Nami Cafe - Chapter 19

Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.

Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.

Happy reading.

===========================================================


(Picture from Pinterest, not mine. Credit for owner)

Jet mengudara menuju Negara Mizu. Sasuke dengan tenang duduk di seat-nya, di hadapan Hokage juga istrinya.

“Sasuke, apa kau tahu alasan kami memintamu ikut ke Mizu?”

“Maaf Hokage-sama, saya tidak tahu,” jawabnya sopan.

Hashirama menoleh pada istrinya lalu kembali menatap Sasuke. “Apa kau benar-benar mencintai Naruto?”

Sasuke mengangguk tanpa berpikir dua kali. “Ya, Hokage-sama.”

“Kau siap jika harus menikah dengannya?” Kali ini Mito yang bertanya.

“Menikah?” Tentu saja Sasuke terkejut mendengarnya. “Maafkan saya.” Dia langsung menunduk karena tanpa sadar meninggikan suaranya.

“Kau siap dengan segala tanggung jawab yang akan aku bebankan padamu karena menikah dengan cucu kesayanganku?” Hashirama menatap Sasuke dengan ekspresi serius.

“Hokage-sama-,”

“Aku tidak suka basa-basi, jawab saja pertanyaanku,” sela Hashirama.

“Saya siap,” jawab Sasuke kemudian.

“Aku ingin kau menjaganya. Aku juga tidak akan segan memintamu mempertaruhkan nyawa demi melindunginya.” Hashirama menyeringai tipis saat tidak melihat perubahan ekspresi lawan bicaranya.

“Tanpa Anda meminta, saya akan melakukannya.” Tangan Sasuke terkepal erat di atas pangkuannya, menandakan keteguhan hatinya.

“Bagus.” Hashirama mengangguk dengan ekspresi puas. Dia tahu ini saat yang tepat untuk menceritakan semuanya. “Uchiha Sasuke, saat kita mendarat di Kiri nanti, statusmu akan berubah menjadi calon suami Namikaze Naruto, Putri dari Kerajaan Hi dan Kerajaan Mizu. Aku pegang semua ucapanmu hari ini.”

“Baik Hokage-sama.” Sasuke berusaha tetap tenang saat mendengar ucapan Hashirama. Hatinya membuncah dengan rasa bahagia. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Hokage memintanya datang untuk mengatakan semua ini.

“Kalau begitu, sekarang siapkan hatimu untuk mendengar cerita kami.” Mito tersenyum saat Sasuke mengalihkan pandangan padanya.

Dan sepanjang sisa perjalanan, Sasuke duduk dengan tenang mendengar semua cerita dari Hashirama dan Mito.

***

Kurama sedang duduk di kamar Naruto sembari membaca dokumen. Adik kesayangannya itu tidur dengan nyenyak. Ketegangan siang tadi juga membuatnya lelah tapi Kurama tidak mau meninggalkan Naruto sendiri. Dia baru saja membuka email saat suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Melihat sang adik yang tampak masih terlelap, Kurama pun beranjak untuk membuka pintu.

“Hormat Shinno-sama.” Torune memberi hormat.

“Ada apa?” jawab Kurama datar. Dia masih merasa kesal karena Torune dan Muta gagal melindungi adiknya. Dalam hati Kurama menyesal karena menolak Shikamaru sebagai pengawal pribadi Naruto.

“Yang Mulia Mizukage meminta Shinno-sama ke ruang keluarga. Yang Mulia Hokage baru saja tiba.”

“Hokage?” Tentu saja Kurama terkejut. Jiraiya tidak memberitahunya.

“Benar Shinno-sama.”

Kurama menoleh ke arah tempat tidur lalu kembali menatap Torune dengan ekspresi dingin. “Kau harus tetap berjaga di sini. Aku akan menemui Hokage.”

“Baik Shinno-sama.” Torune membungkuk hormat saat Kurama meninggalkan kamar.

Selama berjalan menuju ruang keluarga Kurama terus bertanya dalam hati. Ada masalah apa sampai Hokage datang? Pasti bukan hanya karena masalah penyerangan adiknya. Dia menduga kalau Hashirama pasti ingin membahas masalah penting dengan Jiraiya.

Tiba di ruang keluarga, Kurama melihat kakek dan neneknya sudah berkumpul. Dia cukup terkejut melihat Sasuke berdiri lalu memberi salam padanya. Dengan tenang Kurama menjawab salam dan memberi hormat pada kakek juga neneknya.

“Duduklah Ku, maaf tidak memberitahumu mengenai hal ini.” Jiraiya menatap cucunya yang masih memperhatikan Sasuke.

Kurama hanya mengangguk lalu duduk di sebelah Mito

“Bagaimana keadaan Naru?” tanya Mito kemudian.

“Dia sedang tidur, Obaa-sama.”

“Dan bagaimana lukanya?” Hashirama ikut bertanya.

“Tangannya masih bengkak dan sepertinya itu sakit karena Naru kembali meminum obatnya sebelum tidur.”

Percakapan itu membuat Sasuke mengerutkan alis dan hal itu tidak luput dari perhatian Kurama. “Apa Ojii-sama yang mengajak Uchiha itu datang?”

Mendengar namanya disebut membuat Sasuke menatap Kurama. Dia menoleh pada Hokage yang tersenyum tipis pada cucunya.

“Ya, aku yang memintanya untuk ikut,” jawab Hashirama tenang.

“Sepertinya dia sangat khawatir dengan keadaan Naru-chan,” Jiraiya juga ternyata menyadari perubahan ekspresi Sasuke.

“Tentu saja dia khawatir, Anata.” Tsunade juga mengamati Sasuke yang meski saat ini sudah tampak tenang tapi matanya jelas menyiratkan kekhawatiran.

“Dan untuk apa dia ikut datang?” Kurama kembali bertanya pada Hashirama.

Jiraiya langsung tertawa. “Apa kau masih perlu mempertanyakannya, Ku?”

Mendengar ucapan Jiraiya membuat Putra Mahkota Mizu itu menghela napas. Tentu saja dia tahu. Hokage tidak mungkin membawa Sasuke tanpa tujuan. Sekarang Kurama benar-benar harus merelakan adiknya.

“Sasuke, sebaiknya sekarang kau istirahat. Aku akan mengijinkanmu bertemu dengan Naruto besok,” kata Jiraiya kemudian.

Sasuke pun berdiri lalu membungkuk hormat. “Baik Mizukage-sama. Saya permisi.”

Tsunade memberi perintah pada pelayan untuk mengantarkan Sasuke ke kamarnya. Bungsu Uchiha itu kembali memberi hormat pada seluruh keluarga kerajaan sebelum akhirnya meninggalkan ruang keluarga.

“Jadi, ada yang ingin menjelaskan semuanya padaku?” Kurama menatap kakek dan neneknya.

Alih-alih menjawab, Hahsirama dan Mito justru beranjak dari sofa. “Aku ingin melihat keadaan adikmu dulu.”

Jiraiya dan Tsunade pun ikut beranjak.

“Ojii-sama, Obaa-sama,” Kurama kesal karena merasa diabaikan.

“Tenang Ku, biarkan kakek dan nenekmu beristirahat dulu. Kita akan membicarakannya nanti.” Jiraiya menepuk bahu cucu sulungnya.

Kurama hanya bisa diam saat akhirnya kakek dan neneknya pergi untuk melihat keadaan Naruto.

***

Tidur nyenyak membuat Naruto bangun dengan keadaan lebih segar. Selain tangannya yang masih sedikit berdenyut, Naruto merasakan kondisinya baik-baik saja. Dia pun turun dari tempat tidur saat dua orang pelayan datang untuk membantunya mandi dan bersiap.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh tiga puluh pagi ketika pelayan selesai menyisir dan menata rambut Naruto. Pagi itu dia memakai gaun panjang berwarna hijau muda. Naruto masih menggunakan penyangga lengan dan tidak diijinkan untuk menggerakkan lengan kirinya terlalu banyak.

“Hime-sama, apa Anda ingin sarapan di kamar?”

“Tidak, aku akan sarapan bersama di ruang makan.” Naruto beranjak dari depan meja rias dan berjalan ke luar kamar. Dia tampak heran saat menuruni tangga dan melihat para pelayan yang tampak sibuk. “Ada apa?” tanyanya pada kedua pelayan yang mengikutinya.

“Semalam Hokage-sama dan Senju-sama datang, jadi istana sedikit sibuk hari ini.”

Naruto sontak menghentikan langkah kakinya dan berbalik untuk menatap pelayan di belakangnya. “Hokage?”

“Benar Hime-sama, semalam Hokage-sama dan Senju-sama juga mengunjungi kamar Hime-sama,” jawab salah seorang pelayan.

“Benarkah?” Naruto tampak terkejut mendengarnya.

“Ya Hime-sama, tapi Hokage-sama melarang kami untuk membangunkan Hime-sama,” jawab seorang pelayan lagi.

Naruto bergegas menuruni tangga lalu menuju ruang makan. Dan benar saja, di sana seluruh keluarganya sudah berkumpul. Hal lain yang menjadi kejutan adalah Sasuke yang duduk di sebelah kiri Hokage, di ujung lain meja panjang.

“Naru-chan.” Mito menghampiri Naruto dan memeluknya, berhati-hati agar tidak mengenai tangannya yang terluka.

“Obaa-sama datang? Kenapa tidak memberitahuku?”

“Bukankah menyenangkan bisa memberimu kejutan?” Mito tersenyum.

“Hm, kejutan.” Naruto kembali mengalihkan pandangannya ke meja makan dan bertemu pandang dengan Sasuke.

Melihat arah pandangan mata Naruto membuat seluruh keluarganya tersenyum, kecuali Kurama tentu saja.

“Kemarilah Sayang.” Mito menggiring cucunya duduk di sebelah Kurama.

Naruto pun memberi salam pada seluruh keluarganya. Sasuke juga berdiri dari kursinya dan memberi salam pada Naruto. Kakashi hampir tertawa melihat wajah Naruto yang merona kalau bukan karena Rin yang meremas tangannya di bawah meja.

“Bagaimana keadaanmu?” Hashirama bertanya setelah Naruto duduk di kursinya.

“Baik Ojii-sama, ini hanya terkilir, jangan khawatir,” jawab Naruto sembari tersenyum. Mau tak mau matanya juga menangkap ekspresi khawatir Sasuke. Padahal sejak kemarin dia menunggu pesan dari Sasuke, tidak tahu jika ternyata pria itu justru datang ke Istana Kiri.

Sasuke dan Naruto tanpa sadar saling terpaku. Keduanya baru berhenti bertukar pandang saat Hokage dan Mizukage berdeham pelan. Beruntung para pelayan kemudian datang untuk menghidangkan makanan, menyelamatkan mereka dari rasa malu.

***

Ruang kerja Mizukage sebenarnya luas, tapi siang itu Naruto merasa sesak karena harus duduk bersebelahan dengan Sasuke dihadapan kakek dan neneknya. Kurama memilih duduk di sofa single dan memperhatikan adiknya dalam diam. Dia sudah diberitahu mengenai rencana Hokage.

“Naru-chan kau pasti tahu kalau kedatangan kami ke Kiri bukan sekedar untuk menjengukmu, bukan?” Hashirama memperhatikan ekspresi Naruto yang tampak canggung.

Naruto mengangguk pelan. Dalam hati dia merasa takut akan hubungannya dengan Sasuke. “Apa ada masalah sampai Ojii-sama mengajak Sasuke datang?”

“Ah, jadi kau berpikir ada masalah ya?” Jiraiya tersenyum begitu juga Tsunade dan Mito.

“Tidak, tidak ada masalah.” Hahsirama kembali bicara. “Kami datang untuk memberitahumu mengenai rencana pernikahanmu dengan Sasuke.”

“Pernikahan?” Tanpa sadar Naruto memekik lalu segera meminta maaf.

“Maaf jika mengejutkanmu Naru-Chan.” Mito menimpali ucapan suaminya. “Tapi kami pikir tidak ada gunanya menunda pernikahanmu, mengingat kalian berdua jelas saling mencintai, bukan begitu?”

Naruto menoleh dan Sasuke tersenyum tipis padanya, membuat jantungnya berdebar. “Kau sudah tahu tentang hal ini?” tanyanya lirih.

Sasuke mengangguk. “Hokage-sama sudah memberitahu saya.”

“Dan kau tidak memberitahuku?” Kening Naruto berkerut.

“Maaf Hime-sama, kemarin sore terlalu sibuk untuk mengirim pesan. Lagipula saya tidak boleh menyampaikan hal ini tanpa persetujuan Hokage-sama.”

Ah, benar juga, batin Naruto membenarkan. “Dan kau tidak menolak keputusan ini?”

Mendengar pertanyaan Naruto membuat semua orang langsung menatap Sasuke.

“Maaf Hime-sama, tapi kenapa saya harus menolak?”

“Apa kau tidak tahu kalau pernikahan ini hanya bertujuan untuk menjadikanmu pengawal pribadiku?”

Tentu saja semua orang terkejut mendengarnya. Kurama bahkan langsung menegakkan tubuhnya. Tapi lain halnya dengan Sasuke.

“Naru-chan, kenapa kau berpikir seperti itu?” Tsunade tampak gelisah menatap cucu kesayangannya.

Hal itu membuat Naruto menatap kakek, nenek, juga kakaknya. “Benar bukan? Ojii-sama merestui Sasuke tepat setelah mendengar aku terluka? Apa aku salah?”

“Memang kenapa kalau Hokage-sama ingin aku melindungi Anda, Hime-sama?”

Pertanyaan Sasuke membuat Naruto kembali menatapnya. “Kau hanya akan dijadikan pengawalku.”

“Bukankah sudah menjadi tugas suami menjaga istrinya? Dan apakah Anda pikir saya akan rela melihat Anda terluka seperti ini? Dan yang terpenting adalah, apakah Anda menganggap saya sebagai pengawal pribadi, Hime-sama?”

Kurama mengumpat dalam hati atas kelihaian ucapan Sasuke. Hashirama dan Jiraiya bahkan saling bertukar pandang dan menahan diri untuk tidak tertawa, keduanya jelas teringat akan perjuangan masa muda dalam mendapatkan hati Mito dan Tsunade. Sementara pasangan mereka, Mito dan Tsunade ikut tersipu dengan ucapan Sasuke yang menantang Naruto.

“Hime-sama?” Sasuke kembali memanggil dengan suara tenang saat wanita itu hanya terdiam sembari menatapnya. “Apa Anda menganggap saya sebagai pengawal pribadi?”

Naruto berkedip, menghela napas perlahan lalu menggeleng. “Tentu saja tidak,” jawabnya lirih sembari menunduk dengan pipi merona.

“Kalau begitu saya tidak memiliki alasan untuk menolak keputusan Hokage-sama,” tegas Sasuke kemudian. Dia lalu menatap Hokage sembari tersenyum. “Hokage-sama, Mizukage-sama, apa saya boleh memegang tangan Hime-sama?”

“Hah?!” Hashirama dan Jiraiya justru terkejut.

“Tidak!” adalah jawaban tegas dari Kurama.

“Baiklah, kalau begitu saya akan bersabar sampai hari pernikahan.” Sasuke berkata dengan tenang sembari kembali menatap Naruto yang wajahnya semakin memerah. “Hime-sama, mungkin sekarang saya hanya bisa meyakinkan Anda dengan kata-kata. Tapi setelah menikah nanti, percayalah, bahkan tanpa perintah dari Hokage-sama ataupun Mizukage-sama, saya akan tetap menjaga Anda dengan hidup saya.”

“Kau-,” Naruto mengepalkan tangan kanannya karena kesal. “Sudah cukup!” Wanita itu berdiri lalu bergegas berjalan ke arah pintu. “Aku tidak akan meminta maaf jika suatu hari nanti kau harus terluka karenaku,” ucap Naruto saat tangannya menyentuh handle pintu. Dia bahkan tidak membalikkan tubuhnya karena merasa malu dengan seluruh keluarganya.

Mendengar ucapan Naruto membuat Sasuke langsung berdiri dan membungkuk hormat meski sang Hime tidak melihatnya. “Menjadi kehormatan bagi saya Hime-sama.”

Suara pintu yang tertutup membuat semua orang kembali menatap Sasuke.

“Sejak kapan cucuku menjadi tsundere seperti itu?” Tsunade tertawa diikuti oleh yang lainnya.

“Sekarang aku tahu kenapa Naru-chan bisa jatuh cinta padamu.” Jiraiya ikut menimpali di sela tawanya. “Hashirama, sepertinya kali ini kau memang harus menyerah pada Madara.”

Hashirama menyeringai lalu menatap Sasuke yang masih berdiri. “Aku suka dengan caramu menghadapinya. Aku harap kau bisa tetap menyimpan semua rahasia yang sudah aku katakan padamu.”

“Baik, Hokage-sama.” Sasuke kembali membungkuk hormat.

“Nah Ku, sepertinya kali ini adikmu menemukan lawan debat yang sepadan denganmu.” Mito menoleh pada cucu laki-lakinya.

“Bukankah itu bagus Obaa-sama. Setidaknya ada yang akan membantuku untuk menjewer telinganya.” Kurama menyeringai pada Sasuke sembari melipat tangan di depan dada.

“Saya tidak akan melakukannya,” kata Sasuke pada Kurama yang membuat Mito juga Tsunade kembali tertawa.

“Tentu saja kau tidak akan melakukannya.” Tsunade menatap Sasuke dengan pandangan geli.

“Hanya siapkan dirimu, Naru-chan terkadang bisa sangat keras kepala. Bahkan Hokage pun tidak berkutik dibuatnya.” Mito menoleh pada suaminya sembari tersenyum.

“Sayang, itu bukan salahku. Jiraiya juga tidak bisa berkata tidak padanya.” Hashirama membela diri.

“Dia cucu perempuanku satu-satunya, wajar jika aku memanjakannya.” Jiraiya juga ikut membela diri.

“Sasuke, sekarang kau tahu bukan kenapa adikku itu keras kepala dan suka sekali melanggar aturan kerajaan dengan banyak tinggal di luar istana? Karena bahkan Hokage dan Mizukage pun tidak bisa menolak permintaannya.”

Sasuke menoleh pada Kurama lalu tersenyum. “Tapi Hime-sama juga wanita kuat dan mandiri. Hime-sama juga bukan wanita yang manja.”

“Ah, soal manja-,” Kurama menoleh pada kedua neneknya. “Obaa-sama pasti akan memujamu jika bisa membuatnya kembali menjadi wanita manja.”

Tentu saja Sasuke merasa heran dengan ucapan Kurama dan ikut menatap Mito juga Tsunade.

“Aku merindukan masa-masa itu. Naru-chan sangat menggemaskan saat bermanja padaku. Sekarang dia bahkan tidak pernah meminta hadiah dariku.” Tsunade menghela napas panjang.

“Dulu Naru-chan akan tidur di pangkuanku dan merengek agar aku bercerita tentang dongeng putri dan pangeran. Sekarang dia lebih suka tinggal di Nami Café dan menghabiskan waktu di luar istana.” Mito ikut menghela napas.

“Kalian ini, Naru sudah dewasa bagaimana mungkin dia masih bersikap seperti itu.” Jiraiya menggeleng dengan sikap istrinya juga Mito.

“Ya setidaknya aku ingin Naruto lebih ceria dan tidak pendiam seperti sekarang,” jawab Tsunade.

Sasuke tersenyum saat membayangkan Naruto bermanja dan merengek pada kedua neneknya. Dia bisa melihat betapa seluruh keluarga kerajaan menyayangi Naruto.

“Sasuke, sebaiknya sekarang kau menemani Naruto. Dia mungkin ada di taman. Minta pelayan mengantarmu,” kata Tsunade kemudian.

“Baik Yang Mulia.” Sasuke pun memberi hormat pada seluruh keluarga kerajaan sebelum akhirnya meninggalkan ruang kerja.

Sepeninggal Sasuke, Mito langsung menatap cucu laki-lakinya. “Ku, adikmu akan segera menikah. Bagaimana denganmu?”

“Jangan menatapku seperti itu, Obaa-sama? Aku masih terlalu muda untuk menikah.” Kurama bersandar pada sofa dan berusaha tidak terintimidasi dengan tatapan kakek neneknya.

“Mito, kau harus melihat calon istri Kurama. Dia wanita yang cantik dan pintar.” Tsunade tersenyum saat Kurama melebarkan matanya.

“Obaa-sama?”

“Kenapa? Kau pikir aku tidak tahu?” Tsunade tertawa.

“Jangan membuat Sakura takut Obaa-sama, dia belum siap.” Kurama menggeleng sembari menghela napas.

“Jadi namanya Sakura?” Mito tampak antusias.

“Haruno Sakura, putri tunggal Haruno Kizashi,” Jiraiya menjawab pertanyaan Mito.

“Haruno Kizashi? Kepala Dokter Kerajaan Kiri?” tanya Hashirama.

Jiraiya dan Tsunade mengangguk bersamaan.

“Bagaimana Ojii-sama dan Obaa-sama tahu?” Kurama menatap kakek dan neneknya penasaran.

“Kau berkali-kali meminta Zabuza mengantarnya saat pulang dari Istana, bagaimana mungkin kami tidak tahu?” Tsunade menggeleng pada cucunya.

“Apa kita perlu menggelar dua upacara pernikahan sekaligus?” Mito menggoda cucunya.

“Obaa-sama, jangan menggodaku. Cukup pikirkan masalah Naru saja. Aku akan menikah setelah masalah Konoha selesai.”

Mendengar ucapan Kurama membuat Jiraiya langsung menoleh pada Hashirama. “Kau yakin bisa menyelesaikan masalah ini tanpa Naruto tahu?”

Hashirama mengangguk. “Harus bisa, aku tidak mau membebaninya dengan masalah ini.”

Mereka semua terdiam sampai Kurama kembali bertanya.

“Jadi kapan pernikahan Naru akan dilaksanakan?”

Mito dan Tsunade saling bertukar pandang dengan ekspresi wajah lebih ceria. “Satu bulan dari sekarang,” jawab keduanya bersamaan.

***

Benar apa yang dikatakan Tsunade, Naruto sedang duduk di gazebo taman sembari membaca buku. Sasuke tersenyum tipis dan berjalan menghampirinya.

“Bolehkah saya mengganggu, Hime-sama?”

Naruto langsung menoleh pada pria yang berdiri di luar gazebo. “Apa kau masih memerlukan ijin untuk itu?” Dia menutup buku lalu meletakkannya di meja saat Sasuke berjalan memasuki gazebo dan duduk di depannya.

“Senang akhirnya bisa bertemu denganmu lagi,” ucap Sasuke.

“Dan memberiku kejutan?” Naruto menatap datar pria yang sudah ditetapkan menjadi calon suaminya.

“Aku lebih terkejut karena mendengarmu terluka.” Sasuke memperhatikan tangan kiri Naruto yang masih dibebat dan menggunakan penyangga lengan.

“Hanya terkilir.” Naruto ikut menatap tangannya.

“Apa masih sakit?” Kening Sasuke berkerut saat mendengar Naruto seolah menganggap lukanya adalah hal biasa.

“Tidak,” jawab Naruto singkat.

Sasuke menatap Naruto lalu tersenyum. “Kau masih marah?”

“Aku hanya kesal,” jawab Naruto jujur sembari mengalihkan pandangannya ke arah taman bunga.

“Kau kesal karena rencana pernikahan kita atau kesal karena aku tidak memberitahumu?” tanya Sasuke.

“Keduanya,” jawab Naruto tanpa menatap lawan bicaranya.

“Kenapa harus kesal, apa kau tidak ingin menikah denganku?”

Pertanyaan Sasuke membuat Naruto langsung menoleh padanya. “Kau-,”

“Andai kau bukan seorang Hime, aku pasti sudah menciummu sekarang juga.”

“Sasuke!” Naruto kembali memalingkan wajahnya yang memerah.

Tentu saja Sasuke tertawa melihatnya.

“Jangan menggodaku.” Wanita itu mencebik.

“Aku tidak menggodamu, aku hanya mengatakan apa yang aku rasakan.” Sasuke membela diri. “Saat Hokage memberitahuku masalah pernikahan, aku sangat bahagia dan ingin langsung memberitahumu tapi tentu saja aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak mau mengulang kesalahan yang sama.”

“Apa keluargamu sudah tahu tentang masalah ini?” Naruto kembali menoleh pada Sasuke.

“Kekekku jelas tahu, dia yang menjemputku di rumah kemarin. Tapi orang tua dan kakakku, hm, aku tidak yakin. Mereka mungkin akan sama terkejutnya denganmu saat aku pulang nanti.”

“Berapa lama kau disini?”

Sasuke mengendikkan bahu. “Hokage tidak memberitahuku berapa lama. Kenapa? Apa kau tidak merindukanku dan ingin aku segera kembali ke Konoha?”

“Uchiha Sasuke, berhentilah menggodaku. Apa tidak cukup kau membuatku malu tadi?” Naruto menghela napas.

“Bagian mana dari ucapanku yang membuatmu malu?” Sasuke menaikkan alisnya.

“Semuanya.”

“Keluargamu juga harus tahu kalau aku memang bersedia menjagamu tanpa perintah dari siapa pun.”

“Dan jangan pernah menyesali apa yang kau katakan hari ini.”

“Tidak akan. Aku tidak akan pernah menyesal.”

Naruto memalingkan wajah untuk menyembunyikan wajahnya yang terasa panas. Meski begitu hatinya merasa bahagia.

“Hime-sama, aku benar-benar ingin menciummu sekarang,” ucap Sasuke saat melihat sikap malu-malu Naruto yang menurutnya sangat menggemaskan.

“Uchiha Sasuke-,” desis Naruto dengan mata membulat kesal.

***

>>Bersambung<<

>>Nami Cafe - Chapter 18<<

>>Nami Cafe - Chapter 20<<

A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.

You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.

Thank you *deep_bow

Post a Comment

0 Comments