Disclaimer : Garassu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Serial “Kau Milikku”Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi
legenda. Ambisi, cinta dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya
Kitajima mampu mengatasi semua itu? Bukan hanya impiannya yang dipertaruhkan
tapi juga kehidupan orang terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu.
Perjuangan Maya takkan mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya
cara untuk menemukan jalannya.
*********************************************************************************
*********************************************************************************
Maya duduk di dekat
jendela dengan air mata yang tidak berhenti mengalir. Di pangkuannya terbuka
surat kabar yang memberitakan tentang percobaan bunuh diri Shiori.
Tuan
Masumi ... bagaimana ini? Kenapa semuanya jadi seperti ini? Apa yang akan Anda
lakukan sekarang?
Maya terus terisak.
Pikirannya sedang kalut, dia terus menyalahkan dirinya sendiri. Beruntung Rei
sedang latihan di teater bawah tanah sehingga Maya bisa bebas meluapkan
emosinya. Tiba-tiba dia berdiri dan mengambil tas juga mantelnya. Aku harus menemuinya. Dan Maya bergegas
meninggalkan rumah.
***
Maya sudah berdiri di
depan rumah sakit tempat Shiori di rawat. Setelah menanyakan pada bagian
informasi, dia bergegas menuju kamar Shiori. Pintu kamar sedikit terbuka dan
baru saja dia hendak mengetuk pintu, tangan Maya membeku di udara karena
mendengar suara tawa dari dalam kamar.
"Eh?!" Tangan
Maya masih tergantung di udara, tertegun sejenak lalu mengurungkan niatnya
mengetuk pintu. Maya memusatkan konsentrasi pada indra pendengarannya.
"Nona gembira sekali
hari ini." Suara wanita paruh baya yang tidak asing ditelinga Maya. Ah, Maya
mengenali suara bibi yang memberi cek untuk memintanya menjauhi Masumi.
"Aku tidak akan gagal kali ini, Bi. Masumi pasti akan menikahiku," kata Shiori senang.
Bagai mendengar petir
di siang bolong. Maya tak percaya pada apa yang didengarnya.
"Tapi nona membuat
kami semua khawatir."
Shiori cekikikan
senang. "Bibi tenang saja, dengan begini aku akan membuat Masumi tidak
bisa meninggalkanku. Meski semua orang mengatakan Masumi berhati dingin tapi
aku tahu dia orang yang baik, dia tidak akan tega meninggalkanku. Dan aku akan membuatnya
melupakan gadis itu." Shiori mengakhiri ucapannya dengan emosi.
Jantung Maya seperti
mau melompat keluar. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Ternyata Shiori
tidak seperti dugaannya. Awalnya, Maya datang dengan penuh rasa simpati, berniat
meminta maaf karena telah menyakitinya dengan mencintai Masumi. Maya ingin mengorbankan
cintanya agar Shiori dan Masumi bahagia. Tapi sekarang, semua pandangannya
tentang Shiori berubah seratus delapan puluh derajat. Wajah cantik dan lemah
lembut itu ternyata hanya topeng. Amarahnya timbul karena Shiori mempermainkan
kebaikan hati Masumi. Maya kembali fokus mendengarkan pembicaraan Nona dan pengasuhnya
itu.
"Gadis itu bukan
saingan Nona. Dia tidak secantik nona, saya dengar juga dia tidak pintar, dia
juga bukan orang kaya. Tuan Hayami muda pasti akan cepat melupakannya,"
Bibi itu menenangkan.
"Bibi salah!"
pekik Shiori, membuat Maya melonjak karena terkejut, dia terus mendengar
percakapan itu.
"Maya Kitajima ...
gadis itu ... dia ... Masumi mencintainya," desis Shiori. "Tujuh
tahun Bi, dia menjadi mawar ungu untuk melindungi gadis itu. Aku iri padanya,
Masumi begitu mencintainya. Gadis kecil itu ... mengalahkanku." Shiori
sekarang terisak di balik telapak tangannya.
Seluruh tubuh Maya
seperti tersengat listrik. Dia
tahu?! Maya mundur perlahan dari pintu. Tak sanggup lagi mendengar. Maya
mulai mencerna setiap perkataan Shiori. Dengan kemampuan otaknya dia tahu
sekarang dia butuh tempat tenang untuk memahami apa yang terjadi. Maya berlari
dan berhenti diujung koridor sepi. Bersandar pada dinding untuk menahan lututnya
yang gemetar. Dia mulai merangkai puzzle yang bertebaran dalam pikirannya.
"Tuan Masumi ...,"
gumam Maya. Dia menahan isak dengan kedua tangan dimulutnya. Fakta yang membuat
hatinya begitu sakit.
"Tapi Shiori tahu
tentang Mawar Ungu?! Apa Tuan Masumi memberi tahunya?" Sekarang Maya
cukup bingung namun keinginannya berspekulasi berhenti. Amarah yang tadi ditekannya
kembali muncul. "Wanita itu memanfaatkan kebaikan hati Tuan Masumi.
Memaksa Tuan Masumi menikahinya dan dia membenciku. Berarti waktu itu
...."
Maya mendengar suara
derap langkah dikoridor. Reflek diapun masuk kesebuah ruang kosong di samping
koridor, berlindung dibalik pintu, menenangkan hati dan pikirannya.
"Tuan Masumi!"
Hati Maya kembali
bergolak saat mendengar nama Masumi. Dia mengintip sedikit dari celah pintu.
Mizuki
dan Tuan Masumi! Pekik Maya dalam hati. Dia pasti mau menjenguk Shiori. Tiba-tiba
Maya merasa cemburu karenanya.
"Apa anda yakin
dengan keputusan ini?" Mizuki menjaga suaranya tetap tenang tapi
ekspresinya jelas berusaha membaca reaksi Masumi. Maya sejenak terpesona
melihat pria yang dicintainya. Teringat memori saat keduanya saling berpelukan
di atas kapal Astoria dan saat dia menyatakan perasaanya. Menepis angannya,
Maya kembali berkonsentrasi untuk mendengar.
"Ini yang terbaik
Mizuki," Masumi akhirnya bicara.
"Tapi Anda tidak
mencintainya."
"Aku tidak bisa
membiarkannya mati. Itu akan menjadikan penyesalan seumur hidup bagiku."
Baru kali ini Maya
mendengar Masumi pesimis.
"Tapi bagaimana
dengan Maya?"
Jantung Maya serasa
berhenti mendengar namanya disebut.
"Apakah Anda tidak
akan menyesal untuknya?" lanjut Mizuki.
Masumi terdiam.
"Bukankah Maya sudah
meminta Anda menunggunya?"
Kali ini Masumi
tercekat.
"Anda tidak akan
menunggunya Tuan Masumi? Bukankah Anda yang memintanya percaya? Bagaimana
mungkin Anda akan menikahi Shiori?"
Masumi melotot pada
Mizuki, tidak habis pikir bagaimana sekretarisnya bisa tahu tentang semua itu.
Setelah Hijiri membuatnya terpojok sekarang giliran Mizuki. Tapi sejenak
kemudian wajah Masumi terlihat begitu sedih, menyayat hati Maya yang mengintip
dari celah pintu.
"Aku masih bisa
menjadi Mawar Ungu baginya," desah Masumi pelan.
Sekali lagi hati Maya
tersayat melihat kesedihan Masumi.
"Apa selamanya Anda
akan berada dibalik bayang-bayang Mawar Ungu?"
Masumi kembali terdiam,
wajahnya terlihat bingung, Maya belum pernah melihat Masumi seperti itu.
"Usia kami terpaut
sebelas tahun, meskipun aku tidak jadi menikahi Shiori tapi tetap saja aku akan
sulit memilikinya. Gadis itu ... dia adalah Bidadari Merah, Ayahku pasti akan
mengincarnya dan membahayakannya. Sama seperti apa yang Ayah lakukan pada Bu
Mayuko. Aku Direktur Daito tidak mungkin melindunginya tapi sebagai Mawar Ungu
aku bisa melindunginya." Masumi berhenti sejenak.
"Aku lupa semuanya
saat kami berada di Astoria. Kehadirannya membuatku melupakan posisiku. Tanpa
sadar aku justru membahayakannya. Dan sekarang, Shiori sudah tahu semuanya,
setelah masalah cincin dan gaun pengantin itu. Lalu sekarang ... aku yakin
Shiori bisa melakukan lebih jauh lagi dan aku tidak mau membahayakan Maya. Jika
dengan pernikahan ini aku bisa menghentikan kegilaan Shiori dan melindungi Maya
aku tidak keberatan."
Maya tak menyadari air
matanya mengalir, pria yang selama ini dibencinya meski sekarang begitu
dicintainya, terluka karena terus melindunginya.
"Apa Anda tidak terlalu
jauh Tuan Masumi? Maya masih calon Bidadari Merah, bagaimana jika Ayumi yang
menang? Tuan Besar Hayami tidak akan mengusiknya kan?"
"Tidak!" kata
Masumi tegas. "Maya pasti menang, Bidadari Merah adalah miliknya."
"Tapi Tuan ...."
"Cukup Mizuki !
Hatiku bukan bagian dari pekerjaanmu jadi berhentilah ikut campur masalah
ini." Dan Masumi melenggang meninggalkan Mizuki yang terpaku. Maya
merosot dan terduduk di lantai setelah Mizuki pergi.
***
Lampu taman menyala
redup, angin malam di musim gugur menerbangkan daun-daun kering yang terjatuh
di tanah. Mata Maya menatap bulan di langit, duduk di ayunan, tempat biasa dia
menenangkan diri.
"Dia terluka ...
dia terus terluka karena aku. Karena ingin melindungiku." Maya
kembali terisak. Hati nuraninya terus mengoceh, memorinya mengulang semua
kejadian yang didengarnya siang tadi.
"Bagaimana ini?
Bagaimana aku bisa membantu Tuan Masumi? Membebaskannya dari belenggu
pernikahan Shiori juga Daito?" Kening Maya berkerut-kerut karena
memeras otaknya, kembali menyusun puzzle-puzzle yang berantakan didalam
pikirannya. Dan tiba-tiba dia tersentak. "Bidadari
Merah!!" pekiknya. Maya kembali merenung dan keningnya kembali
berkerut.
"Tuan Masumi
bekerja terlalu keras untuk ayahnya demi Bidadari Merah. Dia tidak bisa
bersamaku karena dia Direktur Daito dan yang menjodohkannya dengan Shiori
adalah ayahnya. Aku tahu ... aku tahu apa yang harus kulakukan." Maya
berhenti berayun dan berdiri memandang bulan. Dia mulai menemukan akar dari
masalahnya, benang merah yang menghubungkan setiap kejadian yang dialaminya.
"Anda percaya
padaku Tuan Masumi. Anda percaya aku adalah Bidadari Merah, maka aku akan menjadi
Bidadari Merah hanya untuk Anda. Jika Anda terus melindungiku sebagai mawar
ungu maka sekarang giliranku. Bidadari Merah akan melindungimu." Seringai
lebar di wajah Maya dan sinar mata yang berbinar memperlihatkan semangat dan
tekad baru Maya. Diapun bergegas pulang, memikirkan lebih jauh rencanyanya,
memulai langkahnya.
"Tunggu aku Tuan
Masumi."
***
Semua pemain di Kids
studio terheran-heran melihat perubahan Maya. Sudah satu minggu Maya terlihat
begitu berbeda, dia meminta waktu latihan khusus pada Tuan Kuronuma. Dia begitu
bersemangat, datang lebih awal dan melakukan latihan vokal juga olah tubuh
sendiri selama empat jam. Tuan Kuronuma senang melihat semangat Maya yang juga
menular kepada semua pemain lainnya kecuali Koji yang masih menatap Maya dengan
sedih. Koji masih belum bisa menerima kenyataan tentang Maya dan Masumi.
Maya mengira Koji masih
marah padanya karena dia penyebab kecelakaan Koji. Untuk itu Maya berencana
berbicara padanya. Beberapa kali Koji menghindar jika Maya mendekat tapi malam
itu dia bertekad untuk bicara, demi Bidadari Merah.
"Boleh aku duduk
disini?" tanya Maya saat Koji duduk sendiri setelah latihan. Sebagian
besar pemain sudah pulang sehingga Maya lebih leluasa untuk bicara.
"Kau tidak pulang?
Kau pasti lelah," kata Koji datar. Dia memalingkan wajahnya dari Maya,
karena Maya terlihat cantik meski basah keringat sehabis latihan dan itu
membuat Koji semakin terluka.
"Kau masih marah
padaku?" Maya akhirnya duduk disebelah Koji tanpa meminta ijin lagi.
"Marah?!"
Koji tertegun.
"Aku minta maaf Koji,
gara-gara aku kau jadi-,"
"Bukan,"
potong Koji.
"Eh?!"
"Ini semua bukan
salahmu." kali ini Koji menatap Maya.
"Tapi seandainya
saja aku pulang bersamamu-," Maya berhenti bicara saat Koji semakin tajam
menatapnya. "Apa?"
"Kau pikir aku
diam karena marah soal kecelakaan itu Maya?" Koji memiringkan kepalanya,
membaca ekspresi wajah Maya.
"Uhhmmm, itu-,"
"Kau salah."
Sekali lagi Koji memotong perkataan Maya.
"Tapi
kenapa?" Maya tidak mengerti.
"Aku melihatmu Maya
... aku melihatmu ...." Koji tidak sanggup mengatakannya, jelas hatinya
begitu hancur saat mengingat kejadian itu.
"Melihat apa
Koji?" Maya tidak mengerti dengan kesedihan sahabatnya itu.
Koji menghela napas
panjang, sepertinya dia menyerah dalam keputus asaan. "Aku melihatmu dan ...
Tuan Masumi," katanya lirih.
Mata Maya membulat.
"Aku melihat
kalian berpelukan, aku tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Antara kau dan Tuan
Masumi ... di kapal itu ... semalaman ...." Koji kembali berhenti bicara,
bayangan tentang apa yang mungkin terjadi di atas kapal membuatnya bisu.
Maya terpaku melihat
sahabat yang sedih karenanya, sekali lagi perasaan bersalah merayapi hatinya.
Mata Koji menerawang
melihat kelangit-langit studio, kesedihan jelas terpancar dimatanya.
"Kenapa Maya? Kenapa harus Tuan Masumi? Bukankah kau
membencinya? Tidakkah sehari saja aku bisa memenangkan hatimu Maya?
Tidakkah sekali saja kau memikirkanku bukan sebagai sahabat? Aku marah Maya
tapi aku marah pada diriku sendiri. Marah karena aku melihat gadis yang kucintai
dipeluk oleh lelaki lain." Koji akhirnya mengungkapkan perasaanya.
"Koji aku-,"
"Tidak perlu
merasa bersalah Maya." Tampaknya sekarang keadaan telah berbalik, bukan
Maya yang mau bicara karena Koji tak membiarkannya berbicara. Koji kembali
menatap Maya, "Beberapa hari ini aku melihat semangatmu. Aku tidak tahu
kenapa kau berlatih begitu keras akhir-akhir ini. Entah karena Tuan Masumi atau
karena yang lain dan hatiku merasa sakit saat memikirkan kau berlatih keras
karenanya. Namun apapun alasanmu, semangatmu membuatku mengerti, menyadari
kesalahanku dan terakhir justru membuatku merasa bodoh."
"Koji...,"
Koji tersenyum pahit. "Kau
begitu bersemangat menjadi Bidadari Merah sedangkan aku malah cengeng
memikirkan perasaanku sendiri." Koji tertunduk, melihat kakinya yang masih
terbalut gips.
Sekarang keduanya
terdiam. Maya mencoba mengumpulkan keberanian dalam hatinya untuk menjelaskan
perasaannya pada Koji.
"Aku ingin memulai
hidup baru Koji," kata Maya kemudian, matanya menerawang ke langit-langit.
Perkataan Maya membuat Koji menatapnya tegang.
"Hidup baru?
Maksudmu pernikahan atau ... apa ... kau dan ...,"
"Ah bukan! Bukan itu
maksudku!" pekik Maya malu.
Koji mendesah lega.
"Lalu?"
Maya tertunduk, menatap
kedua tangannya. "Akhir-akhir ini banyak hal yang telah terjadi. Membuatku
banyak berpikir. Apa sebenarnya tujuan hidupku? Aku hanya tahu acting Koji,
hanya itu. Aku meninggalkan ibuku, melewati semuanya hanya demi acting.
Mati-matian aku mengejar Bidadari Merah. Tapi aku kembali berpikir, setelah
Bidadari Merah apalagi? Kalau aku menang aku akan menjadi Bidadari Merah,
aktris terkenal mungkin, tapi bagaimana jika aku gagal? Apakah aku akan hidup
hanya demi actingku, tanpa tujuan lain?"
Koji berkerut, belum
pernah dia melihat Maya meragukan kecintaannya pada acting. Meski diakuinya itu
benar, karena hidup adalah dunia nyata, jadi harus ada tujuan lain selain hanya
beracting diatas panggung.
Maya menatap Koji yang
melihatnya dengan bingung. Maya terkikik, "Aku pasti aneh ya?"
"Aku hanya tidak
tahu kemana arah pembicaraanmu," jawab Koji.
Maya terkikik.
"Hhhmmm, aku memang tidak pandai bicara. Tapi intinya sekarang aku punya
mimpi yang ingin kujadikan sebagai tujuan hidupku yang baru. Aku tidak pintar,
aku hanya tahu acting dan aku akan menggunakan acting ini untuk mewujudkan
mimpiku, meraih tujuanku. Tapi semuanya harus dimulai secara bertahap,
untuk mewujudkan hidup baru yang kuinginkan. Mungkin takdir yang telah
membawaku sampai sejauh ini, aku tidak pernah terlalu jauh memikirkan tentang
hidupku, semuanya hanya mengalir mengikuti waktu yang berjalan. Tapi sekarang
berbeda."
Sejenak Maya terdiam,
lalu menatap Koji. "Akhirnya aku mulai mengerti tentang hidup ini. Takdir
yang mempertemukan aku dengan Bu Mayuko, teman-teman dari Tsukikage dan
Ikkakuju Teater, dengan Ayumi, kau juga...lalu dengannya," Maya mendesah,
"Semuanya tidak ada yang kebetulan Koji, tidak ada. Hanya saja aku terlalu
bodoh sehingga tidak pernah memikirkannya. Aku pernah bertengkar dengan Ayumi
dan dia menceritakan tentang bagaimana semua usahanya untuk meraih impiannya.
Untuk itu, sekarang aku aku mau merancang masa depanku, mewujudkan
mimpiku. Semuanya tidak akan mudah tapi aku akan tetap berusaha mewujudkan
mimpiku." Maya mengakhiri ceritanya dengan senyuman lega.
"Jadi Bidadari
Merah bukan tujuan akhirmu?"
Maya menggeleng,
"Bidadari Merah adalah langkah awal dimana aku akan mewujudkan
mimpiku."
"Boleh aku tahu
apa mimpi barumu itu?"
Maya tertawa lalu menggeleng
dan Koji tersenyum kecut. Apakah mimpimu
ada hubungannya dengan Tuan Masumi, Maya? Tanyanya dalam hati.
"Apapun
itu...maukah kau membantuku mewujudkan mimpi dan mencapai tujuanku Koji?"
"Eh?!" Koji
tersentak. "Bagaimana aku bisa membantu?"
"Bidadari Merah,
langkah awalku adalah Bidadari Merah. Aku ingin menjadi Bidadari Merah bersamamu
Isshin," kata Maya kemudian.
Koji menatap mata Maya
yang berbinar penuh semangat dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama Koji
tersenyum, tulus.
"Ya, aku
Isshin," gumam Koji.
"Aku tahu aku
telah menyakitimu Koji tapi sampai sekarang aku tetap menyayangimu sebagai
sahabat. Tolong ijinkan aku tetap menyayangimu seperti itu. Dan mari kita
berdua menjadi Akoya dan Isshin yang sempurna di atas panggung. Aku berdoa
suatu hari kau mendapatkan belahan jiwamu, Akoyamu di dunia nyata."
Koji tahu Maya berubah.
Baru beberapa hari dia tidak bicara dengannya tapi sekarang Maya sudah lebih
dewasa. Koji jadi malu dengan sifat kekanakannya.
"Terima kasih
Maya," gumam Koji.
Maya mengulurkan
tangannya. "Kita berusaha Isshin."
Koji tersenyum lebar dan
menyambut uluran tangan Maya. "Kita berusaha Akoya."
Keduanya sudah
berbaikan sekarang, Tuan Kuronuma yang mengamati keduanya dari jauh tersenyum
puas. "Akoya dan Isshinku yang sempurna," katanya dalam hati dan
berjalan pergi.
"Sudah malam, ayo
pulang," ajak Maya.
"Boleh aku
bertanya satu hal? Kau tidak perlu menjelaskan, hanya jawab ya atau
tidak," tanya Koji saat Maya beranjak hendak pergi ke ruang ganti.
"Ya?"
"Apakah kau
mencintai Tuan Masumi?"
Maya terkejut tapi
sesaat kemudian pipinya merona dan ekspresinya melembut, "Ya, aku
mencintainya."
Koji tersenyum, Maya
membalas senyumnya lalu pergi ke ruang ganti.
Ya,
aku mencintaimu Tuan Masumi, untuk itu tunggulah aku. Kaulah mimpiku, tujuan
akhir hidupku.
***
***
Sudah tiga minggu Maya
tidak bertemu dengan Masumi. Rasanya masih begitu aneh dia merindukan Masumi
seperti itu. Maya berusaha menekan kerinduannya dengan latihan keras.
Sebenarnya kakinya ingin berlari mencari belahan jiwanya itu tapi itu akan
menyulitkan Masumi. Posisinya tidak mudah sekarang, Maya bertekad untuk
membantunya dan tidak ingin menyulitkannya lagi, tidak ingin membuat Masumi
selalu terjepit dalam sebuah dilema karenanya.
Pentas percobaan Bidadari
Merah akan dilaksanakan tanggal 10 Oktober dan itu tinggal empat hari lagi.
Maya tidak mau menyia-nyiakan waktu sedetikpun. Semua persiapan sudah selesai,
Maya hanya perlu menyiapkan hatinya. Hati yang kuat untuk menghadapi
pertempuran yang menunggu di depannya.
Pagi itu Rei sibuk
menyiapkan bekal untuk Maya. Beberapa hari terakhir Rei sengaja membawakan Maya
bekal makanan karena melihat dia berlatih begitu keras, membuatnya tidak tega
jika Maya harus makan sembarangan.
"Kau tidak perlu
repot-repot Rei," kata Maya.
"Aku hanya tidak
mau kau sakit karena salah makan. Kau berlatih keras Maya." Rei bersikap
layaknya seorang kakak yang begitu menyayangi adiknya.
Tiba-tiba Maya memeluk
Rei. "Terima kasih Rei."
"Maya," gumam
Rei terkejut.
"Selama ini aku
hanya bisa merepotkan kalian. Tapi mulai sekarang aku berjanji Rei, aku tidak
akan merepotkan kalian lagi. Setelah Bidadari Merah menjadi milikku, aku akan
membuat kalian bangga padaku."
Rei tersenyum dalam
hati memuji kepercayaan diri Maya yang yakin akan memenangkan Bidadari Merah.
Tapi itulah Maya, meski hanya berpeluang satu persen tapi dia akan terus
memperjuangkannya.
Rei melihat Maya pergi
dengan semangat. Sebenarnya dia ingin tahu apa yang membuat Maya berubah selama
beberapa minggu ini. Tapi Rei urung menanyakannya, dia senang melihat Maya
makin dewasa.
"Ya, dia kan sudah
dua puluh tahun." Rei tersenyum.
***
Akhirnya, hari pentas
percobaan Bidadari Merah telah tiba. Group Kuronuma mendapat giliran pertama
pentas, itu berarti Maya akan lebih dulu memperlihatkan Bidadari Merahnya.
Siang itu, Maya dan
semua pemain sudah berkumpul di lokasi pementasan. Teater X, lahan proyek
pembangunan stasiun, malam ini akan berubah menjadi panggung terbuka.
Maya tampak begitu
percaya diri melenggang di sekitar tempat pementasan, hatinya begitu yakin
dengan Bidadari Merahnya. Langkahnya tiba-tiba berhenti saat bertemu Masumi,
dia tidak sendiri melainkan bersama Onodera, Kei Akame, Ayumi dan Utako
Himekawa. Diapun menahan diri, masih teringat pesan Masumi yang memintanya tetap
bersikap biasa. Itu berarti dia dan Masumi harus beracting layaknya Tom and
Jerry. Tapi Maya tidak mau bertengkar dengan Masumi lagi, jadi dia memutuskan
untuk memilih bersikap sopan. Merekapun saling memberi salam.
"Kau terlihat
percaya diri sekali Maya," kata Onodera dengan penuh nada ironi.
"Maaf Tuan
Onodera, memangnya apa alasan saya untuk bersikap sebaliknya?" Maya
tersenyum sopan membuat Onodera kesal dan disambut seringai bangga di wajah
Masumi.
"Yah, asal kau
jangan menangis saja saat pengumumam nanti," Kei Akame mencoba mematahkan semangat
Maya. Onodera tertawa.
Tapi Maya justru
tersenyum. "Anda benar Tuan Akame, mungkin saya akan menangis, tapi itu
akan menjadi tangisan bahagia."
Onodera dan Akame cemberut.
"Kau sombong sekali."
"Sepertinya dari percakapan
ini saya mulai mengerti perbedaan sombong dan percaya diri." Maya menyeringai
dan segera permisi.
Masumi tak berkata
apapun, dia cukup terkejut dengan perubahan gaya Maya dalam menghadapi Onodera
dan Akame. Ayumi dan Utako memberi semangat pada Maya dan membuat Onodera
semakin kesal.
Saya
tahu Anda tidak bisa bicara apa-apa sekarang Tuan Masumi, tapi tunggulah saya.
Setelah Bidadari Merah menjadi milik saya maka panggung yang sebenarnya akan
dimulai, kata Maya dalam hati seraya mempercepat langkahnya
ke ruang ganti.
***
Malam itu,
Maya sudah siap diruang ganti dan dia sedang memeluk buket mawar ungu
didepan meja riasnya. Membaca lagi kartu ucapan yang diterimanya.
Akhirnya kau sampai pada mimpimu
Berjuanglah,
aku akan melihat Bidadari Merahmu
Mawar Ungu
Maya sudah membaca kartu ucapan itu berulang kali. Membayangkan andai saja Masumi bisa mengucapkan setiap kalimat itu secara langsung.
"Mawar ungu pasti
bangga melihatmu malam ini," suara yang sangat dirindukan Maya membuyarkan
lamunannya.
"Tuan Masumi,"
sapa Maya seraya memanggil Mawar Ungu dalam hatinya. Dia langsung berdiri dan
mengangguk sopan pada Masumi. Kening Masumi berkerut melihat perubahan sikap
Maya.
"Kau sopan sekali
hari ini Maya."
Maya cemberut tapi
kemudian syaraf otaknya mulai menyadari apa yang terjadi, wajahnya menegang.
"Ada apa
Maya?" Masumi menyadari perubahan ekspresi Maya.
"Pergilah Tuan
Masumi, akan berbahaya jika ada yang melihat Anda disini bersama saya,"
kata Maya panik.
Masumi tercengang, otak
pintarnya langsung menyadari kalau Maya mengerti betul posisinya saat ini. Tapi
dia tidak mau membuat Maya cemas, tidak saat ini, sebelum pentas di mulai.
Jadi, alih-alih menenangkan Maya, Masumi justru tertawa.
"Eh?!" Maya
berdiri dengan bingung, meletakkan buket bunganya di meja.
"Jadi sekarang kau
begitu mengkhawatirkanku ya?" katanya geli.
"Ngg ... tentu
saja saya khawatir," gumamnya lirih.
"Aku rasa
kekhawatiranmu itu sia-sia Maya, kau tidak lupa siapa aku kan?"
"Tentu saja saya
sadar anda siapa Tuan Masumi, tapi anda kan juga bukan dewa atau manusia super
yang tidak bisa disakiti," pekik Maya kesal. Tapi kemudian dia cepat-cepat
mengendalikan dirinya. Ternyata sulit menghilangkan kebiasaannya bertengkar
dengan Masumi.
"Oh, begitu?
Alasan yang masuk akal. aku memang bukan manusia super. Tapi kau tidak perlu
menkhawatirkanku. Aku lebih dari mampu untuk bisa menjaga diriku sendiri,"
Masumi masih terkikik geli. "Tampaknya kejadian penyerangan tempo hari
benar-benar membekas dalam ingatanmu ya."
Maya terdiam dan Masumi
menyadari kalau perkataannya justru mengingatkan Maya tentang hal lain. Dan
jujur itu juga yang ada dipikirannya saat ini, kenangan dimana Maya mengucapkan
dialog Akoya dan menciumnya. Suasana menjadi canggung tapi Masumi berusaha
untuk memperbaikinya.
"Kau cantik dengan
kostum itu Maya," puji Masumi spontan, membuat Maya tersipu.
"Saya sangat
senang karena anda yang mengatakannya," kata Maya sopan disambut senyum
Masumi. Maya bersyukur ruang gantinya terpisah dari pemain lain sehingga dia
punya beberapa menit bersama Masumi.
"Maya...,"
Maya tersenyum senang
saat Masumi menggumamkan namanya.
"Kenapa kau tadi
beracting di depan Onodera?" tanya Masumi diiringi senyum ribuan watt yang
melelehkan hati Maya.
Maya tersenyum lebar
sekarang. "Bagaimana Anda tahu?" Maya tertawa riang.
"Karena aneh melihatmu
begitu sopan padaku. Jujur aku merindukan mulut cerewetmu. Tapi actingmu di
depan Onodera tadi luar biasa."
"Saya tidak mau
bertengkar dengan anda lagi," kata Maya kesal. "Apa anda lebih suka
saya sebagai anak-anak?" Dia cemberut.
Masumi tertawa setelah
entah berapa minggu dia tidak tertawa.
"Sebenarnya aku
tidak suka melihatmu memakai topeng di dunia nyata Maya." Ada gurat
kesedihan saat Masumi mengatakannya.
"Bukankah anda
juga Tuan Masumi?"
Masumi menyeringai,
tapi Maya tersenyum.
"Saya sudah
putuskan Tuan Masumi, hidup saya adalah panggung sandiwara dan saya akan
memerankan peran saya sebaik-baiknya," jelas Maya.
Masumi tertegun,
mencerna baik-baik perkataan Maya.
"Anda sudah
menerima tiket saya?" Maya mengalihkan perhatian Masumi agar tidak
bertanya lagi. Sulit baginya bersandiwara didepan Masumi lagipula Masumi tidak
boleh tahu rencananya.
"Sudah, terima
kasih. Aku senang kau memberikanku tempat yang istimewa."
"Anda memang
istimewa bagi saya Tuan Masumi."
Masumi tertohok
keterusterangan Maya. Kau juga
istimewa bagiku Maya, balas Masumi dalam hati dengan ekspresi senang.
Ingin rasanya Masumi memeluk dan mencium gadis pujaannya itu tapi dia
cepat-cepat menepis pikirannya saat melihat Maya sudah siap dengan kostum
Bidadari Merahnya.
"Sebaiknya aku
pergi sekarang. Semoga berhasil Maya." Masumi berbalik tapi sebelum dia
membuka pintu Maya langsung memeluknya dari belakang, menanamkan ciuman
dipunggung Masumi. Membuat Masumi mematung.
"Saya pasti
berhasil Tuan Masumi, Bidadari Merah akan menjadi milik saya. Anda percaya pada
saya kan?"
Sesaat keduanya
terdiam, Masumi berbalik dan kali ini mata mereka beradu pandang. "Ya, aku
percaya padamu Maya." Dan reflek Masumi mengecup kening Maya, menahan
dirinya untuk mencium bibir merah Maya. "Sukses untukmu Maya,"
bisiknya dan pergi setelah memeluk erat gadis pujaannya.
Maya masih tertegun di
tempatnya. Bahagia saat Masumi mengecup keningnya dan memeluknya. Semangatnya
semakin berkobar sekarang.
***
Kursi penonton sudah
mulai penuh. Ketua dan anggota Persatuan Drama Nasional, para pengamat seni,
kritikus, artis, wartawan, dan masyarakat umum dari berbagai kalangan, semuanya
memadati tempat duduk. Banyak kasak kusuk yang mencoba memprediksi hasil
pentas, bahwa Ayumilah yang akan menang karena dia lebih cantik.
Masumi tersenyum saat
melewati barisan kursi penggemar Ayumi. Dia menemukan kursinya dan duduk
bersama dengan Onodera juga groupnya. Di barisan depan Masumi melihat Mayuko
bersama Genzo duduk dengan tenang. Dan beberapa baris kursi dibelakangya ada
teman-teman Maya dari Tsukikage dan Ikkakuju Theater, mereka tampak tegang
menunggu pementasan dimulai. Kuronuma membuat setting panggung terbuka dengan
tempat duduk penonton yang terbagi dalam beberapa area. Satu orang yang Masumi
cari tapi entah dia duduk dimana. Yang pasti dia ada disalah satu tempat di
arena panggung terbuka itu, Eisuke Hayami.
"Aku ingin lihat sejauh
mana Bidadari Merah Maya. Sombong sekali dia," Onodera masih kesal atas
kejadian siang tadi.
"Anda pernah salah
meremehkannya Tuan Onodera, saya harap Anda belajar dari pengalaman," kata
Ayumi, dia masih mengenakan kaca mata hitam, duduk disebelah mamanya. Meski
samar-samar, Ayumi bersyukur masih bisa melihat Maya memerankan Bidadari Merah.
"Apa kau menyerah
padanya Ayumi?" kata onodera kesal.
"Tentu saja tidak,
tapi saya hanya mencoba bijak. Tidak meremehkannya adalah sebuah tindakan bijak
Tuan Onodera," jawab Ayumi.
Masumi tersenyum
sendiri mendengar jawaban Ayumi. Dia sedang malas menanggapi ocehan Onodera.
Lagipula sepertinya jiwanya masih tertinggal di ruang ganti Maya. Pelukan Maya
masih terasa di tubuhnya dan gadis itu membuatnya lepas kontrol dengan mencium
keningnya.
Ah
Maya, andai kau tahu. Betapa tersiksanya aku saat ini, kata
Masumi dalam hati.
Tak lama suasana
menjadi hening, pertunjukan dimulai. Masumi mulai fokus melihat panggung.
Bidadariku
sayang.
***
>>Bersambung<<
>>Kedua
: Langkah Awal Sang Bidadari<<
Follow me on :
Facebook : Agnes FFTK
Wattpad : @agneskristina
Follow me on :
Facebook : Agnes FFTK
Wattpad : @agneskristina
4 Comments
Salam kenal.... keren banget tulisannya.... Banyakin adegan mesra MM ya Agnes n harus hepi ending hehehehe
ReplyDeleteBaru ketemu blog ini..akhir bisa mengobati kangen ma tn masumi dan maya...makasi kk agnes
ReplyDeleteTp maaf ,..klo ga salah di komiknya masumi adalah mawar jingga,bukan mawar ungu...
Maafkan jika keliru🙏
Makasih juga udah baca ya. Huum terjemahan Indo memang mawar jingga, aku juga ga tahu kok bisa jadi jingga karena versi aslinya itu Murasaki Bara yang artinya mawar ungu. jadi aku pake mawar ungu hehehe. dan mawar ungu juga melambangkan secret admirer dan cinta tersembunyi, jadi lebih pas memang :D
Deletemakasih ya mba :D
ReplyDelete