Heart - Chapter 7

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"

Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka. 


*********************************************************************************


Jealous by Labrinth


I'm jealous of the rain
Aku iri pada hujan
That falls upon your skin
Yang jatuh di kulitmu
It's closer than my hands have been
Lebih dekat dari tanganku
I'm jealous of the rain
Aku iri pada hujan

I'm jealous of the windu
Aku iri pada angin
That ripples through your clothes
Yang mengoyak bajumu
It's closer than your shadow
Lebih dekat dari bayanganmu
Oh, I'm jealous of the wind, cause
Oh aku iri pada angin, karena

[Chorus:]
I wished you the best of
Ku berharap yang terbaik untukmu
All this world could give
Segala hal dunia ini dapat memberimu
And I told you when you left me
Dan ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku
There's nothing to forgive
Tak ada yang perlu dimaafkan
But I always thought you'd come back, tell me all you found was
Tapi ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau temukan adalah
Heartbreak and misery
Kehancuran dan kesedihan
It's hard for me to say, I'm jealous of the way
Sulit kukatakan, aku iri dengan caramu
You're happy without me
Bahagia tanpaku

I'm jealous of the nights
Ku iri pada malam
That I don't spend with you
Yang tak kuhabiskan denganmu
I'm wondering who you lay next to
Ku ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu
Oh, I'm jealous of the nights
Oh, aku iri pada malam
I'm jealous of the love
Aku iri pada cinta

***




Iwaguchi menatap Koji yang keluar dari studio dengan tatapan heran. Pemuda itu baru saja bertanya padanya tentang Maya dan secepat itu keluar dengan wajah muram. Apa terjadi sesuatu di dalam sana? Batin Iwaguchi menduga. Sayangnya, supir pribadi Maya itu itu tak bisa bertanya dan hanya bisa menatap kepergian Koji dengan sedan silvernya.

Sementara itu di ruangan rias, Maya terkekeh melihat ekspresi manajer dan asisten pribadinya. Dia tidak menyangka kalau keduanya akan bereaksi seperti itu. Apa hubungannya dengan Masumi terlalu aneh? Ah, gadis itu memang sudah menutup mata atas pandangan dunia tentang hubungannya. Saat ini yang ada dalam pikiran dan hatinya hanyalah Masumi. Masumi Hayami yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

“Masumi, kau membuat mereka syok,” komentar Maya kemudian.

Giliran Masumi yang terkekeh senang. “Kejutan menyenangkan kurasa.”

“Ka-kami turut bahagia dengan berita ini, Nona, Tuan,” ucap Yukari setelah syoknya hilang. Maki juga mengucapkan hal yang sama.

“Terima kasih, Yukari, Maki,” jawab Maya dengan senyum mengembang di wajah cantiknya.

“Yang terpenting Nona Yukari sudah tahu kalau sekarang kau adalah milikku. Setidaknya dia bisa membantuku untuk menghalau serangga pengganggu di luar sana,” jawab Masumi.

Maya mengerutkan kening dengan pernyataan calon suaminya. “Apa maksudmu?”

“Fans-mu sayang, kau akan terkejut mendengar jumlah fans priamu di luar sana,” terang Masumi santai yang membuat Yukari juga Maki menahan tawa. Sungguh pemandangan langka bisa melihat Direktur dingin Daito bersikap lembut pada nona mereka.

“Astaga, kau berlebihan, Masumi.” Maya menggeleng geli. Selama ini dia selalu bersikap profesional di hadapan para penggemarnya, jadi tidak masuk akal kalau Masumi justru menganggap mereka sebagai serangga pengganggu. Ya, meski dirinya memang sering mendapat bermacam undangan, dari makan siang, makan malam sampai paket liburan yang menggiurkan. Tapi Maya tak pernah menanggapi semua itu dengan serius selain dari ucapan terima kasih atas kebaikan dan dukungan mereka. Tak lebih.

“Mereka yang mendukung karirku,” bela Maya lagi.

“Dan aku tidak?” tanya Masumi dengan nada jahil, tentu yang di maksudkannya adalah Mawar Ungu.

Maya kembali tertawa. “Sebaiknya kita segera pulang sebelum kau membuat lebih banyak lelucon lagi.” Gadis itu segera beranjak lalu meraih tasnya.

“Maya pulang bersamaku,” kata Masumi pada sang Manajer.

“Kalian bersama Iwaguchi?” tanya Maya kemudian.

Yukari mengangguk hormat. “Ya, Nona,” jawab keduanya serempak.

Maya mengulas sebuah senyum. “Mungkin beberapa hari ini aku belum bisa kembali ke apartemen. Jika ada sesuatu yang penting kalian boleh meneleponku.”

“Apa saya perlu menyiapkan perlengkapan Anda?” tanya Yukari kemudian.

“Tidak perlu, semua keperluan Maya sudah aku siapkan,” sela Masumi yang membuat manajer itu kembali mengangguk hormat.

Maya tak sempat lagi mendebat perkataan calon suaminya. Pria itu langsung menggenggam tangannya dan membawanya ke luar ruangan. Yukari dan Maki dengan patuh mengikuti keduanya. Masumi bahkan tidak melepaskan tangan Maya saat tatapan heran seluruh kru terarah padanya. Alhasil, setelah mereka meninggalkan studio, para kru langsung sibuk membahas kejadian yang mereka anggap luar biasa itu. Bukankah Masumi dan Maya itu musuh bebuyutan?

***
Maya menatap Masumi yang tertidur di sebelahnya. Pria itu berbohong saat mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Masumi pasti lelah setelah menjalani rangkaian pemeriksaan di rumah sakit. Gadis itu menghela napas, khawatir calon suaminya sakit.

Tiga puluh menit perjalanan, mobil memasuki halaman Mansion Hayami. Maya membangunkan Masumi perlahan. Pria itu membuka mata dengan ekspresi bingung.

“Kita sudah sampai, ayo turun,” kata Maya kemudian saat Masumi sudah fokus menatapnya.

“Aku tertidur,” lirihnya.

Maya tersenyum lalu mengangguk pelan. “Tidak apa-apa, ayo cepat. Agar kau bisa kembali istirahat.”

Masumi tak menjawab saat Watanabe, supir pribadi Masumi membukakan pintu untuknya. Keduanya lalu turun dan Maya memaksa Masumi untuk segera kembali ke kamar sementara dirinya pergi ke dapur.

Harada, kepala pelayan Keluarga Hayami, segera membungkuk hormat begitu melihat calon Nyonya-nya datang. “Selamat datang, Nona.”

“Terima kasih, apa Bibi menerima pesanku?” tanya Maya.

“Iya, Nona, pelayan sedang menyiapkannya,” jawab Harada seraya menunjuk pada dua orang pelayan yang tengah sibuk menata makanan di atas kereta makanan.

“Bagus, tolong antar ke kamarku sebentar lagi. Aku akan berganti pakaian,” perintah Maya yang langsung di tanggapi dengan anggukan hormat para pelayan. Benar apa yang dikatakan Mizuki, Maya memang cocok menjadi Nyonya di Mansion Hayami. Gadis itu bahkan sudah menghilangkan rasa canggungnya sejak resmi memakai cincin dari Masumi.

***
Masumi baru saja selesai berganti pakaian saat handphone-nya berdering dengan nama Mizuki di layar. “Halo.” Sejenak Masumi terdiam mendengarkan penjelasan sekretarisnya.

“Baguslah kalau tidak ada masalah. Aku ingin Maya menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum pernikahan,” jawab Masumi kemudian. Beberapa detik kemudian wajahnya bersemu, sang sekretaris sedang menggodanya. “Jangan konyol Mizuki,” elaknya saat Mizuki mengatakan bahwa dia akan menyiapkan paket bulan madu terindah untuk mereka.

Direktur Daito itu selalu kalah dengan sekretarisnya. Masumi lalu menutup teleponnya dan terkejut saat mendapati Maya sudah berdiri di ambang pintu kamar. “Masuklah,” pintanya dengan senyum terkembang.

Maya berjalan menuju meja kecil di dekat pintu balkon lalu meletakkan nampan berisi makanan di atasnya. Gadis itu tersentak saat tiba-tiba lengan Masumi melingkar di pinggulnya.

“Katakan padaku ini bukan mimpi,” bisik Masumi seraya mencium puncak kepala calon istrinya.

Maya tersenyum, mengusap lembut punggung tangan Masumi di atas perutnya. “Ini bukan mimpi,” jawabnya. Gadis itu merasakan Masumi ikut tersenyum di sela-sela rambutnya. Sebuah kecupan kembali mendarat di puncak kepalanya. “Duduklah.”

Dengan enggan Masumi melepas pelukannya dan duduk di salah satu kursi, berhadapan dengan kekasihnya. “Aku pasti akan langsung gemuk jika kau mengatur jadwal makanku seperti ini,” kata Masumi pura-pura mengeluh, tentu saja dia tidak keberatan dengan perhatian calon istrinya.

“Aku bahkan tidak keberatan kalau kau menjadi gemuk,” jawab Maya dengan tangan sibuk menata makanan di depan Masumi.

“Hm?” Pria itu menatap Maya dengan alis bertaut.

“Setidaknya aku jadi lebih tenang karena antrian wanita cantiknya berkurang.”

Masumi langsung tertawa dengan perkataan Maya. Gadis itu mencoba membalasnya ternyata. “Baiklah, aku akan habiskan semua makanan ini dan menjadi gemuk untukmu.”

Keduanya tergelak bersamaan. Mereka akhirnya makan sembari membicarakan banyak hal.

“Oh ya, baru saja Mizuki menghubungiku dan mengatakan mengenai pertemuan kita dengan Nona Koto, Designer yang akan membuat pakaian pengantinmu,” ucap Masumi sembari mengambil sayur dan meletakkannya di dalam mangkuk.

“Apa Nona Koto tidak keberatan dengan pengalihan jadwalnya?” tanya Maya setelah meneguk teh hangatnya.

Masumi menggeleng. “Lusa kita akan menemuinya.”

Maya mengangguk setuju dengan senyum lega menghias wajahnya. Maya dan Masumi lupa jika pintu kamar masih terbuka dan beberapa pelayan yang sejak tadi –sengaja- lewat bergantian menikmati pemandangan itu. Meja yang di terangi cahaya senja dari pintu balkon membuat momen itu terasa semakin hangat.

***
Sore itu, Maya menghela napas lega saat akhirnya bisa menyelesaikan syuting iklannya untuk Perusahaan Nara. Dua hari lagi akan ada jadwal pemotretan untuk produk yang sama tapi setidaknya bagian tersulitnya sudah terlewati. Maya bergegas menuju ruang ganti di ikuti oleh Maki dan Yukari.
Gadis itu tersenyum lebar begitu mendapati sosok sahabatnya berdiri di depan pintu ruang ganti.

“Rei,” serunya senang dan langsung memberi gadis berwajah tampan itu pelukan.

“Apa kabar?” tanya Rei begitu melepaskan pelukannya. Keduanya masuk ke ruang ganti setelah sebelumnya Rei memberi salam pada Yukari juga Maki.

“Aku baik-baik saja,” jawab Maya seraya melepas tali di bagian pinggang dengan di bantu Maki.

“Ya, aku bisa lihat kau baik-baik saja. Lalu bagaimana dengan gosip yang merebak sejak semalam di antara para kru?”

Maya terkejut dan mengangkat wajah menatap sang sahabat yang kini duduk di depan meja rias, mengerling jahil padanya. “Apa maksudmu?”

Rei terkekeh. “Jangan bilang kau tak sadar kalau semua kru tengah membicarakanmu hingga para aktris dan aktor ikut penasaran. Beruntung wartawan belum mendengarnya.”

“Ah, pasti karena kejadian kemarin ya?” Maya mengangguk tanda mengerti. “Dan darimana kau tahu?”

“Aku sedang syuting di studio 8 kemarin. Kau terlalu sibuk hingga tak menghubungiku sama sekali dua minggu terakhir ini,” terang gadis itu. Studio 8 berjarak tiga studio dari tempat Maya syuting kemarin. Kebetulan saat ini Rei sedang terlibat produksi yang menyewa salah satu studio Daito sebagai lokasi syutingnya.

Maya tertawa renyah. Meminta Maki membereskan barang-barangnya yang lain sementara Yukari sibuk menulis –entah apa- di buku agendanya. Alih-alih mengganti kostumnya, Maya justu menarik kursi lain di depan meja rias dan duduk di sebelah sahabat baik yang sudah seperti kakaknya itu.

“Maaf, banyak hal yang harus aku selesaikan hingga tak sempat menghubungimu,” kata Maya kemudian.

“Oh ya? Lalu apa kabar dengan masalah pemutusan kontrak kerjamu dengan Daito? Kenapa sekarang kau malah berkencan dengan Direkturnya?” Rei menyangga kepala di atas tangannya yang bersandar pada meja rias.

Maya kembali tergelak. Dia tahu Rei tengah kesal padanya karena harus mendengar berita itu dari orang lain. “Maaf, setelah ini kita pergi makan, aku akan menceritakan semuanya, bagaimana?”
Rei mendengus pelan. “Kau yang bayar.”

“Tentu saja,” jawab Maya girang kemudian segera beranjak dan berlari ke ruang ganti. Hanya dalam hitungan menit, Rei dan Maya sudah meninggalkan studio.

***
Rei termenung begitu mendengar cerita lengkap dari sahabat mungilnya. Sekian lama dia mengenal Maya, Rei tidak menyengka gadis itu menyembunyikan rahasia hatinya dengan begitu rapat. Jadi apa yang di katakan Koji tempo hari itu benar. Dan Masumi saat ini … Rei tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya sekarang. Keduanya tengah berada di privat room, di sebuah restoran sushi.

“Maya, apa kau yakin dengan semua ini?” tanya Rei lirih begitu melihat Maya mengusap sudut matanya yang basah.

Gadis itu mengangguk mantap. “Tidak ada yang kuinginkan selain terus bersamanya, Rei.”

Rei kembali terdiam. Maya memanglah aktris hebat. Sejak tadi gadis itu tersenyum cerah dan tertawa riang bersamanya, tapi lihat sekarang? Maya tengah berusaha sekuat tenaga menahan tangisnya.
“Kalaupun nanti Tuan Masu-,”

“Tidak, jangan katakan itu,” sela Maya cepat seraya menggeleng. “Dokter Hayate mengatakan masih ada harapan asal kami bisa menemukan donor hati yang tepat dan kondisi Masumi tetap stabil.”

Maya dan kekeras kepalaannya, siapa yang bisa melawan? Rei hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan mereka. “Aku akan selalu mendukung keputusanmu.” Gadis tampan itu meraih tangan sahabat mungilnya dan menggenggamnya erat.

“Terima kasih, Rei,” jawab Maya penuh haru, sekali lagi mengusap air matanya yang jatuh.

“Oh ya, aku belum mengucapkan selamat padamu. Aku doakan kau selalu bahagia bersama Tuan Masumi. Katakan jika kau butuh bantuanku.”

Maya mengangguk. “Maukah kau menjadi pendampingku nanti saat upacara pemberkatan? Aku tidak memiliki keluarga.”

Senyum Rei langsung mengembang. “Tentu saja aku mau. Kau tidak perlu khawatir, semua sahabat kita akan datang dan memberi dukungan padamu. Kami semua akan ikut bahagia bersamamu.”

Maya justru terisak hingga membuat Rei terkejut. “Kau kenapa?”

Maya menggeleng dengan tangan sibuk menghapus air matanya. “Aku bahagia,” lirihnya dengan suara parau dan Rei justru tertawa.

***
Masumi tertegun menatap jendela kantornya yang menampilkan pemandangan kota Tokyo menjelang senja. Hijiri yang sejak tadi membaca dokumen menghentikan sejenak kegiatannya.

“Anda baik-baik saja, Tuan?” tanyanya.

Masumi menoleh dan mendapati sang Wakil Direktur menatapnya khawatir. “Aku baik-baik saja. Hanya sedang berpikir,” jawab Masumi datar.

Hijiri mengangguk tanda mengerti dan kembali membaca dokumen di tangannya. Perhatiannya kembali teralihkan saat Masumi memanggil namanya. “Ya, Tuan?”

“Apa kau bisa membantuku untuk mendapat informasi pendonor dari luar Jepang?”

Wakil Direktur itu tampak terkejut dengan pertanyaan Masumi. “Anda ingin melakukan transplantasi di luar negeri?”

Masumi mengangguk. “Kanada mungkin?” jawabnya seraya mengendikkan bahu. “Sampai saat ini Dokter Hayate dan Yayasan Kanker Tokyo belum juga menemukan pendonor yang cocok untukku. Sedangkan aku tak lagi mempunyai saudara kandung. Kupikir tak ada salahnya kalau aku mencoba ke luar negeri.”

Hijiri meletakkan dokumen di meja lalu menegakkan tubuhnya. Memberikan perhatian khusus pada atasannya yang kini tampak serius membahas masalah kesehatannya. “Saya akan menghubungi Dokter Hayate dan mencoba mencari informasi jika Anda memang menginginkan hal itu.”

Senyum tipis terulas di wajah Masumi. “Aku harap bisa mendapatkan kabar baik secepatnya,” jawabnya datar.

Hijiri mengamati ekspresi Masumi yang kini kembali melayangkan pandangannya ke luar jendela. Pria itu seperti tengah menanggung beban yang berat. Apakah …? Batin Hijiri bertanya-tanya. “Tuan, apakah-,”

“Aku takut, Hijiri,” potong Masumi tanpa mengalihkan pandangannya dari jajaran gedung tinggi di luar sana. Keduanya kemudian termenung.

Menghela napas panjang, Masumi menoleh pada anak buah kesayangannya. Hijiri masih menatapnya dalam diam. “Jujur, aku sebenarnya takut menghadapi pernikahan ini,” kata Masumi seraya menopang dagunya di atas meja kerja. Pandangan matanya turun ke arah intercom yang lampunya menyala merah pada tombol nomor 5. Masumi kembali diam sementara Hijiri tak berniat menyela curahan hati atasannya.

“Aku takut menyakiti gadis itu. Maya-,” lagi-lagi Masumi menghela napas panjang. “Dia begitu bersemangat dengan pernikahan ini. Dia bahkan merawatku selayaknya seorang istri. Aku semakin takut menghancurkan harapannya.”

“Apa hasil pemeriksaan Anda bermasalah?” Akhirnya Hijiri bertanya juga.

“Tidak, Dokter Hayate mengatakan kondisiku stabil. Tapi waktu terus berjalan Hijiri dan penyakit ini akan terus hidup di dalam tubuhku.”

“Anda tidak boleh patah semangat. Saya akan mencoba yang terbaik. Setelah pernikahan selesai, Anda bisa langsung ke Kanada bersama Nona Maya.”

Keduanya kembali termenung sampai suara handphone Masumi memecah kesunyian di dalam ruangan. Nama Chibi-chan muncul di layar. Masumi kembali menghela napas sebelum menjawab panggilan calon istrinya. Hijiri langsung tahu siapa yang menghubungi Masumi hanya dengan melihat ekspresi wajahnya.

“Ya, sayang?” Masumi mencoba tersenyum saat memanggil kekasihnya. Membayangkan wajah cantik di seberang sana yang entah sedang apa.

“Kau dimana? Apa kau baik-baik saja?” tanya Maya tiba-tiba.

“Hm? Kenapa? Aku masih di kantor dan ya, aku baik-baik saja,” jawab Masumi yang berusaha menyembunyikan rasa tidak nyaman dalam hatinya karena kekhawatiran Maya. Dan pria itu mendengar desahan lega dari seberang sana.

“Syukurlah,” ucap Maya.

“Jangan khawatir berlebihan, Maya. Aku baik-baik saja.”

Nada suara Masumi yang datar membuat Maya mengernyitkan kening. Dia baru sadar kalau sudah membuat kekasihnya tidak nyaman. Masumi tidak suka perhatian yang berlebihan. Itu membuatnya merasa lemah. “Tidak, bukan begitu,” kata Maya kemudian dengan hati-hati. Pikirannya kembali mengingat pesan Dokter Hayate yang memintanya untuk menjaga emosi Masumi. “Aku sedang makan dengan Rei dan tiba-tiba aku teringat dirimu. Apa salah kalau aku merindukanmu dan menanyakan keadaanmu?”

Masumi menarik sudut bibirnya menjadi senyum tipis. “Ah, jadi begitu? Kenapa tidak langsung mengatakan kalau kau merindukanku? Aku kan bukan pasien sekarat yang harus kau tanyakan kabarnya setiap waktu.”

“Ah, jangan mulai lagi Masumi, aku tidak suka membahasnya. Aku merindukanmu, oke?” Maya pura-pura mencebik di seberang sana. Rei yang duduk di depannya miris melihat sang sahabat kembali menyeka air di sudut matanya.

Masumi terkekeh pelan. “Iya, iya, aku juga merindukanmu,” jawab Masumi tanpa canggung. Dia tidak harus malu pada Hijiri yang bahkan sudah melihat sisi terlemah dirinya. “Kau di mana sekarang? Apa Nona Aoki marah karena kau belum menceritakan apapun padanya?”

Tebakan Masumi yang tepat membuat Maya tertawa. “Kau memang Tuan Tahu Segalanya,” komentarnya di tengah tawa.

“Tentu saja, aku tahu semua tentangmu. Hobimu, kebiasaanmu, barang-barang kesukaanmu dan-,”

“Masumi, jangan membuatku malu.” Maya kembali mencebik dengan bibir mengerucut. Kesedihannya sedikit terlupakan dengan candaan sang kekasih. Pipi gadis itu kini merona saat mengingat semua pemberian Masumi untuknya, tentunya sebagai Mawar ungu. Tidak hanya perlengkapan sekolah, tapi juga pakaian, tas, sepatu. Bahkan Masumi juga memperhatikan segala keperluan panggungnya dari make up bahkan sampai pada kostum-kostum yang di perlukannya untuk pementasan. Tak terhitung lagi hadiah yang sudah di terima Maya darinya.

“Kenapa malu?” Masumi kembali terkekeh senang.

“Ah, sudahlah. Aku jadi lupa kalau aku ingin minta ijin padamu. Aku akan pulang terlambat. Rei mengajakku menonton pertunjukan teman-teman Theater Ikkakuju di Orion,” kata Maya kemudian.

“Kau tidak mengajakku?” Kening Masumi berkerut dan nada bicaranya menyatakan ketidak sukaannya.

“Dan membuat keributan di sana?” Maya menggeleng tanpa sadar dan tentu saja Masumi tak bisa melihat ekspresi horor kekasihnya. “Ini pertunjukan Premier yang pastinya akan ada banyak wartawan yang datang. Cukup kemarin kau membuat heboh studio. Aku tidak mau namaku tercetak tebal pada headline surat kabar pagi atau pun tabloid gosip.”

“Seperti kau tidak pernah saja. Lagipula cepat atau lambat mereka juga akan tahu,” jawab Masumi seraya tersenyum geli dengan penjelasan panjang kekasihnya.

“Ya, setelah kau membuat konferensi resmi tentang kita, aku tidak akan keberatan untuk itu,” tantang Maya sembari tertawa renyah.

“Aku bisa membuatnya malam ini juga. Konferensi pers di Hotel Grand Tokyo. Ayah juga tidak akan keberatan.”

“Ah, jangan merusak malam ini,” sungut Maya kemudian di sambut tawa Masumi.

“Kalau begitu jangan menantangku.”

“Iya, iya Tuan Direktur. Sudahlah, kita tidak akan selesai bicara kalau kau terus menggodaku.”

Masumi terkekeh lagi.

“Kau harus pulang tepat waktu, oke?” pinta Maya dengan nada serius.

“Hhmm,” jawab Masumi setengah hati. Untuk apa dia pulang kalau Maya bahkan sedang bersenang-senang bersama teman-temannya.

“Aku sudah mengirim pesan pada Bibi Harada untuk menyiapkan makan malammu sesuai dengan menu yang sudah kususun,” kata Maya lagi. Gadis itu bahkan terdengar seperti ibu yang tengah mengatur jadwal makan bayinya.

“Hhmm,” gumam Masumi lagi.

“Hei?” suara Maya melembut.

“Iya sayang, aku mendengarmu. Cepatlah pulang, aku merindukanmu. Kenapa kita tidak menikah malam ini saja ya?” canda Masumi yang membuat Maya kembali melenguh keras di seberang sana.

“Aku pergi,” ucap Maya kemudian.

“Hati-hati, minta Iwaguchi mengantarmu. Aku tidak mau kau pergi sendiri,” perintah Masumi.

“Iya, aku tahu. Sampai nanti,” Maya tersenyum seolah Masumi ada di hadapannya. Giliran rei yang mendengus melihat ekspesi konyol sahabat mungilnya.

“Sampai nanti.” Dan telepon terputus. Masumi menatap handphone-nya dengan senyum tipis.

“Hijiri, bukankah pekerjaan kita sudah selesai?” Pria itu menatap Wakil Direktur yang kembali asik menekuri pekerjaannya.

“Iya, saya hanya tinggal mempelajari dokumen ini untuk rapat lusa dengan perusahaan HTC.”

Seringai tipis yang tersungging di bibir Masumi membuat Hijiri langsung bisa menebak maksud atasannya. Meski sedang membaca dokumen, dia bisa mendengar pembicaraan Maya dan Masumi tadi. Pria itu lantas menutup dokumennya lalu berdiri dan mengangguk hormat pada Masumi.

“Saya akan siapkan mobil dan tiketnya,” katanya kemudian.

Masumi mengangguk lalu tersenyum puas. Hijiri bergegas ke luar ruangan dan Masumi kembali menekuri pemandangan di luar kantornya. Langit mulai gelap, dia tidak sabar membuat kejutan untuk kekasih hatinya.

***
>>Bersambung<<

Follow me on :
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

15 Comments

  1. Ketemu lagi di tahun yang baru. ada yang merindukanku? hihiii
    Happy reading chapter 7. Harusnya bukan bersambung di bagian ini, tapi dibagian yang aku posting di FB kmrn tapi ternyata puanjang buangetttttt.
    jadi kubagi dua deh.
    Next chap kalo nggak ada halangan jumat depan apdet lagi.
    Di tunggu komennya. Arigato semua. *deep bow
    Ah iya, Happy New Year, muahhh

    ReplyDelete
  2. Lahhh koq aq jd ikut tersipu yaa
    Duhhh mba bisaan ya feelnya dapeett banget
    HARUS HAPPY ENDING YAAAAA

    ReplyDelete
  3. Ish meleleh akuuuu. Mereka romantis banget siiiiiih.

    I love you mbak Agnes. Mmmuach

    ReplyDelete
  4. Hmmm...I smell conflict is coming... hehehe. Jgn lama2 updatenya ya mbak... thank u

    ReplyDelete
  5. Ah usual
    Tulisan mu selalu berhasil memporak-poràndakan hatiku
    Dari sedih, gembira, ngakak semua campur jadi 1 ��������
    Yayang Masumi ku yang jahil ato author nya ya?
    Whatever
    Yang penting ditunggu happy ending nya

    PS.
    Kalo Masumi butuh donor suruh ke Indonesia aja
    Hatiku hanya untuk nya kok
    #eeeaaa ��

    ReplyDelete
  6. Sorry yu lagi komen saiki at least aku komen tho hehehe... Lanjutkannn😊

    ReplyDelete
  7. Asik2..uda update.. Itung2 hadiah th baru.. Kereen.. Dtunggu lanjutannya..

    ReplyDelete
  8. Asik2..uda update.. Itung2 hadiah th baru.. Kereen.. Dtunggu lanjutannya..

    ReplyDelete
  9. Waaaahhh semoga happy end ya say. Gak sabaran nunggu lanjutannya nih. Terimakasih atas suguhan chapter kali ini ya dek Agnes :*

    - Fitria Gw -

    ReplyDelete
  10. Hiks, kangen fanfic TKmu mbak agnes..

    ReplyDelete
  11. Cerita mbk agnes selalu bikin ketagihan...

    ReplyDelete
  12. Cerita mbk agnes selalu bikin ketagihan...

    ReplyDelete
  13. Semoga saja ujung ceritanya enggak tragis

    ReplyDelete