Nami Cafe - Chapter 14

Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.

Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.

Happy reading.

===========================================================



Makan malam di istana Uzushio berjalan dengan tenang. Mito menahan diri untuk bicara sampai hidangan utama selesai dan hidangan penutup di sajikan.

“Naru-chan,” panggilnya dengan suara lembut.

“Ya Obaa-sama?” jawab Naruto seraya menyeka bibirnya dengan serbet. Dia mendengar sang kakak mendengkus pelan di sebelahnya. Mungkin Kurama sudah bisa menebak apa yang ingin ditanyakan oleh neneknya.

“Bagaimana pertemuanmu siang tadi? Apa semua berjalan lancar?” Mito tidak dapat menyembunyikan antusiasnya dan itu membuat Hashirama dan Konan tersenyum. Nagato dan Yahiko juga tampak penasaran dengan jawaban Naruto.

“Baik,” jawab Naruto singkat yang membuat semua orang menatapnya dengan bingung.

“Hanya itu? Baik?” Konan jelas tidak puas dengan jawaban keponakannya.

“Ya, semua baik, memang kenapa?” Naruto tentu saja paham maksud semua orang menginterogasinya. Tapi sudah cukup siang tadi dirinya kacau di depan Shikamaru, tapi tidak di depan keluarganya.

“Ng, mungkin sesuatu yang lain? Kau bahagia? Kalian menghabiskan waktu dengan banyak berbincang satu sama lain, atau semacamnya? Kau menikmati pertemuanmu dengannya?” Mito sedikit lebih banyak menjabarkan jawaban yan diinginkannya.

“Ya, Obaa-sama.” Naruto menahan senyumnya melebar dengan menyendok puding labu dan menikmatinya dengan tenang.

Hashirama mengamati sikap cucunya. Naruto tersenyum tapi bahkan tidak berani memandang mata nenek juga bibinya. “Naru,” panggilnya kemudian.

“Ya, Ojii-sama?” Kali ini Naruto menatap mata kakeknya.

“Apa aku perlu bertemu Fugaku dalam waktu dekat ini?”

“Uhuk!!” Dan kalimat itu sukses membuat Naruto tersedak.

Kurama menghela napas lalu memberikan segelas air pada sang adik sembari menepuk lembut tengkuknya. Baginya sikap Naruto sudah sangat jelas.

“A-apa maksud Ojii-sama,” ucap Naruto di sela batuknya dan kembali meneguk air hingga habis. Naruto semakin tidak bisa bicara saat melihat wajah Mito dan Konan yang berbinar.

“Jadi begitukah?” Mito tersenyum puas.

“Aku ikut senang, akhirnya kau menemukan seseorang yang cocok dengamu. Semoga kalian bahagia.” Konan bahkan menyeka air dari sudut matanya.

“Tunggu, apa maksudnya?” Naruto berdeham dan tidak lagi berminat menghabiskan pudingnya.

“Tidak perlu bersandiwara. Melihat wajah merahmu sudah cukup membuatku tahu perasaanmu padanya.” Kali ini Kurama yang bicara. Wajahnya masih tampak kesal.

Spontan Naruto memegang wajahnya dan itu membuat seluruh keluarganya menahan tawa. Ini sungguh pemandangan yang lucu. Sebelumnya mereka tidak pernah melihat Naruto tersipu.

“Ka-kalian salah paham, aku dan Sasuke belum menjalin hubungan sejauh itu.” Bungsu Namikaze itu tampak gugup menjelaskan.

“Oh ya? Lalu buket bunga mawar putih di kamarmu itu dari siapa?” Kurama mencubit hidung adiknya.

“Buket Mawar Putih?!” seru Hashirama dan Mito bersamaan.

“Sasuke berani memberimu buket bunga mawar putih?” Nagato bahkan sama terkejutnya.

Yahiko menatap Naruto tak percaya dan juga tak habis pikir dengan keberanian Uchiha Sasuke. “Dan kau menerimanya, Naru-chan?”

Naruto menoleh pada sang kakak yang justru menyeringai padanya.

“Kau pikir aku akan melepaskannya begitu saja, Imouto?”

“Tapi dia tidak tahu. Sasuke hanya tahu kalau bunga mawar putih adalah bunga kesukaanku!” Naruto bahkan hampir menjerit frustasi saat sang kakak justru mengendikkan bahu dengan santai dan seluruh keluarga masih menatapnya tak percaya. Dia pun menghela napas karena kesal. “Baiklah, aku selesai. Terima kasih untuk makan malamnya.” Naruto berdiri, memberi salam hormat pada semuanya lalu meninggalkan ruang makan dengan wajah masam. Dalam hati dia mencatat akan membuat perhitungan dengan sang kakak nanti.

***

Kekesalan di hati Naruto berkurang begitu sampai di kamarnya. Dia menatap bunga mawar putih yang kini sudah tertata cantik di dalam vas bunga, di atas meja nakas. Langkah kakinya melambat dan berhenti di tepi tempat tidur. Tangannya meraih setangkai mawar dan menciumnya, cukup untuk membuat hatinya kembali berdebar. Kilasan wajah Sasuke berkelebat di dalam benaknya.

Naruto berbaring dengan kaki menjuntai di tepi tempat tidur dan masih menggenggam mawar putihnya. Berpikir lebih jauh, dia bahkan masih tidak percaya dengan perasaannya. Benarkah dia jatuh cinta pada Sasuke? Semudah itukah dirinya jatuh cinta setelah bertemu banyak pria yang bahkan tak mampu membuatnya merasa tertarik untuk bertemu? Kecuali Neji dan Shikamaru, Naruto tidak pernah dekat dengan pria manapun.

“Sasuke,” gumamnya lirih, menikmati keheningan dan membiarkan pikirannya melayang. Naruto bahkan tidak menyadari kalau sudah meninggalkan kekacauan di ruang makan.

“Benarkah Naru menerima buket bunga dari Sasuke?” Hashirama menatap Kurama dengan ekspresi serius.

“Benar Ojii-sama,” jawab Kurama tenang.

“Naru bilang hubungan mereka belum sejauh itu, tapi bagaimana mungkin dia menerima bunga begitu saja. Dan mawar putih? Itu sungguh …,” Mito bahkan tidak sanggup melanjutkan perkataannya dan menghela napas perlahan. Kabar ini sungguh mengejutkan.

“Apa Sasuke benar-benar tidak tahu apa arti memberi buket bunga pada keluarga istana?” Nagato merasa kalau calon keponakannya ini sungguh berani.

“Itu aku tidak tahu,” Kurama menggeleng, dalam hati tertawa senang. Dia tidak perlu berbuat apa-apa untuk membalas Sasuke yang lancang. Keluarganya pasti akan bertindak. Setidaknya Sasuke harus diberi pelajaran karena sudah bersikap terlalu berani pada adiknya.

“Nagato, hubungi Fugaku dan Sasuke malam ini dan minta mereka menemuiku besok.”

“Anata-,”

“Aku hanya ingin bicara pada Sasuke. Dia harus tahu apa yang sudah dilakukannya.” Hashirama tidak mengijinkan Mito menyela.

“Baik Otou-sama.”

Masih dengan raut wajah datar, Hashirama menyeka mulut dengan serbet lalu meninggalkan meja makan. Membuat semua orang serentak berdiri dan memberi hormat. Mito bergegas menyusul sang suami untuk meredakan kekesalannya.

***

Sementara itu di kediaman Uchiha, Fugaku sedang berada di ruang kerja saat handphone-nya berdering dan menampilkan nama Nagato di layar.

“Selamat malam, Shinno-sama.” Fugaku segera menjawab panggilan yang tidak biasa itu.

“Selamat malam, Fugaku-san. Maaf kalau aku mengganggumu.”

“Tidak Shinno-sama, apa ada sesuatu yang penting?”

“Ya, Fugaku-san. Besok pagi pukul sepuluh, datanglah ke istana. Hokage ingin bertemu denganmu dan Sasuke.” Nagato tidak basa-basi dan langsung menyampaikan maksudnya.

Fugaku sempat terdiam karena terkejut dengan undangan mendadak dari Hokage. Tapi dia segera menjawab dengan tenang. “Baik Shinno-sama.”

“Selamat malam, Fugaku-san.”

“Selamat malam, Shinno-sama.”

Telepon ditutup dan Fugaku masih bertanya-tanya dalam hati. Dia mencoba menebak apa yang terjadi dan dugaan terkuat tentu saja berhubungan dengan putra bungsunya. Menutup dokumen yang tadi sedang dibacanya, Fugaku segera keluar dari ruang kerja untuk mencari Sasuke.

“Dimana adikmu?” tanya Fugaku saat berpapasan dengan Shisui di koridor.

“Itachi atau Sasuke?” Shisui menatap sang ayah heran.

“Sasuke.”

“Sepertinya dia ada dikamar.”

Fugaku tak lagi menjawab dan bergegas menuju lantai dua. Dia mengetuk pintu setibanya di depan kamar Sasuke.

“Otou-sama, ada apa?” Bungsu Uchiha itu membuka lebar pintu kamarnya dan mempersilakan ayahnya masuk. Shisui yang penasaran ternyata juga mengikuti sang ayah. Dia berhenti di ambang pintu saat Fugaku bertanya pada adiknya.

“Apa hari ini kau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan Hime-sama?”

Sasuke menoleh pada kakaknya yang langsung menggeleng dan kembali menatap sang ayah sembari mengangguk. “Aku bertemu Hime di café siang tadi.”

Fugaku masih berekspresi datar, sementara Shisui cukup terkejut mendengarnya. Itachi yang baru saja keluar dari kamar merasa heran melihat kakak sulungnya berdiri di ambang pintu kamar Sasuke yang terbuka. Dia pun menghampirinya.

“Kau menghubungi Hime-sama?” tanya Fugaku dengan kening berkerut.

Kali ini Sasuke menggeleng. “Naru-hime yang memintaku datang untuk menemaninya makan siang.”

“Wow!” Itachi menyuarakan keterkejutannya hingga membuat sang ayah menoleh. Dia meringis saat Shisui menusuk perutnya dengan siku.

“Hanya itu?” tanya Fugaku setelah kembali fokus pada Sasuke.

“Iya, Otou-sama. Sebenarnya ada apa?” Sasuke penasaran kenapa sang ayah menanyainya.

“Hokage meminta kita berdua datang ke istana besok pagi.”

“Apa terjadi sesuatu?” kali ini Shisui yang bertanya.

Fugaku menggeleng. “Aku juga tidak tahu, Nagato Shinno-sama yang baru saja meneleponku dan dia tidak menyampaikan informasi apapun selain memintaku datang bersama Sasuke.”

Sasuke tampak berpikir. “Apakah mungkin ini masalah bunga?”

Fugaku dan kedua putranya serempak menatap Sasuke dengan tatapan menuntut penjelasan.

“Bunga apa maksudmu, Sasuke?” tanya Itachi yang tidak bisa menahan rasa penasarannya.

“Siang tadi aku memberi Naru-hime buket bunga mawar putih kesukaannya. Aku tidak tahu kalau-,”

“Apa?!” ucapan Sasuke terpotong oleh pekikan Shisui dan Itachi. Fugaku bahkan mengerutkan kening dan berpikir kalau dia salah mendengar penjelasan putra bungsunya.

“Kau memberi Hime-sama buket bunga Mawar Putih?” Fugaku kembali bertanya.

Sasuke mengangguk dan Shisui langsung memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Itachi ingin tertawa tapi takut sang ayah marah. Wajah Fugaku yang datar membuat Itachi tidak bisa menebak apa yang tengah dipikirkan oleh ayahnya.

“Bukankah aku sudah memberimu buku Etiket Kerajaan? Apa kau tidak membacanya Sasuke?” tanya Shisui yang masih memijat pelipisnya.

“Aku belum sempat membacanya,” jawab Sasuke datar.

Fugaku menghela napas panjang. “Malam ini kau harus mulai membaca buku itu dan besok pagi bersiaplah untuk menghadap Hokage,” katanya yang kemudian meninggalkan kamar Sasuke.

Shisui dan Itachi masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi tempat tidur Sasuke.

“Apa belum cukup kau membuat sensasi di malam ulang tahun Ojii-sama?” Itachi tertawa melihat adik bungsunya yang tampak tenang seolah tidak melakukan kesalahan.

“Aku tidak membuat sensasi,” Sasuke berkilah seraya menarik kursi kerjanya dan kembali menatap layar laptop dimana dia tengah mengedit foto.

“Apa kau tahu kalau memberi buket bunga untuk keluarga kerajaan itu terlarang, Sasuke?” Shisui benar-benar tidak habis pikir dengan tindakan adiknya.

“Tidak,” Sasuke menoleh dan mendapati kedua kakaknya menatapnya frustasi. “Aku baru tahu setelah Shikamaru memberitahuku siang tadi. Tapi Hime-sama tidak menolaknya, dia menerima buket pemberianku.”

“Hah?!” Lagi-lagi Shisui dan Itachi di buat terkejut.

“Kau tidak bercanda?” Itachi tentu saja tidak percaya.

Sasuke menggeleng.

“Hime-sama menerimanya?” tanya Shisui yang juga masih tidak percaya.

Kali ini Sasuke mengangguk. “Ya, dia menyukai bunganya dan mengucapkan terima kasih. Maka dari itu, kupikir ini bukan masalah besar,” lanjutnya seraya mengendikkan bahu.

Shisui dan Itachi saling bertukar pandang.

“Jika Hime-sama tidak mempermasalahkannya, lalu untuk apa Hokage memanggilmu? Onii-sama, apa mungkin Hokage akan langsung menikahkan mereka berdua?” tanya Itachi dengan konyolnya.

“Apa itu mungkin?” Sasuke jelas tertarik dengan ucapan Itachi.

“Mungkin apanya? Aku justru takut Hokage tidak merestui hubungan kalian karena kelancanganmu!” Shisui mengacak rambutnya dengan ekspresi kesal. “Baca bukunya Sasuke, jangan membuat ulah lagi.”

Itachi menahan tawa melihat kekesalan kakak sulungnya.

“Jangan khawatir Onii-sama, aku siap bertemu dengan Hokage besok. Yang pasti, aku tidak akan mundur meski Hokage tidak merestuiku,” jawab Sasuke dengan penuh percaya diri.

Shisui menghela napas panjang. “Itachi, adikmu gila,” gumamnya kesal dan itu sukses membuat Itachi akhirnya tertawa.

“Dia juga adikmu, Onii-sama.”

***

Keesokan paginya, Naruto merasa malas untuk bangun dari tempat tidur. Dalam hati dia merasa kesal karena Sasuke membuatnya tidak bisa tidur. Sekarang dia masih merasa lelah, bahkan ketukan di pintu kamar juga tak membuatnya beranjak. Pintu terbuka dan sang nenek masuk bersama dengan empat orang pelayan yang langsung sibuk membuka tirai juga menyiapkan air mandi untuknya.

“Selamat pagi, Obaa-sama,” Naruto bersandar pada kepala tempat tidur lalu memberi salam.

“Kau tidak enak badan?” Mito duduk di tepi tempat tidur cucunya. Menyentuh keningnya lalu mengusap kepalanya lembut.

“Tidak, hanya masih mengantuk.”

Mito tersenyum dan perhatiannya teralihkan saat menatap vas bunga di atas nakas.

“Tolong jangan membahasnya,” pinta Naruto begitu menyadari arah pandangan neneknya.

“Sayang, apa kau menyukai Uchiha Sasuke?” tanya Mito dengan hati-hati.

“Obaa-sama, kumohon jangan membahasnya.” Naruto menggenggam tangan Mito di atas pangkuannya.

“Sayangnya kita tetap harus membicarakan masalah ini. Kakekmu marah karena menganggap Sasuke bertindak lancang dengan memberimu bunga padahal tidak ada hubungan apapun di antara kalian.” Mito mencoba menjelaskan.

Naruto menghela napas lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

“Kakekmu bahkan memanggil Fugaku dan Sasuke untuk datang ke istana nanti.”

“Apa?!” Naruto menoleh dengan cepat.

“Karena itulah aku bertanya.” Mito mengusap wajah cucu kesayangannya. “Bagaimana pun kau adalah seorang Hime. Sasuke tidak boleh mempermainkanmu seperti itu hanya dengan alasan tidak tahu.”

“Dia tidak mempermainkanku-,”

“Bagaimana kau tahu?” Suara Hashirama membuat Naruto menoleh ke arah pintu.

“O-ojii-sama.” Naruto tak bisa bicara saat melihat ekspresi kakeknya.

“Naru, aku tidak keberatan kau menjalin hubungan dengannya. Tapi dia tidak boleh memperlakukanmu seperti ini. Kau punya kehormatan sebagai seorang putri dari istana Uzushio.” Hokage dengan jelas menekankan setiap kalimatnya pada sang cucu. Dia sakit hati karena merasa Sasuke sudah merendahkan Naruto dengan merayunya secara sembarangan.

Perkataan Hashirama membuat hati Naruto serasa diremas. Inilah yang ditakutkannya selama ini. Mencintai dirinya yang adalah seorang putri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Jujur saja, Naruto suka cara Sasuke mencintainya. Tapi hubungan mereka terikat oleh aturan, etiket dan juga tradisi. Apakah Sasuke benar-benar sanggup menjalaninya?

Melihat Naruto yang hanya menundukkan kepala membuat Mito kemudian beranjak untuk meredakan kemarahan suaminya. “Anata.”

“Sampai aku selesai bicara dengan Fugaku dan Sasuke, kau dilarang keluar istana dan bertemu dengannya.”

“Baik, Ojii-sama,” jawab Naruto sembari mengangguk pada sang kakek tapi masih tidak menatap matanya. Hashirama meninggalkan kamar Naruto dengan kemarahan di hatinya.

“Naru-chan,” Mito mengusap kepala cucunya dengan penuh sayang saat kembali duduk di sisinya. “Kakekmu bukan marah padamu, kau mengerti bukan?”

Naruto hanya bisa mengangguk dalam diam saat kemudian Mito memeluknya. Dia meremas selimut di atas pengkuannya untuk menahan emosi. “Obaa-sama, aku ingin sendiri sekarang.”

Mito menghela napas, mengerti keinginan cucunya. “Kami seua menyayangimu.” Sekali lagi dia memeluk Naruto, mencium keningnya, lalu memerintahkan semua pelayan keluar dan meninggalkannya sendiri di kamar.

Tanpa bisa ditahan, air mata Naruto jatuh begitu pintu kamar kembali tertutup.

***

>>Bersambung<<

>>Nami Cafe - Chapter 13<<

>>Nami Cafe - Chapter 15<<

A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.

You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.

Thank you *deep_bow

Post a Comment

0 Comments