Rate : 20 thn+
Setting : Sekuel Serial "Kau Milikku", satu tahun setelah pernikahan Maya dan Masumi
***
Setting : Sekuel Serial "Kau Milikku", satu tahun setelah pernikahan Maya dan Masumi
Maya merasakan jari-jari panjang membelai wajahnya,
membuatnya terbangun dan keningnya berkerut saat menatap sepasang mata yang
penuh kekhawatiran memandangnya. Masumi memaksakan diri tersenyum.
"Apa sudah pagi?" Tanya Maya lirih.
"Belum, masih dini hari. Kau baik-baik saja sayang?" Bahkan nada
suara Masumi penuh dengan kekhawatiran.
"Kenapa kau tidak tidur?" Maya menggeser kepalanya, "Ughh!"
Lenguhnya pelan, kepalanya berdenyut-denyut saat dia mencoba menggerakkannya,
menambah gurat kecemasan di wajah suaminya.
"Kau kenapa? Kau tidur dengan gelisah sayang, tidak seperti biasanya. Apa
kau sakit?"
Masumi masih memandangnya, menyangga tubuhnya dengan siku disamping Maya.
"Aku tidak apa-apa," kata Maya menenangkan. Meski dalam hatinya mengeluh
sakit kepala, sudah dua hari dia merasa tidak enak badan. Namun karena tidak
mau membuat suaminya cemas, Maya tidak mau melebih-lebihkan sakitnya, lagipula
selama dua hari dia sudah mengurangi kegiatannya dan tidur lebih awal. Berharap
dengan banyak istirahat dapat memulihkan kondisinya.
"Benarkah? Tapi wajahmu juga pucat,"
Reflek tangan Maya mengusap pipinya, "Mungkin hanya karena lelah.
Sudahlah, tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja Masumi," sekarang
tangan Maya beralih ke wajah Masumi, mengusap lembut wajah suaminya yang
ekspresi cemasnya tidak juga berkurang. "Ayo tidur lagi," ucap Maya
lembut. Tapi suaminya tetap bergeming.
"Apa kau akan memandangiku sampai pagi?" Goda Maya dan ekspresi
Masumi sedikit melunak.
"Aku mengkhawatirkanmu sayang," gumamnya.
"Aku baik-baik saja," sekali lagi Maya meyakinkan.
"Yang kulihat tidak begitu,"
"Baiklah, aku merasa lelah dan sedikit pusing," akhirnya Maya
mangaku.
"Hanya itu?"
"Apa kau mengharapkan aku sakit parah?" Maya berusaha membuat lelucon
untuk menghilangkan kecemasan suaminya.
"Hei, jangan bicara seperti itu," Masumi memperingatkan.
"Iya, maaf. Kalau begitu bisa kita tidur sekarang?" Maya tersenyum
dan Masumi kembali berbaring di sebelah Maya.
"Sayang," panggil Maya.
"Ya," Masumi memiringkan wajahnya melihat Maya.
"Aku ingin tidur dalam pelukanmu," kata Maya.
Masumi tersenyum dan seperti perintah baginya, Masumi merapatkan tubuhnya pada
Maya. Menggunakan lengannya sebagai bantal untuk Maya dan merengkuh tubuh
istrinya dengan lengannya yang lain.
Tersenyum senang, Maya meringkuk dalam pelukan Masumi.
Dengan cepat Maya kembali terlelap dan meninggalkan Masumi yang masih terjaga.
Tangannya sibuk membelai-belai kepala istrinya. Dia tahu istrinya sedang tidak
enak badan, desahan napas Maya yang berat membuatnya semakin yakin. Tapi dia
juga mengerti kenapa istrinya itu tidak mau mengatakannya, alasan klasik yang
tidak ingin membuat suaminya cemas. Padahal justru dengan kediamannya membuat
kecemasan Masumi menjadi berlipat ganda.
***
Saat keesokan paginya Maya membuka mata, Masumi sudah tidak ada disebelahnya.
Terdengar suara shower dari kamar mandi dan itu pasti suaminya.
Maya bangun dan bersandar pada kepala tempat tidur, sakit kepalanya sudah jauh
berkurang. Senyumnya mengembang saat Masumi keluar dari kamar mandi berbalut
jubah mandinya. Setiap hari Maya mensyukuri pemandangan indah yang selalu
muncul didepannya, tak pernah lelah matanya memandang. Masumi selalu tersenyum
bangga saat istrinya menikmati pemandangan dirinya, membuatnya merasa begitu
dicintai. Tapi wajah Masumi pagi ini masih dihiasi kecemasan.
"Kau sudah bangun sayang? Bagaimana perasaanmu? Sudah lebih baik?"
Masumi duduk ditepi tempat tidur dan membelai wajah istrinya yang menurutnya
masih terlihat pucat.
"Aku baik-baik saja, berhentilah mengkhawatirkanku," Maya
menenangkan. "Cepatlah berpakaian, aku tidak yakin bisa bertahan melihatmu
seperti ini," goda Maya mengalihkan perhatian suaminya.
Masumi tertawa meski tahu Maya hanya berusaha mengalihkan perhatiannya. Diapun
mengecup kening istrinya.
"Kau mandilah dulu," katanya lembut sebelum beranjak dari sebelah
istrinya.
Maya mengangguk dan tersenyum. Masumi sudah siap dengan setelan jasnya saat
Maya keluar dari kamar mandi. Maya tersenyum saat Masumi mengangkat dasi yang
berwarna senada dengan jasnya.
"Aku berpakaian dulu ya," Maya melenggang keruang gantinya dan saat
keluar Masumi sudah duduk ditepi tempat tidur menunggunya.
"Apa tidak sebaiknya hari ini kau istirahat dirumah saja sayang?"
Tanya Masumi pada Maya yang sedang memakaikan dasi padanya. Maya sudah rapi
memakai blus sutera berwarna violet dan rok pencil selutut.
Maya berdiri diantara kedua kaki Masumi, sementara tangan Masumi melilit
pinggangnya. Itu adalah rutinitas pagi hari yang tidak pernah mereka lewatkan
sejak keduanya menikah satu tahun yang lalu.
Maya tersenyum, "Apa kau menyarankan istrimu untuk bolos kerja Tuan Masumi
Hayami?" Goda Maya.
"Iya, Nyonya Maya, karena suamimu sangat mengkhawatirkan kesehatanmu
sekarang," balas Masumi.
Maya terkikik, "Ku rasa bosku tidak akan mengijinkannya,"
Masumi mendesah, "Bosmu akan sangat senang jika kau menurut kali
ini," Masumi tahu Maya tidak akan cuti dari pekerjaannya, meski sebenarnya
suaminya adalah Direktur Utama dan dia sendiri adalah pemegang saham Grup
Daito.
Maya tertawa, "Kau tahu kan hari ini adalah rapat produksi perdana untuk
film layar lebar kita yang akan bekerja sama dengan Sony Pictures. Jadi mana
mungkin aku tidak datang. Sudah berbulan-bulan kita merencanakan kerja sama ini
dan akhirnya terealisasi. Apa kau mau membuatku menyiakan-nyiakan kerja keras
semua orang?"
Masumi mendesah, "Tapi aku khawatir kau sakit," Masumi memeluk
istrinya dan menyandarkan kepalanya didada Maya.
"Aku akan baik-baik saja sayang. Setelah rapat produksi selesai aku akan
beristirahat," Maya mengusap lembut kepala suaminya.
Masumi mengangkat wajahnya dan mengecup lembut bibir Maya. "Kau kan tidak
harus bekerja sekeras ini," protesnya manja.
"Seperti kau menyukai pekerjaanmu, aku juga menyukai pekerjaanku bahkan
lebih. Aku menikmatinya. Selain aku bisa tetap berakting, aku juga bisa
memproduksi film dan drama yang bagus. Menghibur semua orang dengan karya. Itu
sungguh menyenangkan sayang." Kata Maya.
Dan dengan begini aku juga menjadi layak bersanding denganmu, tambah Maya dalam
hati.
"Baiklah," Masumi menyerah, "Tapi berjanjilah untuk tidak
memaksakan dirimu. Aku tidak akan segan untuk membatalkan kontrak Daito
denganmu sebagai pemeran utama dari film ini meskipun kau adalah pemegang saham
Grup Daito," tambahnya.
Maya melotot lucu, "Kau akan memecatku?"
"Tentu, jika hanya karena sebuah produksi film kau jadi harus bekerja
keras bahkan sampai sakit. Dan aku yakin keputusanku yang ini akan mendapat
persetujuan dari keluargamu bahkan juga kakak angkatmu yang menyebalkan
itu,"
Kali ini Maya tergelak dan melepaskan pelukan suaminya. Mengabaikan perkataan
suaminya lalu duduk di meja rias.
"Maya...," Masumi jelas tidak mau mengalah.
"Iya sayang, aku janji tidak akan memaksakan diri. Percayalah. Kau kan
tahu bagaimana kemampuanku saat ini. Lagipula aku hanya harus menghadiri rapat
produksi perdana untuk bertemu dengan perwakilan dari pihak Sony Pictures dan
juga para aktor dan aktris yang akan bekerjasama dalam film ini," jelas
Maya panjang lebar, dia juga tidak mau diremehkan suaminya.
Meski dirinya adalah aktris kelas satu di Jepang sekaligus pemegang hak
pementasan Bidadari Merah tapi itu tidak cukup. Sejak publik tahu kalau dirinya
dan Masumi adalah sepasang kekasih masih banyak orang yang memandangnya sebelah
mata dan menganggap dirinya mendompleng popularitas Masumi untuk menaikkan
karir keartisannya, walaupun status sosialnya sudah melambung tinggi dengan
menjadi anak angkat keluarga Anderson.
Maya sering pura-pura tidak peduli akan opini publik padanya
didepan suaminya, namun tetap saja hati kecilnya tidak bisa berbohong. Dia
sakit hati jika mendengar orang bicara bahwa nama Anderson dan Hayami yang
melekat padanya adalah hasil rayuan manis seorang aktris untuk mendapatkan
popularitas dan kekayaan.
Untuk itulah Maya rela bekerja keras sebagai aktris, bekerja
sama dengan Daito memprodukasi banyak karya. Dia mementaskan banyak karya drama
di Teater Niji miliknya. Setidaknya dengan begitu dia bisa membuktikan
kemampuannya dan memang terbukti karena film dan drama baru yang diproduksi
atau diperankannya semuanya sukses besar.
"Aku akan menunggumu dibawah," kata Masumi seraya mengambil jasnya,
berhenti mendebat istrinya. Dan perkataanya itu membuyarkan lamunan sesaat
Maya.
"Baiklah, aku akan segera menyusul,"
Masumi mengecup puncak kepala Maya dan menatap istrinya di cermin.
"Jangan terlalu cantik berdandan," katanya.
"Jadi kau mau punya istri jelek?" Kata Maya tidak senang.
Masumi terbahak, "Hanya tidak suka kalau para pria memenuhi daftar
penggemarmu sayang," Masumi melenggang keluar kamar dan Maya tersenyum
puas didepan cermin sambil menyapukan foundation pada wajahnya.
Masumi memang sangat pencemburu. Terlebih setelah menikah, jika tidak
berhati-hati dalam bersikap bisa-bisa semua lawan main Maya bisa dicemburui
oleh suaminya, bahkan para penggemar prianya.
Penggemar? Maya kembali termenung. Ya, dirinya punya banyak sekali penggemar.
Setiap hari surat berdatangan dan jumlahnya ratusan atau bahkan ribuan. Tapi
sekali lagi, kebiasaan buruknya untuk menilai sisi negatif dari dirinya sendiri
membuatnya kadang lebih menanggapi surat dari para 'haters' yang bahkan
jumlahnya hanya satu persen dari keseluruhan surat penggemar yang datang
padanya.
Maya menghela napas, kembali fokus pada kegiatan berhiasnya. Menggeser sedikit
pikiran tidak menyenangkan tentang opini orang padanya dan mungkin akan
memikirkannya lain waktu. Sulit untuk benar-benar menghilangkannya.
Setelah selesai Maya mengambil tas kerja miliknya dan suaminya lalu menyusul
Masumi turun. Namun baru saja Maya melangkahkan kaki keluar kamar, tiba-tiba
kepalanya berputar membuat tubuhnya oleng.
"Nyonya!" Pekik Maki, pelayan yang kebetulan melintas. "Anda
tidak apa-apa?"
Maya bersandar pada dinding sebelah pintu untuk menemukan keseimbangannya.
Maki membantu Maya berdiri tegak.
"Aku tidak apa-apa," kata Maya setelah memperoleh kembali
keseimbangannya.
"Saya akan panggil Tuan...,"
"Tidak," kata Maya, "Tidak perlu Maki, aku baik-baik saja.
Jangan katakan apapun."
"Apa anda yakin Nyonya?"
"Iya, Maki, aku baik-baik saja. Tolong bawa tasku dan tas Tuan ke mobil
ya," Maya tersenyum dan memberikan tas kerja pada pelayannya.
Mayapun segera turun diikuti Maki yang berjalan dibelakangnya dan masih
memandangnya cemas. Sejak menikah dan tinggal dirumah Hayami, Maya menjadi
kesayangan para pelayan. Karena selain baik Maya juga memperlakukan semua
pelayan dengan ramah dan perlahan keramahannya juga menular pada suaminya dan
Eisuke. Rumah Hayami yang dulu sepi dan angker sekarang berubah menjadi ceria
dan hangat.
Senyum Eisuke dan suaminya sudah menyambut saat dirinya masuk ke ruang makan.
"Selamat pagi Ayah," sapa Maya ramah, menimbulkan senyuman hangat
diwajah Eisuke dan dengusan kesal Masumi. Eisuke baru kembali dari jadwal
terapinya semalam dan Maya baru bertemu dengannya pagi ini.
"Selamat pagi Maya," jawab Eisuke senang.
Maya duduk disebelah suaminya, menggenggam tangannya dan mengecup pipinya.
"Selamat pagi sayang," kata Maya, dia tahu suaminya tidak suka kalau
dirinya terlalu memanjakan ayahnya. Tapi bagi Maya, Eisuke jauh lebih
memerlukan sentuhan kasih darinya daripada Masumi.
"Pagi sayang," balas Masumi, menyungingkan senyum tipisnya.
"Kata Masumi kau sedang tidak enak badan Maya. Kenapa
kau tidak istirahat saja dirumah," kata Eisuke dan Maya memutar mata pada
suaminya yang melebih-lebihkan keadaannya.
"Kenapa?" Tanya Masumi tanpa dosa melihat tatapan protes istrinya.
"Tidak ayah, aku hanya sedikit lelah saja. Nanti setelah rapat aku akan
beristirahat. Beberapa hari ini jadwalku tidak padat," kata Maya
menenangkan.
"Kau bisa bilang padaku kalau suami gila kerjamu ini tidak
memperhatikanmu. Aku masih punya kuasa di Daito bahkan untuk menegur Direktur
Utama sekalipun," katanya.
"Siapa yang...,"
"Tidak ayah," Maya dengan cepat memotong nada protes suaminya dan
mengeratkan genggaman tangannya. Tidak mau suami dan ayahnya berdebat
karenanya. "Aku baik-baik saja. Sebaiknya kita segera sarapan. Bibi tolong
sarapannya," Maya dengan cepat mengambil alih situasi dan tak lama sarapan
tersaji.
Perut Maya tiba-tiba bergolak saat mencium aroma telur mata sapi yang disajikan
dipiringnya. Padahal biasanya itu sarapan favoritnya.
"Ada apa sayang?" Tanya Masumi saat melihat Maya terpaku menatap
piringnya.
"Ah...tidak apa-apa," jawab Maya. Tidak ingin membuat suaminya cemas,
Maya segera menyantap roti bakarnya dan menyisihkan telur mata sapinya.
"Kau tidak mau telurnya?" Ternyata semua yang dilakukan Maya memang
tak luput dari perhatian Masumi.
"Sedang tidak ingin makan telur saja," jawab Maya sekenanya sambil
tersenyum.
"Apa mau dibuatkan yang lain Maya. Biar kusuruh Harada menyiapkannya
untukmu. Kau kan sedang tidak enak badan, kau harus banyak makan untuk menjaga
kesehatanmu," kata Eisuke penuh simpati. Membuat Masumi mendesah panjang
mendengarnya.
Puluhan tahun tinggal bersama Eisuke yang dingin membuat Masumi merasa aneh
melihat perubahan ayahnya satu tahun terakhir ini yang jadi begitu hangat dan
memanjakan istrinya.
"Tidak ayah, ini sudah cukup. Bisa tolong tambah tehnya Bibi Harada,"
kata Maya ramah, teh hangat membuat perut Maya berhenti bergolak.
Masumi dan Maya segera berangkat kekantor setelah menghabiskan sarapannya. Maya
kembali merasakan tubuhnya tidak enak saat berada didalam mobil. Maya
melingkarkan kedua tangannya keperut karena perutnya kembali bergolak tidak
nyaman. Kali ini sedikit nyeri.
"Dingin sayang?" Tanya Masumi.
"Sedikit," jawab Maya.
Masumi tersenyum dan melingkarkan tangannya kebahu istrinya, menghilangkan
jarak diantara keduanya.
Maya tersenyum senang dan bersandar manja pada tubuh suaminya. Dia menatap
keluar jendela mobil, salju turun cukup deras. Sudah memasuki awal bulan
Desember. Dalam pikirannya Maya sudah memiliki beberapa rencana untuk
menghabiskan waktu liburan akhir tahunnya bersama Masumi. Tanpa sadar senyum
Maya melebar.
"Ada yang lucu?" Tanya Masumi melihat senyum tanpa sebab istrinya.
Maya terkikik, "Hanya teringat beberapa hal,"
"Dan hal itu adalah?" Selidik Masumi.
Maya mengangkat wajahnya dan menilai ekspresi wajah suaminya.
"Jangan berpikiran yang tidak-tidak," Maya memperingatkan.
"Aku hanya mau memastikan bukan bayangan pria yang membuatmu tersenyum
sesenang itu,"
Maya tertawa, "Jangan konyol sayang. Fujiwara menertawakanmu nanti. Iya
kan Fujiwara? Apa kau akan menduga istrimu menyukai pria lain hanya karena dia
tersenyum?" Kata Maya.
Fujiwara, supir pribadi Masumi, berusaha menahan tawanya, matanya melirik pada
Masumi yang memandang kesal padanya.
"Aku tidak peduli pada apa yang dipikirkan istri Fujiwara, tapi aku peduli
apa yang kau pikirkan," kata Masumi sambil melotot pada Fujiwara. Membuat
Fujiwara mengatupkan mulutnya rapat sebelum mengomentari perkataan Nyonya-nya
dan dengan cepat mengalihkan padangannya dari kaca spion ke jalan.
"Jangan khawatir sayang, tidak akan ada pria lain dalam hidupku. Hanya
kau," kata Maya lembut.
Masumi tersenyum senang, diapun mengeratkan pelukannya.
Mobil berhenti di basement gedung Daito. Masumi dan Maya turun dari mobil dan
memasuki lift. Saat keduanya keluar dari lift beberapa staf langsung memberi
hormat pada raja dan ratu Daito.
Kali ini Masumi mengantar Maya lebih dulu ruangannya, ruang kerja Christ dulu
yang sekarang menjadi ruang kerja Maya. Ruangan itu biasa digunakan Maya jika
dia memiliki pekerjaan di Daito. Seperti hari itu, dia harus menghadiri rapat
produksi atau dilain hari saat dia harus mengikuti rapat akhir tahun atau
semacamnya sebagai salah satu pemegang saham.
"Selamat pagi Tuan Masumi, Nyonya Maya," sapa Rose saat Maya dan
Masumi memasuki ruang kerja Maya. Menejer sekaligus asistant pribadi Maya itu
sudah tiba lebih dulu.
"Selamat pagi Rose," balas Maya dan Masumi bersamaan.
Maya meletakkan tas kerjanya dimeja dan menghampiri suaminya yang berdiri
melihat ke luar jendela. Maya mengusap lembut dasi suaminya setelah
merapikannya.
"Nah, sudah rapi Tuan Hayami," Maya tersennyum.
"Terima kasih Nyonya Hayami. Aku ke ruang kerjaku dulu. Ingat jangan
memaksakan diri." Masumi mengecup kening istrinya.
"Iya sayang, terima kasih. Selamat bekerja,"
Masumi keluar dari ruangan kerja Maya dan dirinya masih bisa mendengar suaminya
itu menginstruksikan beberapa hal pada Rose mengenai keadaannya..
"Anda masih tidak enak badan Nyonya?" Tanya Rose saat masuk keruangan
dengan membawa secangkir teh. Maya sangat suka minum teh.
"Aku hanya sedikit lelah, kau kan tahu Masumi terkadang berlebihan
Rose." Jawab Maya seraya meneguk tehnya dan menikmati sensasi hangat yang
mengalir dari tenggorokan keperutnya.
"Tapi bukankah memang beberapa hari ini anda sering mengeluh sakit kepala,
apa tidak sebaiknya anda pergi ke dokter?" Rose menyarankan.
Maya menatap Rose, "Apa aku memang terlihat pucat?" Tanya Maya.
"Hhmm, sedikit. Anda menyapukan blush on lebih tebal dari biasanya untuk
menutupinya kan?" Tebak Rose setelah mengamati wajah nyonyanya.
"Tidak ada yang bisa menipu matamu ya," Maya tersenyum, meletakkan
cangkirnya tehnya ke meja setelah meneguk setengah isinya.
"Oke, sekarang kita mulai bekerja. Untuk rapat siang ini semua sudah siap
kan?"
"Sudah Nyonya,"
Dan dalam sekejap Maya dan Rose sudah larut dalam pekerjaan mereka.
***
Maya bersandar pada pintu toilet, menekan perlahan perutnya
yang nyeri. Biasanya Maya tidak pernah merasakan nyeri haid tapi entah kenapa
kali ini perutnya sakit. Maya berpikir apakah karena dirinya terlambat datang
bulan sehingga perutnya sakit. Ya, siklus haidnya kacau sejak bulan lalu dan
bulan ini pun dia terlambat dua minggu. Awalnya Maya senang karena berpikir
dirinya hamil. Tapi ternyata saat Maya melakukan tes kehamilan ketika terlambat
haid bulan lalu hasilnya negatif.
Maya tidak menceritakan keluhan haidnya pada Masumi karena Maya menduga itu
hanya karena dia kelelahan. Dia juga tidak mau membuat suaminya sedih dan
kecewa karena berharap dirinya hamil. Maya dan Masumi memang sudah mulai
mendambakan hadirnya anak diantara mereka.
Maya keluar dari toilet pribadinya dan kembali duduk di meja kerjanya, menunggu
rapat dimulai.
Rose kembali memberikan secangkir teh sesuai permintaan Maya. Cangkir ke tiga
sejak pagi tadi, padahal belum tengah hari.
"Sepertinya anda memang harus ke dokter Nyonya," Rose menyarankan
karena tidak biasanya Maya sakit seperti itu.
"Ya mungkin kau benar. Pusingnya juga datang dan pergi, tubuhku rasanya
lelah sekali. Masih berapa lama lagi rapat dimulai?"
"Tiga puluh menit lagi, anda bisa beristirahat dulu sebentar. Semuanya sudah
siap, beberapa orang juga sudah datang," jelas Rose.
"Baiklah Rose, terima kasih," Maya meneguk teh ketiganya dan kembali
sensasi hangat dari teh membuatnya merasa lebih nyaman.
Setelah merasa lebih baik, Maya dan Rose segera ke ruang rapat. Saat Maya
memasuki ruang rapat semua yang hadir langsung berdiri. Maya melempar senyum
pada Ayumi dan Koji, keduanya akan bermain dalam film layar lebar bersamanya.
Mereka juga akan bekerja sama dengan aktor Amerika, David Weasley, yang sedang
populer di Hollywood. Maya mengenalnya saat dirinya pernah bermain dalam film
layar lebar produksi Universal Studio. David dan Maya adalah aktor pilihan Sony
Pictures sedangkan Ayumi dan Koji adalah pilihan Daito.
Semua staf memberi salam dan mengangguk hormat saat Maya datang. Dia lalu duduk
dikursinya dan Rose duduk disebelahnya.
"Lama tidak bertemu, bagaimana kabarnya Ayumi, Koji?" sapa Maya
senang.
"Seperti yang kau lihat Maya, aku sehat. Senang bisa
bekerja sama lagi denganmu juga Daito," jawab Ayumi.
"Dan aku lebih dari sekedar senang menerima tawaran ini Nyonya
Hayami," canda Koji seraya mengerlingkan sebelah matanya.
Maya tertawa.
Seorang staf mempersilakan beberapa orang masuk dan perhatian Maya juga yang
lainnya langsung teralihkan. Tim dari Sony Pictures sudah tiba termasuk David
Weasley.
"Welcome Mr. Weasley," Sapa Maya ramah seraya
mengulurkan tangannya.
"Oh, Mrs Hayami! Nice to meet you again," Maya terkejut saat David
menarik tangannya dan dengan cepat Maya berada dalam pelukan David. Keduanya
memang cukup akrab tapi reaksi David berlebihan.(Sisa percakapannya langsung
translate ya, hahahaa)
"Ehm!!" Seorang pria berdehem dan Maya dengan cepat menarik dirinya
dari lilitan lengan David saat mengenali suara itu.
Masumi sudah berdiri dibelakang David dengan ekspresi yang sudah tidak perlu
dipertanyakan lagi sementara beberapa stafnya masih terkejut melihat adegan
singkat dan menduga akan berakhir mematikan. Namun kali ini Masumi masih bisa
mengendalikan dirinya.
"Baiklah Mr. Weasley, silakan duduk. Kita akan segera mulai
rapatnya." Masumi langsung menyela dengan nada dinginnya.
David berbalik dan melihat Masumi dibelakangnya. Heran.
"Mr. Weasley, beliau adalah Tuan Masumi Hayami. Direktur Utama
Daito," Mizuki dengan cepat memperkenalkan.
Meski Masumi masih kesal tapi kesopanan tetap yang utama. Masumi mengulurkan
tangannya. "Masumi Hayami, senang bertemu dengan Anda, Mr. Weasley."
"Senang juga bertemu dengan anda Tuan Hayami. Saya tidak menyangka
Direktur Utama Daito masih begitu muda," pujinya seraya menjabat tangan
Masumi tapi dengan cepat David mengalihkan pandangannya pada Maya.
"Jadi...ah iya, aku mengerti,"
Maya tersenyum menjawabnya, mengiyakan pertanyaan David yang tak terucap bahwa
Masumi adalah suaminya.
Mizuki langsung mempersilakan semua orang duduk dan Maya bergegas kembali ke
kursinya sebelum David melontarkan kalimat yang akan membuat Masumi semakin
meradang.
Maya memberikan senyum termanis saat Masumi menatapnya, seolah berkata
tenang-sayang-aku-hanya-milikmu.
Masumi berjalan dan duduk di ujung meja. Sementara semua orang sudah kembali
duduk ditempatnya. Pandangan Masumi tidak lepas dari David yang duduk didekat
Maya berjarak Rose dan Ayumi. Baginya posisi itu masih terlalu dekat dengan
istrinya dan kekesalannya belum hilang karena melihat David berani memeluk
istrinya didepan para stafnya. Bahkan dirinya selalu menahan diri untuk itu.
Seorang staf yang bertindak sebagai moderator segera memulai rapat,
"Selamat siang. Terima kasih untuk semua yang sudah hadir. Ini adalah
rapat produksi perdana untuk produksi film "Winter Love" yang akan
diproduksi bersama antara Daito Ent. Dan Sony Pictures," Menarik napas
sejenak, moderator memulai lagi,
"Untuk itu, dalam rapat perdana kali ini saya akan memperkenalkan para
pemeran utama, sutradara dan semua tim yang akan mendukung produksi film
ini,"
"Tokoh utama wanita dalam film ini akan diperankan oleh Maya A Hayami dan
Ayumi Hamill sebagai kakak beradik Megumi dan Hitomi Sato. Mr. David Weasley
sebagai peran utama pria akan memerankan tokoh Robert Lincoln dan Tuan Yuu
Sakurakoji sebagai pemeran utama antagonis pria akan memerankan tokoh Shin
Itou."
Keempat orang yang namanya disebut berdiri dan memperkenalkan diri.
Sisa rapat berlangsung lancar. Semua pihak diperkenalkan satu persatu.
Sutradara juga semua pihak yang terlibat dalam produksi. Masumi hanya
tersenyum pada istrinya saat dia harus pergi begitu rapat selesai, meski dengan
enggan karena David masih terlihat duduk tenang dikursinya. Tidak ada pilihan
lain karena ada banyak hal lain yang harus dilakukannya.
Maya membuka handphonenya yang bergetar.
Aku berangkat dulu sayang. Cepatlah pulang dan beristirahat. Dan meski aku
sangat percaya padamu tapi...sebaiknya jangan terlalu dekat dengan'NYA'...kau
tahu siapa.
Maya menahan diri untuk tidak tertawa membaca pesan Masumi. Dia bersyukur
karena stafnya segera mengantar David ke apartemen Daito, Sehingga tidak
memberikan waktu bagi David untuk bicara padanya. Sangat melegakan bagi Maya
karena saat ini dia sedang tidak ingin berbasa-basi dengan David.
"Mr. Weasley itu sepertinya belum mengenal suamimu Maya," kata Ayumi
mengomentari sikap David pada Maya tadi. Dia dan Koji sudah berada di ruang
kerja Maya.
Maya tertawa, "Iya, dia memang belum pernah bertemu dengan Masumi sebelumnya.
Tapi David orang yang baik, hanya kadang memang berlebihan,"
"Kau lihat ekspresi Tuan Masumi tadi Ayumi? Aku sempat berpikir dia akan
memukul Mr. Weasley," kata Koji sambil tertawa.
"Kau ini," kata Maya geli.
"Kau berani menertawakan Pak Masumi Koji? Karirmu bisa tamat," cibir
Ayumi.
Koji makin tergelak, "Setidaknya istrinya akan tetap membantuku dan
setahuku Tuan Masumi tidak akan bisa membantah perkataan istri cantiknya ini,
meski dia seorang Direktur Utama sekalipun."
Maya dan Ayumi terkikik geli.
"Kau senang melihat Tuan Masumi cemburu kan Koji?" Sindir Ayumi.
"Aku menikmatinya," Koji tersenyum lebar.
"Awas ya Koji," ancam Maya, dengan ekspresi lucu. Ayumi dan Koji
tergelak.
"Sudah, sudah! Bagaimana kalau kita makan siang bersama?" Maya menawarkan.
"Tentu, jadwalku kosong siang ini. Bagaimana dengamu Ayumi?" Tanya
Koji.
"Tidak masalah, Peter baru akan selesai pemotretan sore ini."
Maya tersenyum senang, "Baguslah, ayo kita pergi,"
Ketiganyapun segera pergi.
"Kau baik-baik saja Maya?" Tanya Ayumi.
"Kau makan sedikit sekali dan wajahmu tiba-tiba pucat," Koji
menambahkan.
Ketiganya sedang makan siang di sebuah restoran yang tidak jauh dari Daito.
"Entahlah, sudah tiga hari ini aku sedikit tidak enak badan. Aku juga
tidak selera makan," jawab Maya seraya meletakkan sendoknya.
"Ku sarankan kau segera beristirahat Maya. Wajahmu pucat sekali
sekarang." Kata Ayumi.
"Benarkah?"
"Iya, padahal tadi kau terlihat baik-baik saja. Aku terkejut kau tiba-tiba
pucat begini," Koji juga terlihat khawatir.
"Ngg, pusingnya datang dan pergi. Tadi aku masih merasa baik saat kita
berangkat tapi sekarang tiba-tiba kepalaku sakit sekali." Maya memijat
perlahan pelipisnya, dia juga menahan perutnya yang nyeri. Maya kemudian
memanggil pelayan restoran.
"Tolong black tea,"
Pelayan tersebut segera mundur setelah mencatat pesanan Maya.
"Kalian tidak usah khawatir, habiskan saja makan siangnya. Aku akan minum
teh dulu sebelum pulang,"
"Kau yakin?" Tanya Ayumi.
Maya mengangguk, "Maaf kalau aku merusak selera makan kalian, tapi aku
baik-baik saja,"
"Kau ini bicara apa, kami mengkhawatirkanmu. Jangan pikirkan selera makan
kami," bantah Koji.
Sampai sekarang Koji masih tidak berubah. Dia masih tetap baik dan sayang pada
Maya. Hanya saja rasa sayang itu hanya sebatas sahabat saja. Maya sudah bahagia
bersama Masumi dan Koji juga akhirnya sudah bertunangan dengan Mai, yang
sekarang juga sudah menjadi aktris muda Daito.
Maya hanya tersenyum menanggapi perkataan Koji dan saat tehnya datang Maya
segera meneguknya. Aroma segar teh ternyata berhasil meredakan sakit kepalanya
dan kehangatannya meredakan rasa nyeri diperutnya.
"Lebih baik?" Tanya Ayumi setelah Maya menghabiskan tehnya.
"Iya,"
Ayumi dan Koji terlihat lega.
"Kalau begitu kau harus segera istirahat," saran Ayumi.
"Iya, terima kasih Ayumi,"
"Apa mau kuantar ke kantor?" Koji menawarkan.
Ayumi terkikik, "Kau cari masalah Koji,"
"Heh?! Aku kan hanya mengantarnya," Kata Koji, dia tahu maksud Ayumi
kalau Masumi pasti tidak akan senang kalau dirinya mengantar Maya.
"Sudah, aku tidak apa-apa. Ada Satoshi, supirku dan Alex yang mengantarku.
Lagipula benar apa yang Ayumi bilang," jawab Maya.
Koji mendengus kesal, "Huh?! Suamimu itu, selalu berpikir di luar logika.
Apa iya aku akan merebutmu darinya, dasar!!"
"Ya, mau bagaimana lagi. Begitulah suamiku, terima kasih untuk
pengertianmu ya. Aku hanya tidak mau jika disuruh memilih antara suami dan
sahabatku."
"Ya, Tuan Masumi itu kan belum pernah memiliki orang seperti Maya. Yang
bisa menerima dirinya apa adanya, lihat saja betapa dinginnya dia dulu. Jadi
wajar saja kalau dia merasa takut berlebihan kehilangan Maya." Terang
Ayumi.
"Kau mengerti pemikiran Tuan Masumi yang aneh itu Ayumi?" Tanya Koji
heran.
Ayumi tersenyum pada Maya dan Koji.
"Sebenarnya aku sendiri juga tidak jauh beda. Aku tidak pernah menjalin
hubungan sebelumnya. Bahkan hanya kalian berdua teman terdekatku. Perasaanku
pada Peter juga hampir sama seperti perasaan Tuan Masumi pada Maya. Peter dan
Maya sama-sama orang yang hangat dan mudah bergaul. Jadi rasanya kadang takut
kalau melihat Peter bersama wanita lain," tambah Ayumi.
"Oh, jadi begitu kalian berpikir ya," Koji mulai sedikit menerima,
"Ya aku tahu Tuan Masumi sangat sayang dan lembut padamu. Sangat berbeda
dengan saat dia sedang bekerja. Tapi apa kau nyaman seperti itu Maya?
Cemburunya yang kadang diluar logika,"
Maya terkikik, "Aku sayang padanya dan aku tahu tahu alasan dibalik semua
kecemburuannya itu. Jadi aku hanya mencoba memahaminya dan memposisikan diriku
sebagai istri yang lebih bijak. Selama ini dia juga tidak pernah melarangku
bergaul ataupun membatasi karirku. Jadi itu sudah cukup bagiku. Kami masih baru
dalam menjalani rumah tangga jadi kurasa kami akan terus belajar memahami satu
sama lain. Bukan begitu Ayumi?"
"Ya, ya kau benar Maya. Aku setuju denganmu. Kau juga akan sama nanti
kalau kau sudah menikah Koji."
"Hhmm, begitu ya. Ya, mungkin memang belum saatnya aku mengerti,"
Dan ketiganya tertawa.
***
Maya sudah berada di kantornya yang lain di sekolah akting
Niji. Dia juga baru saja melihat latihan drama baru yang akan segera
dipentaskan oleh murid-murid sekolahnya. Melihat jam tangan, sudah pukul empat
sore.
"Nyonya akan pulang lebih awal?" Tanya Rose seraya membereskan
beberapa laporan tentang perkembangan sekolah akting miliknya.
"Iya, sepertinya memang begitu, badanku semakin tidak enak saja rasanya.
Lagipula aku sudah janji pada Masumi untuk tidak memaksakan diri."
"Apa tidak sebaiknya anda pergi ke dokter Nyonya?"
"Tidak perlu, aku akan istirahat dirumah."
Rose menghela napas panjang, "Anda selalu saja keras kepala,"
Maya tersenyum tipis, "Kau masih saja galak padaku,"
"Ya, jika saja anda sekarang bukan seorang Nyonya Hayami, mungkin saya
sudah membawa anda duduk didepan dokter."
Maya tertawa tapi kemudian langsung berhenti saat perutnya mengejang.
"Anda tidak apa-apa?" Rose terkejut melihat Maya yang tiba-tiba
meringis dan menekan perutnya.
Menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, Maya menggeleng saat
nyerinya mereda, "Aku tidak apa-apa," jawabnya kemudian.
"Sebaiknya anda segera pulang dan beristirahat," Rose memaksa kali
ini.
"Iya kau benar," Maya mengambil tasnya dan bersiap pulang.
"Apa perlu saya antar Nyonya?"
"Tidak usah Rose, aku akan pulang bersama Alex dan Satoshi. Tolong
telepon kebawah dan minta Satoshi siapkan mobil,"
"Baik. Bagaimana dengan Tuan Masumi? Apa saya perlu memberitahunya kalau
Nyonya pulang lebih awal?"
Maya tertegun sejenak, "Hhhmm, dia sedang melihat proyek untuk
pengembangan proyek kapal baru kami di Yokohama. Dia pasti sedang sibuk, aku
tidak ingin mengganggu konsentrasinya." Gumam Maya, "Tidak perlu
Rose, biar aku saja yang mengatakan padanya,"
"Baiklah, semoga lekas sembuh, Nyonya,"
"Terima kasih Rose, aku pulang dulu,"
"Hati-hati, selamat jalan Nyonya,"
Mayapun segera meninggalkan ruanganya. Alex sudah menunggu di dekat lift dan
dia menemani Maya turun ke lobi. Sesampainya di lobi, Satoshi, supir
pribadinya, sudah menunggu.
Dalam perjalanan pulang Maya mengetik pesan untuk suaminya.
Suamiku, aku pulang lebih awal hari ini. Kau tidak perlu khawatir, aku
baik-baik saja, hanya lelah. Apa kau akan pulang malam? Hati-hati.
Merindukanmu.
Maya tersenyum saat mengirim pesannya.
Namun tiba-tiba, "Ugh!!" Maya kembali merasakan nyeri diperutnya dan
kali ini disertai dengan mual, dia menangkupkan tangan kemulutnya. Menahan isi
perutnya keluar.
"Anda baik-baik saja Nyonya?" Tanya Alex yang melihat Maya membungkuk
di jok belakang.
"Aku tidak apa-apa Alex. Satoshi, bisa tolong lebih cepat? Aku ingin
segera sampai dirumah," kata Maya.
"Baik Nyonya," jawab Satoshi.
Sesampainya dirumah Maya segera merebahkan dirinya di tempat tidur. Harada
memandangnya dengan cemas.
"Aku tidak apa-apa Bi," Maya menenangkan Harada, "Tolong siapkan
air panas ya,"
"Baik, apa nyonya ingin dibuatkan sesuatu untuk makan malam?"
Maya tampak berpikir sementara masih berbaring, "Sesuatu yang hangat dan
segar. Aku ingin sup Bi,"
"Baik Nyonya,"
Dalam sekejap beberapa pelayan sudah bergerak menyiapkan apa yang diminta Maya
sementara Harada masih menemaninya. Dia khawatir melihat nyonya mudanya sakit.
Dia begitu menyayangi Maya yang telah membawa kehidupan baru bagi keluarga
Hayami.
"Ugh!!" Maya merasakan perutnya kembali bergolak dan kali ini dia
tidak bisa menahannya. Maya berjalan dengan terhuyung-huyung kekamar mandi dan
memuntahkan semua makan siangnya.
Harada memegangi kedua lengan Maya dan mambantunya tetap tegak berdiri.
Maya menatap dirinya sendiri di cermin kamar mandi setelah puas mengosongkan
perutnya. Pucat. Maya sendiri terkejut melihat wajahnya sepucat itu. Padahal
tadi pagi dia sudah merasa lebih baik tapi kenapa sekarang dia justru merasa
semakin sakit.
Maya sudah membersihkan dirinya dan memakai jubah tidur panjangnya. Harada lalu
memapahnya, membantunya kembali berbaring ditempat tidur.
"Saya akan memanggil dokter Nyonya," kata Harada yang kemudian keluar
dari kamar setelah memastikan Maya hangat dan nyaman berbaring dibawah selimut.
Maya tidak menolak, sepakat dengan Harada -juga Rose tadi- kalau dirinya
memerlukan sentuhan dokter.
Harada kembali ke kamar dengan membawa secangkir teh, berharap itu bisa
membantu meringankan sakit nyonyanya. Dengan hati-hati Harada membantu Maya
meminum beberapa teguk teh. Maya merasa tubuhnya begitu lemas setelah
memuntahkan semua isi perutnya. Harada juga semakin cemas melihat Maya semakin
pucat.
Sejak satu tahun yang lalu Maya menjadi menantu keluarga Hayami belum pernah
sekalipun Maya sakit, paling parah hanya flu. Sepadat apapun kegiatannya, Maya
selalu mampu mempertahankan kondisi tubuhnya tetap fit. Sehingga kali ini
Harada benar-benar dibuat cemas. Bukan hanya cemas karena Maya tiba-tiba sakit
tapi juga cemas menanti reaksi Masumi juga tuan besarnya saat melihat Maya kepayahan
seperti ini. Dipandanginya Maya yang terbaring lemah dan memejamkan matanya.
"Bi...," panggil Maya lirih tanpa membuka matanya.
"Iya Nyonya, saya disini," Harada mengusap lembut lengan Nyonyanya.
"Pukul berapa sekarang?" Maya membuka matanya dan menatap lemah
Harada yang berdiri ditepi tempat tidurnya.
"Pukul enam petang. Nyonya istirahatlah yang tenang, dokter akan segera
datang," kata Harada menenangkan.
"Bibi tidak telepon Tuan kan? Dia sedang sibuk dan aku tidak mau
membuatnya cemas selama perjalanan pulang,"
"Saya belum telepon Tuan dan Nyonya tidak usah khawatir. Sebaiknya nyonya
istirahat saja dengan tenang." Harada kembali mengusap lembut lengan Maya.
Maya tersenyum dan kembali memejamkan matanya. Harada baru saja menutup pintu
kamar Maya saat Eisuke datang bersama Asa.
"Kenapa tidak ada yang memberitahuku kalau Maya sakit?" Eisuke marah
dan wajahnya penuh kekhawatiran.
Harada sedikit terkejut. Sepertinya ada pelayan yang sudah bicara tanpa ijin
darinya. Membawa kabar buruk pada Eisuke tentang menantu kesayangannya bukanlah
hal yang bijak.
"Maaf Tuan Besar, saya baru saja akan memberitahu Tuan Besar." Harada
mengangguk hormat. Mencoba mereda kemarahan Eisuke.
"Bagaimana keadaannya sekarang? Aku mau melihatnya," Tanyanya cemas.
"Nyonya sedang tidur,"
Eisuke bersikeras ingin melihat menantunya dan Harada kembali membuka pintu
kamar dengan perlahan, tidak mau sampai mengganggu istirahat nyonyanya. Tidak
masuk dia hanya melihat Maya dari ambang pintu. Dia semakin cemas saat melihat
wajah Maya yang begitu pucat. Tidak berkata apa-apa, dengan isyarat dia meminta
Asa dan Harada menutup kembali pintu kamar.
Sampai diluar kamar Eisuke langsung mengoceh, "Kenapa dia pucat sekali?
Tadi pagi dia masih terlihat sehat. Harada, apa kau sudah panggil Yamada?"
"Saya sudah menghubungi dokter Yamada satu jam yang lalu Tuan Besar,"
"Satu jam?! Dan sampai sekarang belum juga datang?! Kemana saja dokter
itu? Asa, cepat kau telepon lagi Yamada, suruh dia cepat datang untuk memeriksa
menantuku!"
"Baik Tuan Besar," Asa langsung menjalankan perintah tuannya.
Harada masih tak bergeming dari tempatnya, menunggu perintah lain dari Eisuke.
"Harada! Apa kau sudah hubungi Masumi? Kemana saja anak itu? Istrinya
sakit dan dia masih saja bekerja!! Apa pekerjaannya lebih penting daripada
istrinya?!" Eisuke terus saja mengomel didepan kamar Maya.
Harada dan Asa sampai terheran-heran melihat reaksi Eisuke yang meledak-ledak
melihat Maya sakit. Sebelumnya Eisuke tidak pernah seperti ini bahkan Masumi
sakitpun dia tidak peduli.
"Asa!! Telepon Masumi!! Suruh anak itu cepat pulang !!"
"Tidak perlu, aku sudah pulang!"
Masumi sudah berdiri di ujung tangga, terengah mengatur napas, sepertinya dia
berlari menaiki tangga. Ekspresi wajahnya tidak jauh beda dengan ayahnya.
"Bagus kau sudah pulang! Istrimu sakit dan kau masih saja bekerja!!"
Sepertinya Eisuke belum puas mengomel.
"Sudah diam ayah!" Kata Masumi jengkel. Eisuke menggerutu tak jelas
saat Masumi melintas didepannya. Masumi langsung masuk ke kamar, mengabaikan
ayahnya.
Gurat kecemasan di wajah Masumi semakin berlipat ganda saat melihat istrinya
terbaring pucat di tempat tidur. Masumi duduk di tepi tempat tidur dan membelai
wajah istrinya. Maya tak bergeming, masih tetap tenang dan terpejam.
"Apa yang terjadi Bi?" Masumi memalingkan pandangannya pada Harada
yang berdiri disisi lain tempat tidur.
"Tadi Nyonya pulang lebih awal, saya terkejut karena Nyonya terlihat
pucat. Nyonya langsung berbaring tapi tiba-tiba Nyonya muntah banyak sekali dan
tubuhnya semakin lemas. Saya membantunya membersihkan diri dan Nyonya langsung
tertidur setelahnya. Nyonya mengeluh sakit kepala dan nyeri diperutnya. Nyonya
melarang saya menghubungi Tuan karena tidak mau Tuan cemas tapi saya sudah
telepon dokter Yamada." Harada menjelaskan kronolgi kejadiannya.
Masumi menghela napas panjang, "Kenapa dokter Yamada belum datang
juga?" Keluhnya cemas.
"Dokter Yamada sedang dalam perjalanan Tuan Masumi," jawab Asa.
Masumi menoleh dan melihat ayahnya juga Asa di ujung tempat tidur. Wajah
keduanya juga terlihat cemas.
"Unghh....," Maya terbangun karena nyeri diperutnya. Tangannya tanpa
sadar menekan perutnya.
"Sayang...," Masumi meraih tangan Maya lalu menggenggamnya sedang
tangan lainnya membelai wajah istrinya.
"Masumi..., kau sudah pulang?" Maya langsung memaksakan bibirnya
tersenyum saat melihat suaminya.
"Iya, bagaimana keadaanmu? Apa yang sakit?"
Maya masih mempertahankan senyumnya dan menggeleng lemah, "Aku baik-baik
saja...tidak perlu khawatir," jawabnya lirih.
Masumi mengusap lembut tangan Maya dalam genggamannya berharap itu bisa
mengurangi sakit yang dirasakan istrinya, "Istirahatlah, dokter akan
segera datang,"
"Unggh!" Maya mengeratkan kepalan tangannya dalam genggaman Masumi,
menahan perutnya yang semakin nyeri.
"Ada apa? Apa yang sakit?!" Masumi semakin tidak tenang.
Tidak hanya Masumi, Eisuke dan yang lainnya juga terlihat cemas melihat Maya
kesakitan.
"Dokter Yamada sudah tiba Tuan," kata Naoko yang tiba-tiba masuk
kamar dengan tergesa.
"Bagus! Cepat antar Yamada kesini!" Eisuke langsung memerintah.
"Dokter sudah datang sayang," Masumi masih menggenggam tangan Maya.
Maya mengangguk pelan dan masih memaksakan diri untuk tersenyum, membuat hati
Masumi semakin miris melihatnya. Jelas terlihat kalau Maya kepayahan menahan
sakitnya.
Eisuke langsung mengomel saat Yamada datang, tidak peduli dengan alasan
keterlambatannya. Tapi Yamada sangat memaklumi sifat orang tua yang semakin
cerewet itu. Diapun segera memeriksa Maya. Dengan enggan Masumi melepaskan
tangannya dan membiarkan Yamada memeriksa istrinya. Yamada meminta semua orang
keluar kecuali Masumi yang berdiri disebelahnya.
"Anda mengatakan kalau terus pusing dan mual sejak tiga hari yang
lalu?"
Maya mengangguk lemah menjawabnya.
"Dan juga nyeri diperut," kata Masumi cepat, menyampaikan keluhan
istrinya yang tadi dikatakan Maya pada Harada.
Maya menatap Masumi dengan tatapan minta maaf karena tidak mengatakan apapun
tentang sakitnya. Masumi hanya tersenyum tipis, menenangkan, keduanya saling
mengerti arti kalimat tanpa suara itu.
Selesai dengan memeriksa denyut nadi dan tekanan darah Maya, Yamada
menekan-nekan beberapa bagian perut. Maya sempat meringis saat Yamada menekan
beberapa bagian perutnya dengan kuat.
"Bagaimana dokter?" Masumi gagal membaca ekspresi Yamada yang tak
terbaca. Maya juga menunggu jawaban Yamada.
Yamada tidak menjawab pertanyaan Masumi tapi justru bertanya
beberapa hal lain pada Maya.
"Tekanan darah anda rendah sekali Nyonya dan melihat keseluruhan kondisi
anda, saya sangat menyarankan anda opname malam ini juga."
"Opname?!" Masumi semakin cemas.
"Apa tidak bisa saya dirawat dirumah saja dokter?" Tanya Maya lirih.
"Maaf Nyonya, tapi itu yang terbaik untuk anda saat ini. Mari Tuan Masumi,
ada yang ingin saya bicarakan dengan anda,"
"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja. Aku akan minta Bibi Harada dan
Naoko untuk menyiapkan semuanya," kata Masumi menenangkan sebelum dia
pergi mengikuti Yamada keluar kamar.
Maya hanya menatap punggung suaminya yang keluar kamar dengan cemas, dia merasa
pasti ada yang tidak beres dengannya sampai dirinya harus opname malam itu
juga.
Perasaan tak nyaman juga melingkupi hati Masumi, merasakan hal yang buruk
mungkin akan terjadi. Dan firasat itu semakin kuat saat melihat wajah Yamada
yang berubah saat mereka sudah diluar kamar.
"Bagaimana keadaan Maya sebenarnya dokter?" Tanya Masumi tanpa basa
basi.
"Saya memiliki beberapa diagnosa sementara tapi saya belum bisa
mengatakannya sekarang. Yang jelas Nyonya harus segera dibawa kerumah sakit
untuk segera diperiksa lebih lanjut,"
Masumi terlihat bingung dengan jawaban Yamada yang menggantung. Pikirannya
menduga-duga penyebab istrinya yang tiba-tiba sakit dan semua pikiran itu
justru semakin melipat gandakan kekhawatirannya.
"Apapun itu, saya mohon anda lakukan yang terbaik untuk istri saya. Saya
percaya pada anda." Akhirnya Masumi memilih berhenti berpikir dan
mempercayakan istrinya pada Yamada.
"Tentu Tuan Masumi, kami akan lakukan yang terbaik,"
Yamada segera menghubungi rumah sakit untuk mengirimkan ambulance. Sementara
Masumi turun ke bawah dan memanggil Harada dan Naoko, meminta keduanya untuk
mempersiapkan perlengkapan Maya untuk dibawa kerumah sakit.
Eisuke semakin gusar saat tahu menantu kesayangannya harus opname dirumah
sakit. Masumi langsung menenangkannya dan mengatakan kalau Maya akan lebih baik
jika opname karena terlalu lemah untuk dirawat dirumah.
Kembali kekamar, Masumi langsung disambut tatapan cemas istrinya. Dengan cepat
dia menyunggingkan senyum manisnya, tidak akan rela membagi kekhawatiran dalam
hatinya pada Maya.
"Ada apa?" Tanya Maya lirih, jelas kondisinya lemah sampai bersuara
dibawah normal seperti itu.
"Tidak apa-apa sayang," Masumi duduk ditepi tempat tidur Maya dan mengusap
lembut kepala istrinya.
"Tapi kenapa aku harus kerumah sakit?"
"Lihatlah dirimu, kau begitu lemah Maya dan aku tidak mau mengambil resiko
dengan itu. Akan lebih baik jika kau dirawat oleh ahlinya kan?"
"Tapi...,"
"Jangan khawatir sayang, percayalah, semuanya akan baik-baik saja. Kali
ini, menurutlah, aku akan menjagamu," Masumi kembali menyunggingkan senyum
manisnya.
"Unghhh!" Maya kembali menekan perutnya yang nyeri. Kali ini erangan
sakitnya semakin dalam.
"Maya!" Pekik Masumi panik. "Sakit?" Tanyanya seraya
menurunkan intensitas paniknya.
"I..iya...sakit...sekali," Maya tidak lagi sanggup berbohong.
"Sebentar aku akan panggil dokter," Masumi langsung berlari keluar,
meninggalkan Maya yang masih mengerang kesakitan.
Dengan cepat Masumi kembali dengan Yamada. Maya masih memegangi perutnya dan
meringkuk dibawah selimut dengan tubuh gemetar. Dia tidak bisa lagi berakting
baik-baik saja.
"Maya...," Masumi menggumam cemas melihat Maya kesakitan, wajah
istrinya semakin pucat dan nafasnya terengah menahan sakit.
"Bagaimana dokter?"
"Kita harus segera membawa Nyonya Maya ke rumah sakit Tuan,"
Dan bersamaan dengan itu suara sirine ambulance terdengar memasuki halaman
rumah Hayami.
"Tepat waktu," kata dokter.
***
Masumi duduk disebelah tempat tidur Maya. Terdiam.
Ekspresinya beku. Dia seperti digelayuti beban puluhan ton. Tangannya mengepal
kuat, saling bertaut dan menyangga dahinya dengan siku bertopang pada tepi
tempat tidur dimana istrinya terbaring. Tenang. Terpejam. Pucat.
"Tuan Masumi, saya perkenalkan dokter Midori Amamiya, beliau adalah
spesialis kandungan yang menangani Nyonya Maya,"
Kepalan tangan Masumi semakin mengerat saat mengingat pembicaraan yang baru
saja terjadi di ruang dokter.
"Dokter spesialis kandungan?" Masumi bahkan masih merasakan
keterkejutannya atas perkenalannya dengan Amamiya. Memorinya kembali memutar
ulang semuanya.
Masumi duduk di hadapan dua dokter, bersiap mendengar penjelasan tentang
keadaan istrinya.
"Bagaimana keadaan Maya," sergah Masumi cepat, tidak sabar lagi
menunggu penjelasan.
"Istri anda sedang hamil....,"
"Hamil?!" Masumi memekik tanpa sadar memotong penjelasan Amamiya.
Dokter cantik itupun mengangguk sopan, memahami keterkejutan Masumi.
"Namun sayangnya, Nyonya Maya mengalami kehamilan ektopik atau biasa kita
kenal dengan istilah hamil di luar kandungan,"
Masumi terdiam, menunggu penjelasan selanjutnya. Dia tidak tahu apa-apa
mengenai hal ini.
"Singkatnya, pembuahan memang terjadi tapi sayangnya pembuahan ini tidak
terjadi di dalam rahim Nyonya melainkan di saluran indung telurnya, ada kista
yang menutup jalan rahimnya. Sekarang usia janin sudah memasuki lima minggu.
Flek yang dialami Nyonya Maya sejak bulan lalu itu bukanlah haid tapi
tanda-tanda pendarahan. Dan sekarang janin yang mulai membesar sudah mulai
menekan saluran indung telurnya. Itulah sebabnya Nyonya mengalami nyeri hebat
diperutnya. Dengan berat hati kami mengatakan janin dan kista tersebut harus
segera diangkat karena jika janin terus membesar dan merobek saluran indung
telur maka akan membahayakan nyawa istri anda."
Mendengar hal itu Masumi merasa seluruh oksigen meninggalkan paru-parunya.
Napasnya terhenti dengan panik. Membayangkan istrinya dalam keadaan bahaya
membuat otak cerdasnya tiba-tiba buntu. Gagal berpikir.
"Tenang Tuan, kondisinya memang tidak baik tapi kami akan mengusahakan
semua yang terbaik untuk istri anda," Amamiya menyela kepanikan Masumi.
Menghela napas perlahan, Masumi masih terdiam. Berusaha mencerna kembali setiap
kalimat yang baru saja didengarnya.
"Apa yang harus saya lakukan sekarang?" Tanya Masumi setelah
menemukan kembali ketenangannya.
"Tuan Masumi, anda harus menandatangani berkas persetujuan ini sehingga
kami bisa segera melakukan tindakan untuk mengangkat kista dan janinnya,"
jelas Amamiya, masih dengan suara lembut dan tenang. Dalam hati Masumi heran
bagaimana para dokter bisa begitu tenang dalam menyampaikan hal seperti ini.
Dirinya bahkan sudah merasakan separuh dunianya runtuh di bawah kakinya. Ini
adalah hal yang sama sekali tidak pernah terbayangkan olehnya.
"Saya akan menyetujui semua tindakan yang terbaik untuk istri saya."
Jawab Masumi.
"Anda harus tenang dan kuat Tuan Masumi. Setelah istri anda tahu akan hal
ini, dia pasti akan sangat sedih dan dia membutuhkan dukungan anda sepenuhnya
untuk kembali pulih," kali ini Yamada yang bicara.
Masumi mengangguk dan menggumamkan sebuah persetujuan atas perkataan Yamada.
Dan sekarang disinilah dia, terdiam disebelah istrinya yang masih tertidur
dibawah pengaruh obat. Berusaha menguatkan dirinya sendiri sebelum dia
menguatkan istrinya.
Dia belum memberi tahukan hal ini pada siapapun. Pada
siapa? Ayahnya? Eisuke bisa mati karena cemas jika tahu kondisi Maya sekarang.
Lalu keluarga Maya? New York akan segera berpindah ke Tokyo jika keluarga
Anderson tahu Maya dalam kondisi kritis.
"Ngg...Ma...sumi...," Maya melirih dalam tidurnya.
Memanggil nama suaminya, membuat Masumi terkesiap dan keluar dari zona renungan
atas ketidak berdayaannya dan segera kembali pada kenyataan yang ada didepan
matanya.
Kenyataan bahwa istrinya sedang sakit dan membutuhkannya. Membutuhkan
kekuatannya. Dan seperti yang sudah-sudah dia akan melakukannya. Dia akan
menopang istrinya, menguatkannya, berdiri disampingnya dan berjalan bersamanya.
Mereka akan menghadapi semuanya bersama.
Dengan hati perih Masumi mengusap lembut kepala istrinya. Matanya menatap wajah
pucat Maya yang masih tidak sadar meski dia baru saja mengigau memanggil
namanya. Semua perasaan berkecamuk dalam hati Masumi saat ini.
Istrinya mengandung anaknya? Buah hati mereka? Dia bahkan
hampir tidak percaya dengan hal itu dan mungkin memang lebih baik dia tidak
mempercayainya karena sebentar lagi semuanya juga akan menghilang.
Hal terberat baginya saat ini bukanlah kehilangan calon buah hatinya. Dia yakin
sang pencipta memiliki rencana yang lebih indah untuknya juga Maya tapi
memikirkan kesedihan istrinya jika mendengar hal ini, membuat hatinya seakan
tersayat belati.
Ya, Masumi sudah bisa membayangkan bagaimana sedihnya Maya.
Istrinya itu bahkan bisa menangisi seekor kucing yang mati tertabrak mobil di
tepi jalan dan kali ini, dia justru harus menghadapi kemalangan dengan
kehilangan calon buah hatinya.
"Maya, kuatlah sayang. Apapun yang terjadi aku berjanji akan selalu berada
disisimu. Bersamamu dan menjagamu," Masumi mengucapkan janji seraya masih
membelai kepala istrinya.
***
>>Bersambung<<
8 Comments
Duhhhh... bkin dag dig dug...
ReplyDeleteLanjutannya ditunggu yaaa mb agnes:-*
lagiii....#gaksopanemangnulismudahapah#
ReplyDeletewkwkwk...semangat y mba agnes....
Mantaffff.... mulai deh sist agnes bikin sport jantung.... semangat say... lanjutannya di tunggu bgt.
ReplyDeleteBelum belum udah netes nih airmataku..... tanggung jawab ya mba Agnes...... huhuhuhu sedihnya Maya kasian :(
ReplyDeleteHua aa aa aa... Mbantuin maya yg sedih n nangiiis... Hikhikhik lanjutan nya mbak agnes...
ReplyDeleteSenangnya ada lanjutannya...dilanjut terus yah mba mudah2an cepet dpt updatenya hehe.vonnyros
ReplyDeleteSeperti biasa, sist agnes pinter bikin kita semua penasaran.. XD
ReplyDeleteKisah maya dan masumi setelah menikah.........
ReplyDeleteBisa dibayangkan betapa romantisnya :D
kasihan maya, semoga gak terjadi apa2