Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
===========================================================
Seminggu belakangan Naruto disibukkan dengan kegiatan
bersama bibinya di rumah kaca. Naruto menikmati waktunya membantu Rin membaca
laporan penelitian dan pengembangan tanaman. ini bukan yang pertama baginya, di
Konoha, Naruto juga sering membantu bibinya membaca beberapa laporan tentang
kegiatan sosial. Tentu saja keterlibatannya di batasi. Kakek dan neneknya tidak
pernah mengijinkannya terlibat terlalu jauh dengan urusan pemerintahan.
Siang itu, cuaca di kota Kiri cukup panas. Naruto
keluar dari kantor bibinya di rumah kaca setelah meminta ijin untuk pergi ke
kamar kecil. Torune dan Muta Aburame menemaninya. Beberapa pengawal dari istana
Kiri juga berjaga di sekitar rumah kaca.
Naruto baru keluar dari bilik toilet saat seseorang
tiba-tiba menyerangnya. Beruntung refleknya cepat hingga orang itu tidak
berhasil membekap mulutnya. Naruto yang kembali terdorong ke dalam bilik
melayangkan tendangan ke perut hingga penyerang itu jatuh terjengkang ke arah
wastafel. Naruto berlari ke arah pintu tapi penyerangnya berhasil berdiri dan
menarik lengannya. Naruto berputar dengan cepat untuk membebaskan tangannya sembari
berteriak memanggil Anbu yang berjaga di depan pintu. Dia kembali melayangkan
tendangan ke arah kepala. Penyerang itu jatuh tersungkur menabrak bilik toilet
hingga menimbulkan suara keras. Tepat saat itu pintu terbuka, dua bersaudara
Aburame yang masuk melihat Naruto tengah memegang lengan kirinya dan bersandar
pada wastafel.
“Hime-sama!” Torune segera menghampiri Naruto
sementara Muta membekuk penyerang yang tengah berusaha untuk bangun. “Anda
baik-baik saja?”
Naruto menggeleng pelan. “Sepertinya tanganku
terkilir. Serahkan dia pada pengawal Kiri dan kita kembali ke istana,”
perintahnya sembari mengamati penyerangnya yang adalah seorang wanita. Dia juga
mengenakan seragam laboratorium.
“Baik Hime-sama.” Torune membantu Naruto berjalan
keluar dan meminta Muta untuk memberitahu Rin tentang apa yang baru saja
terjadi.
Dalam sekejap suasana di sekitar rumah kaca langsung
berubah. Pengawal keamanan Kiri merasa dibodohi dengan adanya penyusup wanita
di depan hidung mereka. Rin sendiri langsung bergegas ke mobil menyusul
keponakannya yang dikabarkan terluka.
“Naru-chan, Naru-chan, kau baik-baik saja, Sayang?”
Rin bertanya dengan wajah panik begitu melihat Naruto yang duduk di kursi
belakang mobil menopang tangan kirinya. “Hubungi rumah sakit pusat sekarang!”
perintahnya cepat bahkan sebelum Naruto sempat menjawab.
“Baik, Rin-sama!” jawab pengawal keamanan yang duduk
di belakang kemudi. Torune duduk di sebelahnya dan Muta mengikuti mobil mereka
bersama dua pengawal Istana Kiri lainnya.
“Oba-sama, tidak usah panik. Aku baik-baik saja.”
Naruto mencoba menenangkan.
“Jangan coba menghiburku. Aku tahu kau tidak baik-baik
saja. Lihat, pergelangan tanganmu mulai memerah dan sebentar lagi pasti membiru.
Aku berharap tidak ada tulang yang patah.” Rin tidak berani menyentuh lengan
Naruto. Sudut matanya basah dan dia hampir tersedak tangis.
Naruto bersandar lebih santai pada kursi dan berusaha
tetap tenang meski lengannya berdenyut sakit. Dia tidak mau membuat bibinya semakin
khawatir.
“Naru-chan, minumlah. Kau terlihat pucat.” Rin
mengeluarkan botol dari dalam case minuman dan membantu keponakannya untuk
minum. Dia sendiri meneguk hampir separuh isi botol. Merasa lebih tenang, Rin
meraih handphone-nya dan menghubungi Kakashi.
Kepala pengawal istana sudah melaporkan kejadian ini pada Mizukage.
Naruto tersenyum saat sang bibi tidak melepaskan
pandangan darinya sembari mencoba menjelaskan detail kejadian pada suaminya.
Dia bisa membayangkan betapa hebohnya istana saat ini. Naruto lega saat
akhirnya sampai di rumah sakit dan melihat tiga dokter sudah berdiri di depan
koridor IGD dengan beberapa perawat lengkap dengan stretcher. Tentu saja hal itu membuat Naruto tertawa.
“Apa mereka pikir aku terluka parah?”
Rin mengusap bahu keponakan dengan hati-hati. “Biarkan
dokter memeriksamu, oke?”
Naruto menggeleng sembari tersenyum, mencoba memahami
kekhawatiran Rin. “Aku tidak ingin menginap di rumah sakit.”
“Itu tergantung dengan hasil pemeriksaan nanti.
Sekarang turunlah, aku tahu kau menahan sakit sejak tadi,” kata Rin kemudian
saat mobil berhenti dan Torune bergegas membukakan pintu belakang.
Segera saja Naruto diminta berbaring dan tim dokter
yang dikepalai oleh Haruno Kizashi segera membawanya ke ruang pemeriksaan diikuti oleh
Rin yang masih tampak cemas.
***
Naruto menahan diri untuk tidak mendesis saat dokter
membebat pergelangan tangannya dengan perban elastis. Menahan sakit membuat
keningnya mengeluarkan keringat dingin. Beruntung perban menutup bengkak dan
memar biru yang mulai terlihat sehingga lukanya tidak terlihat mengerikan.
“Ouch!” Naruto menggigit bibir bawahnya saat putaran
terakhir perban menekan memarnya.
“Hati-hati Sensei, Naru-chan kesakitan.” Rin meremas
tangannya untuk menahan gelisah saat melihat keponakannya menahan sakit.
“Maaf Hime-sama.” Kizashi dengan hati-hati
mengalungkan penyangga lengan ke leher Naruto.
Tepat saat itu pintu ruangan terbuka, Jiraiya dan
Tsunade datang bersama Kakashi juga Kurama. Mereka tampak sama khawatirnya
dengan Rin saat melihat Naruto duduk di tepi tempat tidur dengan wajah pucat. Kizashi
memberi hormat pada Mizukage juga seluruh keluarga kerajaan.
“Kau baik-baik saja Naru-chan?” Tsunade langsung
memeluk cucunya dengan hati-hati. Dia memeriksa wajah juga tubuh Naruto dan
menghela napas saat tidak mendapati luka lain.
“Bagaimana keadaannya, Haruno?” Jiraiya bertanya
sementara Kurama dan Kakashi memeluk Naruto bergantian.
“Lapor Yang Mulia, Hime-sama mengalami robekan pada
ligamen di pergelangan tangannya. Kami sudah membebat lukanya dan akan
memberinya obat untuk mengurangi nyeri peradangan dan pembekakannya. Hime-sama
harus mengistirahatkan tangan kirinya selama dua minggu dan kami akan melihat
perkembangannya.”
“Dan bisakah aku pulang sekarang? Jujur saja aku lelah
dan ingin segera tidur.”
Perkataan Naruto membuat semua orang memandangnya.
“Ojii-sama, Obaa-sama, jangan khawatir. Aku baik-baik
saja, selain mengantuk.” Naruto mengulas senyum untuk semua orang.
Tapi siapa yang dia coba bohongi? Semua orang di
ruangan itu juga sudah bisa menebak kalau Naruto tengah menahan sakit.
“Apa Naru bisa kembali ke istana?” tanya Kurama pada Kizashi.
Kepala Dokter Kerajaan itu mengangguk. “Hime-sama
boleh kembali ke Istana untuk beristirahat.”
Dan semua orang merasa lega mendengarnya. Dua orang
perawat masuk membawa nampan berisi alat injeksi. Tsunade dan Kurama menjauh
dari tempat tidur untuk memberi ruang pada dokter dan perawat. Sementara
Jiraiya mengamati Naruto bersama dengan Kakashi yang sejak tadi memeluk dan
menenangkan istrinya.
Selesai dengan semua prosedur dan petuah dokter yang
panjang, akhirnya Naruto diijinkan untuk kembali ke Istana. Putri bungsu Minato
itu tidak heran lagi saat keluar dari kamar dan medapati para pengawal istana
di koridor juga lobi dan teras rumah sakit. Kunjungan mendadak Mizukage membuat
para pengawal itu harus bekerja ektra cepat untuk mengamankan lokasi.
Kurama melepas jasnya dan membungkus bahu adik semata
wayangnya. Dia dan Naruto berada dalam satu mobil bersama dengan kakek juga
neneknya, sementara Kakashi berada di mobil lain bersama istrinya.
Naruto merasa lega saat akhirnya bisa meninggalkan
rumah sakit dan kembali ke istana. Tak kuat menahan kantuk dan lelah, Naruto
akhirnya tertidur dengan bersandar di bahu sang kakak. Sungguh hari yang
melelahkan baginya.
***
Kekhawatiran tidak hanya terjadi di istana Kiri.
Jiraiya menghubungi Hashirama dan menceritakan semuanya. Segera saja Mito
berkemas untuk melihat kondisi cucunya. Dia tidak akan bisa tenang meski
Tsunade mengatakan kalau Naruto hanya terkilir dan sekarang baik-baik saja.
Madara yang saat itu sedang berada di ruang kerja
Hokage bersama dengan Tobirama dan Shikaku juga tampak khawatir. “Siapa yang
menyerang Naruto di Kiri?”
“Hal sama yang menjadi pertanyaanku, Madara.”
Hashirama menimpali dengan kening berkerut.
“Kepala Pengawal Istana Kiri belum melakukan
introgasi. Kita tidak tahu apakah pelaku penyerangan kali ini ada hubungannya
dengan penembakan mobil Mizukage beberapa minggu lalu atau justru berhubungan
dengan kudeta Konoha sepuluh tahun yang lalu.” Tobirama menatap kakaknya dan
Madara bergantian.
Hashirama menggeleng masih dengan ekspresi berpikir. “Pelaku
penembakan mobil Jiraiya adalah kelompok separatis yang bekerja sama dengan
Hidan untuk mendapatkan pasokan senjata dan ingin menjadikan Pulau Nagi sebagai
Negara terpisah. Sedangkan penyerangan Naruto di Konoha adalah murni anak buah
Hidan. Kedua kelompok ini jelas tahu kalau menyerang Naruto akan memberikan
tekanan padaku juga Jiraiya.”
“Dan menurut informasi dari mata-mata kita, sisa
kelompok Hidan juga ingin meminta pulau Ima yang terletak di perbatasan Mizu
dan Hi sebagai wilayah mereka. Karena Hidan jelas tahu kalau dia tidak akan
bisa menduduki posisi Hokage dan meminta pulau itu sebagai kompensasi.” Shikaku
melihat kilat kemarahan di mata Hashirama.
“Panggil Danzo dan Shin. Aku merasa tidak ada gunanya
lagi menahan diri. Aku tidak mau menjadikan keselamatan Naruto sebagai
taruhan.” Hashirama menatap semua orang dengan tatapan tajam.
“Onii-sama, jangan gegabah!”
“Tobirama, aku sudah memiliki bukti keterlibatannya! Otak
culasnya pasti berpikir kalau membunuh Naruto adalah cara terbaik untuk
menyiksaku dan Mito sebelum akhirnya juga membunuh kami.”
Tobirama dan Shikaku saling bertukar pandang. Keduanya
jelas tahu kalau memang Naruto lah yang menjadi kelemahan terbesar Hashirama. Inilah
kenapa musuh selalu menyerang Naruto dan membuat Hokage hilang kesabaran.
“Dinginkan pikiranmu, Hashirama.” Suara tenang dan
dalam dari Madara mengalihkan perhatian semua orang. “Kita memang sudah
memiliki bukti keterlibatannya dan bisa membunuhnya kapan saja. Tapi apa kau
pikir itu menyelesaikan semua perjuangan kita selama sepuluh tahun ini?”
Hashirama terdiam.
“Dia memiliki lebih dari lima puluh mata-mata di dalam
istana. Sepuluh tempat terpisah sebagai markas yang tersebar di seluruh penjuru
Negara Hi. Bersabarlah sebentar lagi, hanya kurang tiga lokasi. Semua prajurit
rahasia kita bekerja keras selama bertahun-tahun untuk menyusup, mengumpulkan
informasi dan melemahkan pertahanan mereka dari dalam. Jangan buat usaha mereka
sia-sia dengan keputusan impulsifmu.”
“Perdana Menteri benar. Percuma jika kita membongkar
semuanya sekarang. Kali ini kita harus menghancurkan mereka sampai ke akar.
Danzo dan Shin juga sudah menyiapkan segala sesuatunya. Jangan hancurkan semua
rencana begitu saja, Onii-sama.” Tobirama menambahkan.
Hashirama menatap Madara dan Tobirama lalu menghela
napas panjang sembari memijat pelipisnya yang berdenyut. “Seharusnya aku
mengirim Anbu wanita agar bisa menemani Naruto kemana pun dia pergi.”
Perkataan Hashirama justru membuat Madara menyeringai.
“Aku sudah memikirkannya sejak lama. Ada cara lebih baik selain mengirim Anbu
wanita dan bisa melindungi Hime-sama selama dua puluh empat jam.”
Tentu saja semua orang langsung menatap sang Perdana
Menteri dengan rasa penasaran. Hashirama bahkan tampak terkejut.
“Katakan,” ucap Hashirama.
“Menikahkan Hime-sama dengan cucuku, Uchiha Sasuke.”
“Hah?!” Tobirama menganga sementara Shikaku berdeham
pelan di balik genggaman tangannya. “Madara-san, apa ini waktu yang tepat untuk
membahas masalah itu?” ucap Tobirama. Dalam hati dia merasa kesal dengan usulan
Madara yang dianggapnya konyol itu.
Tapi reaksi Hashirama justru di luar dugaan. Keningnya
yang sejak tadi berkerut kini terurai dengan ekspresi wajah cerah. “Itu memang
ide bagus.”
“Onii-sama-,”
“Tobirama, Madara benar,” sela Hashirama sebelum
adiknya bicara. “Yang kita butuhkan saat ini adalah pengalihan dan menjaga
Naruto jauh dari semua ini. Pesta pernikahan adalah pengalihan paling sempurna.
Mereka tidak akan curiga jika kita sedang bersiap dengan rencana penghancuran.
Dan dengan status suami, Sasuke bisa menjaga Naruto selama dua puluh empat jam.
Faktor penting lainnya adalah kita bisa bekerja sama dengan Sasuke tanpa takut
bocornya informasi.”
Seketika suasana ruangan menjadi hening. Tobirama dan
Shikaku mencoba mencerna penjelasan Hokage sementara seringai Madara semakin
lebar.
“Sasuke memiliki kemampuan beladiri yang bagus. Aku
akan memintanya belajar menggunakan senjata juga. Setelah menikah, Naruto dan
Sasuke akan tinggal di tempat yang sudah kita sediakan. Tempat yang lebih kecil
dibandingkan istana, dengan pengawal dan pelayan yang kita pilih, yang jelas
bisa dipercaya untuk menjaga keamanan keduanya. Sementara itu, kita menyiapkan
semua rencana untuk membumi hanguskan Hidan dan kelompoknya. Ingat, orang yang
mengendalikan Hidan memiliki akses bebas bertemu Naruto. Jika dia tetap berada
di istana maka kita akan kesulitan menjauhkan mereka. Dan itu akan memberikan
tekanan lebih padamu, Mito, Jiraiya dan Tsunade.”
Hashirama menyeringai saat Madara selesai bicara. “Dan
akhirnya tujuanmu tercapai, huh?”
Madara tertawa. “Bukankah selama ini kau menolak semua
cucuku karena tidak mau memaksa Naruto? Sekarang kita tahu kalau Naruto juga
mencintai Sasuke, jadi apa masalahnya?”
“Tunggu, sejak kapan Naruto jatuh cinta pada Sasuke?”
Tobirama masih merasa tidak rela kalau keponakannya menjadi cucu menantu Madara
meski dalam hati mengakui bahwa itu adalah ide cemerlang.
“Kau tidak perlu tahu. Yang jelas sekarang, menikahkan
Naruto dengan Sasuke adalah pilihan terbaik.” Madara mengalihkan perhatiannya
dari Tobirama. Dia kembali bicara untuk meyakinkan Hashirama. “Justru masalah
kalau kau menikahkan Naruto dengan Pangeran Suna. Apa mungkin kau bisa
menceritakan masalah pelik ini padanya dan memintanya melindungi Naruto? Dan menurutku,
menjadikan Naruto sebagai pengikat tiga negara adalah ide gila.”
Hashirama mendengkus dalam hati dengan semua
penjelasan Madara. Dia pun menoleh pada Shikaku dan Tobirama. “Aku akan
berangkat ke Kiri malam ini bersama dengan Mito. Kalian berdua harus membantu
Nagato, menjaga semua tetap terkendali di Konoha.”
“Baik, Onii-sama.”
“Baik, Yang Mulia.”
“Dan Madara,” Hashirama kembali menoleh pada
sahabatnya. “Minta Sasuke untuk bersiap. Malam ini dia akan ikut denganku ke
Kiri. Kau tetap di Konoha untuk mengatur pernikahan dan mulai menyiapkan tempat
tinggal mereka nanti. Aku akan membicarakan masalah ini dengan Mito, Jiraiya
juga Tsunade saat berada di Kiri nanti.”
“Tentu, kau jangan khawatir. Aku akan mengatur
semuanya.” Wajah Madara penuh kelegaan.
Hashirama hanya tersenyum saat mendengar sang adik
menggerutu sembari melirik kesal pada Madara. “Bagaimana mungkin semua
pembicaraan kita tadi justru berakhir menjadi sebuah kesepakatan pernikahan?”
***
Hari menjelang sore di kediaman Uchiha. Mikoto yang
sedang berada di taman belakang bergegas ke ruang tamu saat pelayan memberi
tahu kedatangan ayah mertuanya.
“Salam Otou-sama, kenapa tidak memberitahu jika akan
datang?”
“Hm, aku datang untuk menjemput Sasuke. Dimana dia?”
Mikoto tampak heran tapi kemudian meminta pelayan
untuk memanggil Sasuke di kamarnya. “Dia baru saja pulang dari studio. Apa ada
masalah lagi Otou-sama?” Mengingat kejadian terakhir yang menimpa putranya membuat
Mikoto khawatir.
Madara belum sempat menjawab karena Sasuke sudah
datang dan memberi hormat padanya.
“Ada apa Ojii-sama?” Ini pertama kali Sasuke bertemu
dengan Madara sejak masalah buket bunga.
“Malam ini kau akan berangkat ke Kiri bersama Hokage. Sekarang
berkemaslah, aku akan menunggu dan mengantarmu ke bandara.”
“Ke-kenapa Sasuke harus pergi ke Kiri Otou-sama?”
Mikota tampak terkejut dan memeluk lengan putra bungsunya.
“Jangan khawatir Mikoto. Tidak ada masalah dengan
Sasuke, Hokage hanya ingin dia bertemu dengan Mizukage.” Madara memberi
menantunya alasan.
“Sasuke, kau-,”
“Tidak apa-apa Okaa-sama. Bukankah itu baik kalau
Hokage membawaku bertemu dengan Mizukage?” Sasuke mengusap lengan sang ibu
untuk menenangkannya.
“Kau yakin tidak apa-apa?” Mikoto mengusap wajah putra
bungsunya.
Sasuke mengangguk lalu menoleh pada kakeknya.
“Cepat berkemas,” perintah Madara yang dijawab dengan
anggukan.
Sasuke bergegas kembali ke kamarnya. Dia tidak tahu
apa yang terjadi sampai dia diajak ke Kiri tapi dalam hati dia bersemangat dan
berharap diijinkan bertemu dengan Naruto.
>>Bersambung<<
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments