaya, "Kau ini," Masumi kembali meraih bahu Maya dan merapatkan tubuh mungil itu ke dadanya. "Kau tahu aku tidak akan pernah menerimanya kan?"

"Aku sudah meminta ijin Bu Mayuko," jawab Maya lirih.

"Tidak sayang, aku tahu betapa besar arti hak pementasan itu untukmu dan Bu Mayuko. Dan sesuai dengan suratmu maka aku hanya akan menjaganya sampai kau kembali. Aku akan membantumu untuk melindunginya."

"Tapi...,"

"Sssttt!! Tidak ada tapi lagi. Tidak apa-apa kalau kau masih tidak mau menceritakan rencanamu. Aku tidak akan memaksa tapi biarkan aku merasa berguna dengan melindungi hal yang berharga untukmu,"

"Masumi...," Maya terdiam, dia tidak menyangka Masumi akan terlihat begitu sedih. Tapi Maya tidak bisa menceritakan rencananya. Semuanya akan kacau jika Masumi sampai tahu.

"Maafkan aku," gumam Maya.

"Hei, kenapa kau minta maaf sayang. Kau sudah banyak berkorban dengan melakukan semua ini." Masumi menatap sepasang mata sendu dipelukannya, "Dan sekarang semua orang harus berhati-hati denganmu. Karena kau bahkan berhasil menipu Direktur Daito. Semua orang akan merevisi pendapatnya tentangmu yang ceroboh jika hal ini sampai tersebar,"

Maya mendengus kesal dalam pelukan Masumi, membuatnya tersenyum geli. "Jadi tujuanmu datang kesini hanya untuk membongkar semua rencanaku?"

"Oh,"

"Oh?"

"Apa?"

"Tujuanmu?"

"Tujuanku banyak Maya,"

"Sebutkan, aku ingin tahu,"

"Karena aku sangat merindukanmu," Masumi mengerlingkan sebelah mata pada kekasihnya.

"Lainnya?" Maya mengabaikan godaan Masumi.

"Untuk meyakinkan kecurigaanku tentang kau yang tahu identitas mawar ungu dan bahwa kau benar bersekongkol dengan kedua stafku, membuatku terlihat bodoh,"

Maya cemberut, "Maaf," gumamnya pelan, "Lalu?" Maya masih mendesak karena tahu masih ada alasan lainnya.

Masumi mengernyit lalu mendesah pelan, "Haruskah aku memiliki segudang alasan hanya untuk ada disebelah kekasihku?"

"Ya, karena untuk itu kau harus melintasi benua. Meninggalkan Daito yang sedang kacau tanpa pemberitahuan. Bahkan membuat Eisuke Hayami berang karenanya. Jadi kau harus memiliki banyak alasan yang kuat untuk membenarkan tindakanmu itu."

Masumi tergelak, "Kau baru dua bulan di New York tapi daya analisamu semakin tajam dan mulutmu semakin pandai merangkai kata-kata omelan." Maya cemberut. "Hanya kau Maya. Kaulah alasannya. Cintaku padamu, kerinduanku, juga....kecemburuanku. Ah...segalanya! Semua hanya tentang kau Maya,"

"Apa aku membuatmu tersiksa, Masumi? Membuatmu selalu repot karena kebodohanku?" Tanya Maya sedih.

"Tidak, kenapa kau berpikir seperti itu? Aku mencintaimu sayang dan kau berada jauh dariku. Jujur aku belum siap, apalagi setelah aku tahu cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Berada jauh darimu membuatku kacau. Jujur, aku cemburu pada Shigeru, aku takut kahilanganmu. Aku sengaja tidak menghubungimu karena aku pasti tidak akan sanggup mengendalikan diriku jika mendengar suaramu, terlebih saat aku sedang cemburu. Aku juga berusaha keras merangkai semua laporan yang kuterima untuk mencoba membaca apa yang kau rencanakan. Tadinya aku lega kau tidak lagi mengirim pesan karena kupikir aku akan lebih mudah mengendalikan kerinduanku. Tapi ternyata aku salah. Tidak mendengar kabar darimu membuatku berpikir yang tidak-tidak. Termasuk tentang kau dan Shigeru. Itu sangat menyiksa. Dan terakhir aku hampir gila saat mendengar pesan suara yang kau tinggalkan."

Maya terdiam, mendengar penjelasan Masumi membuat hatinya sakit.

"Dan ternyata kau sama kacaunya denganku. Lihat dirimu, wajahmu kuyu dan matamu bengkak. Kau pasti menangis semalaman. Iya kan?"

"Aku hampir mati karena rindu," jawab Maya lirih.

Masumi tersenyum, "Aku juga sayang,"

Mayapun mengecup bibir Masumi, membuatnya tersenyum bahagia. "Oh ya?" Maya menjauhkan wajahnya dari Masumi. "Bagaimana caranya kau pergi tanpa bisa dilacak bahkan oleh ayahmu sekalipun,"

Masumi terkikik, "Kau jangan meremehkan Masumi Hayami. Semenjak aku tahu kau akan pergi, aku sudah menyiapkan rencana ini,"

"Rencana?"

"Iya, aku membuat paspor dengan identitas lain. Aku yakin suatu saat aku pasti membutuhkannya dan sama sekali tidak menduga aku menggunakannya secepat ini," Masumi menertawakan dirinya sendiri.

"Jadi? Kau membuat paspor palsu? Hanya untuk bisa bertemu denganku? Kau menakutkan Tuan Masumi Hayami,"

Masumi menyeringai.

"Adakah hal yang tidak bisa kau lakukan sayang?" Maya menyindir Masumi yang selalu saja bisa melakukan segala hal yang diinginkannya.

"Ada,"

"Apa?"

"Berhenti mencintaimu,"

Dan dengan cepat bibir Masumi merenggut bibir Maya yang mau melayangkan protes. Sekali lagi keduanya terjerat dalam ciuman dalam yang menghanyutkan.

***
"Kau sering ketempat ini?" Tanya Masumi seraya meneguk kopi hitam favoritnya.

"Sesekali," jawab Maya yang juga meneguk coklat panas favoritnya. Keduanya sekarang berada di kafe tengah kota, tempat biasanya Maya dan Satomi menghabiskan akhir pekan. Masumi mendesah berat. "Kenapa?" Tanya Maya.

Masumi cemberut melihat Maya, "Kau pergi dengan Shigeru kan?"

Maya terkikik, "Kau masih cemburu?"

"Tentu saja," Masumi meneguk lagi kopinya dan melayangkan pandangannya ke sekeliling, "Aku bahkan belum pernah pergi kencan denganmu dan tempat ini terlalu romantis hanya untuk menghabiskan waktu dengan teman," katanya kesal.

Maya tersenyum, "Saat aku disini, aku selalu membayangkanmu," hibur Maya.

"Oh ya?!"

"Kau tidak percaya?" Maya mengernyit.

"Aku ada dibelahan dunia lain dan yang didepanmu adalah Satomi Shigeru, aktor muda berbakat, tampan dan juga ... mantan pacarmu,"

Brakk !!! Maya memukul meja, membuat Masumi terkejut dan beberapa orang pengunjung memandang keduanya. "Sekali lagi kau katakan hal bodoh seperti itu maka kukembalikan cincin ini padamu!!" Teriak Maya yang langsung berdiri dari kursinya.

Masumi terhenyak dan langsung memeluk Maya, tidak peduli belasan pasang mata menatapnya. Tidak ada paparazi yang perlu ditakutkan di New York.

"Tarik kata-katamu!" Pekik Maya dalam pelukan Masumi yang masih diam.

"Iya, maaf." Gumam Masumi seraya mengusap rambut panjang Maya. Dia juga shock mendengar Maya mau mengembalikan cincinnya.

"Lepaskan aku!" Kata Maya. Masumi langsung melepaskan pelukannya dan keduanya kembali duduk dikursi masing-masing. "Kau merusak malamku," kata Maya kesal.

"Maaf," balas Masumi yang kemudian meraih tangan Maya dan mengusap cincin garnet ungu yang melingkar dijari manis kekasihnya. "Kau tidak akan mengembalikannya kan?" Masumi terlihat cemas.

Maya melotot. Ya ampun Masumi, kau pikir aku serius? Kenapa kau sampai ketakutan seperti itu? Gumam Maya dalam hati, membaca ekspresi Masumi. "Tergantung," jawab Maya, sepertinya dia memang mau memberi Masumi pelajaran soal kecemburuannya yang berlebihan.

"Maya...," Masumi memohon.

Maya mendesah dan menumpukan tangannya yang lain keatas tangan Masumi yang masih mengusap lembut cincinnya. "Kau harus percaya padaku," kata Maya lembut, matanya menatap Masumi yang masih terlihat shock.

"Aku akan mencoba," jawab Masumi ragu.

"Kau harus mencobanya. Kepercayaan. Itulah yang akan membuat hubungan kita bisa bertahan."

Masumi terdiam.

"Untuk sementara kita akan terpisah jarak dan waktu, jadi kau harus percaya padaku dan aku juga harus percaya padamu. Dulu aku dan Satomi memang memiliki hubungan tapi semua itu sudah berlalu, kau sendiri tahu itu. Sekarang dia hanya temanku. Kau lah kekasihku Masumi, tidak ada pria lain yang kuinginkan selain dirimu, hanya kau sayang,"

Masumi masih diam menatap mata Maya.

"Entahlah Maya, aku sudah menunggumu selama tujuh tahun dan selama itu aku bahkan tidak berani bermimpi untuk memilikimu. Dan sekarang, setelah kau menjadi milikku, aku...aku sangat takut kehilangamu. Melihatmu bersama pria lain...," Masumi menelan ludah, tenggorokannya tercekat.

"Melihatmu bersama Koji atau Shigeru, membuatku meragukan keberadaanku dihatimu. Mereka begitu muda dan baik. Sedangkan aku, selain hal buruk aku tidak pernah melakukan hal baik untukmu Maya, apalagi...dosaku...pada ibumu...," Masumi tertunduk lesu, "Aku bahkan tidak berani memaafkan diriku sendiri,"

Maya terhenyak, dia sendiri bahkan sudah memaafkan Masumi tentang hal itu. "Lihat mataku," pinta Maya lembut dan perlahan Masumi menatap mata Maya.

"Apa aku terlihat menderita?" Tanyanya.

Masumi hanya terpaku dan membisu.

"Siapa yang menghargai akting pertamaku sebagai Beth saat semua kritikus mencelanya? Siapa yang membayar biaya perawatan Bu Mayuko saat aku dan teman-temanku tidak punya uang? Siapa yang membiayai sekolahku? Siapa yang meminjamiku vila untuk berlatih Helen Keller? Siapa yang merawat ibuku dirumah sakit bahkan saat aku anaknya sendiri tidak tahu kalau ibuku sakit? Siapa yang merawatku saat aku sakit dan diblacklist dari dunia panggung? Siapa yang memancingku pergi ke audisi Dua Putri sehingga aku bisa menjadi Aldis ? Siapa yang memperbaiki gedung pertunjukan untuk pentas Jane-ku? Siapa yang memancingku untuk berakting didepan juri festival drama agar mereka tertarik melihat Jane-ku? Siapa yang datang disaat badai hanya untuk melihatku berakting? Siapa Masumi?" Air mata Maya mulai menetes, Maya meraih tangan Masumi dan menempelkannya diwajahnya,

"Kau Masumi, bukan Koji ataupun Shigeru, kau yang sudah melakukan semua itu untukku. Saat di Izu kau pernah bertanya padaku, bagaimana aku bisa begitu kuat dan berani kan? Aku jawab sekarang," 

Maya beranjak dan berdiri di depan Masumi, kedua tangannya membungkus wajah Masumi yang sendu, "Masumi, kaulah yang membuatku kuat, yang membuatku selalu bertahan...ya kau...meski butuh waktu lama bagiku menyadarinya tapi akhirnya aku tahu...kaulah kekuatanku, kaulah semangatku...mungkin dulu aku mencintaimu sebagai mawar ungu tapi sekarang aku mencintaimu sebagai Masumi, satu-satunya Masumi milikku," air mata Maya berdesakan keluar.

Masumi menarik Maya dalam pelukannya hingga gadis itu meringkuk dalam dekapannya.

"Maafkan aku meragukan cintamu," bisik Masumi.

"Aku mencintaimu," kata Maya.

"Aku juga mencintaimu," Masumi mengeratkan pelukannya.

Lama mereka saling berpelukan tanpa peduli belasan pasang mata yang menikmati pertunjukan drama gratis.

***
"Kau membuatku menangis lagi," kata Maya setelah keduanya berjalan bergandengan keluar dari cafe.

"Ya, sepertinya memang hanya itu yang bisa kulakukan," kata Masumi.

"Nah, mulai lagi?!?" Kata Maya.

Masumi tertawa. "Sebaiknya kita melakukan hal yang menyenangkan sekarang. Kalau tidak aku pasti akan membuatmu menangis lagi. Ada yang mau kau lakukan sayang?"

"Kau mau membantuku belanja? Persedian bahan makanan sudah habis."

"Tentu,"

Dengan senyum lebar keduanya segera menuju pusat perbelanjaan.

Tangan Masumi penuh dengan kantong belanjaan saat keduanya kembali ke apartemen Maya.

"Letakkan saja dimeja makan sayang, nanti aku bereskan. Aku mau ganti baju dulu," kata Maya seraya menuju kamarnya.

"Baiklah," Masumi berjalan keruang makan dan meletakkan belanjaannya di meja.

Mata Masumi melihat sekitar ruang makan. Sejak datang pagi tadi, Masumi belum memeriksa dengan benar apartemen Maya, diapun menyusuri setiap ruangan apartemen.

"Gadisku lebih rapi sekarang. Dia memang sudah benar-benar dewasa." Gumam Masumi saat berkeliling diruang tamu.

Matanya kemudian bertumpu pada satu objek didekat televisi, tumpukan DVD drama.

"Scarlet?" Masumi mengernyit.

"Kau lihat apa?" Maya sudah berada dibelakangnya.

Masumi berbalik dan mengangkat salah satu DVD.

"Oh, itu DVD drama yang dipentaskan teater Scarlet,"

"Aku tahu,"

"Hhmm, tidak heran kau tahu," Maya meringis, tidak berani meragukan wawasan Masumi yang luas.

"Teater ini juga salah satu penampil terbaik di Broadway,"

"Iya,"

"Dan kau akan bergabung dengan mereka?" Tebak Masumi.

Maya tertawa lalu pergi ke ruang makan untuk membereskan belanjaannya.

"Hei," panggil Masumi.

"Iya, sayang. Aku akan bergabung dengan Scarlet," kata Maya sambil lalu.

Masumi mengikuti Maya keruang makan.

"Kalau aku tidak tanya apa kau akan memberitahukannya padaku?" Masumi berdiri bersandar pada meja makan disebelah Maya yang sedang membongkar belanjaannya.

"Rencananya aku akan memberi tahumu nanti sambil menonton salah satu drama itu tapi kau sudah tanya dulu. Ternyata memang susah menyimpan rahasia darimu,"

"Itu karena kau selalu lupa kalau aku...,"

"Ma-su-mi-ha-ya-mi," eja Maya memotong ucapan Masumi. "Aku tidak lupa itu sayang. Aku mulai paham kenapa semua orang bisa takut padamu." Maya tertawa. Masumi menarik lengan Maya lalu membelit pinggangnya. "Hei, aku harus membereskan belanjaan dulu," protes Maya.

"Biarkan saja,"

"Kau ini, memang pengganggu,"

Masumi terkikik, "Begitu ya,"

"Iya, selalu menggangguku,"

"Hhmmm, aku mau tahu satu hal,"

"Apa?"

"Aku heran kenapa kau tidak pernah takut padaku? Bahkan saat usiamu tiga belas tahun kau berani berteriak-teriak padaku,"

Maya tertawa. "Kenapa?"

"Iya kenapa?" Ulang Masumi.

Maya mengerucutkan bibir dengan lucu, mengetuk-ngetuk bibirnya dengan jari seolah sedang berpikir.

"Kenapa?" Tanya Masumi tidak sabar.

"Itu karena aku tidak takut pada kecoa," jawab Maya.

"Heh?! Jadi kau benar-benar menganggapku seperti kecoa?" Masumi gagal menyembunyikan keterkejutannya. Maya mengangguk dan Masumi menggeleng kesal. "Apa ada kecoa setampan diriku?"

Maya terkikik. "Memuji diri sendiri?"

"Semua orang bilang aku tampan,"

"Percaya, percaya,"

"Kau tidak menganggapku tampan?"

"Hm, sedikit,"

"Maya," Masumi mendengus kesal.

"Apa?"

"Aku jadi berpikir apakah kau jatuh cinta padaku karena kualat selalu mengejekku?"

Maya tertawa, "Mungkin saja,"

"Tapi biarlah, yang penting kau milikku sekarang. Aku kecoa yang beruntung ya,"

"Sangat beruntung,"

"Kau sial karena harus dicium kecoa,"

"Heh?!" Dan Maya gagal protes karena Masumi sudah lebih dulu melumat bibirnya sebelum otaknya berhasil mencerna perkataan kekasihnya.

***
Maya duduk dilantai bersandar pada sofa dan Masumi merebahkan kepalanya dipangkuan Maya. Keduanya tengah menikmati DVD drama dengan judul 'The Queen', sebuah drama yang diangkat dari cerita Cleopatra dan Marc Antony karya William Shakespeare. Ceritanya menekankan tentang kehidupan cinta Cleopatra yang kemudian membawanya menjadi ratu paling dihormati.

Mata Maya terpaku pada layar televisi dan Masumi tahu dengan pasti kalau gadis itu tidak bisa diajak berkomunikasi jika sedang menikmati drama. Diapun menyibukkan dirinya dengan memandangi wajah kekasihnya dan sesekali menciumi buku-buku jari Maya. Bahkan hal itupun tidak bisa mengalihkan perhatian Maya padanya. Baru setelah drama selesai, Maya menyadari kalau Masumi sedang memandangi jarinya yang memakai cincin.

"Kau sedang apa?"

"Akhirnya kau sadar juga,"

Maya cemberut, "Kau kan seharusnya juga menonton,"

"Aku menonton,"

"Bohong,"

"Aku menontonmu sayang."

"Seharusnya kau menonton Cleopatra bukan aku," sahut Maya kesal.

"Aku tidak tertarik kalau bukan kau yang jadi Cleopatra,"

Maya tertawa, "Konyol,"

Masumi juga tertawa.

"Jika kau pentas bersama Scarlet nanti, apa kau akan mengundangku?"

Maya mengusap kepala Masumi, "Memang kau bisa datang kalau aku mengundangmu?"

Sejenak berpikir, "Aku pasti akan datang,"

Maya tergelak lagi, "Jangan konyol ah,"

"Aku tidak mau melewatkan pertunjukanmu,"

"Tapi kan tidak mungkin kau terus-terusan menghilang seperti ini sayang,"

Masumi terdiam, "Ngg, pokoknya kau beritahu saja kalau kau ada pementasan ya,"

Dan Maya sejenak berpikir, "Baik, tapi berjanjilah jangan berbuat aneh-aneh. Aku tidak mau kau menghilang seperti ini lagi. Aku akan mengirimkan rekaman pentasku agar kau tidak melewatkan setiap pertunjukanku,"

"Sepakat," jawab Masumi seraya mencium punggung tangan Maya. Mata Masumi kembali melihat cincin dijari manis kekasihnya.

"Aku tidak akan mengembalikannya, jika itu yang kau pikirkan sekarang," kata Maya saat melihat Masumi terpaku pada cincinnya.

"Terima kasih," Masumi tersenyum dan mencium tangan Maya sekali lagi,

"Seharusnya aku yang berterima kasih, cincinnya indah sekali."

"Aku senang kau menyukainya,"

"Hhmm, waktu di Izu aku belum sempat bertanya padamu, sejak kapan kau mempersiapkan cincin ini?"

"Sejak pulang dari kampung halaman Bidadari Merah. Sebelum aku memutuskan bertunangan dengan Shiori. Aku sudah membuat cincin ini, berharap suatu hari aku bisa memberikannya padamu. Tapi sayang, karena suatu hal dan aku terlalu pengecut untuk melangkah sehingga aku harus menyimpan cincin ini. Saat di Izu aku sempat ragu untuk mengambil keputusan, tapi kau membuatku berani Maya. Rasanya seperti mimpi saat kau menerima lamaranku, meski aku sedih karena tidak melamarmu dengan layak. Bahkan saat itu aku masih berstatus tunangan wanita lain. Benar-benar menjengkelkan," kata Masumi.

Maya tersenyum, "Aku bahagia Masumi, tidak usah pikirkan lainnya,"

Masumi membalas senyum Maya, "Iya, terima kasih sayang,"

Maya kembali menatap cincinnya, "Apa nama permata ini?"

"Garnet ungu,"

Maya tertegun sejenak, "Garnet ungu ya, kalau dibandingkan dengan batu sapir, permata mana yang lebih bagus?"

"Sapir?" Masumi mengernyit.

"Iya, permata yang dipakai Nona Shi...,"

Masumi terbahak dan duduk bersila didepan Maya yang sekarang cemberut.

"Apanya yang lucu?" Dengus Maya kesal.

"Kau yang lucu sayang," Masumi masih cekikikan.

"Aku kan tidak tahu soal perhiasan, jadi wajar kalau aku bertanya. Apa salah?"

"Tidak sayang kau tidak salah. Aku hanya senang kau menanyakannya,"

"Senang?"

Masumi membelai pipi kekasihnya. "Kau cemburu pada Shiori?"

"Heh?!" Maya baru menyadari alasan Masumi tertawa.

"Kau cemburu?"

Maya melipat kedua tangannya didada, "Tentu saja, apa aku salah?"

"Sebaliknya. Aku senang sekali kau cemburu,"

"Aku memang selalu cemburu jika melihatmu bersama wanita cantik,"

"Benarkah? Tapi aku kan...,"

"Kau kan sering menghadiri pesta dan disekelilingmu banyak sekali aktris cantik dan wanita cantik, putri-putri orang kaya. Jika dibandingkan denganku...," Maya kembali cemberut.

"Kau kan tahu bagaimana aku menganggap mereka semua. Bukankah aku pernah mengatakannya padamu, mereka itu hanya seperti...,"

"Lobak dan kol," potong Maya dan keduanya tergelak.

"Hanya kau wanita yang ada dihatiku," kata Masumi yang sekarang mendekap Maya dalam pelukannya.

"Kau juga satu-satunya pria dihatiku," kata Maya. "Kau akan menungguku kan?"

"Pasti sayang, aku sudah menunggumu selama tujuh tahun, kurasa tiga tahun lagi tidak akan lama. Dan sekarang aku sudah melewati 849 jam dan 35 menit," kata Masumi seraya melihat jam tangannya.

Maya tertawa.

"Sudah malam," Masumi juga baru menyadari saat melihat jam tangannya kalau ternyata sudah pukul dua belas malam.

"Kau harus istirahat. Bukankah pesawatmu pukul tujuh pagi?" Kata Maya.

Masumi tertawa, "Jangan khawatir soal itu, aku selalu bangun tepat waktu. Justru kau yang ku khawatirkan tidak bisa bangun untuk mengatar kepergianku,"

Maya cemberut, "Aku akan pasang alarm," Maya pun segera beranjak dan Masumi mengikutinya dari belakang.

"Tidak perlu sayang,"

"Kenapa? Nanti aku bisa terlambat,"

"Kau tidak akan terlambat bangun, kan ada aku," Masumi mendekap Maya dari belakang tepat saat Maya berhenti didepan kamarnya.

"Kau?" Otak Maya lambat berpikir.

"Kenapa? Kau tidak mau tidur dalam pelukanku malam ini?"

"Heh?!"

***
>>Bersambung<<

Follow me on 
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

5 Comments

  1. Padat sekali .....puas...s3mua perasaan jadi satu....bravo mba agnes...ditunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Heh?! Bagus ya?
      Seneng banget dengernya...jadi semangat nulisnya...
      Ma kasih ya... :)

      Delete
  2. Bagus bangeeetttt..... seneng bacanya..... MM uda saling mencintai.... tapi serem ngebayangin rencana balas dendam shiomay.... jauh jauh deh shiomay

    ReplyDelete
  3. Lanjuuuuut...
    Jangan lama-lama ya, penasaran niiih. Ceritanya bagus, jadi senyum2 sendiri Ngebayangin maya masumi pacaran hihihi

    ReplyDelete
  4. Kerennnn mbak Agnes. Romantiss abis

    ReplyDelete