Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.Sasuke berdiri di depan cermin dengan setelan resmi dan
tampilan sempurna. Mikoto sendiri yang memilihkan pakaian Sasuke hari itu. Dia
ingin putra bungsunya tampil tanpa cela di hadapan keluarga kerajaan.
“Okaa-sama, sebenarnya seperti apa Naru-hime? Aku tahu
dia adalah putri bungsu kerajaan. Tapi anehnya tidak satu pun informasi muncul
tentangnya saat aku mencoba mencari di internet semalam?” Sasuke menatap ibunya
yang sedang merapikan dasi juga vest yang dikenakannya.
Mikoto tampak berpikir sejenak sebelum menjawab
pertanyaan putranya. “Apa kau tahu tragedi kudeta kerajaan sepuluh tahun lalu?”
Tentu saja Sasuke mengangguk. Peristiwa itu masuk dalam
materi pelajaran sejarah meski hanya secara garis besar. Tidak dijelaskan
secara rinci kecuali motif kudeta Klan Zetsu untuk menggulingkan pemerintahan
dan meninggalnya putra mahkota Namikaze Minato beserta istrinya Senju Kushina.
Saat tragedi itu terjadi, Sasuke berusia enam belas tahun dan sudah tinggal di
Oto bersama pamannya.
“Kudeta itu terjadi di hari ulang tahun Naru-hime. Sejak
saat itu hingga sekarang, keberadaan Naru-hime dijaga ketat oleh istana. Semua pemberitaan
tentangnya terlarang untuk dipublikasikan. Itu berlaku di Negara ini ataupun di
negara Mizu. Jadi kau takkan menemukan informasi apapun tentangnya. Paparazi
atau media yang berani mempublikasikan foto atau berita tentang Naru-hime tanpa
ijin akan mendapat hukuman.”
“Kenapa begitu?” Sasuke kembali bertanya. Dia mulai
penasaran dengan sosok Hime yang diagungkan oleh sang kakek. Sayangnya semalam
Sasuke malas bertanya pada Shisui atau pun Itachi.
“Melihat kedua orang tuanya meninggal di depan mata tentu
meninggalkan trauma. Karena itu Naru-hime tidak begitu suka tinggal di istana
dan Hokage juga tidak mengekangnya. Kau bisa bayangkan bagaimana tidak
nyamannya Hime di luar sana jika semua orang tahu statusnya. Siapa pun yang
pernah bertemu dengannya juga dilarang memberikan informasi pada media.
Biasanya Naru-hime hanya akan menghadiri acara-acara khusus yang sudah
disetujui oleh Hokage ataupun Mizukage.” Mikoto tersenyum pada putranya yang
kini tampak merenung.
“Sudah tidak perlu dipikirkan. Terlepas dari statusnya,
Naru-hime wanita yang baik meski pendiam jika bertemu orang asing. Dan yang
terpenting dia sangat cantik. Justru ibu sebenarnya sedikit khawatir kalau kau
sampai jatuh hati padanya.”
“Hime tidak akan cocok denganku, Okaa-sama.” Sasuke kembali
bercermin sebelum kembali menatap ibunya.
Mendengar keyakinan sang putra bungsu membuat Mikoto
tertawa. “Jangan terlalu yakin, kau belum bertemu dengannya. Setahu ibu, tidak
ada pria yang tidak jatuh hati setelah bertemu dengan Naru-hime.”
“Shisui-nii? Itachi?” Sasuke menatap ibunya heran.
“Shisui hanya tidak mau terlibat urusan istana. Ibu yakin
dia sangat mengagumi sosok Naru-hime,” jawab Mikoto penuh keyakinan. “Kalau
soal Itachi, hm, ibu pikir dia hanya menghormati Namikaze-shinno.”
“Namikaze-shinno? Namikaze Kurama? Putra Mahkota kerajaan
Mizu?” tanya Sasuke kemudian.
Mikoto mengangguk. “Namikaze-shinno sempat satu sekolah
dengan Itachi sebelum pindah ke Kerajaan Mizu.” Wanita itu pun menghela napas
pelan. “Kau ini terlalu lama tinggal di Oto dan menyibukkan diri dengan
fotografi.”
Sasuke mengulas senyum tipis melihat ibunya merajuk. “Apa
salahnya Oka-sama? Aku bahagia tinggal di Oto bersama Paman. Aku juga tidak
melupakan Okaa-sama. Tidak tahu isu keluarga kerajaan tidak akan membuatku
mati, bukan begitu?”
“Ya, ya, ya, kau dan Izuna sama keras kepalanya.” Mikoto
memeluk lengan putranya sembari menghela napas. “Jangan pergi lagi.”
Dengan lembut Sasuke mengusap lengan sang ibu yang
memeluknya. Jika sudah seperti ini rasanya akan sulit mengatakan jika Sasuke
ingin tinggal sendiri di luar.
“Berjanjilah, kau tidak akan meninggalkan ibu lagi, hm?
Ibu dan Ayah tidak akan memaksamu untuk mengikuti aturan keluarga besar juga
yang lainnya. Cukup dengan tetap tinggal bersama kami,” pinta Mikoto dengan
sepenuh hati.
Mau tidak mau Sasuke mengangguk. Dia tidak mau membuat
ibunya bersedih. Lagipula saat sudah mendapatkan studio baru nanti, Sasuke juga
pasti akan lebih banyak berada di tempat kerjanya.
Mikoto melebarkan senyumnya. Dia pun kembali merapikan
jas Sasuke. “Baiklah, jangan buat kakekmu menunggu. Ayahmu berpesan agar kau
menjaga sikap, jangan terlalu dingin padanya.”
“Aku mengerti.”
“Oh ya, Ayahmu juga bilang kalau Naru-hime baru sembuh
dari sakit. Jadi ibu menyiapkan teh dengan aroma mint kesukaan Naru-hime.
Sampaikan juga salam ibu padanya,” pesan Mikoto lagi.
“Hm.”
***
Pagi ini suasana di ruang makan keluarga istana Uzushio tampak
lebih ramai karena kehadiran Kurama, Naruto juga Tobirama.
“Senang melihatmu sudah sehat Naru,” Tobirama yang duduk
di sebelah Kurama tampak lega melihat keponakannya tidak lagi berwajah pucat.
“Maaf sudah membuat Ojii-sama juga semua keluarga
khawatir.”
“Yang terpenting kau sudah sehat. Sekarang makanlah yang
banyak, menu pagi ini kesukaanmu.” Mito memberikan sup ikan yang baru saja
dihidangkan oleh pelayan.
Naruto mengamati hidangan yang tersaji di depannya.
Selain sup ikan juga ada telur rebus setengah matang dan bola udang. “Tidak ada
ramen?” tanyanya sembari tersenyum dan membuat Hashirama juga Tobirama tertawa.
Mito melirik cucu sulungnya sebelum menjawab. “Kau bisa
makan ramen dengan puas setelah Kurama pulang.”
Tentu saja Naruto langsung menatap sang kakak.
“Sayangnya aku masih disini sampai pesta ulang tahun
Madara Ojii-san.” Kurama langsung menimpali.
Kening Naruto berkerut dan dalam hati dia menghitung.
“Ah, itu masih sepuluh hari lagi.”
“Hm.” Dengan santai Kurama menikmati sarapannya dan
mengabaikan wajah mencebik sang adik. Dia memang tidak suka melihat adiknya
memakan makanan penuh lemak itu. Pencernaan Naruto sebenarnya lemah dan sering
sakit perut jika makan sembarangan.
“Lagipula kau baru sembuh, jangan sampai di tambah sakit
perut.” Mito menenangkan cucu kesayangannya.
Mendengar perkataan istrinya membuat Hashirama hampir
tersedak. Jangan sampai Mito dan Kurama tahu kalau dirinya sudah mengirimkan
ramen. Naruto yang tengah melirik sang kakek hanya tersenyum. Dia bisa menebak
apa yang sedang dipikirkan Hashirama.
“Baiklah, Putri cantik ini akan menurut,” ucap wanita itu
hingga membuat Mikoto tersenyum dan Kurama menarik sudut bibirnya.
“Kau akan lebih cantik jika menurut sepanjang tahun,”
seloroh Kurama kemudian.
“Jangan terlalu berharap Ku-nii.”
Dan semua orang terkekeh mendengarnya.
***
Sasuke duduk dengan tenang di sebelah sang kakek selama
perjalanan menuju istana Uzushio. Keduanya tidak banyak bicara. Madara hanya
berpesan agar Sasuke bisa bersikap ramah di hadapan Naruto dan berharap
hubungan mereka kedepannya terjalin dengan baik. Sasuke sendiri hanya
mengangguk patuh dan tidak menjanjikan apapun pada kakeknya.
Sedan mewah dengan lambang negara Hi memasuki gerbang
istana. Setelah melalui pemeriksaan, mobil itu kembali melaju menuju istana
bagian timur. Empat orang pelayan wanita dan dua pengawal menyambut Madara di
pintu ganda besar dengan lambang kerajaan.
“Sampaikan pada Hokage, Perdana Menteri meminta ijin
untuk bertemu dengan Naru-Hime.”
Seorang pengawal mengangguk hormat kemudian segera
melapor. Madara dan Sasuke dipersilakan masuk lalu duduk di ruang tamu besar,
tempat keluarga kerajaan menerima kerabat. Sasuke meletakkan kotak teh di meja saat
kemudian matanya mengenali sosok yang tidak asing diantara foto keluarga
kerajaan yang terpajang rapi di dinding bagian tengah. Foto wanita cantik
berambut pirang yang berdiri anggun dengan pakaian kebesaran kerajaan Hi,
berdampingan dengan seorang pria yang dikenali Sasuke sebagai Putra Mahkota Negara
Mizu. Foto itu berada di sebelah foto Hokage dan istrinya.
“Ada apa Sasuke?” tanya Madara yang heran melihat cucunya
terpaku.
“Ojii-sama, siapa wanita itu?” Sasuke justru balik
bertanya pada kakeknya.
Madara menoleh untuk melihat foto yang ditunjuk Sasuke. Dia
tidak heran kalau cucu bungsunya tidak mengenali Naruto mengingat ini pertama
kali dia memasuki istana. “Dialah Naru-hime. Namikaze Naruto, cucu bungsu
Hokage.”
“Naru-hime?” ulang Sasuke dengan nada ragu.
Sang kakek mengangguk dengan kening berkerut. “Ada apa?”
Bungsu Uchiha itu tidak langsung menjawab, dia justru
kembali menatap foto Naruto. Tanda tanya besar muncul dalam benaknya. Apakah ini
hanya sebuah kebetulan jika Nami yang dikenalnya memiliki wajah yang begitu
mirip dengan Naru-hime?
“Sasuke?” Madara semakin heran saat cucunya hanya diam
sembari terus menatap foto Naruto. Mungkinkah Sasuke jatuh hati pada sang putri
hanya dengan melihat fotonya? Hati Madara membuncah penuh harap. Belum sempat
dia bertanya, suara derap langkah mengalihkan perhatian Madara.
Naruto tampak berjalan dengan anggun memasuki ruang tamu
bersama dengan Chiyo dan empat orang pelayan di belakangnya.
“Bagaimana kabarmu, Hime-sama?” Madara pun memberi salam
hormat pada Naruto yang menyambutnya dengan senyum.
“Seperti yang Ojii-sama lihat, aku baik-baik saja.”
Naruto balas mengangguk pada pria yang sudah dianggapnya sebagai kakek itu.
Chiyo dan keempat pelayan lain juga membungkuk hormat memberi salam pada Madara.
Pandangan Naruto langsung teralihkan pada pria yang
bergeming menatapnya. Dia tidak menyangka kalau akan bertemu lagi dengan Sasuke
secepat ini.
“Ah, maaf.” Madara salah paham saat melihat arah
pandangan Naruto. “Perkenalkan, dia adalah cucu bungsuku, Uchiha Sasuke. Ini
pertama kalinya Sasuke mengunjungi istana”
Mendengar sang kakek memperkenalkan dirinya, Sasuke
segera tersadar lalu berdiri di sebelah Madara, membungkuk hormat untuk membeli
salam. “Uchiha Sasuke, memberi salam pada Hime-sama.”
Wanita itu menahan tawa saat melihat ekspresi datar
Sasuke. “Selamat datang di istana Uzushio, Uchiha-san. Senang bisa bertemu
denganmu.”
“Sebuah kehormatan bisa bertemu Hime-sama,” jawab Sasuke
sopan. Dia kemudian mengambil kotak teh berbalut kain dengan bordir bunga merah
di atas meja. “Ibu mengirimkan salam juga sedikit hadiah untuk Hime-sama.”
Melihat kotak merah yang familiar membuat Naruto merasa
senang. “Sampaikan salam dan terima kasihku pada Mikoto-san,” ucapnya yang
dibalas dengan anggukan hormat oleh Sasuke. Naruto menerima kotak berisi teh
kesukaannya itu lalu memberikannya pada Chiyo. “Obaa-san, tolong minta pelayan
menyimpannya.”
“Baik, Hime-sama.” Chiyo pun menerima kotak itu dan
memberikannya pada salah seorang pelayan yang kemudian pergi meninggalkan ruang
tamu.
“Ojii-sama, Uchiha-san, silakan duduk.” Naruto
melambaikan tangan ke arah sofa tamu, tapi Madara justru menggeleng.
“Aku ingin bertemu dengan Hokage. Ini bukan hari libur
dan aku juga masih harus mengurus banyak pekerjaan. Apa kau keberatan jika
bersama Sasuke, Naru?” Madara jelas menjebak cucunya yang kini mengepalkan
tangan, menahan diri untuk tidak melawan sang kakek.
Naruto melirik ke arah Sasuke sebelum tersenyum pada
Madara. Jelas dia mengerti maksud sang Perdana Menteri. “Apa Uchiha-san
keberatan?”
Madara menyela dengan tawa saat Sasuke membuka mulut
untuk menjawab. “Tentu saja dia tidak akan keberatan. Bukan begitu Sasuke?”
Cucu bungsu Hokage itu menahan senyumnya melebar saat
melihat ekspresi enggan Sasuke. Madara memang selalu membuat cucunya tersiksa
dengan obsesi perjodohannya.
“Ojii-sama, aku tidak ingin mengganggu istirahat
Hime-sama,” jawab Sasuke tanpa sungkan pada kakeknya. Wajah bahagia Madara
langsung berubah muram. “Ojii-sama, aku-,”
“Kau tetap disini sampai aku menyelesaikan urusanku
dengan Hokage. Naru-hime, aku pergi.” Dan Madara meninggalkan ruang tamu dengan
wajah keras. Dia sama sekali tidak memberi kesempatan Sasuke untuk menolak.
“Hime-sama, saya mohon maaf jika membuat Anda tidak
nyaman.” Sasuke mengangguk hormat dan merasa sungkan pada wanita yang kini
menatapnya.
Melihat sikap formal Sasuke membuat Naruto bertanya-tanya
dalam hati. Apakah pria itu memang tidak mengenalinya atau justru bingung
dengan keberadaannya?
“Tidak perlu, Ojii-sama memang selalu begitu.” Naruto pun
menoleh pada Chiyo. “Obaa-san, tolong minta pelayan menyiapkan hidangan untuk
Uchiha-san. Aku ingin mengobrol dengannya di taman,” perintahnya kemudian lalu
melambaikan tangan pada para pelayan agar menjauh sementara dia berjalan ke luar
ruang tamu menuju taman samping istana. Tempat dimana dia sering menghabiskan
waktu sambil membaca dan minum teh.
Sasuke mengikuti dengan langkah tenang. Dari belakang dia
memperhatikan postur tubuh Naruto yang juga sama dengan postur tubuh Nami,
kecuali gaya berpakaian mereka. Saat ini Naruto memakai gaun panjang berwarna
biru yang membuatnya tampak begitu anggun sebagai seorang putri. Sasuke masih
diam saat mereka akhirnya duduk di gazebo, di antara kolam ikan dan taman
bunga. Semilir angin menggoyangkan rambut panjang Naruto yang tergerai di bahu,
membuat hati Sasuke ikut berdesir.
Melirik sekilas ke arah para pelayan yang berdiri cukup
jauh dari gazebo, Naruto kemudian menatap Sasuke yang sejak tadi belum
mengalihkan pandangan darinya. “Ada yang aneh dengan wajahku Uchiha-san?”
Sasuke menautkan alis tapi kemudian menyadari
kebodohannya. “Maaf.”
“Kau-,” Naruto ingin bertanya tapi kemudian menelan
kembali perkataannya karena melihat Chiyo mendekat bersama dua orang pelayan yang
baru datang membawa teh juga beberapa piring kudapan berupa kue berbentuk bunga
berwarna-warni.
“Hime-sama, Yang Mulia Senju-sama berpesan agar Anda
jangan terlalu lama berada di luar.” Chiyo mengangguk hormat setelah menyampaikan
pesan sementara dua pelayan lain menghidangkan makanan dan minuman. Teko,
cangkir dan piring-piring porselen kini tertata rapi di atas meja marmer.
“Obaa-sama tahu aku sedang menerima tamu?” tanya Naruto kemudian.
Pasalnya tadi saat Madara datang, dia sedang bersama dengan kakeknya sementara
sang nenek sedang pergi bersama kakaknya.
Chiyo mengangguk. “Namikaze-shinno juga berpesan hal yang
sama.”
“Hm, terima kasih Obaa-san.” Naruto tidak mengiyakan
perintah dari neneknya dan kembali melambaikan tangan agar mereka pergi. Chiyo
dan kedua pelayan itu kembali memberi hormat sebelum berjalan menjauh dari
gazebo.
Mendengar pesan dari Chiyo membuat Sasuke berpikir.
Bukankah saat terakhir bertemu Nami, wanita itu juga tampak sedang sakit dan
mengatakan akan pergi keluar kota? Dia pun kembali menatap wajah Naruto,
mungkinkah?
Melihat Sasuke kembali menatapnya membuat Naruto
tersenyum tipis. “Kenapa kau terus memandangku?”
Sasuke berdeham pelan sembari mengalihkan pandangannya. “Maaf,
Hime-sama.”
“Ada yang menarik dari wajahku?”
“Saya hanya merasa penasaran,” jawab Sasuke kemudian.
“Penasaran? Tentang apa?” tanya Naruto tanpa menatap
lawan bicaranya. Wanita itu meraih teko porselen lalu menuangkan teh ke cangkir
Sasuke.
Pandangan mata Sasuke mengikuti setiap gerakan anggun
Naruto yang kini menuang teh ke cangkirnya sendiri. Melihat bagaimana dengan
anggun wanita itu mengambil cangkir lalu menyesap tehnya perlahan.
“Saya memiliki seorang teman yang wajahnya mirip dengan
Anda, Hime-sama,” jawab Sasuke tanpa basa-basi.
Naruto menyembunyikan senyumnya di balik cangkir dan
tetap menikmati teh dengan tenang. “Temanmu? Dia mirip denganku?”
Sasuke mengangguk tapi kemudian berpikir sejenak. “Mungkin
kami belum bisa disebut teman tapi saya menganggapnya demikian. Anda memang mirip
dengannya atau mungkin orang yang sama, entahlah.” Pria itu meraih cangkir dan
meneguk tehnya dengan mata tak lepas menatap Naruto yang kini tersenyum
padanya.
“Jadi kau mengenaliku, Sasuke?” Naruto meletakkan cangkir
perlahan dan menatap lawan bicaranya yang juga melakukan hal yang sama.
“Nami?” Sasuke cukup terkejut karena dugaannya benar.
Naruto tertawa dengan suara lembut. “Ah, ternyata kau
hanya menebak.”
“Anda adalah Nami?” Sasuke mengulang pertanyaannya dengan
tatapan heran. “Tapi bagaimana bisa?”
“Namaku memang Namikaze,” jawab Naruto tenang. “Oh ya,
tolong jangan memanggilku dengan nama itu di Istana dan jangan sampai Madara
Ojii-sama tahu kalau kau pernah menginap di Nami Cafe.”
Tidak menjawab perkataan Naruto, Sasuke diam untuk
meredakan debaran jantungnya yang menggila. Naruto dan Nami adalah orang yang
sama? Bagaimana mungkin takdir mempermainkannya seperti ini? Dewa tahu
bagaimana dia tidak menyukai kehidupan para bangsawan yang penuh dengan aturan
yang mengekang. Dan sekarang, dia justru jatuh hati pada cucu bungsu Hokage?
“Sasuke?” panggil Naruto saat melihat pria itu terpaku
menatapnya dengan pandangan kosong. “Sasuke? Hei, Sasuke?”
Pria itu tersentak lalu berdeham pelan. Kembali meraih
cangkir teh dan meneguk setengah isinya untuk menenangkan diri.
“Ada apa?” tanya Naruto dengan kening berkerut saat
Sasuke menghindari kontak mata dengannya.
“Tidak apa-apa Hime-sama.” Sasuke mencoba tersenyum
dengan sopan. Sungguh fakta ini menghantamnya keras.
“Oh ya? Kenapa aku justru melihat kalau kau kecewa?”
“Kecewa?” beo Sasuke lirih.
“Kau tampak kecewa saat tahu aku dan Nami adalah orang
yang sama,” terang Naruto kemudian.
Sasuke menatap wanita yang duduk dengan anggun di
hadapannya. “Tidak Hime-sama, saya tidak kecewa.”
Entah kenapa Naruto merasa lucu dengan jawaban Sasuke.
Wanita itu kembali tertawa di balik telapak tangannya. “Jangan berbohong. Aku sempat
kecewa saat tahu kau adalah putra bungsu Fugaku-san. Bagaimana mungkin kau
tidak kecewa saat tahu aku dan Nami adalah orang yang sama?”
Ah, Naruto benar. Dalam hati Sasuke tidak bisa
menyangkal. “Sejak awal Hime-sama sudah tahu kalau saya adalah putra bungsu
Uchiha Fugaku?”
Naruto langsung menggeleng. “Malam itu kau mengatakan
bukan bagian dari Uchiha Grup, kupikir kau hanyalah kerabat jauh Uchiha. Maka
dari itu aku menawarkanmu untuk menginap. Siapa sangka kalau Fugaku-san
memiliki putra yang tinggal di Oto dan tidak tertarik menjalankan kerjaan
bisnis mereka. Yamato yang menceritakan hal itu padaku setelah kita bertemu di
toko bunga.”
Ingatan Sasuke langsung berputar pada pertemuan mereka
beberapa hari lalu. Yamato pastilah nama pria yang bersama dengan Naruto siang
itu. “Jadi, jika saat itu Anda tahu siapa saya, maka Anda tidak akan
mengijinkan saya menginap?”
“Entahlah, aku tidak mau berandai-andai untuk sesuatu
yang sudah terjadi. Tapi aku bisa menebak kalau kau tidak suka statusku sebagai
putri kerajan, benar kan?”
Lagi-lagi Naruto benar tapi kali ini Sasuke harus
menyangkal. “Bukan begitu Hime-sama, saya hanya-,”
“Tidak perlu bicara formal padaku saat kita hanya berdua atau
di luar istana.” Naruto menyela karena tidak mau mendengar alasan Sasuke. Dia
yakin pria itu hanya akan berbohong.
Sasuke pun terdiam. Berbohong bukanlah kebiasaannya. Tapi
tidak mungkin jika dia mengatakan kalau sudah jatuh hati pada sosok Nami dan ingin
menghapus fakta jika Nami adalah seorang putri kerajaan.
“Bolehkah setelah ini kita menjadi teman?” Hanya kalimat
itu yang terpikir oleh Sasuke saat ini.
“Teman?” Naruto
mengerutkan kening atas pertanyaan
Sasuke yang tiba-tiba. Dia pikir setelah
tahu identitas aslinya, Sasuke akan menjauhinya. Kenapa sekarang pria itu
justru meminta untuk berteman? Sejak awal
Naruto tidak pernah berpikir kalau
pertemuan mereka akan berujung pada hubungan pertemanan.
“Jika
kau tidak keberatan. Lagipula aku sudah berhutang budi padamu. Tidak ada
salahnya jika kita berteman.
Mungkin suatu saat nanti aku bisa membalas kebaikanmu,” terang Sasuke yang
bahkan sudah tidak berbicara formal pada Naruto. Suara dalam hati mendorongnya
untuk lebih
dekat dengan wanita itu.
Sejenak
Naruto termenung, dia menatap Sasuke sembari berpikir. “Kau yakin? Kita bahkan belum saling mengenal. Bagaimana
mungkin bisa menjadi teman?”
Jawaban
itu sempat membuat Sasuke kecewa tapi dia tidak
patah semangat. “Kalau begitu kita mulai dengan
saling mengenal lebih dulu,” lanjutnya tenang.
“Aku Uchiha Sasuke, dua
puluh enam tahun. Aku seorang fotografer. Anak bungsu dari tiga bersaudara.
Sejak lulus sekolah dasar, aku tinggal di Negara Oto bersama pamanku. Di sana aku
melanjutkan pendidikan dan merintis jalanku menjadi fotografer. Aku baru
kembali ke Konoha dua minggu yang lalu dan berencana untuk menetap di sini.”
Naruto
tersenyum geli mendengar penuturan Sasuke. Apakah Uchiha muda itu serius ingin
berteman dengannya? Atau hanya ingin mempermainkannya? Tapi dilihat bagaimana
pun, Sasuke tidak tampak seperti Sai dan Obito yang bermulut manis pada setiap
wanita.
“Kenapa?”
Sasuke khawatir saat Naruto justru terdiam.
Apakah wanita itu menolak untuk berteman
dengannya?
“Kau
pria yang unik, Sasuke,” komentar Naruto kemudian.
“Jadi?
Kau tidak mau melewatkan kesempatan untuk menjadi teman pria unik ini kan?”
Naruto
justru tertawa mendengarnya. Dalam hati dia memuji kalau Sasuke cocok menjadi
adik Uchiha Itachi, sahabat kakaknya.
“Aku tidak tahu apakah kita cocok berteman atau tidak. Tapi tidak ada salahnya
mencoba. Jangan kecewa jika nanti aku tidak bisa menjadi teman seperti yang kau
bayangkan.”
“Bukankah
teman yang baik harus bisa menerima kelebihan dan kekurangan satu sama lain?”
Sasuke tidak kurang akal membujuk Naruto.
Biasanya dia tidak akan bersusah payah untuk wanita. Tapi kali ini hati Sasuke
menjerit untuk bisa terus berhubungan dengan wanita yang sudah berhasil membuatnya
jatuh hati pada pandangan pertama.
Lagi-lagi
Naruto tertawa. “Baiklah Tuan Muda Uchiha, aku ikuti permainanmu,” katanya
kemudian. “Kau boleh memanggilku Naru
seperti yang lain dan panggil aku Nami saat berada di luar istana. Ingat pesanku untuk tidak mengatakan pada kakekmu kalau
kau pernah menginap di Nami Cafe.”
Sasuke
tersenyum tipis, cukup puas dengan jawaban Naruto. Dia tahu wanita itu masih
enggan untuk terbuka padanya. Tapi
biarlah, ini awal yang bagus. Perjuangannya akan
dimulai dari sekarang. “Terima kasih,” ucapnya kemudian.
“Hm.”
Naruto hanya bergumam seraya mengendikkan bahu. “Makanlah.” Wanita itu
mengambil piring kecil lalu menikmati kue bunga berwarna hijau muda dengan
garpu peraknya.
Sasuke mengamati hidangan yang tersaji di atas meja.
Giginya sudah merasa linu membayangkan rasa manis dari kue warna-warni itu.
“Kue ini tidak manis, jadi kau bisa memakannya,” celetuk
Naruto yang membuat Sasuke langsung menatapnya.
Melihat tatapan heran lawan bicaranya membuat Naruto menghela
napas perlahan. “Percayalah, kau bukan satu-satunya Uchiha yang dibawa Madara
Ojii-sama untuk bertemu denganku. Bahkan seluruh pelayan istana tahu, selain
Itachi dan ibumu, tidak ada Uchiha yang menyukai kue manis.”
Dan Sasuke hanya bisa tersenyum mendengarnya. Mulai
sekarang, haruskah dia belajar menyukai kue manis?
***
>>Bersambung<<
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments