Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
“Kau tinggal disini?” Maya mengamati
sekitaran basement yang tampak sepi, dimana mobil Masumi baru saja berhenti.
“Hm.” Masumi mengulas senyum sembari
membuka pintu mobil. Pria itu pun berjalan memutari belakang mobil dan berniat untuk
membukakan pintu Maya sebelum wanita muda itu keluar sendiri lalu menatap
Masumi dengan wajah datar. Ah, Masumi lupa calon istrinya masih kesal. “Wada,
kami akan siap dalam dua jam,” katanya kemudian pada sopirnya yang tampak
canggung berdiri di depan mobil dan menunggu perintah.
“Baik, Tuan.” Wada pun mengangguk hormat.
Maya berjalan bersama Masumi dalam diam
seraya memeluk buket coklatnya. Matanya masih mengawasi sekeliling dengan
waspada.
“Jangan khawatir, apartemen ini terkenal
dengan sistem keamanan paling baik di Tokyo. Paparazzi tidak akan bisa masuk.”
Masumi tentu saja bisa membaca gerak tubuh Maya yang tampak gelisah.
“Aku tidak takut pada paparazzi.” Maya
menoleh dan kembali melihat Masumi tersenyum padanya. Dia pun segera
memalingkan wajah dan menghentikan langkah begitu sampai di depan lift. Namun
tiba-tiba Maya bersin tepat saat suara lift berdenting dan pintu terbuka.
Wanita itu menunduk lalu bergegas masuk seraya menggosok hidungnya pelan.
Masumi menahan senyumnya melebar saat melihat
tingkah calon istrinya. Wanita itu bersikeras tidak mau memakai jas darinya
saat di dalam mobil padahal udara di akhir musim dingin masih cukup menggigit
saat menjelang petang. Beruntung, Masumi membawa kembali jas yang sempat
dilempar Maya. Dia pun berdiri di sebelah sang calon istri dan memakaikan
kembali jas di bahunya. “Udara dingin tidak baik untuk kesehatan,” ucapnya saat
wanita itu menatapnya sembari memincingkan mata.
“Tidak perlu merayuku,” dengkus Maya
kemudian.
Tentu saja Masumi tertawa mendengarnya. “Berhentilah
menganggap semua perhatianku sebagai rayuan. Aku benar-benar tidak mau kau
sakit, Maya.”
“Ya, ya, ya, Tuan Baik Hati.” Maya
merapikan jas dibahunya agar tidak terjatuh.
Lift kembali berdenting dan pintu terbuka
di lantai 28. Maya berjalan mengikuti Masumi dengan wajah masam. Dia
benar-benar tidak mau terjebak di dalam apartemen bersama dengan playboy tampan
dengan mulut semanis madu. Tapi Maya tidak bisa menolak karena ibunya pasti
akan marah. Sungguh situasi ini membuatnya dilema.
“Silakan masuk, Maya.” Masumi membuka pintu
dan mempersilakan calon istrinya masuk.
Menahan rasa kesal di dalam hati, Maya
melangkah masuk dan lampu yang tiba-tiba menyala membuat matanya berkedip.
“Ini adalah kunci duplikat apartemenku.
Bawalah, jadi kau tidak akan merasa aku menculik dan mengurungmu di sini.”
Masumi mengulurkan sebuah kartu berwarna hitam dengan ornament bunga dan
bintang emas. Nama Masumi Hayami tercetak tebal di bawah tulisan Grand Star
Seven Apartement.
“Untukku?” tanya Maya dengan ekspresi
canggung. Dia merasa terkejut Masumi bisa membaca pikirannya.
“Ya, untukmu, bawalah.” Masumi kembali
tersenyum lalu berjalan menuju mini bar di sebelah ruang tamu, di mana Maya
masih terpaku menatapnya.
“Aku tidak membutuhkannya,” ucap Maya
kemudian. Dia pun menyusul Masumi yang kini sudah duduk sembari menuang air
mineral ke dalam gelas. Meletakkan jas Masumi di bangku kosong, Maya duduk
tepat di depan Masumi lalu meletakkan kunci apartemen di atas meja bar.
“Kau akan membutuhkannya, Maya,” jawab
Masumi setelah meneguk habis segelas air mineral dan meletakkan gelas kosong di
meja. “Setelah menikah kita berdua akan tinggal di sini.”
“Eh?”
“Kau tidak mau tinggal disini? Kau mau
tinggal di kediaman Hayami? Atau kau ingin kita membeli rumah baru?”
“Ck, kenapa sudah berpikir sejauh itu?”
Maya berdecak kesal sembari melipat tangan di depan dada.
“Jauh? Pernikahan kita dua bulan lagi.”
Maya terdiam. Dia menatap Masumi yang
tampak santai menggenggam gelas kosong lalu mengisinya kembali dengan air.
“Kau mau minum?” Masumi mendorong gelas ke
arah Maya.
“Yang benar saja.” Maya mendengkus dan
segera memalingkan wajahnya yang mulai terasa panas. Bagaimana mungkin Masumi
memberinya minum dari gelas yang sudah dipakainya? Batin Maya mengerang
frustasi.
>>**<<
Kepala Maya terasa ringan saat guyuran air
hangat membasahi rambutnya. Dengan mata terpejam dia menikmati sensasi
menenangkan dari suara gemiricik air.
“Ini
kamar tamu, aku sudah menyiapkan gaun pesta untukmu di dalam. semua
perlengkapan make up juga sudah tersedia. Panggil aku jika butuh bantuan.
Kamarku di lantai dua.”
Maya menghela napas perlahan saat mengingat
semua ulah Masumi. Putra Tunggal Hayami itu benar-benar membuatnya mati kutu.
Bukan hanya gaun dan make up yang tersedia di dalam kamar tapi juga
beberapa set perhiasan, sepatu, tas, bahkan pakaian dalam. Kalau memang Masumi
sendiri yang menyiapkan semua itu, bukankah sangat memalukan?
“Masumi …,” wanita itu bergumam lirih. “Apa
maumu sebenarnya?”
Mematikan shower, Maya
meraih bathrobe juga handuk untuk mengeringkan rambut panjangnya. Dia
pun kembali ke kamar dan menghela napas panjang saat melihat deretan gaun yang
terpasang pada hanger juga semua perlengkapan pesta yang tertata rapi
di atas tempat tidur.
“Baiklah Maya, kau pasti bisa menghadapi
semua ini. Memang apa susahnya menghadiri sebuah pesta, huh?!” Dia pun duduk di
depan meja rias dan mulai menyapukan make up di wajahnya.
Satu jam berlalu begitu saja. Maya baru
selesai memakai gaunnya saat pintu kamar diketuk, itu pasti Masumi.
“Masuk,” serunya sembari memasang anting di
telinga kanan.
Masumi terpaku di ambang pintu saat melihat
Maya dari pantulan cermin. Wanita itu kini tengah memasang kalung berhias
permata Ruby berwarna merah, senada dengan gaun yang dipilihnya.
“Kenapa melamum?”
Pertanyaan Maya membuat Masumi tergagap.
Dia pun berdeham pelan untuk meredakan degub jantungnya. “Kau sudah siap?”
tanyanya basa-basi.
“Sudah, kita berangkat sekarang?” Maya
merapikan gaun panjangnya lalu mengambil clucht mewah berwarna hitam
dari atas tempat tidur.
Masumi melirik ke arah hanger lalu kembali
menatap calon istrinya. “Kupikir kau akan memilih warna ungu?”
“Kau tahu aku suka ungu?” Maya justru balik
bertanya dan langsung menyesali pertanyaan bodohnya.
“Bukankah seluruh Jepang juga tahu kalau
Maya Ozaki suka warna ungu? Dan penggemar rahasiamu juga selalu memberimu mawar
ungu.” Berjalan santai memasuki kamar, Masumi mengambil mantel bulu dari hanger dan
menyampirkannya dengan rapi di lengan.
“Bukan berarti di setiap acara aku harus
memakai warna itu.” Pipi Maya terasa hangat karena malu.
“Tentu saja tidak, kau juga terlihat cantik
dengan gaun merah. Ah, itu bukan rayuan.” Masumi memberi tekanan pada kalimat
terakhirnya tepat saat Maya membuka mulut, pastinya hendak menyanggah
pujiannya.
“Bisa kita pergi sekarang?” Maya berusaha
mengalihkan topik pembicaraan.
“Tentu.” Masumi kemudian berniat memakaikan
mantel bulu yang dibawanya ke bahu Maya.
“Aku tidak suka mantel bulu,” kata Maya
yang membuat gerakan tangan Masumi berhenti di atas bahunya.
Menahan diri untuk tidak tertawa, Masumi
menarik kembali mantel dari bahu Maya lalu berjalan ke
arah hanger pakaian. “Kau suka yang mana, Nona Ozaki?” tanyanya
sembari melambaikan tangan ke arah pakaian yang tergantung.
Alih-alih menjawab, Maya justru berjalan ke
arah hanger dan mengambil mantel wol berwarna hitam. “Terima kasih,
tapi aku bisa memakainya sendiri.” Dan wanita itu pun mendahului Masumi keluar
dari kamar.
>>**<<
Ballroom Hotel Imperial Tokyo sudah
disulap menjadi tempat pesta yang mewah dan elegan. Tidak heran karena ini
adalah acara ulang tahun Grup Takatsu. Salah satu grup perusahaan terkuat di
Jepang. Banyak pengusaha besar yang datang, tidak terkecuali Eisuke Hayami dan
istrinya. Maya hampir memukul Masumi karena tidak memberitahu kalau orang
tuanya juga akan datang. Ah, Maya juga memaki dirinya sendiri karena terlalu bodoh.
“Masumi, kau tidak memberitahu ibu kalau
akan datang bersama Maya. Selamat malam Sayang, bagaimana kabarmu?” Aya, ibu
Masumi, menyapa calon menantunya dengan pelukan hangat.
“Selamat malam Paman, Bibi. Aku baik-baik
saja, senang bisa bertemu kalian.” Tentu saja Maya langsung menggunakan
keahlian aktingnya dan bersikap seramah mungkin.
“Maaf Ibu, tadi banyak pekerjaan yang harus
aku selesaikan sampai aku lupa memberitahu Ibu.” Masumi berkilah yang tentu
saja mendapat lirikan maut dari Maya.
Bukankah
tadi dia menjemputku bahkan sebelum jam kantor berakhir? Omong kosong! Gerutu Maya dalam hati.
“Tidak apa-apa, Ibu senang hubungan kalian
berjalan baik. Ah, rasanya sudah tidak sabar menunggu dua bulan lagi. Bukan
begitu, Anata?” Aya mengamit lengan suaminya dengan ekspresi bahagia.
“Hm,” gumam Eisuke singkat. “Sebaiknya kau
memberi salam dulu pada Tuan Besar Takamiya dan pastikan kau memperkenalkan
Maya sebagai calon istrimu.”
“Eh? Ta-pi Paman, kami-,”
“Tidak apa-apa Sayang, akan lebih baik
kalau semua orang tahu hubungan kalian. Dengan begitu tidak ada lagi wanita
yang akan mengganggu putraku.”
“Tenang saja Ibu, tidak akan ada yang
berani menggangguku lagi.” Masumi tiba-tiba menarik tangan Maya dan melingkarkan
tangan ramping itu di lengannya. Dengan lembut dia mengusap punggung tangan
calon istrinya dan itu membuat Aya tersenyum makin lebar.
“Bagus, bagus, cepat pergilah. Setelah
memberi salam kau temui Ibu lagi. Ibu ingin memperkenalkan Maya pada para
Nyonya Besar.” Perintah Aya membuat Masumi tersenyum lebar tapi sebaliknya bagi
Maya, jantungnya berdebar kencang karena gugup.
Tanpa basa-basi lagi, Masumi segera
menggiring calon istrinya untuk menemui Tuan Besar Takamiya, yang adalah
pemimpin Grup Takatsu.
“Masumi, setelah ini bisakah kita langsung
pulang? Kau jangan membuatku terjebak dalam situasi sulit,” bisik Maya saat
keduanya berjalan berdampingan. Sesekali dia ikut melempar senyum saat satu dua
tamu menyapa Masumi. Sepertinya semua orang tampak penasaran dengan kebersamaan
mereka.
“Tenang saja, Ibuku tidak akan
menyulitkanmu. Kau nikmati saja pesta ini,” Masumi kembali membelai lembut
punggung tangan Maya yang bersandar di lengannya. Menenangkan wanita muda itu
agar jangan khawatir berlebihan.
“Hei, Tuan Muda Hayami, kau jangan
memanfaatkan kesempatan,” bisik Maya lagi seraya melirik pada tangan Masumi
yang masih asik membelai punggung tangannya.
Masumi seolah tidak mendengar protes dari
Maya dan tetap memasang senyum menawannya. “Itu adalah Keluarga Takamiya,”
bisiknya kemudian yang membuat perhatian Maya teralihkan.
Di bagian depan ballroom tertata
meja besar dimana ada sekelompok orang sedang berbincang. Yang paling tua dan
tampak paling berwibawa pastilah Tuan Besar Takamiya. Lalu pria paruh baya di
sebelahnya kemungkinan adalah putra dan menantunya, dilihat dari kemiripan
wajah mereka.
Masumi melepaskan tangan Maya lalu keduanya
memberi salam hormat dan juga memberikan selamat atas kesuksesan yang sudah
diraih oleh Grup Takatsu.
“Aku senang kau bisa datang, Masumi.” Tuan
Besar Takamiya tersenyum lebar pada Masumi. “Dan siapakah wanita yang bersamamu
ini? Sayang sekali Shiori masih di Kanada dan tidak bisa datang malam ini.”
Sungguh sambutan yang mengejutkan. Maya
mengerutkan kening saat mendengar nama Shiori. Meski dirinya dipaksa menghadiri
pesta tapi mendengar nama wanita lain disebut di depannya membuat hatinya
iritasi. Seolah dia tidak layak menemani Masumi di pesta. Tapi, siapa itu Shiori? Apakah dia kekasih
Masumi? Batin Maya bertanya-tanya.
“Ayah, jangan begitu, kau bisa menyinggung
Masumi dan Nona Cantik ini.” Pria paruh baya di sebelah Tuan Besar tersenyum
canggung.
Masumi dan Maya kompak tersenyum. Entah
kenapa Maya justru merasa lega saat Masumi menyampirkan tangan dipinggulnya dan
mempersempit jarak diantara mereka.
“Tidak apa-apa Tuan Takamiya. Perkenalkan
ini Maya Ozaki, calon istri saya,” jawab Masumi dengan tenang.
“Calon istri?” Tuan Besar Takamiya bahkan
sampai membulatkan mata mendengarnya.
Tuan Takamiya dan istrinya saling bertukar
pandang tapi kemudian segera melempar senyum. Meski tampak canggung tapi
keduanya berusaha tetap bersikap ramah.
“Ah, maaf, maaf Masumi. Kami hanya
terkejut. Kau tidak pernah sekalipun menyinggung soal calon istri.” Nyonya
Takamiya mencoba untuk mencairkan suasana diantara mereka. “Nona Ozaki, senang
bertemu denganmu. Dan apakah Anda adalah aktris terkenal itu? Wajah cantik Anda
tampak tidak asing.”
“Terima kasih Nyonya, kebetulan saya memang
menyukai dunia akting dan drama. Senang bertemu dengan Anda.” Maya pun mengulas
senyum termanisnya. Hatinya merasa kesal saat sejenak melihat ke arah Tuan
Besar yang saat ini tampak memincingkan mata padanya.
“Wah, kau beruntung Masumi. Nona Ozaki
adalah aktris cantik dan berbakat.” Kali ini Nyonya Takamiya melempar pujian
yang dibalas anggukan setuju juga senyum lebar dari suaminya.
“Terima kasih, Nyonya,” ucap Masumi sembari
mengangguk hormat.
“Terima kasih Nyonya tapi Anda terlalu
memuji.” Maya pun mengangguk hormat sebagai sopan santun.
“Dan apa keahlianmu selain menebar
kecantikan di televisi?”
Kalimat itu membuat semua orang langsung
terdiam. Suasana kembali menjadi dingin. Maya merasakan tangan Masumi menegang
di pinggulnya.
“Ayah, jangan berkata seperti itu. Nona
Ozaki-,”
“Apa salahnya aku bertanya?” Tuan Besar
Takamiya melipat tangan di depan dada seraya menatap Maya. “Masumi adalah
pengusaha muda berbakat. Aku yakin dia layak mendapat istri yang hebat. Lihat
Shiori, dia pintar mengelola perusahaan, pandai ikebana, pandai bermain musik
juga unggul dalam tata krama.”
Hei,
perkataan macam apa itu? Batin
Maya berteriak histeris. Dia terkesiap saat tangan Masumi menekan pinggulnya
dengan lembut. Saat menoleh, dia melihat Masumi tersenyum.
“Maaf Tuan Besar, mungkin memang benar
kalau Nona Ozaki tidak sepandai Nona Takamiya tapi saya tidak menjadikan semua
itu sebagai dasar. Bukankah pernikahan adalah menyatunya dua hati yang saling
mencintai? Saya hanya terlalu mencintai Nona Ozaki, sehingga semua kelebihan
dan kekurangannya di mata saya adalah sempurna.”
Tuan Besar Takamiya tampak tidak suka
dengan jawaban Masumi. Sementara putra dan menantunya justru tampak begitu
tersentuh dengan pengakuan dari Masumi.
Sebaliknya bagi Maya, jantungnya berdebar
kencang. Jujur saja dia senang dengan jawaban Masumi tapi apakah itu nyata? Cinta?
Bukankah itu hanya bualan bagi Masumi? Semua ini hanya akting bukan? Dalam
hati Maya semakin merasa penasaran akan sosok Masumi yang sebenarnya. Dan
… siapa Shiori?
“Aku tidak tahu kalau sebagai pria sejati
kau bisa bertekuk lutut didepan wanita atas nama cinta,” Tuan Besar Takamiya
kembali berkomentar.
“Mencintai seorang wanita tidak akan
membuat harga diri saya sebagai laki-laki terkikis Tuan Besar.” Tentu saja
Masumi masih menjawab dengan tersenyum. Dia jelas sudah memprediksi hal ini
sebelumnya.
Tuan Takamiya pun tertawa mendengarnya.
“Kau benar Masumi,” katanya dengan senyum lebar. “Sudahlah Ayah, Masumi sudah
menentukan pilihannya.”
“Hm,” hanya gumamam dengan ekspresi kesal
yang menjadi jawaban dari Tuan Besar Takamiya.
“Sebaiknya kami undur diri dulu. Sekali
lagi selamat untuk Grup Takatsu.” Masumi pun memberi hormat dan segera membawa
Maya menjauh dari keluarga Takamiya. Tangannya masih bersandar di pinggul Maya
hingga para tamu yang melihatnya menjadi semakin penasaran.
Masumi membawa Maya ke sudut ruangan dekat
dengan meja minuman, sejenak menjauh dari keramaian. “Maafkan aku sudah
membuatmu tidak nyaman malam ini,” bisik Masumi begitu memastikan tidak ada
orang di dekat mereka.
Maya menarik tangan Masumi dari pinggulnya.
Dia pun berjalan ke arah meja minum lalu mengambil segelas koktail, menyesapnya
perlahan tanpa berniat menjawab permintaan maaf calon suaminya.
“Kau marah, Maya?” Masumi segera berdiri di
samping wanita itu, mengambil segelas wine dan mengamati ekspresi wajah Maya
yang masih menikmati koktailnya. “Maya?” panggilnya lirih.
Menghela napas perlahan, Maya memutar
tubuhnya hingga keduanya bediri berhadapan. “Kau mengajakku hanya untuk
memprovokasi Tuan Besar Takamiya, huh?” tayanya seraya memainkan gelas koktail
di tangannya. Meski begitu mata Maya jelas menyiratkan kemarahan.
“Tentu saja ti-,”
“Omong kosong, kau jelas sengaja membuatnya
marah dengan membual tentang cinta.” Dengan tenang Maya kembali menyesap
koktailnya tanpa melepaskan tatapan matanya dari Masumi. Wanita itu memperhatikan
perubahan ekspresi wajah lawan bicaranya.
Masumi menyesap wine di tangannya sebelum
menjawab. Dia memikirkan alasan seperti apa yang layak dijadikan jawaban.
“Ah, kalian disini ternyata.”
Keduanya menoleh bersamaan saat mendengar
suara wanita.
“Ibu,” Masumi langsung mengembangkan senyum
saat melihat Aya menghampirinya.
“Sejak tadi aku mencari kalian. Ayo Maya,
ikut denganku. Kau akan bosan kalau menempel pada Masumi. Dia pasti akan sibuk
membicarakan bisnis bila bertemu dengan teman-temannya.”
Maya tidak sempat menjawab apalagi menolak.
Aya langsung menarik tangannya dan membawanya pergi. Dia memutar mata saat
melihat Masumi mengangkat gelas wine kearahnya seraya tersenyum dan
menggumamkan kata maaf. Ah, sudahlah, aku
akan berurusan dengan Masumi nanti.
>>***<<
“Sepertinya ada yang benar-benar tidak
sabar untuk segera menikah.”
Masumi yang sedang menikmati wine dikejutkan
dengan kedatangan seseorang. Dia baru saja selesai berbincang dengan beberapa tamu.
Dengan alasan mengambil minum, Masumi menjauh dari kerumunan dan sejenak
menghela napas.
“Sejak tadi kau terus mencuri pandang ke
arahnya.”
Melihat jam tangan, Masumi menyeringai saat
kembali menatap sosok pria yang kini berdiri di depannya. “Kau baru datang dan
sudah menggangguku.”
“Hei, jangan begitu. Kau akan kesepian jika
aku tidak datang.” Pria itu tertawa lalu memutar tubuhnya hingga berdiri
berdampingan dengan Masumi. Matanya mengikuti arah pandang Masumi. Sejak tadi
putra tunggal Hayami itu selalu memperhatikan gerak-gerik calon istrinya yang kini
tengah berbincang dengan beberapa Nyonya Besar. Sepertinya Ibu Masumi
benar-benar semangat memamerkan calon menantunya.
“Bagaimana perkembangan hubungan kalian?”
Pria itu kembali bertanya sembari memainkan gelas wine di tangannya.
“Baik,” jawab Masumi singkat lalu kembali
menyesap wine-nya.
“Hm, kau beruntung Shiori tidak datang
malam ini.” Kalimat itu membuat Masumi menoleh padanya. “Apa aku salah?”
“Aku justru berharap dia datang,” jawab
Masumi yang kemudian kembali memperhatikan Maya yang sedang tertawa dengan
anggun.
“Ah, begitu rupanya. Kulihat wajah Tuan
Besar tampak kesal, apa kau mengenalkan Maya padanya?”
“Hm.”
“Sayang aku melewatkan pertunjukan bagus.”
Pria itu menyembunyikan senyum di balik sesapan wine.
Keduanya serempak mengalihkan pandangan dan
berpura-pura saling berbincang saat tiba-tiba Maya berbalik. Wanita itu tampak
memincingkan mata ke arah Masumi. Aya dengan bijak tahu kalau mungkin calon
menantunya sudah lelah. Dia pun melihat ke arah Masumi dan mengajak Maya
meninggalkan para Nyonya Besar.
“Karato, aku baru melihatmu. Apa kau datang
terlambat?” Aya dengan senyum lebar menyapa pria di sebelah Masumi.
“Iya Bibi, ada beberapa urusan mendadak
sore tadi.” Pria yang dipanggil dengan nama Karato itu mengangguk hormat pada
Aya.
“Maya, kenalkan, ini Karato Hijiri. Dia
adalah sepupu Masumi.” Aya kembali menarik lengan Maya agar lebih dekat
dengannya.
“Senang bertemu dengan Anda, saya Maya
Ozaki.” Maya memberi salam dengan sopan, tak lupa senyum manis di wajah
cantiknya.
“Tidak perlu sungkan Nona Ozaki. Sebentar
lagi kau akan menjadi kakak iparku, panggil saja aku Karato. Kakakku ini akan
marah kalau aku menuntut penghormatan darimu.” Hijiri menyeringai saat Masumi
menatapnya tajam.
Aya pun tertawa. “Benar, benar, jangan
sungkan Maya. Dan jangan terkejut kalau kau melihat mereka berdua sering
berdebat. Sejak kecil mereka memang seperti itu, suka berkelahi.”
Maya hanya tersenyum menjawabnya. Malam ini
benar-benar melelahkan, bertemu dengan banyak orang baru dan menebar senyum
juga basa-basi yang menguras tenaga.
“Masumi, sebaiknya kau pulang sekarang.
Maya masih harus syuting besok, dia harus istirahat cukup malam ini.”
Ah, kalimat Aya bagai angin segar bagi
Maya. “Terima kasih untuk perhatian Bibi,” ucap Maya sebagai sopan santun.
“Kau ini bicara apa, Maya. Kau adalah calon
menantuku. Kesehatanmu itu penting. Aku tidak mau kau sakit karena kelelahan.
Oh ya, kau juga bisa bilang pada Bibi kalau Masumi memperlakukanmu dengan tidak
baik. Aku pasti akan memarahinya.”
Karato menyeringai di balik gelas tingginya
sembari melirik Masumi yang memasang ekspresi datar.
“Masumi sering membuatku kesal, Bibi. Dia
bahkan muncul di lokasi syuting dan membuatku menjadi pusat perhatian semua
orang.” Ah, Maya memanfaatkan kesempatan rupanya. Dia mengadu pada calon ibu
mertuanya.
Karato tersedak dan langsung meminta maaf
atas ketidak sopanannya. Dia jelas terkejut dengan perkataan Maya. Mungkin Maya
adalah wanita pertama yang merasa terganggu dengan kehadiran Masumi.
“Begitukah? Masumi, kau jangan mempersulit
Maya. Dia adalah seorang aktris, menjadi bahan gunjingan bukanlah hal yang
bagus. Sebaiknya kau segera mengadakan konferensi pers dan mengumumkan hubungan
kalian agar Maya tidak menjadi bahan gunjingan saat kau menjemputnya. Lagipula
jangan samakan Maya dengan para wanita yang selalu mengejarmu itu.”
Astaga, melihat wajah Maya yang memerah
membuat Karato ingin tertawa. Wanita itu mengadu agar mendapat pembelaan tapi
Aya justru meminta Masumi untuk menggelar konferensi pers? Senyum kemenangan
Masumi membuat wajah Maya semakin masam.
“Bibi, bukan itu mak-,”
“Tentu Ibu, aku sudah minta Mizuki untuk
mengatur semuanya. Dalam waktu dekat ini, aku akan mengumumkan hubungan kami.”
“Tunggu, tapi-,”
“Nah Maya, kau bisa tenang sekarang. Aku
juga akan bertemu Mayuko besok. Kami akan mulai mempersiapkan semuanya untuk
kalian berdua. Kudengar ibumu sudah memilih beberapa desain baju pengantin
untukmu. Bibi jadi tidak sabar untuk melihatnya.”
Maya tidak lagi bicara. Kenapa semua orang begitu bersemangat dengan
pernikahanku? Dia menatap Masumi sembari menahan emosi di dalam dada. Pria
itu tampak senang dengan dukungan ibunya. Ah, sudahlah, Maya benar-benar lelah.
Karato yang kini tersenyum penuh simpati justru membuat Maya mengumpat dalam
hati.
>>**<<
>>Bersambung<<
>>Omiai - Chapter 2. Pertemuan<<
>>Omiai - Chapter 4. Perdebatan<<
A/N : Alohaaaa, ada yang kangen aku? wkwkwk, kangen update tan doang kali ya. Silakan gemes2 ria sama pasangan jaman baheulak ini. Jangan samakan sama karakter FF sebelumnya ya. disini MM rada ajaib wkwkwkwk. Terima kasih buat yang sudah support n setia membaca. Love you all, muahhh
6 Comments
Omiai omiai omiai omiai
ReplyDeleteGa sabar nunggu next mbaaa nes
Moga secepatnya yaa
Angin segar nieh
Beda banget
Taapiiii tetep shiomay pasti ngeselin
Jd musuh bersama
Syukurlah kalo suka dengan model karakter yang baru 🤗 makasih masih setia ngikutin yo mba 😘
DeleteLebih seger mbaa
DeleteJd ga sabar karakter shiori bakal kek mana
Msh nyebelinkah, sakit2an, lemah, playing victim, minta dikasihani
Uhhhh ga sabar nunggu next nieh
Btw tengkyuuu yaa msh nyempetin bikin FF
Wkwkwk....kita tunggu aja kemunculannya 😄
DeleteAkhirnya pelan 2 asal klakon😂 mba Agnes jgn lp Satomi dimunculin jg biar seru abis deh 😍
ReplyDeleteSetiap ada nama shiori ... perasaan langsung tak enak....
ReplyDeletebakal ada aja nih tingkah dia nanti... hadeh