Pure Love - Chapter 5



Siapa yang mengancammu Maya?" Sebuah kesimpulan muncul dalam kepala Masumi, ekspresi tenangnya seketika berubah. Garis wajah Masumi berubah keras dan matanya menatap tajam sepasang mata bulat Maya yang tampak sendu menahan air mata.
"Masumi, aku-,"
"Shiori yang mengancammu?" Tebak Masumi ketika Maya menggantungkan kalimatnya. Ketegangannya mereda sesaat.
Maya mendesah panjang, "Kak Hijiri pasti sudah melapor padamu kan?"
"Tapi sepertinya kau tidak berniat menceritakannya padaku," tatapan Masumi masih memasung pandangan mata Maya, membuat gadis itu merasa jengah karena introgasi kekasihnya -kalau boleh dia sebut begitu-.
"Untuk apa? Tidak ada yang perlu diceritakan, tidak ada yang penting." Maya mengendikkan bahunya.
"Untuk apa? Tentu saja agar aku tahu ancaman apa yang diberikan Shiori padamu sampai kau demam malam itu dan sekarang datang dengan panik menemuiku. Agar aku tahu apa yang harus aku lakukan untuk melindungi kekasihku. Apa alasan itu cukup?"
Maya terdiam.
"Maya?" Masumi meraih tangan Maya dan menggenggamnya dengan lembut, "Jadi benar Shiori mengancammu? Membuatmu mengkhawatirkanku?"
Lagi-lagi helaan napas panjang lolos dari bibir merah muda Maya, semua hal yang terjadi terasa begitu melelahkan baginya, "Kau tahu Masumi," katanya kemudian dengan suara rendah, "Aku tidak pernah takut hal buruk menimpaku tapi...tidak denganmu. Alasan kenapa aku melepaskanmu, merelakanmu bersama...nya, adalah karena aku tidak mau melihatmu terluka jika harus melawan ayahmu juga keluarga Takamiya."
"Dan kau pikir aku akan rela hal buruk menimpamu?" Tegas Masumi kemudian, Maya tersentak dengan ekspresi Masumi yang seketika mengeras, "Kau pikir kenapa aku menerima pernikahan konyol itu? Kenapa aku tetap meminta Hijiri terus mengawasimu? Alasan yang sama Maya, alasan yang sama. Aku tidak mau kau terluka."
Hening menjadi jeda diantara keduanya, memberi waktu untuk mendinginkan pikiran. Bukan hal yang bagus jika mereka bertengkar saat ini, di kantor Masumi. Tangan Maya dan Masumi masih saling bertaut, seolah mencoba saling menenangkan, meredakan ketegangan.
"Jadi," Maya kembali berani bicara saat ekspresi Masumi melembut, diapun mengeratkan tangannya pada tangan Masumi yang masih menggenggamnya, "Kita sama-sama berkorban untuk melindungi satu sama lain?"
"Sudah jelas bukan," tegas Masumi lagi tapi dengan suara yang lebih lembut.
"Dan...," Maya terdiam.
"Dan ku mohon padamu untuk tidak memusingkan masalah perceraianku." Lanjut Masumi, "Bukankah ini yang terbaik? Shiori melepaskanku. Kita bisa bersama, meski...ya, aku tidak tahu dengan apa yang direncanakannya untukku, ehm, untukmu juga. Tapi setidaknya ketika kita bisa kembali bersama, aku bisa lebih mudah melindungimu." Jelas Masumi. Matanya menatap tajam kekasihnya, berusaha menanamkan keyakinan yang ada di dalam hatinya. Mencapai kata sepakat untuk mereka bisa kembali bersama.
"Bersama, lagi?" Tanya Maya terbata, sangsi.
"Kau tidak lupa lamaranku tempo hari kan?" Kali ini Masumi mengulas sebuah senyum tipis. Berusaha mengurai suasana tidak nyaman diantara mereka meski nyatanya tak banyak membantu karena Maya yang mendengus kesal jelas menggambarkan ketidak nyamanan gadis itu.
Entah untuk yang keberapa kalinya sejak dia datang, Maya kembali menghela napas panjang. "Aku rasa sebaiknya aku pergi sekarang. Kau membuatku semakin pusing Tuan Hayami." Katanya seraya menarik tangan mungilnya dan memijit perlahan pangkal hidungnya.
"Sudah ku bilang tidak perlu dipikirkan. Aku akan menyelesaikan semuanya. Percayalah." Masumi mengusap lembut bahu Maya.
"Entahlah. Aku memang sedang tidak bisa berpikir sekarang." Maya berdiri dari tempatnya dan merapikan pakaian juga tatanan rambutnya dengan jemari lentiknya. Tepat saat Maya selesai, Masumi justru menarik gadis itu ke dalam pelukannya, membisikkan kata-kata menenangkan di telinga Maya.
"Aku percaya padamu," jawab Maya lirih namun masih bisa di dengar jelas oleh Masumi dan membuat sang Direktur muda itu tersenyum lega.
"Maaf sudah mengganggumu, aku pergi," kata Maya.
"Kau bersama supirmu?" Tanya Masumi.
Maya hanya mengangguk.
"Hati-hati," ucap Masumi kemudian dan masih sempat memberikan kecupan di kening Maya sebelum gadis itu pergi meninggalkan ruangannya.

***
Aku mencintaimu, semua akan baik-baik saja. Percayalah padaku.
Bisikan Masumi di telinga Maya masih terus bergema di dalam kepalanya. Meski faktanya sekarang dia tengah duduk di jok penumpang, di dalam sedan mewahnya, bersama supir pribadinya -orang kepercayaan Masumi tentunya, Kyou Masato.
"Anda baik-baik saja Nona?" Pertanyaan Masato membuat Maya menghentikan lamunannya dan menatap supir muda itu melalui kaca spion tengah.
"Ya," jawab Maya singkat seraya mengulas senyum tipis.
Masato tentu saja tidak percaya. Nonanya memang aktris papan atas tapi dia sama sekali tidak bisa berakting di dunia nyata. Tahu jika Nonanya butuh ketenangan, Masato memutuskan untuk diam. Tugasnya bukan hanya mengantar Maya kemanapun nona itu ingin pergi tapi juga termasuk menjaganya dan membuatnya seaman serta senyaman mungkin. Memang Masato tidak sepenuhnya bisa mengamati Maya seperti Hijiri karena dia hanya bisa bersama Maya saat gadis itu akan bepergian, selebihnya dia akan menjalankan tugas 'lain' dari Masumi. Apakah statusnya sama dengan Hijiri? Apapun itu, yang pasti Masumi tidak pernah menempatkan orang sembarangan di sekeliling Maya-nya.
Dering handphone membuat Maya sibuk mengobrak-abrik isi tas untuk menemukan sumber suara.
"Ya Nona Midori?" Jawab Maya setelah menekan tombol accept di layar handphonenya. Sejenak matanya kembali bertemu pandang dengan Masato ketika supir itu kembali melihatnya melalui kaca spion. Tapi mendengar nama Midori disebut, yang adalah nama menejer Maya, Masato kembali fokus menatap jalan dan membiarkan Nonanya menerima panggilan.
"Tenang saja, aku sedang dalam perjalanan. Sekitar-," Maya mengamati sekeliling dan Masato mengatakan sesuatu yang kemudian diulang Maya sebagai jawaban untuk menejernya, "sepuluh menit lagi."
Maya menggumam tidak jelas dan sesaat kemudian dia menutup teleponnya.
"Nona Midori terkadang berlebihan, aku sudah minta ijin untuk break selama dua jam dan baru satu jam aku pergi, dia sudah sibuk mencariku," gerutu Maya lirih meski tetap bisa di dengar oleh Masato yang kini tengah menahan senyumnya melebar.
Sebenarnya Maya bukan tipe penggerutu soal pekerjaan tapi Masato cukup mengerti akan apa yang membuat nonanya saat ini tidak dalam mood terbaiknya. Memang apa yang akan kau rasakan saat wajah orang yang kau cintai terpampang besar di media dengan berita perceraian yang menghebohkan? Sungguh dilema bagi seorang Maya.
Tepat perhitungan Masato, sepuluh menit kemudian mobil sudah terparkir di halaman sebuah gereja tua, tempat Maya syuting untuk film layar lebar terbarunya, Aishiteru. Para kru tengah sibuk mempersiapkan semua perlengkapan dan perhatian Maya langsung teralihkan begitu mendengar suara Midori memanggilnya. Menejer cantik bertubuh tinggi dengan tampilan modisnya itu sudah berdiri di dekat tempat duduk Maya yang sudah disiapkan sejak pagi tadi. Makanan, minuman, peralatan make up, kostum dan sebagainya sudah tertata rapi. Tidak lupa penata rias dan busana pribadinya juga sudah siaga di tempatnya seraya merapikan beberapa kostum di dalam koper. Maya terkadang kewalahan menghadapi pelayanan dari mereka mengingat dulu dirinya selalu mengerjakan semua itu sendiri. Dilayani bukanlah kebiasaan Maya meski sejak menjadi aktris kelas A Daito dirinya sangat-sangat berusaha untuk membiasakan diri -meski hasilnya tidak juga mengurangi rasa jengah ketika dikelilingi banyak orang yang melayaninya-.
"Anda baik-baik saja Nona?" Tanya Midori begitu Maya duduk di kursinya. Ada nama Maya tertulis di bagian belakang kursi.
"Apa aku kelihatan tidak baik?" Maya memiringkan kepalanya seraya menarik sudut bibirnya menjadi senyum lucu.
"Tidak juga," jawab Midori.
"Nah, berhentilah bertanya kalau begitu," Maya terkikik. Sejenak melupakan semua masalah peliknya,
Maya mencoba untuk lebih santai agar syutingnya bisa berjalan dengan baik. Proyek film kali ini cukup istimewa. Aishiteru, film yang disutradarai oleh Tuan Himekawa, ayah Ayumi, dan didukung dengan sederet nama aktor dan aktris papan atas. Selain Maya? Ingat bahwa Daito masih memiliki Koji dan Ayumi. Ya, keduanya ternyata juga terpilih. Mengingat film ini diharapkan bisa ikut masuk dalam nominasi penghargaan Cannes, tidak heran jika Daito bersedia menggunakan senjata-senjata pamungkasnya sekaligus dalam satu garapan film.
Beberapa pemain inti mulai berdatangan. Ayumi yang baru saja datang langsung menyapa Maya dengan ramah.
"Apa kabar Maya?"
"Baik Ayumi, senang melihatmu,"
"Begitu juga aku,"
Keduanya saling melempar senyum dan kembali fokus dengan persiapan masing-masing.
Maya sempat terkejut ketika Ayumi juga ikut terpilih dan gadis, ah, nyonya muda itu menerimanya padahal dia baru saja melangsungkan pernikahan. Lihat? Betapa ambisi dalam karier untuk Ayumi bisa mengalahkan nikmatnya bulan madu yang di tawarkan oleh Peter. Suami Ayumi itu mengerti saja dengan sifat keras kepala istrinya. Bukan hanya masalah karir sebenarnya, Ayumi sangat terkenal sesungguhnya, hanya saja...bermain dalam satu film bersama rival terbaiknya adalah hal yang sangat sulit di tolaknya.
Midori memberi tanda dengan mata pada Maya ketika seorang pemuda tampan berjalan ke arah mereka. Sungguh Maya ingin pergi begitu melihatnya. Bertemu dengan Koji saat ini bukanlah sesuatu yang diharapkannya. Terkecuali saat berperan, Koji kadang membuat Maya sangat lelah dengan semua usahanya meluluhkan hati sang bidadari merah itu.
"Apa kabar Maya," sapa Koji dengan senyum menawannya.
Mau tidak mau Maya mengembangkan senyum dan berusaha bersikap ramah, "Baik Koji, bagaimana denganmu?"
"Tidak pernah sebaik ini dan...senang melihatmu," Koji terseyum lebar dan mengerlingkan matanya sebelum meninggalkan Maya menuju kursinya. Menejer Koji segera menyambutnya dan mempersiapkan sang aktor untuk syuting perdananya.
"Sepertinya hari ini akan melelahkan," ucap Maya kemudian.
Midori memberikan secangkir teh pada Maya seraya menepuk lembut bahunya, "Nikmati saja Nona."
"Ya, ya, nikmati saja," balas Maya seraya meneguk tehnya dan membiarkan cairan merah itu menyegarkan tenggorokannya.

***
Masumi baru saja selesai menandatangani dokumen terakhirnya. Kedatangan Maya membuat beberapa pekerjaannya sempat tertunda tapi dengan kemampuan dan predikat gila kerja yang dimilikinya, hal itu bukanlah masalah. Jarum jam baru menunjukkan pukul dua saat semua pekerjaan Masumi selesai.
Menghela napas panjang, Masumi lega semua urusan Daito berjalan dengan lancar. Setidaknya saat ini dia bisa berkonsentrasi penuh untuk mengurus masalah perceraiannya dengan Shiori juga memikirkan rencana indah yang sudah disusunnya untuk langkah hidup kedepannya. Tanpa sadar Masumi tersenyum ketika membayangkan bahwa apa yang diimpikannya selama ini, sesuatu yang dianggapnya tak kan pernah terwujud kini bisa di raihnya. Maya. Masumi sadar jalannya tidak akan mudah tapi dia yakin kali ini Maya pasti akan menjadi miliknya.
Suara dering interkom menyela perenungan Masumi tentang semua rencananya.
"Ya, Mizuki?"
"Tuan Besar datang dan ingin bertemu anda."
Ayah?! Masumi tertegun sejenak mendengar apa yang disampaikan Mizuki. Pasti ada hal penting sampai ayahnya datang ke kantor. Berhenti berspekulasi, Masumi segera meminta Mizuki mempersilakan ayahnya masuk. Masumi kembali terkejut ketika melihat siapa yang datang bersama ayahnya dengan setelan jas formal.
Mizuki yang mengamati perubahan wajah Masumi mengernyit penuh tanda tanya. Dia sendiri juga terkejut dengan kedatangan Eisuke yang tiba-tiba. Dan laki-laki yang bersamanya...ehm, Mizuki merasa deja vu saat melihatnya.
"Mizuki, tolong minta office boy membuat teh untuk ayah." Perintah Masumi menyadarkan Mizuki dari renungannya.
Membungkuk hormat, Mizuki bergegas meninggalkan ruangan. Menunda analisa otak pintarnya.
Masumi menyapa sopan ayahnya sembari mempersilakan mereka semua duduk di sofa tamu. Pria yang datang bersama Eisuke mengangguk hormat pada Masumi tapi tetap berdiri di belakang sang tuan besar, disamping sang pengawal setia, Asa. Masumi mengambil posisi di sofa, berhadapan dengan Eisuke yang duduk di kursi rodanya.
"Ada hal penting yang mau aku sampaikan padamu." Terang Eisuke kemudian.
"Pasti sangat penting sampai ayah datang sendiri ke kantorku, bahkan bersama dengan, Hijiri." Jawab Masumi seraya melayangkan padangan penuh tanda tanya pada sang pengawal rahasianya.
Hijiri diam dengan menjaga ekspresinya tetap tenang meski itu bertolak belakang dengan apa yang dirasakannya. Dia tahu benar kalau Masumi tidak suka kejutan seperti ini. Tapi apa daya, dirinya hanyalah pria yang harus membalas budi dengan seluruh hidupnya pada keluarga Hayami. Perintah Eisuke adalah mutlak baginya, tanpa bantahan. Meski hati kecilnya lebih memilih untuk meletakkan seluruh kesetiaan serta pengabdiannya untuk Masumi tapi tetap saja, Tuan besarnya, Eisuke Hayami, adalah pemegang kendali tertinggi. Jendral besar yang tidak terbantahkan.
"Aku ingin kau memanggil semua Dewan Direksi besok." Kata Eisuke tanpa basa-basi.
"Dewan Direksi?" Masumi menautkan alisnya, heran.
"Wakil Direktur Arisawa menemuiku semalam dan mengatakan ingin mengundurkan diri."
"Apa?" Masumi hampir saja berteriak mendengar apa yang dikatakan ayahnya.
"Tapi Tuan Arisawa sama sekali tidak mengatakan apapun padaku. Bahkan kemarin aku-," kepala Masumi seperti dihantam oleh godam raksasa begitu otaknya menyadari apa yang sedang terjadi. Pengunduran diri wakil direkturnya dan kedatangan Hijiri. Tanpa sadar tangannya terkepal kuat di atas lutut, mencium hal yang tidak mengenakkan dari rencana ayahnya. Sekilas melihat wajah Hijiri dan Masumi semakin yakin dengan prediksinya.
Pintu terbuka dan Mizuki membawa nampan berisi cangkir-cangkir teh. Mengabaikan kedatangan sekretarisnya, Masumi langsung menatap tajam ayahnya.
"Hijiri adalah wakil direktur yang baru." Bukan pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan tegas yang dilontarkan Masumi pada pria paruh baya yang kini tengah menyeringai penuh kemenangan padanya.
Mizuki hampir saja menjatuhkan nampan yang dibawanya saat mendengar apa yang dikatakan Masumi. Namun dengan pengendalian diri yang terlatih dan sudah sangat teruji di berbagai situasi, Mizuki berhasil menenangkan dirinya. Meletakkan cangkir-cangkir itu di meja dengan sopan. Mengabaikan percikan kemarahan yang tercipta diantara tatapan mata ayah dan anak itu. Bukan rahasia lagi kalau Eisuke dan Masumi adalah orang-orang yang keras kepala dan tidak mau mengalah. Dan sepertinya kejadian ini akan menjadi genderang perang diantara keduanya. Siapa yang kuat akan mengendalikan si lemah.
Kekehan Eisuke memecah keheningan diantara mereka. Masumi meminta Mizuki tetap tinggal dan sang sekretaris segera memposisikan dirinya dengan berdiri di belakang sofa Masumi.
"Tidak sia-sia aku mendidikmu selama ini Masumi." Kata Eisuke setelah puas melihat ekspresi Masumi.
"Apa maksud ayah dengan semua ini?" Tanya Masumi kemudian.
"Apa maksudku?" Eisuke terlihat senang mempermainkan putra semata wayangnya itu.
"Aku yakin Tuan Arisawa tidak mengundurkan diri. Aku tidak peduli kesepakatan apa yang ayah buat dengannya tapi jelaskan padaku tentang peran Hijiri disini. Dewan direksi tidak akan setuju begitu saja, Hijiri adalah orang asing bagi mereka meski faktanya dia adalah urat nadi Daito." Masumi dengan gamblang mengutarakan pemikirannya. Tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakannya. Masumi yakin ayahnya juga tahu hal itu. Dan alasan kenapa Eisuke tetap memaksakan kehendaknyalah yang membuat Masumi bingung. Sebuah dugaan terlintas di dalam kepalanya tapi Masumi menepisnya jauh-jauh.
"Aku senang kau tidak mempermasalahkan kesepakatanku dengan Arisawa," Eisuke kembali menyeringai senang, "dan masalah Hijiri. Bukankah itu justru menguntungkan? Meletakkan orang yang paling mengerti Daito disebelahmu? Seharusnya kau berterima kasih padaku."
Mizuki mengamati keadaan ini dengan seksama. Sedikit banyak dia mulai mengerti dengan 'siapa' Hijiri sebelum ini. Ingatannya kemudian melayang pada beberapa memori lampau, dimana dia pernah melihat pria itu...Mizuki diam dalam keterkejutannya sendiri, kurir dan mawar ungu.
"Jangan bilang ini ada hubungannya dengan perceraianku."
Kata-kata Masumi membuat Mizuki kembali fokus pada pembicaraan. Dilihatnya Eisuke kembali menyeringai.
"Aku memang tidak bisa mengaturmu tapi aku masih bisa mengawasimu, adil bukan?" Kata Eisuke terung terang.
Masumi diam namun matanya menatap tajam pada sosok ayah dihadapannya.
"Apa yang sebenarnya ayah inginkan?" Tanya Masumi, memecah keheningan diantara mereka.
Eisuke menyeringai lagi, "Kau akan tahu nanti. Ayo Asa, kita pulang. Hijiri, kau tetap disini dan persiapkan semua untuk besok."
Hijiri membungkuk hormat ketika Eisuke memutar kursi rodanya dan pergi bersama Asa, "Baik Tuan Besar."
Masumi memandang dalam diam kepergian Eisuke. Sementara Mizuki dengan cekatan membuka pintu dan mengantarkan kepulangan sang ayah.
Cangkir-cangkir teh masih utuh di atas meja dan sepertinya tidak ada satupun yang berniat menikmatinya. Suasana menjadi hening sampai akhirnya Masumi menatap Hijiri tajam, meminta penjelasan. Hijiri yang sudah sangat paham dengan sikap atasannya segera mendekat dan mengangguk hormat.
"Jadi sekarang tugasmu adalah mengawasiku?" Masumi memulai percakapan.
Belum sempat Hijiri menjawab, Mizuki sudah datang dengan membawa beberapa dokumen di tangannya.
"Tuan Besar ingin anda mempelajari semua berkas ini, Tuan Hijiri." Kata Mizuki.
Masumi menghela napas panjang, meredakan ketegangan yang sejak tadi menyesakkannya. Hijiri masih belum menerima dokumen dari Mizuki dan bergeming memandangi bosnya yang nampak kelelahan.
"Tuan,"
Masumi kembali menatap Hijiri.
"Tuan Besar tahu kalau Tuan masih berhubungan dengan Nona dan saya adalah pengawal Nona." Terang Hijiri.
Mizuki tampak terkejut mendengarnya tapi tidak dengan Masumi yang sekarang kembali menghela napas seraya mengendurkan simpul dasinya.
"Sudah ku duga."

***
"Apa yang harus aku lakukan sekarang Rei?"
Maya yang tengah berbaring di sofa panjang di ruang tengah apartemennya menatap sendu sahabat yang duduk didepannya.
"Kenapa kau justru pusing saat kau memiliki kesempatan untuk bersama dengan Tuan Masumi?" Tanya Rei tidak mengerti.
Maya mendesah panjang lalu bangun dan bersandar pada lengan sofa, "Tidak semudah itu. Aku takut keluarga Takamiya ataupun Tuan Besar Hayami akan menyakitinya."
"Maya, Tuan Masumi lebih dari mampu untuk bisa melindungi dirinya. Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu." Rei berdiri lalu berjalan menghampiri sahabatnya. Duduk di satu sofa yang sama dan menatap lembut Maya yang tengah meringkuk memeluk lututnya.
Maya menggeleng pelan, "Nyonya Shiori tidak mungkin bermain-main dengan ancamannya padaku."
"Tapi Maya, kalau memang Nyonya Shiori tidak mau Tuan Masumi bersamamu, kenapa dia harus menceraikannya? Bukankah itu tidak masuk akal?" Kata Rei.
Maya mengendikkan bahu dan menegakkan tubuhnya, "Entahlah, aku tidak tahu. Hanya saja aku merasa akan ada hal buruk yang terjadi. Aku takut."
Rei mengembangkan senyum dan mengusap lembut lengan Maya, "Tenanglah, jangan berpikir berlebihan. Semua pasti baik-baik saja. Aku percaya Tuan Masumi akan selalu melindungimu seperti apa yang sudah dia lakukan selama ini padamu."
Sesaat Maya terdiam, menatap dalam sepasang bola mata hitam sahabatnya lalu menghela napas panjang,
"Semoga."

***
Satu hal yang tidak pernah bisa dikalahkan manusia adalah waktu. Hari demi hari terasa bagaikan gasing yang berputar bagi Maya, cepat dan melelahkan. Bagaimana tidak, satu bulan terakhir dia disibukkan dengan jadwal syuting, pemotretan, wawancara dan rentetan jadwal gila lainnya yang membuatnya bahkan kesulitan meletakkan kepalanya di atas bantal.
Selain pekerjaan, tidak ada hal lain yang bisa dipikirkannya, bahkan ketakutannya mengenai masalah perceraian Masumi juga menguap entah kemana. Terakhir berita yang dlihatnya adalah konferensi pers Masumi dan Shiori yang menyatakan mereka sudah resmi bercerai dua minggu yang lalu. Mantan suami istri itu tampak begitu tenang di depan kamera menjawab semua pertanyaan pers. Maya bahkan menggeleng heran melihatnya, bagaimana bisa keduanya berakting sesempurna itu di hadapan media. Maya sendiri yang adalah aktris tidak pernah bisa membayangkan untuk bisa berakting 'semua baik-baik saja' di hadapan kamera.
Siang itu, Maya tengah berada di kota Kyoto untuk pengambilan beberapa scene film Aishiteru. Mereka baru saja tiba di hotel dan Midori, sang menejer, tampak sibuk membereskan semua barang mereka di kamar. Setidaknya selama satu minggu ke depan Maya lagi-lagi akan disibukkan oleh jadwal syutingnya yang padat.
"Sebaiknya anda istirahat dulu. Syuting dimulai pukul empat sore karena kita membutuhkan senja untuk scene ini. Setidaknya masih ada waktu-," Midori melihat jam tangannya, "Dua jam untuk anda tidur."
"Hhmm, baiklah," gumam Maya lirih seraya merebahkan dirinya ke tempat tidur dan membiarkan sang menejer membongkar kopernya.
"Ah iya Nona, saya lupa menyampaikan." Ucap Midori tanpa melihat Maya dan sibuk menata pakaian di dalam lemari, "Tadi Tuan Masumi menghubungi saya dan menanyakan kabar anda. Tampaknya Tuan Masumi merindukan anda, mengingat selama satu bulan ini kalian sama sekali-," Midori menghentikan ceritanya dan menoleh pada Maya yang tak meresponnya sama sekali.
"Ah, ternyata," sang menejer hanya menggeleng seraya tersenyum geli melihat Maya yang sudah menyebrang ke alam mimpinya. Dia pun tak ingin mengganggu istirahat nonanya dan kembali melanjutkan aktivitasnya.

***
Waktu yang sama di Daito.
"Ada masalah Tuan?" Tanya Hijiri saat Masumi hanya diam dengan pandangan kosong menatap dokumen di depannya. Padahal sedari tadi, dirinya sudah menjelaskan panjang lebar mengenai laporan proyek kerja sama Daito dengan salah satu perusahaan TV swasta di Amerika. Bukan Daito namanya jika mereka tidak mengincar pasar intertainment di dunia internasional. Lagipula Daito memiliki banyak potensi untuk itu.
Masumi mengangkat wajahnya dan menatap Hijiri juga Mizuki yang diam mengamati dirinya.
"Ah, maaf, ada beberapa hal yang sedang ku pikirkan," kata Masumi kemudian.
Hijiri dan Mizuki menutup dokumen mereka bersamaan dan Masumi mengikutinya kemudian. Ketiganya sepakat tanpa kata untuk berhenti membahas masalah proyek Amerika dan sepertinya lebih tertarik dengan 'hal' yang sedang dipikirkan tuannya.
"Sebaiknya itu masalah penting yang membuat anda mengabaikan proyek penting ini, Tuan Masumi," kata Mizuki.
Sejenak Masumi menatap Mizuki tapi kemudian beralih menatap Wakil Direkturnya, mantan pengawalnya, sahabatnya, atau apalah namanya. Kedua mata mereka saling bertukar pandang, seolah berbicara tapi tanpa kata.
"Anda memikirkan Nona." Kata Hijiri kemudian.
"Ah," Mizuki mendesah pelan seraya menganggukkan kepala tanda mengerti, "Sudah satu bulan anda sama sekali tidak menemui Nona Maya."
"Aku mencemaskannya." Ucap Masumi.
"Atau merindukannya?" Kata Mizuki seraya menahan senyumnya dan sukses membuat Masumi menatapnya tajam. Tapi bukan Mizuki namanya jika dia takut pada tatapan tajam Masumi.
"Jangan menggoda Tuan, Nona Mizuki. Pasti berat untuk Tuan Masumi saat ini," kata Hijiri.
"Kalian berdua sama saja. Sepertinya sekarang kau semakin menikmati peranmu Hijiri," balas Masumi kesal karena harus berhadapan dengan dua orang kepercayaannya yang justru membully nya saat dirinya tengah bingung mengendalikan rasa rindunya.
Mizuki dan Hijiri terkekeh bersamaan, sungguh kesempatan yang langka melihat Masumi yang biasanya dingin dan serius terlihat begitu pusing karena cinta.
"Kenapa anda tidak menemuinya Tuan? Bukankah masalah perceraian anda dan Nyonya sudah selesai?" Tanya Mizuki penasaran.
"Tidak semudah itu Mizuki. Aku tidak mau media mengkambing hitamkan Maya dalam perceraianku. Aku harus menjaga jarak dengannya, setidaknya untuk sementara waktu." Jelas Masumi terus terang. Ya, tidak ada lagi yang harus disembunyikan Masumi pada kedua orang dihadapannya itu. Mereka sudah sangat mengerti tentang perasaan Masumi dan masalah pelik hubungannya dengan Maya.
"Bagaimana kabar Nona Maya?" Hijiri tak urung juga merasa rindu dengan sosok nona yang sudah dianggapnya seperti adik itu.
"Tadi pagi aku menghubungi Midori, Maya baik-baik saja kecuali kurang tidur karena jadwal padatnya. Aku hanya bersyukur tidak salah menempatkan Midori dan Masato di samping Maya." Jawab Masumi.
Sekilas tersirat ekspresi kecewa di wajah Hijiri dan Masumi cukup mengerti akan hal itu.
"Bukan salahmu Hijiri. Setidaknya kita selangkah lebih cepat dengan memilih Masato dan ayah sama sekali belum tahu hal itu. Supir memang penyamaran paling sempurna untuknya dan Midori juga menjalankan tugasnya dengan baik." Terang Masumi.
Hijiri mengangguk paham dengan penjelasan Masumi.
"Saya dengar pengambilan scene film Aishiteru di lakukan di luar kota minggu ini," kata Hijiri.
"Ya, Maya sedang berada di Kyoto. Seluruh tim produksi berangkat tadi pagi," jawab Masumi.
Mizuki menautkan alis mendengar jawaban Masumi dan beberapa detik kemudian sebuah senyum tipis menghiasi bibirnya.
"Jika anda memang ingin menemui Nona Maya-," Mizuki menatap Masumi geli, "saya rasa saya bisa mengaturnya untuk anda."
"Eh?" Masumi dan Hijiri mengernyit tak mengerti.
"Bukankah besok seharusnya Tuan Hijiri menghadiri peresmian gedung theatre baru di Kyoto? Kenapa bukan anda yang berangkat kesana? Perjalanan bisnis tentu bisa menjadi alasan bagi anda untuk mengunjungi Nona Maya," terang Mizuki.
Seketika wajah Masumi berubah senang, benar-benar segala sesuatu yang berhubungan dengan Maya bisa membuat seorang Masumi lupa diri. Namun Masumi masih sadar akan peran Hijiri di kantornya, diapun menatap penuh tanya pada bawahannya itu.
"Tenang saja Tuan, urusan Tuan Besar serahkan pada saya. Beliau baru akan kembali dari terapi di Nara tiga hari lagi. Hanya saja, pastikan anda sudah kembali sebelum itu." Hijiri kembali mengembangkan senyum menenangkannya.
"Jadi-," Masumi terdengar bersemangat, "Mizuki, tolong cancel semua jadwalku sore ini atau alihkan pada Hijiri." Perintah Masumi seraya berdiri dari kursi kerjanya dengan wajah berbinar.
"Eh?!" Mizuki dan Hijiri terkejut.
"Tapi acaranya masih besok siang Tuan," sergah Mizuki cepat, memastikan kalau tuannya tidak salah jadwal.
"Lebih cepat lebih baik kan? Atur saja semuanya. Aku akan berangkat sekarang," kata Masumi tanpa peduli pada wajah bingung keduanya.
Baik Mizuki ataupun Hijiri tidak bisa lagi melarang saat akhirnya Masumi meraih kunci mobilnya dan meninggalkan kantor. Hijiri melihat jam tangannya dan memperkirakan Masumi akan sampai di Kyoto saat malam. Sungguh perhitungan yang matang karena dengan begitu Tuannya pasti bisa menemui Maya di kamar hotel tanpa menarik perhatian banyak orang .
Mizuki mendesah kesal seraya menghempaskan diri di kursi kerja dan Hijiri menahan senyumnya melebar melihat nona muda itu mulai merajuk.
"Sepertinya saya salah memberikan ide. Tuan Masumi membuat semua jadwal sore ini menjadi berantakan." Keluh Mizuki sambil membuka agenda kerjanya dan bersiap mencoret beberapa point sebelum tangan Hijiri mencekal pergelangan tangannya dengan lembut.
Mizuki mengangkat kepalanya dan menatap heran pria yang berdiri di hadapannya.
"Aku bisa menggantikan tugasnya," kata Hijiri sopan.
"Oh," tanpa sadar bibir Mizuki membentuk huruf O sempurna tapi lima detik kemudian dia sadar akan ekspresi konyolnya dan dengan cepat menundukkan kepala, malu, "maaf," gumam Mizuki dengan semburat merah di pipi yang gagal disembunyikannya.
Keduanya terdiam. Hijiri melepaskan tangan Mizuki tapi tetap berdiri di depannya. Mizuki yang sudah tenang kembali mengangkat wajahnya.
"Anda yakin? Maksud saya...jadwal anda sejak kemarin penuh dan ada dua pertemuan sore ini juga sebuah makan malam yang...yah, saya rasa itu cukup melelahkan." Jelas Mizuki yang entah kenapa merasa tidak tega membebankan pekerjaan Masumi pada wakilnya -meskipun sebenarnya hal itu masih berada dalam jangkauan pekerjaannya-.
"Tidak masalah. Berikan padaku dokumen yang harus aku pelajari dan katakan apa yang harus aku lakukan dan aku akan melakukannya." Jawab Hijiri, masih dengan nada sopannya.
Mizuki menahan bibirnya untuk tidak tersenyum di bawah pandangan mata Hijiri, "Ba-baiklah, saya akan siap-kan semuanya." Jawab Mizuki gugup seraya bangkit dari kursinya.
"Tapi aku minta syarat untuk tugas ini." Kata Hijiri tiba-tiba dan sukses membuat Mizuki terkejut, gagal mengerti maksud perkataan sang wakil direktur.
"Maksud anda?" Tanya Mizuki hati-hati.
"Kau yang punya rencana agar Tuan Masumi menggantikan tugasku dan sekarang aku akan menggantikan tugas Tuan Masumi agar kau tidak perlu repot mengatur ulang semua jadwal. Aku juga harus membuat laporan palsu pada Tuan Besar untuk menutupi semuanya, tidakkah aku pantas menerima imbalan atas itu?" Terang Hijiri tenang tapi justru memperdalam kerutan di kening Mizuki.
"Tapi itu kan-,"
"Makan malam," potong Hijiri cepat, "hari sabtu jam tujuh malam. Aku akan menjemputmu," Hijiri tersenyum, "di apartemenmu."
Sekali lagi Mizuki menganga dengan tidak cantiknya saat Hijiri mengulum senyum tipis dan berlalu dari hadapannya. Hijiri berhenti saat tangannya meraih handle pintu lalu berbalik menatap Mizuki yang masih terpaku, "Bisa tolong buatkan aku secangkir kopi? Kopi buatanmu enak." Kata Hijiri yang kemudian menghilang di balik pintu dan mengabaikan wajah double syok Mizuki.
Sial! Apa-apaan itu?! Makan malam?! Dan dari mana dia tahu apartemenku?
Mizuki merutuk dalam keterkejutannya. Dia belum tahu saja apa profesi sebenarnya dari seorang Karato Hijiri. Alamat apartemen adalah hal kecil baginya, bahkan jika mau Hijiri bisa tahu berapa ukuran sepatu Mizuki atau bahkan…ehem, tidak perlu dijelaskan.
"Karato Hijiri! Awas kau!" Geramnya, namun tak urung Mizuki pergi juga ke pantry untuk membuatkan secangkir kopi...untuk Hijiri.

***
Senja menghias garis cakrawala dengan indahnya. Syuting dilakukan di sebuah danau dekat dengan taman bunga. Cuaca di awal musim panas pun mendukung pengambilan gambar sore itu. Sungguh tidak sia-sia sang sutradara memikirkan latar belakang sunset dalam scene kali ini. Semuanya tampak sempurna terekam di laya kaca.
Maya berperan sebagai kekasih Koji, keduanya tak pernah gagal memuaskan sang sutradara dengan aktingnya. Begitu juga dengan Ayumi yang berperan sebagai sahabat Maya. Mereka semua memang layak disebut sebagai bintang dengan semua pesona dan kesempurnaan akting masing-masing.
"Cut!"
Satu kata yang mengakhiri pengambilan scene terakhir hari itu dan ucapan terima kasih langsung terlontar dari Tuan Himekawa, sang sutradara, kepada semua pemain dan krunya. Kerja keras mereka memuaskan hari itu.
Ayumi tampak berbincang sebentar dengan ayahnya sebelum akhirnya kembali ke kursinya yang lagi-lagi berada di sebelah Maya.
"Melelahkan?" Tanya Ayumi saat melihat Maya tampak kepayahan di kursinya.
"Hanya kurang tidur," jawab Maya santai.
"Ku dengar jadwalmu cukup padat sebelum ini." Kata Ayumi seraya mengamati para kru termasuk menejernya dan menejer Maya yang tampak sibuk mendiskusikan sesuatu dengan kepala tim produksi. Perhatiannya kemudian beralih pada Maya yang hanya diam dan ternyata sedang meneguk air mineral yang langsung menghabiskan setengah isinya. Ayumi tersenyum geli melihat sahabat sekaligus rivalnya yang tidak pernah berubah itu.
"Maaf," kata Maya sebelum menjawab, "Ya, salahkan semua kontrak yang diterima oleh Nona Midori untukku. Rasanya aku ingin kabur saja." Keluh Maya.
Ayumi terkekeh, "Ya, setidaknya kau punya faktor pengalih yang baik."
"Eh?!" Maya memandang Ayumi tak mengerti.
"Berita 'itu'." Jawab Ayumi setengah berbisik dan Maya membelalak terkejut.
"Kau-?!" Maya tampak bingung dan salah tingkah tapi Ayumi justru tertawa karenanya.
"Tenang saja, aku bisa menjaga rahasia." Jawab Ayumi santai.
"Ta-tapi...bagaimana bisa kau-,"
"Bagaimana aku bisa tahu? Perasaan diantara kalian?" Ayumi menyela kegagapan Maya.
Kali ini Maya hanya bisa mengangguk, lidahnya masih kelu untuk menjawab.
"Tidak Maya, aku tidak tahu sebenarnya. Tapi kau bisa salahkan suamiku yang terlalu pintar membaca perasaan dan pikiran orang bahkan hanya lewat foto." Jawab Ayumi dengan senyum simpulnya.
Maya terdiam lagi.
"Pementasan bidadari Merah, pernikahan, ehm, mereka, juga pernikahanku. Suamiku terus mengamati kalian di sana dan menceritakan hal itu padaku. Awalnya aku tak percaya tapi melihatmu sekarang, ya, mau tak mau kali ini aku mengakui kehebatannya."
Dan wajah Maya sukses memerah mendengarnya. Perasaanya pada Masumi bukanlah hal yang suka diumbarnya tapi kali ini Maya tidak bisa mengelak di depan Ayumi.
"Aku berdoa semoga kalian bahagia." Ucap Ayumi seraya mengerlingkan sebelah matanya dan beranjak dari kursi karena sang menejer memanggilnya, meninggalkan Maya yang masih tenggelam dalam keterkejutannya.

***
Pukul delapan tiga puluh malam di kamar Hotel Maya.
"Hari yang melelahkan." Keluh Maya yang langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur setelah selesai mandi.
"Anda bisa beristirahat lebih awal malam ini. Syuting di mulai pukul delapan besok pagi." Kata Midori seraya memberikan dua botol kecil pada Maya, vitamin dan suplemen.
Dengan cepat Maya meminum keduanya dan mendorongnya dengan segelas air yang kembali diberikan Midori padanya.
"Terima kasih." Ucap Maya yang hanya dibalas senyuman oleh Midori.
"Saya akan kembali ke kamar. Anda bisa memanggil saya jika membutuhkan sesuatu." Pesan Midori sebelum pergi.
Maya hanya mengangguk, mengiyakan, sebelum sang menejer akhirnya menutup pintu dan membiarkannya beristirahat. Tapi nampaknya dewi fortuna tidak berpihak pada Maya. Baru saja matanya akan terpejam, suara bel mengusiknya dan mengurungkan niatnya untuk tidur.
"Hai, maaf kalau mengganggu." Senyum menawan pemuda tampan langsung menyambut Maya saat pintu terbuka.
"Koji?" Maya tampak terkejut.
Koji melebarkan senyumnya saat melihat wajah terkejut Maya, "Boleh aku masuk?"
Maya tampak sungkan untuk menolak, akhirnya membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan Koji masuk. Keduanya berjalan ke dalam dan mengabaikan pintu yang masih setengah terbuka.
"Ada apa?" Tanya Maya kemudian saat keduanya sudah duduk di sofa, di sebelah tempat tidur Maya.
"Ehm, apa aku mengganggu istirahatmu?" Tanya Koji canggung.
Maya menahan diri untuk tidak mengusir sahabatnya itu, "Mengganggu atau tidak, kau sudah ada di sini Koji." Jawab Maya kemudian yang disambut kekehan kaku dari lawan bicaranya.
"Aku sebenarnya ingin menanyakan hal ini setelah syuting kita selesai tapi sepertinya aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Ucap Koji kemudian.
Deg! Maya terdiam, terbesit di kepalanya akan apa yang mungkin dikatakan Koji padanya. Oh demi apapun di dunia ini, Maya berharap Koji tidak bersikeras untuk-.
"Maya, maukah kau memberikan kesempatan padaku kali ini?"
Kalimat tanya itu sukses membuat Maya tertohok.
"Koji, aku-,"
"Ku mohon Maya," potong Koji lagi. Bahkan kali ini pemuda itu sudah berlutut di depan Maya.
Tidak bisa menjawab, Maya beranjak dari sofa dan duduk di tepi tempat tidurnya, menghindari Koji.
"Aku sudah memberikan jawabannya padamu setelah pementasan bidadari merah." Kata Maya kemudian dengan nada putus asa.
Koji ikut beranjak dari lantai dan duduk di samping Maya.
"Dan aku mengatakan akan tetap menunggumu. Berilah aku kesempatan." Jawab Koji sama lirihnya.
Maya melihat mata Koji yang menatapnya penuh harap. Hatinya selalu sakit jika melihat hal itu di mata Koji. Dia tahu bagaimana rasanya berada di posisi Koji, menanti sebuah cinta, Maya sangat tahu. Tapi...Maya juga tidak boleh memberi pemuda itu harapan karena jelas, sangat jelas, bahwa hatinya hanya milik Masumi seorang. Ya, meski...entahlah, Maya masih tidak yakin dengan masa depan cintanya tapi dia yakin kalau cintanya pada Masumi tidak akan pernah berubah.
"Maaf," satu kata itu yang akhirnya bisa diucapkan Maya. Gadis itu tertunduk dalam.
Terdengar desahan napas lelah dari Koji, "Sebegitu buruknyakah aku? Sampai kau tidak bersedia memberi kesempatan padaku untuk membuktikan kalau aku sangat mencintaimu."
"Tidak Koji, bukan begitu," jawab Maya yang kini sudah menegakkan kembali kepalanya, "Kau baik, terlalu baik untukku."
"Jangan menghiburku Maya,"
"Tidak Koji, sungguh." Maya menghela napas, "Kau berhak mendapat yang lebih baik dariku. Aku hanya akan menyakitimu jika menuruti keinginanmu."
"Apa-," Koji menyangga tubuhnya dengan kedua lengan di atas tempat tidur dan menatap Maya ragu, "kau masih mencintainya? Mengharapkannya?"
"Si-siapa maksudmu Koji? Aku tidak mengerti,"
"Kau tahu siapa yang ku maksud Maya." Lirih Koji putus asa, "tadinya saat kita menghadiri pesta pernikahan orang itu, ku pikir aku akan memiliki kesempatan. Tapi nyatanya kau tidak juga mau membuka hatimu untukku dan sekarang-," Koji menghela napas seraya mengacak rambut dengan jemarinya, "dia malah bercerai dan apa yang aku takutkan terjadi. Kau pasti akan kembali padanya kan?"
Ya, Koji bukannya bodoh sampai tidak bisa mengerti situasi yang terjadi. Masumi, orang yang dimaksud Koji, satu-satunya pria yang berhasil memenangkan hati Maya dan takkan pernah bisa dikalahkannya. Dia masih ingat benar bagaimana Masumi dan Maya berpelukan di pelabuhan hari itu. Bagaimana Maya menangis ketika berita pernikahan Masumi dan Shiori disebarkan. Dan meski dirinya tidak tahu dengan pasti drama percintaan Maya dan Masumi yang sebenarnya, Koji cukup mengerti bahwa perasaan diantara mereka bukanlah hal yang palsu. Koji selalu melihat cinta di mata Masumi ketika menatap Maya, begitu juga sebaliknya. Bahkan kalau dipikir lagi semua perilaku kasar Masumi yang ditunjukkan di depan umum pada Maya adalah untuk melindungi gadis itu dan mendorongnya untuk maju. Sungguh bodoh masyarakat di luar sana yang mengatakan kalau Masumi adalah orang yang dingin dan gila kerja. Koji sendiri sudah melihat betapa sisi terdalam seorang Masumi sangat bertolak belakang dengan apa yang tampak dari luar.
"Aku masih tidak tahu apakah kami bisa bersama atau tidak?"
Otomatis Koji menoleh pada Maya ketika mendengar gadis itu bicara.
"Maksudmu? Dia tidak mencintaimu, lagi?" Entah kenapa Koji enggan menyebut nama Masumi di depan Maya.
Maya menggeleng lemah, "Tidak bukan begitu." Jawabnya lirih, "Ah, sudahlah, maaf aku tidak bisa menceritakannya padamu."
Koji mengangguk mengerti, "Tidak apa-apa. Lagipula aku memang tidak berhak ikut campur urusan pribadimu."
Maya mengulas senyum tipis, "Terima kasih."
Keduanya terdiam cukup lama, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tali persahabatan di antara mereka sepertinya memang tak pernah bisa dirubah sampai kapanpun. Mereka sama-sama menyadari hal itu.
"Aku akan kembali ke kamar. Maaf sudah mengganggumu," kata Koji kemudian.
Maya hanya mengangguk tapi saat Koji tak juga beranjak dari tempat tidurnya Maya tampak bingung.
"Ada apa?"
"Ng, boleh aku meminta sesuatu padamu?"
Maya memiringkan kepalanya, "Apa?"
"Bolehkah aku memelukmu? Yang terakhir dan aku tidak akan mengganggumu lagi."
Maya tampak terkejut dan Koji merasa bersalah dengan permintaannya.
"Ya," lirih Maya.
Sekarang justru Koji yang terkejut dengan jawaban Maya. Tak membuang waktu lagi karena takut Maya akan berubah pikiran, Koji segera menarik Maya ke dalam pelukannya. Kepalanya bersandar manja pada bahu Maya. Menikmati kedekatan mereka dan menghirup dengan puas aroma tubuh Maya yang pasti akan sangat sulit dilupakannya.
Tanpa keduanya sadari, sepasang mata tengah mengamati mereka dari celah pintu. Kedua iris itu menggelap karena apa yang sudah dilihatnya. Dengan menahan marah, sosok itu berbalik dengan cepat dan meninggalkan pintu.
"Terima kasih, selamat malam, Maya." Koji mendaratkan sebuah kecupan di puncak kepala Maya sebelum akhirnya keluar dari kamar.
Koji, maafkan aku.

***
(Picture milik  Mary Regina Alacoque)

Masumi menggenggam erat buket bunga di tangannya dan mempercepat langkah kakinya menyusuri koridor hotel. Wajahnya mengeras seiring amarah yang bergolak di dalam hatinya. Baru satu jam lalu dia tiba di hotel. Sengaja dia menunggu untuk bisa menemui Maya dan membuat kejutan baginya. Dia juga sudah membeli sebuket bunga, meski bukan buket mawar ungu. Karena akan berbahaya kalau sampai ada yang tahu dirinya memberikan buket mawar ungu pada Maya. Seluruh Jepang tahu apa arti mawar ungu bagi Maya.
Namun kenyataan memang tak pernah seindah khayal. Apa yang baru saja dilihat Masumi di kamar Maya sungguh ada di luar prediksinya.
Masumi terus merutuk dalam hati hingga sampai di dalam mobilnya. Dipukulnya kemudi. merebahkan kepala di atasnya, frustasi. Ya, Masumi frustasi melihat kekasih hatinya di peluk oleh Koji. Tapi patutkah dirinya marah? Bukan salah Maya kalau akhirnya memilih pria lain. Bukan salah Maya kalau akhirnya Masumi kalah. Bukankah sejak awal Masumi tidak pernah bisa membahagiakan kekasih hatinya itu. Perlakuan yang diterima Maya tidak ubahnya hanya sebagai kekasih simpanan tapi jika bersama Koji...
"Sial!" Lagi-lagi Masumi merutuk. Menyesali ketidakberdayaannya. Melihat Maya dipeluk oleh pria selain dirinya sungguh mengaburkan akal sehatnya. Otaknya buntu.
Semenit.
Dua menit.
Lima belas menit.
Satu jam.
Tanpa terasa satu jam Masumi tenggelam dalam keheningan. Mengurai benang kusut di dalam kepalanya.
Bukan Masumi namanya jika dia menyerah begitu saja. Dirinya masih berspekulasi mengenai kesempatan terakhir yang mungkin masih bisa diperjuangkannya. Dan kali ini Masumi tidak akan kalah. Tidak. Maya adalah tujuan hidupnya dan dia sudah bertekad untuk memperjuangkan cintanya. Bahkan jika dirinya harus mengorbankan segalanya, Masumi rela, asal dirinya sampai pada tujuan, Maya-nya.
Tergesa, Masumi menekan sebuah tombol cepat di handphonenya dan menghela napas panjang sebelum mulai bicara.
"Halo,"
"Rencananya berubah, aku butuh bantuanmu."

***
>>Bersambung<<
>>Pure Love - Chapter 4<<
>>Pure Love - Chapter 6<<

Post a Comment

60 Comments

  1. Alooo MM Lover, lama tak jumpa, khehekekekee
    BTW jangan arepin yang mesra2 di chap ini ya...ini chapter jembatan buat next chap nya.
    Nah, kalo komen di blog bisa tembus sampe angka 50 dalam dua hari, Rabu chap 6 nya bakal langsung publish, plus bonus yang manisssss ampe bikin diabet, wkwkwkwkwkwk
    Happy reading, moga suka aja, hihihihi
    Arigatooooo

    ReplyDelete
  2. Masumi terlalu cepat mengambil kesimpulan

    ReplyDelete
  3. Hadeuh ada2 aja...
    Cemburu ma koji lg

    ReplyDelete
  4. Kutunggu perjuangan mu masumi..
    rin

    ReplyDelete
  5. penasaran bgt...apa yang mau dilakukan masumi yach??engga marah sma maya kan mba agnes...terusan nya jangan lama2 ya mba...

    ReplyDelete
  6. Haduh masumi jgn salah paham begitu atuh ..tp betul ayo berjuang trs hihi....menunggu update nya lg nih agnes ngga sabar deh

    ReplyDelete
  7. Hadeeeh, kebiasaan deh Masumi. Kl menyangkut Koji pasti akal sehatnya jd buntu. Gemeeees pengen getok palanya.

    Apdetnya jgn lama 2 ya mbak Agnes, ga sabar baca lanjutannya

    ReplyDelete
  8. Hadeeeh, kebiasaan deh Masumi. Kl menyangkut Koji pasti akal sehatnya jd buntu. Gemeeees pengen getok palanya.

    Apdetnya jgn lama 2 ya mbak Agnes, ga sabar baca lanjutannya

    ReplyDelete
  9. Ya ampuuun mba agnes, updatenya lama bangeet huhuhuhuuwww... Sampe mau nangis terharu nih hari ijo begitu buka blog akhirnya ada cerita lanjutan stlh sekian bulan menanti. Emang paling pinter deh bikin cerita yg mengaduk aduk emosi... Ayooo lanjutkaaan..... Can't wait

    ReplyDelete
  10. Duh masumi datang disaat yang kurang tepat.. sebel ma koji ngapain harus pake peluk2 maya sgala ggrrhhh.... tapi pasti next chapter seruuu bgt...gak sabaar cepeet ya kak agneeesss

    ReplyDelete
  11. Aduhhh...salah paham lagi deh..hiks...lanjutannya jgn lama2 ya mbak...sumpah kepoo abiz nihhh

    ReplyDelete
  12. Salah ketik nama..hiks

    ReplyDelete
  13. Arghhhhhh kak agnes tau aja dimana mau buat tbc, aq penasaran berattttt,@_@. Oh pak masumiku yg keren,mau ngelakuin apa sich? Sms to bbm napa? Mode on grazy.penasaran

    ReplyDelete
  14. Mbakyu kekinian banget kata2nya.. ngga gagal mengerti lah pokoke.. kapan nih dikasih chapter yg MM nya lovey dovey biar tambah semangat yg baca sm komen ��

    ReplyDelete
  15. Next mbaaaa
    G sabar ih baca next chap ny

    ReplyDelete
  16. Waahhh ada penyegaran..hijiri nya suegeeerrrrr,keluar dari bayangan ...xixixi... ttp di selipin yaa cerita hijiri n mizuki nya sist.... hijiri out of character... hahay...
    Ga sabar nunggu yg bikin diabets... wkwkwkwk... 2 pasang....di tunggu hari Rabuuuuuuuu...

    ReplyDelete
  17. Nambahin komen aaah supaya lanjutannya segera

    ReplyDelete
  18. Nambahin komen aaah supaya lanjutannya segera

    ReplyDelete
  19. Mba Agnessssssss............. cepet dilanjutin yaaaaaaa.... gemes lihat Masumi yg cemburu and terlalu cepat menarik kesimpulan... Pria dewasa tetap aja bisa nge blank ya kl sdh urusan cinta... wkwkwkwkwwk.... ktunggu yg manis2 yaaaaa....

    ReplyDelete
  20. Mbak agneess... ak baru sempat baca hiikkss... tetep keren, lagi2 mbak agnes mencuri hatiku hehehe... next capteerr... jadi kepikiran copas komen biar banyak hahaha..

    ReplyDelete
  21. Mbak agneess... ak baru sempat baca hiikkss... tetep keren, lagi2 mbak agnes mencuri hatiku hehehe... next capteerr... jadi kepikiran copas komen biar banyak hahaha..

    ReplyDelete
  22. Dududududuh... masumiiii... jangan cuma ngintip tapi nguping juga dong... itu jelas2 maya nolak koji hadeeeuuuh...

    ReplyDelete
  23. Ninggalin jejak aaaahhhh.....biar chapter 6 cepet keluar
    Semangat c......

    ReplyDelete
  24. Cakep ceritanya say, secakep dirimu... semoga bisa baca chap 6 sore ini. Can't wait any longer... please make it asap dear. Thx a million to u.

    ReplyDelete
  25. Hehehe lupa mention di comment ku, Aiko Ryoko is me Fitria GW hehehe... im waiting nicely now for ur next chapter dear...

    ReplyDelete
  26. Ayooo say tambah chapter nya....
    Biar ku tambahin comment nya Mpe genap 50 jadi dikau mau publish chapter 6 nya HAHAHA...

    ReplyDelete
  27. Need more chapters please....

    ReplyDelete
  28. I really cannot wait any longer, please...

    ReplyDelete
  29. It seems im going to be insane now wkwkwk...

    ReplyDelete
  30. Who will join with me to give more comments...???

    ReplyDelete
  31. Oooppss my baby is crying now, cannot give more comments now, I'll give more comments later on, Wahahaha...

    ReplyDelete
  32. Aahh cuma kurang 15 comments lagi, come on guys, give ur comments, lol...

    ReplyDelete
  33. Aduh readers mungkin pikir aku lagi stress nih... wkwkwk biarlah yg penting bisa baca next chapter nya

    ReplyDelete
  34. Please share us next chapter immediately darling...

    ReplyDelete
  35. Hehehe... kl aku ngasih Mpe 20 comments ngaruh gak yaaa....?? :D
    Walau ID sama tapi comments ku buanyaaaaakk say.....!!! Jangan kecewakan emak stress ini...!! :(

    ReplyDelete
  36. Nungguin next chapter nya nih

    ReplyDelete
  37. Aku dah duduk manis nih sambil pelototin nih tablet

    ReplyDelete
  38. Menanti dengan senyuman lebar for the next chapter

    ReplyDelete
  39. Semoga say agnes segera publish next chapter nya yaaa

    ReplyDelete
  40. Cup....Cup....Cup.... jangan nangis nak, mama lagi nambahin comment nih, karena tante Agnes gak mau publish next chapter nya kl gak nyampe 50 comments

    ReplyDelete
  41. Don't cry please... I'll hold u baby while waiting for next chapter from aunty Agnes :D

    ReplyDelete
  42. My mind is in Pluto now it seems, due to wait ur next chapter of pure love

    ReplyDelete
  43. I believe all readers here who read my comments will say "what a silly woman...!!!" :D

    ReplyDelete
  44. What ever it is, chapter 6 is a must to be read today.

    ReplyDelete
  45. HAHAHA sudah 50 comments tuh, with this comment it becomes 51 comments, lol... publish chapter 6 of pure love PLEASE... im waiting...

    ReplyDelete
  46. Waiting... Waiting... Waiting... chapter 6, pure love.

    ReplyDelete
  47. Semoga sist Agnes tidak stress n panic baca all my comments yaaa.... stay happy n cheer darling.
    - Fitria GW -

    ReplyDelete
  48. wkkwkkkk, alamak cintakuuu, niat banget dirimu yak...53 komen euy
    but thanks a lot dear Fitria -Aiko Ryoko-
    next chapter will update ASAP...for my beloved reader n specially for u Fitria -Aiko Ryoko-
    muahhh...big huggg....

    ReplyDelete
  49. Aseek...apdet lg...apdet lg...dah lbh dr 50 kan komenx?tp bikin yg sweet-sweet dunk, bikin diabetes jg gpp, hehehe...

    ReplyDelete
  50. huahahahaha bener kan say Nes.. ada yang satu ide sama aku biar cepetan di apdet nih cerita.. XD

    ReplyDelete
  51. Selalu motong di part yg cantik...hu..hu...hu...nambah gemes aja ama masumi, samperin kek, kan sayang dah jauh2 dateng, malah marah2...thank ya mba, lanjutin .....jadi h2c, problemnya semakin nyut2 an di hati...👍👍👍

    ReplyDelete
  52. Sory, aku br ngebatik di komen mu mba agnes, krn br bs fokus lg ke bebeb masumi....apa iya hari ini ada update😄😄😄, ikutan ngantri aahhh

    ReplyDelete
  53. Bisa masuk kah kali ini ke koment?
    Soalnya selalu gagal...
    Tetap mencoba.

    Masumi... Fighting...

    ReplyDelete
  54. Aseek...apdet lg...apdet lg...dah lbh dr 50 kan komenx?tp bikin yg sweet-sweet dunk, bikin diabetes jg gpp, hehehe...

    ReplyDelete