Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
=====================================================================
Neji
menghela napas perlahan saat selesai menyuntikkan satu ampul obat ke lengan Naruto. Dalam hati dia bersyukur karena wanita
itu masih tertidur. Namikaze Kurama, Putra Mahkota Negara Mizu sekaligus kakak
Naruto, saat ini tengah duduk di sofa dan mengamatinya dengan ekspresi dingin.
Melihat Naruto sakit pasti membuatnya geram. Tetapi, jika saat ini Naruto
bangun maka keduanya pasti akan beradu mulut.
“Bagaimana
keadaannya?” tanya Kurama begitu Neji berbalik dan membereskan alat injeksinya
ke dalam tas. Shion, perawat yang bersamanya, menerima tas dari Neji lalu
membungkuk hormat pada Kurama sebelum akhirnya meninggalkan kamar.
“Demamnya
sudah turun. Hime hanya perlu beristirahat dua hari ini,” jelas Neji seraya
berdiri di depan Kurama.
Tatapan
Kurama melembut. Di balik wajah garangnya, Kurama pasti khawatir dengan
kesehatan adik semata wayangnya. “Keluarlah, aku akan memanggilmu nanti.”
“Baik,
saya permisi.” Neji membungkuk hormat lalu keluar dari kamar Naruto. Dia tidak
terkejut dengan sikap Kurama. Sang Putra Mahkota itu memang tidak suka
dengannya.
Sepeninggal
Neji, Kurama segera berpindah ke sisi tempat tidur adiknya. Dia mengusap lembut
kening Naruto dan masih bisa merasakan suhu hangat di telapak tangannya.
“Kenapa kau keras kepala sekali?” Kening Kurama berkerut. “Eh?”
“Onii-sama.”
Naruto membuka mata dan menyapa sang kakak dengan suara parau.
“Kau
sudah bangun?” Kurama menatap adiknya tidak suka.
“Hm.”
Wanita muda itu perlahan bangun lalu dibantu sang kakak untuk bersandar pada
kepala tempat tidur.
“Jangan
bercanda, Naru,” tegur Kurama sembari menaikkan selimut ke atas pangkuan adiknya.
“Aku
tidak bercanda. Hanya tidak mau sahabatku malu karena Ku-nii mengusirnya.”
Naruto memberi alasan. Dia sebenarnya sudah bangun saat Kurama memasuki kamar.
Tapi dia juga tahu kalau Kurama pasti akan memarahinya jadi memilih untuk
pura-pura tidur. Tidak disangka sang kakak justru mengusir Neji.
“Tugasnya
hanya untuk memeriksamu,” Kurama berkilah.
“Jangan
terlalu kejam Ku-nii. Neji sudah merawatku sejak kemarin.” Naruto mengulas
senyum lalu meraih tangan Kurama. “Bagaimana kabar Onii-sama?” tanyanya untuk
mengalihkan topik pembicaraan.
“Hm,
aku baik, tapi kau tidak.”
“Aku
baik-baik saja. Kalian semua terlalu berlebihan, aw!” Naruto memekik saat
Kurama menarik telinganya.
“Kau
yang berlebihan. Seharian berada di bawah guyuran hujan, pulang saat badai,
beruntung Obaa-sama tidak menahanmu di rumah sakit sekarang.”
“Tidak
akan,” jawab Naruto dengan penuh percaya diri. Tapi memang benar, siapa yang
bisa memaksa Naruto?
“Aku
akan minta pelayan menyiapkan makan malammu.” Berhenti mendebat sang adik, Kurama
beranjak dari sisi tempat tidur lalu berjalan ke arah meja, mengambil handphone-nya.
“Tapi
aku tidak lapar,” jawab Naruto sembari melihat kakaknya serius dengan handphone.
“Lapar
atau tidak, kau tetap harus makan.” Dan itu adalah perintah.
***
“Selamat
malam, Neji Sensei.”
Neji
menoleh dan langsung mendengkus saat melihat Shikamaru berjalan menghampirinya.
Saat ini Neji tengah berdiri di tepi kolam, di taman samping istana.
“Kau
menginap?” tanya Shikamaru begitu berdiri di samping sang sahabat. Sama seperti
Neji, matanya mengamati ikan koi yang berenang.
“Hm,
aku harus memeriksa Hime setiap enam jam,” jawab Neji tanpa menatap lawan
bicaranya. “Kau baru selesai bertugas?”
“Tidak,
tugasku sudah selesai sore tadi. Aku datang karena panggilan Hokage.” Shikamaru
berbalik lalu berjalan ke arah bangku taman. Neji mengikuti langkahnya dan
keduanya duduk bersebelahan.
“Apa
ada masalah?” tanya Neji kemudian.
“Tidak
ada, aku hanya diberi tugas tambahan untuk mengawal Namikaze Shinno besok. Kau
sudah bertemu dengannya?” Shikamaru balik bertanya.
“Tentu
saja sudah, kau pikir kenapa aku disini?” Neji melirik sahabatnya malas.
Shikamaru
terkekeh. Sahabatnya sedang kesal, dia tahu. Neji selalu memilih tempat sepi
dan tenang saat merasa marah. Shikamaru juga bisa menebak kalau Kurama pasti
membuat Neji tidak leluasa berada di dekat adiknya. Tidak hanya pada Neji,
sikap Kurama juga sama padanya.
“Kau
akan lebih menderita besok,” ejek Neji kesal.
“Aku
tidak bersama Naru, jadi dia tidak punya alasan untuk memakiku. Lagipula dia
pergi untuk menghadiri pertemuan dengan Uchiha Fugaku di Uchiha Tower. Kami
tidak akan banyak berinteraksi.” Shikamaru mengeluarkan sebatang rokok juga
pemantik.
Neji
melirik sahabatnya lalu menggeleng. “Berhentilah merokok.” Entah sudah berapa
ribu kali dia mengatakan ‘petuah kuno’ itu.
“Kau
tahu itu tidak mungkin,” jawab Shikamaru santai.
“Keras
kepala,” sungut Neji.
“Hm.”
Shikamaru tidak membantahnya. “Bagaimana keadaannya?”
“Demamnya
sudah turun. Tapi masalahnya bukan itu,” jawab Neji.
“Masalah
tidurnya?” tebak Shikamaru.
“Benar,
Otou-san akan menjadwalkan terapi lagi untuknya.” Neji menghela napas panjang. Seringai
tipis dibibir Shikamaru membuat Neji mengerutkan kening. “Kau tidak terlihat
khawatir.”
Nada
tidak suka Neji membuat Shikamaru terkekeh. “Aku? Tentu saja aku khawatir, tapi
tidak panik sepertimu.”
“Aku
tidak panik,” elak Neji tidak terima.
“Ya,
ya, katakan itu pada lampu taman di sebelah sana.” Shikamaru menghirup dalam
rokoknya dan mengepulkan asap perlahan. “Naru tidak akan suka melihatmu
mengkhawatirkannya.”
“Aku
hanya tidak suka dia sakit.” Neji mengambil handphone
dari sakunya lalu melihat layar berkedip dengan nama sang ayah muncul di layar.
Dia pun menjawab panggilan itu dan menjelaskan keadaan Naruto. Dokter muda itu menghela
napas panjang saat panggilannya berakhir. “Hei Shika, jika suatu saat nanti
Naru menikah, apa kau akan merasa sedih?”
Seringai
tipis menghiasi sudut bibir Shikamaru sebelum kembali menghisap rokoknya.
“Entahlah.”
***
Sarapan
pagi di ruang makan istana Uzushio terasa tenang. Di ujung meja duduk Hashirama,
Mito dan Kurama duduk di kedua sisinya.
“Ku,
hari ini kau akan keluar?” tanya Mito memecah keheningan diantara mereka.
“Ya
Obaa-sama, ada pertemuan dengan Fugaku Ojisan,” jawab Kurama.
“Aku
sudah memerintahkan Shikamaru sebagai pengawal pribadimu hari ini. Dia dan Zabuza
yang akan mengawalmu ke Uchiha Tower,” kata Hashirama. Momichi Zabuza adalah
pengawal pribadi Kurama dari Negara Mizu.
Kurama
mengangguk meski wajahnya terlihat masam setelah mendengar nama Shikamaru.
Hashirama dan Mito saling bertukar pandang.
“Jangan
memasang wajah seperti itu. Shikamaru salah satu prajurit terbaik.” Sebenarnya
Hashirama tahu alasan Kurama tidak menyukai Shikamaru.
“Aku
tahu,” jawab Kurama singkat. Selesai dengan sarapannya, Kurama menyeka mulutnya
dengan serbet lalu menikmati kopinya.
“Dia
juga sahabat baik Naru, jangan membuat adikmu kesal, hm?” tatapan Mito melembut
saat Kurama memandangnya.
“Aku
hanya kesal karena mereka berdua lebih dekat dengan Naru,” kata Kurama dengan
wajah yang semakin masam.
Hashirama
dan Mito tertawa.
“Kau
terlalu keras pada adikmu,” kata Hashirama.
“Ojii-sama
terlalu memanjakannya. Anak keras kepala itu selalu membuatku ingin menarik
telinganya sampai merah. Dia bahkan menolak tinggal di Kiri,” sungut Kurama.
Mito
menghela napas perlahan. “Kau akan membuat nenekmu ini sedih kalau Naru tinggal
di Kiri.”
“Bukan
begitu Obaa-sama, setidaknya hanya beberapa waktu tinggal di sana. Sepanjang
tahun ini Jiraiya Ojii-sama dan Tsunade Obaa-sama juga mengeluh karena Naru
tidak berkunjung.” Kurama mencoba memberi pengertian pada Nenek dari pihak
ibunya.
“Hm,
aku akan bicara dengan Naru. Mungkin akhir tahun nanti Naru bisa tinggal
beberapa pekan di Kiri. Tsunade juga mengeluh padaku,” Mito mengulas senyumnya.
“Dan
kau juga Ku, jangan memarahi adikmu lagi. Kau tahu dia melewati hari yang berat
belakangan ini.” Hashirama mengingatkan Kurama.
“Aku
hanya memarahinya sebentar kemarin,” elak Kurama sembari kembali meneguk
kopinya.
Hashirama
dan Mito hanya bisa menggeleng dengan senyum geli di wajah mereka.
***
Aroma
segar mint dan lemon menguar di kamar Naruto. Wanita muda itu duduk bersandar di
sofa kamarnya, menikmati aroma terapi yang disiapkan Neji. Sakit kepalanya tak
lagi menyiksa, Naruto merasa jauh lebih baik setelah tidur nyenyak semalam.
“Jangan
menatapku seperti itu.” Naruto tersenyum pada sahabatnya.
Neji
ikut tersenyum kemudian duduk di sebelahnya sembari meletakkan cawan berisi dua
butir obat di meja. “Minumlah,” perintahnya lembut.
Dengan
patuh Naruto mengambil obatnya dan menerima segelas air putih hangat dari Neji.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Naruto hampir tersedak saat melihat tatapan
tajam sang kakak. Neji langsung beranjak dari sisi Naruto, membuat Shikamaru
yang berdiri di belakang Kurama menahan seringainya.
“Shinno-sama.”
Neji membungkuk hormat pada Putra Mahkota.
“Selamat
pagi, Onii-sama.” Senyuman manis Naruto juga menyambutnya. Wanita muda itu
kembali meminum obatnya. Dia hanya melirik saat Kurama kemudian duduk di
sebelahnya.
“Hime-sama.”
Shikamaru yang berdiri di seberang meja juga membungkuk memberi hormat.
“Pagi,
Shika. Kau bertugas pagi ini?” tanya Naruto saat melihat seragam lengkap yang
dipakai sahabatnya.
“Benar
Hime-sama. Saya bertugas mengawal Shinno-sama hari ini.” Dalam hati Shikamaru
merasa lega melihat Naruto tampak lebih sehat.
“Ku-nii
akan pergi keluar?” Naruto mengalihkan perhatiannya pada sang kakak.
Dengan
hati-hati Kurama menyibak poni Naruto dan menyelipkan rambut pirang itu
kebelakang telinga. “Aku ada pertemuan dengan Fugaku-ji. Kau tampak lebih
segar.” Kurama tersenyum melihat wajah Naruto yang tak lagi pucat.
“Berhenti
mengkhawatirkanku.” Naruto kembali mengulas senyumnya.
Kurama
mengerutkan kening tapi tidak menanggapi perkataan adiknya. Dia justru menoleh
pada Neji yang saat ini berdiri di belakang adiknya. “Bagaimana keadaannya?”
“Kondisi
Hime-sama sudah membaik. Suhu tubuh dan tekanan darahnya sudah normal. Hanya
saja Hime-sama masih belum diijinkan untuk beraktivitas terlalu banyak.” Dokter
muda itu menjelaskan.
“Apa
Hyuga Sensei akan datang?” Kurama menanyakan Hiashi, Kepala Dokter Kerajaan.
Sejenak
melirik ke arah Naruto, Neji kemudian mengangguk pada Kurama. “Hyuga Sensei
akan datang bersama dengan Shizune Sensei.”
“Shizune
Sensei?” seru Kurama dan Naruto bersamaan.
“Kenapa
tidak memberitahuku?” tanya Naruto kemudian.
“Neji,
apa Naru melewatkan terapinya?” Kurama langsung menoleh pada dokter muda itu.
Mata
Naruto yang membulat tidak menghentikan Neji untuk menjawab. Lagipula tidak ada
gunanya berbohong pada Kurama. “Benar, Namikaze-shinno. Naru-hime sudah
melewatkan dua kali jadwal terapinya dan sepertinya kembali mengalami insomnia
hingga kesulitan untuk beristirahat dengan baik.”
“Ck,
Hyuga Neji,” Naruto mendesis tidak suka dan beralih menatap Shikamaru yang
masih berdiri di depannya. “Shika, segera antar Onii-sama ke Uchiha Tower. Akan
sangat tidak sopan kalau Namikaze-shinno terlambat nanti,” katanya dengan nada
kesal.
Alih-alih
menanggapi sarkasme sang adik, Kurama justru beranjak lalu mencium kening Naruto.
“Istirahatlah,” gumamnya lembut. “Neji, pastikan Hime tidak melewatkan
terapinya hari ini,” pesannya kemudian sembari berjalan meninggalkan kamar
dengan Shikamaru dibelakangnya.
Pintu
kamar sudah kembali tertutup dan hanya ada Neji juga Naruto di dalam kamar.
“Aku
juga baru tahu pagi ini dan belum sempat mengatakannya padamu.” Neji membela
diri begitu Naruto menoleh padanya dengan wajah masam.
Naruto
melipat tangan di depan dada.
“Istirahatlah,
aku akan pergi ke rumah sakit hari ini. Ayah yang akan memeriksamu siang
nanti.” Neji mengulas senyum lalu mengambil tas kerjanya. Membungkuk hormat di
depan sang sahabat, Neji mengabaikan decakan kesal Naruto. “Saya permisi,
Hime-sama.”
Naruto
tidak menjawab dan hanya menatap punggung Neji yang menghilang di balik pintu
dengan ekspresi masam.
***
Uchiha
Tower, gedung pencakar langit sebagai Gedung utama milik Uchiha Group di pusat
kota Konoha. Uchiha Group sendiri adalah perusahaan turun temurun milik
keluarga Uchiha. Sebelum menjabat sebagai perdana Menteri, Madara Uchiha juga
memulai karirnya sebagai pengusaha. Tapi minatnya pada politik dan pemerintahan
lebih besar, hingga memilih menyerahkan semua itu pada putranya Fugaku Uchiha
dan Madara membantu sahabatnya, yang juga adalah Hokage, Hashirama Senju.
Bukan
rahasia lagi kalau hubungan keluarga Uchiha dan Senju sangat dekat. Tapi kali
ini, kunjungan Kurama ke Uchiha Tower adalah atas perintah kakeknya, Jiraiya
Namikaze. Mizukage sudah meminta ijin pada Hokage untuk meminta bantuan Uchiha
Grup guna mengembangkan mobil dengan keamanan khusus untuk keluarga istana
Kiri. Salah satu bisnis andalan Uchiha Grup adalah bidang otomotif.
Turun
dari mobilnya, Kurama disambut oleh jajaran petugas pengamanan dan direksi
Uchiha Grup. Fugaku, Shisui juga Itachi juga ikut menyambut sang Putra Mahkota Negara
Mizu. Shikamaru dan Zabuza mengikuti Kurama dengan mata siaga mengawasi
sekitar.
“Selamat
datang Namikaze-shinno,” Fugaku memberi salam untuk Kurama. Dulu dia cukup
dekat dengan orang tua Kurama karena istrinya, Mikoto, adalah sahabat baik
Kushina, mendiang ibu Kurama.
“Namikaze-shinno.”
Shisui dan Itachi juga memberi salam.
“Terima
kasih Uchiha-san,” Kurama mengangguk untuk menjawab salam.
Tidak
banyak berbasa-basi, Fugaku segera mengajak Kurama ke ruangannya. Petugas
keamanan Uchiha Grup tetap bersiaga di depan sementara Shikamaru dan Zabuza
mengikuti Kurama dan keluarga Uchiha.
“Bagaimana
kabarmu?” tanya Fugaku saat mereka sudah duduk di ruang kerja President. Shisui
dan Itachi juga ikut menemani.
“Baik
Oji-san,” jawab Kurama. Mereka menanggalkan formalitas saat tidak berada di
depan umum.
“Aku
dan Shisui sudah membaca surat dari Mizukage, kami juga sudah mendapat ijin
dari Hokage.” Fugaku yang duduk di depan Kurama menatap lawan bicaranya dengan
serius. Shisui dan Itachi yang duduk di kedua sisinya juga belum berani membuka
suara.
“Oji-san
pasti sudah diberitahu mengenai penyerangan mobil Mizukage minggu lalu,” kata
Kurama kemudian. Dia melanjutkan saat Fugaku juga Shisui mengangguk. Itachi
hanya diam mendengarkan. “Penyerangan itu direncanakan dengan baik. Kaca mobil
bagian belakang pecah hanya dengan dua tembakan peluru. Beruntung Ojii-sama dan
Obaa-sama baik-baik saja. Dan karena kejadian itu penjagaan di istana Kiri diperketat.
Sampai saat ini beritanya memang disembunyikan.”
“Bukankah
itu sesuatu yang aneh? Kaca mobil pecah hanya dengan dua tembakan peluru?”
Shisui mengerutkan kening dalam. Mobil yang digunakan oleh keluarga kerajaan
adalah mobil dengan pengamanan ekstra tinggi. Bagaimana mungkin bisa hancur
semudah itu? Bahkan mobil Hokage yang mereka rancang tidak akan rusak dengan
lima puluh tembakan sekaligus.
Kurama
mengangguk. “Tentu saja aneh.”
“Mizukage
menduga ada orang dalam yang terlibat, sehingga meminta kami membuat mobil
dengan pengamanan khusus?” tanya Fugaku.
“Benar.”
Kurama mengangguk lagi.
“Orang
gila mana yang berani menyerang Mizukage secara terang-terangan?” kali ini
Itachi buka suara.
“Psikopat
gila,” jawab Kurama dengan ekspresi wajah mengeras. “Pelaku yang tertangkap
tidak memberikan petunjuk apa pun. Dia hanya tertawa saat diintrogasi.
Memprovokasi Mizukage untuk memberinya hukuman mati.”
“Ish,”
Itachi menggeleng dengan wajah jijik.
“Kau
memajukan jadwal pertemuan, apa ada yang penting selain itu?” tanya Fugaku
kemudian.
“Oh,
masalah itu. Tidak Oji-san, aku datang lebih awal karena Naru sakit. Aku ingin
membahas masalah ini secepatnya agar bisa menemaninya lebih lama.” Kurama
tersenyum tipis pada sosok yang sudah dianggap bagian dari keluarganya itu.
“Naru
sakit?” Fugaku tampak terkejut, sementara Shisui dan Itachi saling bertukar
pandang. “Ah, ulang tahunnya. Aku memang tidak melihatnya saat upacara
peringatan Minato dan Kushina.” Fugaku adalah salah satu saksi mata kejadian
sepuluh tahun yang lalu. Dia juga tahu kalau Naruto tidak pernah mau menghadiri
upacara peringatan kedua orang tuanya yang bertepatan dengan hari ulang
tahunnya.
Kurama
mengangguk. “Dia berada di makam sendirian. Seharian berdiri di bawah hujan.”
Tanpa sadar kedua tangannya terkepal erat. Hal itu tidak luput dari ketiga
Uchiha yang duduk di depannya.
“Bagaimana
keadaan Naru sekarang?” tanya Itachi kemudian. Berusaha mengalihkan emosi
Kurama.
“Sudah
lebih baik, demamnya sudah turun. Hanya harus banyak istirahat,” jawab Kurama.
“Syukurlah
kalau begitu,” kata Fugaku sembari mengangguk dengan wajah lega. “Oh ya, kau
baru kembali dari Suna bukan? Kudengar kalau Hokage dan Mizukage ingin
menjodohkan Naru dengan Pangeran Kaze, Sabaku Gara. Apa itu benar?”
“Hah?”
“Apa?”
Kurama
dan Fugaku menatap wajah Shisui juga Itachi yang tanpa sengaja memekik
bersamaan.
“Kenapa
dengan kalian berdua?” tanya Fugaku dengan mata memincing tajam.
“A-ayah
dapat berita itu darimana?” tanya Itachi cepat. Dia yang paling panik mendengar
kabar mengejutkan ini. Hei, saingan cinta adiknya adalah seorang pangeran.
Betapa miris nasib Sasuke.
“Ehem,”
Shisui berdeham sembari menatap tajam Itachi, memintanya mengendalikan diri.
Sadar
akan sikap impulsifnya membuat Itachi tertawa canggung. “Maaf, maaf, aku hanya
terkejut,” katanya sembari menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Jangan
bilang kau tertarik pada adikku?” tanya Kurama dengan wajah masam.
“Hei,
itu tidak mungkin kan. Jangan bercanda Ku, aku sudah menganggap Naru seperti
adik kandungku,” elak Itachi dengan wajah serius.
“Kami
berdua hanya terkejut, itu saja. Maaf Kurama-sama,” kata Shisui kemudian. Tidak
seperti Itachi atau ayahnya yang bisa bersikap santai pada Kurama, Shisui masih
tetap menjaga sikapnya di depan sang putra mahkota.
“Kau
tidak tertarik dengan adikku?” tanya Kurama sembari menyeringai pada Shisui.
“Maaf,
Kurama-sama, Naru-sama juga sudah seperti adik bagiku,” jawab Shisui sopan
dengan senyum tipis tersungging di bibirnya.
Kurama
terkekeh mendengarnya. “Aku tidak heran kalau Madara Ojii-sama sedih
akhir-akhir ini.”
“Ya,
kau benar, Otou-sama memang tampak sedih akhir-akhir ini. Aku juga mendengar
tentang perjodohan itu dari Otou-sama,” kata Fugaku kemudian.
Shisui
menghela napas pelan. Dalam hati dia berdoa semoga Sasuke tidak memiliki
perasaan yang dalam pada Naruto. Hatinya masih tidak tenang jika memikirkan
masalah itu.
“Selain
hal ini masih ada lagi masalah yang ingin aku sampaikan pada Oji-san,” kata
Kurama yang kemudian melirik dua Uchiha muda.
“Ah,
kami mengerti. Ayo Itachi,” Shisui segera beranjak dan mengajak Itachi keluar.
Begitu
pintu tertutup, Kurama menatap Fugaku dengan ekspresi yang lebih serius.
***
“Makan
malam bersama Oji-sama?” Sasuke menatap ibunya dengan alis bertaut. Dia baru
saja pulang dan langsung disambut Mikoto dengan berita mengejutkan. Sasuke
secara pribadi memang jarang bertemu dengan kakeknya, Madara.
Mikoto
mengangguk, menepuk tempat kosong di sebelahnya. “Kemarilah.”
“Apa
ada acara khusus Okaa-sama?” tanya Sasuke yang sudah duduk di sebelah sang ibu.
“Tidak
ada, sepertinya kakekmu hanya sedang ingin berkumpul bersama keluarga. Lagipula
sejak kembali ke Konoha kau belum mengunjungi kakekmu, dia juga pasti
merindukanmu.”
Sasuke
mengangguk patuh.
“Aku
sudah menghubungi ayah juga kakakmu. Mereka akan langsung ke sana sepulang dari
kantor. Sebaiknya kau bersiap sekarang, kita berangkat satu jam lagi. Oh ya,
pakailah kemeja,” Mikoto tersenyum pada putranya.
“Baiklah,
aku bersiap sebentar,” Sasuke kembali mengangguk patuh pada perintah Mikoto dan
bergegas kembali kekamarnya untuk bersiap.
Di
dalam kamar, Sasuke meletakkan tas dan kameranya ke atas meja. Laki-laki itu
menghela napas panjang setelah menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur. Dia
mengambil handphone dari saku jaket dan
menatap layar gelapnya.
“Dia
belum juga menghubungiku,” gumam Sasuke, “Dia juga tidak ada di cafenya. Apa
dia memang masih diluar kota?”
Sasuke
melempar handphone-nya ke atas bantal
begitu saja. Dia masih belum melupakan pesona Nami malam itu. Cinta pada
pandangan pertama, ternyata menyakitkan.
“Aku
akan mengunjungi kafe beberapa hari lagi, semoga dia sudah kembali,” lirihnya
kemudian.
Ingat
akan acara makan malam bersama kakeknya, Sasuke akhirnya beranjak dan bergegas
untuk mandi.
***
Dua
mobil mewah berhenti di depan sebuah mansion megah dengan gaya mediterania.
Keluarga Uchiha tiba di kediaman Perdana Menteri, Madara Uchiha. Mereka
dipersilakan masuk oleh kepala pelayan dimana Madara sudah menunggu di ruang
makan.
“Selamat
malam, Otou-sama.” Fugaku dan Mikoto memberi salam.
“Selamat
malam, Oji-sama.” Shisui, Itachi dan Sasuke memberi hormat pada sang kakek.
“Duduklah,
aku senang kalian bisa datang,” Madara meneguk teh hijuanya dan menyambut
keluarganya.
“Bagaimana
kabar Otou-sama?” Mikoto memberikan kotak berisi kue kesukaan Madara pada
pelayan sebelum duduk di meja makan, di sebelah suaminya.
“Aku
baik Mikoto, sepertinya kau cukup sibuk akhir-akhir ini,” kata Madara pada
menantu kesayangannya.
Mikoto
tertawa. “Maaf kalau aku jarang berkunjung Otou-sama, Sasuke baru kembali dari
Oto juga ada beberapa urusan perusahaan yang tidak bisa diwakilkan sehingga aku
harus menemani suamiku ke luar kota.”
Madara
mengangguk lalu menatap cucu bungsunya. “Sasuke, bagaimana kabarmu?”
“Baik
Oji-sama. Maaf belum berkunjung sejak kembali ke Konoha,” jawab Sasuke.
“Aku
tahu anak muda jaman sekarang selalu sibuk,” kata Madara kemudian. Dia menatap
cucu bungsunya penuh minat. “Sasuke, berapa umurmu?”
Semua
orang tampak heran mendengar pertanyaan Madara pada Sasuke.
“Dua
puluh enam, Oji-sama,” jawab Sasuke canggung.
“Ah,
dua puluh enam,” Madara mengangguk-angguk. Perhatiannya teralihkan saat pelayan
menghidangkan makan malam dan minuman untuk mereka.
“Ada
apa Otou-sama?” tanya Fugaku tanpa basa-basi setelah meneguk tehnya. Dia curiga
ayahnya sedang merencanakan sesuatu yang melibatkan putra bungsunya.
“Fugaku,
aku ingin mengenalkan Sasuke pada Naru-hime, bagaimana menurutmu? Sasuke, apa
kau sudah punya kekasih?” Madara kembali mengalihkan perhatiannya pada Sasuke.
Shisui
dan Itachi langsung tersedak teh, sementara Sasuke menatap sang kakek dengan bingung.
“Oji-sama,
Sasuke baru kembali ke Konoha, apa tidak terlalu cepat mengenalkannya pada
Hime?” Shisui langsung angkat bicara dan sukses membuat Madara juga Fugaku menaikkan
alisnya.
“Kenapa
Shisui? Tidak ada salahnya mengenalkan Sasuke pada Naru-hime. Hanya Sasuke
satu-satunya keluarga inti Uchiha yang belum pernah bertemu dengan Hime.”
Madara tampak tidak suka dengan perkataan Shisui.
Itachi
yang tahu benar maksud sang kakak mencoba membantu. “Jangan salah paham
Oji-sama. Onii-sama bukan tidak setuju mengenalkan Sasuke pada Hime-sama, hanya
memang menurutku juga terlalu cepat. Bagaimana pun juga Sasuke belum pernah ke
Istana dan bertemu dengan keluarga kerajaan. Dia baru kembali ke Konoha atas
bujukan Okaa-sama, jadi sebaiknya ijinkan Sasuke untuk beradaptasi dulu dengan
Konoha.”
“Omong
kosong apalagi itu?” dengkus Madara yang kemudian meneguk teh hijaunya untuk
menenangkan diri.
Shisui
menggerutu dalam hati. Dia benar-benar tidak ingin adik bungsunya berhubungan
lebih jauh dengan Naruto, apalagi jika rencana perjodohan dengan Pangeran Kaze
itu benar adanya. Shisui menatap adik bungsunya yang kebetulan juga sedang
menatapnya.
“Siapa
Naru-hime?”
Pertanyaan
polos Sasuke membuat semua orang menatapnya dalam diam. Itachi dan Mikoto
kemudian terkekeh dan memecah suasana canggung diantara mereka.
Madara
menghela napas panjang, tiba-tiba kehilangan minat untuk membahas masalah
Naruto. Dia merasa miris karena keinginannya untuk memiliki Naruto sebagai cucu
menantu semakin sulit saja. Tanpa sadar Madara menggeleng sedih.
“Makanlah,
makanannya mulai dingin,” kata Madara kemudian. Semua keluarga pun patuh pada
perintahnya.
Melihat
wajah sendu sang ayah membuat Fugaku kembali bicara. “Otou-sama, apa ini karena
rencana perjodohan Naru-hime?”
Madara
pun menatap putra sulungnya. “Bukankah aku sudah mengatakannya padamu kemarin,”
jawabnya menahan kesal. Dia sempat mendesak Fugaku agar salah satu putranya
bersedia dijodohkan dengan Naruto.
Fugaku
mengangguk, kembali menyantap makanannya dengan tenang.
“Otou-sama
ingin mencoba menjodohkan Sasuke dan Hime-sama?” kali ini Mikoto yang bertanya.
Dia pun melirik Sasuke yang tampak serius menyantap makan malamnya, sepertinya
berusaha menghindari percakapan.
“Mikoto,
putra sulungmu tidak tertarik pada Hime-sama, entah wanita seperti apa yang
diharapkannya,” gerutu Madara, “Itachi juga berkali-kali menegaskan dia hanya
menganggap Naru-hime sebagai adik. Menurutmu siapa lagi yang bisa kuharapkan?
Sasuke seharusnya cocok dengan Naru-hime, usianya tidak beda jauh.”
Shisui
dan Itachi menunduk dalam diam. Mereka tidak berani menjawab dan diam-diam
melirik ke arah Sasuke yang juga tengah melirik pada kedua kakaknya.
“Otou-sama,
perasaan tidak bisa dipaksakan,” Mikoto mencoba menenangkan ayah mertuanya dan
membela putra-putranya.
“Perasaan
bisa tumbuh seiring berjalannya waktu,” kata Madara tidak mau kalah. “Sasuke,
apa kau keberatan kalau aku mengajakmu ke istana besok?” tanyanya kemudian.
“Otou-sama-,”
“Aku
bertanya pada Sasuke,” potong Madara saat Mikoto dan Fugaku mencoba membujuknya.
Sasuke
menatap keluarganya yang tampak khawatir lalu mengalihkan fokusnya pada sang
kakek. Dia pun mencoba menjawab dengan tenang. “Aku bersedia ke istana besok,
Oji-sama. Tapi bolehkah aku mengajukan syarat?”
Kening
Madara berkerut tapi tetap mengangguk atas pertanyaan cucu bungsunya.
“Aku
hanya akan bertemu dengan Naru-hime atau siapa pun itu yang Oji-sama inginkan.
Selebihnya, Oji-sama tidak boleh memaksaku untuk menyukainya. Maaf Oji-sama,
tapi jujur saja, apakah pria sepertiku akan cocok jika bersanding dengan
seorang Hime? Kehidupan istana juga pastinya tidak akan cocok denganku.” Sasuke
mencoba jujur dengan perasaannya.
Shisui
langsung memijat pangkal hidungnya yang berdenyut. Dia sudah bisa membayangkan
rumitnya hubungan Sasuke dan Naruto kedepannya. Takdir tidak memihaknya. Shisui
ingin menjauhkan adiknya dari Naruto tapi sang kakek justru ingin mempertemukan
mereka. Dia sudah menduga jawaban Sasuke akan seperti itu, tapi bagaimana jika
Sasuke tahu kalau hime yang dimaksud adalah wanita yang disukainya? Renungannya
terputus saat Itachi diam-diam menepuk tangannya yang terkepal di atas
pangkuannya. Putra kedua Uchiha itu tahu kakaknya sedang khawatir. Tapi keduanya
hanya bisa diam.
“Baiklah,
aku tidak akan memaksamu,” Madara akhirnya memutuskan dengan raut wajah yang
lebih cerah.
Sasuke
mencoba tersenyum dan mengangguk pada kakeknya. “Terima kasih Oji-sama.”
Keempat
Uchiha lainnya hanya bisa menghela napas. Mereka pun kembali makan dengan
tenang.
“Tapi
aku yakin Sasuke akan menyukai Naru-hime,” tiba-tiba Madara kembali
mengutarakan pikirannya, membuat Shisui dan Itachi hampir tersedak, lagi.
***
“Sasuke,
kau yakin akan pergi ke istana besok?” Itachi langsung bertanya begitu mobil
meninggalkan kediaman Perdana Menteri. Dia, Shisui dan Sasuke berada dalam satu
mobil dengan seorang supir sementara kedua orang tuanya berada dalam mobil
lain.
“Hanya
agar Oji-sama senang dan tidak terus memaksaku,” jawab Sasuke santai.
Shisui
yang duduk di depan menoleh pada adiknya. “Sasuke, bagaimana jika kau
benar-benar menyukai Hime nantinya?” Jujur saja, sulung Uchiha itu penasaran
sekaligus khawatir.
Sasuke
langsung menatap kakaknya. “Apa itu mungkin?” dia justru balik bertanya.
Jelas saja mungkin,
batin Itachi dan Shisui bersamaan. Tapi keduanya sama-sama diam.
“Lagipula
aku sudah memiliki wanita yang aku sukai,” celetuk Sasuke kemudian yang justru
membuat kedua kakaknya menghela napas bersamaan.
Justru itu masalahnya,
batin keduanya.
Ingin
rasanya Itachi menjelaskan semuanya pada Sasuke, tapi bagaimana memulainya?
Jelas tidak mungkin Itachi mengatakan kalau Shisui dan dirinya berusaha
menjauhkan Sasuke dari Naruto. Akhirnya, Itachi hanya bisa tertawa dengan semua
kerumitan itu.
“Apa
yang lucu?” tanya Sasuke kemudian.
Itachi
menggeleng sembari menepuk bahu adiknya. “Apa pun yang terjadi besok, aku dan
Onii-sama akan tetap mendukungmu.”
Sasuke
mengerutkan kening, menatap kedua kakaknya bergantian. Shisui hanya tersenyum
lalu kembali menatap jalan raya. Tidak ada lagi yang bicara setelah itu.
***
>> Bersambung <<
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Selamat membaca.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments