Heart - Chapter 3

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"

Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka. 

*********************************************************************************


Jealous by Labrinth


I'm jealous of the rain
Aku iri pada hujan
That falls upon your skin
Yang jatuh di kulitmu
It's closer than my hands have been
Lebih dekat dari tanganku
I'm jealous of the rain
Aku iri pada hujan

I'm jealous of the windu
Aku iri pada angin
That ripples through your clothes
Yang mengoyak bajumu
It's closer than your shadow
Lebih dekat dari bayanganmu
Oh, I'm jealous of the wind, cause
Oh aku iri pada angin, karena

[Chorus:]
I wished you the best of
Ku berharap yang terbaik untukmu
All this world could give
Segala hal dunia ini dapat memberimu
And I told you when you left me
Dan ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku
There's nothing to forgive
Tak ada yang perlu dimaafkan
But I always thought you'd come back, tell me all you found was
Tapi ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau temukan adalah
Heartbreak and misery
Kehancuran dan kesedihan
It's hard for me to say, I'm jealous of the way
Sulit kukatakan, aku iri dengan caramu
You're happy without me
Bahagia tanpaku

I'm jealous of the nights
Ku iri pada malam
That I don't spend with you
Yang tak kuhabiskan denganmu
I'm wondering who you lay next to
Ku ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu
Oh, I'm jealous of the nights
Oh, aku iri pada malam
I'm jealous of the love
Aku iri pada cinta


***



Maya menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan sendu. Jarum jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari tapi matanya sama sekali tidak mau terpejam. Pikirannya terus melayang pada kejadian siang tadi, telinganya bahkan terus mendengungkan suara sirine ambulance.

"Apa dia baik-baik saja?" gumam Maya pada dirinya sendiri. Dia menghela napas panjang lalu turun dari tempat tidur dan berjalan ke jendela apartemennya.

"Kak Hijiri mengatakan kalau dia hanya kelelahan tapi kenapa perasaanku tidak tenang?" gumamnya lagi.

Maya menatap bulan yang menghiasi langit Tokyo malam itu. Siang tadi Masumi di temukan pingsan di ruang gantinya dan langsung di larikan ke rumah sakit. Hampir Maya lepas kendali untuk ikut naik ke dalam ambulance sebelum Yukari menghentikannya. Maya sadar dirinya harus menyelesaikan pemotretan dan tidak boleh pergi begitu saja. Jadwal padat membuat Maya tidak bisa berkutik.

"Masumi ...," gumam Maya dengan perasaan gelisah.

***
"Anda seharusnya mendengarkan apa yang saya katakan," Mizuki menatap atasannya yang kini duduk dengan tenang di atas tempat tidur bersama laptop kesayangannya.

Tak mendapat respon yang berarti, Mizuki menghela napas pelan. "Saya sudah mengosongkan semua jadwal Anda hari ini," kata Mizuki kemudian dan kali ini sukses membuat perhatian Masumi teralihkan.

"Aku tidak memerintahkanmu melakukannya," jawab Masumi dengan mata memincing tajam.

"Tapi Anda memerlukannya dan sudah menjadi tugas saya untuk mengatur semua demi kebaikan Anda, Tuan Masumi," Mizuki menimpali tanpa sedikitpun merasa terintimidasi dengan tatapan tajam atasannya.

Masumi menutup laptopnya setelah memastikan pekerjaannya tersimpan dengan baik. Melandaikan punggungnya, Masumi menghela napas panjang.

"Apa Ayah tahu aku di sini?" tanyanya dengan mata menerawang menatap langit-langit kamar.

"Apa yang Anda harapkan? Anda pingsan di ruang ganti Maya," jawab Mizuki yang seolah menyalahkan Masumi yang berada di tempat yang tidak tepat.

"Itu di luar kendaliku," ketus Masumi seraya mendengus pelan.

"Lucu Anda mengatakannya karena nyatanya Anda memaksakan diri untuk berada di sana," kata Mizuki.

"Aku ...," Masumi menelan kembali kata-katanya. Tidak ada gunanya berkilah bukan? Mizuki benar, dia bahkan kehilangan kendali untuk menahan kakinya melangkah menemui Maya. Rindu? Naif bukan? Ah tidak, idiot lebih tepat.

"Anda yang memulai sendiri semua permainan ini Tuan Masumi," perkataan Mizuki menarik Masumi dari lamunannya.

Masumi menoleh pada Mizuki yang sejak tadi setia berdiri di samping tempat tidurnya. "Kau tahu? Rasanya aneh kalau aku selalu harus mendengarkan omelanmu. Apa kau berencana berhenti menjadi sekretarisku dan memilih untuk menjadi baby sitterku? Mengawasiku setiap waktu?" Masumi yang kembali duduk tegak menatap kesal pada sekretarisnya.

Mizuki terdiam. Dia tahu emosi Masumi sering tidak stabil sejak dinyatakan sakit. Tak jarang atasannya yang dulu terkenal tenang dan dingin itu menunjukkan emosinya yang meledak-ledak. Ah, Mizuki mencoba memakluminya meski rasanya tidak mudah. Bukan hanya loyalitas yang membuatnya bertahan tapi baginya Masumi bukan hanya sekedar atasan. Teman? Sahabat, jika diijinkan.

"Sudahlah," Masumi kali ini turun dari tempat tidur, "urus administrasinya, aku pulang sekarang," katanya tanpa bisa dibantah lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.

Terakhir, Mizuki hanya bisa menghela napas panjang dan melakukan apa yang sudah diperintahkan.

***
"Sudah keluar?" Maya mengerutkan kening menatap perawat yang duduk di balik meja resepsionis.

"Iya Nona, Tuan Hayami sudah keluar pagi tadi," ulang perawat itu seraya tersenyum. Meski begitu tatapan matanya tampak menyelidik penampilan Maya yang mengenakan wig hitam pendek, kaca mata hitam dan coat panjang berwarna coklat tua.

"Apa saya bisa bertanya mengenai keadaannya? Hhmm, maksud saya, Tuan Hayami sakit apa? Apa dia pulang karena sudah sembuh?" tanya Maya beruntun. Sungguh sesak rasanya menahan rasa penasaran sejak semalam hingga Maya tak peduli jika dirinya dianggap aneh, bahkan sampai rela menyamar untuk menjenguk Masumi.

"Maaf Nona, itu adalah privasi yang tidak bisa kami informasikan tanpa seijin pasien yang bersangkutan."

Maya jelas kecewa, mengulas senyum tipis, dia mengucapkan terima kasih sebelum berlalu dari meja resepsionis dan berjalan keluar meninggalkan lobi rumah sakit. Dengan langkah malas Maya menuju mobil yang terparkir di pelataran dimana supirnya, Iwaguchi, menunggu.

"Kita kembali ke apartemen," perintah Maya begitu duduk di kursi belakang dan Iwaguchi langsung memacu mobil meninggalkan rumah sakit.

Maya baru saja sampai di depan pintu apartemennya saat mendengar sebuah suara memanggilnya. Matanya menatap heran pada sosok pemuda yang berjalan menghampirinya.

"Koji?"

Koji sendiri tak kalah heran melihat penampilan Maya. "Sudah kuduga ini kau. Darimana?"

"Euhm," Maya menggigit bibir bawahnya seraya berpikir untuk mencari alasan, "ta-tadi ada urusan sebentar," jawabnya karena tidak tahu harus berkata apa, "ada apa kau datang?"

Koji tersenyum canggung seraya mengusap tengkuknya, "Boleh kita masuk dulu? Yang ingin aku tanyakan sedikit rahasia," ujarnya.

Maya hanya mengangguk lalu membuka pintu apartemennya dan mempersilakan Koji masuk. Keduanya kini duduk di ruang tamu dengan Maya sibuk melepas atribut penyamarannya. Mata Koji tak lepas memandang wajah gadis yang sepertinya sedang sedih itu.

"Kau ingin bicara apa?" tanya Maya setelah keheningan yang menurutnya terlalu lama dan membuatnya tidak nyaman karena tatapan Koji.

"Aku melihat berita kemarin kalau Tuan Masumi pingsan di ruang ganti studio tempatmu pemotretan. Apa terjadi sesuatu?" tanya Koji langsung tanpa basa-basi.

Maya menatap lurus sahabatnya, “Kenapa kau menanyakan hal itu padaku?”

Koji menyandarkan punggungnya lebih santai ke sofa, melipat tangan di depan dadanya. “Kupikir kau benar-benar menganggapku sahabat? Apa kau masih tidak mau menceritakan semuanya padaku?”

Kedua alis Maya tertaut dengan mata memincing tajam. Dia tidak tahu apa maksud Koji. “Aku tidak mengerti,” ucapnya kemudian.

“Kau dan Tuan Masumi,” tegas Koji dan sukses membuat Maya berjenggit terkejut.

“Ap-,”

“Aku pernah melihat kalian berpelukan di pelabuhan,” jawab Koji yang kemudian mengalihkan pandangannya pada layar televisi yang mati, enggan melihat tatapan menuntut penjelasan milik Maya, “dulu,” lanjutnya dengan suara melirih.

Tanpa sadar kedua tangan Maya terkepal di atas pangkuannya. Sungguh Maya terkejut mendengarnya. Jadi selama ini Koji tahu mengenai perasaannya pada Masumi? Sahabatnya itu bahkan melihatnya berpelukan dengan Masumi di pelabuhan. Itu artinya …, Maya tersentak saat sebuah pemikiran melintas di dalam kepalanya. Jangan katakan kalau kecelakaan yang menimpa Koji adalah salahnya.

Koji kembali menatap Maya, “Aku pulang dengan perasaan marah dan hilang kendali dengan motorku sampai kecelakaan itu terjadi,” terang Koji yang bisa membaca jelas keterkejutan di wajah Maya. “Aku tidak menyalahkanmu, sungguh,” lanjutnya.

“Jadi kau tahu alasanku menolakmu?” tanya Maya lirih.

“Aku tidak sepenuhnya mengerti dengan semua yang terjadi,” jawab Koji. “Maksudku, bahkan setelah kau menolakku, aku tidak melihatmu menjalin hubungan dengan Tuan Masumi. Aku tidak berani menebak sejauh mana hubunganmu dengannya. Alasan kau menangis tempo hari, apa itu juga ada hubungannya dengan Tuan Masumi yang pingsan di ruang gantimu?”

Maya memijat pangkal hidungnya demi meredakan denyutan tidak nyaman di sekitar matanya. Bingung, Maya harus menjawab apa? Menceritakan semuanya pada Koji? Batin Maya menggeleng keras. Dia tidak mau orang lain ikut campur urusan pribadinya terlalu jauh. Tapi Koji pasti kecewa kalau dirinya terus berbohong. Ah, dilematis.

“Maaf,” ucap Koji yang kembali membuat Maya menatapnya bingung, “aku lancang dengan menanyakan semua itu padamu,” lanjutnya yang bisa menebak kebisuan Maya sebagai rasa enggan untuk menjawab semua pertanyaannya.

“Tidak Koji,” akhirnya Maya buka suara. “Aku hanya tidak tahu bagaimana harus menjawab semua pertanyaanmu itu,” lanjutnya dengan helaan napas panjang di akhir kalimatnya.

Koji bergeming, membaca gesture tubuh Maya yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu padanya. Koji tidak berharap banyak, kalau gadis itu memang tidak mau bercerita, dia tidak akan memaksa. Kedatangannya hari ini sebenarnya hanya untuk memastikan kalau Maya baik-baik saja setelah dirinya mendengar berita di televisi kemarin sore. Koji tidak mau mendapati pujaan hatinya itu menangis lagi seperti saat terakhir mereka bertemu.

“Kalau kau menanyakan semua pertanyaan itu tepat saat aku mengembalikan cincinmu, aku pasti bisa menjawabnya,” lanjut Maya yang kemudian mengulas senyum pahit ketika menatap Koji, “ya, aku mencintai Tuan Masumi,” akunya jujur.

Jika harus memilih, Koji memilih untuk menjadi tuli saat ini juga. Meski dalam hati dan pikirannya terus menerka perasaan Maya terhadap Masumi tapi mendengar pengakuan jujur Maya padanya ternyata begitu menyakitkan. Tolong ambilkan saja pisau dan tusuk jantungnya agar deguban sakit itu tidak menyiksanya.

“Tapi aku tidak tahu bagaimana perasaanku sekarang,” kata Maya setelah diam beberapa saat dan itu membuat kening Koji berkerut dalam. Maya menghela napas perlahan demi mengurangi rasa sakit yang kembali meremas hatinya.

“Awalnya, dia memintaku untuk menunggu, percaya pada semua yang akan dilakukannya. Aku pun menurutinya. Hingga akhirnya Bidadari Merah menjadi milikku, pementasan selesai juga sampai pada-,” sesuatu seperti mencekik tenggorokan Maya hingga gadis itu mengeratkan mata dan menelan ludah perlahan. Tidak, faktanya itu bukan rasa sakit secara harafiah yang dirasakannya tapi efek dari kesesakan yang selama ini ditahannya.

“-batalnya pernikahan Tuan Masumi dan Nona Shiori. Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya dan aku tidak bisa bertanya. Yang aku lakukan hanyalah menunggu, seperti apa yang pernah dia katakan padaku. Menunggu dengan seribu harapan kalau dia akan menjemputku sebagai belahan jiwanya. Aku bahkan bersedia menjadi aktris di bawah naungan Daito dengan perjanjian khusus.”

Tiba-tiba Maya terkekeh dengan nada sumbang seraya menyandarkan kepala pada sandaran sofa. Satu lengannya menutup mata seolah ingin menyembunyikan air mata yang sepertinya sudah tidak sabar untuk keluar. 

“Nyatanya, waktu membuktikan sebaliknya. Satu tahun lamanya aku berdiam diri dan dia justru menjauhiku. Selalu menghindar saat aku ingin bertemu dengan seribu satu alasan. Saat itu aku masih berpikir kalau dia masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan semua urusan yang sempat kacau karna pembatalan pernikahan itu tapi-,” lagi-lagi Maya menjeda penjelasannya.

Haruskah dia bercerita tentang Mawar Ungunya. Tidak, tidak, bahkan Maya mengumpat dalam hati karena mulutnya sudah bercerita terlalu banyak.

“Sudahlah, lupakan saja semuanya. Aku sendiri tidak tahu harus menamai apa hubunganku dengan Tuan Masumi karena sampai saat ini aku tidak mendengar penjelasan apapun darinya kecuali kata maaf,” Maya mengakhiri penjelasannya.

Koji masih terdiam dengan seribu pertanyaan di dalam kepalanya. Tapi dia tidak ingin memaksakan keberuntungannya hari ini. Mendengar kejujuran Maya tentang perasaannya sudah cukup padanya. Perhatiannya teralihkan saat Maya tiba-tiba berdiri.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya kemarin, kalau pertanyaan itu masih mengganjal di hatimu. Dan kalau kau mau tahu, aku sama penasarannya denganmu,” terang Maya seraya berjalan meninggalkan Koji dan masuk ke dalam kamarnya dengan membawa perlengkapan penyamarannya.

Pintu kamar yang menutup membuat Koji mendesah frustasi. Fakta bahwa Maya mencintai Masumi ternyata masih membuatnya terguncang. Astaga, usia mereka bahkan terpaut jauh! Batin Koji mengerang.

***
“Terima kasih untuk hari ini,” ucap lantang sang sutradara disambut salam beberapa kru dan para aktris yang terlibat hari itu.

“Nona Kitajima, terima kasih,” beberapa kru juga mengangguk hormat pada Maya.

“Terima kasih juga untuk hari ini,” balas Maya dengan senyum lembut. Turun dari stage tempatnya syuting, Maya menghampiri Yukari dan Maki yang menunggu di dekat pintu masuk. Ketiganya kemudian berjalan menuju ruang ganti dengan sesekali membalas sapaan beberapa orang yang berpapasan dengan mereka.

Maki langsung membantu Maya berganti pakaian dan membersihkan make-up di wajahnya. Tiga puluh menit berlalu dan Maya sudah kembali berpenampilan rapi dengan dress lengan pendek berwarna kuning gading. Maki mengulurkan cardigan putih.

“Nona, ada perubahan jadwal malam ini,” Yukari membuka agendanya begitu Maya sudah duduk di kursi dan menikmati teh yang dibuat oleh Maki.

“Hhmm? Bukankah seharusnya jadwalku kosong malam ini?” tanya Maya. Hari ini jadwalnya memang tidak begitu padat. Bahkan pagi tadi dia dan Koji menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol sebelum berangkat ke lokasi syuting pukul satu siang.

“Tadi Tuan Masumi menghubungi saya dan meminta waktu untuk makan malam. Beliau ingin membicarakan masalah kontrak Anda, Nona,” terang Yukari.

Maya terkejut, jelas saja, bahkan rasanya telinganya salah dengar. “Tuan Masumi?” tanya dengan penuh penekanan.

Yukari mengangguk untuk menegaskan jawabannya, “Benar Nona, Tuan Masumi sendiri yang menghubungi saya dan meminta Nona untuk tidak menolaknya.”

Maya meletakkan gelas tehnya dan terlarut dalam pikirannya sendiri. Beragam pertanyaan tiba-tiba muncul di dalam kepalanya. Untuk apa Masumi ingin menemuinya? Haruskah dia memenuhi permintaan itu? Ah, tidak, salah! Itu bukan permintaan. Sejak kapan Masumi meminta? Direktur dingin itu lebih suka memerintah. Dan Maya benci mengakui kalau dirinya memang berkewajiban untuk menuruti perintah itu karena bagaimanapun Maya masih berada di bawah manajemen Daito meski dengan perjanjian khusus sekalipun. Lagipula Masumi ingin membicarakan masalah pekerjaan, Maya jelas tidak bisa menolaknya.

“Baiklah, dimana dan jam berapa aku harus bertemu dengannya?” tanya Maya yang kemudian kembali meraih gelas tehnya, meneguknya perlahan. Sensasi hangat dan rasa manis teh membuatnya sedikit lebih tenang.

“Jam tujuh malam Iwaguchi akan mengantar Anda ke Mansion Hayami-,”

Dan Maya sukses tersedak tehnya dengan mata membulat menatap menejernya.

Mansion Hayami? Yang benar saja!

***
Maya terpaku di depan pintu ganda besar berwarna coklat dengan ukiran rumit di setiap sisinya. Kakinya terasa berat untuk melangkah lebih jauh. Bukan, bukan karena dirinya tidak percaya diri. Penampilannya jauh dari kata jelek saat ini.

Maya mengenakan gaun ungu berenda halus di setiap sisi lengan, potongan gaun yang pas sekali dengan tubuhnya. Jangan lupakan high hells yang membuatnya tampak anggun dan clutch manis di tangan kanannya. Maya tampil cantik dan elegan. Hanya saja penampilan sempurna sama sekali tidak mengurangi rasa takut di dalam hatinya. Maya tidak menyangka kalau dirinya akan makan malam di Mansion Hayami. Kenapa Masumi mengundangnya ke sini? Pertanyaan itu tercetak tebal di dalam kepalanya.

Lamunan Maya terhenti saat pintu ganda di hadapannya terbuka dan seorang pelayan membungkuk hormat seraya mengucapkan salam. “Maaf membuat Anda menunggu Nona Kitajima. Silakan masuk, Tuan Masumi sudah menunggu Anda.”

Maya hanya mengangguk dengan senyum tipis terulas di bibir merahnya. Dalam diam Maya mengikuti pelayan menyusuri koridor panjang di mansion mewah itu. Kedua alisnya tertaut begitu langkah kakinya mengarah ke bagian belakang mansion.

“Silakan Nona,” pelayan itu melambaikan tangan agar Maya melewati pintu kaca besar.

Perlahan, Maya kembali melangkah keluar dan untuk kesekian kalinya hari itu Maya mendapat kejutan. Di halaman berumput hijau Masumi berdiri tanpa cela di tepi kolam. Siluetnya tampak memukau dengan pancaran lampu taman dan hal yang paling membuatnya terkejut adalah meja bundar yang tertutup linen putih lengkap dengan lilin dan bunga.

Masumi tersenyum begitu Maya menuruni tangga teras. Dia pun melangkah untuk menghampiri gadisnya. Tangannya terulur begitu sampai di hadapan Maya. Dengan ekspresi bingung Maya menyambut uluran tangan Masumi dan sebuah kecupan manis di punggung tangan mungil itu sukses membuat kedua mata Maya membola.

“Selamat malam, Maya.”

Bolehkah aku berharap?

***

>>Bersambung<<

Follow me on :
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

9 Comments

  1. Hola, holaaaaa
    Ga panjang sih, tapi cukup menguras emosiku waktu ngetiknya, hahaaa
    sebenernya masih ada lanjutannya tapi aku emang niat bikin penasaran jadi kupotong ajalah disini.
    happy reading ya
    moga waktu dekat bisa posting lagi, arigatooo, muahhh

    ReplyDelete
  2. Aaahhh tidaaakkkk
    Mba agnes tanggung bangeddddd hiks hiks hiks
    BTW mksh banyak ya dh apdet
    Sukses terus
    Wkwkwwk sorry klo direcokin terus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaa...ga pa2, seneng kok direcokin. kalo ga ada yang ngrecokin berarti ga ada yang baca FFTK ku dong hahhaaa

      Delete
  3. Seneng banget nih mba Agnes bikin anak orang penasaran 😂😂😂 jadi hiburan trsendiri ya mba 😂😂😂

    ReplyDelete
  4. Oh my...mbaaaaaaaaaaaaakkkkkkk Agnes 😭😭😭 nunggu lagi.

    ReplyDelete
  5. Ya ampuuuun Mbak Agneeess, teganya dirimu teganya teganya teganya hiks

    ReplyDelete
  6. Ya ampuuun...nanggung mbak agnes..huhuhu...

    ReplyDelete
  7. sist agnes.... makin bikin penasaran... smg happy ending... aaaamiiiiinnnnn

    ReplyDelete
  8. Lanjut mbak....hik..sukses bikin degdegan nanggung gini...

    ReplyDelete