Disclaimer : Garassu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Bidadari
Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta dan benci
bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi semua
itu? Bukan hanya impiannya yang dipertaruhkan tapi juga kehidupan orang
terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan
mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk
menemukan jalannya.
*********************************************************************************
Mawar
Ungu
Mungkin anda terkejut saat membaca surat ini. Tapi anda adalah satu-satunya orang yang bisa saya percaya. Rasanya tidak sopan meminta tolong pada orang yang sudah terlalu banyak memberi. Terima kasih untuk segalanya.
Saya
akan pergi untuk sementara. Saya mohon anda menjaga dokumen ini sampai saya
kembali. Tiga tahun ... dan saya akan kembali menjadi Bidadari Merah yang
sempurna untuk anda. Hanya untuk anda.
Terima kasih untuk segalanya
Maya
Kitajima
Ps : Untuk hadiahnya, saya ingin tiket penerbangan ke Amerika pada tanggal dua puluh dua. :) Terima kasih.
Masumi pucat pasi saat
membaca surat dari Maya. Memandang tak percaya pada amplop coklat dihadapannya.
"Apa lagi yang dia
katakan?" Suara Masumi bergetar karena syok.
"Tidak ada Tuan,"
Hijiri berbohong.
Sekali lagi mata Masumi
menatap bingung.
Ada
apa ini Maya? Kenapa kau berikan ini padaku? Tahukah kau betapa berharganya
dokumen ini bagiku? Aku tidak mengerti? Mau apa kau ke Amerika? Bagaimana
dengan pementasan Bidadari merah? Apa maksud semua ini?
Banyak pertanyaan dalam
hati Masumi.
"Apa perintah anda
Tuan Masumi?"
"Belikan dia tiket
kelas satu ke Amerika untuk tanggal dua puluh dua. Cari informasi untuk apa dia
ke Amerika, berapa lama dia akan disana dan siapkan semua yang dia
perlukan," kata Masumi.
"Baik."
Masumi termenung lagi.
"Saya juga sudah
mengatur pertemuan anda dengan Nona Maya di Izu tanggal dua puluh Tuan Masumi."
Masumi tercekat.
"Kau...."
"Bukankah saya
sudah mengatakan kalau saya akan mengatur kembali pertemuan anda yang tertunda.
Jika Nona Maya akan pergi, maka ini adalah waktu yang tepat. Siapa tahu anda
bisa mendapatkan kejelasan tentang semua ini jika bertemu secara langsung. Saya
akan infokan jika semuanya sudah siap dan anda bisa meminta sekretaris anda
mengabarkannya pada Nona Maya. Lagipula...." Hijiri terdiam dan membaca
ekspresi wajah Masumi.
"Lagipula?"
Masumi menatap tajam.
"Pernikahan anda
akhir bulan Oktober bukan? Mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir anda
dengan Nona Maya sebagai Masumi Hayami yang bebas." Hijiri memberi hormat
lalu pergi meninggalkan Masumi.
"Bebas?"
Masumi tersenyum pahit. "Apa aku pernah bebas?"
***
Malamnya di rumah Maya.
"KAU GILA
MAYA??!!" Rei benar-benar murka mendengar penjelasan Maya.
"Kau mencintai si
dingin dari Daito? Masumi Hayami? Mawar ungu? Dan kau akan ke Amerika? Tiga
tahun? Kau gila Maya? Kau bahkan tidak bisa bahasa inggris." Rei
sepertinya terlalu syok sehingga gagal merangkai kalimatnya dengan utuh.
Maya terlihat serius.
"Hanya kau yang tahu tentang keseluruhan rencanaku, tolong rahasiakan
semuanya dan jagalah Bu Mayuko."
"Maya, kau sadar
apa yang akan kau hadapi?" Rei benar-benar menyerah pada kegilaan Maya
sekarang. "Kau bodoh, cengeng, sembrono dan kau tidak punya siapa-siapa.
Bagaimana kau akan hidup di Amerika Maya?" Suara Rei begitu putus asa.
Maya tersenyum kecut.
"Aku juga belum tahu akan seperti apa tapi aku yakin aku bisa. Aku punya
masih punya bakat akting."
"Akting? Kau hanya
mengandalkan akting?" Rei mendesah tak percaya.
"Mulai besok pagi
tirai panggung kehidupanku di buka dan aku akan memerankan peranku
sebaik-baiknya. Hidupku adalah panggung sandiwara sampai aku meraih impianku."
Rei terpaku menatap
mata Maya yang penuh tekad. "Maya ...." Rei memeluk sahabat yang
sudah seperti adiknya sendiri itu. Keduanya terisak.
"Terima kasih Rei,
terima kasih untuk segalanya."
***
Paginya, Konferensi
Pers tentang pengumumam pementasan Bidadari Merah yang digelar di gedung
Persatuan Drama Nasional berlangsung heboh. Para wartawan langsung
menyerbu Maya, mempertanyakan alasan lamanya penundaan pementasan Bidadari
Merah. Tak ada jawaban dan kegemparan terjadi di dunia hiburan Jepang. Hasil
konferensi pers langsung sampai ke kantor Daito.
"Bidadari Merah
baru akan dipentaskan tiga tahun lagi Tuan Masumi," Mizuki menyampaikan
informasi terbarunya. Masumi terdiam membaca dokumen di mejanya, keduanya
sama-sama mendapat titik terang sekarang.
Jadi
kau benar-benar akan pergi Maya, kata Masumi
dalam hati.
Mizuki juga tertegun. Apa sebenarnya rencanamu Maya?
"Kau boleh pergi
Mizuki," usir Masumi.
"Baik."
Mizuki melangkah pergi.
"Mizuki,"
panggilan Masumi menghentikan langkahnya. "Jemput Maya besok, akan kuberi
tahu nanti kemana kau harus mengantarnya."
"Baik."
Brakk!! Masumi memukul
meja setelah Mizuki pergi. Melampiaskan semua kebingungannya. Semua terjadi di
luar kontrolnya, rencana kepergian Maya membuatnya cemas. Dia tahu saat ini
ayahnya sedang merencanakan sesuatu untuk Maya. Dan membayangkan Maya akan
berada jauh dari jangkauannya membuatnya sangat kacau. Tidak mungkin baginya
mengirim Hijiri tinggal di Amerika, dia membutuhkannya di Jepang.
"Maya ... kau
membuatku gila ... aku masih tak percaya gadis mungil sepertimu membuatku tak
berdaya seperti ini ... apa yang kau rencanakan mungilku ... Maya."
Dering telepon
mengejutkan Masumi.
"Ada apa?" bentaknya.
"Telepon dari Nona
Takamiya," suara Mizuki tidak kalah ketusnya.
"Sial!" umpat
Masumi kesal.
***
"Aku dengar Maya
menunda pementasan Bidadari Merah selama tiga tahun, apa itu benar
Masumi?" Shiori tampak girang, keduanya sedang makan malam di sebuah
restoran Perancis.
"Benar,"
jawabnya datar.
"Kenapa harus
selama itu? Apa dia merencanakan sesuatu?" tanya Shiori sambil memotong
steak salmonnya.
"Aku tidak tahu."
"Apa Daito akan membiarkannya
begitu saja?"
"Kami belum
memutuskan apa-apa, Shiori."
Shiori terdiam melihat
ekspresi Masumi, dia tahu saat ini kekasihnya itu sedang memikirkan Maya. Shiori
sengaja menjatuhkan pisaunya di piring, membuat Masumi menghentikan lamunannya. "Kau memikirkannya
kan?" tanya Shiori kesal.
Masumi menyeringai
padanya, tidak menjawab, dia menyesap anggurnya tanpa melihat Shiori.
"Sebentar lagi
kita berdua akan menikah, tidak ada gunanya kau memikirkannya Masumi,"
kata Shiori.
"Aku tahu."
"Kalau begitu
lupakanlah gadis itu, akulah calon istrimu. Aku berjanji akan membuatmu bahagia
Masumi." Shiori meraih tangan Masumi berusaha menggenggamnya tapi dengan
cepat Masumi menarik tangannya dan meraih kembali gelas anggurnya.
"Kau bicara seolah
kau tahu apa yang membuatku bahagia?" Masumi selesai dengan anggurnya dan
menatap tajam pada wanita kejam berwajah malaikat didepannya.
Shiori tersentak.
"Tidakkah kau bahagia dengan pernikahan kita? Kakek dan ayahku akan
menjadikanmu penerus mereka. Kau akan lebih sukses Masumi." Shiori
berusaha membujuk Masumi.
"Semuanya lebih
terdengar seperti kesepakatan bisnis daripada sebuah pernikahan." Senyum
pahit Masumi semakin memojokkan Shiori.
"Aku ingin hidup
bersamamu Masumi, aku ingin memilikimu."
"Kau sudah
mendapatkannya kan?"
"Masumi-,"
Masumi melihat jam
tangannya. "Sudah malam, sebaiknya kita pulang."
Dalam diam, keduanya
berjalan meninggalkan restoran. Meski Shiori memeluk lengan Masumi tapi itu
hanya tubuhnya, hati dan jiwanya adalah milik Maya.
Masumi memarkir
mobilnya, matanya memandang sedih pada bangunan rumah tua yang tak jauh dari
tempat parkirnya. Kerinduannya pada Maya yang membawanya sampai ditempat itu.
Lampu dilantai dua masih menyala. Dia tahu Maya pasti belum tidur, tapi tidak
mungkin baginya untuk menemui Maya saat ini.
Ayahnya sedang
mengincar Maya, siang tadi Masumi sudah mendapat makian dari jendral tertinggi
karena dianggap tidak becus dalam mengatasi masalah pementasan Bidadari Merah.
Eisuke bahkan mengancam akan turun tangan sendiri untuk merebut hak pementasan
dari tangan Maya jika Masumi tidak juga bertindak.
Masumi meletakkan
kepalanya di atas kemudi. "Maya, apa yang sebenarnya kau pikirkan
sekarang? Aku tidak mengerti dengan semua kegilaan ini." Menarik
napas panjang, sekali lagi Masumi termenung dengan kepala yang masih menopang
di atas kemudinya. "Pernikahanku tinggal menghitung hari dan aku
bahkan belum menemukan jalan keluar dari masalah ini. Padahal aku memintamu
percaya padaku. Ah, Maya ... apa yang harus aku lakukan? Kenapa kau
pergi?"
Entah sudah berapa lama
Masumi terpaku ditempatnya. Baru setelah lampu kamar Maya padam, Masumi pergi
dan melaju dengan mobilmya.
***
>>Bersambung<<
Follow me on :
Facebook : Agnes FFTK
Wattpad : @agneskristina
1 Comments
Penasaran....komenku d bab 1 ko ga nongol y...
ReplyDelete