Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
===========================================================
(Picture from Pinterest, not mine. Credit for owner)
Jet mengudara menuju Negara Mizu. Sasuke dengan tenang
duduk di seat-nya, di hadapan Hokage juga istrinya.
“Sasuke, apa kau tahu alasan kami memintamu ikut ke
Mizu?”
“Maaf Hokage-sama, saya tidak tahu,” jawabnya sopan.
Hashirama menoleh pada istrinya lalu kembali menatap
Sasuke. “Apa kau benar-benar mencintai Naruto?”
Sasuke mengangguk tanpa berpikir dua kali. “Ya,
Hokage-sama.”
“Kau siap jika harus menikah dengannya?” Kali ini Mito
yang bertanya.
“Menikah?” Tentu saja Sasuke terkejut mendengarnya. “Maafkan
saya.” Dia langsung menunduk karena tanpa sadar meninggikan suaranya.
“Kau siap dengan segala tanggung jawab yang akan aku
bebankan padamu karena menikah dengan cucu kesayanganku?” Hashirama menatap
Sasuke dengan ekspresi serius.
“Hokage-sama-,”
“Aku tidak suka basa-basi, jawab saja pertanyaanku,”
sela Hashirama.
“Saya siap,” jawab Sasuke kemudian.
“Aku ingin kau menjaganya. Aku juga tidak akan segan
memintamu mempertaruhkan nyawa demi melindunginya.” Hashirama menyeringai tipis
saat tidak melihat perubahan ekspresi lawan bicaranya.
“Tanpa Anda meminta, saya akan melakukannya.” Tangan
Sasuke terkepal erat di atas pangkuannya, menandakan keteguhan hatinya.
“Bagus.” Hashirama mengangguk dengan ekspresi puas.
Dia tahu ini saat yang tepat untuk menceritakan semuanya. “Uchiha Sasuke, saat
kita mendarat di Kiri nanti, statusmu akan berubah menjadi calon suami Namikaze
Naruto, Putri dari Kerajaan Hi dan Kerajaan Mizu. Aku pegang semua ucapanmu
hari ini.”
“Baik Hokage-sama.” Sasuke berusaha tetap tenang saat
mendengar ucapan Hashirama. Hatinya membuncah dengan rasa bahagia. Dia sama
sekali tidak menyangka kalau Hokage memintanya datang untuk mengatakan semua
ini.
“Kalau begitu, sekarang siapkan hatimu untuk mendengar
cerita kami.” Mito tersenyum saat Sasuke mengalihkan pandangan padanya.
Dan sepanjang sisa perjalanan, Sasuke duduk dengan
tenang mendengar semua cerita dari Hashirama dan Mito.
***
Kurama sedang duduk di kamar Naruto sembari membaca
dokumen. Adik kesayangannya itu tidur dengan nyenyak. Ketegangan siang tadi
juga membuatnya lelah tapi Kurama tidak mau meninggalkan Naruto sendiri. Dia
baru saja membuka email saat suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Melihat
sang adik yang tampak masih terlelap, Kurama pun beranjak untuk membuka pintu.
“Hormat Shinno-sama.” Torune memberi hormat.
“Ada apa?” jawab Kurama datar. Dia masih merasa kesal
karena Torune dan Muta gagal melindungi adiknya. Dalam hati Kurama menyesal
karena menolak Shikamaru sebagai pengawal pribadi Naruto.
“Yang Mulia Mizukage meminta Shinno-sama ke ruang keluarga.
Yang Mulia Hokage baru saja tiba.”
“Hokage?” Tentu saja Kurama terkejut. Jiraiya tidak
memberitahunya.
“Benar Shinno-sama.”
Kurama menoleh ke arah tempat tidur lalu kembali
menatap Torune dengan ekspresi dingin. “Kau harus tetap berjaga di sini. Aku
akan menemui Hokage.”
“Baik Shinno-sama.” Torune membungkuk hormat saat
Kurama meninggalkan kamar.
Selama berjalan menuju ruang keluarga Kurama terus
bertanya dalam hati. Ada masalah apa sampai Hokage datang? Pasti bukan hanya
karena masalah penyerangan adiknya. Dia menduga kalau Hashirama pasti ingin
membahas masalah penting dengan Jiraiya.
Tiba di ruang keluarga, Kurama melihat kakek dan
neneknya sudah berkumpul. Dia cukup terkejut melihat Sasuke berdiri lalu
memberi salam padanya. Dengan tenang Kurama menjawab salam dan memberi hormat
pada kakek juga neneknya.
“Duduklah Ku, maaf tidak memberitahumu mengenai hal
ini.” Jiraiya menatap cucunya yang masih memperhatikan Sasuke.
Kurama hanya mengangguk lalu duduk di sebelah Mito
“Bagaimana keadaan Naru?” tanya Mito kemudian.
“Dia sedang tidur, Obaa-sama.”
“Dan bagaimana lukanya?” Hashirama ikut bertanya.
“Tangannya masih bengkak dan sepertinya itu sakit
karena Naru kembali meminum obatnya sebelum tidur.”
Percakapan itu membuat Sasuke mengerutkan alis dan hal
itu tidak luput dari perhatian Kurama. “Apa Ojii-sama yang mengajak Uchiha itu
datang?”
Mendengar namanya disebut membuat Sasuke menatap
Kurama. Dia menoleh pada Hokage yang tersenyum tipis pada cucunya.
“Ya, aku yang memintanya untuk ikut,” jawab Hashirama
tenang.
“Sepertinya dia sangat khawatir dengan keadaan Naru-chan,”
Jiraiya juga ternyata menyadari perubahan ekspresi Sasuke.
“Tentu saja dia khawatir, Anata.” Tsunade juga
mengamati Sasuke yang meski saat ini sudah tampak tenang tapi matanya jelas
menyiratkan kekhawatiran.
“Dan untuk apa dia ikut datang?” Kurama kembali
bertanya pada Hashirama.
Jiraiya langsung tertawa. “Apa kau masih perlu mempertanyakannya,
Ku?”
Mendengar ucapan Jiraiya membuat Putra Mahkota Mizu
itu menghela napas. Tentu saja dia tahu. Hokage tidak mungkin membawa Sasuke
tanpa tujuan. Sekarang Kurama benar-benar harus merelakan adiknya.
“Sasuke, sebaiknya sekarang kau istirahat. Aku akan
mengijinkanmu bertemu dengan Naruto besok,” kata Jiraiya kemudian.
Sasuke pun berdiri lalu membungkuk hormat. “Baik
Mizukage-sama. Saya permisi.”
Tsunade memberi perintah pada pelayan untuk
mengantarkan Sasuke ke kamarnya. Bungsu Uchiha itu kembali memberi hormat pada
seluruh keluarga kerajaan sebelum akhirnya meninggalkan ruang keluarga.
“Jadi, ada yang ingin menjelaskan semuanya padaku?”
Kurama menatap kakek dan neneknya.
Alih-alih menjawab, Hahsirama dan Mito justru beranjak
dari sofa. “Aku ingin melihat keadaan adikmu dulu.”
Jiraiya dan Tsunade pun ikut beranjak.
“Ojii-sama, Obaa-sama,” Kurama kesal karena merasa
diabaikan.
“Tenang Ku, biarkan kakek dan nenekmu beristirahat
dulu. Kita akan membicarakannya nanti.” Jiraiya menepuk bahu cucu sulungnya.
Kurama hanya bisa diam saat akhirnya kakek dan
neneknya pergi untuk melihat keadaan Naruto.
***
Tidur nyenyak membuat Naruto bangun dengan keadaan
lebih segar. Selain tangannya yang masih sedikit berdenyut, Naruto merasakan kondisinya
baik-baik saja. Dia pun turun dari tempat tidur saat dua orang pelayan datang
untuk membantunya mandi dan bersiap.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh tiga puluh
pagi ketika pelayan selesai menyisir dan menata rambut Naruto. Pagi itu dia
memakai gaun panjang berwarna hijau muda. Naruto masih menggunakan penyangga
lengan dan tidak diijinkan untuk menggerakkan lengan kirinya terlalu banyak.
“Hime-sama, apa Anda ingin sarapan di kamar?”
“Tidak, aku akan sarapan bersama di ruang makan.”
Naruto beranjak dari depan meja rias dan berjalan ke luar kamar. Dia tampak
heran saat menuruni tangga dan melihat para pelayan yang tampak sibuk. “Ada
apa?” tanyanya pada kedua pelayan yang mengikutinya.
“Semalam Hokage-sama dan Senju-sama datang, jadi
istana sedikit sibuk hari ini.”
Naruto sontak menghentikan langkah kakinya dan
berbalik untuk menatap pelayan di belakangnya. “Hokage?”
“Benar Hime-sama, semalam Hokage-sama dan Senju-sama
juga mengunjungi kamar Hime-sama,” jawab salah seorang pelayan.
“Benarkah?” Naruto tampak terkejut mendengarnya.
“Ya Hime-sama, tapi Hokage-sama melarang kami untuk
membangunkan Hime-sama,” jawab seorang pelayan lagi.
Naruto bergegas menuruni tangga lalu menuju ruang
makan. Dan benar saja, di sana seluruh keluarganya sudah berkumpul. Hal lain
yang menjadi kejutan adalah Sasuke yang duduk di sebelah kiri Hokage, di ujung
lain meja panjang.
“Naru-chan.” Mito menghampiri Naruto dan memeluknya,
berhati-hati agar tidak mengenai tangannya yang terluka.
“Obaa-sama datang? Kenapa tidak memberitahuku?”
“Bukankah menyenangkan bisa memberimu kejutan?” Mito
tersenyum.
“Hm, kejutan.” Naruto kembali mengalihkan pandangannya
ke meja makan dan bertemu pandang dengan Sasuke.
Melihat arah pandangan mata Naruto membuat seluruh
keluarganya tersenyum, kecuali Kurama tentu saja.
“Kemarilah Sayang.” Mito menggiring cucunya duduk di
sebelah Kurama.
Naruto pun memberi salam pada seluruh keluarganya.
Sasuke juga berdiri dari kursinya dan memberi salam pada Naruto. Kakashi hampir
tertawa melihat wajah Naruto yang merona kalau bukan karena Rin yang meremas
tangannya di bawah meja.
“Bagaimana keadaanmu?” Hashirama bertanya setelah
Naruto duduk di kursinya.
“Baik Ojii-sama, ini hanya terkilir, jangan khawatir,”
jawab Naruto sembari tersenyum. Mau tak mau matanya juga menangkap ekspresi
khawatir Sasuke. Padahal sejak kemarin dia menunggu pesan dari Sasuke, tidak
tahu jika ternyata pria itu justru datang ke Istana Kiri.
Sasuke dan Naruto tanpa sadar saling terpaku. Keduanya
baru berhenti bertukar pandang saat Hokage dan Mizukage berdeham pelan. Beruntung
para pelayan kemudian datang untuk menghidangkan makanan, menyelamatkan mereka
dari rasa malu.
***
Ruang kerja Mizukage sebenarnya luas, tapi siang itu
Naruto merasa sesak karena harus duduk bersebelahan dengan Sasuke dihadapan
kakek dan neneknya. Kurama memilih duduk di sofa single dan memperhatikan
adiknya dalam diam. Dia sudah diberitahu mengenai rencana Hokage.
“Naru-chan kau pasti tahu kalau kedatangan kami ke
Kiri bukan sekedar untuk menjengukmu, bukan?” Hashirama memperhatikan ekspresi
Naruto yang tampak canggung.
Naruto mengangguk pelan. Dalam hati dia merasa takut
akan hubungannya dengan Sasuke. “Apa ada masalah sampai Ojii-sama mengajak
Sasuke datang?”
“Ah, jadi kau berpikir ada masalah ya?” Jiraiya
tersenyum begitu juga Tsunade dan Mito.
“Tidak, tidak ada masalah.” Hahsirama kembali bicara.
“Kami datang untuk memberitahumu mengenai rencana pernikahanmu dengan Sasuke.”
“Pernikahan?” Tanpa sadar Naruto memekik lalu segera
meminta maaf.
“Maaf jika mengejutkanmu Naru-Chan.” Mito menimpali
ucapan suaminya. “Tapi kami pikir tidak ada gunanya menunda pernikahanmu,
mengingat kalian berdua jelas saling mencintai, bukan begitu?”
Naruto menoleh dan Sasuke tersenyum tipis padanya,
membuat jantungnya berdebar. “Kau sudah tahu tentang hal ini?” tanyanya lirih.
Sasuke mengangguk. “Hokage-sama sudah memberitahu saya.”
“Dan kau tidak memberitahuku?” Kening Naruto berkerut.
“Maaf Hime-sama, kemarin sore terlalu sibuk untuk
mengirim pesan. Lagipula saya tidak boleh menyampaikan hal ini tanpa
persetujuan Hokage-sama.”
Ah,
benar juga, batin Naruto
membenarkan. “Dan kau tidak menolak keputusan ini?”
Mendengar pertanyaan Naruto membuat semua orang
langsung menatap Sasuke.
“Maaf Hime-sama, tapi kenapa saya harus menolak?”
“Apa kau tidak tahu kalau pernikahan ini hanya
bertujuan untuk menjadikanmu pengawal pribadiku?”
Tentu saja semua orang terkejut mendengarnya. Kurama
bahkan langsung menegakkan tubuhnya. Tapi lain halnya dengan Sasuke.
“Naru-chan, kenapa kau berpikir seperti itu?” Tsunade
tampak gelisah menatap cucu kesayangannya.
Hal itu membuat Naruto menatap kakek, nenek, juga kakaknya.
“Benar bukan? Ojii-sama merestui Sasuke tepat setelah mendengar aku terluka?
Apa aku salah?”
“Memang kenapa kalau Hokage-sama ingin aku melindungi
Anda, Hime-sama?”
Pertanyaan Sasuke membuat Naruto kembali menatapnya. “Kau
hanya akan dijadikan pengawalku.”
“Bukankah sudah menjadi tugas suami menjaga istrinya?
Dan apakah Anda pikir saya akan rela melihat Anda terluka seperti ini? Dan yang
terpenting adalah, apakah Anda menganggap saya sebagai pengawal pribadi,
Hime-sama?”
Kurama mengumpat dalam hati atas kelihaian ucapan
Sasuke. Hashirama dan Jiraiya bahkan saling bertukar pandang dan menahan diri
untuk tidak tertawa, keduanya jelas teringat akan perjuangan masa muda dalam
mendapatkan hati Mito dan Tsunade. Sementara pasangan mereka, Mito dan Tsunade
ikut tersipu dengan ucapan Sasuke yang menantang Naruto.
“Hime-sama?” Sasuke kembali memanggil dengan suara
tenang saat wanita itu hanya terdiam sembari menatapnya. “Apa Anda menganggap
saya sebagai pengawal pribadi?”
Naruto berkedip, menghela napas perlahan lalu
menggeleng. “Tentu saja tidak,” jawabnya lirih sembari menunduk dengan pipi
merona.
“Kalau begitu saya tidak memiliki alasan untuk menolak
keputusan Hokage-sama,” tegas Sasuke kemudian. Dia lalu menatap Hokage sembari
tersenyum. “Hokage-sama, Mizukage-sama, apa saya boleh memegang tangan
Hime-sama?”
“Hah?!” Hashirama dan Jiraiya justru terkejut.
“Tidak!” adalah jawaban tegas dari Kurama.
“Baiklah, kalau begitu saya akan bersabar sampai hari
pernikahan.” Sasuke berkata dengan tenang sembari kembali menatap Naruto yang
wajahnya semakin memerah. “Hime-sama, mungkin sekarang saya hanya bisa meyakinkan
Anda dengan kata-kata. Tapi setelah menikah nanti, percayalah, bahkan tanpa
perintah dari Hokage-sama ataupun Mizukage-sama, saya akan tetap menjaga Anda
dengan hidup saya.”
“Kau-,” Naruto mengepalkan tangan kanannya karena
kesal. “Sudah cukup!” Wanita itu berdiri lalu bergegas berjalan ke arah pintu.
“Aku tidak akan meminta maaf jika suatu hari nanti kau harus terluka karenaku,”
ucap Naruto saat tangannya menyentuh handle
pintu. Dia bahkan tidak membalikkan tubuhnya karena merasa malu dengan seluruh
keluarganya.
Mendengar ucapan Naruto membuat Sasuke langsung
berdiri dan membungkuk hormat meski sang Hime tidak melihatnya. “Menjadi
kehormatan bagi saya Hime-sama.”
Suara pintu yang tertutup membuat semua orang kembali
menatap Sasuke.
“Sejak kapan cucuku menjadi tsundere seperti itu?”
Tsunade tertawa diikuti oleh yang lainnya.
“Sekarang aku tahu kenapa Naru-chan bisa jatuh cinta
padamu.” Jiraiya ikut menimpali di sela tawanya. “Hashirama, sepertinya kali
ini kau memang harus menyerah pada Madara.”
Hashirama menyeringai lalu menatap Sasuke yang masih
berdiri. “Aku suka dengan caramu menghadapinya. Aku harap kau bisa tetap
menyimpan semua rahasia yang sudah aku katakan padamu.”
“Baik, Hokage-sama.” Sasuke kembali membungkuk hormat.
“Nah Ku, sepertinya kali ini adikmu menemukan lawan
debat yang sepadan denganmu.” Mito menoleh pada cucu laki-lakinya.
“Bukankah itu bagus Obaa-sama. Setidaknya ada yang
akan membantuku untuk menjewer telinganya.” Kurama menyeringai pada Sasuke
sembari melipat tangan di depan dada.
“Saya tidak akan melakukannya,” kata Sasuke pada
Kurama yang membuat Mito juga Tsunade kembali tertawa.
“Tentu saja kau tidak akan melakukannya.” Tsunade
menatap Sasuke dengan pandangan geli.
“Hanya siapkan dirimu, Naru-chan terkadang bisa sangat
keras kepala. Bahkan Hokage pun tidak berkutik dibuatnya.” Mito menoleh pada
suaminya sembari tersenyum.
“Sayang, itu bukan salahku. Jiraiya juga tidak bisa
berkata tidak padanya.” Hashirama membela diri.
“Dia cucu perempuanku satu-satunya, wajar jika aku
memanjakannya.” Jiraiya juga ikut membela diri.
“Sasuke, sekarang kau tahu bukan kenapa adikku itu keras
kepala dan suka sekali melanggar aturan kerajaan dengan banyak tinggal di luar
istana? Karena bahkan Hokage dan Mizukage pun tidak bisa menolak
permintaannya.”
Sasuke menoleh pada Kurama lalu tersenyum. “Tapi
Hime-sama juga wanita kuat dan mandiri. Hime-sama juga bukan wanita yang manja.”
“Ah, soal manja-,” Kurama menoleh pada kedua neneknya.
“Obaa-sama pasti akan memujamu jika bisa membuatnya kembali menjadi wanita
manja.”
Tentu saja Sasuke merasa heran dengan ucapan Kurama
dan ikut menatap Mito juga Tsunade.
“Aku merindukan masa-masa itu. Naru-chan sangat
menggemaskan saat bermanja padaku. Sekarang dia bahkan tidak pernah meminta
hadiah dariku.” Tsunade menghela napas panjang.
“Dulu Naru-chan akan tidur di pangkuanku dan merengek
agar aku bercerita tentang dongeng putri dan pangeran. Sekarang dia lebih suka
tinggal di Nami Café dan menghabiskan waktu di luar istana.” Mito ikut menghela
napas.
“Kalian ini, Naru sudah dewasa bagaimana mungkin dia
masih bersikap seperti itu.” Jiraiya menggeleng dengan sikap istrinya juga
Mito.
“Ya setidaknya aku ingin Naruto lebih ceria dan tidak
pendiam seperti sekarang,” jawab Tsunade.
Sasuke tersenyum saat membayangkan Naruto bermanja dan
merengek pada kedua neneknya. Dia bisa melihat betapa seluruh keluarga kerajaan
menyayangi Naruto.
“Sasuke, sebaiknya sekarang kau menemani Naruto. Dia
mungkin ada di taman. Minta pelayan mengantarmu,” kata Tsunade kemudian.
“Baik Yang Mulia.” Sasuke pun memberi hormat pada
seluruh keluarga kerajaan sebelum akhirnya meninggalkan ruang kerja.
Sepeninggal Sasuke, Mito langsung menatap cucu
laki-lakinya. “Ku, adikmu akan segera menikah. Bagaimana denganmu?”
“Jangan menatapku seperti itu, Obaa-sama? Aku masih
terlalu muda untuk menikah.” Kurama bersandar pada sofa dan berusaha tidak
terintimidasi dengan tatapan kakek neneknya.
“Mito, kau harus melihat calon istri Kurama. Dia
wanita yang cantik dan pintar.” Tsunade tersenyum saat Kurama melebarkan
matanya.
“Obaa-sama?”
“Kenapa? Kau pikir aku tidak tahu?” Tsunade tertawa.
“Jangan membuat Sakura takut Obaa-sama, dia belum
siap.” Kurama menggeleng sembari menghela napas.
“Jadi namanya Sakura?” Mito tampak antusias.
“Haruno Sakura, putri tunggal Haruno Kizashi,” Jiraiya
menjawab pertanyaan Mito.
“Haruno Kizashi? Kepala Dokter Kerajaan Kiri?” tanya
Hashirama.
Jiraiya dan Tsunade mengangguk bersamaan.
“Bagaimana Ojii-sama dan Obaa-sama tahu?” Kurama
menatap kakek dan neneknya penasaran.
“Kau berkali-kali meminta Zabuza mengantarnya saat
pulang dari Istana, bagaimana mungkin kami tidak tahu?” Tsunade menggeleng pada
cucunya.
“Apa kita perlu menggelar dua upacara pernikahan
sekaligus?” Mito menggoda cucunya.
“Obaa-sama, jangan menggodaku. Cukup pikirkan masalah
Naru saja. Aku akan menikah setelah masalah Konoha selesai.”
Mendengar ucapan Kurama membuat Jiraiya langsung
menoleh pada Hashirama. “Kau yakin bisa menyelesaikan masalah ini tanpa Naruto
tahu?”
Hashirama mengangguk. “Harus bisa, aku tidak mau
membebaninya dengan masalah ini.”
Mereka semua terdiam sampai Kurama kembali bertanya.
“Jadi kapan pernikahan Naru akan dilaksanakan?”
Mito dan Tsunade saling bertukar pandang dengan
ekspresi wajah lebih ceria. “Satu bulan dari sekarang,” jawab keduanya
bersamaan.
***
Benar apa yang dikatakan Tsunade, Naruto sedang duduk
di gazebo taman sembari membaca buku. Sasuke tersenyum tipis dan berjalan
menghampirinya.
“Bolehkah saya mengganggu, Hime-sama?”
Naruto langsung menoleh pada pria yang berdiri di luar
gazebo. “Apa kau masih memerlukan ijin untuk itu?” Dia menutup buku lalu
meletakkannya di meja saat Sasuke berjalan memasuki gazebo dan duduk di
depannya.
“Senang akhirnya bisa bertemu denganmu lagi,” ucap
Sasuke.
“Dan memberiku kejutan?” Naruto menatap datar pria
yang sudah ditetapkan menjadi calon suaminya.
“Aku lebih terkejut karena mendengarmu terluka.”
Sasuke memperhatikan tangan kiri Naruto yang masih dibebat dan menggunakan
penyangga lengan.
“Hanya terkilir.” Naruto ikut menatap tangannya.
“Apa masih sakit?” Kening Sasuke berkerut saat
mendengar Naruto seolah menganggap lukanya adalah hal biasa.
“Tidak,” jawab Naruto singkat.
Sasuke menatap Naruto lalu tersenyum. “Kau masih
marah?”
“Aku hanya kesal,” jawab Naruto jujur sembari
mengalihkan pandangannya ke arah taman bunga.
“Kau kesal karena rencana pernikahan kita atau kesal
karena aku tidak memberitahumu?” tanya Sasuke.
“Keduanya,” jawab Naruto tanpa menatap lawan
bicaranya.
“Kenapa harus kesal, apa kau tidak ingin menikah
denganku?”
Pertanyaan Sasuke membuat Naruto langsung menoleh padanya.
“Kau-,”
“Andai kau bukan seorang Hime, aku pasti sudah
menciummu sekarang juga.”
“Sasuke!” Naruto kembali memalingkan wajahnya yang
memerah.
Tentu saja Sasuke tertawa melihatnya.
“Jangan menggodaku.” Wanita itu mencebik.
“Aku tidak menggodamu, aku hanya mengatakan apa yang
aku rasakan.” Sasuke membela diri. “Saat Hokage memberitahuku masalah
pernikahan, aku sangat bahagia dan ingin langsung memberitahumu tapi tentu saja
aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak mau mengulang kesalahan yang sama.”
“Apa keluargamu sudah tahu tentang masalah ini?”
Naruto kembali menoleh pada Sasuke.
“Kekekku jelas tahu, dia yang menjemputku di rumah
kemarin. Tapi orang tua dan kakakku, hm, aku tidak yakin. Mereka mungkin akan
sama terkejutnya denganmu saat aku pulang nanti.”
“Berapa lama kau disini?”
Sasuke mengendikkan bahu. “Hokage tidak memberitahuku
berapa lama. Kenapa? Apa kau tidak merindukanku dan ingin aku segera kembali ke
Konoha?”
“Uchiha Sasuke, berhentilah menggodaku. Apa tidak
cukup kau membuatku malu tadi?” Naruto menghela napas.
“Bagian mana dari ucapanku yang membuatmu malu?”
Sasuke menaikkan alisnya.
“Semuanya.”
“Keluargamu juga harus tahu kalau aku memang bersedia
menjagamu tanpa perintah dari siapa pun.”
“Dan jangan pernah menyesali apa yang kau katakan hari
ini.”
“Tidak akan. Aku tidak akan pernah menyesal.”
Naruto memalingkan wajah untuk menyembunyikan wajahnya
yang terasa panas. Meski begitu hatinya merasa bahagia.
“Hime-sama, aku benar-benar ingin menciummu sekarang,”
ucap Sasuke saat melihat sikap malu-malu Naruto yang menurutnya sangat
menggemaskan.
“Uchiha Sasuke-,” desis Naruto dengan mata membulat
kesal.
***
>>Bersambung<<
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments