Siapa yang mengancammu Maya?" Sebuah
kesimpulan muncul dalam kepala Masumi, ekspresi tenangnya seketika berubah.
Garis wajah Masumi berubah keras dan matanya menatap tajam sepasang mata bulat
Maya yang tampak sendu menahan air mata.
"Masumi, aku-,"
"Shiori yang mengancammu?" Tebak
Masumi ketika Maya menggantungkan kalimatnya. Ketegangannya mereda sesaat.
Maya mendesah panjang, "Kak Hijiri pasti
sudah melapor padamu kan?"
"Tapi sepertinya kau tidak berniat
menceritakannya padaku," tatapan Masumi masih memasung pandangan mata
Maya, membuat gadis itu merasa jengah karena introgasi kekasihnya -kalau boleh
dia sebut begitu-.
"Untuk apa? Tidak ada yang perlu
diceritakan, tidak ada yang penting." Maya mengendikkan bahunya.
"Untuk apa? Tentu saja agar aku tahu
ancaman apa yang diberikan Shiori padamu sampai kau demam malam itu dan
sekarang datang dengan panik menemuiku. Agar aku tahu apa yang harus aku
lakukan untuk melindungi kekasihku. Apa alasan itu cukup?"
Maya terdiam.
"Maya?" Masumi meraih tangan Maya dan
menggenggamnya dengan lembut, "Jadi benar Shiori mengancammu? Membuatmu
mengkhawatirkanku?"
Lagi-lagi helaan napas panjang lolos dari bibir
merah muda Maya, semua hal yang terjadi terasa begitu melelahkan baginya,
"Kau tahu Masumi," katanya kemudian dengan suara rendah, "Aku
tidak pernah takut hal buruk menimpaku tapi...tidak denganmu. Alasan kenapa aku
melepaskanmu, merelakanmu bersama...nya, adalah karena aku tidak mau melihatmu
terluka jika harus melawan ayahmu juga keluarga Takamiya."
"Dan kau pikir aku akan rela hal buruk
menimpamu?" Tegas Masumi kemudian, Maya tersentak dengan ekspresi Masumi
yang seketika mengeras, "Kau pikir kenapa aku menerima pernikahan konyol
itu? Kenapa aku tetap meminta Hijiri terus mengawasimu? Alasan yang sama Maya,
alasan yang sama. Aku tidak mau kau terluka."
Hening menjadi jeda diantara keduanya, memberi
waktu untuk mendinginkan pikiran. Bukan hal yang bagus jika mereka bertengkar
saat ini, di kantor Masumi. Tangan Maya dan Masumi masih saling bertaut, seolah
mencoba saling menenangkan, meredakan ketegangan.
"Jadi," Maya kembali berani bicara
saat ekspresi Masumi melembut, diapun mengeratkan tangannya pada tangan Masumi
yang masih menggenggamnya, "Kita sama-sama berkorban untuk melindungi satu
sama lain?"
"Sudah jelas bukan," tegas Masumi
lagi tapi dengan suara yang lebih lembut.
"Dan...," Maya terdiam.
"Dan ku mohon padamu untuk tidak
memusingkan masalah perceraianku." Lanjut Masumi, "Bukankah ini yang
terbaik? Shiori melepaskanku. Kita bisa bersama, meski...ya, aku tidak tahu
dengan apa yang direncanakannya untukku, ehm, untukmu juga. Tapi setidaknya
ketika kita bisa kembali bersama, aku bisa lebih mudah melindungimu."
Jelas Masumi. Matanya menatap tajam kekasihnya, berusaha menanamkan keyakinan
yang ada di dalam hatinya. Mencapai kata sepakat untuk mereka bisa kembali
bersama.
"Bersama, lagi?" Tanya Maya terbata,
sangsi.
"Kau tidak lupa lamaranku tempo hari
kan?" Kali ini Masumi mengulas sebuah senyum tipis. Berusaha mengurai
suasana tidak nyaman diantara mereka meski nyatanya tak banyak membantu karena
Maya yang mendengus kesal jelas menggambarkan ketidak nyamanan gadis itu.
Entah untuk yang keberapa kalinya sejak dia
datang, Maya kembali menghela napas panjang. "Aku rasa sebaiknya aku pergi
sekarang. Kau membuatku semakin pusing Tuan Hayami." Katanya seraya
menarik tangan mungilnya dan memijit perlahan pangkal hidungnya.
"Sudah ku bilang tidak perlu dipikirkan.
Aku akan menyelesaikan semuanya. Percayalah." Masumi mengusap lembut bahu
Maya.
"Entahlah. Aku memang sedang tidak bisa
berpikir sekarang." Maya berdiri dari tempatnya dan merapikan pakaian juga
tatanan rambutnya dengan jemari lentiknya. Tepat saat Maya selesai, Masumi
justru menarik gadis itu ke dalam pelukannya, membisikkan kata-kata menenangkan
di telinga Maya.
"Aku percaya padamu," jawab Maya
lirih namun masih bisa di dengar jelas oleh Masumi dan membuat sang Direktur
muda itu tersenyum lega.
"Maaf sudah mengganggumu, aku pergi,"
kata Maya.
"Kau bersama supirmu?" Tanya Masumi.
Maya hanya mengangguk.
"Hati-hati," ucap Masumi kemudian dan
masih sempat memberikan kecupan di kening Maya sebelum gadis itu pergi
meninggalkan ruangannya.
***
Aku
mencintaimu, semua akan baik-baik saja. Percayalah padaku.
Bisikan Masumi di telinga Maya masih terus
bergema di dalam kepalanya. Meski faktanya sekarang dia tengah duduk di jok
penumpang, di dalam sedan mewahnya, bersama supir pribadinya -orang kepercayaan
Masumi tentunya, Kyou Masato.
"Anda baik-baik saja Nona?"
Pertanyaan Masato membuat Maya menghentikan lamunannya dan menatap supir muda
itu melalui kaca spion tengah.
"Ya," jawab Maya singkat seraya
mengulas senyum tipis.
Masato tentu saja tidak percaya. Nonanya memang
aktris papan atas tapi dia sama sekali tidak bisa berakting di dunia nyata.
Tahu jika Nonanya butuh ketenangan, Masato memutuskan untuk diam. Tugasnya
bukan hanya mengantar Maya kemanapun nona itu ingin pergi tapi juga termasuk
menjaganya dan membuatnya seaman serta senyaman mungkin. Memang Masato tidak
sepenuhnya bisa mengamati Maya seperti Hijiri karena dia hanya bisa bersama
Maya saat gadis itu akan bepergian, selebihnya dia akan menjalankan tugas
'lain' dari Masumi. Apakah statusnya sama dengan Hijiri? Apapun itu, yang pasti
Masumi tidak pernah menempatkan orang sembarangan di sekeliling Maya-nya.
Dering handphone membuat Maya sibuk
mengobrak-abrik isi tas untuk menemukan sumber suara.
"Ya Nona Midori?" Jawab Maya setelah
menekan tombol accept di layar
handphonenya. Sejenak matanya kembali bertemu pandang dengan Masato ketika
supir itu kembali melihatnya melalui kaca spion. Tapi mendengar nama Midori
disebut, yang adalah nama menejer Maya, Masato kembali fokus menatap jalan dan
membiarkan Nonanya menerima panggilan.
"Tenang saja, aku sedang dalam perjalanan.
Sekitar-," Maya mengamati sekeliling dan Masato mengatakan sesuatu yang
kemudian diulang Maya sebagai jawaban untuk menejernya, "sepuluh menit
lagi."
Maya menggumam tidak jelas dan sesaat kemudian
dia menutup teleponnya.
"Nona Midori terkadang berlebihan, aku
sudah minta ijin untuk break selama
dua jam dan baru satu jam aku pergi, dia sudah sibuk mencariku," gerutu
Maya lirih meski tetap bisa di dengar oleh Masato yang kini tengah menahan
senyumnya melebar.
Sebenarnya Maya bukan tipe penggerutu soal pekerjaan
tapi Masato cukup mengerti akan apa yang membuat nonanya saat ini tidak dalam
mood terbaiknya. Memang apa yang akan kau rasakan saat wajah orang yang kau
cintai terpampang besar di media dengan berita perceraian yang menghebohkan?
Sungguh dilema bagi seorang Maya.
Tepat perhitungan Masato, sepuluh menit
kemudian mobil sudah terparkir di halaman sebuah gereja tua, tempat Maya
syuting untuk film layar lebar terbarunya, Aishiteru. Para kru tengah sibuk
mempersiapkan semua perlengkapan dan perhatian Maya langsung teralihkan begitu
mendengar suara Midori memanggilnya. Menejer cantik bertubuh tinggi dengan
tampilan modisnya itu sudah berdiri di dekat tempat duduk Maya yang sudah
disiapkan sejak pagi tadi. Makanan, minuman, peralatan make up, kostum dan sebagainya
sudah tertata rapi. Tidak lupa penata rias dan busana pribadinya juga sudah
siaga di tempatnya seraya merapikan beberapa kostum di dalam koper. Maya
terkadang kewalahan menghadapi pelayanan dari mereka mengingat dulu dirinya
selalu mengerjakan semua itu sendiri. Dilayani bukanlah kebiasaan Maya meski
sejak menjadi aktris kelas A Daito dirinya sangat-sangat berusaha untuk
membiasakan diri -meski hasilnya tidak juga mengurangi rasa jengah ketika
dikelilingi banyak orang yang melayaninya-.
"Anda baik-baik saja Nona?" Tanya
Midori begitu Maya duduk di kursinya. Ada nama Maya tertulis di bagian belakang
kursi.
"Apa aku kelihatan tidak baik?" Maya
memiringkan kepalanya seraya menarik sudut bibirnya menjadi senyum lucu.
"Tidak juga," jawab Midori.
"Nah, berhentilah bertanya kalau
begitu," Maya terkikik. Sejenak melupakan semua masalah peliknya,
Maya mencoba untuk lebih santai agar syutingnya
bisa berjalan dengan baik. Proyek film kali ini cukup istimewa. Aishiteru, film
yang disutradarai oleh Tuan Himekawa, ayah Ayumi, dan didukung dengan sederet
nama aktor dan aktris papan atas. Selain Maya? Ingat bahwa Daito masih memiliki
Koji dan Ayumi. Ya, keduanya ternyata juga terpilih. Mengingat film ini
diharapkan bisa ikut masuk dalam nominasi penghargaan Cannes, tidak heran jika
Daito bersedia menggunakan senjata-senjata pamungkasnya sekaligus dalam satu
garapan film.
Beberapa pemain inti mulai berdatangan. Ayumi
yang baru saja datang langsung menyapa Maya dengan ramah.
"Apa kabar Maya?"
"Baik Ayumi, senang melihatmu,"
"Begitu juga aku,"
Keduanya saling melempar senyum dan kembali
fokus dengan persiapan masing-masing.
Maya sempat terkejut ketika Ayumi juga ikut
terpilih dan gadis, ah, nyonya muda itu menerimanya padahal dia baru saja melangsungkan
pernikahan. Lihat? Betapa ambisi dalam karier untuk Ayumi bisa mengalahkan
nikmatnya bulan madu yang di tawarkan oleh Peter. Suami Ayumi itu mengerti saja
dengan sifat keras kepala istrinya. Bukan hanya masalah karir sebenarnya, Ayumi
sangat terkenal sesungguhnya, hanya saja...bermain dalam satu film bersama
rival terbaiknya adalah hal yang sangat sulit di tolaknya.
Midori memberi tanda dengan mata pada Maya
ketika seorang pemuda tampan berjalan ke arah mereka. Sungguh Maya ingin pergi
begitu melihatnya. Bertemu dengan Koji saat ini bukanlah sesuatu yang
diharapkannya. Terkecuali saat berperan, Koji kadang membuat Maya sangat lelah
dengan semua usahanya meluluhkan hati sang bidadari merah itu.
"Apa kabar Maya," sapa Koji dengan
senyum menawannya.
Mau tidak mau Maya mengembangkan senyum dan berusaha bersikap ramah, "Baik Koji, bagaimana denganmu?"
Mau tidak mau Maya mengembangkan senyum dan berusaha bersikap ramah, "Baik Koji, bagaimana denganmu?"
"Tidak pernah sebaik ini dan...senang
melihatmu," Koji terseyum lebar dan mengerlingkan matanya sebelum
meninggalkan Maya menuju kursinya. Menejer Koji segera menyambutnya dan
mempersiapkan sang aktor untuk syuting perdananya.
"Sepertinya hari ini akan
melelahkan," ucap Maya kemudian.
Midori memberikan secangkir teh pada Maya
seraya menepuk lembut bahunya, "Nikmati saja Nona."
"Ya, ya, nikmati saja," balas Maya
seraya meneguk tehnya dan membiarkan cairan merah itu menyegarkan
tenggorokannya.
***
***
Masumi baru saja selesai menandatangani dokumen
terakhirnya. Kedatangan Maya membuat beberapa pekerjaannya sempat tertunda tapi
dengan kemampuan dan predikat gila kerja yang dimilikinya, hal itu bukanlah
masalah. Jarum jam baru menunjukkan pukul dua saat semua pekerjaan Masumi
selesai.
Menghela napas panjang, Masumi lega semua
urusan Daito berjalan dengan lancar. Setidaknya saat ini dia bisa
berkonsentrasi penuh untuk mengurus masalah perceraiannya dengan Shiori juga
memikirkan rencana indah yang sudah disusunnya untuk langkah hidup kedepannya.
Tanpa sadar Masumi tersenyum ketika membayangkan bahwa apa yang diimpikannya
selama ini, sesuatu yang dianggapnya tak kan pernah terwujud kini bisa di
raihnya. Maya. Masumi sadar jalannya tidak akan mudah tapi dia yakin kali ini
Maya pasti akan menjadi miliknya.
Suara dering interkom menyela perenungan Masumi
tentang semua rencananya.
"Ya, Mizuki?"
"Tuan Besar datang dan ingin bertemu anda."
Ayah?!
Masumi tertegun sejenak mendengar apa yang disampaikan Mizuki. Pasti ada hal
penting sampai ayahnya datang ke kantor. Berhenti berspekulasi, Masumi segera
meminta Mizuki mempersilakan ayahnya masuk. Masumi kembali terkejut ketika melihat
siapa yang datang bersama ayahnya dengan setelan jas formal.
Mizuki yang mengamati perubahan wajah Masumi
mengernyit penuh tanda tanya. Dia sendiri juga terkejut dengan kedatangan
Eisuke yang tiba-tiba. Dan laki-laki yang bersamanya...ehm, Mizuki merasa deja vu saat melihatnya.
"Mizuki, tolong minta office boy membuat teh untuk ayah." Perintah Masumi
menyadarkan Mizuki dari renungannya.
Membungkuk hormat, Mizuki bergegas meninggalkan
ruangan. Menunda analisa otak pintarnya.
Masumi menyapa sopan ayahnya sembari
mempersilakan mereka semua duduk di sofa tamu. Pria yang datang bersama Eisuke
mengangguk hormat pada Masumi tapi tetap berdiri di belakang sang tuan besar,
disamping sang pengawal setia, Asa. Masumi mengambil posisi di sofa, berhadapan
dengan Eisuke yang duduk di kursi rodanya.
"Ada hal penting yang mau aku sampaikan
padamu." Terang Eisuke kemudian.
"Pasti sangat penting sampai ayah datang
sendiri ke kantorku, bahkan bersama dengan, Hijiri." Jawab Masumi seraya
melayangkan padangan penuh tanda tanya pada sang pengawal rahasianya.
Hijiri diam dengan menjaga ekspresinya tetap
tenang meski itu bertolak belakang dengan apa yang dirasakannya. Dia tahu benar
kalau Masumi tidak suka kejutan seperti ini. Tapi apa daya, dirinya hanyalah
pria yang harus membalas budi dengan seluruh hidupnya pada keluarga Hayami.
Perintah Eisuke adalah mutlak baginya, tanpa bantahan. Meski hati kecilnya
lebih memilih untuk meletakkan seluruh kesetiaan serta pengabdiannya untuk
Masumi tapi tetap saja, Tuan besarnya, Eisuke Hayami, adalah pemegang kendali
tertinggi. Jendral besar yang tidak terbantahkan.
"Aku ingin kau memanggil semua Dewan
Direksi besok." Kata Eisuke tanpa basa-basi.
"Dewan Direksi?" Masumi menautkan
alisnya, heran.
"Wakil Direktur Arisawa menemuiku semalam
dan mengatakan ingin mengundurkan diri."
"Apa?" Masumi hampir saja berteriak
mendengar apa yang dikatakan ayahnya.
"Tapi Tuan Arisawa sama sekali tidak
mengatakan apapun padaku. Bahkan kemarin aku-," kepala Masumi seperti
dihantam oleh godam raksasa begitu otaknya menyadari apa yang sedang terjadi.
Pengunduran diri wakil direkturnya dan kedatangan Hijiri. Tanpa sadar tangannya
terkepal kuat di atas lutut, mencium hal yang tidak mengenakkan dari rencana
ayahnya. Sekilas melihat wajah Hijiri dan Masumi semakin yakin dengan
prediksinya.
Pintu terbuka dan Mizuki membawa nampan berisi
cangkir-cangkir teh. Mengabaikan kedatangan sekretarisnya, Masumi langsung
menatap tajam ayahnya.
"Hijiri adalah wakil direktur yang
baru." Bukan pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan tegas yang
dilontarkan Masumi pada pria paruh baya yang kini tengah menyeringai penuh
kemenangan padanya.
Mizuki hampir saja menjatuhkan nampan yang
dibawanya saat mendengar apa yang dikatakan Masumi. Namun dengan pengendalian
diri yang terlatih dan sudah sangat teruji di berbagai situasi, Mizuki berhasil
menenangkan dirinya. Meletakkan cangkir-cangkir itu di meja dengan sopan.
Mengabaikan percikan kemarahan yang tercipta diantara tatapan mata ayah dan
anak itu. Bukan rahasia lagi kalau Eisuke dan Masumi adalah orang-orang yang
keras kepala dan tidak mau mengalah. Dan sepertinya kejadian ini akan menjadi
genderang perang diantara keduanya. Siapa yang kuat akan mengendalikan si lemah.
Kekehan Eisuke memecah keheningan diantara
mereka. Masumi meminta Mizuki tetap tinggal dan sang sekretaris segera
memposisikan dirinya dengan berdiri di belakang sofa Masumi.
"Tidak sia-sia aku mendidikmu selama ini
Masumi." Kata Eisuke setelah puas melihat ekspresi Masumi.
"Apa maksud ayah dengan semua ini?"
Tanya Masumi kemudian.
"Apa maksudku?" Eisuke terlihat
senang mempermainkan putra semata wayangnya itu.
"Aku yakin Tuan Arisawa tidak mengundurkan
diri. Aku tidak peduli kesepakatan apa yang ayah buat dengannya tapi jelaskan
padaku tentang peran Hijiri disini. Dewan direksi tidak akan setuju begitu
saja, Hijiri adalah orang asing bagi mereka meski faktanya dia adalah urat nadi
Daito." Masumi dengan gamblang mengutarakan pemikirannya. Tidak ada yang
salah dengan apa yang dikatakannya. Masumi yakin ayahnya juga tahu hal itu. Dan
alasan kenapa Eisuke tetap memaksakan kehendaknyalah yang membuat Masumi
bingung. Sebuah dugaan terlintas di dalam kepalanya tapi Masumi menepisnya
jauh-jauh.
"Aku senang kau tidak mempermasalahkan
kesepakatanku dengan Arisawa," Eisuke kembali menyeringai senang,
"dan masalah Hijiri. Bukankah itu justru menguntungkan? Meletakkan orang
yang paling mengerti Daito disebelahmu? Seharusnya kau berterima kasih padaku."
Mizuki mengamati keadaan ini dengan seksama.
Sedikit banyak dia mulai mengerti dengan 'siapa' Hijiri sebelum ini. Ingatannya
kemudian melayang pada beberapa memori lampau, dimana dia pernah melihat pria
itu...Mizuki diam dalam keterkejutannya sendiri, kurir dan mawar ungu.
"Jangan bilang ini ada hubungannya dengan
perceraianku."
Kata-kata Masumi membuat Mizuki kembali fokus
pada pembicaraan. Dilihatnya Eisuke kembali menyeringai.
"Aku memang tidak bisa mengaturmu tapi aku
masih bisa mengawasimu, adil bukan?" Kata Eisuke terung terang.
Masumi diam namun matanya menatap tajam pada
sosok ayah dihadapannya.
"Apa yang sebenarnya ayah inginkan?"
Tanya Masumi, memecah keheningan diantara mereka.
Eisuke menyeringai lagi, "Kau akan tahu
nanti. Ayo Asa, kita pulang. Hijiri, kau tetap disini dan persiapkan semua
untuk besok."
Hijiri membungkuk hormat ketika Eisuke memutar
kursi rodanya dan pergi bersama Asa, "Baik Tuan Besar."
Masumi memandang dalam diam kepergian Eisuke.
Sementara Mizuki dengan cekatan membuka pintu dan mengantarkan kepulangan sang
ayah.
Cangkir-cangkir teh masih utuh di atas meja dan sepertinya tidak
ada satupun yang berniat menikmatinya. Suasana
menjadi hening sampai akhirnya Masumi menatap Hijiri tajam, meminta penjelasan.
Hijiri yang sudah sangat paham dengan sikap atasannya segera mendekat dan
mengangguk hormat.
"Jadi sekarang tugasmu adalah
mengawasiku?" Masumi memulai percakapan.
Belum sempat Hijiri menjawab, Mizuki sudah
datang dengan membawa beberapa dokumen di tangannya.
"Tuan Besar ingin anda mempelajari semua
berkas ini, Tuan Hijiri." Kata Mizuki.
Masumi menghela napas panjang, meredakan
ketegangan yang sejak tadi menyesakkannya. Hijiri masih belum menerima dokumen
dari Mizuki dan bergeming memandangi bosnya yang nampak kelelahan.
"Tuan,"
Masumi kembali menatap Hijiri.
"Tuan Besar tahu kalau Tuan masih
berhubungan dengan Nona dan saya adalah pengawal Nona." Terang Hijiri.
Mizuki tampak terkejut mendengarnya tapi tidak
dengan Masumi yang sekarang kembali menghela napas seraya mengendurkan simpul
dasinya.
"Sudah ku duga."
***
"Apa yang harus aku lakukan sekarang Rei?"
Maya yang tengah berbaring di sofa panjang di
ruang tengah apartemennya menatap sendu sahabat yang duduk didepannya.
"Kenapa kau justru pusing saat kau
memiliki kesempatan untuk bersama dengan Tuan Masumi?" Tanya Rei tidak
mengerti.
Maya mendesah panjang lalu bangun dan bersandar
pada lengan sofa, "Tidak semudah itu. Aku takut keluarga Takamiya ataupun
Tuan Besar Hayami akan menyakitinya."
"Maya, Tuan Masumi lebih dari mampu untuk
bisa melindungi dirinya. Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu." Rei
berdiri lalu berjalan menghampiri sahabatnya. Duduk di satu sofa yang sama dan
menatap lembut Maya yang tengah meringkuk memeluk lututnya.
Maya menggeleng pelan, "Nyonya Shiori
tidak mungkin bermain-main dengan ancamannya padaku."
"Tapi Maya, kalau memang Nyonya Shiori
tidak mau Tuan Masumi bersamamu, kenapa dia harus menceraikannya? Bukankah itu
tidak masuk akal?" Kata Rei.
Maya mengendikkan bahu dan menegakkan tubuhnya,
"Entahlah, aku tidak tahu. Hanya saja aku merasa akan ada hal buruk yang
terjadi. Aku takut."
Rei mengembangkan senyum dan mengusap lembut
lengan Maya, "Tenanglah, jangan berpikir berlebihan. Semua pasti baik-baik
saja. Aku percaya Tuan Masumi akan selalu melindungimu seperti apa yang sudah
dia lakukan selama ini padamu."
Sesaat Maya terdiam, menatap dalam sepasang
bola mata hitam sahabatnya lalu menghela napas panjang,
"Semoga."
***
Satu hal yang tidak pernah bisa dikalahkan
manusia adalah waktu. Hari demi hari terasa bagaikan gasing yang berputar bagi
Maya, cepat dan melelahkan. Bagaimana tidak, satu bulan terakhir dia disibukkan
dengan jadwal syuting, pemotretan, wawancara dan rentetan jadwal gila lainnya
yang membuatnya bahkan kesulitan meletakkan kepalanya di atas bantal.
Selain pekerjaan, tidak ada hal lain yang bisa
dipikirkannya, bahkan ketakutannya mengenai masalah perceraian Masumi juga
menguap entah kemana. Terakhir berita yang dlihatnya adalah konferensi pers
Masumi dan Shiori yang menyatakan mereka sudah resmi bercerai dua minggu yang
lalu. Mantan suami istri itu tampak begitu tenang di depan kamera menjawab
semua pertanyaan pers. Maya bahkan menggeleng heran melihatnya, bagaimana bisa
keduanya berakting sesempurna itu di hadapan media. Maya sendiri yang adalah
aktris tidak pernah bisa membayangkan untuk bisa berakting 'semua baik-baik
saja' di hadapan kamera.
Siang itu, Maya tengah berada di kota Kyoto
untuk pengambilan beberapa scene film Aishiteru. Mereka baru saja tiba di hotel
dan Midori, sang menejer, tampak sibuk membereskan semua barang mereka di
kamar. Setidaknya selama satu minggu ke depan Maya lagi-lagi akan disibukkan
oleh jadwal syutingnya yang padat.
"Sebaiknya anda istirahat dulu. Syuting
dimulai pukul empat sore karena kita membutuhkan senja untuk scene ini.
Setidaknya masih ada waktu-," Midori melihat jam tangannya, "Dua jam
untuk anda tidur."
"Hhmm, baiklah," gumam Maya lirih
seraya merebahkan dirinya ke tempat tidur dan membiarkan sang menejer
membongkar kopernya.
"Ah iya Nona, saya lupa
menyampaikan." Ucap Midori tanpa melihat Maya dan sibuk menata pakaian di
dalam lemari, "Tadi Tuan Masumi menghubungi saya dan menanyakan kabar
anda. Tampaknya Tuan Masumi merindukan anda, mengingat selama satu bulan ini
kalian sama sekali-," Midori menghentikan ceritanya dan menoleh pada Maya
yang tak meresponnya sama sekali.
"Ah, ternyata," sang menejer hanya
menggeleng seraya tersenyum geli melihat Maya yang sudah menyebrang ke alam
mimpinya. Dia pun tak ingin mengganggu istirahat nonanya dan kembali
melanjutkan aktivitasnya.
***
***
Waktu yang sama di Daito.
"Ada masalah Tuan?" Tanya Hijiri saat
Masumi hanya diam dengan pandangan kosong menatap dokumen di depannya. Padahal
sedari tadi, dirinya sudah menjelaskan panjang lebar mengenai laporan proyek
kerja sama Daito dengan salah satu perusahaan TV swasta di Amerika. Bukan Daito
namanya jika mereka tidak mengincar pasar intertainment di dunia internasional.
Lagipula Daito memiliki banyak potensi untuk itu.
Masumi mengangkat wajahnya dan menatap Hijiri
juga Mizuki yang diam mengamati dirinya.
"Ah, maaf, ada beberapa hal yang sedang ku
pikirkan," kata Masumi kemudian.
Hijiri dan Mizuki menutup dokumen mereka
bersamaan dan Masumi mengikutinya kemudian. Ketiganya sepakat tanpa kata untuk
berhenti membahas masalah proyek Amerika dan sepertinya lebih tertarik dengan
'hal' yang sedang dipikirkan tuannya.
"Sebaiknya itu masalah penting yang
membuat anda mengabaikan proyek penting ini, Tuan Masumi," kata Mizuki.
Sejenak Masumi menatap Mizuki tapi kemudian
beralih menatap Wakil Direkturnya, mantan pengawalnya, sahabatnya, atau apalah
namanya. Kedua mata mereka saling bertukar pandang, seolah berbicara tapi tanpa
kata.
"Anda memikirkan Nona." Kata Hijiri
kemudian.
"Ah," Mizuki mendesah pelan seraya
menganggukkan kepala tanda mengerti, "Sudah satu bulan anda sama sekali
tidak menemui Nona Maya."
"Aku mencemaskannya." Ucap Masumi.
"Atau merindukannya?" Kata Mizuki
seraya menahan senyumnya dan sukses membuat Masumi menatapnya tajam. Tapi bukan
Mizuki namanya jika dia takut pada tatapan tajam Masumi.
"Jangan menggoda Tuan, Nona Mizuki. Pasti
berat untuk Tuan Masumi saat ini," kata Hijiri.
"Kalian berdua sama saja. Sepertinya
sekarang kau semakin menikmati peranmu Hijiri," balas Masumi kesal karena
harus berhadapan dengan dua orang kepercayaannya yang justru membully nya saat
dirinya tengah bingung mengendalikan rasa rindunya.
Mizuki dan Hijiri terkekeh bersamaan, sungguh
kesempatan yang langka melihat Masumi yang biasanya dingin dan serius terlihat
begitu pusing karena cinta.
"Kenapa anda tidak menemuinya Tuan?
Bukankah masalah perceraian anda dan Nyonya sudah selesai?" Tanya Mizuki
penasaran.
"Tidak semudah itu Mizuki. Aku tidak mau
media mengkambing hitamkan Maya dalam perceraianku. Aku harus menjaga jarak
dengannya, setidaknya untuk sementara waktu." Jelas Masumi terus terang.
Ya, tidak ada lagi yang harus disembunyikan Masumi pada kedua orang
dihadapannya itu. Mereka sudah sangat mengerti tentang perasaan Masumi dan
masalah pelik hubungannya dengan Maya.
"Bagaimana kabar Nona Maya?" Hijiri
tak urung juga merasa rindu dengan sosok nona yang sudah dianggapnya seperti
adik itu.
"Tadi pagi aku menghubungi Midori, Maya
baik-baik saja kecuali kurang tidur karena jadwal padatnya. Aku hanya bersyukur
tidak salah menempatkan Midori dan Masato di samping Maya." Jawab Masumi.
Sekilas tersirat ekspresi kecewa di wajah Hijiri dan Masumi cukup mengerti akan hal itu.
Sekilas tersirat ekspresi kecewa di wajah Hijiri dan Masumi cukup mengerti akan hal itu.
"Bukan salahmu Hijiri. Setidaknya kita
selangkah lebih cepat dengan memilih Masato dan ayah sama sekali belum tahu hal
itu. Supir memang penyamaran paling sempurna untuknya dan Midori juga
menjalankan tugasnya dengan baik." Terang Masumi.
Hijiri mengangguk paham dengan penjelasan
Masumi.
"Saya dengar pengambilan scene film
Aishiteru di lakukan di luar kota minggu ini," kata Hijiri.
"Ya, Maya sedang berada di Kyoto. Seluruh
tim produksi berangkat tadi pagi," jawab Masumi.
Mizuki menautkan alis mendengar jawaban Masumi
dan beberapa detik kemudian sebuah senyum tipis menghiasi bibirnya.
"Jika anda memang ingin menemui Nona
Maya-," Mizuki menatap Masumi geli, "saya rasa saya bisa mengaturnya
untuk anda."
"Eh?" Masumi dan Hijiri mengernyit
tak mengerti.
"Bukankah besok seharusnya Tuan Hijiri
menghadiri peresmian gedung theatre baru di Kyoto? Kenapa bukan anda yang
berangkat kesana? Perjalanan bisnis tentu bisa menjadi alasan bagi anda untuk
mengunjungi Nona Maya," terang Mizuki.
Seketika wajah Masumi berubah senang,
benar-benar segala sesuatu yang berhubungan dengan Maya bisa membuat seorang
Masumi lupa diri. Namun Masumi masih sadar akan
peran Hijiri di kantornya, diapun menatap penuh tanya pada bawahannya itu.
"Tenang saja Tuan, urusan Tuan Besar
serahkan pada saya. Beliau baru akan kembali dari terapi di Nara tiga hari
lagi. Hanya saja, pastikan anda sudah kembali sebelum itu." Hijiri kembali
mengembangkan senyum menenangkannya.
"Jadi-," Masumi terdengar
bersemangat, "Mizuki, tolong cancel semua jadwalku sore ini atau alihkan
pada Hijiri." Perintah Masumi seraya berdiri dari kursi kerjanya dengan
wajah berbinar.
"Eh?!" Mizuki dan Hijiri terkejut.
"Tapi acaranya masih besok siang
Tuan," sergah Mizuki cepat, memastikan kalau tuannya tidak salah jadwal.
"Lebih cepat lebih baik kan? Atur saja
semuanya. Aku akan berangkat sekarang," kata Masumi tanpa peduli pada
wajah bingung keduanya.
Baik Mizuki ataupun Hijiri tidak bisa lagi
melarang saat akhirnya Masumi meraih kunci mobilnya dan meninggalkan kantor.
Hijiri melihat jam tangannya dan memperkirakan Masumi akan sampai di Kyoto saat
malam. Sungguh perhitungan yang matang karena dengan begitu Tuannya pasti bisa
menemui Maya di kamar hotel tanpa menarik perhatian banyak orang .
Mizuki mendesah kesal seraya menghempaskan diri
di kursi kerja dan Hijiri menahan senyumnya melebar melihat nona muda itu mulai
merajuk.
"Sepertinya saya salah memberikan ide.
Tuan Masumi membuat semua jadwal sore ini menjadi berantakan." Keluh
Mizuki sambil membuka agenda kerjanya dan bersiap mencoret beberapa point
sebelum tangan Hijiri mencekal pergelangan tangannya dengan lembut.
Mizuki mengangkat kepalanya dan menatap heran
pria yang berdiri di hadapannya.
"Aku bisa menggantikan tugasnya,"
kata Hijiri sopan.
"Oh," tanpa sadar bibir Mizuki
membentuk huruf O sempurna tapi lima detik kemudian dia sadar akan ekspresi
konyolnya dan dengan cepat menundukkan kepala, malu, "maaf," gumam
Mizuki dengan semburat merah di pipi yang gagal disembunyikannya.
Keduanya terdiam. Hijiri melepaskan tangan
Mizuki tapi tetap berdiri di depannya. Mizuki yang sudah tenang kembali
mengangkat wajahnya.
"Anda yakin? Maksud saya...jadwal anda
sejak kemarin penuh dan ada dua pertemuan sore ini juga sebuah makan malam
yang...yah, saya rasa itu cukup melelahkan." Jelas Mizuki yang entah
kenapa merasa tidak tega membebankan pekerjaan Masumi pada wakilnya -meskipun
sebenarnya hal itu masih berada dalam jangkauan pekerjaannya-.
"Tidak masalah. Berikan padaku dokumen
yang harus aku pelajari dan katakan apa yang harus aku lakukan dan aku akan
melakukannya." Jawab Hijiri, masih dengan nada sopannya.
Mizuki menahan bibirnya untuk tidak tersenyum
di bawah pandangan mata Hijiri, "Ba-baiklah, saya akan siap-kan
semuanya." Jawab Mizuki gugup seraya bangkit dari kursinya.
"Tapi aku minta syarat untuk tugas
ini." Kata Hijiri tiba-tiba dan sukses membuat Mizuki terkejut, gagal
mengerti maksud perkataan sang wakil direktur.
"Maksud anda?" Tanya Mizuki hati-hati.
"Kau yang punya rencana agar Tuan Masumi
menggantikan tugasku dan sekarang aku akan menggantikan tugas Tuan Masumi agar
kau tidak perlu repot mengatur ulang semua jadwal. Aku juga harus membuat
laporan palsu pada Tuan Besar untuk menutupi semuanya, tidakkah aku pantas
menerima imbalan atas itu?" Terang Hijiri tenang tapi justru memperdalam
kerutan di kening Mizuki.
"Tapi itu kan-,"
"Makan malam," potong Hijiri cepat,
"hari sabtu jam tujuh malam. Aku akan menjemputmu," Hijiri tersenyum,
"di apartemenmu."
Sekali lagi Mizuki menganga dengan tidak
cantiknya saat Hijiri mengulum senyum tipis dan berlalu dari hadapannya. Hijiri berhenti saat tangannya meraih handle pintu
lalu berbalik menatap Mizuki yang masih terpaku, "Bisa tolong buatkan aku
secangkir kopi? Kopi buatanmu enak." Kata Hijiri yang kemudian menghilang
di balik pintu dan mengabaikan wajah double syok Mizuki.
Sial!
Apa-apaan itu?! Makan malam?! Dan dari mana dia tahu apartemenku?
Mizuki merutuk dalam keterkejutannya.
Dia belum tahu saja apa profesi sebenarnya dari seorang Karato Hijiri. Alamat
apartemen adalah hal kecil baginya, bahkan jika mau Hijiri bisa tahu berapa
ukuran sepatu Mizuki atau bahkan…ehem, tidak perlu dijelaskan.
"Karato Hijiri! Awas kau!" Geramnya,
namun tak urung Mizuki pergi juga ke pantry untuk membuatkan secangkir
kopi...untuk Hijiri.
***
***
Senja menghias garis cakrawala dengan indahnya.
Syuting dilakukan di sebuah danau dekat dengan taman bunga. Cuaca di awal musim
panas pun mendukung pengambilan gambar sore itu. Sungguh tidak sia-sia sang
sutradara memikirkan latar belakang sunset dalam scene kali ini. Semuanya
tampak sempurna terekam di laya kaca.
Maya berperan sebagai kekasih Koji, keduanya tak
pernah gagal memuaskan sang sutradara dengan aktingnya. Begitu juga dengan
Ayumi yang berperan sebagai sahabat Maya. Mereka semua memang layak disebut
sebagai bintang dengan semua pesona dan kesempurnaan akting masing-masing.
"Cut!"
Satu kata yang mengakhiri pengambilan scene
terakhir hari itu dan ucapan terima kasih langsung terlontar dari Tuan
Himekawa, sang sutradara, kepada semua pemain dan krunya. Kerja keras mereka
memuaskan hari itu.
Ayumi tampak berbincang sebentar dengan ayahnya
sebelum akhirnya kembali ke kursinya yang lagi-lagi berada di sebelah Maya.
"Melelahkan?" Tanya Ayumi saat
melihat Maya tampak kepayahan di kursinya.
"Hanya kurang tidur," jawab Maya
santai.
"Ku dengar jadwalmu cukup padat sebelum
ini." Kata Ayumi seraya mengamati para kru termasuk menejernya dan menejer
Maya yang tampak sibuk mendiskusikan sesuatu dengan kepala tim produksi.
Perhatiannya kemudian beralih pada Maya yang hanya diam dan ternyata sedang
meneguk air mineral yang langsung menghabiskan setengah isinya. Ayumi tersenyum
geli melihat sahabat sekaligus rivalnya yang tidak pernah berubah itu.
"Maaf," kata Maya sebelum menjawab,
"Ya, salahkan semua kontrak yang diterima oleh Nona Midori untukku.
Rasanya aku ingin kabur saja." Keluh Maya.
Ayumi terkekeh, "Ya, setidaknya kau punya
faktor pengalih yang baik."
"Eh?!" Maya memandang Ayumi tak
mengerti.
"Berita 'itu'." Jawab Ayumi setengah
berbisik dan Maya membelalak terkejut.
"Kau-?!" Maya tampak bingung dan
salah tingkah tapi Ayumi justru tertawa karenanya.
"Tenang saja, aku bisa menjaga
rahasia." Jawab Ayumi santai.
"Ta-tapi...bagaimana bisa kau-,"
"Bagaimana aku bisa tahu? Perasaan
diantara kalian?" Ayumi menyela kegagapan Maya.
Kali ini Maya hanya bisa mengangguk, lidahnya
masih kelu untuk menjawab.
"Tidak Maya, aku tidak tahu sebenarnya.
Tapi kau bisa salahkan suamiku yang terlalu pintar membaca perasaan dan pikiran
orang bahkan hanya lewat foto." Jawab Ayumi dengan senyum simpulnya.
Maya terdiam lagi.
"Pementasan bidadari Merah, pernikahan,
ehm, mereka, juga pernikahanku. Suamiku terus mengamati kalian di sana dan
menceritakan hal itu padaku. Awalnya aku tak percaya tapi melihatmu sekarang,
ya, mau tak mau kali ini aku mengakui kehebatannya."
Dan wajah Maya sukses memerah mendengarnya.
Perasaanya pada Masumi bukanlah hal yang suka diumbarnya tapi kali ini Maya
tidak bisa mengelak di depan Ayumi.
"Aku berdoa semoga kalian bahagia."
Ucap Ayumi seraya mengerlingkan sebelah matanya dan beranjak dari kursi karena
sang menejer memanggilnya, meninggalkan Maya yang masih tenggelam dalam keterkejutannya.
***
***
Pukul delapan tiga puluh malam di kamar Hotel
Maya.
"Hari yang melelahkan." Keluh Maya
yang langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur setelah selesai mandi.
"Anda bisa beristirahat lebih awal malam
ini. Syuting di mulai pukul delapan besok pagi." Kata Midori seraya
memberikan dua botol kecil pada Maya, vitamin dan suplemen.
Dengan cepat Maya meminum keduanya dan
mendorongnya dengan segelas air yang kembali diberikan Midori padanya.
"Terima kasih." Ucap Maya yang hanya
dibalas senyuman oleh Midori.
"Saya akan kembali ke kamar. Anda bisa
memanggil saya jika membutuhkan sesuatu." Pesan Midori sebelum pergi.
Maya hanya mengangguk, mengiyakan, sebelum sang
menejer akhirnya menutup pintu dan membiarkannya beristirahat. Tapi nampaknya
dewi fortuna tidak berpihak pada Maya. Baru saja matanya akan terpejam, suara
bel mengusiknya dan mengurungkan niatnya untuk tidur.
"Hai, maaf kalau mengganggu." Senyum
menawan pemuda tampan langsung menyambut Maya saat pintu terbuka.
"Koji?" Maya tampak terkejut.
Koji melebarkan senyumnya saat melihat wajah
terkejut Maya, "Boleh aku masuk?"
Maya tampak sungkan untuk menolak, akhirnya
membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan Koji masuk. Keduanya berjalan ke
dalam dan mengabaikan pintu yang masih setengah terbuka.
"Ada apa?" Tanya Maya kemudian saat
keduanya sudah duduk di sofa, di sebelah tempat tidur Maya.
"Ehm, apa aku mengganggu
istirahatmu?" Tanya Koji canggung.
Maya menahan diri untuk tidak mengusir
sahabatnya itu, "Mengganggu atau tidak, kau sudah ada di sini Koji."
Jawab Maya kemudian yang disambut kekehan kaku dari lawan bicaranya.
"Aku sebenarnya ingin menanyakan hal ini
setelah syuting kita selesai tapi sepertinya aku tidak bisa menahannya lebih
lama lagi." Ucap Koji kemudian.
Deg! Maya terdiam, terbesit di kepalanya akan
apa yang mungkin dikatakan Koji padanya. Oh demi apapun di dunia ini, Maya
berharap Koji tidak bersikeras untuk-.
"Maya, maukah kau memberikan kesempatan
padaku kali ini?"
Kalimat tanya itu sukses membuat Maya tertohok.
"Koji, aku-,"
"Ku mohon Maya," potong Koji lagi.
Bahkan kali ini pemuda itu sudah berlutut di depan Maya.
Tidak bisa menjawab, Maya beranjak dari sofa
dan duduk di tepi tempat tidurnya, menghindari Koji.
"Aku sudah memberikan jawabannya padamu setelah pementasan bidadari merah." Kata Maya kemudian dengan nada putus asa.
"Aku sudah memberikan jawabannya padamu setelah pementasan bidadari merah." Kata Maya kemudian dengan nada putus asa.
Koji ikut beranjak dari lantai dan duduk di
samping Maya.
"Dan aku mengatakan akan tetap menunggumu.
Berilah aku kesempatan." Jawab Koji sama lirihnya.
Maya melihat mata Koji yang menatapnya penuh
harap. Hatinya selalu sakit jika melihat hal itu di mata Koji. Dia tahu
bagaimana rasanya berada di posisi Koji, menanti sebuah cinta, Maya sangat
tahu. Tapi...Maya juga tidak boleh memberi pemuda itu harapan karena jelas,
sangat jelas, bahwa hatinya hanya milik Masumi seorang. Ya, meski...entahlah,
Maya masih tidak yakin dengan masa depan cintanya tapi dia yakin kalau cintanya
pada Masumi tidak akan pernah berubah.
"Maaf," satu kata itu yang akhirnya
bisa diucapkan Maya. Gadis itu tertunduk dalam.
Terdengar desahan napas lelah dari Koji,
"Sebegitu buruknyakah aku? Sampai kau tidak bersedia memberi kesempatan
padaku untuk membuktikan kalau aku sangat mencintaimu."
"Tidak Koji, bukan begitu," jawab
Maya yang kini sudah menegakkan kembali kepalanya, "Kau baik, terlalu baik
untukku."
"Jangan menghiburku Maya,"
"Tidak Koji, sungguh." Maya menghela
napas, "Kau berhak mendapat yang lebih baik dariku. Aku hanya akan
menyakitimu jika menuruti keinginanmu."
"Apa-," Koji menyangga tubuhnya
dengan kedua lengan di atas tempat tidur dan menatap Maya ragu, "kau masih
mencintainya? Mengharapkannya?"
"Si-siapa maksudmu Koji? Aku tidak
mengerti,"
"Kau tahu siapa yang ku maksud Maya."
Lirih Koji putus asa, "tadinya saat kita menghadiri pesta pernikahan orang
itu, ku pikir aku akan memiliki kesempatan. Tapi nyatanya kau tidak juga mau
membuka hatimu untukku dan sekarang-," Koji menghela napas seraya mengacak
rambut dengan jemarinya, "dia malah bercerai dan apa yang aku takutkan
terjadi. Kau pasti akan kembali padanya kan?"
Ya, Koji bukannya bodoh sampai tidak bisa
mengerti situasi yang terjadi. Masumi, orang yang dimaksud Koji, satu-satunya
pria yang berhasil memenangkan hati Maya dan takkan pernah bisa dikalahkannya.
Dia masih ingat benar bagaimana Masumi dan Maya berpelukan di pelabuhan hari
itu. Bagaimana Maya menangis ketika berita pernikahan Masumi dan Shiori
disebarkan. Dan meski dirinya tidak tahu dengan pasti drama percintaan Maya dan
Masumi yang sebenarnya, Koji cukup mengerti bahwa perasaan diantara mereka
bukanlah hal yang palsu. Koji selalu melihat cinta di mata Masumi ketika
menatap Maya, begitu juga sebaliknya. Bahkan kalau dipikir lagi semua perilaku
kasar Masumi yang ditunjukkan di depan umum pada Maya adalah untuk melindungi
gadis itu dan mendorongnya untuk maju. Sungguh bodoh masyarakat di luar sana
yang mengatakan kalau Masumi adalah orang yang dingin dan gila kerja. Koji
sendiri sudah melihat betapa sisi terdalam seorang Masumi sangat bertolak
belakang dengan apa yang tampak dari luar.
"Aku masih tidak tahu apakah kami bisa
bersama atau tidak?"
Otomatis Koji menoleh pada Maya ketika
mendengar gadis itu bicara.
"Maksudmu? Dia tidak mencintaimu,
lagi?" Entah kenapa Koji enggan menyebut nama Masumi di depan Maya.
Maya menggeleng lemah, "Tidak bukan
begitu." Jawabnya lirih, "Ah, sudahlah, maaf aku tidak bisa
menceritakannya padamu."
Koji mengangguk mengerti, "Tidak apa-apa.
Lagipula aku memang tidak berhak ikut campur urusan pribadimu."
Maya mengulas senyum tipis, "Terima kasih."
Keduanya terdiam cukup lama, tenggelam dalam
pikiran masing-masing. Tali persahabatan di antara mereka sepertinya memang tak
pernah bisa dirubah sampai kapanpun. Mereka sama-sama menyadari hal itu.
"Aku akan kembali ke kamar. Maaf sudah
mengganggumu," kata Koji kemudian.
Maya hanya mengangguk tapi saat Koji tak juga
beranjak dari tempat tidurnya Maya tampak bingung.
"Ada apa?"
"Ng, boleh aku meminta sesuatu padamu?"
Maya memiringkan kepalanya, "Apa?"
"Bolehkah aku memelukmu? Yang terakhir dan
aku tidak akan mengganggumu lagi."
Maya tampak terkejut dan Koji merasa bersalah
dengan permintaannya.
"Ya," lirih Maya.
Sekarang justru Koji yang terkejut dengan
jawaban Maya. Tak membuang waktu lagi karena takut Maya akan berubah pikiran,
Koji segera menarik Maya ke dalam pelukannya. Kepalanya bersandar manja pada
bahu Maya. Menikmati kedekatan mereka dan menghirup dengan puas aroma tubuh
Maya yang pasti akan sangat sulit dilupakannya.
Tanpa keduanya sadari, sepasang mata tengah
mengamati mereka dari celah pintu. Kedua iris itu menggelap karena apa yang
sudah dilihatnya. Dengan menahan marah, sosok itu berbalik dengan cepat dan
meninggalkan pintu.
"Terima kasih, selamat malam, Maya."
Koji mendaratkan sebuah kecupan di puncak kepala Maya sebelum akhirnya keluar
dari kamar.
Koji,
maafkan aku.
***
Masumi menggenggam erat buket bunga di
tangannya dan mempercepat langkah kakinya menyusuri koridor hotel. Wajahnya
mengeras seiring amarah yang bergolak di dalam hatinya. Baru satu jam lalu dia tiba di hotel. Sengaja dia
menunggu untuk bisa menemui Maya dan membuat kejutan baginya. Dia juga sudah
membeli sebuket bunga, meski bukan buket mawar ungu. Karena akan berbahaya
kalau sampai ada yang tahu dirinya memberikan buket mawar ungu pada Maya.
Seluruh Jepang tahu apa arti mawar ungu bagi Maya.
Namun kenyataan memang tak pernah seindah
khayal. Apa yang baru saja dilihat Masumi di kamar Maya sungguh ada di luar
prediksinya.
Masumi terus merutuk dalam hati hingga sampai
di dalam mobilnya. Dipukulnya kemudi. merebahkan kepala di atasnya, frustasi.
Ya, Masumi frustasi melihat kekasih hatinya di peluk oleh Koji. Tapi patutkah dirinya marah? Bukan salah Maya kalau
akhirnya memilih pria lain. Bukan salah Maya kalau akhirnya Masumi kalah. Bukankah
sejak awal Masumi tidak pernah bisa membahagiakan kekasih hatinya itu. Perlakuan
yang diterima Maya tidak ubahnya hanya sebagai kekasih simpanan tapi jika
bersama Koji...
"Sial!" Lagi-lagi Masumi merutuk.
Menyesali ketidakberdayaannya. Melihat Maya dipeluk oleh pria selain dirinya
sungguh mengaburkan akal sehatnya. Otaknya buntu.
Semenit.
Dua menit.
Lima belas menit.
Satu jam.
Tanpa terasa satu jam Masumi tenggelam dalam
keheningan. Mengurai benang kusut di dalam kepalanya.
Bukan Masumi namanya jika dia menyerah begitu saja. Dirinya masih berspekulasi mengenai kesempatan terakhir yang mungkin masih bisa diperjuangkannya. Dan kali ini Masumi tidak akan kalah. Tidak. Maya adalah tujuan hidupnya dan dia sudah bertekad untuk memperjuangkan cintanya. Bahkan jika dirinya harus mengorbankan segalanya, Masumi rela, asal dirinya sampai pada tujuan, Maya-nya.
Bukan Masumi namanya jika dia menyerah begitu saja. Dirinya masih berspekulasi mengenai kesempatan terakhir yang mungkin masih bisa diperjuangkannya. Dan kali ini Masumi tidak akan kalah. Tidak. Maya adalah tujuan hidupnya dan dia sudah bertekad untuk memperjuangkan cintanya. Bahkan jika dirinya harus mengorbankan segalanya, Masumi rela, asal dirinya sampai pada tujuan, Maya-nya.
Tergesa, Masumi menekan sebuah tombol cepat di
handphonenya dan menghela napas panjang sebelum mulai bicara.
"Halo,"
"Rencananya berubah, aku butuh bantuanmu."
>>Bersambung<<
>>Pure Love - Chapter 4<<
>>Pure Love - Chapter 6<<
60 Comments
Alooo MM Lover, lama tak jumpa, khehekekekee
ReplyDeleteBTW jangan arepin yang mesra2 di chap ini ya...ini chapter jembatan buat next chap nya.
Nah, kalo komen di blog bisa tembus sampe angka 50 dalam dua hari, Rabu chap 6 nya bakal langsung publish, plus bonus yang manisssss ampe bikin diabet, wkwkwkwkwkwk
Happy reading, moga suka aja, hihihihi
Arigatooooo
Masumi terlalu cepat mengambil kesimpulan
ReplyDeleteHadeuh ada2 aja...
ReplyDeleteCemburu ma koji lg
Kutunggu perjuangan mu masumi..
ReplyDeleterin
penasaran bgt...apa yang mau dilakukan masumi yach??engga marah sma maya kan mba agnes...terusan nya jangan lama2 ya mba...
ReplyDeleteHaduh masumi jgn salah paham begitu atuh ..tp betul ayo berjuang trs hihi....menunggu update nya lg nih agnes ngga sabar deh
ReplyDeleteHadeeeh, kebiasaan deh Masumi. Kl menyangkut Koji pasti akal sehatnya jd buntu. Gemeeees pengen getok palanya.
ReplyDeleteApdetnya jgn lama 2 ya mbak Agnes, ga sabar baca lanjutannya
Hadeeeh, kebiasaan deh Masumi. Kl menyangkut Koji pasti akal sehatnya jd buntu. Gemeeees pengen getok palanya.
ReplyDeleteApdetnya jgn lama 2 ya mbak Agnes, ga sabar baca lanjutannya
Ya ampuuun mba agnes, updatenya lama bangeet huhuhuhuuwww... Sampe mau nangis terharu nih hari ijo begitu buka blog akhirnya ada cerita lanjutan stlh sekian bulan menanti. Emang paling pinter deh bikin cerita yg mengaduk aduk emosi... Ayooo lanjutkaaan..... Can't wait
ReplyDeleteDuh masumi datang disaat yang kurang tepat.. sebel ma koji ngapain harus pake peluk2 maya sgala ggrrhhh.... tapi pasti next chapter seruuu bgt...gak sabaar cepeet ya kak agneeesss
ReplyDeleteAduhhh...salah paham lagi deh..hiks...lanjutannya jgn lama2 ya mbak...sumpah kepoo abiz nihhh
ReplyDeleteSalah ketik nama..hiks
ReplyDeleteArghhhhhh kak agnes tau aja dimana mau buat tbc, aq penasaran berattttt,@_@. Oh pak masumiku yg keren,mau ngelakuin apa sich? Sms to bbm napa? Mode on grazy.penasaran
ReplyDeleteMbakyu kekinian banget kata2nya.. ngga gagal mengerti lah pokoke.. kapan nih dikasih chapter yg MM nya lovey dovey biar tambah semangat yg baca sm komen ��
ReplyDeleteNext mbaaaa
ReplyDeleteG sabar ih baca next chap ny
Waahhh ada penyegaran..hijiri nya suegeeerrrrr,keluar dari bayangan ...xixixi... ttp di selipin yaa cerita hijiri n mizuki nya sist.... hijiri out of character... hahay...
ReplyDeleteGa sabar nunggu yg bikin diabets... wkwkwkwk... 2 pasang....di tunggu hari Rabuuuuuuuu...
Nambahin komen aaah supaya lanjutannya segera
ReplyDeleteNambahin komen aaah supaya lanjutannya segera
ReplyDeleteLanjut mbaaaaaa
ReplyDeleteMba Agnessssssss............. cepet dilanjutin yaaaaaaa.... gemes lihat Masumi yg cemburu and terlalu cepat menarik kesimpulan... Pria dewasa tetap aja bisa nge blank ya kl sdh urusan cinta... wkwkwkwkwwk.... ktunggu yg manis2 yaaaaa....
ReplyDeleteMbak agneess... ak baru sempat baca hiikkss... tetep keren, lagi2 mbak agnes mencuri hatiku hehehe... next capteerr... jadi kepikiran copas komen biar banyak hahaha..
ReplyDeleteMbak agneess... ak baru sempat baca hiikkss... tetep keren, lagi2 mbak agnes mencuri hatiku hehehe... next capteerr... jadi kepikiran copas komen biar banyak hahaha..
ReplyDeleteDududududuh... masumiiii... jangan cuma ngintip tapi nguping juga dong... itu jelas2 maya nolak koji hadeeeuuuh...
ReplyDeleteLanjut mbaaaaaa
ReplyDeleteNinggalin jejak aaaahhhh.....biar chapter 6 cepet keluar
ReplyDeleteSemangat c......
Cakep ceritanya say, secakep dirimu... semoga bisa baca chap 6 sore ini. Can't wait any longer... please make it asap dear. Thx a million to u.
ReplyDeleteHehehe lupa mention di comment ku, Aiko Ryoko is me Fitria GW hehehe... im waiting nicely now for ur next chapter dear...
ReplyDeleteAyooo say tambah chapter nya....
ReplyDeleteBiar ku tambahin comment nya Mpe genap 50 jadi dikau mau publish chapter 6 nya HAHAHA...
Tambah say.... Tambah...
ReplyDeleteNeed more chapters please....
ReplyDeleteI really cannot wait any longer, please...
ReplyDelete:) love this story...
ReplyDeleteIt seems im going to be insane now wkwkwk...
ReplyDeleteWho will join with me to give more comments...???
ReplyDeleteOooppss my baby is crying now, cannot give more comments now, I'll give more comments later on, Wahahaha...
ReplyDeleteAahh cuma kurang 15 comments lagi, come on guys, give ur comments, lol...
ReplyDeleteAduh readers mungkin pikir aku lagi stress nih... wkwkwk biarlah yg penting bisa baca next chapter nya
ReplyDeleteWaiting for next chapter...
ReplyDeletePlease share us next chapter immediately darling...
ReplyDeleteHehehe... kl aku ngasih Mpe 20 comments ngaruh gak yaaa....?? :D
ReplyDeleteWalau ID sama tapi comments ku buanyaaaaakk say.....!!! Jangan kecewakan emak stress ini...!! :(
Next chapter pls...
ReplyDeleteNungguin next chapter nya nih
ReplyDeleteAku dah duduk manis nih sambil pelototin nih tablet
ReplyDeleteMenanti dengan senyuman lebar for the next chapter
ReplyDeleteSemoga say agnes segera publish next chapter nya yaaa
ReplyDeleteCup....Cup....Cup.... jangan nangis nak, mama lagi nambahin comment nih, karena tante Agnes gak mau publish next chapter nya kl gak nyampe 50 comments
ReplyDeleteDon't cry please... I'll hold u baby while waiting for next chapter from aunty Agnes :D
ReplyDeleteMy mind is in Pluto now it seems, due to wait ur next chapter of pure love
ReplyDeleteI believe all readers here who read my comments will say "what a silly woman...!!!" :D
ReplyDeleteWhat ever it is, chapter 6 is a must to be read today.
ReplyDeleteHAHAHA sudah 50 comments tuh, with this comment it becomes 51 comments, lol... publish chapter 6 of pure love PLEASE... im waiting...
ReplyDeleteWaiting... Waiting... Waiting... chapter 6, pure love.
ReplyDeleteSemoga sist Agnes tidak stress n panic baca all my comments yaaa.... stay happy n cheer darling.
ReplyDelete- Fitria GW -
wkkwkkkk, alamak cintakuuu, niat banget dirimu yak...53 komen euy
ReplyDeletebut thanks a lot dear Fitria -Aiko Ryoko-
next chapter will update ASAP...for my beloved reader n specially for u Fitria -Aiko Ryoko-
muahhh...big huggg....
Aseek...apdet lg...apdet lg...dah lbh dr 50 kan komenx?tp bikin yg sweet-sweet dunk, bikin diabetes jg gpp, hehehe...
ReplyDeletehuahahahaha bener kan say Nes.. ada yang satu ide sama aku biar cepetan di apdet nih cerita.. XD
ReplyDeleteSelalu motong di part yg cantik...hu..hu...hu...nambah gemes aja ama masumi, samperin kek, kan sayang dah jauh2 dateng, malah marah2...thank ya mba, lanjutin .....jadi h2c, problemnya semakin nyut2 an di hati...👍👍👍
ReplyDeleteSory, aku br ngebatik di komen mu mba agnes, krn br bs fokus lg ke bebeb masumi....apa iya hari ini ada update😄😄😄, ikutan ngantri aahhh
ReplyDeleteBisa masuk kah kali ini ke koment?
ReplyDeleteSoalnya selalu gagal...
Tetap mencoba.
Masumi... Fighting...
Aseek...apdet lg...apdet lg...dah lbh dr 50 kan komenx?tp bikin yg sweet-sweet dunk, bikin diabetes jg gpp, hehehe...
ReplyDelete