Disclaimer : Garassu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Serial “Kau Milikku”
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary
: Bidadari Merah. Karya drama agung yang menjadi legenda. Ambisi, cinta
dan benci bercampur menjadi satu. Akankah seorang Maya Kitajima mampu mengatasi
semua itu? Bukan hanya impiannya yang dipertaruhkan tapi juga kehidupan orang
terkasihnya, Masumi Hayami. Ulat menjadi kupu-kupu. Perjuangan Maya takkan
mudah tapi tidak ada kata menyerah. Karena cinta selalu punya cara untuk
menemukan jalannya.
*********************************************************************************
Lagu
ini yang menemaniku saat menulis bagian 3. Sedih kalau bayangin perjuangan
cinta Maya dan Masumi. Semoga Miuchi Sensei bikin ending yang indah ya.
A Thousand Years | Christina Perri
Heart beats fast
Jantungku
berdebar kencang
Colors and
promisses
Warna-warni
dan janji-janji
How to be brave
Bagaimana agar
berani
How can I love
when I'm afraid to fall?
Bagaimana bisa
aku cinta saat aku takut jatuh?
But watching you
stand alone
Namun melihatmu
sendirian
All of my doubt
suddenly goes away somehow
Segala
bimbangku mendadak hilang
One step closer
Selangkah
lebih dekat
CHORUS
I have died
every day waiting for you
Tiap hari aku
tlah mati karena menantimu
Darling don't be
afraid
Kasih jangan
takut
I have loved you
for a thousand years
Aku tlah
mencintaimu ribuan tahun
I'll love you
for a thousand more
Aku kan
mencintaimu ribuan tahun lagi
Time stands
still
Waktu berhenti
berputar
Beauty in all
she is
Segala
tentangnya begitu indah
I will be brave
Aku akan
berani
I will not let
anything take away
Takkan
kubiarkan segalanya berlalu begitu saja
What's standing
in front of me
Apa yang
menghalangi di depanku
Every breath
Tiap tarikan
nafas
Every hour has
come to this
Tiap jam telah
sampai di sini
One step closer
Selangkah
lebih dekat
CHORUS
And all along I
believed I would find you
Dan selama itu
aku yakin aku kan temukan dirimu
Time has brought
your heart to me
Waktu tlah
membawa hatimu padaku
I have loved you
for a thousand years
Aku tlah
mencintaimu ribuan tahun
I'll love you for a thousand more
I'll love you for a thousand more
Aku kan
mencintaimu ribuan tahun lagi
***
Mata
Maya berkedip untuk menyesuaikan pandangannya pada cahaya matahari yang masuk
melalui celah tirai jendela. Seakan mimpi, Masumi masih tertidur pulas di sebelahnya
dan membelit dirinya dengan sebuah pelukan. Tidak membuang kesempatan berharga,
Maya menikmati setiap detik keberuntungannya. Di pandanginya wajah Masumi
dengan puas.
Gadis
itu tidak bergerak sedikit pun, takut gerakannya mengusik dan membangunkan Masumi.
Maya terus memandangi wajah kekasihnya yang penuh damai. Sesaat kemudian
pipinya merona, teringat pada kegilaan yang mereka lakukan semalam. Ciuman
Masumi masih begitu terasa di bibir dan tubuhnya merekam dengan baik setiap
sensasi yang di hasilkan oleh sentuhan tangan Masumi.
Maya
mendesah pelan, sangat pelan, lalu tersenyum kecut. Aku ini bodoh atau apa? Masumi pasti tersiksa semalam. Aku tidak pernah
berpikir bahwa saat pria dan wanita bersama, maka ada hal lain yang akan
terjadi. Yang ada di pikiranku hanyalah aku ingin bersamanya.
Maya
tersenyum geli mengakhiri penyesalannya dan memiringkan kepala untuk kembali
menatap Masumi. Dia belum bosan. Aku
beruntung semalam karena kau mampu mengendalikan dirimu. Maya tertawa dalam
hati membayangkan hal gila di dalam kepalanya. Matanya kini menatap langit-langit
kamar. Menikmati khayalannya, tanpa sadar Maya tersenyum lebar karena apa yang
ada didalam pikirannya.
"Aku
bahagia melihat senyum itu."
Dan
Maya tersadar, Masumi sudah bangun. Dengan anggun pria itu menyangga tubuh
dengan sikunya dan memandangi Maya, entah berapa lama itu berlangsung.
"Pagi,"
sapa Masumi.
"Pagi,"
balas Maya senang, menahan senyumnya melebar.
Masumi
mengulurkan tangan untuk membelai sisi wajah Maya. "Apakah ini berarti
semua baik-baik saja?"
Maya
mengernyit bingung. "Apanya?"
"Senyummu
itu, bolehkah aku mengasumsikannya sebagai tanda bahwa semuanya baik-baik
saja?"
"Oh."
Maya menatap geli pada Masumi.
"Oh?"
Maya
tersenyum. "Apa kau berharap sebaliknya?"
Wajah
Masumi sejenak menegang tapi kemudian sadar kalau senyum Maya tidak
mengindikasikan ketakutannya. "Tidak," jawabnya cepat. "Aku
tidak mau, meski sebenarnya kau berhak untuk itu."
"Berhak?"
Maya heran. Sekali lagi dia sadar betapa besar penyesalan Masumi hingga memberinya
hak untuk marah. Padahal menurut Maya tidak ada yang salah dengan apa yang
terjadi di antara mereka semalam.
"Kau
berhak marah karena aku sudah berlaku kurang ajar padamu,” jawab Masumi.
Maya
justru tertawa mendengar jawaban kekasihnya. Tiba-tiba dia berguling dan dalam
sekejap mata membuat Masumi terbaring di bawahnya. Masumi sendiri belum sempat
bertanya, apalagi protes, saat tiba-tiba Maya mendaratkan bibir mungil di
bibirnya. Menciumnya dengan penuh hasrat.
Masumi
hampir kehilangan kesadaran kalau saja Maya tidak berhenti. Meninggalkannya
dengan napas memburu, Maya membalikkan keadaan.
"Sekarang
kau juga berhak marah padaku." Maya tersenyum puas. Wajahnya merona segar,
rambut hitamnya tergerai berantakan di sisi wajah dan ujungnya mengenai wajah
Masumi. Sesaat keduanya hanya saling memandang sampai akhirnya tertawa bersama.
***
Masumi
duduk bersandar pada kepala tempat tidur dengan Maya meringkuk di atas pangkuannya,
di belit kedua lengan Masumi. Dengan damai Maya merebahkan kepala di atas dada
bidang kekasihnya. Masumi sendiri sesekali mencium puncak kepala Maya,
membenamkan wajahnya di rambut hitam sang kekasih. Keduanya sama sekali tidak
berniat untuk beranjak dari posisi itu.
"Masumi."
"Hm?"
"Kapan
kita kembali ke Tokyo?"
"Apa
kau sudah bosan di sini?"
Maya
menggeleng di dada Masumi, masih tidak saling menatap. Tidak ada yang mau
bergeser satu milipun dari posisinya.
"Tidak,
aku ingin di sini lebih lama lagi."
"Kalau
begitu kita akan tinggal lebih lama lagi, dua hari?"
"Bagaimana
pekerjaanmu?"
"Lupakan."
"Apa
yang terjadi pada Masumi Hayami? Kau apakan dia?" Maya terkikik setelah
mengungkapkan ironinya pada perubahan sikap Masumi.
"Kau
sudah menaklukkannya semalam dan pagi ini kau sudah membunuhnya," jawab
Masumi santai.
Maya
terbahak. "Aku tidak tahu kalau membunuh seseorang ternyata bisa sebahagia
ini."
Masumi
ikut tertawa. "Kau membuatku benar-benar tidak berdaya."
Keduanya
tertawa bersama sampai akhirnya Masumi jutru menghela napas panjang.
"Ada
apa?" Maya merasakan hal lain yang mengganggu Masumi di tengah
kebahagiannya.
"Kapan
kau berangkat Maya?"
Dan
Maya hampir tidak bisa menahan tawanya mendengar pertanyaan Masumi. Kau yang membelikanku tiket dan juga mengganti
tanggal keberangkatanku, batinnya tergelak. "Hhmm, tanggal dua
puluh lima, empat hari lagi," jawabnya sambil tersenyum geli.
"Tidak
bisakah kau menunda keberangkatanmu?" tanya Masumi, suaranya penuh harap.
Menunda lagi? Dan membatalkan tiket
yang kuminta dengan keberanian yang luar biasa?! Pikirannya
menolak meski hatinya sangat ingin tinggal. "Tidak Masumi," jawab
Maya.
Lagi-lagi
Masumi mendesah, "Apa mawar ungumu tahu?"
Maya
berusaha keras menahan tawanya tidak meledak. Kau kan tahu? Batinnya tergelak-gelak. Dia memuji kemampuan akting
kekasihnya. Mungkin suatu saat nanti Maya akan mengajak Masumi bermain drama
bersama. "Ya dia tahu, dia juga yang membelikanku tiket," jawab Maya
kemudian.
"Benarkah?!"
Oh Masumi, hentikan sandiwara konyolmu
itu! Hati
Maya meraung. Beruntung mereka tidak saling bertatap muka hingga Masumi tidak
perlu melihat wajah Maya yang lucu menahan tawa.
"Kau
memberi tahu rencanamu padanya tapi tidak padaku." Masumi pura-pura kesal.
Sekarang Maya tahu kemana arah pembicaraan ini.
"Aku
cemburu pada Mawar ungumu, kau lebih percaya padanya." Masumi menghela
napas, mengeratkan pelukannya pada Maya.
Kau cemburu pada dirimu sendiri?
Kau memancingku untuk menceritakan rencanaku kan? Kali ini aku cukup pintar
sayang, batin Maya masih tertawa. Merasa terhibur
dengan tingkah Masumi. Maya
bangun dan memandang kekasihnya.
"Apa?"
tanya Masumi heran begitu melihat kilat jenaka di mata sang kekasih.
"Melihat
kekasihku yang cemburu."
Masumi
menekuk wajah kesal, hanya akting tentu saja. "Aku tidak ingin kau pergi.
Aku akan mencari jalan keluar dari semua situasi rumit ini tapi kumohon,
tetaplah tinggal." Masumi mencoba meluluhkan hati Maya dengan tatapan
putus asanya..
Maya
tersenyum sedih. Berat hatinya untuk pergi tapi semua pengorbanan itu memang
harus dilakukan. "Tidak, Masumi. Maafkan aku, kali ini aku harus
pergi."
Kekecewaan
terlihat jelas di wajah Masumi.
"Percayalah,
tunggu aku. Tiga tahun, aku berjanji akan kembali," ucap Maya seraya menangkupkan
kedua tangannya di wajah Masumi dan mendaratkan ciuman hangat di bibir.
Masumi
mendesah pelan atas perlakukan kekasih mungilnya yang mulai berani itu.
"Sepertinya kau sudah tahu cara meluluhkan hatiku."
Maya
terbahak. "Baiklah, sebaiknya kita bangun sekarang. Lupakan semuanya dan
nikmati hari ini. Setidaknya kita masih punya dua hari yang berharga."
"Aku
tidak keberatan kau duduk di pangkuanku sepanjang hari." Masumi
menyeringai.
"Aku
yang keberatan Masumi. Kita perlu mandi dan juga makan. Aku lapar." Maya
cemberut.
"Oh?!
Aku lupa kalau bidadariku ini selalu kelaparan," goda Masumi.
"Ciumanmu
tidak mengenyangkanku," balas Maya.
Masumi
terbahak. "Tapi kuharap itu mengenyangkan sisi kelaparanmu yang lain."
Maya
pura-pura merenung, "Sedikit dan kuharap kau tidak menambah rasa laparku
untuk hal itu."
"Jadi
aku harus menunggu tiga tahun?" Masumi menautkan alis dengan ekspresi
keberatan yang terlihat jelas.
"Ya,”
jawab Maya mantap.
"Tiga
tahun?" ulang Masumi.
"Iya
sayang." Maya tersenyum lebar pada kekasihnya.
"Kalau
begitu kaulah yang akan membuatku sangat kelaparan." Keduanya langsung terbahak
memikirkan hal konyol dalam pikiran mereka.
***
Vila
Masumi yang biasanya sunyi dan membosankan pagi itu berubah menjadi ceria dan
hangat. Suara tawa terdengar dari dapur. Maya dan Masumi benar-benar menikmati
kebersamaan mereka, keduanya baru saja selesai sarapan. Vila itu menjadi dunia
bebas bagi mereka berdua. Tidak ada soal Daito, Bidadari Merah, hak pementasan
ataupun Shiori. Keduanya melupakan semua tentang dunia luar dan memiliki dunia
mereka sendiri.
"Hentikan
Masumi, kau membuatku sakit perut." Maya berlari kecil mengelilingi meja
dapur karena di kejar Masumi yang terus menggelitikinya. Maya menjerit saat tertangkap.
Masumi mengunci pinggang gadis mungil itu dengan lengannya, membuat Maya tak
berkutik.
Masumi
tertawa bahagia dan memutar tubuh Maya dalam pelukannya, membuat Maya terbahak
sambil memeluk leher Masumi.
"Sudah,
sudah, hentikan," kata Maya terengah karena lelah tertawa.
Dengan
masih mendekap tubuh Maya, Masumi menurunkan gadis itu. "Aku tidak akan
melepaskanmu," gumamnya seraya mengecup kening kekasih hatinya. Membuat wajah
Maya merona merah.
Tiba-tiba
Masumi mengangkat lagi tubuh mungil itu dan mendudukannya di atas meja hingga wajah
mereka saling berhadapan. Lengan Masumi masih terus membelit pinggang Maya
bahkan sekarang menempelkan keningnya pada kening Maya. Ujung hidung mereka mereka
saling bersentuhan.
"Aku
mencintaimu sayang," gumam Masumi. Entah kenapa Masumi terus saja
mendeklarasikan perasaan cintanya. Mungkin karena sebentar lagi Maya akan pergi
meninggalkannya hingga Masumi ingin kekasihnya itu selalu mengingatnya.
Maya
hanya tersenyum tipis.
"Aku
mencintaimu, sangat mencintaimu," ulang Masumi posesif.
Maya
menarik tubuh Masumi lalu bersandar pada bahu kekasihnya. Kedua tangan Maya memeluk
Masumi erat, sama posesifnya.
"Aku
masih tidak percaya kau ada disini, Maya. Bertahun-tahun aku memimpikan hal
ini, sampai aku tidak berani lagi berharap. Aku menganggap kau sebagai mimpiku
yang tidak akan pernah terwujud tapi hari ini, kau membuatku menjadi orang yang
paling bahagia." Sekali lagi Masumi menanamkan ciuman di kening.
"Bertahun-tahun
aku membencimu, bertengkar dan melawanmu. Aku tidak pernah mau memahami
kebaikanmu, ketulusanmu. Semua wajah dingin itu semata-mata hanya untuk
melindungiku, memberiku semangat dan aku terlalu bodoh untuk mengerti."
Maya mengangkat wajahnya dan memandang sendu mata Masumi. "Maukah kau
memaafkanku? Atas semua tindakan bodohku, sifat kekanakanku. Ijinkan aku
memperbaiki semuanya dengan mencintaimu. Dengan segenap kekuatanku, aku akan
mencintaimu. Sampai habis usiaku, aku akan mencintaimu." Mata Maya
berkaca-kaca.
Hati
Masumi membuncah bahagia mendengar penuturan Maya hinggat senyum hangat
tersungging di wajah tampannya. "Untuk semua beban yang pernah kuberikan
padamu," kata Masumi seraya mengecup kening Maya.
"Untuk
setiap air mata yang mengalir karenaku." Masumi mengecup kedua mata Maya
bergantian.
"Dan,
untuk setiap pertengkaran yang pernah terjadi diantara kita." Masumi mengakhirinya
dengan kecupan di bibir.
Maya
kembali memeluk erat kekasih tersayangnya. Tidak ada lagi cinta tersembunyi di antara
mereka. Keduanya sudah terbuka dengan perasaan masing-masing, menyeberangi
semua jurang perbedaan. Tidak ada lagi direktur dingin daito dan bidadari
merah, yang ada hanya Maya dan Masumi, belahan jiwa yang kini telah menjadi
satu.
***
Maya tertegun memandang hamparan laut di hadapannya. Matahari hampir terbenam, cahaya oranye yang indah sedikit menghangatkan hatinya yang menggigil. Masumi menghampiri kekasihnya, membelit tubuh mungil itu dengan lengannya. Dia mengerti benar apa yang di rasakan Maya saat ini. Keduanya sekarang berdiri menghadap laut, dalam hati menghitung mundur waktu yang berjalan.
Maya tertegun memandang hamparan laut di hadapannya. Matahari hampir terbenam, cahaya oranye yang indah sedikit menghangatkan hatinya yang menggigil. Masumi menghampiri kekasihnya, membelit tubuh mungil itu dengan lengannya. Dia mengerti benar apa yang di rasakan Maya saat ini. Keduanya sekarang berdiri menghadap laut, dalam hati menghitung mundur waktu yang berjalan.
Itu
adalah matahari terbenam mereka yang terakhir. Sudah dua hari mereka bersama.
Malam ini keduanya akan kembali ke Tokyo. Kembali pada kenyataan yang harus mereka
hadapi.
"Kau
sedih sayang?" tanya Masumi yang masih memeluk Maya sambil terus memandang
sisa-sisa cahaya oranye di batas garis cakrawala senja.
"Bohong
kalau aku jawab tidak," gumam Maya.
"Hhmm."
Masumi mengeratkan pelukannya. "Maya?"
"Ya."
"Aku
punya satu permintaan."
"Ya."
"Maukah
kau kembali ketempat ini bersamaku saat kau pulang nanti?"
Maya
tersenyum. "Tentu, sayang."
Masumi
mendekatkan bibirnya ke telinga Maya. "Sebagai istriku," bisiknya.
"Eh?!"
Masumi
melepaskan pelukannya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan
pita emas menghiasi sekelilingnya. Maya langsung memutar tubuhnya demi Masumi
yang kini berlutut di depannya.
"Bertahun-tahun
aku menipu hatiku sendiri dan aku tidak mau berbohong lagi. Tidak ada wanita
lain yang kuinginkan selain dirimu. Laut dengan cakrawala senja menjadi saksi
betapa besar aku mencintaimu. Maya, maukah kau menjadi istriku, menjadi belahan
jiwaku, sekarang dan selamanya. Meski jarak, ruang dan waktu sementara
memisahkan kita, bersediakah kau tetap menjadi milikku?"
Maya
mematung. Menatap kotak kecil yang terbuka, memperlihatkan sebuah cincin cantik
bertahtakan batu garnet ungu yang berkilau. Maya tidak bisa menjawab. Gadis itu
justru langsung memeluk Masumi dan terisak di lehernya.
Masumi
tersenyum dan membiarkan Maya melepaskan emosinya. Kedua tangannya kembali
mendekap tubuh mungil yang kini bergetar. Perlahan Masumi mengangkat tubuh
Maya. Kini gadisnya itu puas menangis dalam pangkuan Masumi yang sudah duduk
nyaman di balkon seraya menatap luasnya laut.
Matahari
sudah terbenam saat Maya benar-benar berhenti menangis. Gadis itu mengangkat
wajahnya, memandang Masumi yang tersenyum dan dengan lembut mengusap air mata
dengan buku-buku jarinya.
"Apa
boleh kupakai cincinnya sekarang?"
Senyum
Masumi melebar, matanya berbinar terang. "Terima kasih, sayang," ucap
Masumi penuh haru mendengar pertanyan Maya. Dia mendekap kekasihnya lalu mendaratkan
banyak kecupan di wajah Maya sebelum memasangkan cincin itu di jari manisnya.
"Kau
suka?"
Keduanya
memandang cincin yang kini sudah berada di tempat yang semestinya.
"Iya,
cantik sekali dan pas dijariku. Bagaimana kau bisa tahu ukuran jariku?"
Masumi
tertawa. "Maya, berhentilah bertanya hal konyol seperti itu." Dia pun
kembali memeluk Maya setelah keduanya puas tertawa.
***
>>Bersambung<<
>>Bersambung<<
Follow me on :
Facebook : Agnes FFTK
Wattpad : @agneskristina
1 Comments
This is so beautiful.. Thank you for writing this :)
ReplyDelete