Nami Cafe - Chapter 26

Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.

Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.

Happy reading.

===========================================================


(Picture from pinterest, credit for owner)

Bangun dengan tubuh polos berbalut selimut adalah hal baru bagi Naruto. Dia menoleh dan mendapati sang suami yang ternyata sudah bangun dan sedang menatapnya dengan senyum lebar yang menurutnya konyol.

“Selamat pagi,” ucap Sasuke seraya mengusap wajah Naruto lalu mencium pelipisnya. “Apa tidurmu nyenyak, Hime?”

“Hm, nyenyak sekali.” Putri Namikaze itu tersenyum malu-malu. “Semalam sangat luar biasa.” Naruto tahu sudah tidak ada gunanya menahan diri atau menjaga etika di depan sang suami yang sudah berhasil memporak-porandakan kewarasannya semalam suntuk.

“Aku senang mendengarnya.” Senyum Sasuke melebar, merasa bangga dengan dirinya sendiri. Dia menarik Naruto ke dalam pelukan hangat hingga kulit polos mereka kembali bersentuhan. Ah, sungguh pagi yang indah.

Sesuatu yang keras menyentuh paha Naruto dan itu membuatnya menghela napas panjang. “Sasuke, aku tidak akan bisa berjalan kalau kau kembali membuatku mengerang di atas tempat tidur sepagi ini.”

Tawa Sasuke meledak. “Itu terlalu vulgar, Hime.”

“Dan apa aku salah?” Naruto menoleh pada suaminya yang tampak begitu bahagia.

“Itu normal bagi seorang pria sehat di pagi hari. Jangan khawatir, aku bisa mengatasinya. Kita akan tetap bisa sarapan bersama keluarga besar pagi ini.”

Naruto tampak berpikir. “Bagaimana caramu mengatasinya?”

Sasuke tahu semuanya akan berakhir berbeda jika dia menjelaskan pada Naruto. Alih-alih menjawab, Sasuke justru turun dari tempat tidur dan menarik selimut yang membungkus tubuh polos istrinya.

“Hei-,” Naruto mencoba untuk protes tapi terlambat karena Sasuke sudah lebih dulu mengangkat tubuhnya.

“Aku akan memandikanmu pagi ini, Hime.” Sasuke mencium bibir Naruto yang sedikit membengkak lalu berjalan ke kamar mandi sembari tertawa karena sang istri dengan malu-malu menyurukkan wajah ke dadanya sambil menggerutu.

“Tidak tahu malu.”

***

“Kau baik-baik saja?”

Itu adalah kalimat yang langsung ditanyakan seluruh keluarganya begitu Naruto duduk meja makan.

“Aku baik-baik saja,” Naruto tersenyum untuk menenangkan semua orang sementara Sasuke menggenggam tangannya dengan lembut di bawah meja. Dia tidak berbohong, selain mengantuk, Naruto memang merasa baik-baik saja.

“Syukurlah.” Mito dan Tsunade tampak begitu lega. Tapi Hashirama dan Jiraiya terlihat tidak dalam suasana hati yang baik.

Setelah mendengar cerita dari Sasuke, tidak ada yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi kemarin. Diamnya Naruto semakin membuat mereka yakin kalau Karin sudah melakukan hal buruk padanya, apa pun itu. Naruto pasti hanya malas membesar-besarkan masalah.

Kurama terlihat lebih baik pagi ini. Kemarin dia menghabiskan sepanjang sore dengan berlatih di dojo bersama dengan Zabuza. Emosinya mereda setelah mendapat pesan dari Sasuke yang mengatakan kalau adiknya baik-baik saja.

Rin dan Konan saling bertukar pandang. Kemarin keduanya tidak berada di istana. Tapi melihat raut wajah Mizukage dan Hokage pagi ini, sudah cukup untuk menjelaskan betapa buruk kejadiannya. Kedua suami mereka juga sedang tidak berada di istana.

Selesai dengan sarapan, semua orang berdiri dan memberi hormat pada Mizukage juga Hokage yang akan meninggalkan meja makan.

“Naru, hari ini beristirahatlah. Besok kau akan kembali ke Konoha.” Jiraiya menatap cucunya sebelum meninggalkan meja makan.

Naruto melirik sang suami yang menahan senyumnya melebar. Seharian berada di kamar? Ah, Naruto merasa pinggulnya langsung sakit. “Baik Ojii-sama.” Tapi setelah apa yang terjadi kemarin, dia tidak bisa membantah.

“Hari ini aku dan Mito ada beberapa urusan di luar istana. Dengarkan perintah kakekmu dan tolong jangan keluar tanpa suamimu, mengerti?” Ini adalah pesan Tsunade.

“Ya Obaa-sama. Aku akan baik-baik saja, jangan khawatir.”

Tsunade mencium kening Naruto sebelum mengikuti Jiraiya meninggalkan ruang makan.

Merasakan aura suram Hashirama membuat Naruto menghampiri sang kakek lalu memeluknya. Hashirama akhirnya tersenyum. Dia tidak mengatakan apa pun dan hanya mengusap kepala cucu kesayangannya lalu memberikan kecupan di kening. Mito pun melakukan hal yang sama sebelum meninggalkan ruang makan. Kakek dan neneknya jelas sedang dalam suasana hati yang buruk.

Helaan napas Naruto membuat Sasuke mengusap lembut bahu istrinya. “Jangan terlalu dipikirkan. Ini bukan karenamu.”

Melihat Naruto yang tersenyum dengan perkataan suaminya membuat Kurama diam-diam merasa lega. Dia tahu bungsu Uchiha itu bisa diandalkan.

“Kalian berdua tampak manis.” Rin tersenyum saat Naruto menoleh padanya.

“Apa itu buruk?” Naruto menatap bibinya penasaran.

“Tentu saja tidak. Itu bagus, aku senang melihatnya.” Rin tertawa renyah melihat ekspresi Naruto yang tersipu dengan pujiannya.

“Selamat menikmati hari ini Naru-chan~.” Konan ikut menimpali yang membuat wajah Naruto semakin memerah.

“Oba-sama~,”

“Sasuke, sebaiknya kau bawa istrimu ke kamar dan biarkan dia tidur pagi ini. Apa kalian terlalu bersemangat semalam, huh?” Tak mau ketinggalan, Kurama juga ikut menggoda adiknya. Dia tidak sengaja melihat kissmark di leher belakang Naruto. Itu membuatnya yakin kalau Sasuke sudah berhasil menaklukkan adiknya.

Tentu saja Sasuke langsung tertawa mendengarnya.

“Onii-sama!” Kali ini Naruto memekik karena perkataan kakaknya yang memalukan.

“Kau jelas masih mengantuk. Apa aku salah?”

Naruto memalingkan wajah, tidak menjawab pertanyaan kakaknya.

“Shinno-sama, tolong jangan menggoda Hime lagi.” Sasuke berusaha menahan tawa melihat istrinya yang tampak lucu saat merajuk.

“Ya, aku tidak akan menggodanya lagi.” Kurama beranjak dari kursinya lalu tersenyum pada Sasuke. “Berhenti memanggilku Shinno-sama, aku kakakmu.”

Sasuke terkejut mendengarnya sementara wajah Naruto langsung berubah cerah.

“Ah, Ku-chan manis sekali~,” Rin dan Konan berseru bersamaan.

“Oba-sama, jangan memanggilku dengan nada menggelikan seperti itu.”

Rin dan Konan langsung tertawa melihat wajah masam Kurama yang meninggalkan ruang makan. Keduanya tidak lagi menyadari jika di bawah meja Sasuke kembali menggenggam erat tangan Naruto. Bungsu Uchiha itu berusaha menahan diri untuk tidak mencium sang istri yang mengembangkan senyum malu-malu padanya.

***

“Yamato melaporkan kalau Hidan sudah menandai delapan titik penyerangan untuk melumpuhkan kota Konoha dalam waktu satu malam.” Nagato membuka gulungan panjang peta kota di atas meja kerja. Ada delapan titik merah tergambar di sana. Dia meminta Kakashi mengamati setiap titiknya.

“Apa serangan baru akan dihentikan ketika sudah mencapai titik lokasi? Berapa banyak anak buah Hidan yang dikerahkan untuk menyerang setiap titik?” tanya Kakashi. Sebagai seorang pangeran Kakashi memiliki dasar militer yang kuat.

“Tidak, kami berencana untuk menghabisi mereka di dalam markas-,” Nagato melirik pada ayahnya sebelum kembali menatap Kakashi, “-dalam satu waktu.”

Kakashi menyeringai. “Luar biasa! Berapa lama kalian menanam mata-mata disana?”

“Lima tahun,” jawab Nagato. “Setelah pencarian selama lima tahun, akhirnya kami menemukan tempat persembunyian Hidan. Otou-sama kemudian mengutus hampir sepertiga pasukan Anbu sebagai penyusup dan menjadi anak buah Hidan secara bertahap.”

“Hm, aku mengerti.” Kakashi mengangguk. Lawan negara Hi adalah ular yang tidak bisa dihabisi dengan sekali tebas. Tidak heran jika Hokage membutuhkan waktu lama untuk mengatur semuanya.

“Apa sekarang Oji-sama sudah benar-benar tahu musuh dalam dalam selimut yang mendalangi kudeta sepuluh tahun lalu?” Kakashi menatap Hashirama yang tampak tenang dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

“Hm,” Hashirama mengangguk.

“Sejak kapan?” tanya Kakashi lagi.

“Tiga bulan yang lalu,” jawab Hashirama kemudian.

“Dan kalian langsung merencanakan semua jebakan ini?”

Hashirama kembali mengangguk sebagai jawaban.

“Apa Otou-sama sudah tahu mengenai semua ini?” Kakashi kini bertanya pada ayahnya. Pasalnya baru hari ini dia diberitahu mengenai rencana penyerangan di Konoha.

“Tentu saja aku tahu. Aku dan Hashirama yang mengatur semua strategi ini.” Jiraiya menatap putra keduanya. “Mereka telah membunuh Minato, Mizu tidak akan lepas tangan.”

“Dan kenapa akhirnya aku diberitahu?” Kakashi kembali bertanya.

“Karena akulah yang akan memimpin prajurit Mizu untuk membantu Hashirama,” jawab Jiraiya.

“Apa?” Kakashi tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. “Kenapa Otou-sama memutuskan hal seperti itu tanpa sepengetahuanku?”

“Karena aku tahu bagaimana reaksimu,” jawab Jiraiya tenang.

“Otou-sama-,”

“Sshh,” Jiraiya meminta putranya untuk diam. “Tugasmu besok adalah tetap berada di Istana Kiri, menjaga ibumu dan juga Kurama.”

“Tu-tunggu-,” Kakashi tergagap menatap semua orang. Dia merasa begitu bodoh. “Besok?”

“Ya, besok adalaha hari dimana semuanya akan berakhir,” jawab Nagato yang membuat Kakashi memijat pelipisnya sembari mengumpat di depan sang ayah.

***

Jam dinding menunjukkan pukul sebelas siang saat Naruto membuka mata dan melihat Sasuke sedang berbicara di telepon, di balkon kamar. Suaminya itu benar-benar melakukan perintah Kurama dan membiarkannya tidur sepanjang pagi. Naruto menggeliat panjang lalu kembali mengamati Sasuke. Pintu kaca balkon tertutup hingga dia tidak dapat mendengar percakapan suaminya. Tidak masalah, bisa melihat sosok tampan itu dari jauh sudah cukup baginya.

Selesai dengan teleponnya, Sasuke berbalik dan terkejut melihat istrinya sudah bangun. Dia tersenyum karena mendapati Naruto sedang menatapnya. Sasuke bersyukur tidak lupa menutup pintu balkon sebelum melakukan panggilan.

“Kau sudah bangun?” tanyanya begitu kembali ke kamar. Sasuke mengecup pipi istrinya lalu duduk di tepi tempat tidur.

“Hm,” gumam Naruto yang merasa senang dengan perlakuan manis suaminya.

“Kau tidak bertanya aku menelepon siapa?”

Pertanyaan Sasuke justru membuat Naruto menautkan alis. “Apa aku harus bertanya?”

Sasuke meringis, merasa pasrah dengan sifat tidak peka sang istri. “Tidak juga,” ucapnya kemudian. “Kedua kakakku ingin memberikan hadiah bulan madu untuk kita berdua. Dan Itachi tadi bertanya kemana kita ingin pergi?”

“Apa Ojii-sama sudah mengijinkan kita untuk pergi bulan madu?” Naruto bangun lalu duduk bersandar pada kepala tempat tidur.

“Belum, tapi tidak ada salahnya jika kita menentukan tujuan sekarang.”

“Kau ingin kita pergi kemana?” Naruto justru balik bertanya.

“Aku?” Sasuke menunjuk dirinya yang dijawab anggukan oleh sang istri. “Hm, apa kau suka suasana pedesaan?”

“Aku pernah beberapa kali menginap di wilayah desa saat sedang menemani kunjungan Ojii-sama, tapi belum pernah benar-benar menikmati liburan di sana. Apa kau ingin kita berlibur ke desa? Desa mana? Aku tidak keberatan.”

Mendengar Naruto antusias membuat Sasuke merasa senang. “Apa kau mau kalau aku mengajakmu ke Oto suatu saat nanti? Oto bukan negara besar tapi banyak pemandangan indah di sana.”

“Kudengar di Oto banyak pemandian air panas yang bagus untuk kesehatan, apa itu benar?”

“Hm, itu benar.” Sasuke mengangguk. “Disana juga banyak pegunungan indah, cocok sebagai tempat bulan madu. Apa kau tahu kalau suasana alam yang indah bisa membuat sensasi bercinta menjadi lebih menyenangkan?”

“Apa kau sedang membual?” Naruto mengerutkan kening menatap suaminya.

Sasuke tertawa, “Tentu saja tidak, memang kau pikir kenapa banyak pasangan pengantin baru berbulan madu ke pegunungan, resort sky, pantai atau pemandian air panas? Tentu saja karena mereka mencari suasana yang berbeda.”

“Bukankah mereka kesana untuk liburan, menikmati pemandangan bersama pasangan? Untuk apa pergi jauh jika hanya untuk bercinta?”

Sasuke semakin terpingkal dengan jawaban istrinya. Hei, apa pendidikan di istana sekolot ini? Kenapa istrinya sampai tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan normal di luar sana?

“Kenapa kau menertawakanku?” Naruto tampak kesal dengan Sasuke yang terus tertawa.

“Kau lucu sekali, Hime,” jawab Sasuke yang kini sudah berbaring di tempat tidur.

“Apa yang lucu? Bukankah apa yang aku katakan itu benar?”

“Ya, kau benar.” Sasuke berhenti tertawa. “Mereka memang pergi berbulan madu untuk liburan, menikmati pemandangan indah bersama pasangan. Tapi bukan hanya itu, tujuan utamanya jelas untuk bersenang-senang bersama pasangan, hm, mempererat hubungan suami istri.”

Ekspresi datar Naruto membuat Sasuke menggeleng geli. “Baiklah, coba kau bayangkan kita berciuman di dalam kamar dan kita berciuman di taman, menurutmu mana yang lebih menyenangkan?”

Naruto mendengkus lalu memukul Sasuke dengan bantal.

“Kenapa memukulku?” protes Sasuke seraya menangkis pukulan istrinya.

“Bagaimana mungkin kau memintaku membayangkan kita berciuman di taman? Apa kau tidak punya etika? Kakakku akan menembak kepalamu kalau sampai dia mendengar ide gilamu ini.”

“Hah?! Astaga Naru,” Sasuke kembali terpingkal. Dia menyerah untuk menjelaskan. Istrinya itu tidak akan mengerti sebelum merasakannya sendiri. “Baik, baik, tidak usah dibayangkan dan berhentilah memukulku,” bujuknya di sela tawa.

Naruto mencebik lalu turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Tiba-tiba terlintas ide nakal dalam pikiran Sasuke. Dia pun bergegas menyusul sang istri ke dalam kamar mandi.

***

>>Bersambung<<

>>Nami Cafe - Chapter 24<<

>>Nami Cafe - Chapter 25<< (Ada di dalam versi PDF. Silakan hubungi author untuk pemesanan)

>>Nami Cafe - Chapter 27<< (Ada di dalam versi PDF. Silakan hubungi author untuk pemesanan)

>>Nami Cafe - Chapter 28<<

A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.

You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.

Thank you *deep_bow

Post a Comment

0 Comments