Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi semua itu? Bukan hanya impiannya yang dipertaruhkan tapi juga kehidupan orang terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk menemukan jalannya.
*********************************************************************************
Masumi merasakan
tubuhnya mematung, jantungnya berdegub kencang, matanya bahkan basah oleh
genangan air mata. Onodera yang duduk disebelahnya gemetaran, ekspresinya
kacau. Ayumi dan ibunya terpaku menatap tempat dimana Bidadari Merah tadi
berdiri. Bahkan semua teman Maya tak bergeming dengan ekspresi takjub. Sekali
lagi tidak ada satu orangpun yang bergerak.
Pentas telah selesai,
panggung terbuka dipenuhi oleh ribuan penonton tapi suasana sekarang begitu
hening. Seperti sebuah hipnotis masal, tidak ada yang bergeming. Semuanya
terhipnotis, mereka seperti berada di alam lain. Penampilan Maya membuat
keberadaan mereka sebagai manusia terlupakan. Semua yang hadir merasa menjadi
bagian dari pentas, menjadi satu alam dengan Bidadari Merah. Dan cinta Akoya
dan Isshin meluluhkan hati semua yang melihat.
Di belakang arena
pentas semua kru dan pemain kebingungan dengan reaksi penonton, tidak ada tepuk
tangan meski pentas telah usai, kecuali Tuan Kuronuma dan Koji. Mereka semua
masih menatap Maya yang berdiri anggun, dia masih menjadi Bidadari Merah, tidak
ada yang berani mendekatinya.
Maya berjalan dan
mengambil kotsuzumi -semacam kendang
kecil-, lalu dengan lembut bicara pada semua pemain.
“Waktunya curtain call.” Dan seperti dihipnotis
semua pemain mengikuti Maya. Koji berjalan terpincang-pincang di sebelah Maya.
Sang Bidadari Merah berjalan ke tengah arena pentas lalu memukul kotsuzumi.
Pom !!! Pom !!! Pom !!!
Suara yang menggema di
arena panggung terbuka menyadarkan mereka semua. Dan tak lama standing ovation dari semua penonton
memenuhi ruang terbuka. Suaranya seperti gemuruh yang menggelagar.
Onodera yang tidak bisa
berdiri karena kakinya masih gemetaran menerima seringai lebar dari Masumi. Jangan remehkan Bidadariku, katanya
dalam hati.
Maya sudah melepas
topeng kacanya saat dia tersenyum sebagai Maya Kitajima, tepuk tangan kembali
membahana. Dia menatap Masumi yang memberikan standing ovation, mengangguk hormat padanya.
Untukmu
Tuan Masumi, Mawar Unguku.
***
Ayumi sudah tahu dia
kalah tapi dia tidak akan menyerah begitu saja. Dia tetap berusaha menampilkan
Bidadari Merah terbaiknya. Dan penampilannya pada hari ke dua mendapat sambutan
yang hangat. Dia merasa puas dengan kerja kerasnya, menerima kekalahannya
dengan bahagia. Semua penonton sudah tahu siapa pemenangnya.
Malam pengumumam di
hari ketujuh setelah pentas uji coba diadakan di ballroom hotel bintang lima. Semua tokoh penting hadir disana. Maya
dan Ayumi bersama semua timnya. Ketua Persatuan Drama Nasional dan Mayuko sudah
siap diatas panggung. MC memulai acara dan beragam sambutan diberikan.
Maya mengabaikan
rangkaian acara, matanya menatap tajam pada dua orang yang duduk berjarak tiga
meja darinya, Masumi dan Shiori.
Wajah Shiori penuh
kepalsuan dengan senyum manisnya. Karena wanita itu Maya manjadi Maya yang
baru, Maya yang kuat dan tidak akan kalah. Tapi kemudian matanya menatap sedih
pada Masumi yang terlihat seperti patung disebelahnya. Meski Maya mengakuinya
sebagai patung paling tampan tapi tetap saja kesedihan di mata Masumi membuat
hatinya hancur berkeping-keping.
Bersabarlah,
tunggu aku, kata Maya dalam hati.
Mayuko yang mulai
bicara mengalihkan perhatian Maya. Hatinya sudah siap menerima hak pementasan
itu.
"Akhirnya, Ichiren
memberi saya kekuatan untuk sampai pada hari ini. Saya bangga kepada dua murid
istimewa saya, Maya dan Ayumi." Mayuko memandang Maya dan Ayumi
bergantian.
"Kalian
berdua begitu luar biasa, tidak ada kalah dan menang. Semuanya sudah
bekerja keras dan ingatlah, semua yang kalian pelajari selama ini akan membuat
kalian lebih mantap melangkah ke depan. Meraih mimpi baru kalian."
Maya meresapi setiap
perkataan gurunya. Ya bu, inilah awal
dari mimpi baru saya, gumamnya mantap di dalam hati.
"Namun, seperti
yang telah disepakati saya hanya akan memilih satu diantara mereka untuk
mewarisi hak pementasan Bidadari Merah. Setelah saya memberikan hak itu maka
sepenuhnya Bidadari Merah akan menjadi miliknya. Hari ini saya dengan bangga
menyatakan bahwa hak pementasan Bidadari Merah saya serahkan kepada Maya
Kitajima." Mayuko mengakhiri pidatonya dan tepuk tangan membahana memenuhi
ballroom hotel.
Masumi memberikan
senyum menawan untuk Maya dan senyum bidadari ditunjukan Maya untuk Masumi,
membuat Shiori harus mengerahkan energi menahan marah. Dengan percaya diri Maya
maju kepanggung bersama gurunya.
Pesta berlangsung
meriah, Maya menerima banyak ucapan selamat.
"Selamat Maya, kau
memang layak," kata Ayumi yang kali ini datang bersama Peter Hamil yang
sudah menjadi kekasihnya.
"Terima kasih
Ayumi." Maya memeluk Ayumi dan berbisik padanya. "Segeralah operasi
Ayumi, jangan membahayakan dirimu sendiri. Ingat kau satu-satunya
sainganku."
Ayumi terkejut karena
Maya mengetahui bahwa dia tidak bisa melihat sempurna, tapi dengan cepat dia
berubah tenang. Senang Maya masih menganggapnya saingan.
"Terima kasih,
lain kali di panggung yang lain," kata Ayumi.
"Pasti," Maya
tersenyum lebar.
Semua memberikan
selamat pada Maya. Tak ketinggalan Masumi dan Shiori.
"Selamat Maya, kau
luar biasa," puji Masumi yang bersikap formal.
"Selamat
Maya," Shiori juga tersenyum manis padanya.
"Terima kasih Tuan
Masumi, Nona Shiori," Maya menjawab sopan.
Shiori cukup terkejut
dengan perubahan sikap Maya yang begitu anggun dan sopan.
"Kau artis besar
sekarang, sayangnya Daito tidak bisa memilikimu. Pasti ada pihak yang kecewa
dengan itu tapi pasti juga akan banyak pihak lain yang lebih senang. Benar kan
Masumi?" Shiori tersenyum licik pada Maya lalu dengan cepat melembutkan
ekspresinya menatap Masumi yang tertohok dengan perkataannya.
Tapi bukan Masumi
namanya jika kalah begitu saja. "Daito selalu punya cara untuk mencapai
tujuannya, terutama mengenai Bidadari Merah. Kuharap kau tidak lupa dengan apa
yang pernah kukatakan, Shiori. Untuk Bidadari Merahlah Daito didirikan."
Shiori mematung,
pembicaraan mereka hanyalah ironi dari kisah cinta segituga yang membelit
mereka saat ini.
"Untuk kali ini
jika saya boleh bicara." Maya membuat perhatian Masumi dan Shiori kembali
padanya. "Bidadari Merah sendirilah yang akan memilih. Terlepas dari semua
dilema, Bidadari Merah pasti akan menemukan jalannya sendiri."
Apa
kau akan berusaha merebut Masumi dariku Maya? Geram Shiori
dalam hati.
Masumi hanya
menyeringai, lalu suasana langsung berubah saat obrolan mereka diinterupsi oleh
direktur production house lain yang mengincar Bidadari Merah. Maya terpaksa
meladeninya demi kesopanan, namun dia cukup kesal saat direktur itu akhirnya
membelokkan pembicaraan tentang rencana pernikahan Masumi dan Shiori yang
tinggal dua minggu lagi.
"Jadi dua minggu
lagi?" tanya Maya sopan pada Shiori.
Shiori hanya menjawab
dengan tersenyum semanis mungkin.
Maya mengangkat
gelasnya. "Semoga semuanya lancar Nona Shiori."
"Tentu, terima
kasih Maya. Kuharap kau bisa datang ke resepsi pernikahan kami."
Masumi tercekat
mendengar apa yang dikatakan Shiori.
"Apa anda akan
mengundang saya Tuan Masumi?" tanya Maya dan mata Shiori berbinar senang
menunggu jawaban Masumi. Maya terkejut saat Masumi menatapnya dingin.
Belum sempat Masumi
menjawab, si direktur berdecak iri pada Masumi. Membuat Shiori bangga akan
kecantikan dan keanggunnya. Shiori merasa menang karena dialah yang akan
bersama Masumi bukan Maya.
Ekspresi wajah Masumi
begitu dingin membuat hati Maya menggigil dan sakit, jadi dia berusaha
mengalihkan percakapan ke topik lainnya. Tak lama Maya menarik diri. Teman-teman
Maya dari Tsukikage dan Ikkakuju Teater begitu bangga dengan Maya. Dia telah
menepati janjinya pada Rei.
"Apa kau masih
menjadi Bidadari Merah Maya? Aku tidak pernah melihatmu sedewasa dan sesopan
ini," goda Hotta, disambut tawa semua temannya.
Maya memang berbeda
sekarang, dia sedang memainkan peran gadis anggunnya. Topeng barunya untuk
panggung kehidupannya.
Tinggal
dua minggu lagi, aku harus cepat, gumam Maya dalam
hati.
Diam-diam Rei
memperhatikan keanehan di wajah Maya dan untuk kesekian kalinya dia
mengurungkan niat untuk bertanya. Dan dari tempat tersembunyi mata Eisuke
Hayami mengawasi setiap gerakan Maya.
***
"Selamat Maya kau
berhasil," kata Koji.
Koji mengatar Maya
pulang seusai pesta dan mengajaknya mampir sebentar ke sebuah kafe. Dengan
alasan sebagai perayaan dua sahabat maka Maya bersedia untuk ikut. Maya
tersenyum menerima ucapan Koji. Karena ramainya pesta mereka berdua bahkan
belum saling mengucapkan selamat.
"Selamat juga
untukmu Koji. Kita berhasil," balas Maya.
Koji menghela napas
panjang dan duduk dengan santai di kursi, menikmati cocktailnya.
"Aku masih tidak
percaya dengan semua ini Maya. Belakangan ini semua terjadi begitu tiba-tiba,
rasanya semua seperti mimpi."
Maya terkikik.
"Semoga bagian dimana kita menang bukan mimpi ya Koji."
Koji tertawa senang.
"Kalau itu juga mimpi maka aku akan kehilangan satu-satunya kesempatanku
untuk memilikimu."
"Koji !" Maya
merajuk karena Koji kembali membahas soal hubungan mereka.
"Hanya di panggung
Maya, hanya di panggung." Dan keduanya tergelak.
Koji tersenyum
memandang Maya. "Langkah awalmu sudah berhasil Maya lalu apa langkahmu
selanjutnya?" tanya Koji.
Sesaat kemudian Maya
terlihat serius. "Kau akan lihat besok," kali ini Maya tersenyum.
"Kau tidak mau
menceritakannya padaku?"
Maya menggeleng.
"Aku
sahabatmu?"
Maya menggeleng lagi
lalu terkikik geli melihat Koji kecewa.
"Sudahlah, kan
kita ada disini untuk merayakan keberhasilan kita, jadi mari kita nikmati saja
dulu apa yang ada," kata Maya.
"Baiklah, ayo kita
rayakan. Bersulang!" kata Koji senang. Keduanyapun menikmati kebersamaan
mereka.
Hampir tengah malam
baru keduanya pulang. Koji memarkirkan mobilnya di depan rumah Maya.
"Baiklah, terima
kasih untuk hari ini Akoya." Koji tersenyum lebar.
"Ngg, sebenarnya ...
Koji aku butuh bantuanmu lagi," pinta Maya canggung.
"Katakan Maya, aku
senang melakukannya," Koji girang.
"Ini tentang ... apa
yang kau lihat tempo hari ... nggg, bisakah kau merahasiakan tentang apa yang
kau lihat di pelabuhan? Saat ini tidak ada yang boleh tahu tentang hal itu."
Koji terhenyak ditempat
duduknya, ternyata hatinya masih sakit jika mengingat akan hal itu.
"Koji?" Maya
menuntut jawaban dan Koji juga tidak mau mengecewakan Maya.
"Tentu,"
jawabnya tenang.
"Leganya,"
Maya menubrukkan tubuhnya pada Koji, memeluknya erat. Membuat Koji terkejut.
"Kalau begini aku
jadi senang membantumu," kata Koji.
"Eh?!" Maya
melepaskan pelukannya dengan wajah yang merah disambut tawa Koji.
***
Keesokan harinya. Maya, Koji, dan Kuronuma tiba di Gedung Persatuan Drama Nasional, Mayuko dan Genzo sudah tiba lebih dulu. Tak banyak basa basi, Mayuko segera menyerahkan semua dokumen hak pementasan Bidadari Merah pada Maya. Dan saat Ketua Persatuan Drama Nasional menanyakan tentang rencana pementasan Bidadari Merah pada bulan Januari tahun depan, Maya meminta bicara empat mata dengan Mayuko.
Keesokan harinya. Maya, Koji, dan Kuronuma tiba di Gedung Persatuan Drama Nasional, Mayuko dan Genzo sudah tiba lebih dulu. Tak banyak basa basi, Mayuko segera menyerahkan semua dokumen hak pementasan Bidadari Merah pada Maya. Dan saat Ketua Persatuan Drama Nasional menanyakan tentang rencana pementasan Bidadari Merah pada bulan Januari tahun depan, Maya meminta bicara empat mata dengan Mayuko.
"Saya belum bisa
mementaskan Bidadari Merah sekarang, Bu," kata Maya saat keduanya
sudah berada di ruang terpisah.
Mayuko terdiam tapi
sesaat kemudian ekspresinya melembut. "Akhirnya kau mengerti Maya."
"Iya bu, saya mengerti
sekarang. Saya pasti akan memenuhi harapan Bu Mayuko. Mementaskan Bidadari Merah
dengan tangan saya sendiri Bu." Maya menatap sang guru dengan
kebulatan tekadnya.
"Jadi sejauh mana
kau mengerti sekarang Maya?" Mayuko menatap Maya puas.
"Sejujurnya saya
baru memahaminya beberapa minggu terakhir ini. Saat saya berusaha menarik semua
benang merah yang terhubung dengan Bidadari Merah. Saya dulu tidak mengerti
kenapa Ibu selalu meninggalkan saya dan membiarkan saya berkembang sendiri.
Bahkan ibu menyerahkan saya pada Daito. Tapi sekarang saya mengerti karena
setelah saya memiliki hak pementasan ini maka pertarungan saya baru dimulai.
Mungkin akan berbeda jika Ayumi yang memiliki hak pementasan ini. Sama seperti
Ibu dulu yang bertarung melawannya. Maka saya juga pasti begitu kan Bu? Dia
juga pasti akan mengejar saya, menghancurkan saya. Untuk itulah Bu Mayuko
melatih saya agar saya kuat, berjuang sendiri. Untuk menghadapi Daito."
Mayuko tersenyum lega
lalu tertawa. Tapi kemudian wajahnya kembali serius, "Mungkin perlu waktu
lama untukmu memahaminya tapi aku senang kau memutuskan di saat yang tepat.
Bidadari Merah bukan hanya sebuah karya, Bidadari Merah adalah hidupku Maya.
Harta Ichiren yang berharga dan aku akan melakukan apapun untuk melindunginya.
Untuk itulah aku hidup sampai sekarang dan untuk itu jugalah aku mengajarimu.
Sejak pertama kali aku melihatmu aku percaya kau pasti bisa mengerti Bidadari
Merah lalu membantuku menjaganya tetap hidup. Menjaganya tetap aman dari dari
jangkauannya."
"Saya mengerti Bu,
karena itulah saya tidak bisa mementaskannya sekarang. Saya akan mengumpulkan
kekuatan untuk bisa melawannya. Lagipula Bidadari Merah saya belum sempurna,
beri saya waktu untuk menyempurnakannya Bu."
"Jadi apa ini juga
ada hubungannya dengan ... dia?"
"Dia?" Maya
tidak mengerti.
"Masumi Hayami."
Maya tersentak.
"Bagaimana ibu tahu?" Suara Maya bergetar.
Mayuko menyeringai.
"Saat kau menolak berakting menjadi Akoya didepannya, aku tahu sudah
terjadi sesuatu diantara kalian. Dan aku mengerti bagaimana kau memahami cinta
Bidadari merah, itu sebabnya kau menang. Kau menang karena cintamu pada Masumi."
Maya tertunduk, tidak
menyangka Mayuko bisa menebak semua isi hatinya. Tidak heran dia menjadi artis
legendaris, tidak ada sandiwara di hadapannya.
"Benar kan Maya?"
"Be...benar Bu,
seperti anda dan Pak Ichiren," Maya sekarang menatap gurunya.
Sekali lagi Mayuko
menyeringai. "Kau masih punya kesempatan mewujudkan cintamu Maya. Jangan
berakhir seperti aku dan Ichiren," Mayuko menatap kosong, merasakan
kerinduannya pada Ichiren.
"Bu Mayuko...."
"Pementasannya
terserah padamu Maya, aku percaya padamu," kata Mayuko kemudian.
"Benarkah? Ibu
mengijinkan?" tanya Maya girang.
"Aku tidak mau
Daito mementaskannya dan kau pasti tidak mau melawan Masumi. Jadi kau pasti
butuh waktu untuk mengatur semuanya." Mayuko benar-benar mengerti perasaan
murid kesayangannya itu.
"Syukurlah ibu
mengerti."
"Apa rencanamu
Maya? Semuanya tidak akan semudah yang kau bayangkan."
"Saya tahu Bu,
saya tidak bisa mengatakannya sekarang. Tapi percayalah Bu, beri saya waktu
tiga tahun. Saya akan mementaskan Bidadari Merah dengan tangan saya
sendiri," Maya begitu yakin dengan kekuatannya.
Mayuko tersenyum.
"Tiga tahun? Apa kau pikir aku masih mampu bertahan selama itu?"
"Ibu pasti bisa,
percayalah pada saya bu." Maya menghampiri gurunya dan berlutut di
depannya.
"Saya pasti bisa,
percayalah pada saya Bu. Itu akan menjadi kekuatan bagi saya."
Mayuko tertawa,
"Aku bahagia melihat tekadmu Maya. Majulah Maya, aku akan
menunggumu."
Mayuko terlihat begitu
bahagia, dia melihat Mayuko muda dalam diri Maya. Keduanya tersenyum puas
sekarang.
***
"Apa?! Tiga
tahun?" teriak Kuronuma. "Apa maksudmu Maya?"
Koji dan Ketua
persatuan drama nasional juga sama terkejutnya.
"Bidadari Merah
saya belum sempurna. Beri saya waktu tiga tahun dan saya akan mementaskan
Bidadari merah saya dengan tangan saya sendiri."
"Dengan tanganmu
sendiri? Maya kau...," semuanya terhenyak.
"Ya Tuan Kuronuma,
dengan tangan saya sendiri," Maya tersenyum dengan begitu yakinnya.
***
Maya berbaring di atas futon, mengistirahatkan tubuhnya.
Maya berbaring di atas futon, mengistirahatkan tubuhnya.
"Ahhhh,"
desahnya panjang. "Satu masalah telah teratasi. Sekarang waktunya
menjalankan langkah selanjutnya. Apa yang sebaiknya aku lakukan ya?" Maya memegang
kartu ucapan selamat dari Mawar Ungu karena keberhasilannya memenangkan hak
pementasan Bidadari Merah. Buket bunganya sudah mulai layu di atas meja.
Untuk
: Bidadari Merah
Bidadari
Merahmu luar biasa. Aku bahkan lupa kalau aku sedang menonton sebuah drama. Selamat
atas keberhasilanmu. Aku bangga padamu. Aku ingin memberimu hadiah, tapi kali
ini kau harus katakan apa yang kau inginkan. Selain mengenai identitasku,
apapun yang kau minta aku akan memberikannya.
Pengagummu
Mawar
Ungu
Maya sudah membacanya
puluhan kali.
"Aku sudah tahu
identitasmu, aku hanya menginginkanmu," gumam Maya. "Apa aku bisa
meminta hal itu darinya ya?" Maya kembali mendesah.
Sebenarnya saat ini dia
sedang kesulitan untuk menjalankan rencananya. Tapi jika dia meminta bantuan
mawar ungu maka dia takut rencanya akan gagal.
"Mereka pasti
bisa, mereka harus membantuku, hanya itu caranya. Aku yakin mereka pasti mau."
Maya akhirnya memejamkan matanya, mengistirahatkan pikirannya yang lelah.
***
Paginya Rei sudah sibuk
didapur membuat Maya terbangun.
"Pagi Rei,"
sapa Maya saat memasuki dapur seraya menggosok matanya.
"Oh kau sudah
bangun. Semalam kau tidur cepat sekali? Padahal aku pulang membawa banyak
makanan," kata Rei.
"Aku lelah sekali
Rei." Maya pergi kekamar mandi dan menyegarkan tubuhnya.
"Aku masih tak
percaya kau bisa memenangkan Bidadari Merah, Maya," kata Rei sambil menata
sarapan di meja. Maya tertawa girang.
"Apa rencanamu
selanjutnya Maya? Kau artis besar sekarang." Keduanya duduk dan menikmati
sarapan.
"Rencanaku panjang
Rei."
"Panjang? Kau
tidak terdengar seperti Maya." Rei tertawa dan Maya juga terbahak.
"Hhhmmm, apa malam
ini kau ada latihan Rei?" Maya mengetuk-ngetukkan jarinya dibibir.
"Tidak, ada
apa?"
"Aku ingin
membicarakan hal penting padamu malam ini," kata Maya senang.
"Penting?
Akhir-akhir ini kau aneh Maya," Rei terlihat cemas.
"Tenang saja, aku
tidak apa-apa. Oke, aku selesai. Terima kasih untuk sarapannya Rei, aku yang cuci piring." Maya girang sekali membereskan piring dan
membawanya ke dapur.
Rei tertegun melihat
sahabatnya tapi kemudian suara piring pecah membuatnya cemberut.
"Maya!!!"
"Maaf," Maya
tergelak.
***
Maya duduk sendiri di teater bawah tanah. Matanya menyapu setiap inchi dari ruangan itu.
Maya duduk sendiri di teater bawah tanah. Matanya menyapu setiap inchi dari ruangan itu.
"Aku pasti akan
merindukan tempat ini," gumamnya sedih.
"Maya," suara
seorang pria yang tidak asing baginya membuat Maya tersenyum lebar.
"Anda datang juga
Kak Hijiri," sapanya senang.
"Tentu, apa ada
yang penting sampai kau memanggilku Maya?" tanyanya, sekarang keduanya
duduk berhadapan di lantai. Hijiri tidak bergaya formal saat hanya berdua
dengan Maya, membuat Maya lebih nyaman berbicara dengannya.
"Bisa tunggu
sebentar lagi, saya masih menunggu seseorang," kata Maya.
"Seseorang? Maya
aku tidak bisa-,"
"Tenang saja,
tidak akan apa-apa. Orang ini dapat dipercaya," kata Maya meyakinkan.
Hijiri terlihat kesal,
sesuatu terjadi di luar prediksinya. "Maaf Maya aku harus pergi sekarang."
Hijiri bangkit dari bantal alas duduknya.
"Tung-," Maya
menggantung perkataanya dan tersenyum lebar pada wanita yang baru saja datang.
"Selamat siang
Maya."
"Ahhh, akhirnya
datang juga, silakan Nona Mizuki," Maya girang sekali.
Mizuki dan Hijiri
terpaku ditempatnya, meski tidak pernah bertemu tapi keduanya sama-sama tahu
peran masing-masing.
"Maaf ya, mengajak
anda berdua ke tempat ini, karena pasti mahal kalau menyewa kamar hotel untuk
pertemuan pribadi." Maya terkikik. Ketiganya sekarang sudah duduk tenang
dilantai, meski ekspresi Hijiri dan Mizuki tidak sesenang Maya.
"Apa maksud semua
ini Maya?" tanya Mizuki.
Maya langsung berwajah
serius. "Saya membutuhkan bantuan Kak Hijiri dan Nona Mizuki. Saya mohon
bantulah saya." Maya membungkuk memohon.
"Maya-,"
gumam keduanya.
"Baiklah, saya
tidak akan basi basi lagi. Kak Hijiri, saya mohon anda serahkan ini pada Mawar
Ungu, minta dia menyimpannya," Maya menyerahkan sebuah amplop coklat.
"Boleh?"
tanya Hijiri meminta ijin untuk membuka amplop.
"Silakan,"
kata Maya.
Wajah Hijiri menegang
saat melihat amplop yang baru saja dibukanya, "Ini ... dokumen hak
pementasan Bidadari Merah!"
Mizuki sama
terkejutnya.
"Maya, kau? Apa
maksudnya ini, mawar ungu dia ... tidak akan mungkin menerima ini," Hijiri
terlihat panik.
"Dia pasti
menerimanya, serahkan surat ini. Saya percaya padanya, tidak ada orang lain
yang saya percaya selain dia."
"Maya...kau...apa
kau..?" Mizuki mencoba membaca jalan pikiran Maya.
"Iyaa, saya sudah
tahu siapa mawar ungu." Maya tersenyum senang.
Hijiri dan Mizuki
sekali lagi terhenyak.
"Apa yang kau
pikirkan Maya? Daito bisa saja memanfaatkan dokumen itu," kata Mizuki
berang, baru kali ini ada gadis kecil yang mebuatnya jengkel setengah mati.
"Tidak, Tuan
Masumi tidak akan melakukan hal itu. Lagipula ini satu-satunya cara agar saya
dan mawar ungu tetap terikat," kata Maya. "Kak Hijiri, dalam surat
itu saya juga meminta hadiah atas pementasan Bidadari Merah. Jika nanti anda
yang mengurus tiket pesawatnya bisakah anda beli kelas ekonomi saja, aku sudah
sangat memberanikan diri memintanya. Karena uang saya tidak cukup maka kali ini
saya sedikit memanfaatkan kebaikannya." Maya tersenyum malu tapi Hijiri
dan Mizuki masih terlalu bingung untuk menangkap maksud Maya.
"Apa kau minta
paket liburan?" tanya Hijiri.
Maya tertawa.
"Nanti Kak Hijiri juga tahu,"
"Kurasa aku tidak
perlu mendengarkan omong kosong ini," kata Mizuki melihat Maya tidak
menjelaskan apa-apa padanya.
"Tidak Nona
Mizuki, saya sangat membutuhkan anda." Maya cepat-cepat merespon.
"Katakan,"
Mizuki tidak mau basa-basi lagi.
"Bisakah kau
jelaskan sedikit rencanamu Maya?" Hijiri memintanya dengan lebih sopan,
yakin Maya menyimpan sesuatu.
Maya tertegun ragu.
"Paling tidak
ceritakan garis besarnya. Bagaimana kami bisa membantumu jika kami tidak tahu
apapun," Mizuki berkilah.
"Baiklah, tapi
mungkin tidak banyak. Alasan utama saya mengundang Nona Mizuki dan Kak Hijiri
adalah karena saya akan pergi selama tiga tahun. Untuk itu saya mohon bantuan
kalian, tolong jaga Tuan Masumi. Selama ini dia selalu melindungi saya dan
sekarang saya hanya bisa melakukan ini untuk sedikit mangulur waktu. Tapi saat
saya kembali nanti saya pasti bisa melindunginya." Suara Maya serak karena
menahan tangis. Setelah lebih tenang Maya menjelaskan sedikit tentang bagian
rencananya yang membutuhkan bantuan Mizuki dan Hijiri.
Keduanya terdiam dan
Maya menatap Mizuki ragu.
"Ada apa?"
tanya Mizuki.
"Ehhmm," Maya
sedikit ragu mengatakannya. "Tolong awasi Tuan Masumi untuk saya,"
katanya dengan wajah merona merah.
"Apa
maksudmu?" Mizuki mulai kesal dengan semua kegilaan Maya.
"Hhmmm, anda
adalah orang yang paling dekat dengan Tuan Masumi. Tolong jaga dia, ingatkan
dia untuk makan teratur, menjaga kesehatan, istirahat yang cukup. Lalu ... kurangi
merokok, dan ... kurangi minum alkohol ... dan … jangan kencan dengan wanita
lain. Bagaimana ya ... pokoknya Nona Mizuki harus menjaganya tetap sehat."
"Hah?!"
Mizuki dan Hijiri tercengang tapi kemudian Hijiri terbahak.
"Kau pikir aku
istrinya!!" Mizuki berang.
"Eh?! Bukan
begitu, anda kan orang kepercayaan Tuan Masumi dan yang paling dekat
dengannya," kata Maya polos, merasa tidak ada yang salah dengan
permintaannya.
"Sebentar lagi dia
menikah, istrinya pasti akan menjaganya," kata Mizuki ketus.
Ekspresi Maya langsung
berubah, Hijiri berhenti tertawa dan Mizuki menatapnya heran.
"Tidak Nona
Mizuki, pernikahan itu tidak akan terjadi." Maya mengepalkan kedua tangan
saat mengatakannya.
"Maya .. bagaimana
kau ... ." Mizuki kehilangan kata-kata.
"Itu urusan saya,
pernikahan itu tidak akan terjadi." Amarah jelas terlihat jelas di wajah
Maya.
"Kau sadar dengan
apa yang katakan itu Maya?" tanya Mizuki.
Maya mengangguk. "Kalian
berdua bersedia membantuku kan?" pintanya.
Keduanya terdiam.
"Kenapa kau
percaya pada kami?" tanya Hijiri.
Maya tersenyum.
"Karena Tuan Masumi percaya pada kalian."
Mizuki dan Hijiri
kembali terdiam.
"Kalian bekerja
untuk Tuan Masumi kan? Bukan untuk Daito," kata Maya.
Keduanya hanya
tersenyum dan Maya menganggap itu sebagai sebuah kesepakatan.
"Terima kasih Anda
bedua sudah mau datang dan membantu saya. Tolong rahasiakan pada Tuan Masumi
tentang saya yang sudah tahu mengenai identitas mawar ungu. Biarkan semuanya
berjalan seperti harapannya." Maya membungkuk memberi hormat, mengakhiri
percakapan membingungkan itu.
***
>>Bersambung<<
>>Pertama : Mimpi Baru Sang Bidadari<<
>>Ketiga : Dilema<<
Follow me on :
Facebook : Agnes FFTK
Wattpad : @agneskristina
9 Comments
Lanjuuutttttt...^^
ReplyDeleteCeritanya menarik. sukaaaaa \(^o^)/
ReplyDeleteKomiknya ada kah???sukaa...endingnta gimana ya???
ReplyDeleteKelanjutan ceritanya bagaimana? Koq ga ketemu ya
ReplyDeleteSuka suka suka sekali....
ReplyDeleteSangat sangat suka dengan cerita ini...
ReplyDeleteLuar biasa keren ceritanya.
Teruuuuuss ? Lanjutannya dooonk.....tq yaa 😊
ReplyDeleteLanjutan nya mana...
ReplyDeleteGak ad lanjutannya ya
ReplyDelete