Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
===========================================================
Makan malam di istana Uzushio berjalan dengan tenang. Mito
menahan diri untuk bicara sampai hidangan utama selesai dan hidangan penutup di
sajikan.
“Naru-chan,” panggilnya dengan suara lembut.
“Ya Obaa-sama?” jawab Naruto seraya menyeka bibirnya dengan
serbet. Dia mendengar sang kakak mendengkus pelan di sebelahnya. Mungkin Kurama
sudah bisa menebak apa yang ingin ditanyakan oleh neneknya.
“Bagaimana pertemuanmu siang tadi? Apa semua berjalan
lancar?” Mito tidak dapat menyembunyikan antusiasnya dan itu membuat Hashirama
dan Konan tersenyum. Nagato dan Yahiko juga tampak penasaran dengan jawaban
Naruto.
“Baik,” jawab Naruto singkat yang membuat semua orang
menatapnya dengan bingung.
“Hanya itu? Baik?” Konan jelas tidak puas dengan
jawaban keponakannya.
“Ya, semua baik, memang kenapa?” Naruto tentu saja
paham maksud semua orang menginterogasinya. Tapi sudah cukup siang tadi dirinya
kacau di depan Shikamaru, tapi tidak di depan keluarganya.
“Ng, mungkin sesuatu yang lain? Kau bahagia? Kalian
menghabiskan waktu dengan banyak berbincang satu sama lain, atau semacamnya?
Kau menikmati pertemuanmu dengannya?” Mito sedikit lebih banyak menjabarkan
jawaban yan diinginkannya.
“Ya, Obaa-sama.” Naruto menahan senyumnya melebar
dengan menyendok puding labu dan menikmatinya dengan tenang.
Hashirama mengamati sikap cucunya. Naruto tersenyum
tapi bahkan tidak berani memandang mata nenek juga bibinya. “Naru,” panggilnya
kemudian.
“Ya, Ojii-sama?” Kali ini Naruto menatap mata
kakeknya.
“Apa aku perlu bertemu Fugaku dalam waktu dekat ini?”
“Uhuk!!” Dan kalimat itu sukses membuat Naruto
tersedak.
Kurama menghela napas lalu memberikan segelas air pada
sang adik sembari menepuk lembut tengkuknya. Baginya sikap Naruto sudah sangat
jelas.
“A-apa maksud Ojii-sama,” ucap Naruto di sela batuknya
dan kembali meneguk air hingga habis. Naruto semakin tidak bisa bicara saat
melihat wajah Mito dan Konan yang berbinar.
“Jadi begitukah?” Mito tersenyum puas.
“Aku ikut senang, akhirnya kau menemukan seseorang
yang cocok dengamu. Semoga kalian bahagia.” Konan bahkan menyeka air dari sudut
matanya.
“Tunggu, apa maksudnya?” Naruto berdeham dan tidak lagi
berminat menghabiskan pudingnya.
“Tidak perlu bersandiwara. Melihat wajah merahmu sudah
cukup membuatku tahu perasaanmu padanya.” Kali ini Kurama yang bicara. Wajahnya
masih tampak kesal.
Spontan Naruto memegang wajahnya dan itu membuat
seluruh keluarganya menahan tawa. Ini sungguh pemandangan yang lucu. Sebelumnya
mereka tidak pernah melihat Naruto tersipu.
“Ka-kalian salah paham, aku dan Sasuke belum menjalin
hubungan sejauh itu.” Bungsu Namikaze itu tampak gugup menjelaskan.
“Oh ya? Lalu buket bunga mawar putih di kamarmu itu
dari siapa?” Kurama mencubit hidung adiknya.
“Buket Mawar Putih?!” seru Hashirama dan Mito
bersamaan.
“Sasuke berani memberimu buket bunga mawar putih?”
Nagato bahkan sama terkejutnya.
Yahiko menatap Naruto tak percaya dan juga tak habis pikir
dengan keberanian Uchiha Sasuke. “Dan kau menerimanya, Naru-chan?”
Naruto menoleh pada sang kakak yang justru menyeringai
padanya.
“Kau pikir aku akan melepaskannya begitu saja,
Imouto?”
“Tapi dia tidak tahu. Sasuke hanya tahu kalau bunga
mawar putih adalah bunga kesukaanku!” Naruto bahkan hampir menjerit frustasi
saat sang kakak justru mengendikkan bahu dengan santai dan seluruh keluarga
masih menatapnya tak percaya. Dia pun menghela napas karena kesal. “Baiklah,
aku selesai. Terima kasih untuk makan malamnya.” Naruto berdiri, memberi salam
hormat pada semuanya lalu meninggalkan ruang makan dengan wajah masam. Dalam
hati dia mencatat akan membuat perhitungan dengan sang kakak nanti.
***
Kekesalan di hati Naruto berkurang begitu sampai di
kamarnya. Dia menatap bunga mawar putih yang kini sudah tertata cantik di dalam
vas bunga, di atas meja nakas. Langkah kakinya melambat dan berhenti di tepi
tempat tidur. Tangannya meraih setangkai mawar dan menciumnya, cukup untuk
membuat hatinya kembali berdebar. Kilasan wajah Sasuke berkelebat di dalam
benaknya.
Naruto berbaring dengan kaki menjuntai di tepi tempat
tidur dan masih menggenggam mawar putihnya. Berpikir lebih jauh, dia bahkan
masih tidak percaya dengan perasaannya. Benarkah dia jatuh cinta pada Sasuke?
Semudah itukah dirinya jatuh cinta setelah bertemu banyak pria yang bahkan tak
mampu membuatnya merasa tertarik untuk bertemu? Kecuali Neji dan Shikamaru,
Naruto tidak pernah dekat dengan pria manapun.
“Sasuke,” gumamnya lirih, menikmati keheningan dan
membiarkan pikirannya melayang. Naruto bahkan tidak menyadari kalau sudah
meninggalkan kekacauan di ruang makan.
“Benarkah Naru menerima buket bunga dari Sasuke?”
Hashirama menatap Kurama dengan ekspresi serius.
“Benar Ojii-sama,” jawab Kurama tenang.
“Naru bilang hubungan mereka belum sejauh itu, tapi
bagaimana mungkin dia menerima bunga begitu saja. Dan mawar putih? Itu sungguh
…,” Mito bahkan tidak sanggup melanjutkan perkataannya dan menghela napas
perlahan. Kabar ini sungguh mengejutkan.
“Apa Sasuke benar-benar tidak tahu apa arti memberi
buket bunga pada keluarga istana?” Nagato merasa kalau calon keponakannya ini
sungguh berani.
“Itu aku tidak tahu,” Kurama menggeleng, dalam hati
tertawa senang. Dia tidak perlu berbuat apa-apa untuk membalas Sasuke yang
lancang. Keluarganya pasti akan bertindak. Setidaknya Sasuke harus diberi
pelajaran karena sudah bersikap terlalu berani pada adiknya.
“Nagato, hubungi Fugaku dan Sasuke malam ini dan minta
mereka menemuiku besok.”
“Anata-,”
“Aku hanya ingin bicara pada Sasuke. Dia harus tahu
apa yang sudah dilakukannya.” Hashirama tidak mengijinkan Mito menyela.
“Baik Otou-sama.”
Masih dengan raut wajah datar, Hashirama menyeka mulut
dengan serbet lalu meninggalkan meja makan. Membuat semua orang serentak
berdiri dan memberi hormat. Mito bergegas menyusul sang suami untuk meredakan
kekesalannya.
***
Sementara itu di kediaman Uchiha, Fugaku sedang berada
di ruang kerja saat handphone-nya
berdering dan menampilkan nama Nagato di layar.
“Selamat malam, Shinno-sama.” Fugaku segera menjawab
panggilan yang tidak biasa itu.
“Selamat malam, Fugaku-san. Maaf kalau aku
mengganggumu.”
“Tidak Shinno-sama, apa ada sesuatu yang penting?”
“Ya, Fugaku-san. Besok pagi pukul sepuluh, datanglah
ke istana. Hokage ingin bertemu denganmu dan Sasuke.” Nagato tidak basa-basi
dan langsung menyampaikan maksudnya.
Fugaku sempat terdiam karena terkejut dengan undangan
mendadak dari Hokage. Tapi dia segera menjawab dengan tenang. “Baik
Shinno-sama.”
“Selamat malam, Fugaku-san.”
“Selamat malam, Shinno-sama.”
Telepon ditutup dan Fugaku masih bertanya-tanya dalam
hati. Dia mencoba menebak apa yang terjadi dan dugaan terkuat tentu saja
berhubungan dengan putra bungsunya. Menutup dokumen yang tadi sedang dibacanya,
Fugaku segera keluar dari ruang kerja untuk mencari Sasuke.
“Dimana adikmu?” tanya Fugaku saat berpapasan dengan
Shisui di koridor.
“Itachi atau Sasuke?” Shisui menatap sang ayah heran.
“Sasuke.”
“Sepertinya dia ada dikamar.”
Fugaku tak lagi menjawab dan bergegas menuju lantai
dua. Dia mengetuk pintu setibanya di depan kamar Sasuke.
“Otou-sama, ada apa?” Bungsu Uchiha itu membuka lebar
pintu kamarnya dan mempersilakan ayahnya masuk. Shisui yang penasaran ternyata
juga mengikuti sang ayah. Dia berhenti di ambang pintu saat Fugaku bertanya
pada adiknya.
“Apa hari ini kau melakukan sesuatu yang berhubungan
dengan Hime-sama?”
Sasuke menoleh pada kakaknya yang langsung menggeleng
dan kembali menatap sang ayah sembari mengangguk. “Aku bertemu Hime di café
siang tadi.”
Fugaku masih berekspresi datar, sementara Shisui cukup
terkejut mendengarnya. Itachi yang baru saja keluar dari kamar merasa heran
melihat kakak sulungnya berdiri di ambang pintu kamar Sasuke yang terbuka. Dia
pun menghampirinya.
“Kau menghubungi Hime-sama?” tanya Fugaku dengan
kening berkerut.
Kali ini Sasuke menggeleng. “Naru-hime yang memintaku
datang untuk menemaninya makan siang.”
“Wow!” Itachi menyuarakan keterkejutannya hingga
membuat sang ayah menoleh. Dia meringis saat Shisui menusuk perutnya dengan
siku.
“Hanya itu?” tanya Fugaku setelah kembali fokus pada
Sasuke.
“Iya, Otou-sama. Sebenarnya ada apa?” Sasuke penasaran
kenapa sang ayah menanyainya.
“Hokage meminta kita berdua datang ke istana besok
pagi.”
“Apa terjadi sesuatu?” kali ini Shisui yang bertanya.
Fugaku menggeleng. “Aku juga tidak tahu, Nagato
Shinno-sama yang baru saja meneleponku dan dia tidak menyampaikan informasi
apapun selain memintaku datang bersama Sasuke.”
Sasuke tampak berpikir. “Apakah mungkin ini masalah
bunga?”
Fugaku dan kedua putranya serempak menatap Sasuke
dengan tatapan menuntut penjelasan.
“Bunga apa maksudmu, Sasuke?” tanya Itachi yang tidak
bisa menahan rasa penasarannya.
“Siang tadi aku memberi Naru-hime buket bunga mawar
putih kesukaannya. Aku tidak tahu kalau-,”
“Apa?!” ucapan Sasuke terpotong oleh pekikan Shisui
dan Itachi. Fugaku bahkan mengerutkan kening dan berpikir kalau dia salah
mendengar penjelasan putra bungsunya.
“Kau memberi Hime-sama buket bunga Mawar Putih?”
Fugaku kembali bertanya.
Sasuke mengangguk dan Shisui langsung memijat
pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Itachi ingin tertawa tapi takut sang ayah
marah. Wajah Fugaku yang datar membuat Itachi tidak bisa menebak apa yang
tengah dipikirkan oleh ayahnya.
“Bukankah aku sudah memberimu buku Etiket Kerajaan?
Apa kau tidak membacanya Sasuke?” tanya Shisui yang masih memijat pelipisnya.
“Aku belum sempat membacanya,” jawab Sasuke datar.
Fugaku menghela napas panjang. “Malam ini kau harus
mulai membaca buku itu dan besok pagi bersiaplah untuk menghadap Hokage,”
katanya yang kemudian meninggalkan kamar Sasuke.
Shisui dan Itachi masuk ke dalam kamar lalu duduk di
tepi tempat tidur Sasuke.
“Apa belum cukup kau membuat sensasi di malam ulang
tahun Ojii-sama?” Itachi tertawa melihat adik bungsunya yang tampak tenang
seolah tidak melakukan kesalahan.
“Aku tidak membuat sensasi,” Sasuke berkilah seraya
menarik kursi kerjanya dan kembali menatap layar laptop dimana dia tengah
mengedit foto.
“Apa kau tahu kalau memberi buket bunga untuk keluarga
kerajaan itu terlarang, Sasuke?” Shisui benar-benar tidak habis pikir dengan
tindakan adiknya.
“Tidak,” Sasuke menoleh dan mendapati kedua kakaknya
menatapnya frustasi. “Aku baru tahu setelah Shikamaru memberitahuku siang tadi.
Tapi Hime-sama tidak menolaknya, dia menerima buket pemberianku.”
“Hah?!” Lagi-lagi Shisui dan Itachi di buat terkejut.
“Kau tidak bercanda?” Itachi tentu saja tidak percaya.
Sasuke menggeleng.
“Hime-sama menerimanya?” tanya Shisui yang juga masih
tidak percaya.
Kali ini Sasuke mengangguk. “Ya, dia menyukai bunganya
dan mengucapkan terima kasih. Maka dari itu, kupikir ini bukan masalah besar,”
lanjutnya seraya mengendikkan bahu.
Shisui dan Itachi saling bertukar pandang.
“Jika Hime-sama tidak mempermasalahkannya, lalu untuk
apa Hokage memanggilmu? Onii-sama, apa mungkin Hokage akan langsung menikahkan
mereka berdua?” tanya Itachi dengan konyolnya.
“Apa itu mungkin?” Sasuke jelas tertarik dengan ucapan
Itachi.
“Mungkin apanya? Aku justru takut Hokage tidak
merestui hubungan kalian karena kelancanganmu!” Shisui mengacak rambutnya
dengan ekspresi kesal. “Baca bukunya Sasuke, jangan membuat ulah lagi.”
Itachi menahan tawa melihat kekesalan kakak sulungnya.
“Jangan khawatir Onii-sama, aku siap bertemu dengan
Hokage besok. Yang pasti, aku tidak akan mundur meski Hokage tidak merestuiku,”
jawab Sasuke dengan penuh percaya diri.
Shisui menghela napas panjang. “Itachi, adikmu gila,”
gumamnya kesal dan itu sukses membuat Itachi akhirnya tertawa.
“Dia juga adikmu, Onii-sama.”
***
Keesokan paginya, Naruto merasa malas untuk bangun
dari tempat tidur. Dalam hati dia merasa kesal karena Sasuke membuatnya tidak
bisa tidur. Sekarang dia masih merasa lelah, bahkan ketukan di pintu kamar juga
tak membuatnya beranjak. Pintu terbuka dan sang nenek masuk bersama dengan
empat orang pelayan yang langsung sibuk membuka tirai juga menyiapkan air mandi
untuknya.
“Selamat pagi, Obaa-sama,” Naruto bersandar pada
kepala tempat tidur lalu memberi salam.
“Kau tidak enak badan?” Mito duduk di tepi tempat
tidur cucunya. Menyentuh keningnya lalu mengusap kepalanya lembut.
“Tidak, hanya masih mengantuk.”
Mito tersenyum dan perhatiannya teralihkan saat
menatap vas bunga di atas nakas.
“Tolong jangan membahasnya,” pinta Naruto begitu
menyadari arah pandangan neneknya.
“Sayang, apa kau menyukai Uchiha Sasuke?” tanya Mito
dengan hati-hati.
“Obaa-sama, kumohon jangan membahasnya.” Naruto
menggenggam tangan Mito di atas pangkuannya.
“Sayangnya kita tetap harus membicarakan masalah ini.
Kakekmu marah karena menganggap Sasuke bertindak lancang dengan memberimu bunga
padahal tidak ada hubungan apapun di antara kalian.” Mito mencoba menjelaskan.
Naruto menghela napas lalu mengalihkan pandangannya ke
luar jendela.
“Kakekmu bahkan memanggil Fugaku dan Sasuke untuk
datang ke istana nanti.”
“Apa?!” Naruto menoleh dengan cepat.
“Karena itulah aku bertanya.” Mito mengusap wajah cucu
kesayangannya. “Bagaimana pun kau adalah seorang Hime. Sasuke tidak boleh
mempermainkanmu seperti itu hanya dengan alasan tidak tahu.”
“Dia tidak mempermainkanku-,”
“Bagaimana kau tahu?” Suara Hashirama membuat Naruto
menoleh ke arah pintu.
“O-ojii-sama.” Naruto tak bisa bicara saat melihat
ekspresi kakeknya.
“Naru, aku tidak keberatan kau menjalin hubungan
dengannya. Tapi dia tidak boleh memperlakukanmu seperti ini. Kau punya
kehormatan sebagai seorang putri dari istana Uzushio.” Hokage dengan jelas
menekankan setiap kalimatnya pada sang cucu. Dia sakit hati karena merasa
Sasuke sudah merendahkan Naruto dengan merayunya secara sembarangan.
Perkataan Hashirama membuat hati Naruto serasa
diremas. Inilah yang ditakutkannya selama ini. Mencintai dirinya yang adalah
seorang putri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Jujur saja, Naruto
suka cara Sasuke mencintainya. Tapi hubungan mereka terikat oleh aturan, etiket
dan juga tradisi. Apakah Sasuke benar-benar sanggup menjalaninya?
Melihat Naruto yang hanya menundukkan kepala membuat
Mito kemudian beranjak untuk meredakan kemarahan suaminya. “Anata.”
“Sampai aku selesai bicara dengan Fugaku dan Sasuke,
kau dilarang keluar istana dan bertemu dengannya.”
“Baik, Ojii-sama,” jawab Naruto sembari mengangguk
pada sang kakek tapi masih tidak menatap matanya. Hashirama meninggalkan kamar
Naruto dengan kemarahan di hatinya.
“Naru-chan,” Mito mengusap kepala cucunya dengan penuh
sayang saat kembali duduk di sisinya. “Kakekmu bukan marah padamu, kau mengerti
bukan?”
Naruto hanya bisa mengangguk dalam diam saat kemudian
Mito memeluknya. Dia meremas selimut di atas pengkuannya untuk menahan emosi.
“Obaa-sama, aku ingin sendiri sekarang.”
Mito menghela napas, mengerti keinginan cucunya. “Kami
seua menyayangimu.” Sekali lagi dia memeluk Naruto, mencium keningnya, lalu
memerintahkan semua pelayan keluar dan meninggalkannya sendiri di kamar.
Tanpa bisa ditahan, air mata Naruto jatuh begitu pintu
kamar kembali tertutup.
***
>>Bersambung<<
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments