Kedelapan : Perpisahan

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi semua itu? Bukan hanya impiannya yang di pertaruhkan tapi juga kehidupan orang terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalannya.

*********************************************************************************




Masumi sudah gelisah sepanjang hari. Malam ini Maya akan berangkat ke Amerika. Rei sudah kembali ke Tokyo, meninggalkan Masumi dan Maya berdua di apartemen.

"Kau sudah mengemasi semuanya?"

Masumi berdiri diambang pintu kamar, melihat Maya menutup koper besarnya.

"Iya, sudah." Maya tersenyum, tahu kalau kekasihnya gelisah.

"Laptopmu?"

"Sudah."

"Jangan lupa handphone-mu."

"Iya, sudah. Kau memberikanku banyak barang untuk di bawa Masumi. Apa kau akan menyebutkannya satu-satu?" goda Maya.

Masumi menghampiri kekasihnya dan memeluknya perlahan. Tahu kalau memar di tubuh Maya belum sembuh benar. "Aku tidak mau kesulitan menghubungimu. Hanya dengan itu kita bisa selalu berhubungan."

"Iya sayang dan aku sangat berterima kasih untuk itu." Maya mencium dada Masumi.

"Maya, kau belum pergi tapi aku sudah begitu gila memikirkanmu jauh dariku."

Maya mengeratkan pelukannya, tidak peduli kalau memarnya terasa nyeri. "Aku akan baik-baik saja, percayalah,” katanya mencoba menenangkan.

Masumi merenggangkan pelukannya dan membawa Maya duduk di tepi tempat tidur sementara dia berjalan keluar. Tak lama kemudian, dia kembali dengan membawa sesuatu di tangan. Maya tak tahu apa itu, sebuah amplop coklat. "Kau harus berjanji untuk menerimanya dan tidak marah dengan apa yang akan kuberikan."

Kening Maya berkerut, dia menebak itu pasti sesuatu yang berlebihan. "Masumi, kau sudah memberikanku banyak sekali barang," kata Maya putus asa.

"Andai aku bisa, aku akan memberikanmu seluruh isi dunia ini, Maya. Jadi sekarang tolong, untuk membuatku tetap tenang. Terimalah. Kau bilang aku milikmu, berarti apa yang aku miliki adalah milikmu juga," desak Masumi.

"Tapi-,"

"Kumohon sayang, hanya ini yang bisa membuatku tenang."

Maya mendesah, memandang iba pada kekasihnya. "Baiklah, aku akan menerimanya."

"Janji, tidak akan marah dan mengembalikannya?" tanya Masumi memastikan.

"Baiklah," jawab Maya, menyerah untuk menolak.

Masumi memberikan amplop coklat itu pada Maya dan mata gadis itu langsung membulat tanpa berkedip ketika melihat isinya. Pria itu bergeming saat Maya menatapnya tajam. "Kau sudah janji." Masumi menekankan ucapannya.

"Tapi ini? Sebanyak ini-, kau gila Masumi," protes Maya kemudian.

"Aku memang gila, gila karenamu," jawab Masumi yang sama sekali tidak terpengaruh dengan emosi kekasihnya.

Sekali lagi kekasih Masumi itu menatap tak percaya pada benda yang ada di pangkuannya. Dua buah buku tabungan atas namanya. Keduanya bahkan sudah terisi dengan nominal uang dalam kurs dolar dan yen yang jumlahnya tak pernah terbayangkan oleh Maya. Lebih lagi kedua akun itu di lengkapi dengan ATM Platinum. Masumi juga menambahkan sebuah kartu kredit premium atas nama Maya. Gadis itu menggeleng tidak percaya. Bagaimana Masumi bisa melakukan semua itu?

"Kau marah?" Masumi mengukur reaksi Maya yang hanya diam dengan pandangan cemas.

Maya tahu kalau dia menolak pasti akan sangat menyakiti hati Masumi. Dia pun menghela napas panjang lalu tersenyum untuk menenangkan kekasihnya. Bukankah aku tidak harus menggunakannya, katanya dalam hati.

"Maya?"

Maya melebarkan senyumnya. "Kau tidak takut aku berfoya-foya di Amerika dengan semua uang ini," goda Maya.

"Aku akan sangat senang jika kau mau melakukan itu. Memikirkanmu hidup layak dan bahagia membuatku tenang." Masumi mengecup kening Maya, tahu kalau sang kekasih menerima pemberiannya.

"Terima kasih."

"Jangan berterima kasih untuk sesuatu yang memang milikmu, sayang."

"Aku belum menjadi istrimu," kilah Maya.

"Tapi kau milikku," sanggah Masumi.

Maya kembali tersenyum. "Ya, kau milikku."

Masumi menatap wajah Maya dan hasratnya berteriak. Dia ingin mencium bibir mungil itu. Sayangnya Masumi masih waras untuk tidak menyakiti kekasihnya. Sejak kemarin dia sudah sangat menahan diri untuk tidak terlalu banyak menyentuh Maya.

"Aku tahu apa yang kau inginkan," celetuk Maya saat melihat Masumi terpaku menatapnya. Sejak dari Izu, Maya sudah lebih paham tentang ketertarikan fisik di antara mereka.

"Aku tidak mau menyakitimu." Masumi menggeleng.

Maya terkekeh senang. "Kalau begitu lakukan dengan lembut.”

Dan suara kekehan riang itu semakin menggoda Masumi. Sebuah ciuman hangat dan lembut mendarat di bibir mungil yang sejak tadi menggodanya. Dalam dan semakin dalam Masumi terhanyut. Perlahan dia merebahkan Maya di tempat tidur tanpa melepaskan ciumannya. Maya sendiri tak sanggup menolak dan hanya mengikuti apa yang di lakukan Masumi. Keduanya melepaskan beban emosi yang membelit sejak kemarin, membiarkannya menguap bebas.

Masumi memeluk tubuh mungil sang kekasih dan membuat ciuman mereka terus berlanjut. Maya telah sukses membuat sang direktur lupa akan dunia. Masumi akhirnya melepaskan bibir Maya namun tanpa sadar pelukannya justru semakin erat.

"Ahh!!" Maya mengerang lirih.

Terkejut, Masumi dengan cepat melepas lilitan lengannya dan menatap Maya khawatir. Hasratnya menguap. "Maaf." Hingga sebuah kecupan singkat mengakhiri semuanya.

***
Bandara Narita, tanggal dua puluh lima, pukul sembilan malam.

Semua teman Maya dari teater Tsukikage dan teater Ikkakuju melepas kepergiannya. Tak ketinggalan Koji juga Kuronuma. Satu persatu mereka mengucapkan salam perpisahan. Tanpa sepengetahuan mereka, Masumi dan Hijiri mengamati dari jauh.

"Mainkan peranmu, Hijiri."

"Baik, Tuan." Meninggalkan Masumi sendiri, Hijiri berjalan mendekati Maya sebagai seorang kurir toko bunga. Dalam hatinya tertawa geli, sandiwara ini entah kapan akan berakhir. Masumi menyuruhnya menjadi perantara Mawar ungu sedangkan sebenarnya Maya sudah tahu identitas asli mawar ungu. Justru Masumi sekarang yang tidak tahu tentang kebenarannya. Kesepakatan antara dirinya, Maya dan Mizuki.

"Anda Nona Maya Kitajima? Ada kiriman bunga untuk Anda." Hijiri memberikan buket bunga dan sebuah kartu ucapan.  Maya tahu Masumi pasti ada di suatu tempat di bandara. Kekasihnya itu pasti tidak akan puas dengan perpisahan di apartemen tadi.

"Wah, benar-benar pendukung setia, bahkan dia tahu Maya akan pergi. Tapi bagaimana dia bisa tahu ya? Bukankah semua ini dirahasiakan," komentar Mina dan teman Maya yang lain.

Maya tersenyum. "Aku yang memberitahunya."

"Oh, begitu ya." Sayaka mengangguk-angguk.

Setelah Maya mengucapkan terima kasih, Hijiri pergi meninggalkannya. Tangan kanan Masumi itu bersiap untuk perannya yang lain.

Maya baru saja akan melangkahkan kaki saat tiba-tiba Masumi datang dengan dua orang anak buahnya. Oh? Drama yang lain lagi. Hidupku benar-benar panggung sandiwara. Baiklah, mainkan sayang, katanya dalam hati.

Semua orang terkejut melihat kedatangan Masumi. "Gawat!" pekik Hotta.

"Sepertinya aku melewatkan sesuatu." Masumi memulai aktingnya, dengan gaya elegan, mengenakan stelan abu-abu dan membawa mantel di lengan kirinya, dia terlihat seperti baru bepergian.

"Tidak menyangka bisa bertemu dengan Anda ditempat ini, Tuan Masumi." Maya mengangguk hormat.

"Ya, aku baru saja kembali dari perjalanan bisnis di Hokkaido. Mengejutkan juga bertemu denganmu di sini mungil? Apa Bidadari Merah berencana untuk bepergian atau berlibur?" tanya Masumi. Belum sempat Maya menjawab, Sayaka dan yang lainnya berkomentar.

"Itu kan bukan urusan Daito, terserah Maya mau pergi kemana."

"Dan anda ada di sini malam-malam begini. Apa anda mengikuti Maya, Tuan Masumi."

"Bidadari Merah sudah menjadi milik Maya, jadi anda tidak boleh menghinanya lagi."

Masumi langsung tertawa memdengar teman-teman Maya mengoceh. "Sepertinya teman-temanmu menganggapku begitu mengganggu, apa aku begitu mungil?"

"Anda kan memang selalu mengganggu saya," Maya tersenyum datar.

"O, jadi begitu ya."

Rei, Koji dan Kuronuma harus mengakui bahwa Masumi adalah aktor yang hebat. Hanya mereka bertiga yang tahu maksud kedatangan Masumi yang sebenarnya. Dan sama seperti Maya, Kuronuma juga tertarik dengan bakat akting Masumi.

"Maya, sudah waktunya kau berangkat," Koji mengingatkan.

"Ah, iya."

"Hati-hati." Tiba-tiba Koji memeluk Maya erat. Gadis itu tak berkutik, membuat Masumi mematung. Rei dan Kuronuma terkejut tapi yang lain justru bersiul-siul menggoda. Sepertinya Koji memanfaatkan kesempatan yang ada untuk membalas sakit hatinya pada Masumi. Maya buru-buru melepaskan pelukan sahabatnya. Tidak mau membuat Masumi sedih karenanya.

"Ng, terima kasih, Koji." Maya melirik Masumi. "Baiklah, aku harus pergi sekarang."

Masumi segera mengendalikan emosinya, dia cemburu, benar-benar cemburu. "Oh, kalau boleh tahu kemana tujuanmu mungil?"

Maya hanya tersenyum. "Saya rasa saya tidak perlu menjawabnya."

"Baiklah, kemanapun kau pergi, hati-hatilah. Kau aktris besar sekarang dan Daito masih memerlukan Bidadari merahmu," kata Masumi yang membuat teman-teman Maya berbisik kesal mendengarnya. Direktur muda itu menyeringai saat Maya mengangguk hormat padanya lalu berbalik pergi.

"Ayo kita pergi." Masumi meninggalkan mereka bersama dua anak buahnya dengan sebelumnya mengangguk hormat pada Kuronuma.

"Akting yang bagus," bisik Kuronuma saat Masumi melintasinya.

Pria itu tersenyum kecut. Masumi merasa hatinya sakit melihat Maya pergi seperti itu. Bahkan dia tidak bisa memeluk kekasihnya. Jelas Koji memberikan efek yang sangat buruk pada suasanya hatinya. Proyek balas dendam Koji sukses besar.

Masumi berhenti melangkah saat merasa jaraknya cukup jauh untuk mengamati pintu keberangkatan. Beberapa saat dia menunggu hingga teman-teman Maya akhirnya pergi. "Kalian tunggu aku di mobil. Ada yang harus aku lakukan," katanya pada kedua anak buahnya. Dia pun segera berbalik dan berjalan kembali ke arah pintu di mana kekasihnya baru saja masuk.

***
Maya sudah duduk tenang di pesawat saat seorang pramugari menghampirinya dan meminta Maya mengikutinya. Dia terkejut saat pramugari mengantarnya keluar pesawat, di dekat tangga naik Masumi sudah menunggunya.

"You've got five minute, Mr. Hayami." Pramugari itu memperingatkan sebelum kembali naik ke pesawat.

Maya menggeleng tak percaya. "Aku lupa kau bisa melakukan segalanya." Masumi langsung memeluk Maya tanpa mengomentari ucapannya. "Masumi-." Dia tahu ini pasti karena Koji. "Maaf sudah membuatmu sedih," gumamnya kemudian.

Masumi menggeleng tanpa melepaskan pelukannya. "Aku yang seharusnya minta maaf karena tidak bisa melindungimu, sampai kau harus pergi seperti ini."

"Hei, jangan bicarakan itu lagi. Kita sudah sepakat bukan? Semuanya akan baik-baik saja. Hanya masalah waktu," kata Maya menenangkan seraya menarik tubuhnya. Sepertinya Masumi lupa kalo seluruh tubuh Maya masih sakit. Beruntung salep yang di berikan dokter bekerja dengan baik, hingga warna kebiruan di tubuh dan wajahnya mulai memudar. Wajah Maya sendiri tertutup sempurna dengan foundation. "Percayalah padaku, ini hanya sementara," katanya lagi.

Masumi menangkupkan kedua tangan di wajah Maya, mendaratkan ciuman hangat di bibir mungil yang masih sedikit pucat itu. "Kau juga percayalah padaku. Aku akan berusaha memperbaiki semuanya. Saat kau kembali, aku orang pertama yang akan menyambutmu. Kita akan bersama."

Maya tersenyum. "Aku pegang janjimu."

"Hm." Masumi mengangguk tanpa ragu.

"Kau harus menjaga kesehatanmu, jangan bekerja terlalu keras," pesan Maya.

Masumi tersenyum tipis. Hatinya sungguh sakit untuk melepas gadis muda itu seorang diri. "Kau juga berjanjilah padaku," pintanya kemudian.

"Hm?"

"Kembalilah padaku ... dengan utuh."

Maya tersenyum dan memberikan ciuman perpisahan pada kekasihnya. "Kau adalah belahan jiwaku dan aku adalah belahan jiwamu. Tak ada artinya sebuah nama dan masa lalu, kita bertemu dan kini ada di sini, berdua. Bukankah hanya itu yang terpenting sekarang? Tunggulah aku, tak ada artinya sebuah nama dan masa lalu, jadilah kau hanya milik Akoya. Setelah kita di pertemukan seperti ini, kenapa harus terpisah lagi?"

Masumi tersentak dengan dialog yang tiba-tiba di ucapkan kekasihnya. Maya berjalan mundur, membuat jarak di antara mereka semakin lebar. Menaiki tangga dengan air mata mengalir dan meninggalkan Masumi yang mematung menatapnya. Menatapnya dengan kesedihan yang mendalam. Dan kedunya benar-benar berpisah saat pintu pesawat tertutup.

Segenap hati Masumi melangkahkan kaki menjauhi pesawat yang sebentar lagi akan lepas landas. Merapatkan mantelnya, Masumi tak berniat menoleh ke belakang. Malam itu, bintang di langit malam menjadi saksi perpisahan dua hati yang saling mencintai.

Tunggulah aku ….

Cepatlah kembali Bidadariku ….

***

>>Bersambung<<


Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

3 Comments

  1. Baguuuus sekali,,suka sama ide penulisannya....thaks y mba...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih ya Ledy
      aku terharu baca komenmu lo...
      Ga nyangka ada yang suka ama ceritaku
      Padahal ga pernah PD aku untuk publishnya
      Ledy kaya mawar unguku ya...pengagum pertamaku
      hahahahaha
      thank u da mau baca ya... :)

      Delete
  2. akhirnya dapet juga kelanjutan dari bidadari merah. terima kasih untuk kelanjutan nya ( walaupun imajinasi pribadi ).

    ReplyDelete