Nami Cafe - Chapter 18

Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.

Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.

Happy reading.

===========================================================


Seminggu belakangan Naruto disibukkan dengan kegiatan bersama bibinya di rumah kaca. Naruto menikmati waktunya membantu Rin membaca laporan penelitian dan pengembangan tanaman. ini bukan yang pertama baginya, di Konoha, Naruto juga sering membantu bibinya membaca beberapa laporan tentang kegiatan sosial. Tentu saja keterlibatannya di batasi. Kakek dan neneknya tidak pernah mengijinkannya terlibat terlalu jauh dengan urusan pemerintahan.

Siang itu, cuaca di kota Kiri cukup panas. Naruto keluar dari kantor bibinya di rumah kaca setelah meminta ijin untuk pergi ke kamar kecil. Torune dan Muta Aburame menemaninya. Beberapa pengawal dari istana Kiri juga berjaga di sekitar rumah kaca.

Naruto baru keluar dari bilik toilet saat seseorang tiba-tiba menyerangnya. Beruntung refleknya cepat hingga orang itu tidak berhasil membekap mulutnya. Naruto yang kembali terdorong ke dalam bilik melayangkan tendangan ke perut hingga penyerang itu jatuh terjengkang ke arah wastafel. Naruto berlari ke arah pintu tapi penyerangnya berhasil berdiri dan menarik lengannya. Naruto berputar dengan cepat untuk membebaskan tangannya sembari berteriak memanggil Anbu yang berjaga di depan pintu. Dia kembali melayangkan tendangan ke arah kepala. Penyerang itu jatuh tersungkur menabrak bilik toilet hingga menimbulkan suara keras. Tepat saat itu pintu terbuka, dua bersaudara Aburame yang masuk melihat Naruto tengah memegang lengan kirinya dan bersandar pada wastafel.

“Hime-sama!” Torune segera menghampiri Naruto sementara Muta membekuk penyerang yang tengah berusaha untuk bangun. “Anda baik-baik saja?”

Naruto menggeleng pelan. “Sepertinya tanganku terkilir. Serahkan dia pada pengawal Kiri dan kita kembali ke istana,” perintahnya sembari mengamati penyerangnya yang adalah seorang wanita. Dia juga mengenakan seragam laboratorium.

“Baik Hime-sama.” Torune membantu Naruto berjalan keluar dan meminta Muta untuk memberitahu Rin tentang apa yang baru saja terjadi.

Dalam sekejap suasana di sekitar rumah kaca langsung berubah. Pengawal keamanan Kiri merasa dibodohi dengan adanya penyusup wanita di depan hidung mereka. Rin sendiri langsung bergegas ke mobil menyusul keponakannya yang dikabarkan terluka.

“Naru-chan, Naru-chan, kau baik-baik saja, Sayang?” Rin bertanya dengan wajah panik begitu melihat Naruto yang duduk di kursi belakang mobil menopang tangan kirinya. “Hubungi rumah sakit pusat sekarang!” perintahnya cepat bahkan sebelum Naruto sempat menjawab.

“Baik, Rin-sama!” jawab pengawal keamanan yang duduk di belakang kemudi. Torune duduk di sebelahnya dan Muta mengikuti mobil mereka bersama dua pengawal Istana Kiri lainnya.

“Oba-sama, tidak usah panik. Aku baik-baik saja.” Naruto mencoba menenangkan.

“Jangan coba menghiburku. Aku tahu kau tidak baik-baik saja. Lihat, pergelangan tanganmu mulai memerah dan sebentar lagi pasti membiru. Aku berharap tidak ada tulang yang patah.” Rin tidak berani menyentuh lengan Naruto. Sudut matanya basah dan dia hampir tersedak tangis.

Naruto bersandar lebih santai pada kursi dan berusaha tetap tenang meski lengannya berdenyut sakit. Dia tidak mau membuat bibinya semakin khawatir.

“Naru-chan, minumlah. Kau terlihat pucat.” Rin mengeluarkan botol dari dalam case minuman dan membantu keponakannya untuk minum. Dia sendiri meneguk hampir separuh isi botol. Merasa lebih tenang, Rin meraih handphone-nya dan menghubungi Kakashi. Kepala pengawal istana sudah melaporkan kejadian ini pada Mizukage.

Naruto tersenyum saat sang bibi tidak melepaskan pandangan darinya sembari mencoba menjelaskan detail kejadian pada suaminya. Dia bisa membayangkan betapa hebohnya istana saat ini. Naruto lega saat akhirnya sampai di rumah sakit dan melihat tiga dokter sudah berdiri di depan koridor IGD dengan beberapa perawat lengkap dengan stretcher. Tentu saja hal itu membuat Naruto tertawa.

“Apa mereka pikir aku terluka parah?”

Rin mengusap bahu keponakan dengan hati-hati. “Biarkan dokter memeriksamu, oke?”

Naruto menggeleng sembari tersenyum, mencoba memahami kekhawatiran Rin. “Aku tidak ingin menginap di rumah sakit.”

“Itu tergantung dengan hasil pemeriksaan nanti. Sekarang turunlah, aku tahu kau menahan sakit sejak tadi,” kata Rin kemudian saat mobil berhenti dan Torune bergegas membukakan pintu belakang.

Segera saja Naruto diminta berbaring dan tim dokter yang dikepalai oleh Haruno Kizashi segera membawanya ke ruang pemeriksaan diikuti oleh Rin yang masih tampak cemas.

***

Naruto menahan diri untuk tidak mendesis saat dokter membebat pergelangan tangannya dengan perban elastis. Menahan sakit membuat keningnya mengeluarkan keringat dingin. Beruntung perban menutup bengkak dan memar biru yang mulai terlihat sehingga lukanya tidak terlihat mengerikan.

“Ouch!” Naruto menggigit bibir bawahnya saat putaran terakhir perban menekan memarnya.

“Hati-hati Sensei, Naru-chan kesakitan.” Rin meremas tangannya untuk menahan gelisah saat melihat keponakannya menahan sakit.

“Maaf Hime-sama.” Kizashi dengan hati-hati mengalungkan penyangga lengan ke leher Naruto.

Tepat saat itu pintu ruangan terbuka, Jiraiya dan Tsunade datang bersama Kakashi juga Kurama. Mereka tampak sama khawatirnya dengan Rin saat melihat Naruto duduk di tepi tempat tidur dengan wajah pucat. Kizashi memberi hormat pada Mizukage juga seluruh keluarga kerajaan.

“Kau baik-baik saja Naru-chan?” Tsunade langsung memeluk cucunya dengan hati-hati. Dia memeriksa wajah juga tubuh Naruto dan menghela napas saat tidak mendapati luka lain.

“Bagaimana keadaannya, Haruno?” Jiraiya bertanya sementara Kurama dan Kakashi memeluk Naruto bergantian.

“Lapor Yang Mulia, Hime-sama mengalami robekan pada ligamen di pergelangan tangannya. Kami sudah membebat lukanya dan akan memberinya obat untuk mengurangi nyeri peradangan dan pembekakannya. Hime-sama harus mengistirahatkan tangan kirinya selama dua minggu dan kami akan melihat perkembangannya.”

“Dan bisakah aku pulang sekarang? Jujur saja aku lelah dan ingin segera tidur.”

Perkataan Naruto membuat semua orang memandangnya.

“Ojii-sama, Obaa-sama, jangan khawatir. Aku baik-baik saja, selain mengantuk.” Naruto mengulas senyum untuk semua orang.

Tapi siapa yang dia coba bohongi? Semua orang di ruangan itu juga sudah bisa menebak kalau Naruto tengah menahan sakit.

“Apa Naru bisa kembali ke istana?” tanya Kurama pada Kizashi.

Kepala Dokter Kerajaan itu mengangguk. “Hime-sama boleh kembali ke Istana untuk beristirahat.”

Dan semua orang merasa lega mendengarnya. Dua orang perawat masuk membawa nampan berisi alat injeksi. Tsunade dan Kurama menjauh dari tempat tidur untuk memberi ruang pada dokter dan perawat. Sementara Jiraiya mengamati Naruto bersama dengan Kakashi yang sejak tadi memeluk dan menenangkan istrinya.

Selesai dengan semua prosedur dan petuah dokter yang panjang, akhirnya Naruto diijinkan untuk kembali ke Istana. Putri bungsu Minato itu tidak heran lagi saat keluar dari kamar dan medapati para pengawal istana di koridor juga lobi dan teras rumah sakit. Kunjungan mendadak Mizukage membuat para pengawal itu harus bekerja ektra cepat untuk mengamankan lokasi.

Kurama melepas jasnya dan membungkus bahu adik semata wayangnya. Dia dan Naruto berada dalam satu mobil bersama dengan kakek juga neneknya, sementara Kakashi berada di mobil lain bersama istrinya.

Naruto merasa lega saat akhirnya bisa meninggalkan rumah sakit dan kembali ke istana. Tak kuat menahan kantuk dan lelah, Naruto akhirnya tertidur dengan bersandar di bahu sang kakak. Sungguh hari yang melelahkan baginya.

***

Kekhawatiran tidak hanya terjadi di istana Kiri. Jiraiya menghubungi Hashirama dan menceritakan semuanya. Segera saja Mito berkemas untuk melihat kondisi cucunya. Dia tidak akan bisa tenang meski Tsunade mengatakan kalau Naruto hanya terkilir dan sekarang baik-baik saja.

Madara yang saat itu sedang berada di ruang kerja Hokage bersama dengan Tobirama dan Shikaku juga tampak khawatir. “Siapa yang menyerang Naruto di Kiri?”

“Hal sama yang menjadi pertanyaanku, Madara.” Hashirama menimpali dengan kening berkerut.

“Kepala Pengawal Istana Kiri belum melakukan introgasi. Kita tidak tahu apakah pelaku penyerangan kali ini ada hubungannya dengan penembakan mobil Mizukage beberapa minggu lalu atau justru berhubungan dengan kudeta Konoha sepuluh tahun yang lalu.” Tobirama menatap kakaknya dan Madara bergantian.

Hashirama menggeleng masih dengan ekspresi berpikir. “Pelaku penembakan mobil Jiraiya adalah kelompok separatis yang bekerja sama dengan Hidan untuk mendapatkan pasokan senjata dan ingin menjadikan Pulau Nagi sebagai Negara terpisah. Sedangkan penyerangan Naruto di Konoha adalah murni anak buah Hidan. Kedua kelompok ini jelas tahu kalau menyerang Naruto akan memberikan tekanan padaku juga Jiraiya.”

“Dan menurut informasi dari mata-mata kita, sisa kelompok Hidan juga ingin meminta pulau Ima yang terletak di perbatasan Mizu dan Hi sebagai wilayah mereka. Karena Hidan jelas tahu kalau dia tidak akan bisa menduduki posisi Hokage dan meminta pulau itu sebagai kompensasi.” Shikaku melihat kilat kemarahan di mata Hashirama.

“Panggil Danzo dan Shin. Aku merasa tidak ada gunanya lagi menahan diri. Aku tidak mau menjadikan keselamatan Naruto sebagai taruhan.” Hashirama menatap semua orang dengan tatapan tajam.

“Onii-sama, jangan gegabah!”

“Tobirama, aku sudah memiliki bukti keterlibatannya! Otak culasnya pasti berpikir kalau membunuh Naruto adalah cara terbaik untuk menyiksaku dan Mito sebelum akhirnya juga membunuh kami.”

Tobirama dan Shikaku saling bertukar pandang. Keduanya jelas tahu kalau memang Naruto lah yang menjadi kelemahan terbesar Hashirama. Inilah kenapa musuh selalu menyerang Naruto dan membuat Hokage hilang kesabaran.

“Dinginkan pikiranmu, Hashirama.” Suara tenang dan dalam dari Madara mengalihkan perhatian semua orang. “Kita memang sudah memiliki bukti keterlibatannya dan bisa membunuhnya kapan saja. Tapi apa kau pikir itu menyelesaikan semua perjuangan kita selama sepuluh tahun ini?”

Hashirama terdiam.

“Dia memiliki lebih dari lima puluh mata-mata di dalam istana. Sepuluh tempat terpisah sebagai markas yang tersebar di seluruh penjuru Negara Hi. Bersabarlah sebentar lagi, hanya kurang tiga lokasi. Semua prajurit rahasia kita bekerja keras selama bertahun-tahun untuk menyusup, mengumpulkan informasi dan melemahkan pertahanan mereka dari dalam. Jangan buat usaha mereka sia-sia dengan keputusan impulsifmu.”

“Perdana Menteri benar. Percuma jika kita membongkar semuanya sekarang. Kali ini kita harus menghancurkan mereka sampai ke akar. Danzo dan Shin juga sudah menyiapkan segala sesuatunya. Jangan hancurkan semua rencana begitu saja, Onii-sama.” Tobirama menambahkan.

Hashirama menatap Madara dan Tobirama lalu menghela napas panjang sembari memijat pelipisnya yang berdenyut. “Seharusnya aku mengirim Anbu wanita agar bisa menemani Naruto kemana pun dia pergi.”

Perkataan Hashirama justru membuat Madara menyeringai. “Aku sudah memikirkannya sejak lama. Ada cara lebih baik selain mengirim Anbu wanita dan bisa melindungi Hime-sama selama dua puluh empat jam.”

Tentu saja semua orang langsung menatap sang Perdana Menteri dengan rasa penasaran. Hashirama bahkan tampak terkejut.

“Katakan,” ucap Hashirama.

“Menikahkan Hime-sama dengan cucuku, Uchiha Sasuke.”

“Hah?!” Tobirama menganga sementara Shikaku berdeham pelan di balik genggaman tangannya. “Madara-san, apa ini waktu yang tepat untuk membahas masalah itu?” ucap Tobirama. Dalam hati dia merasa kesal dengan usulan Madara yang dianggapnya konyol itu.

Tapi reaksi Hashirama justru di luar dugaan. Keningnya yang sejak tadi berkerut kini terurai dengan ekspresi wajah cerah. “Itu memang ide bagus.”

“Onii-sama-,”

“Tobirama, Madara benar,” sela Hashirama sebelum adiknya bicara. “Yang kita butuhkan saat ini adalah pengalihan dan menjaga Naruto jauh dari semua ini. Pesta pernikahan adalah pengalihan paling sempurna. Mereka tidak akan curiga jika kita sedang bersiap dengan rencana penghancuran. Dan dengan status suami, Sasuke bisa menjaga Naruto selama dua puluh empat jam. Faktor penting lainnya adalah kita bisa bekerja sama dengan Sasuke tanpa takut bocornya informasi.”

Seketika suasana ruangan menjadi hening. Tobirama dan Shikaku mencoba mencerna penjelasan Hokage sementara seringai Madara semakin lebar.

“Sasuke memiliki kemampuan beladiri yang bagus. Aku akan memintanya belajar menggunakan senjata juga. Setelah menikah, Naruto dan Sasuke akan tinggal di tempat yang sudah kita sediakan. Tempat yang lebih kecil dibandingkan istana, dengan pengawal dan pelayan yang kita pilih, yang jelas bisa dipercaya untuk menjaga keamanan keduanya. Sementara itu, kita menyiapkan semua rencana untuk membumi hanguskan Hidan dan kelompoknya. Ingat, orang yang mengendalikan Hidan memiliki akses bebas bertemu Naruto. Jika dia tetap berada di istana maka kita akan kesulitan menjauhkan mereka. Dan itu akan memberikan tekanan lebih padamu, Mito, Jiraiya dan Tsunade.”

Hashirama menyeringai saat Madara selesai bicara. “Dan akhirnya tujuanmu tercapai, huh?”

Madara tertawa. “Bukankah selama ini kau menolak semua cucuku karena tidak mau memaksa Naruto? Sekarang kita tahu kalau Naruto juga mencintai Sasuke, jadi apa masalahnya?”

“Tunggu, sejak kapan Naruto jatuh cinta pada Sasuke?” Tobirama masih merasa tidak rela kalau keponakannya menjadi cucu menantu Madara meski dalam hati mengakui bahwa itu adalah ide cemerlang.

“Kau tidak perlu tahu. Yang jelas sekarang, menikahkan Naruto dengan Sasuke adalah pilihan terbaik.” Madara mengalihkan perhatiannya dari Tobirama. Dia kembali bicara untuk meyakinkan Hashirama. “Justru masalah kalau kau menikahkan Naruto dengan Pangeran Suna. Apa mungkin kau bisa menceritakan masalah pelik ini padanya dan memintanya melindungi Naruto? Dan menurutku, menjadikan Naruto sebagai pengikat tiga negara adalah ide gila.”

Hashirama mendengkus dalam hati dengan semua penjelasan Madara. Dia pun menoleh pada Shikaku dan Tobirama. “Aku akan berangkat ke Kiri malam ini bersama dengan Mito. Kalian berdua harus membantu Nagato, menjaga semua tetap terkendali di Konoha.”

“Baik, Onii-sama.”

“Baik, Yang Mulia.”

“Dan Madara,” Hashirama kembali menoleh pada sahabatnya. “Minta Sasuke untuk bersiap. Malam ini dia akan ikut denganku ke Kiri. Kau tetap di Konoha untuk mengatur pernikahan dan mulai menyiapkan tempat tinggal mereka nanti. Aku akan membicarakan masalah ini dengan Mito, Jiraiya juga Tsunade saat berada di Kiri nanti.”

“Tentu, kau jangan khawatir. Aku akan mengatur semuanya.” Wajah Madara penuh kelegaan.

Hashirama hanya tersenyum saat mendengar sang adik menggerutu sembari melirik kesal pada Madara. “Bagaimana mungkin semua pembicaraan kita tadi justru berakhir menjadi sebuah kesepakatan pernikahan?”

***

Hari menjelang sore di kediaman Uchiha. Mikoto yang sedang berada di taman belakang bergegas ke ruang tamu saat pelayan memberi tahu kedatangan ayah mertuanya.

“Salam Otou-sama, kenapa tidak memberitahu jika akan datang?”

“Hm, aku datang untuk menjemput Sasuke. Dimana dia?”

Mikoto tampak heran tapi kemudian meminta pelayan untuk memanggil Sasuke di kamarnya. “Dia baru saja pulang dari studio. Apa ada masalah lagi Otou-sama?” Mengingat kejadian terakhir yang menimpa putranya membuat Mikoto khawatir.

Madara belum sempat menjawab karena Sasuke sudah datang dan memberi hormat padanya.

“Ada apa Ojii-sama?” Ini pertama kali Sasuke bertemu dengan Madara sejak masalah buket bunga.

“Malam ini kau akan berangkat ke Kiri bersama Hokage. Sekarang berkemaslah, aku akan menunggu dan mengantarmu ke bandara.”

“Ke-kenapa Sasuke harus pergi ke Kiri Otou-sama?” Mikota tampak terkejut dan memeluk lengan putra bungsunya.

“Jangan khawatir Mikoto. Tidak ada masalah dengan Sasuke, Hokage hanya ingin dia bertemu dengan Mizukage.” Madara memberi menantunya alasan.

“Sasuke, kau-,”

“Tidak apa-apa Okaa-sama. Bukankah itu baik kalau Hokage membawaku bertemu dengan Mizukage?” Sasuke mengusap lengan sang ibu untuk menenangkannya.

“Kau yakin tidak apa-apa?” Mikoto mengusap wajah putra bungsunya.

Sasuke mengangguk lalu menoleh pada kakeknya.

“Cepat berkemas,” perintah Madara yang dijawab dengan anggukan.

Sasuke bergegas kembali ke kamarnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi sampai dia diajak ke Kiri tapi dalam hati dia bersemangat dan berharap diijinkan bertemu dengan Naruto.

***

>>Bersambung<<

>>Nami Cafe - Chapter 17<<

>>Nami Cafe - Chapter 19<<

A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.

You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.

Thank you *deep_bow

Post a Comment

0 Comments