Omiai - Chapter 3

Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi

FanFiction by Agnes Kristi

Summary : Maya Ozaki, aktris terkenal berusia dua puluh tujuh tahun, tidak pernah menyangka akan dipaksa menikah oleh ibunya. Dia dijodohkan dengan pewaris tunggal DAITO Grup, Masumi Hayami. Semua orang menyebutnya beruntung karena bisa menjadi istri Masumi. Sayangnya, Maya tidak melihat pernikahannya sebagai keberuntungan. Bagaimana bisa disebut beruntung jika menikah dengan playboy tampan yang bahkan diincar oleh sebagian besar wanita Jepang. Sstt, diam-diam Maya menaruh hati pada pemuja rahasia yang sudah mendukungnya sejak pertama kali naik panggung, Mawar Ungu. Ah, sepertinya ini akan jadi kisah cinta yang panjang.
======================================================================


“Kau tinggal disini?” Maya mengamati sekitaran basement yang tampak sepi, dimana mobil Masumi baru saja berhenti.

“Hm.” Masumi mengulas senyum sembari membuka pintu mobil. Pria itu pun berjalan memutari belakang mobil dan berniat untuk membukakan pintu Maya sebelum wanita muda itu keluar sendiri lalu menatap Masumi dengan wajah datar. Ah, Masumi lupa calon istrinya masih kesal. “Wada, kami akan siap dalam dua jam,” katanya kemudian pada sopirnya yang tampak canggung berdiri di depan mobil dan menunggu perintah.

“Baik, Tuan.” Wada pun mengangguk hormat.

Maya berjalan bersama Masumi dalam diam seraya memeluk buket coklatnya. Matanya masih mengawasi sekeliling dengan waspada.

“Jangan khawatir, apartemen ini terkenal dengan sistem keamanan paling baik di Tokyo. Paparazzi tidak akan bisa masuk.” Masumi tentu saja bisa membaca gerak tubuh Maya yang tampak gelisah.

“Aku tidak takut pada paparazzi.” Maya menoleh dan kembali melihat Masumi tersenyum padanya. Dia pun segera memalingkan wajah dan menghentikan langkah begitu sampai di depan lift. Namun tiba-tiba Maya bersin tepat saat suara lift berdenting dan pintu terbuka. Wanita itu menunduk lalu bergegas masuk seraya menggosok hidungnya pelan.

Masumi menahan senyumnya melebar saat melihat tingkah calon istrinya. Wanita itu bersikeras tidak mau memakai jas darinya saat di dalam mobil padahal udara di awal musim semi masih cukup dingin saat menjelang petang. Beruntung Masumi membawa kembali jas yang sempat dilempar Maya. Dia pun berdiri di sebelah sang calon istri dan memakaikan kembali jas di bahunya. “Udara dingin tidak baik untuk kesehatan,” ucapnya saat wanita itu menatapnya sembari memincingkan mata.

“Tidak perlu merayuku,” dengkus Maya kemudian.

Tentu saja Masumi tertawa mendengarnya. “Berhentilah menganggap semua perhatianku sebagai rayuan. Aku benar-benar tidak mau kau sakit Maya.”

“Ya, ya, ya, Tuan Baik Hati.” Maya merapikan jas dibahunya agar tidak terjatuh.

Lift kembali berdenting dan pintu terbuka di lantai 28. Maya berjalan mengikuti Masumi dengan wajah masam. Dia benar-benar tidak mau terjebak di dalam apartemen bersama dengan playboy tampan dengan mulut semanis madu. Tapi Maya tidak bisa menolak karena ibunya pasti akan marah. Sungguh situasi ini membuatnya dilema.

“Silakan masuk Maya.” Masumi membuka pintu dan mempersilakan calon istrinya masuk.

Menahan rasa kesal di dalam hati, Maya melangkah masuk dan lampu yang tiba-tiba menyala membuat matanya berkedip.

“Ini adalah kunci duplikat apartemenku. Bawalah, jadi kau tidak akan merasa aku menculik dan mengurungmu di sini.” Masumi mengulurkan sebuah kartu berwarna hitam dengan ornament bunga dan bintang emas. Nama Masumi Hayami tercetak tebal di bawah tulisan Grand Star Seven Apartement.

“Untukku?” tanya Maya dengan ekspresi canggung. Dia merasa terkejut Masumi bisa membaca pikirannya.

“Ya, untukmu, bawalah.” Masumi kembali tersenyum lalu berjalan menuju mini bar di sebelah ruang tamu, di mana Maya masih terpaku menatapnya.

“Aku tidak membutuhkannya,” ucap Maya kemudian. Dia pun menyusul Masumi yang kini sudah duduk sembari menuang air mineral ke dalam gelas. Meletakkan jas Masumi di bangku kosong, Maya duduk tepat di depan Masumi lalu meletakkan kunci apartemen di atas meja bar.

“Kau membutuhkannya Maya,” jawab Masumi setelah meneguk habis segelas air mineral dan meletakkan gelas kosong di meja. “Setelah menikah kita berdua akan tinggal di sini.”

“Eh?”

“Kau tidak mau tinggal disini? Kau mau tinggal di kediaman Hayami? Atau kau ingin kita membeli rumah baru?”

“Ck, kenapa sudah berpikir sejauh itu?” Maya berdecak kesal sembari melipat tangan di depan dada.

“Jauh? Pernikahan kita dua bulan lagi.”

Maya terdiam. Dia menatap Masumi yang tampak santai menggenggam gelas kosong lalu mengisinya kembali dengan air.

“Kau mau minum?” Masumi mendorong gelas ke arah Maya.

“Yang benar saja.” Maya mendengkus dan segera memalingkan wajahnya yang mulai terasa panas. Bagaimana mungkin Masumi memberinya minum dari gelas yang sudah dipakainya? Batin Maya mengerang frustasi.

***

Kepala Maya terasa ringan saat guyuran air hangat membasahi kepalanya. Dengan mata terpejam dia menikmati sensasi menenangkan dari suara gemiricik air.

“Ini kamar tamu, aku sudah menyiapkan gaun pesta untukmu di dalam. semua perlengkapan make up juga sudah tersedia. Panggil aku jika butuh bantuan. Kamarku di lantai dua.”

Maya menghela napas perlahan saat mengingat semua ulah Masumi. Putra Tunggal Hayami itu benar-benar membuatnya mati kutu. Bukan hanya gaun dan make up yang tersedia di dalam kamar tapi juga beberapa set perhiasan, sepatu, tas, bahkan pakaian dalam. Kalau memang Masumi sendiri yang menyiapkan semua itu, bukankah sangat memalukan?

“Masumi ….” Wanita itu bergumam lirih. “Seperti apa dirimu sebenarnya?”

Mematikan shower, Maya meraih bathrobe juga handuk untuk mengeringkan rambut panjangnya. Dia pun kembali ke kamar dan menghela napas panjang saat melihat deretan gaun yang terpasang pada hanger juga semua perlengkapan pesta yang tertata di rapi di atas tempat tidur.

“Baiklah Maya, kau pasti bisa menghadapi semua ini. Memang apa susahnya menghadiri sebuah pesta, huh?!” Maya pun duduk di depan meja rias dan mulai menyapukan make up di wajahnya.

Satu jam berlalu begitu saja. Maya baru selesai memakai gaunnya saat pintu kamar diketuk, itu pasti Masumi.

“Masuk,” serunya sembari memasang anting di telinga kanan.

Masumi terpaku di ambang pintu saat melihat Maya dari pantulan cermin. Wanita itu kini tengah memasang kalung berhias permata Ruby berwarna merah, senada dengan gaun yang dipilihnya.

“Kenapa melamum?”

Pertanyaan Maya membuat Masumi tergagap. Dia pun berdeham pelan untuk meredakan degub jantungnya. “Kau sudah siap?” tanyanya basa-basi.

“Sudah, kita berangkat sekarang?” Maya merapikan gaun panjangnya lalu mengambil clucht mewah berwarna hitam dari atas tempat tidur.

Masumi melirik ke arah hanger lalu kembali menatap calon istrinya. “Kupikir kau akan memilih warna ungu?”

“Kau tahu aku suka ungu?” Maya justru balik bertanya dan langsung menyesali pertanyaan bodohnya.

“Bukankah seluruh Jepang juga tahu kalau Maya Ozaki suka warna ungu? Dan penggemar rahasiamu juga selalu memberimu mawar ungu.” Berjalan santai memasuki kamar, Masumi mengambil mantel bulu dari hanger dan menyampirkannya dengan rapi di lengan.

“Bukan berarti di setiap acara aku harus memakai warna itu bukan?” Pipi Maya terasa hangat karena malu.

“Tentu saja tidak, kau juga terlihat cantik dengan gaun merah. Ah, itu bukan rayuan.” Masumi memberi tekanan pada kalimat terakhirnya tepat saat Maya membuka mulut, pastinya hendak menyanggah pujiannya.

“Bisa kita pergi sekarang?” Maya berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

“Tentu.” Masumi kemudian berniat memakaikan mantel bulu yang dibawanya ke bahu Maya.

“Aku tidak suka mantel bulu,” kata Maya yang membuat gerakan tangan Masumi berhenti di atas bahunya.

Menahan diri untuk tidak tertawa, Masumi menarik kembali mantel dari bahu Maya lalu berjalan ke arah hanger pakaian. “Kau suka yang mana Nona Ozaki?” tanyanya sembari melambaikan tangan ke arah pakaian yang tergantung.

Alih-alih menjawab, Maya justru berjalan ke arah hanger dan mengambil mantel wol berwarna hitam. “Terima kasih, tapi aku bisa memakainya sendiri.” Dan wanita itu pun mendahului Masumi keluar dari kamar.

***

Ballroom Hotel Imperial Tokyo sudah disulap menjadi tempat pesta yang mewah dan elegan. Tidak heran karena ini adalah acara ulang tahun Takatsu Grup. Salah satu grup perusahaan terkuat di Jepang. Banyak pengusaha besar yang datang, tidak terkecuali Eisuke Hayami dan istrinya. Maya hampir memukul Masumi karena tidak memberitahu kalau orang tuanya juga akan datang. Ah, Maya juga memaki dirinya sendiri karena terlalu bodoh.

“Masumi, kau tidak memberitahu ibu kalau akan datang bersama Maya. Selamat malam Sayang, bagaimana kabarmu?” Aya, ibu Masumi, menyapa calon menantunya dengan pelukan hangat.

“Selamat malam Paman, Bibi. Aku baik-baik saja, senang bisa bertemu kalian.” Tentu saja Maya langsung menggunakan keahlian aktingnya dan bersikap seramah mungkin.

“Maaf Ibu, tadi banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan sampai aku lupa memberitahu Ibu.” Masumi berkilah yang tentu saja mendapat lirikan maut dari Maya.

Bukankah tadi dia menjemputku bahkan sebelum jam kantor berakhir? Omong kosong! Gerutu Maya dalam hati.

“Tidak apa-apa, Ibu senang hubungan kalian berjalan baik. Ah, rasanya sudah tidak sabar menunggu dua bulan lagi. Bukan begitu Anata?” Aya mengamit lengan suaminya dengan ekspresi bahagia.

“Hm,” gumam Eisuke singkat. “Sebaiknya kau memberi salam dulu pada Tuan Takamiya dan pastikan kau memperkenalkan Maya sebagai calon istrimu.”

“Eh? Ta-pi Paman, kami-,”

“Tidak apa-apa Sayang, akan lebih baik kalau semua orang tahu hubungan kalian. Dengan begitu tidak ada lagi wanita yang akan mengganggu putraku.”

“Tenang saja Ibu, tidak akan ada yang berani menggangguku lagi.” Masumi tiba-tiba menarik tangan Maya dan melingkarkan lengan ramping itu di tangannya. Dengan lembut dia mengusap punggung tangan calon istrinya dan itu membuat Aya tersenyum makin lebar.

“Bagus, bagus, cepat pergilah. Setelah memberi salam kau temui Ibu lagi. Ibu ingin memperkenalkan Maya pada para Nyonya Besar.” Perintah Aya membuat Masumi tersenyum lebar tapi sebaliknya bagi Maya, jantungnya berdebar kencang karena gugup.

Tanpa basa-basi lagi, Masumi segera menggiring calon istrinya untuk menemui Tuan Besar Takamiya, yang adalah pemimpin Grup Takatsu.

“Masumi, setelah ini bisakah kita langsung pulang? Kau jangan membuatku terjebak dalam situasi sulit,” bisik Maya saat keduanya berjalan berdampingan. Sesekali dia ikut melempar senyum saat satu dua tamu menyapa Masumi. Sepertinya semua orang tampak penasaran dengan kebersamaan mereka.

“Tenang saja, Ibuku tidak akan menyulitkanmu. Kau nikmati saja pesta ini,” Masumi kembali membelai lembut punggung tangan Maya yang bersandar di lengannya. Menenangkan wanita muda itu agar jangan khawatir berlebihan.

“Hei Tuan Muda Hayami, kau jangan memanfaatkan kesempatan,” bisik Maya lagi seraya melirik pada tangan Masumi yang masih asik membelai punggung tangannya.

Masumi seolah tidak mendengar protes dari Maya dan tetap memasang senyum menawannya. “Itu adalah Keluarga Takamiya,” bisik Masumi kemudian yang membuat perhatian Maya teralihkan.

Di bagian depan ballroom tertata meja besar dimana ada sekelompok orang sedang berbincang. Yang paling tua dan tampak paling berwibawa pastilah Tuan Besar Takamiya. Lalu pria paruh baya di sebelahnya kemungkinan adalah putra dan menantunya, dilihat dari kemiripan wajah mereka.

Masumi melepaskan tangan Maya lalu keduanya memberi salam hormat dan juga memberikan selamat atas kesuksesan yang sudah diraih oleh Grup Takatsu.

“Aku senang kau bisa datang Masumi.” Tuan Besar Takamiya tersenyum lebar pada Masumi. “Dan siapakah wanita yang bersamamu ini? Sayang sekali Shiori masih di Kanada dan tidak bisa datang malam ini.”

Sungguh sambutan yang mengejutkan. Maya mengerutkan kening saat mendengar nama Shiori. Meski dirinya dipaksa menghadiri pesta tapi mendengar nama wanita lain disebut di depannya membuat hatinya iritasi. Seolah dia tidak layak menemani Masumi di pesta. Tapi, siapa itu Shiori? Apakah dia kekasih Masumi? Batin Maya bertanya-tanya.

“Ayah, jangan begitu, kau bisa menyinggung Masumi dan Nona Cantik ini.” Pria paruh baya di sebelah Tuan Besar tersenyum canggung.

Masumi dan Maya kompak tersenyum. Entah kenapa Maya justru merasa lega saat Masumi menyampirkan tangan dipinggulnya dan mempersempit jarak diantara mereka.

“Tidak apa-apa Tuan Takamiya. Perkenalkan ini Maya Ozaki, calon istri saya,” jawab Masumi dengan tenang.

“Calon istri?” Tuan Besar Takamiya bahkan sampai membulatkan mata mendengarnya.

Tuan Takamiya dan istrinya saling bertukar pandang tapi kemudian segera melempar senyum. Meski tampak canggung tapi keduanya berusaha tetap bersikap ramah.

“Ah, maaf, maaf Masumi. Kami hanya terkejut. Kau tidak pernah sekalipun menyinggung soal calon istri.” Nyonya Takamiya mencoba untuk mencairkan suasana diantara mereka. “Nona Ozaki, senang bertemu denganmu. Dan apakah Anda adalah aktris tekernal itu? Wajah cantik Anda tampak tidak asing.”

“Benar Nyonya, senang bertemu dengan Anda.” Maya pun mengulas senyum termanisnya. Hatinya merasa kesal saat sejenak melihat ke arah Tuan Besar yang saat ini tampak memimcingkan mata padanya.

“Wah, kau beruntung Masumi. Nona Ozaki adalah aktris cantik dan berbakat.” Nyonya Takamiya melempar pujian yang dibalas anggukan setuju juga senyum lebar dari suaminya.

“Terima kasih Nyonya,” ucap Masumi sembari mengangguk hormat.

“Terima kasih Nyonya tapi Anda terlalu memuji.” Maya pun mengangguk hormat sebagai sopan santun.

“Dan apa keahlianmu selain menebar kecantikan di televisi?”

Kalimat itu membuat semua orang langsung terdiam. Suasana kembali menjadi dingin. Maya merasakan tangan Masumi menegang di pinggulnya.

“Ayah, jangan berkata seperti itu. Nona Ozaki-,”

“Apa salahnya aku bertanya?” Tuan Besar Takamiya melipat tangan di depan dada seraya menatap Maya. “Masumi adalah pengusaha muda berbakat. Aku yakin dia layak mendapat istri yang hebat. Lihat Shiori, dia pintar mengelola perusahaan, pandai ikebana, pandai bermain musik juga unggul dalam tata krama.”

Hei, perkataan macam apa itu? Batin Maya berteriak histeris. Dia terkesiap saat tangan Masumi menekan pinggulnya dengan lembut. Saat menoleh, dia melihat Masumi tersenyum.

“Maaf Tuan Besar, mungkin memang benar kalau Nona Ozaki tidak sepandai Nona Takamiya tapi saya tidak menjadikan semua itu sebagai dasar. Bukankah pernikahan adalah menyatunya dua hati yang saling mencintai? Saya hanya terlalu mencintai Nona Ozaki, sehingga semua kelebihan dan kekurangannya di mata saya adalah sempurna.”

Tuan Besar Takamiya tampak tidak suka dengan jawaban Masumi. Sementara putra dan menantunya justru tampak begitu tersentuh dengan pengakuan dari Masumi.

Sebaliknya bagi Maya, jantungnya berdebar kencang. Jujur saja dia senang dengan jawaban Masumi tapi apakah itu nyata? Cinta? Bukankah itu hanya bualan bagi Masumi? Semua ini hanya akting bukan? Dalam hati Maya semakin merasa penasaran akan sosok Masumi yang sebenarnya. Dan …, siapa Shiori?

“Aku tidak tahu kalau sebagai pria sejati kau bisa bertekuk lutut didepan wanita atas nama cinta,” Tuan Besar Takamiya kembali berkomentar.

“Mencintai seorang wanita tidak akan membuat harga diri saya sebagai laki-laki terkikis Tuan Besar.” Tentu saja Masumi masih menjawab dengan tersenyum. Dia jelas sudah memprediksi hal ini sebelumnya.

Tuan Takamiya pun tertawa mendengarnya. “Kau benar Masumi,” katanya dengan senyum lebar. “Sudahlah Ayah, Masumi sudah menentukan pilihannya.”

“Hm,” hanya gumamam dengan ekspresi kesal yang menjadi jawaban dari Tuan Besar Takamiya.

“Sebaiknya kami undur diri dulu. Sekali lagi selamat untuk Grup Takatsu.” Masumi pun memberi hormat dan segera membawa Maya menjauh dari keluarga Takamiya. Tangannya masih bersandar di pinggul Maya hingga para tamu yang melihatnya menjadi semakin penasaran.

Masumi membawa Maya ke sudut ruangan dekat dengan meja minum, sejenak menjauh dari keramaian. “Maafkan aku sudah membuatmu tidak nyaman malam ini,” bisik Masumi begitu memastikan tidak ada orang di dekat mereka.

Maya menarik tangan Masumi dari pinggulnya. Dia pun berjalan ke arah meja minum lalu mengambil segelas koktail, menyesapnya perlahan tanpa berniat menjawab permintaan maaf calon suaminya.

“Kau marah, Maya?” Masumi segera berdiri di samping wanita itu, mengambil segelas wine dan mengamati ekspresi wajah Maya yang masih menikmati koktailnya. “Maya?” panggil Masumi lirih.

Menghela napas perlahan, Maya memutar tubuhnya hingga keduanya bediri berhadapan. “Kau mengajakku hanya untuk memprovokasi Tuan Besar Takamiya, huh?” tayanya seraya memainkan gelas koktail di tangannya. Meski begitu mata Maya jelas menyiratkan kemarahan.

“Tentu saja ti-,”

“Omong kosong, kau jelas sengaja membuatnya marah dengan membual tentang cinta.” Dengan tenang Maya kembali menyesap koktailnya tanpa melepaskan tatapan matanya dari Masumi. Wanita itu memperhatikan perubahan ekspresi wajah lawan bicaranya.

Masumi menyesap wine di tangannya sebelum menjawab. Dia memikirkan alasan seperti apa yang layak dijadikan jawaban.

“Ah, kalian disini ternyata.”

Keduanya menoleh bersamaan saat mendengar suara wanita.

“Ibu,” Masumi langsung mengembangkan senyum saat melihat Aya menghampirinya.

“Sejak tadi aku mencari kalian. Ayo Maya, ikut denganku. Kau akan bosan kalau menempel pada Masumi. Dia pasti akan sibuk membicarakan bisnis bila bertemu dengan teman-temannya.”

Maya tidak sempat menjawab apalagi menolak. Aya langsung menarik tangannya dan membawanya pergi. Dia memutar mata saat melihat Masumi mengangkat gelas wine kearahnya seraya tersenyum dan menggumamkan kata maaf. Ah, sudahlah, dia akan berurusan dengan Masumi nanti.

***

“Sepertinya ada yang benar-benar tidak sabar untuk segera menikah.”

Masumi yang sedang menikmati wine dikejutkan dengan kedatangan seseorang. Dia baru saja selesai berbincang dengan beberapa tamu. Dengan alasan mengambil minum, Masumi menjauh dari kerumunan dan sejenak menghela napas.

“Sejak tadi kau terus mencuri pandang ke arahnya.”

Melihat jam tangan, Masumi menyeringai saat kembali menatap sosok pria muda yang kini berdiri di depannya. “Kau baru datang dan sudah menggangguku.”

“Hei, jangan begitu. Kau akan kesepian jika aku tidak datang.” Pria itu tertawa lalu memutar tubuhnya hingga berdiri berdampingan dengan Masumi. Matanya mengikuti arah pandang Masumi. Sejak tadi putra tunggal Hayami itu selalu memperhatikan gerak-gerik calon istrinya yang kini tengah berbincang dengan beberapa Nyonya Besar. Sepertinya Ibu Masumi benar-benar semangat memamerkan calon menantunya.

“Bagaimana perkembangan hubungan kalian?” Pria itu kembali bertanya sembari memainkan gelas wine di tangannya.

“Baik,” jawab Masumi singkat lalu kembali menyesap wine-nya.

“Hm, kau beruntung Shiori tidak datang malam ini.” Kalimat itu membuat Masumi menoleh padanya. “Apa aku salah?”

“Aku justru berharap dia datang,” jawab Masumi yang kemudian kembali memperhatikan Maya yang sedang tertawa dengan anggun.

“Ah, begitu rupanya. Kulihat wajah Tuan Besar tampak kesal, apa kau mengenalkan Maya padanya?”

“Hm.”

“Sayang aku melewatkan pertunjukan bagus.” Pria itu menyembunyikan senyum di balik sesapan wine.

Keduanya serempak mengalihkan pandangan dan berpura-pura saling berbincang saat tiba-tiba Maya berbalik. Wanita itu tampak memincingkan mata ke arah Masumi. Aya dengan bijak tahu kalau mungkin calon menantunya sudah lelah. Dia pun melihat ke arah Masumi dan mengajak Maya meninggalkan para Nyonya Besar.

“Karato, aku baru melihatmu. Apa kau datang terlambat?” Aya dengan senyum lebar menyapa pria di sebelah Masumi.

“Iya Bibi, ada beberapa urusan mendadak sore tadi.” Pria yang dipanggil dengan nama Karato itu mengangguk hormat pada Aya.

“Maya, kenalkan, ini Karato Hijiri. Dia adalah sepupu Masumi.” Aya kembali menarik lengan Maya agar lebih dekat dengannya.

“Senang bertemu dengan Anda, saya Maya Ozaki.” Maya memberi salam dengan sopan, tak lupa senyum manis di wajah cantiknya.

“Tidak perlu sungkan Nona Ozaki. Sebentar lagi kau akan menjadi kakak iparku, panggil saja aku Karato. Kakakku ini akan marah kalau aku menuntut penghormatan darimu.” Hijiri menyeringai saat Masumi menatapnya tajam.

Aya pun tertawa. “Benar, benar, jangan sungkan Maya. Dan jangan terkejut kalau kau melihat mereka berdua sering berdebat. Sejak kecil mereka memang seperti itu, suka berkelahi.”

Maya hanya tersenyum menjawabnya. Malam ini benar-benar melelahkan, bertemu dengan banyak orang baru dan menebar senyum juga basa-basi yang menguras tenaga.

“Masumi, sebaiknya kau pulang sekarang. Maya masih harus syuting besok, dia harus istirahat cukup malam ini.”

Ah, kalimat Aya bagai angin segar bagi Maya. “Terima kasih untuk perhatian Bibi,” ucap Maya sebagai sopan santun.

“Kau ini bicara apa, Maya. Kau adalah calon menantuku. Kesehatanmu itu penting. Aku tidak mau kau sakit karena kelelahan. Oh ya, kau juga bisa bilang pada Bibi kalau Masumi memperlakukanmu dengan tidak baik. aku pasti akan memarahinya.”

Karato menyeringai di balik gelas tingginya sembari melirik Masumi yang memasang ekspresi datar.

“Masumi sering membuatku kesal Bibi. Dia bahkan muncul di lokasi syuting dan membuatku menjadi pusat perhatian semua orang.” Ah, Maya memanfaatkan kesempatan rupanya. Dia mengadu pada calon ibu mertuanya.

Karato tersedak dan langsung meminta maaf atas ketidak sopanannya. Dia jelas terkejut dengan perkataan Maya. Mungkin Maya adalah wanita pertama yang merasa terganggu dengan kehadiran Masumi.

“Begitukah? Masumi, kau jangan mempersulit Maya. Dia adalah seorang aktris, menjadi bahan gunjingan bukanlah hal yang bagus. Sebaiknya kau segera mengadakan konferensi pers dan mengumumkan hubungan kalian agar Maya tidak menjadi bahan gunjingan saat kau menjemputnya. Lagipula jangan samakan Maya dengan para wanita yang selalu mengejarmu itu.”

Astaga, melihat wajah Maya yang memerah membuat Karato ingin tertawa. Wanita itu mengadu agar mendapat pembelaan tapi Aya justru meminta Masumi untuk menggelar konferensi pers? Senyum kemenangan Masumi membuat wajah Maya semakin masam.

“Bibi, bukan itu mak-,”

“Tentu Ibu, aku sudah minta Mizuki untuk mengatur semuanya. Dalam waktu dekat ini, aku akan mengumumkan hubungan kami.”

“Tunggu, tapi-,”

“Nah Maya, kau bisa tenang sekarang. Aku juga akan bertemu Mayuko besok untuk mulai mempersiapkan semuanya untuk kalian berdua. Kudengar ibumu sudah memilih beberapa desain baju pengantin untukmu. Bibi jadi tidak sabar untuk melihatnya.”

Maya tidak lagi bicara. Kenapa semua orang begitu bersemangat dengan pernikahannya? Dia menatap Masumi sembari menahan emosi di dalam dada. Pria itu tampak senang dengan dukungan ibunya. Ah, sudahlah, Maya benar-benar lelah. Karato yang kini tersenyum penuh simpati justru membuat Maya megumpat dalam hati.

***

>>Bersambung<<

>>Omiai - Chapter 2<<

>>Omiai - Chapter 4<<

A/N : Alohaaaa, ada yang kangen aku? wkwkwk, kangen update tan doang kali ya. Silakan gemes2 ria sama pasangan jaman baheulak ini. Jangan samakan sama karakter FF sebelumnya ya. disini MM rada ajaib wkwkwkwk. Terima kasih buat yang sudah support n setia membaca. Love you all, muahhh



Post a Comment

6 Comments

  1. Omiai omiai omiai omiai
    Ga sabar nunggu next mbaaa nes
    Moga secepatnya yaa
    Angin segar nieh
    Beda banget
    Taapiiii tetep shiomay pasti ngeselin
    Jd musuh bersama

    ReplyDelete
    Replies
    1. Syukurlah kalo suka dengan model karakter yang baru 🤗 makasih masih setia ngikutin yo mba 😘

      Delete
    2. Lebih seger mbaa
      Jd ga sabar karakter shiori bakal kek mana
      Msh nyebelinkah, sakit2an, lemah, playing victim, minta dikasihani
      Uhhhh ga sabar nunggu next nieh
      Btw tengkyuuu yaa msh nyempetin bikin FF

      Delete
    3. Wkwkwk....kita tunggu aja kemunculannya 😄

      Delete
  2. Akhirnya pelan 2 asal klakon😂 mba Agnes jgn lp Satomi dimunculin jg biar seru abis deh 😍

    ReplyDelete
  3. Setiap ada nama shiori ... perasaan langsung tak enak....
    bakal ada aja nih tingkah dia nanti... hadeh

    ReplyDelete