Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
===========================================================
Hari pernikahan pun tiba. Suasana di Istana Mizu
tampak begitu berbeda dengan segala hiasan dan ornamen bernuansa biru dan emas.
Pernikahan Naruto tidak terbuka untuk umum. Hanya anggota Dewan Kerajaan, para
Menteri dan kerabat dekat istana saja yang di undang. Penjagaan di istana Mizu pun
diperketat. Beberapa pasukan Anbu juga ikut berjaga di sekitar Hokage dan
keluarga Kerajaan Hi.
Pagi itu, Naruto merasakan tangannya dingin saat berlutut
dan menuang teh untuk kedua kakek dan neneknya. Dia memberi salam hormat dan
memohon restu untuk pernikahan yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
Dibelakangnya berdiri sang kakak, juga semua paman dan bibinya.
“Tuhan memberkati hidupmu dengan segala kelimpahan,
kesehatan, keturunan dan kebahagiaan.” Itu adalah doa yang diucapkan oleh
Hashirama dan Jiraiya. Keduanya membantu Naruto kembali berdiri dan memeluknya
bergantian.
Setelahnya, Rin, Konan, Sara tidak bisa menahan haru
saat Mito dan Tsunade juga memeluk Naruto, memberinya restu secara bergantian.
“Apa kau takut, Sayang?” Mito mengusap wajah cantik
cucunya setelah merasakan betapa dingin tangan Naruto.
“Hm.” Naruto mengangguk lalu menatap kedua neneknya
bergantian.
Tsunade tersenyum. “Jangan takut, Sasuke pria yang
baik. Aku banyak bicara dengannya kemarin. Dia akan menjagamu,” ucapnya
menenangkan seraya membenarkan tudung pengantin yang dikenakan cucunya.
Sekali lagi Naruto hanya bisa mengangguk.
“Kami akan selalu ada untukmu.” Mito menambahkan dan
Naruto kembali memeluk ke dua neneknya karena tidak tahu harus berkata apa.
Suara lonceng terdengar, tanda upacara pernikahan akan
segera dilaksanakan. Kurama memeluk adiknya dan membisikkan banyak kata-kata
sayang dengan mata memerah.
“Bahagialah selalu,” ucapnya seraya melepas pelukan
mereka. “Aku tidak menyangka akan mengantarmu ke altar pernikahan secepat ini.”
“Aku juga belum percaya kalau hari ini akan menikah.”
Naruto menyeka air di sudut mata lalu menatap sang kakak. Keduanya bertukar
senyum dan kembali berpelukan.
Seluruh keluarga perlahan meninggalkan ruangan dan
membiarkan kakak dan adik itu bersama. Mereka juga harus segera berada di ruang
upacara.
“Jangan takut, oke?” Kurama menangkup wajah adiknya
dengan kedua tangan. Dia memberikan kecupan di kening. “Aku tahu Sasuke pria
yang baik, tapi jangan ragu untuk mengadu padaku jika dia menyakitimu.”
Naruto menahan senyumnya melebar dan kembali
mengangguk. “Onii-sama akan sering mengunjungiku di Konoha bukan?” tanyanya
dengan suara parau.
“Aku tidak berani berjanji. Akan kuusahakan
menjengukmu sesering yang kubisa. Tapi aku ragu kalau setelah menikah nanti kau
akan merindukanku. Bukankah mulai malam ini sudah ada yang menemanimu tidur,
hm?”
“Onii-sama~,” Naruto memukul dada kakaknya dengan
wajah memerah. “Jangan menggodaku di saat seperti ini.”
Dan Kurama pun tertawa. Dia akan selalu merindukan saat-saat
seperti ini, menggoda Naruto adalah kebahagiaan tersendiri baginya. Menghela
napas perlahan, Kurama kembali memeluk sang adik. “Ayo, jangan buat suamimu
menunggu terlalu lama.”
Dengan menggenggam tangan kakaknya, Naruto mengangguk
lalu berjalan beriringan menuju tempat upacara pernikahan.
***
Gaun pengantin Naruto berkilauan di bawah sinar lampu.
Tudung pengantin yang dikenakannya tidak sanggup menutup pesona kecantikan
Putri Namikaze itu. Tidak ada yang tidak terpesona. Shisui dan Itachi bahkan
saling bertukar pandang dengan wajah memerah, dalam hati memuji keberuntungan
Sasuke yang berhasil menaklukkan hati Naruto.
Madara tampak begitu bahagia berdiri di samping Fugaku
dan Mikoto. Akhirnya keinginannya terwujud. Dia bisa memenuhi janjinya pada
Minato dan Kushina untuk menjaga Naruto melalui cucunya. Dia berharap setelah
ini hanya akan ada kebahagiaan di hidup Naruto.
Sementara itu di depan altar, Sasuke menunggu dengan
jantung berdebar. Rasanya masih tidak percaya jika wanita yang membuatnya jatuh
hati beberapa bulan lalu itu sekarang akan menjadi istrinya. Dia menatap Naruto
dengan pemujaan penuh. Dalam hati kembali berjanji untuk mencintai dan menjaganya.
Di sisi lain, koridor terasa begitu panjang bagi
Naruto. Berjalan berdampingan dengan Kurama tidak lantas membuatnya tenang.
Semakin dekat dengan altar, semakin debaran jantungnya menggila. Bukan
perhatian semua orang yang membuatnya gemetar tapi pria yang sudah menunggunya
di altar. Di matanya, Sasuke terlihat begitu mempesona dengan tuxedo putih yang
senada dengan gaun pengantinnya. Naruto mengakui kalau memang hanya Sasuke lah
pria yang sanggup membuat hatinya bergetar.
Tiba di depan altar membuat Naruto sejenak menghela
napas. Beruntung dia sudah mengenakan sarung tangan hingga sang kakak tidak
tahu betapa dingin tangannya saat ini. Senyum Kurama sedikit menenangkan
hatinya.
“Kau siap?” bisik Kurama sembari menangkup kedua wajah
Naruto dan menyeka air di sudut mata dengan ibu jarinya.
Naruto mengangguk pelan. “Terima kasih, Onii-sama.”
Pikiran konyol Kurama mengatakan untuk membawa adiknya
pergi, tapi dia sadar itu terlalu egois. “Aku menyayangimu,” lirihnya kemudian
sembari mencium kening Naruto.
Tidak ada yang tidak terharu melihat interaksi
keduanya. Semua tamu yang datang jelas tahu bagaimana kisah hidup kakak beradik
itu.
“Aku juga sayang padamu, Ku-nii.” Naruto memeluk
kakaknya tepat saat Sasuke turun dari altar untuk menjemputnya.
Dengan enggan akhirnya Kurama menyerahkan adiknya.
“Jaga dia.”
“Dengan seluruh hidup saya, Shinno-sama. Terima
kasih,” jawab Sasuke sembari membungkuk dan menerima uluran tangan Naruto. Ini
adalah pertama kali dia bisa menyentuh tangan Naruto.
Kurama berbalik dan berdiri di samping Jiraiya yang
langsung menepuk lembut bahunya sembari tersenyum. Putra Mahkota itu hanya balas
tersenyum lalu mengangguk pada sang kakek. Kurama pun kembali mengalihkan
perhatiannya pada altar penikahan.
Naruto dan Sasuke kini berlutut berhadapan di depan
altar saat Pendeta yang memimpin upacara membacakan rangkaian doa untuk
keduanya. Sasuke jelas merasakan tangan Naruto yang gemetar dalam genggamannya.
“Jangan takut,” lirih Sasuke pada wanita yang tengah
menunduk dengan mata terpejam. Naruto tampak begitu tenang dari luar, siapa
sangka kalau ternyata dia ketakutan.
Mendengar ucapan Sasuke membuat Naruto membuka mata
dan sedikit mengangkat wajahnya hingga mata mereka bertemu meski terhalang oleh
tudung pengantin. Senyum Sasuke dan genggaman tangannya yang mengerat membuat
Naruto tahu maksudnya tanpa harus bertukar kata. Dia pun mengulas senyum tipis
lalu mengangguk.
Pendeta selesai membaca doa, meminta keduanya berdiri
untuk mengucap sumpah pernikahan. Dua orang gadis kecil berdiri disamping
pendeta dengan membawa keranjang berisi cincin pernikahan. Dengan hati-hati
Sasuke pun membantu Naruto berdiri. Putra bungsu Uchiha itu kemudian dengan
lantang mengucapkan janji pernikahannya.
“Aku Uchiha Sasuke, hari ini menerima Namikaze Naruto,
sebagai istri dan pasangan hidupku. Berjanji untuk selalu mencintai, setia,
bersama, dan saling menjaga. Selamanya, sampai waktu Tuhan memisahkan kami. Cincin
ini adalah meterai dari janji yang aku ucapkan.”
Naruto berkedip saat Sasuke selesai dengan janji
pernikahannya dan menyematkan cincin pernikahan di jari manisnya. Hatinya
terasa begitu hangat. Menghela napas perlahan, Naruto meneguhkan hatinya untuk
mengucapkan janji pernikahannya.
“Aku Namikaze Naruto, hari ini menerima Uchiha Sasuke,
sebagai suami dan pasangan hidupku. Berjanji untuk selalu mencintai, setia,
bersama, dan saling menjaga. Selamanya, sampai waktu Tuhan memisahkan kami.
Cincin ini adalah materai dari janji yang aku ucapkan.”
“Dengan ini, Uchiha Sasuke dan Namikaze Naruto resmi
menjadi sepasang suami istri.” Pendeta dengan lantang mengumumkan dan tampak
kelegaan di mata semua orang yang menyaksikan semua itu. Mito dan Tsunade tidak
dapat menahan air mata mereka. Begitu juga Konan dan Rin. Kurama bahkan
memejamkan mata dan menghela napas berkali-kali agar air matanya tidak jatuh. Di
depan altar, kelegaan juga tampak di wajah Sasuke.
“Anda boleh membuka tudung pengantin dan mencium istri
anda.” Pendeta tersenyum pada Sasuke.
Naruto mengangkat wajahnya saat Sasuke membuka tudung
yang sejak tadi menutupi wajahnya. Senyum keduanya mengembang saat mata mereka
beradu pandang.
“Terima kasih,” ucap Sasuke lirih di depan wajah
istrinya.
“Hm, terima kasih.” Naruto tersenyum tipis saat
kemudian Sasuke menarik pinggulnya. Dia memejamkan mata dan merasakan bibir pria
itu dengan lembut menekan bibirnya. Dalam sekejap, Naruto merasakan sensasi
hangat menjalari seluruh tubuhnya. Sayangnya Sasuke langsung melepaskan bibirnya
dan membuat Naruto berkedip dengan bingung.
“Apa aku membuatmu terkejut, Hime?” bisik Sasuke saat
melihat rona merah di wajah Naruto yang membuat Sasuke tidak tahan untuk
menggodanya.
Alih-alih menjawab, Naruto justru mundur satu langkah
hingga tangan Sasuke terlepas dari pinggulnya. Dia terlalu malu dan hampir lupa
jika masih berada di depan altar.
“Hati-hati,” Sasuke segera memegang tangan Naruto yang
hampir jatuh karena bergerak tiba-tiba. Dia tersenyum saat sang istri kembali
menatapnya.
“Jangan menggodaku,” kata Naruto dengan wajah datar.
“Baik, baik, aku tidak akan menggodamu, Hime.” Sasuke
kembali melingkarkan tangannya di pinggul Naruto dan beruntung istrinya itu
tidak menolaknya. Keduanya kemudian berbalik dan mengembangkan senyum pada
seluruh keluarga. Ah, sungguh hari yang indah.
***
Menjaga ekspresi tetap tenang di tengah pesta dan
menerima salam hormat serta ucapan selamat dari puluhan tamu bukanlah hal yang
menyenangkan bagi Sasuke. Dalam hati dia merasa kagum dengan Naruto yang masih
bisa duduk dengan anggun dan sama sekali tidak menampakkan tanda-tanda
kelelahan. Padahal Sasuke sudah merasa ingin berlari dari pesta kalau tidak
mengingat ini adalah pesta pernikahannya.
Di meja perjamuan keluarga Uchiha, Sasuke bisa melihat
Itachi menyeringai padanya dan Shisui yang tersenyum melihatnya. Sang ibu,
meski tadi begitu terharu dengan pernikahannya kini juga tampak tersenyum di
balik sapu tangannya, menertawakannya? Tanpa sadar Sasuke menghela napas hingga
menarik perhatian Naruto.
“Apa kau sudah lelah?” Naruto menoleh pada suaminya.
“Tidak,” jawab Sasuke cepat.
Naruto mengedarkan pandangannya ke aula dimana seluruh
keluarganya juga tampak sibuk berbincang dengan para tamu. Dia sudah mulai
lelah tapi tahu belum saatnya meninggalkan ruang pesta saat Hokage dan Mizukage
bahkan masih menjamu tamu. Naruto baru saja ingin memanggil pelayan untuk
mengambilkannya teh hangat saat melihat seseorang menghampirinya dengan gelas
tinggi di tangan.
“Apa kabar Hime?” sapa Karin dengan senyum manisnya.
“Aku turut bahagia dengan pernikahanmu.” Dia mengangkat gelas dan menyesapnya
perlahan sembari mengalihkan pandangan pada Sasuke.
“Terima kasih Onee-sama,” Naruto mengangguk. Sejak
kemarin dia jelas menghindari kakak sepupunya yang memang suka sekali membuat
masalah dengannya. Siapa sangka kalau Karin masih berani mendatanginya bahkan
setelah mendapat hukuman dari sang nenek.
“Kau pasti bahagia bukan? Bisa menikah dengan pesta
semegah ini dan dengan pria yang tampan seperti Sasuke. Aku cukup terkejut kau
tidak menikah dengan seorang pangeran.” Ah, bukan Karin namanya jika
perkataannya tidak memancing emosi. Sasuke bahkan mengepalkan tangan di balik
punggung saat mendengarnya.
Naruto menoleh pada suaminya lalu tersenyum. Tanpa
kata memintanya untuk tenang. “Tentu saja aku bahagia Onee-sama. Dan maaf, aku
tidak membutuhkan seorang pangeran untuk membuatku bahagia.”
“Oh ya? Sayang sekali kalau begitu. Anak-anakmu nanti
tidak bisa menyandang gelar putri dan pangeran, padahal kau sendiri memiliki
gelar putri dari dua kerajaan.” Karin tersenyum saat melihat kilat kemarahan di
mata Naruto. Dia jarang sekali melihat Naruto melawan karena sang nenek pasti
akan langsung membelanya.
“Shimura-sama-,”
“Bukankah itu sama sepertimu, Onee-sama? Lalu apa
masalahnya?” Naruto memotong perkataan Sasuke. Dia tidak mau suaminya
terpancing emosi karena ulah Karin. Sasuke sendiri tampak terkejut mendengar
Naruto bisa menjawab seperti itu.
Ekspresi wajah Karin berubah. “Ya, itu sama sepertiku.
Dan aku menyayangkan hal itu juga akan terjadi pada anak-anakmu.”
Naruto tersenyum. “Bukankah terlalu dini untuk
membicarakan masalah itu? Pernikahanku bahkan belum genap satu hari.”
“Aku hanya berbaik hati memperingatkanmu.” Karin menyeringai.
“Uchiha Sasuke, selamat bergabung dengan keluarga Istana Uzushio. Kau beruntung
bisa bersamanya, jadi nikmatilah hidupmu.” Sekali lagi Karin mengangkat
gelasnya lalu berputar dengan anggun dan berjalan meninggalkan pasangan suami
istri itu.
“Apa aku boleh melakukan sesuatu padanya?” tanya
Sasuke dengan nada geram lalu menggenggam tangan Naruto. Dia tidak menyangka
ada yang berani berkata sekasar itu pada istrinya. Tidak heran kalau Mito tidak
menyukai Karin.
Naruto tersenyum lalu menepuk pelan tangan Sasuke yang
menggenggamnya. “Suatu hari nanti aku akan mengijinkannya, tapi tidak hari
ini.”
Sasuke menghela napas panjang. “Kau terbiasa
menghadapinya?”
“Saat kami hanya berdua, perkataannya bisa sepuluh
kali lebih beracun dari yang baru saja kau dengar.”
“Kau bercanda?” Sasuke tampak terkejut.
“Apa aku pernah bercanda?” Naruto balik bertanya.
“Dan kau tidak melakukan apa-apa?”
“Untuk apa? Dia kakak sepupuku. Aku masih harus
menghormatinya, terlebih menghormati paman dan bibiku.”
Tangan Sasuke kembali terkepal dan dia harus menghela
napas untuk meredakan emosinya. “Pantas saja semua orang over protektif
padamu,” lirihnya sembari memijat pangkal hidungnya yang berdenyut.
“Keluargaku terkadang berlebihan,” kata Naruto sembari
kembali duduk dengan anggun dan menatap ke arah tamu pesta. Sesaat dia melihat
sang kakak menatapnya tapi dia tahu itu karena Karin baru saja menyapanya.
Dengan adanya Sasuke, mereka pasti lebih tenang.
“Tidak, percayalah mereka tidak berlebihan.”
Naruto menoleh pada sang suami yang sudah kembali
duduk di sebelahnya. “Jangan bilang kalau kau akan melakukan hal yang sama?”
“Tentu saja, melihatmu seperti ini-,” Sasuke
melambaikan tangannya pada Naruto, “-mana mungkin aku rela istriku diperlakukan
seperti itu?”
Mendengar Sasuke memanggilnya istri membuat Naruto
tersipu. Dia memalingkan wajah sembari berdeham pelan. “Dasar perayu,” gumamnya
dibalik telapak tangan.
“Aku tidak sedang merayumu, Sayang.” Sasuke ternyata
mendengarnya dan panggilan sayang membuat pipi Naruto semakin memerah,
jantungnya berdebar.
Ini
memalukan sekali, batin
Naruto panik.
“Naru?” Sasuke memanggil istrinya yang masih
memalingkan wajah. “Kau baik-baik saja?”
Naruto menoleh setelah menenangkan dirinya. “Aku tidak
akan baik-baik saja dengan mulut manis dan panggilan sayangmu.”
Sasuke tampak terkejut tapi kemudian dia mengerti dan
menahan diri untuk tidak tertawa. “Aduh!” Dia pura2 merintih saat Naruto
menendang kakinya di bawah meja.
“Jangan menertawakanku,” sungut Naruto dengan suara
lirih dan berusaha tetap menjaga ekspresinya.
“Baik, baik, maafkan aku. Tapi apa kau benar-benar
malu kalau aku memanggilmu Sayang?”
Naruto menghela napas dan meminta pelayan
membawakannya secangkir teh. Dia tidak berkutik saat Sasuke kemudian benar-benar
tertawa.
Sepasang pengantin itu sama sekali tidak menyadari
kalau sejak tadi Kurama bersama paman dan bibinya mengamati interaksi mereka.
“Aku tidak percaya kalau Naruto bisa bersikap seperti
itu selain pada Kurama.” Kakashi menoleh pada keponakan sulungnya yang kini
menyeringai di balik gelas tingginya.
“Aku sama terkejutnya denganmu saat pertama kali
melihat mereka.” Nagato menambahkan.
“Apakah ada yang berani bertaruh?” celetuk Yahiko yang
membuat semua orang langsung menatapnya.
“Apa maksudmu?” Konan bertanya pada putranya.
Yahiko berdeham lalu melirik ke kanan dan ke kiri
untuk melihat situasi di sekeliling mereka. “Apakah Sasuke sanggup menaklukkan
Naru-chan malam ini?” ucapnya dengan suara nyaris berbisik dan langsung membuat
Kurama tersedak.
“Ya,” seru para pria selain Kurama.
“Tidak,” jawab para wanita bersamaan.
“Onii-sama, aku akan memukulmu kalau menjadikan Naru
lelucon.” Kurama mendesis pada kakak sepupunya. Andai tidak berada di tengah
pesta, Kurama pasti sudah benar-benar memukul Yahiko.
“Apa kau tidak penasaran Ku?” tanya Kakashi kemudian.
“Oji-sama, jangan konyol.” Kurama menggeleng kesal
sembari melipat tangan di depan dada.
“Bibimu mengatakan kalau Sasuke akan gagal malam ini.
Apa pendapatmu Ku?” Nagato justru tersenyum dan sengaja membuat Kurama semakin kesal.
“Tentu saja Oba-sama benar. Mana mungkin adikku akan
luluh begitu saja. Sehebat apapun Sasuke, dia tidak akan sanggup menaklukkan
Naru hanya dalam waktu satu malam.” Kurama menjawab dengan penuh percaya diri.
“Jadi kau mau ikut bertaruh?” Yahiko menantang.
Alih-alih menjawab, Kurama justru mendengkus lalu
kembali meneguk minumannya.
“Oke, Kurama tidak ikut. Jadi berapa jumlah taruhan
kita?” Dengan senyum jahil Yahiko menatap kedua orang tua juga paman dan bibinya.
***
Apakah ini mimpi? Naruto mengalungkan tangannya pada
lengan Sasuke dan berjalan meninggalkan aula pesta. Tentunya setelah mereka memberikan
salam pada seluruh keluarga.
“Kau baik-baik saja, Hime?” Sasuke sedikit menunduk
dan berbicara dengan nada pelan mengingat ada pengawal dan pelayan yang
mengikuti mereka.
“Jangan memanggilku begitu.” Naruto menoleh pada
Sasuke.
“Bukankah kau keberatan kalau aku memanggilmu Sayang,
ouch!” Sasuke mengaduh dan menahan diri untuk tidak tertawa saat Naruto menusuk
perutnya dengan siku yang melingkar di lengannya.
Beberapa pelayan yang menangkap kejadian itu
menundukkan kepala sembari tersipu karena menganggap kalau Sasuke sedang menggoda
istrinya. Ya, mereka tidak salah, hanya saja godaan Sasuke tidak seperti
bayangan mereka.
Pengawal membuka pintu begitu mereka sampai di depan
pintu kamar Naruto. Dua orang pelayan ikut masuk dan membantu Naruto duduk di
depan meja rias.
“Uchiha-sama, ijinkan saya membantu Anda.” Seorang
pelayan menghampirinya dan melambaikan tangan ke arah walk in closet.
Sasuke menatap ke arah Naruto yang duduk di depan meja
rias, sementara seorang pelayan tengah membantunya melepas tudung kepala.
“Bisakah kalian semua keluar?”
Kedua pelayan itu terpaku, begitu juga Naruto yang
langsung menoleh ke arah suaminya.
“Biarkan aku yang membantu Hime-sama berganti
pakaian.” Sasuke memperjelas perkataannya.
Pelayan di sebelah Naruto tampak bingung dan hanya
saling tatap dengan temannya yang masih terpaku di depan Sasuke. “Tapi
Hime-sama-,”
“Kalian keluarlah,” kata Naruto kemudian dan kedua
pelayan itu tak berani membantah. Mereka membungkuk hormat pada Naruto dan
Sasuke lalu bergegas meninggalkan kamar.
“Bukankah begini lebih baik?” Sasuke tersenyum lalu
berjalan menghampiri sang istri yang masih duduk di depan meja rias. “Ijinkan
saya membantu Anda, Hime-sama.”
“Kau yakin?” Naruto menatap suaminya melalui cermin.
“Apa kau pikir aku tidak bisa membantumu berganti
pakaian? Atau menyiapkanmu air mandi?”
Naruto menggeleng geli dan tak lagi berkomentar saat
Sasuke mulai melepas jepit juga hiasan rambutnya satu persatu.
“Hime, apa aku sudah mengatakan kalau kau sangat cantik
hari ini?” tanya Sasuke sembari melepas tudung kepala dan meletakkannya di atas
meja rias. Dengan bersandar pada meja, dia menatap istrinya yang kini kembali
tersipu.
“Kau boleh mengatakannya sesuka hatimu sekarang.”
Naruto menyerah pada kalimat-kalimat vulgar suaminya.
Mengulas senyum, Sasuke menggeleng geli lalu kembali
berdiri di belakang istrinya. Dia melepas kalung dari leher Naruto dan
meletakkannya di dalam kotak perhiasan yang sudah terbuka di atas meja. Naruto
sendiri kemudian melepas anting-anting dan gelangnya lalu meletakkannya di
kotak terpisah.
Sasuke mengerutkan kening saat Naruto berdiri,
mengambil tudung kepalanya di atas meja lalu berjalan ke arah manekin yang
terletak tidak jauh dari meja rias. Dia memasang tudung ke atas kepala manekin.
“Siapa yang memilih gaun ini?”
Naruto berjenggit saat Sasuke menyentuh bahunya.
“Bibi dan kedua nenekku,” jawab Naruto pelan. Dia
tidak bisa menolak saat kemudian Sasuke melepas kaitan gaun di belakang
lehernya dan menarik turun sleting dengan hati-hati. Alisnya berkerut saat
teringat kalau Sasuke akan melihat bekas luka di punggungnya.
Dan benar saja, tangan Sasuke berhenti begitu mencapai
punggung dan melihat bekas luka panjang yang tampak sudah memudar. Tapi dia
tidak bertanya dan kembali menarik sleting hingga mencapai pinggul. Perlahan
dia membantu Naruto melepas gaun pengantinnya dan memasangkannya di manekin. Sasuke
berbalik dan menatap sang istri yang kini hanya memakai korset dan stoking
dengan garter hitam.
“Jangan menatapku seperti itu.” Dengan wajah yang
terasa panas, Naruto berbalik lalu kembali duduk di depan meja rias. Tangannya
hendak melepas simpul dan gelung rambut saat kemudian Sasuke lebih dulu
melakukannya.
“Aku sudah bilang untuk membantumu.” Sasuke pura-pura
tidak tahu saat Naruto menatapnya melalui cermin. Tangannya dengan terampil
mengurai simpul, kepang dan sanggul hingga rambut pirang itu tergerai menutup
bahu dan punggung. “Selesai,” ucapnya dengan senyum bangga.
“Terima kasih.” Naruto tersenyum pada suaminya melalui
cermin. Alisnya bertaut saat kemudian melihat sang suami melepas tuxedonya.
Tapi apa yang dilakukan Sasuke berikutnya justru membuat Naruto tertawa.
“Aku akan siapkan air panas untukmu.” Sasuke menutup
bahu polos istrinya dengan tuxedo. Dia ikut tertawa lalu berbalik dan berjalan
ke kamar mandi.
***
>>Bersambung<<
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments