Omiai - Chapter 5

Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi

FanFiction by Agnes Kristi

Summary : Maya Ozaki, aktris terkenal berusia dua puluh tujuh tahun, tidak pernah menyangka akan dipaksa menikah oleh ibunya. Dia dijodohkan dengan pewaris tunggal DAITO Grup, Masumi Hayami. Semua orang menyebutnya beruntung karena bisa menjadi istri Masumi. Sayangnya, Maya tidak melihat pernikahannya sebagai keberuntungan. Bagaimana bisa disebut beruntung jika menikah dengan playboy tampan yang bahkan diincar oleh sebagian besar wanita Jepang. Sstt, diam-diam Maya menaruh hati pada pemuja rahasia yang sudah mendukungnya sejak pertama kali naik panggung, Mawar Ungu. Ah, sepertinya ini akan jadi kisah cinta yang panjang.

=================================================================

(Pict From Google)


"Kau mau membawaku kemana?" Maya melipat tangan di depan dada begitu Masumi menjalankan mobil meninggalkan pelataran studio.

Sejenak melirik ke arah samping, Masumi menahan diri untuk tidak tersenyum. "Tentu saja membawamu pulang ke rumah. Memang kau mau kemana, hm?"

Tentu saja Maya tidak percaya begitu saja dengan ucapan Masumi. "Rumahku?" Wanita itu menoleh dengan kening berkerut.

Masumi mengangguk. "Tapi aku tidak keberatan kalau kau mau pulang ke rumah kita, bagaimana?"

Malas menjawab godaan Masumi, Maya langsung memalingkan wajah dan menatap ke luar jendela.

"Bibi Mayuko berpesan agar aku menjemputmu besok pagi. Apa kau sudah diberitahu?" Masumi mengalihkan topik pembicaraan.

Maya langsung teringat perkataan Rei mengenai bridal salon. "Hm."

"Aku akan menjemputmu pukul sembilan tiga puluh." Masumi menoleh pada Maya yang hanya diam lalu kembali fokus pada jalan di depannya. Dia pun tidak lagi bicara sampai mobil tiba di depan gerbang kediaman Ozaki.

Seperti biasa, begitu mobil berhenti Maya langsung mengucapkan terima kasih lalu bergegas keluar. Masumi hanya bisa menggeleng dengan sikap calon istrinya. Dia mengamati Maya yang disambut oleh pelayan lalu menghilang di balik pintu ganda besar. Menghela napas panjang, Masumi kembali menyalakan mobil dan meninggalkan pelataran kediaman Ozaki. Tanpa Masumi tahu, Maya mengamati mobil calon suaminya dari balik tirai jendela ruang tamu.

“Kenapa tidak mempersilakan Tuan Muda masuk, Nona?”

Maya hampir menjerit karena terkejut saat mendengar suara Genzo Kobayashi, kepala pelayan di kediaman Ozaki. “Paman mengejutkanku,” keluhnya sembari mengusap dada.

“Maaf jika mengejutkan Nona.” Genzo tersenyum. Sejak tadi dia sengaja mengamati Maya yang mengintip dari jendela.

Tidak mau menjawab pertanyaan Genzo, Maya memilih untuk melarikan diri. “Aku akan ke kamar,” katanya kemudian seraya bergegas meninggalkan ruang tamu.

Melihat sikap sang nona membuat Genzo hampir tertawa. Dia tahu kalau Maya keberatan dengan ide perjodohan. Dia juga tahu kalau sebenarnya wanita muda itu tertarik dengan calon suaminya. Tapi siapa yang tidak tahu kalau Maya itu keras kepala? Genzo yakin nyonyanya punya alasan tersendiri sampai menjodohkan putri semata wayangnya.

Sementara itu di dalam kamar, Maya langsung menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, mengubur wajahnya di atas bantal dan berteriak. “Masumi Hayami menyebalkan!!”

***

Makan malam di kediaman Hayami berlangsung tenang. Aya melihat putranya sudah berada di rumah dan ikut makan malam merasa senang. Biasanya Masumi lebih banyak menghabiskan waktu di apartemennya. Dan lagi ekspresi Masumi juga tampak sedang dalam suasana hati yang baik.

“Bagaimana pekerjaanmu hari ini, Masumi?” Aya bertanya pada putra semata wayangnya.

Masumi mengulas senyum pada sang ibu. “Baik Ibu.”

“Apa ada hal menyenangkan di kantor? Kau tampak sedang senang.”

Pertanyaan sang ibu membuat Masumi tersedak sop yang baru saja dicicipinya. Dia segera menyeka mulut dengan serbet saat sang ayah menatapnya heran. “Maaf,” ucapnya pelan.

“Apa pertanyaan ibu salah?” Alis Aya berkerut dan menatap putranya khawatir.

“Tidak Ibu,” Masumi langsung tersenyum untuk menenangkan ibunya. “Di kantor juga semua berjalan seperti biasa.” Dia segera menjelaskan.

“Oh begitu, baguslah. Ibu juga senang jika kau bisa pulang awal dan bisa lebih sering makan malam bersama keluarga.”

Masumi tidak berani menjanjikan apa pun pada ibunya dan hanya bisa kembali tersenyum sebagai jawaban. Dia meraih gelas tinggi berisi air dan meneguknya perlahan, meredakan tenggorokannya yang tidak nyaman karena tersedak sop.

“Kata Mizuki kau keluar dari kantor sejak pukul empat sore. Kau pergi kemana sampai membatalkan meeting?” Eisuke masih menatap putranya.

Sialnya Masumi kembali tersedak.

“Ada apa denganmu Masumi?” Aya tampak khawatir. Putranya tidak pernah terlihat sekonyol ini.

Menyeka mulutnya dengan serbet, Masumi menatap ayah dan ibunya bergantian dan meminta maaf lagi.

“Apa ada yang salah dengan pertanyaan ayahmu?” Aya kembali bertanya.

“Dia hanya malu,” celetuk Eisuke yang kemudian melanjutkan makan malamnya dan mengabaikan telinga putranya yang memerah.

Jawaban Eisuke membuat wajah Aya berbinar. “Apa kau menemui Maya?”

Mau tak mau Masumi mengangguk. Ayahnya ini memang sesuatu. Dia melirik Eisuke yang jelas menyembunyikan seringainya sembari menyuap makanan. “Aku menjemputnya setelah syuting dan mengantarnya pulang.”

“Ah, senang mendengarnya. Ternyata hubungan kalian berjalan baik. Aku harus menceritakan hal ini pada Mayuko.”

Melihat antusias sang ibu membuat Masumi meringis dalam hati. Hubungannya dan Maya tidaklah seindah yang ibunya bayangkan. Nona keras kepala itu selalu berwajah masam saat bersamanya. Tapi tentu saja Masumi tidak bisa mengatakannya.

“Oh ya, bukankah kalian besok harus menemui designer pakaian pengantin?”

“Iya Ibu.”

“Bagus, bagus,” Aya benar-benar terlihat bahagia. “Setelah itu ajak dia kencan dengan benar. Buat hati Maya senang. Belikan dia hadiah yang bagus. Kau harus mulai belajar memanjakan wanita. Jangan sampai Maya merasa menyesal karena sudah menjadi istrimu.”

Oh, perkataan Aya sungguh menusuk tajam hati Masumi.

“Kau ini bicara apa? Putramu itu justru terkenal suka memanjakan banyak wanita. Mulai sekarang suruh dia berhenti dan hanya boleh memanjakan calon istrinya.” Eisuke melayangkan protes karena predikat playboy putranya.

“Ayah, selama ini aku bersama para artis atau Nona Muda itu hanya untuk masalah pekerjaan, tidak lebih.” Masumi membela diri.

“Benar, Anata. Aku tahu bagaimana putraku. Itu hanya rumor murahan di luar sana. Masumi tidak berkencan dengan semua temannya itu. Semua hanya karena pekerjaan, dia adalah Vice President Daito Group tentu saja harus bersikap ramah pada semua orang, terutama wanita.” Ibu mana yang rela anak laki-lakinya dihina? Tentu saja Aya membelanya.

Eisuke memilih untuk diam. Berdebat dengan istrinya bukanlah hal yang bijak. Apalagi yang diperdebatkan adalah putra semata wayang mereka. President Daito Group itu sudah pasti akan kalah. Meski sukses dalam dunia bisnis, tapi nasibnya dalam rumah tangga tidak jauh beda dengan Ichiren, sungguh malang. Dan sepertinya nasib Masumi juga akan mengikutinya, dalam hati Eisuke menyeringai.

Melihat ekspresi sang ayah membuat Masumi menggerutu dalam hati dan yakin kalau saat ini tengah ditertawakan. Ya, seperti ayahnya, Maya juga harus diluruskan mengenai image-nya di luar sana. Sampai saat ini memang hanya ibunya dan Mayuko saja yang percaya kalau dia bukan playboy. Sungguh menyedihkan.

“Nah Masumi, besok Ibu akan membuat makan malam istimewa. Jadi kau harus mengajak calon menantu kesayanganku.”

Ide cemerlang, batin Masumi senang. Dia pun menjawab dengan senyum lebar. “Baik, Ibu.”

***

Pagi datang dengan cepat. Maya duduk di balkon kamarnya dan menatap matahari pagi. Dia baru saja selesai bicara dengan ayahnya di telepon. Ichiren masih berada di Osaka dan menyempatkan untuk mengobrol dengan putri kesayangannya sebelum jadwal syuting padatnya di mulai. Maya mencurahkan kekesalan hatinya karena Masumi dan membuat sang ayah tertawa.

Kau harus belajar membuka hati, begitu kata sang ayah. Dan Maya tidak tahu harus menjawab apa. Wanita itu menghela napas lelah. Hari masih pagi dan dia sudah terbebani dengan banyak pikiran. “Masumi,” bibir merah mudanya menggumamkan nama itu lirih.

Sebenarnya Maya tidak membenci Masumi. Kesal, mungkin, tapi tidak membencinya. Maya justru merasa takut. Dia merasa Masumi memiliki sesuatu yang membuat hatinya merasa aneh. Selama ini, pria yang dekat dengannya hanyalah Koji, sahabat sekaligus pacar main-mainnya.

Maya pernah menolak Ryo Majima, aktor drama yang merupakan lawan mainnya dalam Wuthering Heights. Juga pernah menolak Satomi Shigeru, aktor film yang sedang naik daun. Maya berada satu frame dengannya dalam sebuah drama seri MBA berjudul Glittering Sky yang tayang sepanjang musim gugur. Dan banyak aktor lain ditolak Maya meski hanya untuk sebuah makan malam. Semua pria muda itu tidak pernah membuat perasaannya seperti ini. Rata-rata semua jatuh cinta dengan perannya di atas panggung atau di layar kaca. Mereka lupa kalau setelah pementasan berakhir maka dia akan kembali menjadi Maya Ozaki.

Matahari semakin tinggi dan akhirnya Maya beranjak dari balkon. Ibunya pasti akan marah kalau dia tidak segera bersiap. Menyingkirkan perasaan melankolisnya, Maya pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Pukul tujuh tiga puluh pagi, Maya keluar dari kamarnya dan menyapa Mayuko yang sudah menunggunya di ruang makan. Genzo dan beberapa pelayan tengah sibuk menyajikan sarapan.

“Aya tadi meneleponku dan meminta ijin untuk mengajakmu makan malam bersama di rumahnya. Apa Masumi sudah memberitahumu?” Mayuko meletakkan cangkir tehnya dengan anggun lalu menatap putrinya.

“Makan malam?” Maya menggeleng pelan, “Masumi belum memberitahuku.”

Mayuko pun mengangguk pada putrinya. “Setelah bertemu dengan desainer kau punya waktu sepanjang siang untuk menyiapkannya. Aya suka mochi isi kacang merah dari toko langgananmu.”

“Bisakah aku menolaknya saja? Aku baru bertemu Bibi Aya dua hari yang lalu di pesta keluarga Takamiya.” Maya memohon.

Melirik putrinya, Mayuko masih tetap berwajah datar. “Kau telepon Aya jika memang ingin menolaknya.”

“Ibu~,” Maya merengek. Bagaimana mungkin dia menolaknya sendiri? Maya ingin ibunya yang membatalkan makan malam itu.

Alih-alih menjawab, Mayuko justru menangkupkan kedua tangan dan berdoa untuk memulai sarapannya. Maya yang tahu kalau dia tidak bisa merengek lagi pun akhirnya ikut berdoa dan menikmati sarapannya dengan tenang.

Selesai dengan sarapan, Maya kembali ke kamar sementara Mayuko duduk di ruang keluarga dan membaca beberapa naskah. Sebagai aktris besar Mayuko memang selalu mendapat banyak tawaran peran hingga harus selektif dalam memilih. Ketenangannya terganggu saat Genzo datang memberi hormat dan menyampaikan kedatangan Masumi. Dia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan lebih lima belas.

“Selamat pagi, Bibi,” sapa Masumi yang baru saja masuk setelah Genzo mempersilakannya untuk menemui Mayuko.

“Pagi, Masumi.” Wanita itu kemudian menyuruh pelayan memanggil Maya di kamarnya.

“Bibi tetap sibuk di hari libur.” Masumi duduk di sofa, di hadapan calon ibu mertuanya, melihat banyak naskah berjajar di meja.

“Tidak juga, justru aku banyak menganggur seminggu belakangan. Ada banyak tawaran tapi aku baru membacanya sebagian.” Mayuko meletakkan naskah yang tadi dibacanya lalu duduk dengan anggun.

“Sekarang Bibi lebih fokus mengajar di Akademi Seni. Aku jadi rindu melihat Bibi di atas panggung lagi.” Masumi mengulas senyum lalu mengambil sebuah naskah di atas meja.

“Dasar mulut manis, aku tahu kau lebih suka melihat pertunjukan Maya daripada aku.”

Masumi langsung tertawa melihat wajah datar Mayuko. “Jangan berkata begitu Bibi, aku juga pengagummu.”

Mayuko hanya tersenyum tipis pada calon menantunya. Dia jelas tahu kalau Masumi memuja putri semata wayangnya. Fakta yang baru saja diketahui Mayuko dan membuatnya memutuskan untuk menjodohkan mereka berdua. Beruntung Aya tidak menolak idenya. Dia merasa lega jika melepas Maya bersama Masumi. Pria muda itu pasti akan menjaga putrinya dengan baik.

“Maya itu meski jenius dalam akting tapi terkadang tingkahnya konyol dan juga keras kepala. Kau harus bersabar menghadapinya.”

Perkataan Mayuko langsung mengubah atmosfer di dalam ruangan.

“Aku tahu, Bi.” Masumi tersenyum, “Terima kasih sudah menginjinkanku untuk mencintainya.”

“Aku percaya padamu, jaga dia.” Sekilas Mayuko melirik ke arah ambang pintu lalu kembali menatap Masumi. Sudut bibirnya tertarik menjadi sebuah senyum.

“Aku berjanji akan selalu menjaganya.”

Yang tidak Masumi tahu adalah Maya berdiri dengan gemetar dan tangan meremas dada saat jatungnya berdebar kencang. Wanita itu mendengar percakapan mereka tapi memilih untuk bersembunyi. Sekarang bagaimana dia harus menghadapi Masumi?

***

Kota Tokyo cerah hari ini. Masumi duduk di belakang kemudi dan sesekali melirik calon istrinya yang sejak tadi hanya diam menatap ke luar jendela. Sebenarnya bukan hal baru kalau Maya diam saat bersamanya tapi kali ini wanita itu tampak sedikit aneh.

“Maya, apa kau sedang tidak enak badan?” Masumi berhenti di lampu merah lalu menoleh pada calon istrinya.

“Tidak,” jawab Maya singkat tanpa menatap lawan bicaranya.

“Apa aku membuatmu marah?” tanya Masumi lagi.

Maya ingin menoleh tapi menahan diri dan kembali menjawab dengan nada datar. “Tidak.”

Lampu berubah hijau, Masumi menekan pedal gas, dan mobil pun kembali melaju. Akhirnya sisa perjalanan mereka habiskan dalam diam.

Plakat BB Bridal & Formal Boutique terpampang besar dengan tinta emas dan merah. Bangunan bernuansa glamour itu terlihat memikat dengan banyak manekin terpajang di jendela kaca, menampilkan deretan gaun malam maupun pengantin yang indah juga mewah.

Masumi turun lebih dulu dan merasa aneh saat Maya tidak keluar menyusulnya. Memanfaatkan kesempatan, dia segera memutari mobil dan membukakan pintu untuk calon istrinya. Tak hanya itu, Masumi juga mengulurkan tangan dan kembali terkejut ketika Maya menyambutnya, menggenggam tangannya. Jantungnya berdebar kencang. Apa Maya salah minum obat pagi ini? batin Masumi konyol.

Maya masih diam tapi tidak menolak ketika Masumi melingkarkan tangan mungil itu ke lengannya. Keduanya pun berjalan memasuki butik. Seorang karyawan wanita menyambut mereka. Karyawan itu tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat melihat artis idolanya. Maya pun mengulas senyum untuk pertama kalinya hari itu. Dia menjawab dengan ramah sapaan karyawan toko yang menyambutnya.

“Silakan Tuan, Nona. Nyonya Haruna sudah menunggu.” Karyawan itu pun mempersilakan Masumi juga Maya untuk mengikutinya.

Keduanya sampai pada sebuah ruangan besar dengan puluhan gaun pengantin yang tergantung rapi. Beberapa juga terpasang pada manekin. Wanita paruh baya menyapa mereka dengan senyum ramah. Dia lah Haruna, desainer gaun pengantin ternama di Jepang.

“Selamat datang Tuan Muda Hayami, Nona Ozaki.”

“Selamat siang Nyonya Haruna,” balas Masumi dan Maya bersamaan, membuat wanita itu tampak semakin senang.

“Kalian berdua memang pasangan yang serasi,” pujinya. “Senang bertemu dengan Anda lagi Tuan Muda Hayami.”

Lagi? Batin Maya heran. Apa Masumi sudah datang sebelumnya? Ah, bodohnya aku, dia pasti sering membeli setelan pestanya disini. Aku penasaran berapa banyak wanita yang pernah di bawanya. Dan percakapan Masumi bersama sang ibu yang kembali terngiang di kepalanya membuat Maya berhenti bertanya-tanya.

“Silakan duduk.” Haruna melambaikan tangan ke arah sofa panjang di tengah ruangan.

Setelah duduk, Maya mengambil kesempatan untuk mengamati sekekeliling ruangan, menahan diri untuk tidak berdecak kagum pada gaun-gaun indah yang terpajang di sana. Sampai matanya menemukan sebuah gaun cantik dan berkilau dengan gradasi warna ungu muda. Tanpa sadar wanita itu berdiri lalu berjalan ke arah manekin.

Masumi dan Haruna sempat terkejut saat Maya tiba-tiba beranjak tapi kemudian tersenyum begitu melihat kemana wanita itu berjalan. Maya menyentuh gaun itu dengan hati-hati, merasakan kelembutan kain di telapak tangannya. Dia tidak menyadari kalau Masumi dan Haruna sudah berdiri di belakangnya.

(Pict From Pinterest)

“Apa Anda menyukainya Nona Ozaki?” Pertanyaan Haruna membuat Maya berjenggit. “Ah, maaf, maaf, apa saya mengejutkan Anda?” Wanita itu merasa tidak enak hati.

“Tidak, maafkan saya yang melamun,” jawab Maya canggung. “Gaunnya cantik sekali,” pujinya kemudian dengan senyum lebar.

“Wah, ternyata Anda benar Tuan Muda Hayami, Nona Ozaki menyukai gaunnya.” Kali ini Haruna tertawa dengan cara yang anggun. Melihat Maya menatap calon suaminya mambuat Haruna kembali bicara. “Kemarin Tuan Muda datang dan meminta saya menyiapkan beberapa katalog juga contoh gaun pengantin dengan nuansa ungu. Lalu Tuan Muda melihat saya sedang mengerjakan finishing untuk gaun itu dan mengatakan kalau Anda pasti menyukainya, ternyata memang benar. Sepertinya kalian sudah memahami satu sama lain.”

Memahami satu sama lain? Aku bahkan tidak mengenalnya sama sekali, batin Maya miris. Wanita itu tidak berkomentar tapi hanya tersenyum pada Haruna yang mengajaknya untuk kembali duduk. Sesaat Maya menatap ke arah gaun lagi sebelum beralih pada calon suaminya yang ternyata sedang menatapnya.

“Ayo duduk,” Masumi mengulurkan tangannya dan lagi-lagi tanpa protes Maya menerimanya. Mereka kembali berpegangan tangan dan duduk bersebelahan. Haruna tampak sedang bicara dengan dua orang karyawannya.

“Jadi kemarin kau sudah datang?” tanya Maya lirih. Dia melepas tangan Masumi lalu mengambil sebuah katalog di atas meja. Membukanya sekedar untuk melihat-lihat.

“Aku ada kunjungan ke galeri seni di Hotel Gajoen Tokyo kemarin. Jaraknya tidak jauh dari sini, jadi aku mampir untuk bertemu dengan Nyonya Haruna. Sebelumnya hanya Bibi Mayuko atau Mizuki yang menghubunginya lewat telepon.” Masumi menjelaskan. Matanya terus mengamati gerak gerik Maya yang menurutnya terlalu tenang.

“Mizuki?” Maya menoleh dengan alis bertaut.

“Sekretarisku.”

“Oh,” bibir Maya membulat dan tampak menggemaskan di mata Masumi. Sayangnya wanita kembali memalingkan wajah dan menikmati katalognya.

Masumi ingin bertanya tapi Haruna yang datang bersama seorang karyawan membuatnya mengurungkan niatnya. Karyawan itu membawa nampan berisi dua cangkir teh juga hidangan kecil, menyajikannya dengan hati-hati di meja. Masumi hampir mendengkus melihat karyawan itu mencuri pandang ke arahnya juga Maya.

“Nona Ozaki, boleh saya bertanya, gaun pengantin seperti apa yang Anda inginkan?” Haruna menatap lembut calon pengantin itu.

“Bagaimana jika gaun itu saja? Tidak perlu lagi mendesain ulang.” Maya menunjuk gaun yang sudah membuatnya jatuh hati hanya dalam sekali lihat.

“Eh?!” Haruna terkejut tapi Masumi justru tersenyum. “Apa Anda yakin Nona Ozaki? Tidak ingin membuat desain khusus yang sesuai dengan keinginan Anda?”

Wanita itu menggeleng. “Saya menyukai gaunnya.”

“Sebenarnya saya membuat gaun itu untuk pameran musim semi, tidak menyangka Anda benar-benar menyukainya dan tidak ingin membuat yang baru. Bagaimana Tuan Muda Hayami?” Haruna menatap Masumi, meminta persetujuan.

“Tidak masalah asal Maya menyukainya.”

Jawaban Masumi membuat hati Maya kembali merasakan getaran aneh. Apa dia terbiasa bermulut manis seperti ini? Berapa banyak wanita yang jatuh dalam kalimat memabukkan itu?

“Baiklah, kalau begitu untuk gaun pengantin kita hanya tinggal melakukan fitting, mungkin sedikit perbaikan. Untuk Tuan Muda, silakan memilih tuxedo yang Anda inginkan lalu kita akan mengambil ukuran.” Haruna menunjuk tumpukan katalog di sebelah katalog Maya. “Nikmati waktu Anda, saya akan menyiapkan ruang fitting untuk Nona Ozaki.”

Keduanya mengucapkan terima kasih sebelum Haruna meninggalkan ruangan. Masumi segera mengalihkan perhatiannya pada Maya yang mengambil salah satu katalog tuxedo dan mulai membukanya.

“Kau mau memilihkan tuxedo untukku?” tanya Masumi kemudian.

“Tidak juga, hanya ingin melihat-lihat,” jawab Maya santai.

Alih-alih mengambil katalog lain, Masumi justru melihat isi katalog di atas pangkuan Maya. Keduanya memang duduk cukup dekat hingga Masumi bisa melihat dengan jelas. Saat Maya membuka halaman baru matanya tertuju pada salah satu model tuxedo.


(Pict From Pinterest)


“Ini bagus.”

“Itu bagus.”

Keduanya langsung menoleh saat tanpa sengaja bicara bersamaan. Maya merasakan pipinya menghangat dan segera memalingkan wajahnya. Sementara Masumi tersenyum senang.

“Kau juga menyukainya?” tanya Masumi untuk mencairkan suasana canggung diantara mereka.

Maya berdeham pelan. “Kurasa bagus jika kau yang memakainya,” katanya kemudian sembari kembali mengamati foto tuxedo yang dipilihnya. Jasnya berwarna hitam, dipadukan dengan vest berwarna ungu yang senada dengan gaun pengantinnya.

Masumi ingin menggoda Maya tapi takut merusak mood baiknya, jadi dia hanya tersenyum dan menyetujui pilihannya. Tak lama kemudian Nyonya Haruna masuk dan mereka mulai membicarakan tuxedo pilihan Masumi. Keduanya kemudian di bawa ke ruangan berbeda untuk mengambil ukuran juga untuk fitting gaun.

***

“Kau mau makan siang dimana?” tanya Masumi setelah keduanya masuk ke dalam mobil. Masumi memasang sabuk pengaman sembari melirik Maya yang juga sedang melakukan hal yang sama.

“Aku ingin makan seafood,” jawab Maya santai.

“Seafood ya,” Masumi tampak berpikir sejenak. “Kau mau oyster?”

Maya menoleh lalu mengangguk sebagai jawaban.

“Kau bawa kaca mata atau masker?” Masumi melirik tas jinjing di atas pangkuan Maya.

“Keduanya.”

Masumi mengangguk lalu memutar kunci mobil dan segera meninggalkan pelataran parkir. Keduamya lagi-lagi tidak bicara sepanjang perjalanan. Hampir tiga puluh menit kemudian, mobil Masumi parkir di depan sebuah restoran dengan gaya Amerika, Grand Central Oyster Bar & Restaurant.

“Tempat ini biasanya tidak begitu ramai saat jam makan siang. Tapi tetap pakai masker dan kaca matamu,” perintah Masumi sembari melepas sabuk pengamannya lalu keluar dari mobil.

Maya memakai masker juga kaca mata hitamnya. Dia melihat Masumi yang memutari bagian depan mobil juga sudah memakai masker. Maya sengaja menunggu Masumi membukakan pintu mobil untuknya. Hari ini dia ingin melihat bagaimana sikap Masumi dan mengamatinya dalam diam.

Pintu mobil di buka dan Masumi mengulurkan tangannya. Tidak seperti sebelumnya yang mengalungkan tangan itu ke lengannya, kali ini Masumi memilih menggenggam tangan Maya. Keduanya berjalan dengan santai memasuki restoran. Tiba di meja resepsionis, Masumi menanyakan tempat yang kosong.

“Kami memiliki tamu di Raw Bar juga Dinning Hall. Saat ini tempat yang benar-benar kosong hanya di terrace, disana ada dua belas meja. Apa Anda berencana membuat reservasi untuk pesta?” Resepsionis itu menjelaskan dengan sopan.

Alih-alih menjawab pertanyaan resepsionis, Masumi justru bertanya pada calon istrinya. “Kau keberatan kita makan di tempat terbuka?”

“Tidak masalah, cuaca hari ini cukup bagus.”

Senang dengan jawaban Maya membuat Masumi langsung mengeluarkan Black Card-nya. “Masumi Hayami, tolong untuk terrace selama dua jam.”

Wajah resepsionis langsung cerah begitu menerima Black Card dari Masumi. “Baik Tuan Hayami, berapa tamu yang akan datang?”

“Hanya kami berdua.”

Resepsionis itu menahan diri untuk tidak meringis lebar. “Saya akan meminta pelayan mengantar Anda.” Dengan cepat dia memanggil seorang pelayan untuk mengantar Masumi juga Maya ke terrace lalu menghubungi manejernya.

Duduk di ruang terbuka dengan semilir angin musim semi membuat Maya merasa senang. Dia membuka masker juga kacamata dan memasukkannya ke dalam tas. Vice President Daito itu tentunya sangat berpengalaman untuk menjamu para artis. Privasi adalah yang utama atau mereka tidak akan bisa makan dengan tenang. Dan menyewa seluruh terrace hanya untuknya cukup membuat Maya terkesan.

Tak lama kemudian menejer restoran datang dan menyambut Masumi dengan keramahan tingkat tinggi. Tentu saja dia tahu siapa Masumi. Setelah basa-basi dengan dalih sopan santun, menejer restoran meninggalkan mereka dan membiarkan pelayan memberikan menu juga menyajikan hidangan pembuka sebagai hadiah selamat datang.

Maya mengamati menu dan melihat belasan oyster segar yang ditawarkan. Dia pun memilih Kaipara oyster dari New Zealand yang berukuran kecil, memiliki rasa sedikit asin tapi manis setelah dimakan. Maya juga memesan Risotto dengan udang sebagai hidangan utama dan Hot Fudge Sundae sebagai hidangan penutup.

Mendengar pesanan wanita itu membuat Masumi memilih hidangan lainnya. Kecuali Hot Fudge Sundae, pesanan Maya juga merupakan favoritnya. Masumi akhirnya memilih Akkeshi oyster dari Hokkaido yang memiliki ukuran besar dan memiliki tekstur lembut dengan rasa creamy. Menimbang dalam hati kalau Maya juga pasti akan menyukainya dan memikirkan untuk bertukar rasa nanti. Dia lalu memilih Pasta Seafood sebagai hidangan utama dan caramel custard sebagai hidangan penutup.

“Maya kau mau wine?” Masumi tahu kalau calon istrinya ini juga penggemar anggur dan cocktail.

Sauvignon Blanc?” Wanita itu mencoba memberi pilihan yang langsung dijawab dengan anggukan juga senyum oleh Masumi. White wine memang teman yang cocok untuk makan tiram mentah dan hidangan seafood. Pelayan meninggalkan meja setelah mereka selesai dengan pesanannya.

“Kau sering ke sini?”

Satu lagi keanehan yang Masumi rasakan, Maya membuka pembicaraan lebih dulu. “Tidak juga, hanya sesekali bersama Karato. Dia pecinta Oyster dan restoran ini milik temannya.”

“Karato?” Maya mencoba mengingat nama itu, “Ah, sepupumu?” Dia menikmati red velvet cake yang disajikan sebagai hidangan pembuka.

Masumi mengangguk. “Bibi Aiko, Ibu Karato adalah adik ibuku. Bibi meninggal saat melahirkan Karato dan kami dibesarkan bersama. Sekarang dia mengelola aset keluarga Fujimura sementara ayahnya memegang perusahaan keluarga Hijiri.”

“Apa keluarga Fujimura tidak memiliki anak laki-laki?” ternyata Maya cukup tertarik dengan topik bahasan mengenai keluarga Masumi.

“Hanya ada saudara jauh dari pihak nenek. Kakek dari ibuku hanya memiliki dua putri, Ibuku dan Bibi Aiko, itulah kenapa Karato menjadi ahli waris keluarga Fujimura.”

“Bagaimana dengan keluarga Hayami?”

Masumi cukup terkejut mendengar pertanyaan Maya tapi menganggap itu sebagai angin baik dan menanggapinya dengan tenang. “Ayahku sudah tinggal di Tokyo sejak usianya empat belas tahun bersama Nenek. Mereka tidak begitu cocok dengan keluarga Hayami yang berada di Okayama. Nenek kandungku adalah istri kedua tapi menjadi kesayangan Tuan Besar Hayami. Karena itulah Kakek mendidik Ayah sebagai ahli waris dan membuat saudara tirinya iri. Sejak Kakek dan Nenek meninggal kami tidak pernah mengunjungi rumah utama di Okayama.”

“Apa bisnis keluarga Hayami di Okayama? Apa sama seperti Daito Group?”

“Tidak, mereka menjalankan bisnis transportasi juga biro perjalanan. Ayah mendirikan Daito di masa mudanya dengan modal bantuan dari kakek. Setahuku ayahmu juga berperan besar dalam perkembangan Daito pada awalnya. Itulah kenapa mereka menjadi sahabat dekat. Juga sama-sama mencintai drama dan film.”

Oh, Maya tidak pernah tahu mengenai hal itu. Sejak kecil dia hanya tertarik soal akting dan drama. Pada awalnya sang ibu mendidiknya sebagai aktris panggung drama. Maya memulai karirnya di layar kaca saat remaja.

Pelayan yang datang membawa makanan menjeda percakapan keduanya. Dua nampan disajikan berisi oyster segar bersama tiga varian saus sebagai pilihan.

“Jeruk?” Masumi menawarkan dan mendapat anggukan sebagai jawaban. Dia pun memeras jeruk ke atas Kaipara oyster dan memberikannya pada Maya.

“Terima kasih.” Wanita itu mengulas senyum lalu mengambil garpu kecil untuk melepas daging oyster dari cangkang sebelum mendekatkannya ke bibir dan memakannya. Maya hampir berdecak nikmat saat merasakan sensasi lembut dimulutnya juga rasa asam yang segar. “Ini enak,” pujinya dengan mata berbinar.

“Aku senang kau menyukainya,” ucap Masumi yang sejak tadi hanya melihat Maya. “Sekarang cobalah ini.” Dia mengambil satu Akkeshi oyster, menambahkan sedikit cuka apel lalu kembali memberikannya pada Maya.

Tanpa sungkan Maya menerimanya dan mulai mencicipinya. “Hm, ini juga enak,” katanya dengan wajah girang.

Dan begitulah mereka menikmati makan siang dengan saling bertukar makanan. Mencicipi hidangan satu sama lain. Entah karena mendengar pembicaraan tadi pagi atau karena memang sudah memutuskan untuk gencatan senjata dengan Masumi, Maya merasa harinya tidak terlalu buruk. Masumi memperlakukannya dengan sangat baik dan itu terasa menyenangkan. Apa memang seharusnya dia menyerah saja? Menerima hubungan ini dengan hati terbuka? Ah, Maya jadi ingat pesan ayahnya. Tapi … Entahlah.

***

>>Bersambung<<

A/N : Hola, hola, kali aja masih ada yang inget sama cerita ini, syukur2 juga kangen wkwkwkwkw.
Mumpung lagi ada waktu buat nulis n apdet. Selamat membaca aja deh. Jangan lupa komennya kalo udah baca biar semangat ini wkwkwkwkwk.

Post a Comment

12 Comments

  1. Liat mrk makan jd ikut laveerrr
    Tetep yaaa Masumi c bucin 🤣🤣

    ReplyDelete
    Replies
    1. as always dia mah. tapi bucinnya masih diem2 ini. makin kesana nanti bucinnya makin kesini wkwkwkwk. btw makasih udah baca n komen ya. lope2 you :D

      Delete
  2. Uwaaaaa kangeeeennn banget .... akhirnyaaaaaaa.... terima kasih banyaaaak kak nes...

    ReplyDelete
  3. Akhirnya yang ditunggu, makasih banyak. Bagus banget

    ReplyDelete
  4. Wah, KuDet aku smpe Kelewatan...makasih mbk Agnes..selalu Kunanti Part selanjutnya.., salam Kenal dr Penggemar MM🤗🤗🤗

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga, makasih banyak sudah baca ya :D

      Delete
  5. selalu suka sih baca fanfic topeng kaca versi agnes, ceritanya manis n bikin makin gregetan, tp dapet banget feeling maya n masumi nya.. thank u yaaa

    ReplyDelete
  6. Akhirnya bisa baca kembali, selalu di tunggu loh mba Agnes, terima kasih sdh mulai menulis lg , 🤗

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak udah baca n masih setia menunggu :D

      Delete