Nami Cafe - Chapter 10

Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.

Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.

Happy reading.

===========================================================


“Kudengar kau sedang merenovasi studio di Distrik 10?” Fugaku menyesap kopinya lalu menatap Sasuke yang duduk di depannya, di ruang keluarga.

“Benar Otou-sama.” Putra bungsu Uchiha itu mengangguk.

“Hm, semua berjalan lancar?”

“Ya, Otou-sama.”

“Baguslah.” Fugaku meletakkan cangkir kopinya lalu meraih map berwarna coklat di atas meja. “Ini untukmu.”

Sasuke menerima map dengan kening berkerut tapi tidak bertanya apa-apa.

“Bukalah.”

Dengan patuh Sasuke membuka map coklat itu. Dia membaca berkas yang ada di dalamnya lalu menatap sang ayah dengan terkejut. Fugaku hanya tersenyum melihat reaksi putranya.

“Otou-sama?”

“Aku hanya bisa mendukung keputusanmu, tapi kau juga harus menyiapkan hati untuk semua kemungkinan yang akan terjadi. Wanita yang kau cintai adalah putri dari dua kerajaan. Sepertinya memang mustahil kalau sampai perasaanmu terbalaskan tapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.”

“Aku mengerti Otou-sama, terima kasih.” Sasuke mengangguk hormat pada ayahnya.

Berkas di dalam amplop itu adalah data lengkap mengenai Naruto. Setidaknya Fugaku berharap kalau putranya akan lebih mudah dekat dengan Naruto jika mengetahui segala sesuatu tentangnya. Dia yakin saat ini Hokage juga sudah menyelediki tentang Sasuke.

“Lusa adalah ulang tahun Ojii-sama, kau harus datang.”

“Baik Otou-sama.”

“Kembalilah ke kamarmu.”

Sasuke kembali mengucapkan terima kasih lalu kembali ke kamarnya sembari membawa amplop coklat pemberian sang ayah. Hatinya merasa senang karena ternyata seluruh keluarga mendukungnya. Meski belum tahu bagaimana akhir dari perjalanan cintanya, tapi Sasuke akan tetap berusaha. Malam itu, dia menghabiskan waktu untuk membaca semua hal tentang Naruto.

***

Naruto menghela napas lalu menyeka keringat di keningnya dengan handuk kecil.

“Kau sudah lelah?” Kurama mengulurkan sebotol air mineral pada adiknya. Keduanya sedang berada di dojo istana untuk berlatih.

“Tidak juga, hanya Obaa-sama pasti marah kalau aku berlatih terlalu lama.”

Kurama melihat jam di dinding dan baru menyadari kalau mereka sudah berlatih lebih dari dua jam. “Kalau begitu kembalilah, sebentar lagi waktu makan siang.”

“Hm,” gumam Naruto seraya mengulurkan botol mineral pada kakaknya.

Melihat keduanya selesai berlatih, para pelayan yang mendampingi mereka segera bersiap. Dua pelayan menghampiri Naruto dan memakaikan jubah luar untuk menutupi pakaian latihan yang dikenakannya.

“Sampai nanti, Onii-sama.”

“Sampai nanti, Imouto.”

Naruto memberi hormat pada kakaknya lalu meninggalkan dojo bersama pelayannya.

Kurama menatap kepergian adiknya lalu menatap pengawalnya yang berdiri di sudut dojo. “Zabuza, ayo temani aku berlatih.”

“Baik, Shinno-sama.”

Zabuza langsung beranjak lalu melepas jas hitamnya dan menggulung lengan kemejanya. Keduanya berlatih tanpa menyadari ada seseorang yang mengamati mereka dari balik dinding dojo yang sepi.

***

“Sasuke Uchiha.” Hashirama menggumankan nama yang tengah dibacanya. “Sayang, apa menurutmu bungsu Uchiha ini cocok dengan Naru-chan?”

Mito yang tengah membaca di sofa mengalihkan perhatiannya pada sang suami yang duduk di belakang meja kerjanya. “Aku belum pernah bertemu dengannya, tidak adil kalau harus menilainya sekarang.”

“Hm, kau benar. Aku penasaran dengannya.” Hashirama mengamati foto pria muda yang tampak gagah dalam balutan kimono hitam.

“Aku juga, kita akan bertemu dengannya saat ulang tahun Madara nanti.”

“Ah iya, aku hampir lupa.”

“Anata, kau sudah sampaikan pada Madara untuk memperketat penjagaan bukan?”

Hashirama mengangguk. “Aku juga sudah berpesan padanya agar memeriksa semua pelayan yang bekerja di rumahnya. Tidak menutup kemungkinan mereka akan menyusupkan orang ke dalam pesta.”

“Apa Nagato dan Yahiko sudah kembali?” tanya Mito kemudian.

“Belum, jika sesuai jadwal maka mereka akan kembali sore ini.”

Mito mengangguk lalu kembali fokus pada buku yang sejak tadi dibacanya. Hashirama juga kembali membaca berkas milik Sasuke. Tapi kemudian pintu ruangan diketuk dan mengalihkan perhatian keduanya.

“Yang Mulia, Jenderal Shimura sudah datang,” lapor salah seorang pengawal.

“Hm, suruh dia masuk.” Hashirama meletakkan dokumen Sasuke dalam keadaan terbuka di atas meja kerjanya. Dia lalu berjalan ke arah sofa tamu dan duduk di sebelah istrinya. Tak lama kemudian Danzo datang bersama putranya yang juga seorang Perwira Angkatan Darat, Shimura Shin.

“Salam hormat pada Yang Mulia Hokage-sama, Senju-sama.” Danzo dan Shin memberi salam sembari membungkuk hormat.

“Duduklah,” perintah Hashirama dan keduanya pun duduk di sofa, dihadapannya juga Mito.

“Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu Shin?” Mito bertanya pada cucunya.

“Baik Yang Mulia,” jawab Shin seraya mengangguk.

“Ah, jangan begitu. Kau tidak sedang bertugas bukan?” Mito tersenyum melihat sang cucu yang selalu kaku saat bertemu dengannya.

Shin tersenyum canggung. “Maaf Obaa-sama.”

Hashirama ikut tersenyum melihat tingkah cucu keduanya itu. “Kau terlalu keras padanya Danzo.”

“Sudah seharusnya Yang Mulia. Saya justru menyesal karena tidak bisa mendidik Karin dengan baik.” Danzo melirik putra kebanggaannya lalu menatap Mito yang tampak tidak suka saat mendengar nama Karin.

Mito menghela napas sembari menggeleng. “Putrimu itu memang keterlaluan, tapi aku tidak menyalahkanmu. Sara sangat menyayangi dan memanjakannya. Sebenarnya aku tidak keberatan kalau Karin memang ingin tinggal di istana, dia juga cucuku.”

“Tidak Yang Mulia, meski dia juga cucu kerajaan tapi jika tinggal di istana sifat arogannya akan semakin menjadi. Itulah alasan saya tidak mengijinkannya.”

“Obaa-sama, Karin tidak akan dewasa jika semua keinginannya dipenuhi, jadi biarkan saja.” Shin ikut menimpali perkataan ayahnya.

“Ya, ya, terserah kalian saja.” Mito menyerah untuk mendebat cucu juga menantunya.

“Hm, jadi bagaimana perkembangannya?” Hashirama menarik perhatian semua orang.

“Kami sudah mendapat bukti baru yang semakin menguatkan dugaan selama ini.” Danzo mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku seragamnya lalu memberikannya pada Hokage. “Didalamnya terdapat dua chip rekaman percakapan selama satu bulan terakhir.”

Hashirama mengangguk lalu menoleh pada istrinya yang kini berwajah sendu. “Apa yang kau pikirkan?” tanyanya sembari mengusap tangan Mito yang bertaut di atas pangkuan.

“Aku hanya takut tidak bisa menghadapinya,” lirih Mito yang kemudian menatap Danzo juga Shin. “Apa tidak ada jalan lain?”

“Yang Mulia, ini semua demi kedamaian negara Hi. Mereka juga menginginkan kekacauan di Mizu, kita harus mencegahnya sebelum terlambat.” Danzo menjawab dengan nada tegas, tapi tidak dengan putranya.

Mito bisa melihat ada keraguan di mata Shin, meski begitu dia tidak bertanya dan hanya menatap suaminya yang juga diam.

“Hokage-sama, Anda tidak boleh ragu. Sebelum mereka berhasil mengumpulkan kekuatan yang lebih besar, kita harus menghancurkannya lebih dulu,” kata Danzo lagi.

“Hm, aku mengerti.” Hashirama menggenggam kotak di tangannya dengan erat. “Tobirama juga masih berada di Kiri untuk membicarakan semuanya dengan Mizukage.”

“Penyerangan pada Naru-hime kemarin hanyalah permainan kecil. Mereka juga ingin menyulut Mizukage.” Shin menambahkan.

Kali ini Hashirama mengangguk. “Aku tahu, karena itu aku meminta Kurama tutup mulut. Serangan terakhir mereka gagal melukai Jiraiya maupun Tsunade. Pastinya mereka punya rencana lain untuk serangan berikutnya.”

“Benar Yang Mulia,” Danzo menjawab dengan penuh keyakinan.

“Baiklah, selesaikan penyelidikannya dan kita akan segera bergerak,” kata Hashirama kemudian.

“Siap Yang Mulia,” jawab Danzo dan Shin serempak.

Sesaat suasana hening tapi kemudian suara ketukan pintu kembali terdengar. Chiyo muncul saat pintu terbuka.

“Yang Mulia, makan siang sudah siap.”

“Terima kasih Chiyo-san. Apa Kurama dan Naruto sudah selesai berlatih?” tanya Mito pada kepala pelayan istana itu.

“Sudah Yang Mulia. Shinno-sama dan Hime-sama juga akan ikut makan siang bersama.”

“Baiklah, kami segera kesana.” Mito kemudian menatap cucu dan menantunya. “Sudah lama kita tidak berkumpul, ayo makan siang bersama.”

Danzo dan Shin mengangguk sebagai jawaban.

***

Hari ulang tahun Perdana Menteri pun tiba. Matahari sudah berada di batas senja saat Naruto selesai menata rambutnya dibantu oleh dua orang pelayan. Dia meletakkan sisir di atas meja rias lalu melihat pantulan wajahnya di cermin.

“Hime-sama, Anda cantik sekali,” puji salah seorang pelayan.

Dan memang tidak salah, Naruto terlihat mempesona dalam balutan gaun putih bertabur kristal. Rambut pirangnya tergerai indah menutupi punggung dan bahunya yang sedikit terbuka.

“Pujian kalian sudah sering aku dengar,” Naruto justru membalasnya dengan candaan.

“Jangan begitu Hime-sama. Saya bersungguh-sungguh. Anda memang sangat cantik, benar bukan?” Pelayan itu menarik lengan rekannya.

“Tentu saja, Hime-sama adalah yang tercantik di istana Uzushio.”

“Oh begitukah? Memang kau membandingkanku dengan siapa di istana? Konan Oba-sama atau Yang Mulia Senju-sama, hm?” Naruto justru semakin menggoda kedua pelayannya.

“Hime-sama~.” Keduanya merengek saat Naruto justru tertawa melihat wajah mereka yang memerah.

“Kami salah bicara, Hime-sama adalah wanita paling cantik di Negeri Hi.” Seorang pelayan mengganti pujiannya dan justru semakin membuat Naruto tertawa. Sayangnya suara ketukan pintu menyela kesenangan mereka.

“Hormat pada Shinno-sama.” Kedua pelayan itu langsung membungkuk hormat saat melihat Kurama datang bersama dengan Yahiko.

“Wah, kau cantik sekali Naru-chan.” Yahiko langsung memuji penampilan Naruto.

Sementara itu Kurama justru tampak tidak begitu suka dengan penampilan adiknya. “Kau berencana membuat pingsan semua pria di pesta Imouto?”

Naruto tersenyum sembari menggeleng geli dengan perkataan kakaknya. Dia tahu kalau Kurama tidak suka melihatnya dengan gaun yang terbuka. Sayangnya, gaun itu sudah dipilihkan sang bibi untuknya, tidak mungkin Naruto menolak.

“Ah, abaikan kakakmu Naru-chan. Dia akan mati muda jika terus seperti itu,” kata Yahiko yang sukses mendapat pukulan di bahu. “Itu sakit Ku-chan!”

“Panggil dengan nama itu lagi maka aku tidak segan untuk meminta Zabuza menembak kepalamu.”

“Naru-chan, jinakkan rubah liarmu itu.” Yahiko berlari ke belakang Naruto untuk meminta perlindungan.

“Sudah, sudah, kalian berdua memalukan.” Naruto menghela napas lalu meminta pelayannya keluar. Kedua pangeran itu bahkan tidak menyadari kalau candaan mereka telah membuat kedua gadis pelayan itu pucat pasi.

“Ayo turun, Obaa-sama sudah menunggumu.” Yahiko merapikan poni adik sepupunya.

“Dimana mantelmu?” Kurama mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dan melihat mantel putih yang tersampir di lengan sofa. Dia pun mengambilnya lalu membantu sang adik memakainya. Tangan Kurama membeku saat menyibakkan rambut panjang Naruto dan melihat bagian punggung yang tidak tertutup gaun. Di sana ada bekas luka yang memanjang. Meski warnanya kini sudah memudar, tapi ingatan Kurama masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana luka itu sepuluh tahun yang lalu.

“Ku-nii?” Naruto merasa heran karena sang kakak menarik rambutnya.

Mendengar panggilan Naruto membuat Kurama dengan cepat mengendalikan diri. “Maaf, rambutmu tersangkut.” Diapun merapikan rambut Naruto dengan hati-hati.

“Ayo kita berangkat.” Yahiko meraih tangan Naruto untuk mengalihkan perhatiannya. Dia membawa Naruto keluar dan memberi isyarat pada Kurama. Putra Mahkota itu bahkan tidak sadar kalau sudah meneteskan air dari sudut matanya.

***

Kediaman Perdana Menteri dijaga dengan ketat. Pesta di gelar di aula yang terletak tidak jauh dari rumah utama. Tidak banyak tamu yang diundang, hanya beberapa petinggi penting kerajaan dan militer. Selebihnya tentu saja keluarga besar Uchiha. Karena biasanya acara ini memang bertujuan untuk mempertemukan cucu-cucu Madara dengan Naruto. Tapi tentunya hanya keluarga inti yang bisa menghadiri pesta.

Sasuke memijat pangkal hidungnya saat merasa lelah menyapa paman dan bibi yang bahkan dia lupa namanya. Padahal pesta belum dimulai, tapi dia sudah merasa begitu tersiksa. Shisui dan Itachi yang sejak tadi menemani adik bungsunya tersenyum sambil menikmati minuman mereka.

“Bersabarlah sebentar lagi.” Shisui mengulurkan gelas champagne pada Sasuke.

“Terima kasih, Onii-sama.” Menyesapnya perlahan, Sasuke menikmati champagne untuk meredakan stresnya. Dia lalu melihat ke arah pintu masuk aula, membuat Itachi hampir tertawa.

“Kau sudah puluhan kali melihat ke arah pintu,” goda sang kakak yang hanya mendapat lirikan mata dari Sasuke.

“Oh, kau menunggunya?” Shisui paham dengan candaan Itachi.

“Tentu saja Onii-sama, siapa lagi yang akan ditunggunya? Aku berani bertaruh kalau Sasuke bahkan tidak mengenal satu pun sepupu wanita dari keluarga Uchiha.”

“Teruslah mengejekku,” Sasuke berdecak kesal hingga membuat Itachi tertawa.

Shisui kembali tersenyum, merasa terhibur melihat interaksi kedua adiknya. “Apakah Kurama-sama masih di Konoha?”

Itachi mengangguk. “Dan jangan lupakan para pengawal setia Hime.”

“Pengawal setia?” Sasuke tampak penasaran.

“Ah, mereka,” Shisui juga hampir tertawa. “Sasuke, semoga kau berhasil malam ini. Dan juga siapkan hatimu untuk melihat pesona Hime yang sesungguhnya.” Dia menepuk bahu adiknya.

Sasuke tidak mengerti dengan apa yang dimaksud kedua kakaknya. Sayangnya, dia tidak punya waktu untuk bertanya karena terdengar seruan dari pintu masuk yang mengabarkan kalau Hokage sudah tiba.

Semua orang langsung berdiri tegap. Para petinggi kerajaan dan militer yang diundang bahkan sudah berjajar rapi di dekat pintu. Itachi sengaja berdiri lebih dekat pada adik bungsunya, sementara Shisui sudah bersiap di barisan depan, di sebelah ayahnya.

“Tetap diam sampai salam penghormatan selesai,” bisik Itachi saat melihat Sasuke mengamati sekitarnya. Adik bungsunya itu hanya mengangguk dan kembali melihat ke arah pintu masuk aula.

Itachi melihat Yamato dan Ibiki memasuki ruangan lebih dulu. Dia pun kembali berbisik pada adiknya. Beruntung mereka tidak berdiri di jajaran depan, hingga Itachi bisa leluasa berbicara pada Sasuke.

“Itu adalah Yamato, Kapten Anbu Kerajaan. Di sebelahnya adalah Ibiki, Wakil Kapten Anbu. Dan yang baru saja masuk adalah Hokage bersama istrinya. Kau sudah pernah bertemu dengan mereka?”

Sasuke menggeleng untuk menjawab bisikan kakaknya.

“Hm, mereka pasti akan menemuimu nanti, calon cucu menantu,” bisik Itachi lagi sembari menyeringai saat melihat Sasuke memutar mata padanya.

“Jangan bercanda,” desis bungsu Uchiha itu.

Itachi menahan senyumnya melebar. Dia kembali melihat ke arah keluarga kerajaan yang baru saja masuk. “Nah, itu Nagato Senju dan istrinya, Konan Senju, putra pertama dan menantu Hokage.”

Sasuke masih diam mendengarkan sembari mengamati ke arah pintu masuk aula.

“Dibelakang mereka, yang memakai jas berwarna navy adalah Yahiko Senju, putra Nagato Senju, cucu pertama Hokage.”

Sayangnya kalimat Itachi tak lagi menjadi fokus Sasuke. Matanya menatap seorang wanita yang sejak tadi sudah ditunggunya. Kecantikan Naruto memang mampu membuat semua orang terpesona. Jantung Sasuke semakin berdebar kencang saat melihat wanita pujaannya tersenyum. Tapi keindahan itu terusik ketika pria yang berdiri di sebelahnya tiba-tiba memeluk pinggulnya sembari berbisik.

“Siapa pria itu?” Sasuke tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Keintiman yang terlihat diantara mereka membuat hati Sasuke iritasi.

Itachi menoleh dan menggeleng geli melihat ekspresi wajah sang adik. “Namikaze Kurama, kakak Naru-hime,” jawabnya sembari semakin mendekat pada telinga Sasuke. “Dia rubah merah dari Mizu, berhati-hatilah padanya.”

Meski merasa aneh dengan julukan juga peringatan dari Itachi, tapi dalam hati Sasuke lega mendengar Kurama adalah kakak Naruto. Rasanya menyakitkan melihat wanita pujaannya bersanding dengan pria lain.

“Selain Kurama, kau masih harus menghadapi dua pengawal setia lagi.” Itachi lanjut berbisik. Dia menunjuk dengan dagu saat Sasuke menatapnya. “Lihatlah dibelakang Naru-hime. Yang berambut panjang, mengenakan setelan putih adalah Hyuga Neji. Dia seorang dokter. Putra dari Hyuga Hiashi, Pemilik Konoha Medical Center sekaligus Kepala Dokter Kerajaan.”

Sasuke mengamati wajah Neji dalam diam.

Melihat sang adik tidak berkomentar membuat Itachi kembali bicara. “Disebelahnya, adalah Nara Shikamaru. Dia adalah Kapten Divisi Pengintai dan Penembak Jitu Kerajaan. Putra dari Nara Shikaku, Menteri Pertahanan. Keduanya adalah sahabat Naru-hime sejak kecil. Mereka besar bersama, sekolah bersama, hingga saat ini masih sering mendampingi Hime.”

“Dimana Hime bersekolah?” Tiba-tiba Sasuke bertanya.

“Tentu saja di Akademi kerajaan.”

Sasuke kembali diam. Akademi Kerajaan adalah sekolah para bangsawan. Dulu Sasuke menghindari sekolah itu dan memilih ikut dengan sang paman di Oto. Tapi melihat Naruto bersama Neji juga Shikamaru, tiba-tiba terbesit penyesalan untuk hal itu. Andai dia bersekolah di sana, akankah dirinya juga bisa menjadi teman baik Hime? Merasa seseorang menarik tangannya membuat Sasuke menghentikan lamunannya.

“Cepat beri hormat!” desis Itachi dengan masih menarik tangan Sasuke agar ikut membungkuk bersamanya. Semua orang memberi salam hormat pada Hokage.

Sasuke langsung memberi hormat dan membuat Itachi menghela napas lega.

“Kenapa melamun di saat seperti ini, huh?” gerutu Itachi begitu salam penghormatan selesai.

Alih-alih meminta maaf, Sasuke justru sibuk mencari sosok Naruto di tengah kerumunan tamu pesta.

“Hime sedang menemui Ojii-sama,” kata Itachi yang jelas bisa membaca gelagat sang adik.

Merasa itu adalah kesempatan emas, Sasuke segera pergi untuk ikut menemui kakeknya. “Terima kasih, Onii-sama,” ucapnya sambil lalu dan membuat Itachi berdecak kesal dengan panggilan dari sang adik.

“Sasuke hanya hormat padaku saat dia hilang akal. Sungguh menyedihkan.” Itachi kemudian menyadari kebodohannya dan langsung mencari sosok sang adik yang sudah melangkah cepat untuk mendekati kakeknya yang tengah berbicara dengan keluarga kerajaan. “Heh? Anak itu bodoh atau apa?” Dengan cepat dia berusaha menyusul Sasuke dan mencegahnya mempermalukan diri sendiri.

Sayangnya Itachi terlambat. Ibiki dan Shikamaru sudah berdiri tegap untuk menghalangi Sasuke mendekat ke arah Hokage. Yamato, meski dia tahu siapa Sasuke, tapi menurut prosedur keamanan, tidak bisa membiarkan semua orang mendekat pada keluarga kerajaan begitu saja.

“Maafkan kami Sasuke-sama, Anda harus menunggu jika ingin bicara dengan Perdana Menteri.” Kapten Anbu itu mengangguk hormat dengan ekspresi datar.

Sasuke baru akan menjawab tapi Itachi yang datang langsung mencekal lengannya. “Ma-maaf Yamato-san. Sasuke belum tahu, kau pasti paham apa maksudku,” jelasnya dengan cepat. Dia juga tersenyum sebagai isyarat meminta maaf pada Ibiki dan Shikamaru. Itachi melihat Shikamaru mengamati adiknya.

“Saya mengerti Itachi-sama,” jawab Yamato kemudian.

Sayangnya hal itu justru menarik perhatian para tamu, tak terkecuali Madara dan keluarga kerajaan yang sedang mengucapkan selamat.

“Ada apa?”

Suara tenang Hokage membuat Itachi menjerit dalam hati, Sasuke!!!

***

>>Bersambung <<

>>Nami Cafe - Chapter 9<<

>>Nami Cafe - Chapter 11<<

A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.

You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.

Thank you *deep_bow

Post a Comment

0 Comments