Secret Angel - Chapter 2

Rate   : 18 thn +



"Saya dengar Maya pingsan setelah pementasan dan sekarang dirawat dirumah sakit," kata Mizuki seraya meletakkan kopi di meja kerja bosnya.
Masumi terdiam, ekspresinya beku. Dia masih marah pada dirinya sendiri. Maya jatuh pingsan didepannya tapi menyentuhnyapun dia tidak bisa. Melihat Koji menggendong Maya bukan hal yang bisa diterimanya begitu saja.
"Apa kondisi Maya ada hubungannya dengan rencana pernikahan anda Pak Masumi?" Tanya Mizuki.
"Apa hubungannya kondisi Maya dengan pernikahanku?" Masumi balik bertanya.
Mizuki mengernyit, "Maya pernah mengatakan pada saya bahwa dia mencintai anda. Rencana pernikahan anda pastilah  melukainya sangat dalam,"
Masumi tidak menyangkal perkataan sekretarisnya. Memang seperti itu kenyataannya, hanya saja Mizuki melewatkan satu hal. Pernikahan itu tidak hanya menyakiti Maya tapi juga menyakitinya. Sama dalamnya dan sama perihnya.
"Tidakkah anda ingin meraih kebahagiaan anda sendiri Pak?" Mizuki sepertinya tidak lelah mengorek hati isi bosnya. Dia masih berharap Masumi bisa memperjuangkan gadis yang sudah ditunggunya selama bertahun-tahun.
Masumi meraih cangkir kopi dan mulai meneguknya, "Kebahagiaan itu tidak ada dalam kamus kehidupanku Mizuki,"
Giliran Mizuki yang terdiam, bagaimanapun juga dia sangat mengenal bosnya. Kebahagian bagi Masumi adalah Maya.
"Jika kau tidak keberatan Mizuki, aku sedang ingin sendiri," kata Masumi seraya meneguk lagi kopinya.
Mizuki membungkuk hormat lalu berbalik dengan tumitnya dan berjalan ke pintu.
"Saya rasa...jika anda memang menginginkannya, anda bisa menulis sendiri kebahagiaan itu dalam kamus kehidupan anda Pak Masumi," kata Mizuki sebelum menutup pintu.
Masumi tersenyum kecut atas pernyataan sekretarisnya. Apakah dia memang memiliki pilihan itu? Menuliskan sendiri kebahagiaannya? Menuliskan sendiri garis takdirnya? Bukankah sejak dia menjadi bagian dari keluarga Hayami takdirnya sudah digariskan. Hanya untuk Daito, itulah garis hidupnya.
Meletakkan kembali cangkirnya, Masumi mengambil handphone dan menekan satu angka untuk panggilan cepat.
"Hijiri, bagaimana keadaanya?"
"Dokter mengatakan kalau Nona Maya kelelahan dan kurang istirahat. Saya mencoba menemui Nona Aoki sebagai perwakilan dari mawar ungu untuk mengurus administrasi rumah sakit. Dia mengatakan sejak kembali dari Izu nona Maya tidak tidur dan tidak makan dengan baik. Setiap malam dia menangis. Meski tidak menyebutkan nama anda tapi sepertinya Nona Aoki curiga anda ada hubungannya dengan kondisi Nona Maya," terang Hijiri.
Tidak tidur sejak pulang dari Izu? Maya apa yang terjadi denganmu? Batin Masumi cemas.
"Siapa yang menemani Maya?" Masumi mengabaikan berita mengenai Rei dan bertanya hal lain.
"Teman-temannya dari teater Tsukikage juga...Sakurakoji," jawab Hijiri.
Masumi termenung, "Apa ada kemungkinan aku bisa menemuinya?"
"Anda ingin bertemu dengan Nona Maya?" Hijiri sedikit terkejut mendengarnya.
"Jika memungkinkan tapi aku tidak mau ada wartawan atau teman-teman Maya tahu," jelas Masumi.
"Saya akan usahakan,"
"Bagus, kabari aku semua perkembangan kondisi Maya. Terima kasih Hijiri,"
"Baik Tuan,"
Masumi menekuri pekerjaannya, mencoba berkonsentrasi penuh. Tapi nyatanya seluruh pikirannya tersita oleh Maya. Kekasihnya sakit dan dia tidak bisa melakukan apa-apa kecuali bersembunyi di balik bayangan mawar ungu.
Konsentrasinya kembali terpecah saat handphonenya kembali berdering. Keningnya berkerut dalam saat membaca nama yang muncul dilayar. Kekhawatiran kembali merayapi hatinya.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Masumi cepat bahkan sebelum anak buahnya itu mengucap salam padanya.
"Nona Maya memaksa untuk pulang hari ini karena besok adalah malam pengumuman pemenang hak pementasan," lapor Hijiri.
"Apa dia sudah cukup kuat untuk pulang?" Masumi benar-benar cemas. Teringat lagi olehnya bayangan Maya yang jatuh pingsan didepan matanya.
"Kondisi Nona Maya memang sudah membaik tapi dokter tidak yakin Nona Maya akan beristirahat jika diijinkan pulang,"
"Kau tahu sulit menolak keinginan Maya,"
"Benar Tuan, Nona Maya tetap berkeras ingin pulang. Tapi hal ini mungkin menguntungkan bagi anda,"
"Apa maksudmu?"
"Anda bisa menemui Nona Maya di rumah kontrakannya."
Masumi terdiam, dia memang ingin sekali menemui Maya. Tapi sejak kemarin banyak wartawan dan teman-teman Maya dirumah sakit sehingga tidak mungkin baginya muncul begitu saja. Itu akan menjadi skandal yang menyulitkan Maya. Dirinya pasti akan dikira mendekati Maya demi hak pementasan Bidadari Merah.
"Tuan? Apa anda masih ingin bertemu dengan Nona Maya?" Tanya Hijiri saat Masumi diam terlalu lama.
"Aku akan pikirkan nanti. Terus kabari aku perkembangannya, terima kasih Hijiri,"
Masumi mematikan teleponnya.
Maya...apa yang harus aku lakukan sekarang?
Interkomnya berbunyi.
"Ya Mizuki?"
"Mengingatkan jadwal anda untuk mengunjungi Nona Shiori, Pak Masumi."
Masumi terdiam.
"Pak?"
"Ya, aku ingat," jawabnya ketus.
"Baik, saya akan minta sopir menyiapkan mobil anda,"
Braakk!! Memukul meja, Masumi berang dengan dirinya sendiri.
Sial!!! Rutuknya dalam hati.

***
"Nona belum mau makan Tuan Muda," Takigawa melapor saat Masumi tiba di kediaman Takamiya.
Masumi hanya mengangguk lalu berjalan mengikuti Takigawa menuju kamar Shiori.
"Nona, Tuan Muda Hayami sudah datang," kata Takigawa di depan kamar.
Tidak ada jawaban, Takigawa pun menggeser pintu. Shiori duduk bergeming di atas futonnya, di sebelahnya sudah ada nampan yang berisi banyak makanan.
"Nona," panggil Takigawa tapi nonanya itu tetap bergeming, matanya menatap lurus pada Masumi yang berdiri di dekat pintu.
"Biar aku saja Bi," Masumi masuk ke dalam kamar dan duduk di sebelah Shiori.
"Shiori, makanlah," kata Masumi.
"Untuk apa aku makan?" Tanya Shiori, matanya lekat menatap Masumi.
"Jangan seperti itu Shiori, kau harus menjaga kesehatanmu," kata Masumi lembut.
"Untuk apa Masumi? Untuk apa? Katakan padaku untuk apa aku menjaga kesehatanku? Aku bahkan sudah tidak mau hidup sekarang!" Emosinya tiba-tiba meledak, Shiori menangis.
"Shiori, tolong jangan berkata seperti itu. Pikirkan kakekmu, ayah dan ibumu, mereka menyayangimu, mereka mengkhawatirkanmu," Masumi meraih kedua bahu Shiori dan berusaha menenangkannya.
"Lepaskan aku!" Shiori menepis kedua tangan Masumi, "Aku tidak peduli dengan mereka semua. Aku hanya peduli padamu! Katakan! Untuk apa kau disini? Untuk apa kau peduli padaku? Untuk apa kau setuju untuk menikah denganku? Kalau kau hanya kasihan padaku maka sebaiknya kau pergi! Aku tidak butuh belas kasihanmu! Biarkan aku mati dan pergilah dengan gadis itu!" Teriak Shiori.
Masumi terhenyak, dia teringat Maya-nya. Entah bagaimana keadaan kekasihnya saat ini. Kedua tangan Masumi mengerat di atas lututnya. Tidak ada pilihan lagi baginya. Sebenarnya kondisi Shiori-lah yang tidak memberinya pilihan. Mulutnya memang mengatakan penolakan tapi jika Masumi benar-benar meninggalkannya, Shiori pasti akan kembali bertindak bodoh.
Masumi tidak menyangka akan begitu berat rasanya, padahal dia sudah mengambil keputusan. Dia sudah mengatakan selamat tinggal pada Maya, kekasihnya. Dia sudah merelakannya.
"Pergi Masumi! Pergilah! Tinggalkan aku!" Pekik Shiori, dia terisak di balik kedua tangannya.
Masumi menghela napas, menenangkan dirinya sendiri. Begitu hebat badai bergejolak dalam hatinya saat ini.
"Aku tidak akan pergi sebelum kau makan Shiori," kata Masumi tenang. Dia tidak pernah gagal dalam memerankan tokoh pangeran penyelamatnya.
"Kau tidak usah pedulikan aku!" Kata Shiori masih dari balik telapak tangannya.
"Tentu aku harus peduli padamu, kau calon istriku," kata Masumi lembut, dia menarik kedua tangan Shiori yang menutupi wajahnya. Mata Shiori mencari pembenaran dalam tatapan Masumi. Dia tahu sebentar lagi mereka akan menikah tapi dia juga tahu Masumi tidak mencintainya.
"Batalkan saja semuanya, kau tidak mencintaiku," kata Shiori, dengan cepat memalingkan wajahnya dari tatapan Masumi.
"Aku tidak akan membatalkan pernikahannya," kata Masumi, dia menarik nampan makanan ke dekatnya, "Ayo makan, aku akan menyuapimu,"
Shiori terdiam, pria yang dicintainya ada didepannya dan bersikap lembut padanya. Sudahkah dia menang sekarang? Sudahkan dia mengalahkan Maya?
Hatinya juga pilu, dia tahu Masumi hanya menjalankan kewajibannya karena desakan keluarga akibat perbuatan bodohnya. Dia tahu hati Masumi hanya untuk Maya tapi dia juga begitu mencintai Masumi. Dia juga tidak sanggup kehilangan Masumi. Terlebih dia ingin memiliki Masumi, seutuhnya, hanya miliknya.
Shiori membuka mulutnya saat Masumi mulai menyuapinya. Dia tidak mau tahu lagi. Entah siapa mencintai siapa, yang penting baginya sekarang Masumi akan menjadi miliknya. Satu-satunya miliknya. Bukan milik Maya tapi hanya miliknya.

***
"Maukah kau menceritakan padaku Maya?" Tanya Rei saat membantu Maya bersiap pulang dari rumah sakit.
Maya menoleh pada sahabatnya, "Menceritakan apa Rei?" Tanya Maya.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Sejak kau pulang dari...latihanmu yang aku tidak tahu itu dimana, kau menjadi aneh. Terlebih kau pulang bersama Pak Masumi,"
Maya tertunduk dan diam, matanya menatap jari-jari yang terkait di atas pangkuannya. Rei memang tidak tahu dia pergi ke Izu, Maya hanya mengatakan dia akan pergi untuk berlatih Bidadari Merah.
"Maya?" Tanya Rei lagi dan Maya menggeleng kali ini.
"Ya ampun Maya, ku mohon ceritakan padaku. Kau tidak mau makan, tidak tidur dan terus murung bahkan menangis. Kau membuatku sangat khawatir." Rei memohon dengan wajah penuh simpati.
Maya menggeleng sekali lagi, "Aku tidak apa-apa Rei, hanya terlalu lelah berlatih. Mungkin karena aku terlalu memikirkan soal pengumumam besok jadi aku sedikit stres." Maya memberikan sedikit alasan.
"Lalu ada apa antara kau dan Pak Masumi?"
Maya menggigit bibir bawahnya, menahan isakan keluar dari mulutnya. Kedua tangannya terkait erat.
"Maya?" Rei memohon sekali lagi, frustasi melihat Maya yang ceria menjadi begitu pendiam dan pemurung.
"Ku mohon jangan bertanya lagi Rei. Aku baik-baik saja," Maya terisak sekarang, dia tidak bisa lagi menahan sakit di hatinya. Berapa kalipun dia mencoba untuk tegar, hasilnya selalu nihil. Ketika wajah Masumi terbayang dalam benaknya, bibirnya mengingat kehangatan bibir Masumi dan tubuhnya merindukan dekapan lengan Masumi, hatinya kembali hancur berkeping-keping.
"Oh Maya," Rei memeluk Maya dan membiarkannya menangis, "Maaf aku tidak akan bertanya lagi," kata Rei.
Maya hanya diam dan berusaha menenangkan dirinya.
Sementara sepasang mata mengamati keduanya dari celah kaca di pintu kamar. Seorang pria dengan sepasang mata sendu penuh kesedihan.
"Tuan anda tidak masuk?" Hijiri memandang prihatin pada tuannya.
Masumi menggeleng lalu melangkahkan kakinya, tanpa kata menjauh dari pintu.
"Lho bukannya itu Pak Masumi?" Tanya Sayaka saat melihat sekilas sosok Masumi yang baru saja menghilang di ujung koridor kamar Maya. Sayaka dan Mina juga Koji datang dari arah berlawanan menuju kamar Maya.
"Mana mungkin Pak Masumi disini, kau pasti salah lihat," kata Mina.
"Koji, kau melihatnya kan?" Sayaka menoleh pada Koji.
Koji menggeleng meski hatinya mengangguk. Dia juga yakin itu Masumi meski tidak yakin apa yang dilakukannya. Batinnya menduga dia datang menemui Maya tapi dengan cepat dia menepis pemikiran itu.
"Oh, mungkin aku memang salah lihat," kata Sayaka lirih.
"Sudah jangan dipikirkan. Ayo cepat masuk, Maya pasti sudah menunggu," kata Koji.
Merekapun segera masuk ke kamar Maya.
"Bagaimana kabarmu Maya?" Tanya Mina lembut, menghampiri Maya yang duduk di tepi tempat tidurnya. Maya sudah rapi berganti pakaian dan semua barangnya sudah siap.
"Sudah lebih baik, maaf jadi merepotkan kalian semua," kata Maya, menyunggingkan seulas senyum di bibirnya yang masih terlihat pucat.
"Harusnya kau belum diijinkan pulang Maya, lihat saja wajahmu masih begitu pucat," komentar Sayaka.
"Aku sudah lebih baik Sayaka. Lagipula aku akan semakin merepotkan jika terlalu lama disini. Dan lagi, besok adalah malam pengumuman, jadi aku tidak mau menghabiskan waktuku di atas tempat tidur dan melewatkan semuanya," terang Maya, kali ini lebih melebarkan senyumnya agar semua temannya tidak khawatir.
"Merepotkan apanya? Tidak ada yang merasa direpotkan Maya. Bahkan semua biaya rumah sakit dan keperluanmu sudah dibayar dan disediakan oleh pengagum setiamu si Mawar Ungu, jadi kau sama sekali tidak merepotkan kami," kata Rei.
Mendengar nama mawar ungu disebut Maya hanya tersenyum tipis. Sakit.
"Jangan banyak berpikir Maya, kau harus segera sehat. Bidadari merah harus punya banyak tenaga untuk pementasan perdananya nanti," Koji tersenyum dan berusaha menghibur. Berhasil, senyum Maya melebar.
"Terima kasih Koji." Kata Maya tulus.
"Kau pasti menang Maya, kau luar biasa," Mina menambahkan pujiannya agar Maya semakin bersemangat.
"Terima kasih semuanya," kata Maya kemudian.
Mereka semua tersenyum.
"Ayo," Mina mengulurkan tangannya membantu Maya turun dari tempat tidur sementara Koji dan Rei membantu membawa tas dan beberapa perlengkapan Maya.
"Hhmmm, Rei, apa Pak Masumi kesini?"
Pertanyaan tiba-tiba dari Sayaka membuat Maya menghentikan langkahnya. Sepertinya Sayaka masih penasaran dengan apa yang dilihatnya tadi.
Maya berbalik dan menatap Sayaka yang berjalan di belakangnya bersama dengan Rei dan Koji.
"Kau bertemu dengan Pak Masumi?" Tanya Maya, gagal menyembunyikan keterkejutannya.
Sayaka mengendikkan bahu, "Aku tidak yakin, makanya aku bertanya. Aku sempat melihat pria yang mirip dengannya tadi di koridor depan kamarmu. Tapi Koji dan Mina tidak melihatnya,"
"Kenapa Maya? Apa Pak Masumi mengganggumu lagi? Soal Bidadari Merah?" Tanya Mina yang masih memegangi lengan Maya.
Maya tidak menjawab dan hanya diam. Rei menatap Maya penuh arti, begitu juga dengan Koji. Sementara itu Mina dan Sayaka berpandangan tidak mengerti.
Sekali lagi Maya hanya bisa berteriak dalam hati.
Dia datang! Masumi-ku....

***
Masumi memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah. Melihat jam tangannya, dia tahu itu sudah hampir tengah malam. Masumi duduk dengan gelisah di belakang kemudinya.
Sebesar apapun usahanya untuk menghindar dan menjauhkan diri dari Maya, justru semakin besar keinginannya untuk bertemu. Buktinya sekarang dia sudah ada di depan rumah kontrakan kekasihnya.
Sial!! Kenapa aku begitu pengecut! Aku mencintai dan merindukannya tapi aku bahkan tidak berani menemuinya!
Masumi merutuki dirinya sendiri. Akal sehatnya kacau balau sekarang. Pikirannya berserakan karena Maya. Dia melihat betapa sedihnya Maya siang tadi di rumah sakit. Masumi ingin memeluknya tapi bahkan mendekatpun dia tidak berani.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Masumi mendesah panjang, menyandarkan kepalanya yang berat di atas kedua tangannya yang terlipat pada kemudi.
Tuhan! Apa kau puas sekarang? Menyiksa kami? Memisahkan kami? Seharusnya tak usah Kau lahirkan kami ke dunia kalau hanya untuk mengalami penderitaan seperti ini
Masumi menyalahkan Tuhan kali ini, setelah lelah menyalahkan dirinya sendiri. Baginya harus ada pihak lain yang juga harus dipersalahkan. Dan baginya Tuhan menjadi tersangkanya karena telah membuat garis takdir yang kejam baginya dan Maya.
Tidak lagi dapat menahan gejolak dalam hati, Masumi mengangkat kepalanya dan tersenyum pahit menatap buket bunga di jok mobil sebelahnya. Matanya beralih pada jendela di lantai dua rumah kontrakan Maya. Masih menyala. Masumi membulatkan tekadnya.
"Pak Masumi?!" Rei memekik terkejut saat membukakan pintu dan melihat Masumi berdiri di sana.
Mengangguk sopan, Masumi tersenyum, "Maaf, apa aku mengganggu?"
"Heh?!" Ini hampir tengah malam, kau pikir apa?
"Ngg, maaf Pak Masumi, ada apa anda berkunjung malam-malam?" Tanya Rei kemudian, dia menyimpan kalimat tidak sopan dalam otaknya yang merutuki ketidak sopanan bos Daito itu.
"Maaf mengejutkan. Boleh aku masuk? Aku ingin melihat Maya," kata Masumi, masih dengan ketenangan tingkat tinggi.
Rei kebingungan sekarang, ya sangat mengejutkan.
"Si, silakan," akhirnya Rei mempersilakan Masumi masuk. "Maaf tapi Maya sedang tidur. Dia tidak bisa menemui anda," kata Rei kemudian.
Kenapa aku tidak mengusirnya saja ya?
"Siapa yang bilang aku mau bertemu dengannya Nona Aoki? Aku hanya ingin melihatnya," jawab Masumi sopan.
Rei tercengang, apa maksudnya?
"Dimana kamar maya?" Tanya Masumi tanpa dosa. Mengabaikan kebingungan Rei yang sekarang berubah menjadi kekesalan berlipat karena Masumi menanyakan kamar Maya.
"Untuk apa anda menanyakan kamar Maya?" Tanya Rei kesal.
"Ini ketiga kalinya ku katakan Nona Aoki, aku hanya ingin melihatnya. Sekarang tolong katakan dimana kamar Maya atau aku akan mencari sendiri. Di tempat ini, aku yakin tidak akan kesulitan menemukan Maya," balas Masumi tenang.
Rei bergeming dan Masumi melakukan apa yang dikatakannya. Matanya tertuju pada satu-satunya ruangan lain yang ada di rumah itu. Masumi menggeser pintunya sebelum Rei berhasil menghentikannya.
"Pak Masumi! Tolong bersikaplah yang sopan!" Pekik Rei.
Masumi tidak peduli, melihat Maya terbaring di atas futon sudah mengaburkan semua pemikiran warasnya. Masumi masuk dan duduk di sebelah futon, meletakkan buket bunga mawar ungu di atas kepala Maya.
Rei yang berdiri di ambang pintu baru menyadari apa yang di bawa Masumi.
Itu kan? Mungkinkah dia?
"Maaf Pak Masumi, anda....,"
"Apa Maya sudah mau makan?" Potong Masumi cepat. Dia sepertinya bisa menebak apa yang akan dikatakan Rei padanya.
"Eh, i, iya, dia sudah mau makan meski sedikit," jawab Rei. Sikapnya melunak karena melihat buket mawar ungu.
Mata Masumi terpaku pada sebuah kotak yang terletak di sebelah futon, dia membukanya.
Obat tidur?
"Maya diberi obat tidur?" Masumi tampak terkejut.
"Maya tidak pernah bisa tidur jadi dokter memberinya obat tidur agar dia bisa beristirahat," jelas Rei.
Masumi terdiam.
"Pak Masumi, ada apa sebenarnya antara anda dan Maya? Apakah anda....mawar ungu Maya?" Rei akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
Masumi bergeming di tempatnya, matanya menatap sendu. Dia membelai kepala Maya, gadisnya terlelap di bawah pengaruh obat. Tidak peduli dengan keberadaan Rei yang masih menatapnya dari ambang pintu, Masumi melandaikan tubuhnya dan mencium bibir Maya lalu mengecup lembut keningnya.
Rei membekap mulutnya yang hampir berteriak.
"Nona Aoki, tolong jaga Maya." Kata Masumi kemudian dengan masih memandang Maya.
Diapun berdiri dan berjalan keluar.
"Anggap saja kau tidak melihat apapun," kata Masumi tenang saat melintas di depan Rei yang masih terlihat syok dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Masumi pergi dan sekarang semuanya jelas bagi Rei. Apa hubungan Maya dan Masumi, dia sekarang tahu. Bukan rahasia lagi kalau Maya begitu mencintai dan memuja mawar ungu. Dan sekarang Rei tahu siapa mawar ungu.....Masumi Hayami.
Maya, kenapa kau tidak mengatakan semuanya padaku?

***
Maya terbangun keesokan paginya. Jantungnya seakan terlepas dari tempatnya ketika melihat buket bunga mawar ungu ada di dekat futonnya. Sepucuk surat tersemat diantara tangkainya dan Maya langsung membukanya.

Maya-ku

Aku benar-benar tidak berdaya melihatmu
Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu
Ku mohon kembalilah sehat Bidadariku
Kembalilah kuat dan bersemangat
Senyum dan tawamu adalah kekuatan bagiku
Mencintaimu

Kekasihmu
Mawar ungumu


Maya terisak membaca suratnya.
Pak Hijiri pasti datang saat aku sedang tidur, andai saja....andai saja...
Maya meraih buket bunganya dan memeluknya di atas pangkuannya.
"Maya...,"
Maya tersentak saat Rei menyentuh bahunya. Dengan cepat Maya mengusap air matanya.
"Ah, maaf Rei," kata Maya terbata berusaha menyembunyikan kesedihannya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Rei lembut.
"I, iya Rei, aku hanya terlalu senang. Lihat! Mawar ungu bahkan tahu aku sedang sakit dan dia menyemangatiku," kata Maya pura-pura girang dan kembali memeluk buket bunganya. Rei hanya diam memandangnya.
"Oh ya Rei, pukul berapa bunga ini diantar? Pasti aku sudah tidur ya, padahal aku ingin menitipkan sesuatu pada kurirnya," keluh Maya sedih.
"Iya, semalam kau sudah tidur. Bunga itu diantar hampir tengah malam," kata Rei.
"Tengah Malam?!" Pekik Maya terkejut.
"Iya dan bunga itu tidak diantar oleh kurir Maya tapi oleh.....mawar ungu sendiri,"
Mata Maya melebar dan kedua tangannya tertangkup di mulut. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Iya Maya, bunga itu diantarkan sendiri olehnya, Mawar Ungumu, Masumi Hayami," jelas Rei lagi.
"Re, Rei?"
"Iya Maya, aku tahu. Aku mengerti semuanya sekarang. Kau tidak perlu bercerita, aku sudah tahu,"
"Reiiiii!!!" Maya menghambur ke pelukan sahabatnya dan mulai terisak lagi. Melampiaskan kesedihannya.

***
Malam pengumumam tiba, Mayuko akan menentukan siapa yang berhak memenangkan hak pementasan Bidadari Merah.
Maya datang ditemani Rei dan Koji. Kuronuma dan timnya juga datang. Mereka duduk di satu meja. Maya sejenak melihat pada Ayumi yang datang bersama mamanya juga tim Onodera. Matanya mencari sosok Masumi ke seluruh ruangan tapi Maya tidak melihatnya.
Apakah Masumi tidak datang? Tapi mustahil dia tidak datang
Sekali lagi matanya mencari dan kali ini dia mendesah lega. Masumi baru saja datang bersama dengan Mizuki. Sejenak mata mereka bertemu, Masumi mengulum senyum lalu mengangguk melihat Maya. Mayapun melakukan hal yang sama. Perhatian keduanya teralihkan saat ketua Asosiasi Drama Nasional, Gen Yamagishi, membuka acara malam itu. Semua mata tertuju ke panggung.
Maya mencengkram kuat gaun di atas lututnya. Hatinya berdebar tapi dia berusaha menyiapkan hatinya sebaik mungkin. Menerima apapun keputusan Mayuko nanti. Maya berjenggit ketika tiba-tiba Koji menggenggam tangannya.
"Apapun keputusannya nanti aku bangga bisa bermain bersamamu. Akoya-mu yang terbaik Maya," kata Koji saat Maya menoleh padanya.
Maya tersenyum, Koji memang selalu baik padanya, "Terima kasih Koji," ucap Maya.
Perlahan Maya menarik tangannya dari genggaman Koji. Sadar akan penolakan Maya, Koji tersenyum kecut.
"Maaf," gumam Koji dan berusaha tetap sopan.
Maya kembali menunduk dan gelisah.
"Tenanglah Maya, kau sudah mengusahakan yang terbaik," kata Rei menenangkan sahabatnya.
"Iya Rei, terima kasih,"
Sekali lagi Maya memutar matanya melirik Masumi dan kekasihnya itu tengah memandangnya. Mata mereka sarat akan kerinduan juga kesedihan.
Rei mencondongkan tubuhnya ke arah Maya, "Jangan terus menatapnya, banyak wartawan disini," bisik Rei memperingatkan Maya.
Dengan sedih Maya kembali fokus pada panggung dan Yamagishi telah mengakhiri sambutannya. Jantung Maya berdetak lebih kencang ketika Mayuko naik ke panggung.
"Ketua Yamagishi sudah menjelaskan semuanya dan sekarang tiba bagi saya memutuskan." Mayuko menatap Maya dan Ayumi bergantian sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya.
"Saya tahu ke dua calon Bidadari Merah sedang dalam kondisi tidak sehat saat melakukan pentas percobaan Bidadari Merah. Ayumi mengalami gangguan pada matanya dan Maya sedang dalam kondisi sakit,"
Semua orang langsung berkasak kusuk mendengarnya. Maya yang jatuh pingsan setelah pementasan memang menjadi berita yang cukup menghebohkan tapi tentang Ayumi yang bermasalah dengan matanya, hal itu tidak diketahui media.
Ayumi bergeming di tempatnya, dia juga terkejut kalau Mayuko mengetahui kondisinya. Tapi itu tidak lagi masalah baginya, Ayumi tidak akan menyesal karena dia sudah melakukan usaha terbaiknya.
"Namun kondisi Maya dan Ayumi sama sekali tidak berpengaruh bagi saya. Saya sudah memutuskannya. Saya bisa melihat calon Bidadari Merah yang telah berhasil menujukkan keagungan dewi dan cinta kasih Akoya yang rela berkorban. Dan dia adalah Maya Kitajima,"
Suasana hening sejenak sebelum akhirnya tepuk tangan memenuhi ruangan. Maya masih terkejut di kursinya, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Maya menatap satu orang yang begitu bangga sekaligus bahagia dengan pencapaiannya, seseorang yang telah mengantarkannya hingga sejauh ini, Mawar Ungunya. Keduanya hanya melempar senyum dari jauh sebelum akhirnya Maya naik ke panggung dan menerima hak pementasan dari Mayuko.
Malam itu Maya menjadi bintang. Semua tamu dan media memberinya selamat. Masumi tidak menemui Maya, dia langsung pergi bahkan sebelum acara selesai. Dia punya cara tersendiri untuk menyampaikan ucapan selamatnya.
"Dia sudah pulang," kata Rei lirih saat Maya terlihat kebingungan mencari sosok Masumi seusai acara.
"Pulang?" Maya terkejut.
Rei mangangguk. Maya menunduk sedih.
"Tidak perlu sedih, lihatlah ke lobi," kata Rei.
Dengan heran Maya menuruti apa yang dikatakan Rei. Dia berjalan ke lobi dan Maya kembali terkejut saat melihat rangkaian bunga mawar ungu raksasa yang ada disana. Tidak hanya itu, sebuah tulisan besar terpampang di sana.

Selamat Untuk Maya Kitajima sang Bidadari Merah
Aku akan selalu melihat bintangku
Teruslah bersinar

Mawar ungu


Aku akan selalu melihat bintangku, teruslah bersinar
Kata-kata itu bergema di kepala Maya.
Masumi, terima kasih.

***
Masumi duduk di balkon kamarnya, menatap langit malam yang gelap. Tidak ada bintang di langit Tokyo. Sama seperti hatinya saat ini, gelap.
Masumi mengeratkan matanya. Masih terbayang di benaknya wajah Maya yang berbinar saat menerima hak pementasan. Meski begitu dia juga tahu Maya masih sedih. Karena itulah dia memilih untuk pergi. Berbicara dengan Maya secara langsung hanya akan menghancurkan malam bahagianya. Maya tidak boleh menangis, setidaknya bukan di malam dimana dia telah berhasil meraih mimpinya. Impiannya selama ini, menjadi Bidadari Merah.
Masumi mengangkat gelas wiski di tangannya, "Selamat sayang, kau berhasil. Langit Tokyo memang tak berbintang tapi kau akan menjadi bintang baru yang bersinar dan aku akan selalu melihatmu," dari kejauhan.
Meneguk habis isi gelasnya. Masumi menguatkan dirinya sendiri. Ini adalah malam terakhirnya. Malam terakhirnya sebagai pria yang bebas, karena besok dia akan menikah dengan Shiori. Ya, besok adalah hari pernikahannya. Dia akan berjanji di gereja untuk mengikat sumpah setia sebagai suami. Itulah yang diinginkan keluarga Takamiya dan ayahnya. Resepsi pernikahan baru akan digelar setelah Shiori benar-benar sehat. Sakramen pernikahan hanya akan dihadiri oleh keluarga dekat dan relasi penting saja.
Gemuruh menggelegar di langit, menyadarkan Masumi dari lamunannya. Saat titik air jatuh ke bumi, Masumi membiarkan dirinya dihempas hujan. Setidaknya ada sedikit kesegaran yang bisa dirasakannya di tengah kesesakan.
Hal yang sama terjadi pada belahan jiwanya. Maya termenung di jendela menatap hujan yang mengguyur bumi. Seharusnya dia bahagia sekarang karena berhasil mendapatkan hak pementasan Bidadari Merah tapi kabar yang dibawa Hijiri membuatnya serasa tidak mau hidup lagi.
Sudah diputuskan kalau Tuan akan menikah besok. Semua demi memulihkan kesehatan Nona Takamiya
Maya menutup telinga dengan kedua tangannya. Bukan karena gemuruh yang memekakkan tapi karena tidak mau mendengar apa yang dikatakan Hijiri tadi. Kalimat itu terus berdengung di telinganya.
Masumi, kenapa aku tidak juga bisa merelakanmu
Maya mulai meneteskan air mata, dia merasa langit sepakat dengannya sekarang. Langit juga bersedih dengannya.
Masumi, aku tidak rela....aku tidak rela melepaskanmu untuk wanita lain...
Rei terdiam menatap Maya yang menangis di jendela, meringkuk dan memeluk lututnya. Dia sungguh tidak tega, melihat sahabat yang sudah seperti adiknya itu bersedih.
"Maya, sudahlah," kata Rei lembut. Duduk di sebelah Maya, Rei berusaha menenangkannya.
"Aku tidak rela Rei, aku tidak rela melepaskannya seperti ini," kata Maya di balik telapak tangannya.
"Maya, kau tidak boleh seperti itu. Pak Masumi sudah memutuskan untuk menikah dan bukankah kalian sudah sepakat?"
Maya sudah menceritakan semuanya pada Rei, jadi sahabatnya itu tahu semua yang terjadi antara Maya dan Masumi.
"Aku, aku tidak bisa Rei, aku sangat mencintainya...aku tidak rela kehilangannya dengan cara seperti ini, aku mencintainya Rei," Maya meratap dalam pelukan Rei.
"Maya, tabahkanlah hatimu." Rei kembali mencoba menenangkan tapi Maya masih terus menangis.
Gemuruh terus menggelegar di langit. Lama keduanya terdiam namun tiba-tiba Maya bangun dan berlari.
"MAYA! Kau mau kemana?" Teriak Rei saat Maya berlari ke pintu. Rei mencekal lengannya dan mencegahnya keluar.
"Aku akan menemuinya! Aku akan menemuinya!" Seru Maya.
"Kau jangan gila Maya! Di luar hujan deras sekali," kata Rei sama kerasnya.
"Aku ingin menemuinya, aku akan kembali. Aku mohon biarkan aku pergi," Maya menurunkan nada suaranya, memohon pada Rei.
"Maya, apa yang sebenarnya kau inginkan?" Kata Rei putus asa.
"Aku ingin menemuinya Rei, kumohon," Maya memelas dan Rei melepaskannya. Dia tahu tidak mungkin menghalangi keinginan Maya.
"Pakailah jas hujan juga payung dan ... hati-hati," gumam Rei.
Maya berlari menembus hujan, menggenggam kuat payung ditangannya dan merapatkan jas hujannya. Hempasan angin kencang dan gemuruh di langit sama sekali tidak menyurutkan keteguhan hatinya untuk menemui Masumi.
Masumi, aku mohon.... Rubahlah takdir kita...aku tidak mau berakhir seperti ini... Tolong...
Maya terus menyusuri jalanan yang sepi. Berlari dan berlari, dia ingin cepat sampai ke rumah Hayami.
Maya terus berlari dan tidak peduli dengan sekelilingnya. Maya menyeberang dan terlambat menyadari saat sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi kearahnya.
Kyaaaa!! Braaakkkk!!!!
Tubuh mungil itu terpelanting dan air hujan mengalirkan cairan merah yang mengucur dari kepalanya.

***
>>Bersambung<<
>>Secret Angel - Chapter 1<<
>>Secret Angel - Chapter 3<<

Post a Comment

11 Comments

  1. Chapter 2 dataaang....tapi kayaknya bakal pada sebel sama chapter satu ini
    hhahahahaaa
    happy reading ya... :)

    ReplyDelete
  2. Hiks...kasian bgt maya....g tega mba agnes...jgn buat sad ending ya mba...pkoknya MM hrs happy...mksh mba agnes..update nya lanjut trs yahh...

    ReplyDelete
  3. hiks..hiks..hiks...mayaaaa.....mba, lanjuutnya jangan lama yah....nyut nyutan nih jantung....hiks..hiks... tambah baguuus mba... lanjuutinn yah say..

    ReplyDelete
  4. Haaaahhhhh.... udh nangis lagi dweehh . . Di gantung pula... lanjuuuuutttt say....

    ReplyDelete
  5. Oh tidak Maya.... ko kecelakaan? Jangan sad ending ya mba pliiiiss

    ReplyDelete
  6. maya bakaan amnesia yaa...kasian banget, mudah-mudahan sih g kejadian

    ReplyDelete
  7. Di tunggu lanjutan nya ya mb... ga sabar rasanya.. ma kasih mb Agnes.

    ReplyDelete
  8. diintip tiap hari blm ada update hehe....ga sabar kasian maya masumi. voonyros

    ReplyDelete
  9. baca chapter ini berasa banget sakitnya, dalem. hiks

    ReplyDelete