Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
===========================================================
“Kudengar kau sedang merenovasi studio di Distrik 10?”
Fugaku menyesap kopinya lalu menatap Sasuke yang duduk di depannya, di ruang
keluarga.
“Benar Otou-sama.” Putra bungsu Uchiha itu mengangguk.
“Hm, semua berjalan lancar?”
“Ya, Otou-sama.”
“Baguslah.” Fugaku meletakkan cangkir kopinya lalu
meraih map berwarna coklat di atas meja. “Ini untukmu.”
Sasuke menerima map dengan kening berkerut tapi tidak
bertanya apa-apa.
“Bukalah.”
Dengan patuh Sasuke membuka map coklat itu. Dia
membaca berkas yang ada di dalamnya lalu menatap sang ayah dengan terkejut.
Fugaku hanya tersenyum melihat reaksi putranya.
“Otou-sama?”
“Aku hanya bisa mendukung keputusanmu, tapi kau juga
harus menyiapkan hati untuk semua kemungkinan yang akan terjadi. Wanita yang
kau cintai adalah putri dari dua kerajaan. Sepertinya memang mustahil kalau
sampai perasaanmu terbalaskan tapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.”
“Aku mengerti Otou-sama, terima kasih.” Sasuke
mengangguk hormat pada ayahnya.
Berkas di dalam amplop itu adalah data lengkap
mengenai Naruto. Setidaknya Fugaku berharap kalau putranya akan lebih mudah
dekat dengan Naruto jika mengetahui segala sesuatu tentangnya. Dia yakin saat
ini Hokage juga sudah menyelediki tentang Sasuke.
“Lusa adalah ulang tahun Ojii-sama, kau harus datang.”
“Baik Otou-sama.”
“Kembalilah ke kamarmu.”
Sasuke kembali mengucapkan terima kasih lalu kembali
ke kamarnya sembari membawa amplop coklat pemberian sang ayah. Hatinya merasa
senang karena ternyata seluruh keluarga mendukungnya. Meski belum tahu
bagaimana akhir dari perjalanan cintanya, tapi Sasuke akan tetap berusaha.
Malam itu, dia menghabiskan waktu untuk membaca semua hal tentang Naruto.
***
Naruto menghela napas lalu menyeka keringat di
keningnya dengan handuk kecil.
“Kau sudah lelah?” Kurama mengulurkan sebotol air
mineral pada adiknya. Keduanya sedang berada di dojo istana untuk berlatih.
“Tidak juga, hanya Obaa-sama pasti marah kalau aku
berlatih terlalu lama.”
Kurama melihat jam di dinding dan baru menyadari kalau
mereka sudah berlatih lebih dari dua jam. “Kalau begitu kembalilah, sebentar
lagi waktu makan siang.”
“Hm,” gumam Naruto seraya mengulurkan botol mineral
pada kakaknya.
Melihat keduanya selesai berlatih, para pelayan yang
mendampingi mereka segera bersiap. Dua pelayan menghampiri Naruto dan
memakaikan jubah luar untuk menutupi pakaian latihan yang dikenakannya.
“Sampai nanti, Onii-sama.”
“Sampai nanti, Imouto.”
Naruto memberi hormat pada kakaknya lalu meninggalkan
dojo bersama pelayannya.
Kurama menatap kepergian adiknya lalu menatap
pengawalnya yang berdiri di sudut dojo. “Zabuza, ayo temani aku berlatih.”
“Baik, Shinno-sama.”
Zabuza langsung beranjak lalu melepas jas hitamnya dan
menggulung lengan kemejanya. Keduanya berlatih tanpa menyadari ada seseorang
yang mengamati mereka dari balik dinding dojo yang sepi.
***
“Sasuke Uchiha.” Hashirama menggumankan nama yang
tengah dibacanya. “Sayang, apa menurutmu bungsu Uchiha ini cocok dengan
Naru-chan?”
Mito yang tengah membaca di sofa mengalihkan perhatiannya
pada sang suami yang duduk di belakang meja kerjanya. “Aku belum pernah bertemu
dengannya, tidak adil kalau harus menilainya sekarang.”
“Hm, kau benar. Aku penasaran dengannya.” Hashirama
mengamati foto pria muda yang tampak gagah dalam balutan kimono hitam.
“Aku juga, kita akan bertemu dengannya saat ulang
tahun Madara nanti.”
“Ah iya, aku hampir lupa.”
“Anata, kau sudah sampaikan pada Madara untuk
memperketat penjagaan bukan?”
Hashirama mengangguk. “Aku juga sudah berpesan padanya
agar memeriksa semua pelayan yang bekerja di rumahnya. Tidak menutup
kemungkinan mereka akan menyusupkan orang ke dalam pesta.”
“Apa Nagato dan Yahiko sudah kembali?” tanya Mito
kemudian.
“Belum, jika sesuai jadwal maka mereka akan kembali
sore ini.”
Mito mengangguk lalu kembali fokus pada buku yang
sejak tadi dibacanya. Hashirama juga kembali membaca berkas milik Sasuke. Tapi
kemudian pintu ruangan diketuk dan mengalihkan perhatian keduanya.
“Yang Mulia, Jenderal Shimura sudah datang,” lapor
salah seorang pengawal.
“Hm, suruh dia masuk.” Hashirama meletakkan dokumen Sasuke
dalam keadaan terbuka di atas meja kerjanya. Dia lalu berjalan ke arah sofa
tamu dan duduk di sebelah istrinya. Tak lama kemudian Danzo datang bersama
putranya yang juga seorang Perwira Angkatan Darat, Shimura Shin.
“Salam hormat pada Yang Mulia Hokage-sama,
Senju-sama.” Danzo dan Shin memberi salam sembari membungkuk hormat.
“Duduklah,” perintah Hashirama dan keduanya pun duduk
di sofa, dihadapannya juga Mito.
“Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu Shin?” Mito bertanya
pada cucunya.
“Baik Yang Mulia,” jawab Shin seraya mengangguk.
“Ah, jangan begitu. Kau tidak sedang bertugas bukan?”
Mito tersenyum melihat sang cucu yang selalu kaku saat bertemu dengannya.
Shin tersenyum canggung. “Maaf Obaa-sama.”
Hashirama ikut tersenyum melihat tingkah cucu keduanya
itu. “Kau terlalu keras padanya Danzo.”
“Sudah seharusnya Yang Mulia. Saya justru menyesal
karena tidak bisa mendidik Karin dengan baik.” Danzo melirik putra
kebanggaannya lalu menatap Mito yang tampak tidak suka saat mendengar nama
Karin.
Mito menghela napas sembari menggeleng. “Putrimu itu
memang keterlaluan, tapi aku tidak menyalahkanmu. Sara sangat menyayangi dan
memanjakannya. Sebenarnya aku tidak keberatan kalau Karin memang ingin tinggal
di istana, dia juga cucuku.”
“Tidak Yang Mulia, meski dia juga cucu kerajaan tapi
jika tinggal di istana sifat arogannya akan semakin menjadi. Itulah alasan saya
tidak mengijinkannya.”
“Obaa-sama, Karin tidak akan dewasa jika semua
keinginannya dipenuhi, jadi biarkan saja.” Shin ikut menimpali perkataan
ayahnya.
“Ya, ya, terserah kalian saja.” Mito menyerah untuk
mendebat cucu juga menantunya.
“Hm, jadi bagaimana perkembangannya?” Hashirama menarik
perhatian semua orang.
“Kami sudah mendapat bukti baru yang semakin
menguatkan dugaan selama ini.” Danzo mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku
seragamnya lalu memberikannya pada Hokage. “Didalamnya terdapat dua chip
rekaman percakapan selama satu bulan terakhir.”
Hashirama mengangguk lalu menoleh pada istrinya yang
kini berwajah sendu. “Apa yang kau pikirkan?” tanyanya sembari mengusap tangan
Mito yang bertaut di atas pangkuan.
“Aku hanya takut tidak bisa menghadapinya,” lirih Mito
yang kemudian menatap Danzo juga Shin. “Apa tidak ada jalan lain?”
“Yang Mulia, ini semua demi kedamaian negara Hi. Mereka
juga menginginkan kekacauan di Mizu, kita harus mencegahnya sebelum terlambat.”
Danzo menjawab dengan nada tegas, tapi tidak dengan putranya.
Mito bisa melihat ada keraguan di mata Shin, meski
begitu dia tidak bertanya dan hanya menatap suaminya yang juga diam.
“Hokage-sama, Anda tidak boleh ragu. Sebelum mereka
berhasil mengumpulkan kekuatan yang lebih besar, kita harus menghancurkannya
lebih dulu,” kata Danzo lagi.
“Hm, aku mengerti.” Hashirama menggenggam kotak di
tangannya dengan erat. “Tobirama juga masih berada di Kiri untuk membicarakan
semuanya dengan Mizukage.”
“Penyerangan pada Naru-hime kemarin hanyalah permainan
kecil. Mereka juga ingin menyulut Mizukage.” Shin menambahkan.
Kali ini Hashirama mengangguk. “Aku tahu, karena itu
aku meminta Kurama tutup mulut. Serangan terakhir mereka gagal melukai Jiraiya
maupun Tsunade. Pastinya mereka punya rencana lain untuk serangan berikutnya.”
“Benar Yang Mulia,” Danzo menjawab dengan penuh
keyakinan.
“Baiklah, selesaikan penyelidikannya dan kita akan
segera bergerak,” kata Hashirama kemudian.
“Siap Yang Mulia,” jawab Danzo dan Shin serempak.
Sesaat suasana hening tapi kemudian suara ketukan
pintu kembali terdengar. Chiyo muncul saat pintu terbuka.
“Yang Mulia, makan siang sudah siap.”
“Terima kasih Chiyo-san. Apa Kurama dan Naruto sudah
selesai berlatih?” tanya Mito pada kepala pelayan istana itu.
“Sudah Yang Mulia. Shinno-sama dan Hime-sama juga akan
ikut makan siang bersama.”
“Baiklah, kami segera kesana.” Mito kemudian menatap
cucu dan menantunya. “Sudah lama kita tidak berkumpul, ayo makan siang
bersama.”
Danzo dan Shin mengangguk sebagai jawaban.
***
Hari ulang tahun Perdana Menteri pun tiba. Matahari
sudah berada di batas senja saat Naruto selesai menata rambutnya dibantu oleh
dua orang pelayan. Dia meletakkan sisir di atas meja rias lalu melihat pantulan
wajahnya di cermin.
“Hime-sama, Anda cantik sekali,” puji salah seorang
pelayan.
Dan memang tidak salah, Naruto terlihat mempesona
dalam balutan gaun putih bertabur kristal. Rambut pirangnya tergerai indah
menutupi punggung dan bahunya yang sedikit terbuka.
“Pujian kalian sudah sering aku dengar,” Naruto justru
membalasnya dengan candaan.
“Jangan begitu Hime-sama. Saya bersungguh-sungguh.
Anda memang sangat cantik, benar bukan?” Pelayan itu menarik lengan rekannya.
“Tentu saja, Hime-sama adalah yang tercantik di istana
Uzushio.”
“Oh begitukah? Memang kau membandingkanku dengan siapa
di istana? Konan Oba-sama atau Yang Mulia Senju-sama, hm?” Naruto justru
semakin menggoda kedua pelayannya.
“Hime-sama~.” Keduanya merengek saat Naruto justru
tertawa melihat wajah mereka yang memerah.
“Kami salah bicara, Hime-sama adalah wanita paling
cantik di Negeri Hi.” Seorang pelayan mengganti pujiannya dan justru semakin
membuat Naruto tertawa. Sayangnya suara ketukan pintu menyela kesenangan mereka.
“Hormat pada Shinno-sama.” Kedua pelayan itu langsung
membungkuk hormat saat melihat Kurama datang bersama dengan Yahiko.
“Wah, kau cantik sekali Naru-chan.” Yahiko langsung
memuji penampilan Naruto.
Sementara itu Kurama justru tampak tidak begitu suka
dengan penampilan adiknya. “Kau berencana membuat pingsan semua pria di pesta
Imouto?”
Naruto tersenyum sembari menggeleng geli dengan
perkataan kakaknya. Dia tahu kalau Kurama tidak suka melihatnya dengan gaun
yang terbuka. Sayangnya, gaun itu sudah dipilihkan sang bibi untuknya, tidak
mungkin Naruto menolak.
“Ah, abaikan kakakmu Naru-chan. Dia akan mati muda
jika terus seperti itu,” kata Yahiko yang sukses mendapat pukulan di bahu. “Itu
sakit Ku-chan!”
“Panggil dengan nama itu lagi maka aku tidak segan
untuk meminta Zabuza menembak kepalamu.”
“Naru-chan, jinakkan rubah liarmu itu.” Yahiko berlari
ke belakang Naruto untuk meminta perlindungan.
“Sudah, sudah, kalian berdua memalukan.” Naruto
menghela napas lalu meminta pelayannya keluar. Kedua pangeran itu bahkan tidak
menyadari kalau candaan mereka telah membuat kedua gadis pelayan itu pucat
pasi.
“Ayo turun, Obaa-sama sudah menunggumu.” Yahiko
merapikan poni adik sepupunya.
“Dimana mantelmu?” Kurama mengedarkan pandangan ke
sekeliling kamar dan melihat mantel putih yang tersampir di lengan sofa. Dia
pun mengambilnya lalu membantu sang adik memakainya. Tangan Kurama membeku saat
menyibakkan rambut panjang Naruto dan melihat bagian punggung yang tidak
tertutup gaun. Di sana ada bekas luka yang memanjang. Meski warnanya kini sudah
memudar, tapi ingatan Kurama masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana luka
itu sepuluh tahun yang lalu.
“Ku-nii?” Naruto merasa heran karena sang kakak
menarik rambutnya.
Mendengar panggilan Naruto membuat Kurama dengan cepat
mengendalikan diri. “Maaf, rambutmu tersangkut.” Diapun merapikan rambut Naruto
dengan hati-hati.
“Ayo kita berangkat.” Yahiko meraih tangan Naruto untuk
mengalihkan perhatiannya. Dia membawa Naruto keluar dan memberi isyarat pada
Kurama. Putra Mahkota itu bahkan tidak sadar kalau sudah meneteskan air dari
sudut matanya.
***
Kediaman Perdana Menteri dijaga dengan ketat. Pesta di
gelar di aula yang terletak tidak jauh dari rumah utama. Tidak banyak tamu yang
diundang, hanya beberapa petinggi penting kerajaan dan militer. Selebihnya
tentu saja keluarga besar Uchiha. Karena biasanya acara ini memang bertujuan
untuk mempertemukan cucu-cucu Madara dengan Naruto. Tapi tentunya hanya
keluarga inti yang bisa menghadiri pesta.
Sasuke memijat pangkal hidungnya saat merasa lelah
menyapa paman dan bibi yang bahkan dia lupa namanya. Padahal pesta belum
dimulai, tapi dia sudah merasa begitu tersiksa. Shisui dan Itachi yang sejak
tadi menemani adik bungsunya tersenyum sambil menikmati minuman mereka.
“Bersabarlah sebentar lagi.” Shisui mengulurkan gelas champagne pada Sasuke.
“Terima kasih, Onii-sama.” Menyesapnya perlahan,
Sasuke menikmati champagne untuk
meredakan stresnya. Dia lalu melihat ke arah pintu masuk aula, membuat Itachi
hampir tertawa.
“Kau sudah puluhan kali melihat ke arah pintu,” goda
sang kakak yang hanya mendapat lirikan mata dari Sasuke.
“Oh, kau menunggunya?” Shisui paham dengan candaan Itachi.
“Tentu saja Onii-sama, siapa lagi yang akan
ditunggunya? Aku berani bertaruh kalau Sasuke bahkan tidak mengenal satu pun
sepupu wanita dari keluarga Uchiha.”
“Teruslah mengejekku,” Sasuke berdecak kesal hingga
membuat Itachi tertawa.
Shisui kembali tersenyum, merasa terhibur melihat
interaksi kedua adiknya. “Apakah Kurama-sama masih di Konoha?”
Itachi mengangguk. “Dan jangan lupakan para pengawal
setia Hime.”
“Pengawal setia?” Sasuke tampak penasaran.
“Ah, mereka,” Shisui juga hampir tertawa. “Sasuke,
semoga kau berhasil malam ini. Dan juga siapkan hatimu untuk melihat pesona
Hime yang sesungguhnya.” Dia menepuk bahu adiknya.
Sasuke tidak mengerti dengan apa yang dimaksud kedua
kakaknya. Sayangnya, dia tidak punya waktu untuk bertanya karena terdengar
seruan dari pintu masuk yang mengabarkan kalau Hokage sudah tiba.
Semua orang langsung berdiri tegap. Para petinggi
kerajaan dan militer yang diundang bahkan sudah berjajar rapi di dekat pintu.
Itachi sengaja berdiri lebih dekat pada adik bungsunya, sementara Shisui sudah
bersiap di barisan depan, di sebelah ayahnya.
“Tetap diam sampai salam penghormatan selesai,” bisik
Itachi saat melihat Sasuke mengamati sekitarnya. Adik bungsunya itu hanya
mengangguk dan kembali melihat ke arah pintu masuk aula.
Itachi melihat Yamato dan Ibiki memasuki ruangan lebih
dulu. Dia pun kembali berbisik pada adiknya. Beruntung mereka tidak berdiri di
jajaran depan, hingga Itachi bisa leluasa berbicara pada Sasuke.
“Itu adalah Yamato, Kapten Anbu Kerajaan. Di
sebelahnya adalah Ibiki, Wakil Kapten Anbu. Dan yang baru saja masuk adalah
Hokage bersama istrinya. Kau sudah pernah bertemu dengan mereka?”
Sasuke menggeleng untuk menjawab bisikan kakaknya.
“Hm, mereka pasti akan menemuimu nanti, calon cucu
menantu,” bisik Itachi lagi sembari menyeringai saat melihat Sasuke memutar
mata padanya.
“Jangan bercanda,” desis bungsu Uchiha itu.
Itachi menahan senyumnya melebar. Dia kembali melihat
ke arah keluarga kerajaan yang baru saja masuk. “Nah, itu Nagato Senju dan
istrinya, Konan Senju, putra pertama dan menantu Hokage.”
Sasuke masih diam mendengarkan sembari mengamati ke
arah pintu masuk aula.
“Dibelakang mereka, yang memakai jas berwarna navy
adalah Yahiko Senju, putra Nagato Senju, cucu pertama Hokage.”
Sayangnya kalimat Itachi tak lagi menjadi fokus
Sasuke. Matanya menatap seorang wanita yang sejak tadi sudah ditunggunya. Kecantikan
Naruto memang mampu membuat semua orang terpesona. Jantung Sasuke semakin
berdebar kencang saat melihat wanita pujaannya tersenyum. Tapi keindahan itu
terusik ketika pria yang berdiri di sebelahnya tiba-tiba memeluk pinggulnya
sembari berbisik.
“Siapa pria itu?” Sasuke tidak bisa menahan diri untuk
tidak bertanya. Keintiman yang terlihat diantara mereka membuat hati Sasuke
iritasi.
Itachi menoleh dan menggeleng geli melihat ekspresi
wajah sang adik. “Namikaze Kurama, kakak Naru-hime,” jawabnya sembari semakin
mendekat pada telinga Sasuke. “Dia rubah merah dari Mizu, berhati-hatilah
padanya.”
Meski merasa aneh dengan julukan juga peringatan dari Itachi,
tapi dalam hati Sasuke lega mendengar Kurama adalah kakak Naruto. Rasanya menyakitkan
melihat wanita pujaannya bersanding dengan pria lain.
“Selain Kurama, kau masih harus menghadapi dua
pengawal setia lagi.” Itachi lanjut berbisik. Dia menunjuk dengan dagu saat
Sasuke menatapnya. “Lihatlah dibelakang Naru-hime. Yang berambut panjang,
mengenakan setelan putih adalah Hyuga Neji. Dia seorang dokter. Putra dari Hyuga
Hiashi, Pemilik Konoha Medical Center sekaligus Kepala Dokter Kerajaan.”
Sasuke mengamati wajah Neji dalam diam.
Melihat sang adik tidak berkomentar membuat Itachi
kembali bicara. “Disebelahnya, adalah Nara Shikamaru. Dia adalah Kapten
Divisi Pengintai dan Penembak Jitu Kerajaan. Putra dari Nara Shikaku, Menteri
Pertahanan. Keduanya adalah sahabat Naru-hime sejak kecil. Mereka besar
bersama, sekolah bersama, hingga saat ini masih sering mendampingi Hime.”
“Dimana
Hime bersekolah?” Tiba-tiba Sasuke bertanya.
“Tentu
saja di Akademi kerajaan.”
Sasuke
kembali diam. Akademi Kerajaan adalah sekolah para bangsawan. Dulu Sasuke
menghindari sekolah itu dan memilih ikut dengan sang paman di Oto. Tapi melihat
Naruto bersama Neji juga Shikamaru, tiba-tiba terbesit penyesalan untuk hal
itu. Andai dia bersekolah di sana, akankah dirinya juga bisa menjadi teman baik
Hime? Merasa seseorang menarik tangannya membuat Sasuke menghentikan
lamunannya.
“Cepat
beri hormat!” desis Itachi dengan masih menarik tangan Sasuke agar ikut
membungkuk bersamanya. Semua orang memberi salam hormat pada Hokage.
Sasuke
langsung memberi hormat dan membuat Itachi menghela napas lega.
“Kenapa
melamun di saat seperti ini, huh?” gerutu Itachi begitu salam penghormatan
selesai.
Alih-alih
meminta maaf, Sasuke justru sibuk mencari sosok Naruto di tengah kerumunan tamu
pesta.
“Hime
sedang menemui Ojii-sama,” kata Itachi yang jelas bisa membaca gelagat sang
adik.
Merasa
itu adalah kesempatan emas, Sasuke segera pergi untuk ikut menemui kakeknya.
“Terima kasih, Onii-sama,” ucapnya sambil lalu dan membuat Itachi berdecak
kesal dengan panggilan dari sang adik.
“Sasuke
hanya hormat padaku saat dia hilang akal. Sungguh menyedihkan.” Itachi kemudian
menyadari kebodohannya dan langsung mencari sosok sang adik yang sudah
melangkah cepat untuk mendekati kakeknya yang tengah berbicara dengan keluarga
kerajaan. “Heh? Anak itu bodoh atau apa?” Dengan cepat dia berusaha menyusul
Sasuke dan mencegahnya mempermalukan diri sendiri.
Sayangnya
Itachi terlambat. Ibiki dan Shikamaru sudah berdiri tegap untuk menghalangi
Sasuke mendekat ke arah Hokage. Yamato, meski dia tahu siapa Sasuke, tapi
menurut prosedur keamanan, tidak bisa membiarkan semua orang mendekat pada
keluarga kerajaan begitu saja.
“Maafkan
kami Sasuke-sama, Anda harus menunggu jika ingin bicara dengan Perdana Menteri.”
Kapten Anbu itu mengangguk hormat dengan ekspresi datar.
Sasuke
baru akan menjawab tapi Itachi yang datang langsung mencekal lengannya.
“Ma-maaf Yamato-san. Sasuke belum tahu, kau pasti paham apa maksudku,” jelasnya
dengan cepat. Dia juga tersenyum sebagai isyarat meminta maaf pada Ibiki dan
Shikamaru. Itachi melihat Shikamaru mengamati adiknya.
“Saya
mengerti Itachi-sama,” jawab Yamato kemudian.
Sayangnya
hal itu justru menarik perhatian para tamu, tak terkecuali Madara dan keluarga
kerajaan yang sedang mengucapkan selamat.
“Ada
apa?”
Suara
tenang Hokage membuat Itachi menjerit dalam hati, Sasuke!!!
***
>>Bersambung <<
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments