Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
"Kau mau membawaku kemana?" Maya melipat
tangan di depan dada begitu Masumi menjalankan mobil meninggalkan pelataran
studio.
Sejenak melirik ke arah belakang, Masumi
menahan diri untuk tidak tersenyum. "Tentu saja membawamu pulang ke rumah.
Memang kau mau kemana, hm?"
Tentu saja Maya tidak percaya begitu saja
dengan ucapan Masumi. "Rumahku?" Wanita itu menoleh dengan kening
berkerut.
Masumi mengangguk. "Tapi aku tidak
keberatan kalau kau mau pulang ke rumah kita, bagaimana?"
Malas menjawab godaan Masumi, Maya langsung
memalingkan wajah dan menatap ke luar jendela.
"Bibi Mayuko berpesan agar aku
menjemputmu besok pagi. Apa kau sudah diberitahu?" Masumi mengalihkan
topik pembicaraan.
Maya langsung teringat perkataan Rei
mengenai bridal salon. "Hm."
"Aku akan menjemputmu pukul sembilan
tiga puluh." Masumi menoleh pada Maya yang hanya diam lalu kembali fokus
pada jalan di depannya. Dia pun tidak lagi bicara sampai mobil tiba di depan
gerbang kediaman Ozaki.
Seperti biasa, begitu mobil berhenti Maya
langsung mengucapkan terima kasih lalu bergegas keluar. Masumi hanya bisa
menggeleng dengan sikap calon istrinya. Dia mengamati Maya yang disambut oleh
pelayan lalu menghilang di balik pintu ganda besar. Menghela napas panjang,
Masumi kembali menyalakan mobil dan meninggalkan pelataran kediaman Ozaki. Tanpa
Masumi tahu, Maya mengamati mobil calon suaminya dari balik tirai jendela ruang
tamu.
“Kenapa tidak mempersilakan Tuan Muda
masuk, Nona?”
Maya hampir menjerit karena terkejut saat
mendengar suara Genzo Kobayashi, kepala pelayan di kediaman Ozaki. “Paman
mengejutkanku,” keluhnya sembari mengusap dada.
“Maaf jika mengejutkan Nona.” Genzo
tersenyum. Sejak tadi dia sengaja mengamati Maya yang mengintip dari jendela.
Tidak mau menjawab pertanyaan Genzo, Maya
memilih untuk melarikan diri. “Aku akan ke kamar,” katanya kemudian seraya
bergegas meninggalkan ruang tamu.
Melihat sikap sang nona membuat Genzo
hampir tertawa. Dia tahu kalau Maya keberatan dengan ide perjodohan. Dia juga
tahu kalau sebenarnya wanita muda itu tertarik dengan calon suaminya. Tapi
siapa yang tidak tahu kalau Maya itu keras kepala? Genzo yakin nyonyanya punya
alasan tersendiri sampai menjodohkan putri semata wayangnya.
Sementara itu di dalam kamar, Maya langsung
menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, mengubur wajahnya di atas bantal dan
berteriak. “Masumi Hayami menyebalkan!!”
>>**<<
Makan malam di kediaman Hayami berlangsung
tenang. Aya merasa senang melihat putranya berada di rumah dan ikut makan
malam. Biasanya Masumi lebih banyak menghabiskan waktu di apartemennya. Dan lagi,
Masumi juga tampak sedang dalam suasana hati yang baik.
“Bagaimana pekerjaanmu hari ini, Masumi?”
Aya bertanya pada putra semata wayangnya.
Masumi mengulas senyum pada sang ibu. “Baik,
Ibu.”
“Apa ada hal menyenangkan di kantor? Kau
tampak sedang senang.”
Pertanyaan sang ibu membuat Masumi tersedak
sop yang baru saja dicicipinya. Dia segera menyeka mulut dengan serbet saat sang
ayah menatapnya heran. “Maaf,” ucapnya pelan.
“Apa pertanyaan ibu salah?” Alis Aya
berkerut dan menatap putranya khawatir.
“Tidak Ibu,” Masumi langsung tersenyum
untuk menenangkan ibunya. “Di kantor juga semua berjalan seperti biasa.” Dia
segera menjelaskan.
“Oh begitu, baguslah. Ibu juga senang jika
kau bisa pulang awal dan bisa lebih sering makan malam bersama keluarga.”
Masumi tidak berani menjanjikan apa pun
pada ibunya dan hanya bisa kembali tersenyum sebagai jawaban. Dia meraih gelas
tinggi berisi air dan meneguknya perlahan, meredakan tenggorokannya yang tidak
nyaman karena tersedak sop.
“Kata Mizuki kau keluar dari kantor sejak
pukul empat sore. Kau pergi kemana sampai membatalkan meeting?” Eisuke masih
menatap putranya.
Sialnya Masumi kembali tersedak.
“Ada apa denganmu Masumi?” Aya tampak khawatir.
Putranya tidak pernah terlihat sekonyol ini.
Menyeka mulutnya dengan serbet, Masumi
menatap ayah dan ibunya bergantian lalu kembali meminta maaf.
“Apa ada yang salah dengan pertanyaan
ayahmu?” Aya kembali bertanya.
“Dia hanya malu,” celetuk Eisuke yang
kemudian melanjutkan makan malamnya, mengabaikan telinga putranya yang memerah.
Jawaban Eisuke membuat wajah Aya berbinar.
“Apa kau menemui Maya?”
Mau tak mau Masumi mengangguk. Ayahnya ini
memang sesuatu. Dia melirik Eisuke yang jelas menyembunyikan seringainya
sembari menyuap makanan. “Aku menjemputnya setelah syuting dan mengantarnya
pulang.”
“Ah, senang mendengarnya. Ternyata hubungan
kalian berjalan baik. Aku harus menceritakan hal ini pada Mayuko.”
Melihat antusias sang ibu membuat Masumi
meringis dalam hati. Hubungannya dan Maya tidaklah seindah yang ibunya
bayangkan. Nona keras kepala itu selalu berwajah masam saat bersamanya. Tapi
tentu saja Masumi tidak bisa mengatakannya.
“Oh ya, bukankah kalian besok harus menemui
designer pakaian pengantin?”
“Iya Ibu.”
“Bagus, bagus,” Aya benar-benar terlihat
bahagia. “Setelah itu ajak dia kencan dengan benar. Buat hati Maya senang.
Belikan dia hadiah yang bagus. Kau harus mulai belajar memanjakan wanita. Jangan
sampai Maya merasa menyesal karena sudah menjadi istrimu.”
Oh, perkataan Aya sungguh menusuk tajam
hati Masumi.
“Kau ini bicara apa? Putramu itu justru
terkenal suka memanjakan banyak wanita. Mulai sekarang suruh dia berhenti dan
hanya boleh memanjakan calon istrinya.” Eisuke melayangkan protes karena
predikat playboy putranya.
“Ayah, selama ini aku bersama para artis
atau Nona Muda itu hanya untuk masalah pekerjaan, tidak lebih.” Masumi membela
diri.
“Benar, Anata. Aku tahu bagaimana putraku.
Itu hanya rumor murahan di luar sana. Masumi tidak berkencan dengan semua teman
wanitanya. Semua hanya karena pekerjaan, dia adalah Vice President Daito Group
tentu saja harus bersikap ramah pada semua orang, terutama wanita.” Ibu mana
yang rela anak laki-lakinya dihina? Tentu saja Aya membelanya.
Eisuke memilih untuk diam. Berdebat dengan
istrinya bukanlah hal yang bijak. Apalagi yang diperdebatkan adalah putra
semata wayang mereka. President Daito Group itu sudah pasti akan kalah. Meski
sukses dalam dunia bisnis, tapi nasibnya dalam rumah tangga tidak jauh beda
dengan Ichiren, sungguh malang. Dan sepertinya nasib Masumi juga akan mengikutinya,
dalam hati Eisuke menyeringai.
Melihat ekspresi sang ayah membuat Masumi
menggerutu dalam hati dan yakin kalau saat ini tengah ditertawakan. Ya, seperti
ayahnya, Maya juga harus diluruskan mengenai image-nya di luar sana. Sampai saat ini memang hanya ibunya dan
Mayuko saja yang percaya kalau dia bukan playboy. Sungguh menyedihkan.
“Nah Masumi, besok Ibu akan membuat makan
malam istimewa. Jadi kau harus mengajak calon menantu kesayanganku.”
Ide
cemerlang, batin Masumi
senang. Dia pun menjawab dengan senyum lebar. “Baik, Ibu.”
>>**<<
Pagi datang dengan cepat. Maya duduk di
balkon kamarnya dan menatap matahari pagi. Dia baru saja selesai bicara dengan
ayahnya di telepon. Ichiren masih berada di Osaka dan menyempatkan untuk
mengobrol dengan putri kesayangannya sebelum jadwal syuting padatnya di mulai.
Maya mencurahkan kekesalan hatinya karena Masumi dan membuat sang ayah tertawa.
Kau
harus belajar membuka hati,
begitu kata sang ayah. Dan Maya tidak tahu harus menjawab apa. Wanita itu
menghela napas lelah. Hari masih pagi dan dia sudah terbebani dengan banyak
pikiran. “Masumi,” bibir merah mudanya menggumamkan nama itu lirih.
Sebenarnya Maya tidak membenci Masumi.
Kesal, mungkin, tapi tidak membencinya. Maya justru merasa takut. Dia merasa
Masumi memiliki sesuatu yang membuat hatinya merasa aneh. Selama ini, pria yang
dekat dengannya hanyalah Koji, sahabat sekaligus pacar main-mainnya.
Maya pernah menolak Ryo Majima, aktor drama
yang merupakan lawan mainnya dalam Wuthering
Heights. Juga pernah menolak Satomi Shigeru, aktor film yang sedang naik
daun. Maya berada satu frame dengannya dalam sebuah drama seri MBA berjudul Glittering Sky yang tayang sepanjang
musim gugur. Dan banyak aktor lain ditolak Maya meski hanya untuk sebuah makan
malam. Semua pria muda itu tidak pernah membuat perasaannya seperti ini.
Rata-rata semua jatuh cinta dengan perannya di atas panggung atau di layar
kaca. Mereka lupa kalau setelah pementasan berakhir maka dia akan kembali
menjadi Maya Ozaki.
Matahari semakin tinggi dan akhirnya Maya
beranjak dari balkon. Ibunya pasti akan marah kalau dia tidak segera bersiap.
Menyingkirkan perasaan melankolisnya, Maya pun masuk ke kamar mandi untuk
membersihkan diri.
Pukul tujuh tiga puluh pagi, Maya keluar
dari kamarnya dan menyapa Mayuko yang sudah menunggunya di ruang makan. Genzo
dan beberapa pelayan tengah sibuk menyajikan sarapan.
“Aya tadi meneleponku dan meminta ijin untuk
mengajakmu makan malam bersama di rumahnya. Apa Masumi sudah memberitahumu?”
Mayuko meletakkan cangkir tehnya dengan anggun lalu menatap putrinya.
“Makan malam?” Maya menggeleng pelan,
“Masumi belum memberitahuku.”
Mayuko pun mengangguk pada putrinya.
“Setelah bertemu dengan desainer kau punya waktu sepanjang siang untuk
menyiapkannya. Aya suka mochi isi kacang merah dari toko langgananmu.”
“Bisakah aku menolaknya saja? Aku baru
bertemu Bibi Aya dua hari yang lalu di pesta keluarga Takamiya.” Maya memohon.
Melirik putrinya, Mayuko masih tetap berwajah
datar. “Kau telepon Aya jika memang ingin menolaknya.”
“Ibu~,” Maya merengek. Bagaimana mungkin
dia menolaknya sendiri? Maya ingin ibunya yang membatalkan makan malam itu.
Alih-alih menjawab, Mayuko justru
menangkupkan kedua tangan dan berdoa untuk memulai sarapannya. Maya yang tahu
kalau dia tidak bisa merengek lagi pun akhirnya ikut berdoa dan menikmati
sarapannya dengan tenang.
Selesai dengan sarapan, Maya kembali ke
kamar sementara Mayuko duduk di ruang keluarga dan membaca beberapa naskah.
Sebagai aktris besar Mayuko memang selalu mendapat banyak tawaran peran hingga
harus selektif dalam memilih. Ketenangannya terganggu saat Genzo datang memberi
hormat dan menyampaikan kedatangan Masumi. Dia melihat jam dinding yang
menunjukkan pukul sembilan lebih lima belas.
“Selamat pagi, Bibi,” sapa Masumi yang baru
saja masuk setelah Genzo mempersilakannya untuk menemui Mayuko.
“Pagi, Masumi.” Wanita itu kemudian
menyuruh pelayan memanggil Maya di kamarnya.
“Bibi tetap sibuk di hari libur.” Masumi
duduk di sofa, di hadapan calon ibu mertuanya, melihat banyak naskah berjajar
di meja.
“Tidak juga, justru aku banyak menganggur
seminggu belakangan. Ada banyak tawaran tapi aku baru membacanya sebagian.”
Mayuko meletakkan naskah yang tadi dibacanya lalu duduk dengan anggun.
“Sekarang Bibi lebih fokus mengajar di
Akademi Seni. Aku jadi rindu melihat Bibi di atas panggung lagi.” Masumi
mengulas senyum lalu mengambil sebuah naskah di atas meja.
“Dasar mulut manis, aku tahu kau lebih suka
melihat pertunjukan Maya daripada aku.”
Masumi langsung tertawa melihat wajah datar
Mayuko. “Jangan berkata begitu Bibi, aku juga pengagummu.”
Mayuko hanya tersenyum tipis pada calon
menantunya. Dia jelas tahu kalau Masumi memuja putri semata wayangnya. Fakta
yang baru saja diketahui Mayuko dan membuatnya memutuskan untuk menjodohkan
mereka berdua. Beruntung Aya tidak menolak idenya. Dia merasa lega jika melepas
Maya bersama Masumi. Pria muda itu pasti akan menjaga putrinya dengan baik.
“Maya itu meski jenius dalam akting tapi
terkadang tingkahnya konyol dan juga sangat keras kepala. Kau harus bersabar
menghadapinya.”
Perkataan Mayuko langsung mengubah atmosfer
di dalam ruangan.
“Aku tahu, Bibi.” Masumi tersenyum. “Terima
kasih sudah menginjinkanku untuk mencintainya. Terima kasih juga karena sudah
menjaga rahasiaku.”
“Sebenarnya bisa lebih mudah jika aku tahu
dari awal. Kau terlalu pandai menyimpan perasaanmu.” Seringai tipis Mayuko
membuat Masumi berdeham karena malu.
“Aku juga butuh waktu lama untuk menyadari
perasaanku sendiri. Saat itu, aku tidak mau membuatnya takut,” katanya
kemudian.
“Dan sekarang kau rela berjuang untuk
cintamu?”
Masumi mengangguk dengan ekspresi serius. “Aku
akan berusaha keras untuk membuatnya bahagia.”
“Aku percaya padamu, jaga dia.” Sekilas
Mayuko melirik ke arah ambang pintu lalu kembali menatap Masumi. Sudut bibirnya
tertarik menjadi sebuah senyum.
“Aku berjanji akan selalu menjaganya.”
Yang tidak Masumi tahu adalah Maya berdiri
dengan gemetar dan tangan meremas dada saat jatungnya berdebar kencang. Wanita
itu mendengar percakapan mereka tapi memilih untuk bersembunyi. Sekarang
bagaimana dia harus menghadapi Masumi?
>>**<<
Kota Tokyo cerah hari ini. Masumi duduk di
belakang kemudi dan sesekali melirik calon istrinya yang sejak tadi hanya diam
menatap ke luar jendela. Sebenarnya bukan hal baru kalau Maya diam saat
bersamanya tapi kali ini wanita itu tampak sedikit aneh.
“Maya, apa kau sedang tidak enak badan?”
Masumi berhenti di lampu merah lalu menoleh pada calon istrinya.
“Tidak,” jawab Maya singkat tanpa menatap
lawan bicaranya.
“Apa aku membuatmu marah?” tanya Masumi
lagi.
Maya ingin menoleh tapi menahan diri dan
kembali menjawab dengan nada datar. “Tidak.”
Lampu berubah hijau, Masumi menekan pedal
gas, dan mobil pun kembali melaju. Akhirnya, sisa perjalanan mereka habiskan
dalam diam.
Plakat BB Bridal & Formal Boutique
terpampang besar dengan tinta emas dan merah. Bangunan bernuansa glamour itu
terlihat memikat dengan banyak manekin terpajang di jendela kaca, menampilkan
deretan gaun malam maupun pengantin yang indah juga mewah.
Masumi turun lebih dulu dan merasa aneh
saat Maya tidak keluar menyusulnya. Memanfaatkan kesempatan, dia segera
memutari mobil, membukakan pintu untuk calon istrinya. Tak hanya itu, Masumi juga
mengulurkan tangan dan kembali terkejut ketika Maya menyambutnya, menggenggam
tangannya. Jantungnya berdebar kencang. Apa
Maya salah minum obat pagi ini? batin Masumi konyol.
Maya masih diam tapi tidak menolak ketika
Masumi melingkarkan tangan mungil itu ke lengannya. Keduanya pun berjalan
memasuki butik. Seorang staf wanita menyambut mereka. Staf itu tidak bisa
menyembunyikan kegembiraannya saat melihat artis idolanya. Maya pun mengulas
senyum untuk pertama kalinya hari itu. Dia menjawab dengan ramah sapaan
karyawan toko yang menyambutnya.
“Silakan Tuan, Nona. Nyonya Haruna sudah
menunggu.” Karyawan itu pun mempersilakan Masumi juga Maya untuk mengikutinya.
Keduanya sampai pada sebuah ruangan besar
dengan puluhan gaun pengantin yang tergantung rapi. Beberapa juga terpasang
pada manekin. Wanita paruh baya menyapa mereka dengan senyum ramah. Dia lah Miya
Haruna, desainer gaun pengantin ternama di Jepang.
“Selamat datang Tuan Muda Hayami, Nona
Ozaki.”
“Selamat siang Nyonya Haruna,” balas Masumi
dan Maya bersamaan, membuat wanita itu tampak semakin senang.
“Kalian berdua memang pasangan yang
serasi,” pujinya. “Senang bertemu dengan Anda lagi Tuan Muda Hayami.”
Lagi? Batin Maya heran. Apa Masumi sudah datang sebelumnya? Ah, bodohnya aku, dia pasti sering
membeli setelan pestanya disini. Aku penasaran berapa banyak wanita yang pernah
di bawanya. Dan percakapan Masumi bersama sang ibu yang kembali terngiang
di kepalanya membuat Maya berhenti bertanya-tanya.
“Silakan duduk.” Haruna melambaikan tangan
ke arah sofa panjang di tengah ruangan.
Setelah duduk, Maya mengambil kesempatan
untuk mengamati sekekeliling ruangan, menahan diri untuk tidak berdecak kagum
pada gaun-gaun indah yang terpajang di sana. Sampai matanya menemukan sebuah
gaun cantik dan berkilau dengan gradasi warna ungu muda. Tanpa sadar wanita itu
berdiri lalu berjalan ke arah manekin.
Masumi dan Haruna sempat terkejut saat Maya
tiba-tiba beranjak tapi kemudian tersenyum begitu melihat kemana dia berjalan.
Maya menyentuh gaun itu dengan hati-hati, merasakan kelembutan kain di telapak
tangannya. Dia tidak menyadari kalau Masumi dan Haruna sudah berdiri di
belakangnya.
“Apa Anda menyukainya, Nona Ozaki?”
Pertanyaan Haruna membuat Maya berjenggit. “Ah, maaf, maaf, apa saya
mengejutkan Anda?” Wanita itu merasa tidak enak hati.
“Tidak, maafkan saya yang melamun,” jawab
Maya canggung. “Gaunnya cantik sekali,” pujinya kemudian dengan senyum lebar.
“Wah, ternyata Anda benar Tuan Muda Hayami,
Nona Ozaki menyukai gaunnya.” Kali ini Haruna tertawa dengan cara yang anggun.
Melihat Maya menatap calon suaminya mambuat Haruna kembali bicara. “Kemarin
Tuan Muda datang dan meminta saya menyiapkan beberapa katalog juga contoh gaun
pengantin dengan nuansa ungu. Lalu Tuan Muda melihat saya sedang mengerjakan
finishing untuk gaun itu dan mengatakan kalau Anda pasti menyukainya, ternyata
memang benar. Sepertinya kalian sudah memahami satu sama lain.”
Memahami
satu sama lain? Aku bahkan tidak mengenalnya sama sekali, batin Maya miris. Wanita itu tidak
berkomentar tapi hanya tersenyum pada Haruna yang mengajaknya untuk kembali
duduk. Sesaat Maya menatap ke arah gaun lagi sebelum beralih pada calon
suaminya yang ternyata sedang menatapnya.
“Ayo duduk,” Masumi mengulurkan tangannya
dan lagi-lagi tanpa protes Maya menerimanya. Mereka kembali berpegangan tangan lalu
duduk bersebelahan. Haruna tampak sedang bicara dengan dua orang stafnya.
“Jadi kemarin kau sudah datang?” tanya Maya
lirih. Dia melepas tangan Masumi lalu mengambil sebuah katalog di atas meja.
Membukanya sekedar untuk melihat-lihat.
“Aku ada kunjungan ke galeri seni di Hotel
Gajoen Tokyo kemarin. Jaraknya tidak jauh dari sini, jadi aku mampir untuk
bertemu dengan Nyonya Haruna. Sebelumnya hanya Bibi Mayuko atau Mizuki yang
menghubunginya lewat telepon.” Masumi menjelaskan. Matanya terus mengamati
gerak gerik Maya yang menurutnya terlalu tenang.
“Mizuki?” Maya menoleh dengan alis bertaut.
“Sekretarisku.”
“Oh,” bibir Maya membulat dan tampak
menggemaskan di mata Masumi. Sayangnya wanita itu kembali memalingkan wajah dan
menikmati katalognya.
Masumi ingin bertanya tapi Haruna yang
datang bersama seorang staf membuatnya menahan diri. Staf itu membawa nampan
berisi dua cangkir teh juga hidangan kecil, menyajikannya dengan hati-hati di
meja. Masumi hampir mendengkus melihat staf itu mencuri pandang ke arahnya juga
Maya.
“Nona Ozaki, boleh saya bertanya, gaun
pengantin seperti apa yang Anda inginkan?” Haruna menatap lembut calon
pengantin itu.
“Bagaimana jika gaun itu saja? Tidak perlu
lagi mendesain ulang.” Maya menunjuk gaun yang sudah membuatnya jatuh hati pada
pandangan pertama.
“Eh?!” Haruna terkejut tapi Masumi justru
tersenyum. “Apa Anda yakin Nona Ozaki? Tidak ingin membuat desain khusus yang
sesuai dengan keinginan Anda?”
Wanita itu menggeleng. “Saya menyukai
gaunnya.”
“Sebenarnya saya membuat gaun itu untuk
pameran musim semi, tidak menyangka Anda benar-benar menyukainya dan tidak
ingin membuat yang baru. Bagaimana Tuan Muda Hayami?” Haruna menatap Masumi,
meminta persetujuan.
“Tidak masalah asal Maya menyukainya.”
Jawaban Masumi membuat hati Maya kembali
merasakan getaran aneh. Apa dia terbiasa
bermulut manis seperti ini? Berapa banyak wanita yang jatuh dalam kalimat
memabukkan itu?
“Baiklah, kalau begitu untuk gaun pengantin
kita hanya tinggal melakukan fitting, mungkin sedikit perbaikan. Untuk Tuan
Muda, silakan memilih tuxedo yang Anda inginkan lalu kita akan mengambil
ukuran.” Haruna menunjuk tumpukan katalog di sebelah katalog Maya. “Nikmati
waktu Anda, saya akan menyiapkan ruang fitting untuk Nona Ozaki.”
Keduanya mengucapkan terima kasih sebelum
Haruna meninggalkan ruangan. Masumi segera mengalihkan perhatiannya pada Maya
yang mengambil salah satu katalog tuxedo dan mulai membukanya.
“Kau mau memilihkan tuxedo untukku?” tanya
Masumi kemudian.
“Tidak juga, hanya ingin melihat-lihat,” jawab
Maya santai.
Alih-alih mengambil katalog lain, Masumi
justru melihat isi katalog di atas pangkuan Maya. Keduanya memang duduk cukup
dekat hingga Masumi bisa melihat dengan jelas. Saat Maya membuka halaman baru
matanya tertuju pada salah satu model tuxedo.

(Pict From Pinterest)
“Ini bagus.”
“Itu bagus.”
Keduanya langsung menoleh saat tanpa
sengaja bicara bersamaan. Maya merasakan pipinya menghangat dan segera
memalingkan wajahnya. Sementara Masumi tersenyum senang.
“Kau juga menyukainya?” tanya Masumi untuk
mencairkan suasana canggung diantara mereka.
Maya berdeham pelan. “Kurasa bagus jika kau
yang memakainya,” katanya kemudian sembari kembali mengamati foto tuxedo yang
dipilihnya. Jasnya berwarna hitam, dipadukan dengan vest berwarna ungu yang
senada dengan gaun pengantinnya.
Masumi ingin menggoda Maya tapi takut
merusak mood baiknya, jadi dia hanya tersenyum dan menyetujui pilihannya. Tak
lama kemudian Nyonya Haruna masuk dan mereka mulai membicarakan tuxedo pilihan
Masumi. Keduanya kemudian di bawa ke ruangan berbeda untuk mengambil ukuran
juga untuk fitting gaun.
>>**<<
“Kau mau makan siang dimana?” tanya Masumi
setelah keduanya masuk ke dalam mobil. Masumi memasang sabuk pengaman sembari
melirik Maya yang juga sedang melakukan hal yang sama.
“Aku ingin makan seafood,” jawab Maya
santai.
“Seafood,” Masumi tampak berpikir sejenak.
“Kau mau oyster?”
Maya menoleh lalu mengangguk sebagai
jawaban.
“Kau bawa kaca mata atau masker?” Masumi
melirik tas jinjing di atas pangkuan Maya.
“Keduanya.”
Masumi mengangguk lalu memutar kunci mobil
dan segera meninggalkan pelataran parkir. Keduamya lagi-lagi tidak bicara
sepanjang perjalanan. Hampir tiga puluh menit kemudian, mobil Masumi parkir di
depan sebuah restoran dengan gaya Amerika, Grand Central Oyster Bar &
Restaurant.
“Tempat ini biasanya tidak begitu ramai
saat jam makan siang. Tapi tetap pakai masker dan kaca matamu,” perintah Masumi
sembari melepas sabuk pengamannya lalu keluar dari mobil.
Maya memakai masker juga kaca mata
hitamnya. Dia melihat Masumi yang memutari bagian depan mobil juga sudah
memakai masker. Maya sengaja menunggu Masumi membukakan pintu mobil untuknya.
Hari ini dia ingin melihat bagaimana sikap Masumi dan mengamatinya dalam diam.
Pintu mobil di buka dan Masumi mengulurkan
tangannya. Tidak seperti sebelumnya yang mengalungkan tangan itu ke lengannya,
kali ini Masumi memilih menggenggam tangan Maya. Keduanya berjalan dengan
santai memasuki restoran. Tiba di meja resepsionis, Masumi menanyakan tempat
yang kosong.
“Kami memiliki tamu di Raw Bar juga Dinning
Hall. Saat ini tempat yang benar-benar kosong hanya di terrace, disana ada dua
belas meja. Apa Anda berencana membuat reservasi untuk pesta?” Resepsionis itu
menjelaskan dengan sopan.
Alih-alih menjawab pertanyaan resepsionis,
Masumi justru bertanya pada calon istrinya. “Kau keberatan kita makan di tempat
terbuka?”
“Tidak masalah, cuaca hari ini cukup
bagus.”
Senang dengan jawaban Maya membuat Masumi
langsung mengeluarkan Black Card-nya. “Masumi Hayami, tolong untuk terrace
selama dua jam.”
Wajah resepsionis langsung cerah begitu
menerima Black Card dari Masumi. “Baik Tuan Hayami, berapa tamu yang akan
datang?”
“Hanya kami berdua.”
Resepsionis itu menahan diri untuk tidak
meringis lebar. “Saya akan meminta pelayan mengantar Anda.” Dengan cepat dia
memanggil seorang pelayan untuk mengantar Masumi juga Maya ke terrace lalu
menghubungi manejernya.
Duduk di ruang terbuka dengan semilir angin
membuat Maya merasa senang. Ini sudah di pengujung musim dingin jadi udara
siang tak lagi begitu menggigit. Dia membuka masker juga kacamata dan
memasukkannya ke dalam tas. Vice President Daito itu tentunya sangat
berpengalaman untuk menjamu para artis. Privasi adalah yang utama atau mereka
tidak akan bisa makan dengan tenang. Dan menyewa seluruh terrace hanya untuknya
cukup membuat Maya terkesan.
Tak lama kemudian menejer restoran datang
dan menyambut Masumi dengan keramahan tingkat tinggi. Tentu saja dia tahu siapa
Masumi. Setelah basa-basi dengan dalih sopan santun, menejer restoran
meninggalkan mereka dan membiarkan pelayan memberikan menu juga menyajikan
hidangan pembuka sebagai hadiah selamat datang.
Maya mengamati menu dan melihat belasan oyster
segar yang ditawarkan. Dia pun memilih Kaipara oyster dari New Zealand yang
berukuran kecil, memiliki rasa sedikit asin tapi manis setelah dimakan. Maya
juga memesan Risotto dengan udang sebagai hidangan utama dan Hot Fudge Sundae
sebagai hidangan penutup.
Mendengar pesanan wanita itu membuat Masumi
memilih hidangan lainnya. Kecuali Hot Fudge Sundae, pesanan Maya juga merupakan
favoritnya. Masumi akhirnya memilih Akkeshi oyster dari Hokkaido yang memiliki
ukuran besar dan memiliki tekstur lembut dengan rasa creamy. Menimbang dalam
hati kalau Maya juga pasti akan menyukainya dan memikirkan untuk bertukar rasa
nanti. Dia lalu memilih Pasta Seafood sebagai hidangan utama dan caramel
custard sebagai hidangan penutup.
“Maya kau mau wine?” Masumi tahu kalau calon istrinya ini juga penggemar anggur
dan cocktail.
“Sauvignon
Blanc?” Wanita itu mencoba memberi
pilihan yang langsung dijawab dengan anggukan juga senyum oleh Masumi. White wine memang teman yang cocok untuk makan tiram mentah dan hidangan
seafood. Pelayan meninggalkan meja setelah mereka selesai dengan pesanannya.
“Kau sering ke sini?”
Satu lagi keanehan yang Masumi rasakan, Maya
membuka pembicaraan lebih dulu. “Tidak juga, hanya sesekali bersama Karato. Dia
pecinta Oyster dan restoran ini milik temannya.”
“Karato?” Maya mencoba mengingat nama itu,
“Ah, sepupumu?” Dia menikmati red velvet cake yang disajikan sebagai hidangan
pembuka.
Masumi mengangguk. “Bibi Aiko, Ibu Karato
adalah adik ibuku. Bibi meninggal saat melahirkan Karato dan kami dibesarkan
bersama. Sekarang dia mengelola aset keluarga Fujimura sementara ayahnya
memegang perusahaan keluarga Hijiri.”
“Apa keluarga Fujimura tidak memiliki anak
laki-laki?” ternyata Maya cukup tertarik dengan topik bahasan mengenai keluarga
Masumi.
“Hanya ada saudara jauh dari pihak nenek.
Kakek dari ibuku hanya memiliki dua putri, Ibuku dan Bibi Aiko, itulah kenapa
Karato menjadi ahli waris keluarga Fujimura.”
“Bagaimana dengan keluarga Hayami?”
Masumi cukup terkejut mendengar pertanyaan
Maya tapi menganggap itu sebagai angin baik dan menanggapinya dengan tenang.
“Ayahku sudah tinggal di Tokyo sejak usianya empat belas tahun bersama Nenek. Mereka
tidak begitu cocok dengan keluarga Hayami yang berada di Okayama. Nenek kandungku
adalah istri kedua tapi menjadi kesayangan Tuan Besar Hayami. Karena itulah
Kakek mendidik Ayah sebagai ahli waris dan membuat saudara tirinya iri. Sejak
Kakek dan Nenek meninggal kami tidak pernah mengunjungi rumah utama di
Okayama.”
“Apa bisnis keluarga Hayami di Okayama? Apa
sama seperti Daito Group?”
“Tidak, mereka menjalankan bisnis
transportasi juga biro perjalanan. Ayah mendirikan Daito di masa mudanya dengan
modal bantuan dari kakek. Setahuku ayahmu juga berperan besar dalam
perkembangan Daito pada awalnya. Itulah kenapa mereka menjadi sahabat dekat.
Juga sama-sama mencintai drama dan film.”
Oh, Maya tidak pernah tahu mengenai hal
itu. Sejak kecil dia hanya tertarik soal akting dan drama. Pada awalnya sang
ibu mendidiknya sebagai aktris panggung drama. Maya memulai karirnya di layar
kaca saat remaja.
Pelayan yang datang membawa makanan menjeda
percakapan keduanya. Dua nampan disajikan berisi oyster segar bersama tiga
varian saus sebagai pilihan.
“Lemon?” Masumi menawarkan dan mendapat
anggukan sebagai jawaban. Dia pun memeras lemon ke atas Kaipara oyster dan
memberikannya pada Maya.
“Terima kasih.” Wanita itu mengulas senyum
lalu mengambil garpu kecil untuk melepas daging oyster dari cangkang sebelum
mendekatkannya ke bibir dan memakannya. Maya hampir berdecak nikmat saat
merasakan sensasi lembut dimulutnya juga rasa asam yang segar. “Ini enak,”
pujinya dengan mata berbinar.
“Aku senang kau menyukainya,” ucap Masumi
yang sejak tadi hanya melihat Maya. “Sekarang cobalah ini.” Dia mengambil satu
Akkeshi oyster, menambahkan sedikit cuka apel lalu kembali memberikannya pada
Maya.
Tanpa sungkan Maya menerimanya dan mulai
mencicipinya. “Hm, ini juga enak,” katanya dengan wajah girang.
Dan begitulah mereka menikmati makan siang
dengan saling bertukar makanan. Mencicipi hidangan satu sama lain. Entah karena
mendengar pembicaraan tadi pagi atau karena memang sudah memutuskan untuk
gencatan senjata dengan Masumi, Maya merasa harinya tidak terlalu buruk. Masumi
memperlakukannya dengan sangat baik dan itu terasa menyenangkan. Apa memang
seharusnya dia menyerah saja? Menerima hubungan ini dengan hati terbuka? Ah,
Maya jadi ingat pesan ayahnya. Tapi … Entahlah.
>>**<<
>>Bersambung<<
12 Comments
Liat mrk makan jd ikut laveerrr
ReplyDeleteTetep yaaa Masumi c bucin 🤣🤣
as always dia mah. tapi bucinnya masih diem2 ini. makin kesana nanti bucinnya makin kesini wkwkwkwk. btw makasih udah baca n komen ya. lope2 you :D
DeleteUwaaaaa kangeeeennn banget .... akhirnyaaaaaaa.... terima kasih banyaaaak kak nes...
ReplyDeleteMakasih juga masih setia nunggu ya 🙏
DeleteAkhirnya yang ditunggu, makasih banyak. Bagus banget
ReplyDeleteMakasih banyak sudah mampir n baca :D
DeleteWah, KuDet aku smpe Kelewatan...makasih mbk Agnes..selalu Kunanti Part selanjutnya.., salam Kenal dr Penggemar MM🤗🤗🤗
ReplyDeleteSalam kenal juga, makasih banyak sudah baca ya :D
Deleteselalu suka sih baca fanfic topeng kaca versi agnes, ceritanya manis n bikin makin gregetan, tp dapet banget feeling maya n masumi nya.. thank u yaaa
ReplyDeleteAduhh *blushing* makasih banyak ya :D
DeleteAkhirnya bisa baca kembali, selalu di tunggu loh mba Agnes, terima kasih sdh mulai menulis lg , 🤗
ReplyDeleteMakasih banyak udah baca n masih setia menunggu :D
Delete