Disclaimer : Garassu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary
: Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta
dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi
semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang
terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan
mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk
menemukan jalannya.
*********************************************************************************
Maya
membeku, matanya memandang tak percaya pada sosok yang ada di hadapannya.
Mulutnya sama sekali tidak bisa bicara, hanya air matanya yang deras mengalir
tanpa bisa di bendung lagi.
Seulas
senyuman terpahat. "Selamat pagi sayang," sapa tamu yang berdiri
di depan pintu apartemen Maya. Orang itu adalah Masumi. Dia berdiri dengan
anggun membawa buket bunga mawar ungu di tangan kanannya. Kaki Maya tak kuat
berdiri dan langsung merosot ke lantai yang dengan cepat ditangkap Masumi
sebelum gadis itu jatuh.
"Kau
tidak apa-apa?" tanyanya dengan ekspresi terkejut dan cemas. Karena tak
ada jawaban, dalam sekejap Maya sudah berada di atas kedua lengan Masumi yang
masih memegang erat buket bunga. Menutup pintu dengan kakinya, Masumi membawa
Maya masuk keruang tamu dan mendudukkannya di sofa panjang. Meletakkan buket
bunganya di atas pangkuan gadis yang kini justru terisak.
Melihat
wajah Maya yang kuyu dan matanya yang bengkak, terselip penyesalan dalam hati
Masumi. Matanya memandang sendu pada gadis pujaannya. Mengusap lembut air mata
Maya, Masumi juga tidak tahu apa yang harus di katakannya.
"I-ini,
bukan mim-pi kan?" Akhirnya suara serak Maya terdengar.
Masumi
menggeleng pelan, tangannya meraih dagu Maya dan dengan lembut mengecup bibir
kekasihnya. "Bukan sayang, ini bukan mimpi." Maya langsung memeluk
Masumi, erat, kembali terisak di dadanya yang bidang.
"Sudah
sayang, maafkan aku," bisik Masumi ditelinga Maya, tangannya membelai
lembut rambut panjang kekasihnya. Sudah terlalu lama dia membiarkan gadis itu
menangis.
Maya
merenggangkan pelukannya dan menatap pria yang sangat di rindukannya. Sekali
lagi Masumi mengusap air mata Maya dengan jarinya lalu mengecup lembut kedua
mata bengkak itu bergantian.
"Maafkan
aku sayang," gumamnya lagi.
"KAU
JAHAT !!" teriak Maya tiba-tiba. Masumi terkejut. "DUA BULAN! Dua
bulan kau tidak memperdulikanku! Dan sekarang kau datang ... ke sini ... mengejutkanku
... dan ... dan ... ini ...," emosi Maya seperti diaduk-aduk, suaranya
makin menghilang, memeluk buket bunga yang sudah kusut di pangkuannya karena
terjepit saat dia memeluk Masumi tadi.
"Maafkan
aku," ulang Masumi lagi, hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya setelah
melihat kondisi Maya.
Maya
hanya memandang buket bunga di pangkuannya. "Setelah sekian lama, setelah
tujuh tahun, kenapa kau justru mengakuinya dengan cara seperti ini," kata
Maya yang sudah mulai tenang sambil masih memeluk buket bunganya.
Masumi
diam, menilai reaksi Maya. "Jadi benar dugaanku, kau sudah tahu?"
Maya
memeluk Masumi erat. "Aku mencintaimu Mawar Unguku, aku mencintaimu.
Terima kasih untuk segalanya."
Masumi
terpaku, otaknya mengingat apa yang pernah di katakan Maya lewat Hijiri. Tidak peduli dia orang seperti apa, saat aku
bertemu dengannya, aku akan memeluknya dan aku pasti akan mencintainya.
"Sejak
kapan kau tahu, Maya? Jelaskan padaku?" tanya Masumi.
Maya
melepaskan pelukannya, menatap Masumi dengan penuh kerinduan. "Sudah lama
sekali aku menantikan hari ini," gumamnya.
Masumi
hanya diam menatap sepasang mata sendu dihadapannya, keduanya hanya saling
memandang. Maya tahu, akan lebih baik jika semuanya dijelaskan. Dia pun turun
dari sofa dan menggenggam tangan Masumi, mengajaknya ke kamar. "Duduklah."
Masumi
menurut saat Maya memintanya duduk di tepi tempat tidur sementara Maya membuka
lemari pakaian dan mengambil sebuah box berwarna ungu. Gadis itu duduk
disebelah Masumi lalu membuka kotaknya, mengambil sebuah kartu ucapan dan
memberikannya pada Masumi.
"Ini?"
Masumi menatap heran kartu di tangannya.
"Masih
ingat kapan kau memberikan kartu ucapan ini padaku?"
Masumi
lalu membaca isi kartunya.
Selamat
ya!
Lanjutkan cita-citamu menjadi Bidadari Merah
Aku selalu mendukungmu
Gadis serigalamu benar-benar luar biasa!
Saat dia mengenali Stewart dari scarf birunya, aku ikut terharu
Dari
Pengagummu
Lanjutkan cita-citamu menjadi Bidadari Merah
Aku selalu mendukungmu
Gadis serigalamu benar-benar luar biasa!
Saat dia mengenali Stewart dari scarf birunya, aku ikut terharu
Dari
Pengagummu
"Masih
ingat?" tanya Maya saat Masumi selesai membaca.
"Tentu,"
jawab Masumi yakin.
"Kau
memberikannya padaku bersama buket bunga mawar ungu di malam penghargaan
festival seni," kata Maya.
Masumi
menatap Maya heran, menurutnya tidak ada yang aneh dengan itu. "Tapi
bagaimana kau-?"
"Bagaimana
aku bisa tahu identitas mawar ungu?" potong Maya. Masumi mengangguk dan
hanya diam saat Maya mengeluarkan selembar foto.
"Ini?"
Masumi semakin bingung sembari melihat foto itu.
"Ini
foto semua pemain yang ikut dalam pementasan Forgotten Wilderness. Kami berfoto
pada hari kedua pementasan," kata Maya yang membiarkan Masumi berpikir
sendiri.
Masumi
pun mengamati foto di tangan kanannya dan kembali membaca kartu di tangan
kirinya. Beberapa saat kemudian senyum tipis mengembang di wajahnya.
"Tidak kusangka aku bisa begitu ceroboh," gumamnya pelan.
"Aku
bersyukur atas kecerobohanmu itu." Maya tersenyum senang lalu kembali
memeluk Masumi dan kali ini Masumi membalas pelukannya.
"Ternyata
sudah lama sekali kau tahu."
"Hm,"
"Dan
tetap diam menungguku?"
"Hm,"
"Jadi,
saat kita melihat bintang di kampung halaman Bidadari Merah, lalu saat kita
terjebak hujan di kuil? Saat itu kau tahu siapa aku?"
"Hm,"
"Kau
sudah mencintaiku saat itu? Bunga plum yang kau berikan padaku, itu juga
lambang perasaanmu?"
"Iya,"
Masumi
terdiam dan mengeratkan pelukannya.
"Ada
apa?" tanya Maya saat Masumi terdiam.
"Apa
kau mencintaiku karena aku adalah mawar ungu?" tanyanya lirih. Maya
terkesiap kemudian menarik tubuhnya menjauh dari pelukan Masumi. "Kau
mencintaiku karena aku adalah mawar ungu?" Masumi mengulangi
pertanyaannya. Matanya terlihat sedih.
Maya
tersenyum. "Awalnya iya." Maya membelai wajah Masumi. "Tapi
kemudian aku sadar, aku salah." Masumi meraih tangan Maya dan
menggenggamnya erat. "Kau pasti masih ingat saat aku datang ke pesta
pertunanganmu?"
Masumi
mendesah. "Aku tidak akan lupa, hari itu adalah hari yang paling aku
sesali seumur hidupku."
Maya
tersenyum tipis. "Sebenarnya aku mencarimu hari itu untuk menyatakan
perasanku padamu. Aku ingin kau mengakui bahwa kaulah mawar ungu dan aku akan
langsung memelukmu dan menyatakan perasaanku. Tapi saat aku tiba disana,
melihatmu bersanding dengan Nona Shiori...,"
Maya
menghela napas, "Hatiku sakit, sakit sekali. Saat itu aku benar-benar
menyadari bahwa aku bukan mencintai Mawar ungu tapi aku mencintaimu. Kalaupun
kau bukan mawar ungu, melihatmu bersanding dengan wanita lain ... entah kenapa
membuatku merasa kehilangan semangat hidupku. Rasanya seperti ingin mati saja.
Aku sendiri tidak tahu kenapa, padahal selama ini kita selalu bertengkar. Aku
seperti kehilangan arah waktu itu, hatiku dibakar cemburu dan aku tidak bisa
berakting dengan baik. Tapi ternyata meski kau sudah bertunangan, mawar ungumu
masih selalu datang. Dan itulah yang menguatkanku, menunggu dan berharap. Aku
melampiaskan kerinduan dan cintaku melalui mawar ungumu. Berharap bahwa kau
akan merasakan apa yang kurasakan. Aku berdoa suatu hari kau akan datang
padaku," Maya masih menatap Masumi dengan lembut saat mengakhiri ceritanya.
"Dan
aku begitu pengecut, menyembunyikan semuanya. Memulai semua kekacauan ini.
Andai saja, andai saja aku lebih berani mengambil resiko,"
"Apa
aku baru mendengar Masumi Hayami menyesal?" goda Maya, berusaha
mengalihkan kesedihan dimata Masumi tapi gagal.
"Maya,
betapa aku menyesali semuanya. Kepengecutanku, ketakutakanku akan penolakanmu.
Aku begitu ingin melindungimu, menjagamu tapi sekarang justru aku yang
membuatmu sengsara,"
"Aku
tidak sengsara," elak Maya. "Setidaknya sekarang aku tahu kau juga
mencintaiku,"
Masumi
kembali memeluk Masumi. "Aku selalu mencintaimu, selalu."
"Dan
aku tidak harus menunggu bertahun-tahun untuk tahu itu," kata Maya
kemudian.
Masumi
melepaskan pelukannya dan mengecup bibir Maya, "Itu satu hal yang tidak
akan pernah kusesali. Menunggumu,"
Maya
tersenyum lalu mengambil kartu dan fotonya yang tergeletak di tempat tidur.
Dengan cepat mengembalikannya kedalam kotak dan memasukkannya kembali ke dalam
lemari. Maya berdiri didepan lemari dengan kedua tangan dilipat didada. Cemberut.
"Kau
kenapa?" Masumi bingung dengan perubahan sikap Maya.
"Aku
lupa," desisnya marah, "AKU MASIH MARAH PADAMU !!" teriak Maya
dan Masumi terbahak. Beranjak dari duduknya dan menghampiri kekasihnya. "JANGAN
MENDEKAT !!" Sadar sepenuhnya kalau amarahnya akan langsung padam jika
Masumi menyentuhnya. Tapi Masumi tidak peduli dan masih tertawa.
"Hei!!" pekik Maya saat Masumi merengkuh pingganggnya.
"Aku
akan menebus kesalahanku." Masumi mengangkat dagu Maya dengan tangannya
yang bebas dan dengan cepat membungkam mulut yang ingin memprotes ucapannya. Sesaat
Maya menolak, tapi saat Masumi tidak berhenti melumat bibirnya, Maya kalah dan
membalas ciuman penuh kerinduan itu.
"Maafkan
aku," gumam Masumi lembut saat melepaskan bibir kekasihnya. Tapi itu hanya
sesaat karena kemudian bibirnya seperti kumbang yang tidak pernah puas mengisap
madu.
Maya
harus berpegangan pada lengan Masumi saat bibir keduanya benar-benar terlepas.
Gadis itu merasa limbung setelah melepaskan semua kemarahan dan kerinduannya.
Sekarang wajahnya merona segar, kelembutan Masumi benar-benar memadamkan api
kemarahannya.
"Apa
aku sudah dimaafkan?" tanya Masumi.
"Kau
... menyebalkan!" jawab Maya di tengah nafasnya yang terengah.
***
"Selamat
malam, Nona Mizuki," sapa Maya lirih. Maya terdengar sungkan karena tahu
di Tokyo sudah pukul sembilan malam.
"Maya!!"
pekik Mizuki.
"Eh?!"
"Ada
berita buruk Maya," Mizuki terdengar cemas dan itu menjelaskan tanda tanya
besar di kepala Maya.
"Ada
apa?" Maya pura-pura tidak tahu.
"Tuan
Masumi menghilang,"
"Apa
maksudnya menghilang?!" Maya juga pura-pura terkejut.
"Pelayan
dirumahnya bilang dia pergi pagi-pagi buta dalam keadaan kacau dan setelah itu
tidak ada yang tahu keberadaannya. Bahkan Hijiri juga tidak tahu," kata
Mizuki cemas.
"Saya
akan menghubungi Kak Hijiri, terima kasih Nona Mizuki. Tolong kabari saya jika
ada perkembangan," kata Maya buru-buru.
"Ten-."
Maya
sudah memutus teleponnya sebelum Mizuki selesai bicara. Mendesah kesal, Maya
menggenggam erat handphone ditangannya. Mondar-mandir diruang tamu dengan
gelisah, otaknya memikirkan cara mengamankan rencana rahasianya. Masumi sedang
tidur dikamar, kedatangannya yang mendadak bisa merusak semua rencana Maya.
Terlebih lagi Masumi datang sebagai mawar ungu. Itu sudah merusak skenarionya.
Aduh, kenapa jadi seperti ini.
Masumi tidak boleh tahu rencanaku. Tapi dia pasti bisa membaca semuanya, dia
pintar. Aku sutradara drama ini ... aku tidak boleh gagal.
Maya
kembali melakukan panggilan, kali ini Hijiri. Maya tahu akan lebih sulit
bersandiwara didepan Hijiri tapi dia juga ingin tahu sejauh mana Hijiri tahu
perkembangan Masumi.
"Halo,
kak Hijiri?" Maya pura-pura panik.
"Maya?"
"Iya,
aku baru saja menghubungi Nona Mizuki. Apa sudah ada kabar?"
"Belum,
aku tidak tahu di mana Tuan Masumi sekarang. Sejak pagi Tuan Besar Hayami juga
sudah memintaku mencari, dia sangat marah dengan menghilangnya Tuan Masumi. Dia
sempat menduga Tuan Masumi pergi ketempatmu tapi anak buah Tuan Besar tidak
menemukan ada penerbangan dengan nama Tuan Masumi ke Amerika."
"Eh?!
Mana mungkin Masumi ke Amerika," kata Maya.
"Kau
tahu Tuan Masumi sering hilang kendali jika menyangkut dirimu Maya."
"Ahh!!
Si bodoh itu!!" pekik Maya kesal.
"Kau
tidak perlu khawatir, kami masih mencarinya. Jika ada kabar aku akan langsung
menghubungimu," Hijiri berusaha menenangkan Maya. Usaha yang sia-sia
sebenarnya karena Masumi ada bersamanya.
"Baik
Kak, aku tunggu kabarnya," jawab Maya dengan nada cemas. Gadis itu
mematikan handphone, otaknya mulai bekerja.
"Jadi
tidak ada yang tahu kalau Masumi menemuiku?" gumam Maya.
Plok
! Plok ! Plok !
Maya
berbalik dan terkejut melihat sumber suara. "Masumi?!" pekik Maya.
"Permainanmu
luar biasa sayang," Masumi menghampiri Maya dan mengecup keningnya,
"Sekarang, apa kau mau menceritakannya padaku?" Masumi menatap tajam
kekasihnya. Maya dengan cepat memalingkan wajahnya. "Kenapa? Kau tidak
percaya padaku?" desak Masumi.
"Bukan
begitu Masumi, tapi ...,"
"Tapi?
Tapi kau bisa percaya pada Shigeru dan meminta bantuannya? Kenapa tidak
denganku?" sela Masumi kesal.
"Ini
tidak ada hubungannya dengan Satomi!" pekik Maya.
"Aku
tahu! Tapi kau bekerja sama dengan Mizuki dan Hijiri untuk mengelabuiku!!"
Suara Masumi ikut meninggi.
"Aku
tidak mengelabuimu! Aku hanya tidak mau menyusahkanmu!"
"Aku
tidak pernah merasa di susahkan olehmu. Justru aku tersiksa harus melihatmu
berjuang sendiri seperti ini."
"Aku
lebih dari mampu untuk menyelesaikan semua ini sendiri Masumi! Kau juga harus
belajar percaya padaku!" teriak Maya lagi dan Masumi terdiam.
"Kau
tahu? Aku sudah hampir gila memikirkan semua rencanamu, Maya!" bentak
Masumi.
"Kalau
begitu jangan pikirkan!" balas Maya.
"Kau
...,"
"Kau
apa? Aku sudah dewasa Masumi! Sejauh ini aku sudah berhasil dan kau datang
mengacaukan semuanya!" teriak Maya.
Masumi
terkesiap. "Aku mengacau?"
"Ya!!!"
teriak Maya dan menghempaskan dirinya disofa dengan kesal.
Masumi
mematung didepan Maya yang sekarang mulai terisak. Hati Masumi langsung luluh
melihat kekasihnya menangis, dia pun berlutut di depan gadis itu.
"Sayang,"
Masumi membelai kepala Maya dengan lembut. Maya membenamkan wajahnya pada kedua
telapak tangan.
"Maafkan
aku, sungguh aku tidak ingin mengacau. Aku tidak terbang melintasi benua hanya untuk
bertengkar denganmu. Aku ingin melihat keadaanmu, memastikan kau baik-baik
saja. Aku begitu mengkhawatirkanmu. Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan dan
terkadang kau begitu ceroboh, bertindak tanpa pikir panjang. Membayangkan bahwa
aku tidak bisa menlindungimu dan menolongmu saat kau kesulitan sungguh
membuatku gila, Maya," Masumi menjelaskan semuanya dengan lembut.
Maya
mengangkat wajahnya yang beruraian air mata. "Bagaimana kau tahu aku
bekerja sama dengan Kak Hijiri dan Nona Mizuki?" tanya Maya dengan suara
paraunya.
Masumi
menghela napas panjang. Dia pun duduk bersila di lantai yang di alasi karpet
dan menarik Maya untuk duduk di pangkuannya. Gadis itu menurut saja, pangkuan
Masumi adalah tempat favoritnya. Masumi tidak berhenti membelai kepala Maya
yang bersandar didadanya.
"Ceritakan,"
kata Maya.
"Iya,
sabar. Kau lebih galak sekarang," kata Masumi.
"Jangan
menggodaku! Cepat katakan!" rengek Maya.
Masumi
menghela napas lagi, "Kau ini, satu hal yang kau lupa sayang, aku adalah
Masumi Hayami. Aku tahu betul seperti apa orang-orang yang ada disekelilingku.
Terlebih lagi Mizuki dan Hijiri. Mereka sudah bekerja padaku bahkan sebelum aku
mengenalmu." Masumi berhenti sejenak, menunduk melihat reaksi Maya. Tapi
gadis itu masih serius mendengarkan meski tidak memandangnya. Sebelum Maya
marah, Masumi segera menyambung ceritanya.
"Awalnya
aku curiga pada Hijiri. Sejak dia memberikan dokumen hak pementasan Bidadari
Merah padaku, dia sedikit berubah. Semua laporan kerjanya memuaskan. Tapi tidak
jika tentang dirimu. Dia tidak memberikan laporan lengkap tentangmu. Dan aku
semakin curiga saat dia sampai di sini. Aku menduga dia tinggal
bersamamu?"
"Eh?!"
Maya mengangkat wajahnya tapi dengan cepat Masumi kembali merebahkan kepala
Maya di dadanya.
"Aku
tahu kau masih sakit saat berangkat ke New York. Kau demam saat terakhir kali
aku memelukmu sebelum naik pesawat. Tapi Hijiri tidak melaporkan hal itu
padaku. Dia bilang kau baik-baik saja. Aku sengaja tidak meneleponmu, hanya
mengirim pesan. Aku berusaha menekan kekhawatiranku. Jika kau baik-baik saja
maka aku yakin kau akan langsung menghubungiku tapi ternyata kau baru
menghubungiku di hari berikutnya dan itu setelah Hijiri mengirim laporannya
padaku. Laporan yang sangat singkat dan menyebalkan. Aku menduga kau pasti
bersepakat dengannya. Aku curiga Hijiri mengatakan padamu tentang identitas
Mawar ungu sehingga kau memberikan dokumen itu padaku dan kau bersekongkol
dengannya untuk merahasiakan semuanya dariku."
"Tidak
bukan begitu," protes Maya. "Kak Hijiri hanya ingin membantuku. Dia
juga tidak tahu kalau aku tahu identitasmu. Dia juga awalnya menolak saat aku
memberikan dokumen itu," jelas Maya.
"Hm,
seandainya dia menolak menerima dokumen itu, pasti aku tidak akan curiga.
Karena memang seharusnya begitu. Tapi aku tahu, sulit untuk tidak mengiyakan
keinginanmu. Dan sepertinya itu berlaku tidak hanya bagiku tapi juga Hijiri dan
Mizuki," kata Masumi seraya mencolek hidung Maya.
"Eh?!"
Maya mengangkat wajahnya.
Masumi
tertawa. "Andai aku tidak mengenal Hijiri aku pasti sudah meninjunya
karena berani menginap di apartemen kekasihku,"
"Huh!!
Kau ini," gerutu Maya, "Ngg, lalu bagaimana dengan Nona Mizuki?
Bagaimana kau tahu?"
Masumi
kembali tergelak. "Aku benar-benar salut padamu, Maya. Kau bahkan bisa
membuat Mizuki patuh padamu. Kau yang menyuruhnya untuk memperhatikan jam
makanku kan?"
Mata
Maya membulat, "Itu...,"
"Akui
saja, sejak kau pergi Mizuki berubah seperti ibu-ibu. Terlalu cerewet. Aku
tidak tahu apa yang kau katakan pada kedua staf kepercayaanku itu tapi kau
hebat sampai bisa membuat mereka mengelabuiku. Andai kau adalah musuh Daito,
aku yakin sekarang aku sedang dalam masalah besar karena kau berhasil merayu
orang kepercayaanku,"
"Apa
mereka akan mendapat masalah karena itu?" Maya menatap Masumi takut.
"Hhmm,
menurutmu?"
"Mereka
hanya mau membantuku Masumi. Mereka tidak mengkhianatimu, keduanya begitu setia
dan sayang padamu," bujuk Maya.
"Aku
marah Maya," kata Masumi datar.
"Aku
tahu, aku yang salah, mereka tidak bermaksud jahat,"
"Aku
marah pada diriku sendiri, bukan pada mereka," Masumi menjelaskan
perkataanya.
"Eh?!
Kenapa?"
Masumi
menghela napas panjang, "Kau percaya pada mereka dan meminta bantuan
mereka. Tapi kau tidak mengatakan apa-apa padaku. Aku merasa tidak berguna
sayang. Padahal seharusnya akulah yang bertanggung jawab atas semua kekacauan
ini," kekecewaan jelas terlihat dimata Masumi.
Maya
mendekatkan wajahnya pada Masumi dan mengecup bibirnya, "Maafkan aku, aku sama
sekali tidak bermaksud membuatmu merasa seperti itu,"
Masumi
tersenyum, "Sekarang bisakah kau menceritakan semuanya padaku?"
Masumi memanfaatkan mood Maya yang sudah melembut.
Maya
tertegun sejenak lalu menggeleng.
"Boleh
aku bertanya?"
Maya
mengangguk.
"Apa
kau memang berencana memberikan hak pementasan itu padaku?"
Maya
terdiam, sudah di duganya kalau Masumi dapat membaca rencananya. Dalam hati
Maya berdoa, pertemuannya dengan Eisuke tidak terbongkar.
"Maya?"
"Ngg,
i...iya,"
Masumi
menggeleng tak percaya, "Kau ini," Masumi kembali meraih bahu Maya
dan merapatkan tubuh mungil itu ke dadanya. "Kau tahu aku tidak akan
pernah menerimanya kan?"
"Aku
sudah meminta ijin Bu Mayuko," jawab Maya lirih.
"Tidak
sayang, aku tahu betapa besar arti hak pementasan itu untukmu dan Bu Mayuko.
Dan sesuai dengan suratmu maka aku hanya akan menjaganya sampai kau kembali.
Aku akan membantumu untuk melindunginya."
"Tapi...,"
"Sssttt!!
Tidak ada tapi lagi. Tidak apa-apa kalau kau masih tidak mau menceritakan
rencanamu. Aku tidak akan memaksa tapi biarkan aku merasa berguna dengan
melindungi hal yang berharga untukmu,"
"Masumi...,"
Maya terdiam, dia tidak menyangka Masumi akan terlihat begitu sedih. Tapi Maya
tidak bisa menceritakan rencananya. Semuanya akan kacau jika Masumi sampai
tahu.
"Maafkan
aku," gumam Maya.
"Hei,
kenapa kau minta maaf sayang. Kau sudah banyak berkorban dengan melakukan semua
ini." Masumi menatap sepasang mata sendu dipelukannya, "Dan sekarang
semua orang harus berhati-hati denganmu. Karena kau bahkan berhasil menipu
Direktur Daito. Semua orang akan merevisi pendapatnya tentangmu yang ceroboh
jika hal ini sampai tersebar,"
Maya
mendengus kesal dalam pelukan Masumi, membuatnya tersenyum geli. "Jadi
tujuanmu datang kesini hanya untuk membongkar semua rencanaku?"
"Oh,"
"Oh?"
"Apa?"
"Tujuanmu?"
"Tujuanku
banyak Maya,"
"Sebutkan,
aku ingin tahu,"
"Karena
aku sangat merindukanmu," Masumi mengerlingkan sebelah mata pada kekasihnya.
"Lainnya?"
Maya mengabaikan godaan Masumi.
"Untuk
meyakinkan kecurigaanku tentang kau yang tahu identitas mawar ungu dan bahwa
kau benar bersekongkol dengan kedua stafku, membuatku terlihat bodoh,"
Maya
cemberut, "Maaf," gumamnya pelan, "Lalu?" Maya masih
mendesak karena tahu masih ada alasan lainnya.
Masumi
mengernyit lalu mendesah pelan, "Haruskah aku memiliki segudang alasan
hanya untuk ada disebelah kekasihku?"
"Ya,
karena untuk itu kau harus melintasi benua. Meninggalkan Daito yang sedang
kacau tanpa pemberitahuan. Bahkan membuat Eisuke Hayami berang karenanya. Jadi
kau harus memiliki banyak alasan yang kuat untuk membenarkan tindakanmu
itu."
Masumi
tergelak, "Kau baru dua bulan di New York tapi daya analisamu semakin
tajam dan mulutmu semakin pandai merangkai kata-kata omelan." Maya
cemberut. "Hanya kau Maya. Kaulah alasannya. Cintaku padamu, kerinduanku,
juga....kecemburuanku. Ah...segalanya! Semua hanya tentang kau Maya,"
"Apa
aku membuatmu tersiksa, Masumi? Membuatmu selalu repot karena kebodohanku?"
Tanya Maya sedih.
"Tidak,
kenapa kau berpikir seperti itu? Aku mencintaimu sayang dan kau berada jauh
dariku. Jujur aku belum siap, apalagi setelah aku tahu cintaku tidak bertepuk
sebelah tangan. Berada jauh darimu membuatku kacau. Jujur, aku cemburu pada
Shigeru, aku takut kahilanganmu. Aku sengaja tidak menghubungimu karena aku
pasti tidak akan sanggup mengendalikan diriku jika mendengar suaramu, terlebih
saat aku sedang cemburu. Aku juga berusaha keras merangkai semua laporan yang
kuterima untuk mencoba membaca apa yang kau rencanakan. Tadinya aku lega kau
tidak lagi mengirim pesan karena kupikir aku akan lebih mudah mengendalikan
kerinduanku. Tapi ternyata aku salah. Tidak mendengar kabar darimu membuatku
berpikir yang tidak-tidak. Termasuk tentang kau dan Shigeru. Itu sangat
menyiksa. Dan terakhir aku hampir gila saat mendengar pesan suara yang kau
tinggalkan."
Maya
terdiam, mendengar penjelasan Masumi membuat hatinya sakit.
"Dan
ternyata kau sama kacaunya denganku. Lihat dirimu, wajahmu kuyu dan matamu
bengkak. Kau pasti menangis semalaman. Iya kan?"
"Aku
hampir mati karena rindu," jawab Maya lirih.
Masumi
tersenyum, "Aku juga sayang,"
Mayapun
mengecup bibir Masumi, membuatnya tersenyum bahagia. "Oh ya?" Maya
menjauhkan wajahnya dari Masumi. "Bagaimana caranya kau pergi tanpa bisa
dilacak bahkan oleh ayahmu sekalipun,"
Masumi
terkikik, "Kau jangan meremehkan Masumi Hayami. Semenjak aku tahu kau akan
pergi, aku sudah menyiapkan rencana ini,"
"Rencana?"
"Iya,
aku membuat paspor dengan identitas lain. Aku yakin suatu saat aku pasti
membutuhkannya dan sama sekali tidak menduga aku menggunakannya secepat
ini," Masumi menertawakan dirinya sendiri.
"Jadi?
Kau membuat paspor palsu? Hanya untuk bisa bertemu denganku? Kau menakutkan Tuan
Masumi Hayami,"
Masumi
menyeringai.
"Adakah
hal yang tidak bisa kau lakukan sayang?" Maya menyindir Masumi yang selalu
saja bisa melakukan segala hal yang diinginkannya.
"Ada,"
"Apa?"
"Berhenti
mencintaimu,"
Dan
dengan cepat bibir Masumi merenggut bibir Maya yang mau melayangkan protes.
Sekali lagi keduanya terjerat dalam ciuman dalam yang menghanyutkan.
***
"Kau
sering ketempat ini?" Tanya Masumi seraya meneguk kopi hitam favoritnya.
"Sesekali,"
jawab Maya yang juga meneguk coklat panas favoritnya. Keduanya sekarang berada
di kafe tengah kota, tempat biasanya Maya dan Satomi menghabiskan akhir pekan.
Masumi mendesah berat. "Kenapa?" Tanya Maya.
Masumi
cemberut melihat Maya, "Kau pergi dengan Shigeru kan?"
Maya
terkikik, "Kau masih cemburu?"
"Tentu
saja," Masumi meneguk lagi kopinya dan melayangkan pandangannya ke
sekeliling, "Aku bahkan belum pernah pergi kencan denganmu dan tempat ini
terlalu romantis hanya untuk menghabiskan waktu dengan teman," katanya
kesal.
Maya
tersenyum, "Saat aku disini, aku selalu membayangkanmu," hibur Maya.
"Oh
ya?!"
"Kau
tidak percaya?" Maya mengernyit.
"Aku
ada dibelahan dunia lain dan yang didepanmu adalah Satomi Shigeru, aktor muda
berbakat, tampan dan juga ... mantan pacarmu,"
Brakk
!!! Maya memukul meja, membuat Masumi terkejut dan beberapa orang pengunjung
memandang keduanya. "Sekali lagi kau katakan hal bodoh seperti itu maka
kukembalikan cincin ini padamu!!" Teriak Maya yang langsung berdiri dari
kursinya.
Masumi
terhenyak dan langsung memeluk Maya, tidak peduli belasan pasang mata
menatapnya. Tidak ada paparazi yang perlu ditakutkan di New York.
"Tarik
kata-katamu!" Pekik Maya dalam pelukan Masumi yang masih diam.
"Iya,
maaf." Gumam Masumi seraya mengusap rambut panjang Maya. Dia juga shock
mendengar Maya mau mengembalikan cincinnya.
"Lepaskan
aku!" Kata Maya. Masumi langsung melepaskan pelukannya dan keduanya kembali
duduk dikursi masing-masing. "Kau merusak malamku," kata Maya kesal.
"Maaf,"
balas Masumi yang kemudian meraih tangan Maya dan mengusap cincin garnet ungu
yang melingkar dijari manis kekasihnya. "Kau tidak akan mengembalikannya
kan?" Masumi terlihat cemas.
Maya
melotot. Ya ampun Masumi, kau pikir aku
serius? Kenapa kau sampai ketakutan seperti itu? Gumam Maya dalam
hati, membaca ekspresi Masumi. "Tergantung," jawab Maya, sepertinya
dia memang mau memberi Masumi pelajaran soal kecemburuannya yang berlebihan.
"Maya...,"
Masumi memohon.
Maya
mendesah dan menumpukan tangannya yang lain keatas tangan Masumi yang masih
mengusap lembut cincinnya. "Kau harus percaya padaku," kata Maya
lembut, matanya menatap Masumi yang masih terlihat shock.
"Aku
akan mencoba," jawab Masumi ragu.
"Kau
harus mencobanya. Kepercayaan. Itulah yang akan membuat hubungan kita bisa
bertahan."
Masumi
terdiam.
"Untuk
sementara kita akan terpisah jarak dan waktu, jadi kau harus percaya padaku dan
aku juga harus percaya padamu. Dulu aku dan Satomi memang memiliki hubungan
tapi semua itu sudah berlalu, kau sendiri tahu itu. Sekarang dia hanya temanku.
Kau lah kekasihku Masumi, tidak ada pria lain yang kuinginkan selain dirimu,
hanya kau sayang,"
Masumi
masih diam menatap mata Maya.
"Entahlah
Maya, aku sudah menunggumu selama tujuh tahun dan selama itu aku bahkan tidak
berani bermimpi untuk memilikimu. Dan sekarang, setelah kau menjadi milikku,
aku...aku sangat takut kehilangamu. Melihatmu bersama pria lain...,"
Masumi menelan ludah, tenggorokannya tercekat.
"Melihatmu
bersama Koji atau Shigeru, membuatku meragukan keberadaanku dihatimu. Mereka
begitu muda dan baik. Sedangkan aku, selain hal buruk aku tidak pernah
melakukan hal baik untukmu Maya, apalagi...dosaku...pada ibumu...," Masumi
tertunduk lesu, "Aku bahkan tidak berani memaafkan diriku sendiri,"
Maya
terhenyak, dia sendiri bahkan sudah memaafkan Masumi tentang hal itu.
"Lihat mataku," pinta Maya lembut dan perlahan Masumi menatap mata
Maya.
"Apa
aku terlihat menderita?" Tanyanya.
Masumi
hanya terpaku dan membisu.
"Siapa
yang menghargai akting pertamaku sebagai Beth saat semua kritikus mencelanya?
Siapa yang membayar biaya perawatan Bu Mayuko saat aku dan teman-temanku tidak
punya uang? Siapa yang membiayai sekolahku? Siapa yang meminjamiku vila untuk
berlatih Helen Keller? Siapa yang merawat ibuku dirumah sakit bahkan saat aku
anaknya sendiri tidak tahu kalau ibuku sakit? Siapa yang merawatku saat aku
sakit dan diblacklist dari dunia panggung? Siapa yang memancingku pergi ke
audisi Dua Putri sehingga aku bisa menjadi Aldis ? Siapa yang memperbaiki
gedung pertunjukan untuk pentas Jane-ku? Siapa yang memancingku untuk berakting
didepan juri festival drama agar mereka tertarik melihat Jane-ku? Siapa yang
datang disaat badai hanya untuk melihatku berakting? Siapa Masumi?" Air
mata Maya mulai menetes, Maya meraih tangan Masumi dan menempelkannya
diwajahnya,
"Kau
Masumi, bukan Koji ataupun Shigeru, kau yang sudah melakukan semua itu untukku.
Saat di Izu kau pernah bertanya padaku, bagaimana aku bisa begitu kuat dan
berani kan? Aku jawab sekarang,"
Maya
beranjak dan berdiri di depan Masumi, kedua tangannya membungkus wajah Masumi
yang sendu, "Masumi, kaulah yang membuatku kuat, yang membuatku selalu
bertahan...ya kau...meski butuh waktu lama bagiku menyadarinya tapi akhirnya
aku tahu...kaulah kekuatanku, kaulah semangatku...mungkin dulu aku mencintaimu
sebagai mawar ungu tapi sekarang aku mencintaimu sebagai Masumi, satu-satunya
Masumi milikku," air mata Maya berdesakan keluar.
Masumi
menarik Maya dalam pelukannya hingga gadis itu meringkuk dalam dekapannya.
"Maafkan
aku meragukan cintamu," bisik Masumi.
"Aku
mencintaimu," kata Maya.
"Aku
juga mencintaimu," Masumi mengeratkan pelukannya.
Lama
mereka saling berpelukan tanpa peduli belasan pasang mata yang menikmati
pertunjukan drama gratis.
***
"Kau
membuatku menangis lagi," kata Maya setelah keduanya berjalan bergandengan
keluar dari cafe.
"Ya,
sepertinya memang hanya itu yang bisa kulakukan," kata Masumi.
"Nah,
mulai lagi?!?" Kata Maya.
Masumi
tertawa. "Sebaiknya kita melakukan hal yang menyenangkan sekarang. Kalau
tidak aku pasti akan membuatmu menangis lagi. Ada yang mau kau lakukan
sayang?"
"Kau
mau membantuku belanja? Persedian bahan makanan sudah habis."
"Tentu,"
Dengan
senyum lebar keduanya segera menuju pusat perbelanjaan.
Tangan
Masumi penuh dengan kantong belanjaan saat keduanya kembali ke apartemen Maya.
"Letakkan
saja dimeja makan sayang, nanti aku bereskan. Aku mau ganti baju dulu,"
kata Maya seraya menuju kamarnya.
"Baiklah,"
Masumi berjalan keruang makan dan meletakkan belanjaannya di meja.
Mata
Masumi melihat sekitar ruang makan. Sejak datang pagi tadi, Masumi belum
memeriksa dengan benar apartemen Maya, diapun menyusuri setiap ruangan
apartemen.
"Gadisku
lebih rapi sekarang. Dia memang sudah benar-benar dewasa." Gumam Masumi
saat berkeliling diruang tamu.
Matanya
kemudian bertumpu pada satu objek didekat televisi, tumpukan DVD drama.
"Scarlet?"
Masumi mengernyit.
"Kau
lihat apa?" Maya sudah berada dibelakangnya.
Masumi
berbalik dan mengangkat salah satu DVD.
"Oh,
itu DVD drama yang dipentaskan teater Scarlet,"
"Aku
tahu,"
"Hhmm,
tidak heran kau tahu," Maya meringis, tidak berani meragukan wawasan
Masumi yang luas.
"Teater
ini juga salah satu penampil terbaik di Broadway,"
"Iya,"
"Dan
kau akan bergabung dengan mereka?" Tebak Masumi.
Maya
tertawa lalu pergi ke ruang makan untuk membereskan belanjaannya.
"Hei,"
panggil Masumi.
"Iya,
sayang. Aku akan bergabung dengan Scarlet," kata Maya sambil lalu.
Masumi
mengikuti Maya keruang makan.
"Kalau
aku tidak tanya apa kau akan memberitahukannya padaku?" Masumi berdiri
bersandar pada meja makan disebelah Maya yang sedang membongkar belanjaannya.
"Rencananya
aku akan memberi tahumu nanti sambil menonton salah satu drama itu tapi kau
sudah tanya dulu. Ternyata memang susah menyimpan rahasia darimu,"
"Itu
karena kau selalu lupa kalau aku...,"
"Ma-su-mi-ha-ya-mi,"
eja Maya memotong ucapan Masumi. "Aku tidak lupa itu sayang. Aku mulai
paham kenapa semua orang bisa takut padamu." Maya tertawa. Masumi menarik
lengan Maya lalu membelit pinggangnya. "Hei, aku harus membereskan
belanjaan dulu," protes Maya.
"Biarkan
saja,"
"Kau
ini, memang pengganggu,"
Masumi
terkikik, "Begitu ya,"
"Iya,
selalu menggangguku,"
"Hhmmm,
aku mau tahu satu hal,"
"Apa?"
"Aku
heran kenapa kau tidak pernah takut padaku? Bahkan saat usiamu tiga belas tahun
kau berani berteriak-teriak padaku,"
Maya
tertawa. "Kenapa?"
"Iya
kenapa?" Ulang Masumi.
Maya
mengerucutkan bibir dengan lucu, mengetuk-ngetuk bibirnya dengan jari seolah
sedang berpikir.
"Kenapa?"
Tanya Masumi tidak sabar.
"Itu
karena aku tidak takut pada kecoa," jawab Maya.
"Heh?!
Jadi kau benar-benar menganggapku seperti kecoa?" Masumi gagal menyembunyikan
keterkejutannya. Maya mengangguk dan Masumi menggeleng kesal. "Apa ada
kecoa setampan diriku?"
Maya
terkikik. "Memuji diri sendiri?"
"Semua
orang bilang aku tampan,"
"Percaya,
percaya,"
"Kau
tidak menganggapku tampan?"
"Hm,
sedikit,"
"Maya,"
Masumi mendengus kesal.
"Apa?"
"Aku
jadi berpikir apakah kau jatuh cinta padaku karena kualat selalu
mengejekku?"
Maya
tertawa, "Mungkin saja,"
"Tapi
biarlah, yang penting kau milikku sekarang. Aku kecoa yang beruntung ya,"
"Sangat
beruntung,"
"Kau
sial karena harus dicium kecoa,"
"Heh?!"
Dan Maya gagal protes karena Masumi sudah lebih dulu melumat bibirnya sebelum
otaknya berhasil mencerna perkataan kekasihnya.
***
Maya
duduk dilantai bersandar pada sofa dan Masumi merebahkan kepalanya dipangkuan
Maya. Keduanya tengah menikmati DVD drama dengan judul 'The Queen', sebuah
drama yang diangkat dari cerita Cleopatra dan Marc Antony karya William
Shakespeare. Ceritanya menekankan tentang kehidupan cinta Cleopatra yang
kemudian membawanya menjadi ratu paling dihormati.
Mata
Maya terpaku pada layar televisi dan Masumi tahu dengan pasti kalau gadis itu tidak
bisa diajak berkomunikasi jika sedang menikmati drama. Diapun menyibukkan
dirinya dengan memandangi wajah kekasihnya dan sesekali menciumi buku-buku jari
Maya. Bahkan hal itupun tidak bisa mengalihkan perhatian Maya padanya. Baru
setelah drama selesai, Maya menyadari kalau Masumi sedang memandangi jarinya
yang memakai cincin.
"Kau
sedang apa?"
"Akhirnya
kau sadar juga,"
Maya
cemberut, "Kau kan seharusnya juga menonton,"
"Aku
menonton,"
"Bohong,"
"Aku
menontonmu sayang."
"Seharusnya
kau menonton Cleopatra bukan aku," sahut Maya kesal.
"Aku
tidak tertarik kalau bukan kau yang jadi Cleopatra,"
Maya
tertawa, "Konyol,"
Masumi
juga tertawa.
"Jika
kau pentas bersama Scarlet nanti, apa kau akan mengundangku?"
Maya
mengusap kepala Masumi, "Memang kau bisa datang kalau aku
mengundangmu?"
Sejenak
berpikir, "Aku pasti akan datang,"
Maya
tergelak lagi, "Jangan konyol ah,"
"Aku
tidak mau melewatkan pertunjukanmu,"
"Tapi
kan tidak mungkin kau terus-terusan menghilang seperti ini sayang,"
Masumi
terdiam, "Ngg, pokoknya kau beritahu saja kalau kau ada pementasan
ya,"
Dan
Maya sejenak berpikir, "Baik, tapi berjanjilah jangan berbuat aneh-aneh.
Aku tidak mau kau menghilang seperti ini lagi. Aku akan mengirimkan rekaman
pentasku agar kau tidak melewatkan setiap pertunjukanku,"
"Sepakat,"
jawab Masumi seraya mencium punggung tangan Maya. Mata Masumi kembali melihat
cincin dijari manis kekasihnya.
"Aku
tidak akan mengembalikannya, jika itu yang kau pikirkan sekarang," kata
Maya saat melihat Masumi terpaku pada cincinnya.
"Terima
kasih," Masumi tersenyum dan mencium tangan Maya sekali lagi,
"Seharusnya
aku yang berterima kasih, cincinnya indah sekali."
"Aku
senang kau menyukainya,"
"Hhmm,
waktu di Izu aku belum sempat bertanya padamu, sejak kapan kau mempersiapkan
cincin ini?"
"Sejak
pulang dari kampung halaman Bidadari Merah. Sebelum aku memutuskan bertunangan
dengan Shiori. Aku sudah membuat cincin ini, berharap suatu hari aku bisa
memberikannya padamu. Tapi sayang, karena suatu hal dan aku terlalu pengecut
untuk melangkah sehingga aku harus menyimpan cincin ini. Saat di Izu aku sempat
ragu untuk mengambil keputusan, tapi kau membuatku berani Maya. Rasanya seperti
mimpi saat kau menerima lamaranku, meski aku sedih karena tidak melamarmu
dengan layak. Bahkan saat itu aku masih berstatus tunangan wanita lain.
Benar-benar menjengkelkan," kata Masumi.
Maya
tersenyum, "Aku bahagia Masumi, tidak usah pikirkan lainnya,"
Masumi
membalas senyum Maya, "Iya, terima kasih sayang,"
Maya
kembali menatap cincinnya, "Apa nama permata ini?"
"Garnet
ungu,"
Maya
tertegun sejenak, "Garnet ungu ya, kalau dibandingkan dengan batu sapir,
permata mana yang lebih bagus?"
"Sapir?"
Masumi mengernyit.
"Iya,
permata yang dipakai Nona Shi...,"
Masumi
terbahak dan duduk bersila didepan Maya yang sekarang cemberut.
"Apanya
yang lucu?" Dengus Maya kesal.
"Kau
yang lucu sayang," Masumi masih cekikikan.
"Aku
kan tidak tahu soal perhiasan, jadi wajar kalau aku bertanya. Apa salah?"
"Tidak
sayang kau tidak salah. Aku hanya senang kau menanyakannya,"
"Senang?"
Masumi
membelai pipi kekasihnya. "Kau cemburu pada Shiori?"
"Heh?!"
Maya baru menyadari alasan Masumi tertawa.
"Kau
cemburu?"
Maya
melipat kedua tangannya didada, "Tentu saja, apa aku salah?"
"Sebaliknya.
Aku senang sekali kau cemburu,"
"Aku
memang selalu cemburu jika melihatmu bersama wanita cantik,"
"Benarkah?
Tapi aku kan...,"
"Kau
kan sering menghadiri pesta dan disekelilingmu banyak sekali aktris cantik dan
wanita cantik, putri-putri orang kaya. Jika dibandingkan denganku...,"
Maya kembali cemberut.
"Kau
kan tahu bagaimana aku menganggap mereka semua. Bukankah aku pernah
mengatakannya padamu, mereka itu hanya seperti...,"
"Lobak
dan kol," potong Maya dan keduanya tergelak.
"Hanya
kau wanita yang ada dihatiku," kata Masumi yang sekarang mendekap Maya
dalam pelukannya.
"Kau
juga satu-satunya pria dihatiku," kata Maya. "Kau akan menungguku
kan?"
"Pasti
sayang, aku sudah menunggumu selama tujuh tahun, kurasa tiga tahun lagi tidak
akan lama. Dan sekarang aku sudah melewati 849 jam dan 35 menit," kata
Masumi seraya melihat jam tangannya.
Maya
tertawa.
"Sudah
malam," Masumi juga baru menyadari saat melihat jam tangannya kalau
ternyata sudah pukul dua belas malam.
"Kau
harus istirahat. Bukankah pesawatmu pukul tujuh pagi?" Kata Maya.
Masumi
tertawa, "Jangan khawatir soal itu, aku selalu bangun tepat waktu. Justru
kau yang ku khawatirkan tidak bisa bangun untuk mengatar kepergianku,"
Maya
cemberut, "Aku akan pasang alarm," Maya pun segera beranjak dan
Masumi mengikutinya dari belakang.
"Tidak
perlu sayang,"
"Kenapa?
Nanti aku bisa terlambat,"
"Kau
tidak akan terlambat bangun, kan ada aku," Masumi mendekap Maya dari
belakang tepat saat Maya berhenti didepan kamarnya.
"Kau?"
Otak Maya lambat berpikir.
"Kenapa?
Kau tidak mau tidur dalam pelukanku malam ini?"
"Heh?!"
***
>>Bersambung<<
Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina
5 Comments
Padat sekali .....puas...s3mua perasaan jadi satu....bravo mba agnes...ditunggu kelanjutannya
ReplyDeleteHeh?! Bagus ya?
DeleteSeneng banget dengernya...jadi semangat nulisnya...
Ma kasih ya... :)
Bagus bangeeetttt..... seneng bacanya..... MM uda saling mencintai.... tapi serem ngebayangin rencana balas dendam shiomay.... jauh jauh deh shiomay
ReplyDeleteLanjuuuuut...
ReplyDeleteJangan lama-lama ya, penasaran niiih. Ceritanya bagus, jadi senyum2 sendiri Ngebayangin maya masumi pacaran hihihi
Kerennnn mbak Agnes. Romantiss abis
ReplyDelete