Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
===========================================================
Bangun dengan tubuh polos berbalut selimut adalah hal
baru bagi Naruto. Dia menoleh dan mendapati sang suami yang ternyata sudah
bangun dan sedang menatapnya dengan senyum lebar yang menurutnya konyol.
“Selamat pagi,” ucap Sasuke seraya mengusap wajah Naruto
lalu mencium pelipisnya. “Apa tidurmu nyenyak, Hime?”
“Hm, nyenyak sekali.” Putri Namikaze itu tersenyum
malu-malu. “Semalam sangat luar biasa.” Naruto tahu sudah tidak ada gunanya
menahan diri atau menjaga etika di depan sang suami yang sudah berhasil memporak-porandakan
kewarasannya semalam suntuk.
“Aku senang mendengarnya.” Senyum Sasuke melebar,
merasa bangga dengan dirinya sendiri. Dia menarik Naruto ke dalam pelukan
hangat hingga kulit polos mereka kembali bersentuhan. Ah, sungguh pagi yang
indah.
Sesuatu yang keras menyentuh paha Naruto dan itu
membuatnya menghela napas panjang. “Sasuke, aku tidak akan bisa berjalan kalau
kau kembali membuatku mengerang di atas tempat tidur sepagi ini.”
Tawa Sasuke meledak. “Itu terlalu vulgar, Hime.”
“Dan apa aku salah?” Naruto menoleh pada suaminya yang
tampak begitu bahagia.
“Itu normal bagi seorang pria sehat di pagi hari.
Jangan khawatir, aku bisa mengatasinya. Kita akan tetap bisa sarapan bersama
keluarga besar pagi ini.”
Naruto tampak berpikir. “Bagaimana caramu
mengatasinya?”
Sasuke tahu semuanya akan berakhir berbeda jika dia
menjelaskan pada Naruto. Alih-alih menjawab, Sasuke justru turun dari tempat
tidur dan menarik selimut yang membungkus tubuh polos istrinya.
“Hei-,” Naruto mencoba untuk protes tapi terlambat
karena Sasuke sudah lebih dulu mengangkat tubuhnya.
“Aku akan memandikanmu pagi ini, Hime.” Sasuke mencium
bibir Naruto yang sedikit membengkak lalu berjalan ke kamar mandi sembari
tertawa karena sang istri dengan malu-malu menyurukkan wajah ke dadanya sambil
menggerutu.
“Tidak tahu malu.”
***
“Kau baik-baik saja?”
Itu adalah kalimat yang langsung ditanyakan seluruh
keluarganya begitu Naruto duduk meja makan.
“Aku baik-baik saja,” Naruto tersenyum untuk
menenangkan semua orang sementara Sasuke menggenggam tangannya dengan lembut di
bawah meja. Dia tidak berbohong, selain mengantuk, Naruto memang merasa
baik-baik saja.
“Syukurlah.” Mito dan Tsunade tampak begitu lega. Tapi
Hashirama dan Jiraiya terlihat tidak dalam suasana hati yang baik.
Setelah mendengar cerita dari Sasuke, tidak ada yang
menanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi kemarin. Diamnya Naruto semakin
membuat mereka yakin kalau Karin sudah melakukan hal buruk padanya, apa pun
itu. Naruto pasti hanya malas membesar-besarkan masalah.
Kurama terlihat lebih baik pagi ini. Kemarin dia
menghabiskan sepanjang sore dengan berlatih di dojo bersama dengan Zabuza.
Emosinya mereda setelah mendapat pesan dari Sasuke yang mengatakan kalau
adiknya baik-baik saja.
Rin dan Konan saling bertukar pandang. Kemarin keduanya
tidak berada di istana. Tapi melihat raut wajah Mizukage dan Hokage pagi ini,
sudah cukup untuk menjelaskan betapa buruk kejadiannya. Kedua suami mereka juga
sedang tidak berada di istana.
Selesai dengan sarapan, semua orang berdiri dan
memberi hormat pada Mizukage juga Hokage yang akan meninggalkan meja makan.
“Naru, hari ini beristirahatlah. Besok kau akan
kembali ke Konoha.” Jiraiya menatap cucunya sebelum meninggalkan meja makan.
Naruto melirik sang suami yang menahan senyumnya
melebar. Seharian berada di kamar? Ah, Naruto merasa pinggulnya langsung sakit.
“Baik Ojii-sama.” Tapi setelah apa yang terjadi kemarin, dia tidak bisa
membantah.
“Hari ini aku dan Mito ada beberapa urusan di luar
istana. Dengarkan perintah kakekmu dan tolong jangan keluar tanpa suamimu,
mengerti?” Ini adalah pesan Tsunade.
“Ya Obaa-sama. Aku akan baik-baik saja, jangan
khawatir.”
Tsunade mencium kening Naruto sebelum mengikuti
Jiraiya meninggalkan ruang makan.
Merasakan aura suram Hashirama membuat Naruto
menghampiri sang kakek lalu memeluknya. Hashirama akhirnya tersenyum. Dia tidak
mengatakan apa pun dan hanya mengusap kepala cucu kesayangannya lalu memberikan
kecupan di kening. Mito pun melakukan hal yang sama sebelum meninggalkan ruang
makan. Kakek dan neneknya jelas sedang dalam suasana hati yang buruk.
Helaan napas Naruto membuat Sasuke mengusap lembut
bahu istrinya. “Jangan terlalu dipikirkan. Ini bukan karenamu.”
Melihat Naruto yang tersenyum dengan perkataan suaminya
membuat Kurama diam-diam merasa lega. Dia tahu bungsu Uchiha itu bisa
diandalkan.
“Kalian berdua tampak manis.” Rin tersenyum saat
Naruto menoleh padanya.
“Apa itu buruk?” Naruto menatap bibinya penasaran.
“Tentu saja tidak. Itu bagus, aku senang melihatnya.”
Rin tertawa renyah melihat ekspresi Naruto yang tersipu dengan pujiannya.
“Selamat menikmati hari ini Naru-chan~.” Konan ikut
menimpali yang membuat wajah Naruto semakin memerah.
“Oba-sama~,”
“Sasuke, sebaiknya kau bawa istrimu ke kamar dan
biarkan dia tidur pagi ini. Apa kalian terlalu bersemangat semalam, huh?” Tak
mau ketinggalan, Kurama juga ikut menggoda adiknya. Dia tidak sengaja melihat kissmark di leher belakang Naruto. Itu
membuatnya yakin kalau Sasuke sudah berhasil menaklukkan adiknya.
Tentu saja Sasuke langsung tertawa mendengarnya.
“Onii-sama!” Kali ini Naruto memekik karena perkataan
kakaknya yang memalukan.
“Kau jelas masih mengantuk. Apa aku salah?”
Naruto memalingkan wajah, tidak menjawab pertanyaan
kakaknya.
“Shinno-sama, tolong jangan menggoda Hime lagi.”
Sasuke berusaha menahan tawa melihat istrinya yang tampak lucu saat merajuk.
“Ya, aku tidak akan menggodanya lagi.” Kurama beranjak
dari kursinya lalu tersenyum pada Sasuke. “Berhenti memanggilku Shinno-sama,
aku kakakmu.”
Sasuke terkejut mendengarnya sementara wajah Naruto
langsung berubah cerah.
“Ah, Ku-chan manis sekali~,” Rin dan Konan berseru
bersamaan.
“Oba-sama, jangan memanggilku dengan nada menggelikan
seperti itu.”
Rin dan Konan langsung tertawa melihat wajah masam
Kurama yang meninggalkan ruang makan. Keduanya tidak lagi menyadari jika di
bawah meja Sasuke kembali menggenggam erat tangan Naruto. Bungsu Uchiha itu
berusaha menahan diri untuk tidak mencium sang istri yang mengembangkan senyum malu-malu
padanya.
***
“Yamato melaporkan kalau Hidan sudah menandai delapan
titik penyerangan untuk melumpuhkan kota Konoha dalam waktu satu malam.” Nagato
membuka gulungan panjang peta kota di atas meja kerja. Ada delapan titik merah
tergambar di sana. Dia meminta Kakashi mengamati setiap titiknya.
“Apa serangan baru akan dihentikan ketika sudah
mencapai titik lokasi? Berapa banyak anak buah Hidan yang dikerahkan untuk
menyerang setiap titik?” tanya Kakashi. Sebagai seorang pangeran Kakashi
memiliki dasar militer yang kuat.
“Tidak, kami berencana untuk menghabisi mereka di
dalam markas-,” Nagato melirik pada ayahnya sebelum kembali menatap Kakashi,
“-dalam satu waktu.”
Kakashi menyeringai. “Luar biasa! Berapa lama kalian
menanam mata-mata disana?”
“Lima tahun,” jawab Nagato. “Setelah pencarian selama
lima tahun, akhirnya kami menemukan tempat persembunyian Hidan. Otou-sama kemudian
mengutus hampir sepertiga pasukan Anbu sebagai penyusup dan menjadi anak buah
Hidan secara bertahap.”
“Hm, aku mengerti.” Kakashi mengangguk. Lawan negara
Hi adalah ular yang tidak bisa dihabisi dengan sekali tebas. Tidak heran jika Hokage
membutuhkan waktu lama untuk mengatur semuanya.
“Apa sekarang Oji-sama sudah benar-benar tahu musuh
dalam dalam selimut yang mendalangi kudeta sepuluh tahun lalu?” Kakashi menatap
Hashirama yang tampak tenang dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
“Hm,” Hashirama mengangguk.
“Sejak kapan?” tanya Kakashi lagi.
“Tiga bulan yang lalu,” jawab Hashirama kemudian.
“Dan kalian langsung merencanakan semua jebakan ini?”
Hashirama kembali mengangguk sebagai jawaban.
“Apa Otou-sama sudah tahu mengenai semua ini?” Kakashi
kini bertanya pada ayahnya. Pasalnya baru hari ini dia diberitahu mengenai
rencana penyerangan di Konoha.
“Tentu saja aku tahu. Aku dan Hashirama yang mengatur
semua strategi ini.” Jiraiya menatap putra keduanya. “Mereka telah membunuh
Minato, Mizu tidak akan lepas tangan.”
“Dan kenapa akhirnya aku diberitahu?” Kakashi kembali
bertanya.
“Karena akulah yang akan memimpin prajurit Mizu untuk
membantu Hashirama,” jawab Jiraiya.
“Apa?” Kakashi tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
“Kenapa Otou-sama memutuskan hal seperti itu tanpa sepengetahuanku?”
“Karena aku tahu bagaimana reaksimu,” jawab Jiraiya
tenang.
“Otou-sama-,”
“Sshh,” Jiraiya meminta putranya untuk diam. “Tugasmu
besok adalah tetap berada di Istana Kiri, menjaga ibumu dan juga Kurama.”
“Tu-tunggu-,” Kakashi tergagap menatap semua orang.
Dia merasa begitu bodoh. “Besok?”
“Ya, besok adalaha hari dimana semuanya akan
berakhir,” jawab Nagato yang membuat Kakashi memijat pelipisnya sembari
mengumpat di depan sang ayah.
***
Jam dinding menunjukkan pukul sebelas siang saat
Naruto membuka mata dan melihat Sasuke sedang berbicara di telepon, di balkon
kamar. Suaminya itu benar-benar melakukan perintah Kurama dan membiarkannya
tidur sepanjang pagi. Naruto menggeliat panjang lalu kembali mengamati Sasuke.
Pintu kaca balkon tertutup hingga dia tidak dapat mendengar percakapan
suaminya. Tidak masalah, bisa melihat sosok tampan itu dari jauh sudah cukup
baginya.
Selesai dengan teleponnya, Sasuke berbalik dan
terkejut melihat istrinya sudah bangun. Dia tersenyum karena mendapati Naruto
sedang menatapnya. Sasuke bersyukur tidak lupa menutup pintu balkon sebelum
melakukan panggilan.
“Kau sudah bangun?” tanyanya begitu kembali ke kamar. Sasuke
mengecup pipi istrinya lalu duduk di tepi tempat tidur.
“Hm,” gumam Naruto yang merasa senang dengan perlakuan
manis suaminya.
“Kau tidak bertanya aku menelepon siapa?”
Pertanyaan Sasuke justru membuat Naruto menautkan
alis. “Apa aku harus bertanya?”
Sasuke meringis, merasa pasrah dengan sifat tidak peka
sang istri. “Tidak juga,” ucapnya kemudian. “Kedua kakakku ingin memberikan
hadiah bulan madu untuk kita berdua. Dan Itachi tadi bertanya kemana kita ingin
pergi?”
“Apa Ojii-sama sudah mengijinkan kita untuk pergi bulan
madu?” Naruto bangun lalu duduk bersandar pada kepala tempat tidur.
“Belum, tapi tidak ada salahnya jika kita menentukan
tujuan sekarang.”
“Kau ingin kita pergi kemana?” Naruto justru balik
bertanya.
“Aku?” Sasuke menunjuk dirinya yang dijawab anggukan
oleh sang istri. “Hm, apa kau suka suasana pedesaan?”
“Aku pernah beberapa kali menginap di wilayah desa
saat sedang menemani kunjungan Ojii-sama, tapi belum pernah benar-benar
menikmati liburan di sana. Apa kau ingin kita berlibur ke desa? Desa mana? Aku
tidak keberatan.”
Mendengar Naruto antusias membuat Sasuke merasa
senang. “Apa kau mau kalau aku mengajakmu ke Oto suatu saat nanti? Oto bukan
negara besar tapi banyak pemandangan indah di sana.”
“Kudengar di Oto banyak pemandian air panas yang bagus
untuk kesehatan, apa itu benar?”
“Hm, itu benar.” Sasuke mengangguk. “Disana juga
banyak pegunungan indah, cocok sebagai tempat bulan madu. Apa kau tahu kalau
suasana alam yang indah bisa membuat sensasi bercinta menjadi lebih
menyenangkan?”
“Apa kau sedang membual?” Naruto mengerutkan kening
menatap suaminya.
Sasuke tertawa, “Tentu saja tidak, memang kau pikir
kenapa banyak pasangan pengantin baru berbulan madu ke pegunungan, resort sky,
pantai atau pemandian air panas? Tentu saja karena mereka mencari suasana yang
berbeda.”
“Bukankah mereka kesana untuk liburan, menikmati
pemandangan bersama pasangan? Untuk apa pergi jauh jika hanya untuk bercinta?”
Sasuke semakin terpingkal dengan jawaban istrinya.
Hei, apa pendidikan di istana sekolot ini? Kenapa istrinya sampai tidak tahu
apa-apa mengenai kehidupan normal di luar sana?
“Kenapa kau menertawakanku?” Naruto tampak kesal
dengan Sasuke yang terus tertawa.
“Kau lucu sekali, Hime,” jawab Sasuke yang kini sudah
berbaring di tempat tidur.
“Apa yang lucu? Bukankah apa yang aku katakan itu
benar?”
“Ya, kau benar.” Sasuke berhenti tertawa. “Mereka
memang pergi berbulan madu untuk liburan, menikmati pemandangan indah bersama
pasangan. Tapi bukan hanya itu, tujuan utamanya jelas untuk bersenang-senang
bersama pasangan, hm, mempererat hubungan suami istri.”
Ekspresi datar Naruto membuat Sasuke menggeleng geli. “Baiklah,
coba kau bayangkan kita berciuman di dalam kamar dan kita berciuman di taman,
menurutmu mana yang lebih menyenangkan?”
Naruto mendengkus lalu memukul Sasuke dengan bantal.
“Kenapa memukulku?” protes Sasuke seraya menangkis
pukulan istrinya.
“Bagaimana mungkin kau memintaku membayangkan kita
berciuman di taman? Apa kau tidak punya etika? Kakakku akan menembak kepalamu
kalau sampai dia mendengar ide gilamu ini.”
“Hah?! Astaga Naru,” Sasuke kembali terpingkal. Dia menyerah
untuk menjelaskan. Istrinya itu tidak akan mengerti sebelum merasakannya
sendiri. “Baik, baik, tidak usah dibayangkan dan berhentilah memukulku,”
bujuknya di sela tawa.
Naruto mencebik lalu turun dari tempat tidur dan
berjalan ke kamar mandi. Tiba-tiba terlintas ide nakal dalam pikiran Sasuke.
Dia pun bergegas menyusul sang istri ke dalam kamar mandi.
***
>>Bersambung<<
>>Nami Cafe - Chapter 25<< (Ada di dalam versi PDF. Silakan hubungi author untuk pemesanan)
>>Nami Cafe - Chapter 27<< (Ada di dalam versi PDF. Silakan hubungi author untuk pemesanan)
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments