Heart - Chapter 20 End

Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi

FanFiction by Agnes Kristi

Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"

Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.

======================================================================





Dia akan mati. Kau tidak akan bahagia.

Melirik Maya yang sudah terlelap, Masumi meremas foto di dalam genggamannya. Dia tengah duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Sejak tadi Masumi sudah menahan diri hanya demi Maya. Dia tidak mau istrinya itu khawatir. Maya mungkin tidak memperhatikan tulisan di bagian belakang foto, tapi tidak dengannya. Hati Masumi panas membaca pesan dari Koji. Apa yang sebenarnya diinginkan pria itu?

Handphone yang bergetar mengalihkan perhatian Masumi. Melihat nama Hijiri di layar membuat pria itu bergegas membuka pesannya. Kening Masumi berkerut begitu membaca kabar terbaru dari Hijiri. Belum sempat dia membalas, handphone-nya kembali bergetar dan memunculkan banyak lampiran foto. Tidak bisa menahan emosi, akhirnya Masumi menekan tombol panggil. Dia beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke balkon kamar. Dua kali nada tunggu dan Hijiri langsung menjawab panggilannya.

“Bagaimana bisa dia menghilang? Dan sejak kapan Koji segila itu?” Masumi langsung menyerbu Hijiri dengan deretan pertanyaan. Dia tidak bisa tenang lagi setelah melihat foto kamar Koji yang dipenuhi oleh lukisan juga foto Maya.

“Saat kami tiba di apartemen, Tuan Sakurakoji sudah tidak ada. Sepertinya dia tergesa-gesa pergi sampai tidak mengunci apartemennya. Setelah memeriksa kamar, saya langsung melaporkannya pada security apartemen yang kemudian memanggil polisi. Saya juga menceritakan perihal foto itu.”

Masumi semakin gelisah begitu mendengar penjelasan Hijiri. “Apa tidak ada petunjuk kemana dia pergi?”

“Sejauh ini kami tidak menemukan petunjuk apa pun selain obsesi Tuan Sakurakoji pada Nyonya. Tapi polisi memiliki dugaan kalau dia akan datang ke pesta resepsi nanti malam.”

Masumi terdiam lalu menoleh ke arah tempat tidur dimana istrinya masih beristirahat dengan tenang.

“Tuan?”

“Hm, terima kasih informasinya Hijiri.”

“Saya akan segera kembali ke mansion Hayami setelah selesai berkoordinasi dengan polisi. Jika memang malam nanti Tuan Sakurakoji ingin mengacau, maka dia akan berurusan dengan pihak kepolisian.”

“Baiklah, kuserahkan semuanya padamu.” Masumi memijat pelipisnya yang mulai berdenyut.

“Baik Tuan. Anda jangan khawatir, semua akan baik-baik saja.”

“Aku tahu, sekali lagi terima kasih Hijiri.” Dan panggilan pun terputus. Masumi menghela napas panjang dan berdoa dalam hati semua akan baik-baik saja.

***

Maya membuka mata dan tampak terkejut saat melihat sisi lain tempat tidurnya kosong. Seingatnya dia tidur bersama Masumi. Nyonya muda Hayami itu pun mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar tapi tetap tidak menemukan sosok suaminya.

Pintu kamar yang tiba-tiba terbuka membuat Maya menoleh. Dilihatnya Masumi masuk dengan senyum menghiasi wajah tampannya. “Kau darimana?”

“Aku merasa lapar lalu meminta Bibi Harada menyiapkan makanan.” Masumi kemudian duduk di tepi tempat tidur. Tangannya terulur untuk merapikan rambut istrinya yang tampak berantakan.

“Kenapa tidak membangunkanku? Dan apa kau juga tidur?” Maya mengamati wajah Masumi yang tampak lelah.

“Hm,” gumam Masumi sebagai jawaban.

“Jangan berbohong.” Wanita itu menarik tangan sang suami dari rambutnya.

“Aku tidur Maya, jangan terlalu khawatir. Oh ya, apa kau juga lapar? Penata rias akan tiba satu jam lagi, kita masih bisa makan bersama.” Masumi dengan segera mengalihkan topik pembicaraan.

Maya menyentuh perutnya lalu mengangguk pelan, membuat senyum Masumi kembali mengembang. Nyatanya Masumi memang sudah meminta Harada untuk menyiapkan makanan untuk mereka berdua.

“Masumi, apa ada kabar dari Kak Hijiri?” Meski sempat tertidur karena kelelahan, tapi Maya tidak lupa dengan masalah mereka.

“Kalau aku jawab tidak apa kau akan percaya?” Masumi menggenggam tangan Maya.

Wanita itu menggeleng. “Apa ada hal buruk terjadi?”

Kali ini Masumi yang menggeleng. “Saat Hijiri tiba di apartemen Koji, dia sudah pergi.” Pria itu mengambil handphone dari saku lalu membukanya. “Lihatlah.”

Maya menahan diri untuk tidak memekik saat melihat foto-foto yang dikirim Hijiri. “Ini kamar Koji?” lirihnya tak percaya.

“Hm, dia terobsesi padamu.” Dulu Masumi selalu cemburu jika melihat kedekatan Maya dan Koji. Dia selalu menganggap bahwa Koji adalah pria yang beruntung karena bisa bebas mengekspresikan perasaannya pada Maya. Meski dia tahu Maya tidak lagi memiliki perasaan yang sama pada Koji, tapi Masumi pernah berharap kalau pujaan hatinya itu bisa bahagia bersama Koji.

Beruntung pemikiran konyolnya itu tidak terjadi. Masumi tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Maya jika menikah dengan Koji yang ternyata memiliki obsesi tidak sehat. Dalam hati dia bersyukur Maya tidak menyerah dengan perasaannya dan membuatnya berubah pikiran. Mereka sudah menikah dan itu adalah hal paling membahagiakan dalam hidup Masumi. Dia tidak akan membiarkan Koji merusak semuanya. Masa bodoh dengan penyakitnya. Jika memang usianya tidak lama, setidaknya Masumi tidak akan menyesali sisa hidupnya karena bisa dihabiskan bersama dengan wanita pujaannya.

“Aku tidak pernah berpikir dia bisa jadi seperti ini.” Maya benar-benar tidak percaya. Pria yang selama ini dianggap sebagai sahabat terbaiknya justru membuatnya takut.

“Semua orang bisa gila karena cinta Maya.”

Perkataan Masumi membuat Maya menatapanya dengan kening berkerut. Alih-alih menjawab Masumi justru tertawa.

“Aku juga hampir gila karenamu. Jadi aku tidak heran kalau Koji juga begitu.” Masumi mengakhiri perkataannya dengan senyum.

“Jika kau hampir gila karenaku, kenapa kau pernah berniat untuk meninggalkanku.” Maya menusuk dada Masumi dengan telunjuknya.

Pria itu terkekeh. “Itu karena dulu aku bodoh. Sekarang aku tidak akan pernah melepaskanmu,” jawab Masumi seraya menarik Maya ke dalam pelukannya.

“Memang seharusnya begitu, jangan lepaskan aku.” Maya tersenyum dan balas memeluk suaminya.

“Hm, tidak akan.” Masumi mendaratkan sebuah kecupan di puncak kepala Maya.

Mendapat perlakuan lembut dari suaminya membuat senyum Maya mengembang. Ini adalah impiannya sejak dulu. Hidup bahagia dengan Masumi. Sekarang setelah semuanya terwujud, Maya tidak akan membiarkan siapa pun merusaknya, bahkan Koji sekalipun.

Merasakan pelukan sang istri yang semakin erat membuat Masumi berdeham pelan. “Nyonya, sebaiknya lepaskan pelukanmu sekarang,” bisiknya di telinga Maya.

Wanita itu mengangkat wajahnya lalu tersenyum. Dia tahu apa yang tengah dipikirkan Masumi saat ini. “Kau tidak suka kupeluk?” godanya. Hm, kapan lagi dia bisa menggoda suaminya seperti ini? Biasanya dialah yang akan menjadi korban godaan Masumi.

“Kau menggodaku?” Masumi justru menyeringai saat melihat senyum main-main istrinya.

“Apa aku tidak boleh menggodamu? Seingatku kita sudah menikah tadi pagi.” Maya kemudian melepaskan pelukannya. Tapi alih-alih menjauhkan tubuhnya dari Masumi, wanita itu justru menyandarkan wajahnya pada dada bidang sang suami. Jemari lentiknya dengan sengaja bermain dan memainkan pola berputar-putar di kancing kemeja Masumi.

Masumi tertawa. Dia tidak menyangka kalau istrinya itu juga pandai menggoda. “Sungguh Maya, jangan menggodaku sekarang. Aku tidak yakin bisa mengendalikan diri jika kau melanjutkan akting manjamu ini.”

Mendengar kata ‘akting’ membuat Maya mengerucutkan bibir. Dia pun menegakkan tubuhnya lalu mencebik pada sang suami. “Aku tidak sedang berakting.”

“Oh ya?” Masumi balas menggoda. Istrinya itu sungguh menggemaskan. Sejenak dia bisa melupakan masalah Koji yang sempat membuatnya sakit kepala.

“Tuan Hayami yang terhormat, aku tidak perlu berakting di depanmu, suamiku sendiri.” Maya melipat tangan di depan dada.

“Baiklah, baiklah, kalau begitu berjanjilah satu hal padaku.” Masumi mencolek hidung istrinya yang masih tampak kesal.

Maya pun memberinya tatapan tanya.

“Berjanjilah kau tidak akan menangis nanti malam.”

Alis wanita itu bertaut heran. “Kenapa aku harus menangis?”

Jelas saja Masumi tersenyum dengan jawaban istrinya. “Karena jika kau menggodaku seperti tadi maka aku tidak akan melepaskanmu malam ini, hm?”

Dan wajah Maya langsung merah karenanya.

***

Berdiri di depan cermin besar kamarnya, Maya menatap dirinya sendiri dengan perasan takjub. Tubuh rampingnya terbalut gaun pengantin indah berwarna putih. Dia baru saja selesai bersiap untuk acara resepsi pernikahannya. Penata rias dan para pelayan yang tadi membantunya kini sudah meninggalkan kamar.

“Kau cantik sekali Maya.” Ini adalah pujian dari Rei. Sejak tadi dialah yang menemani Maya selama berhias. Masumi sedang bersiap di kamarnya sendiri ditemani oleh Asa.

“Kau sudah tiga kali mengatakannya, Rei. Tapi terima kasih, itu mengurangi kegugupanku.” Pengantin cantik itu tersenyum pada sahabatnya melalui cermin.

Rei pun tertawa. “Kenapa harus gugup? Kau ratunya malam ini.”

Maya tersenyum. Rei jelas tidak tahu apa yang menjadi sumber kegugupannya. Wanita cantik itu tidak mengatakan pada Rei perihal masalah Koji. Dia tidak mau membuat sahabatnya khawatir. Lagipula Masumi sudah mengatakan bahwa akan ada banyak petugas keamanan yang berjaga juga pihak kepolisian. Itu membuatnya sedikit lega. Lagi-lagi Maya hanya bisa berdoa semua akan baik-baik saja.

“Hei, kenapa melamun?” Rei menyentuh bahu sahabatnya.

“Ah, tidak, aku hanya sedang memikirkan-,”

“Malam pengantinmu?” sela Rei dengan kekehan renyah.

“Jangan bercanda.” Maya berputar di depan cermin lalu tersenyum lebar pada sang sahabat.

“Tidak ada salahnya juga kau memikirkan hal itu. Aku jelas tahu kalau kau masih gadis. Tidak usah takut, yang pertama tidak akan sesakit bayanganmu. Aku yakin Tuan Masumi-,”

“Rei hentikan,” sela Maya dengan wajah merona. Dia memang tidak berpengalaman dalam hal ini tapi juga tidak mau mempermalukan diri dengan mendengar tutorial Rei yang jelas hanya ingin menggodanya.

Wanita berwajah tampan itu kembali tertawa. “Atau kau sudah pernah melakukannya dengan Tuan Masumi?”

“Melakukan apa?”

“Heh?!” Maya dan Rei menoleh bersamaan dan mendapati Masumi sudah berdiri dengan tuxedo hitamnya di ambang pintu kamar.

Rei langsung menutup mulutnya hingga membuat Maya menahan tawa.

“Kalian sedang membicarakan apa sampai tidak sadar aku mengetuk pintu?” Masumi berjalan memasuki kamar dan langsung menghampiri istrinya. “Kau cantik sekali Nyonya Hayami.”

“Tidak apa-apa, Rei hanya sedang menggodaku. Dia bertanya apakah kita pernah-,”

“Ah Maya, sebaiknya aku menunggu di halaman belakang sekarang. Sayaka dan yang lainnya pasti akan segera datang dan mencariku.” Dengan cepat Rei menyela penjelasan Maya. Dia tahu Maya hanya bercanda tapi Masumi bukanlah lawan sepadan untuk candaanya. Wanita itu memilih untuk pergi dan menyelamatkan diri. “Permisi, Tuan Masumi.”

Dan Maya dibuat tertawa dengan Rei yang salah tingkah di hadapan suaminya.

“Apa Nona Aoki menggodamu soal malam pengantin?” Masumi bertanya sembari menatap pintu yang baru saja tertutup.

“Hm, begitulah, sama sepertimu.”

Masumi tersenyum. “Karena wajah merahmu sangat menggemaskan saat digoda.”

Maya tertawa lalu berjalan perlahan ke arah sofa sembari mengangkat bagian depan gaunnya. “Apa semua baik-baik saja? Sudah ada kabar tentang Koji?” tanyanya begitu duduk di sofa dan mulai memakai sarung tangan putihnya.

“Sejauh ini semua baik-baik saja dan belum ada kabar apa pun tentang Koji. Jangan terlalu dipikirkan,” kata Masumi kemudian yang hanya dijawab dengan anggukan oleh sang istri.

Melihat Maya yang belum mengenakan sepatu membuat Masumi berinisiatif mengambil sepatu kaca milik istrinya dari dalam kotak sepatu di atas meja, tepat di depan sofa tempat Maya duduk. Pria itu tanpa canggung berlutut di depan sang istri dan membantunya memakai sepatu.

“Terima kasih,” ucap Maya begitu Masumi selesai dan menatapnya.

Dengan senyum menawan Masumi kembali menegakkan tubuhnya lalu mengulurkan tangan untuk membantu Maya berdiri. “Kau sudah siap? Pestanya akan segera dimulai.”

Pengantin cantik itu hanya mengangguk lalu mengalungkan tangan ke lengan sang suami. Keduanya berjalan berdampingan dengan senyum penuh kebahagiaan.

***

Maya dan Masumi tidak berhenti menebar senyum pada para tamu yang hadir dalam resepsi mereka. Keduanya menyambut tamu dan mengucapkan terima kasih atas kedatangannya. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha besar juga aktris dan aktor kelas atas, tidak lupa sahabat-sahabat Maya dari teater yang tampak hadir dengan wajah bahagia.

“Masumi, apa kau lelah?” tanya Maya begitu Masumi menghabiskan segelas orange juice yang diberikan pelayan pada mereka. Suaminya itu belum diijinkan untuk mengkonsumsi alkohol dan Maya juga memiliki toleransi yang rendah terhadap alkohol. Sake pernikahan tadi pagi adalah pengecualian.

“Tidak, kau sendiri?” Masumi menarik sapu tangan linen dari saku lalu menyeka pelipis sang istri yang basah karena keringat.

Maya menggeleng lalu tersenyum. Matanya bergulir ke arah pintu masuk tamu di halaman belakang lalu kembali menatap suaminya. “Aku lega semua berjalan lancar.”

“Hm, aku juga.” Masumi mengangguk. Dia melihat ayahnya dan Asa tampak menikmati obrolan mereka dengan beberapa tamu.

Hijiri dan Mizuki menghampiri pasangan pengantin yang duduk berdampingan di meja perjamuan bulat. Kedua orang kepercayaan Masumi itu juga ikut menjamu tamu-tamu yang datang sembari mengawasi sekitar mereka.

“Tuan dan Nyonya sudah menyapa dan mengucapkan terima kasih pada semua tamu. Sebentar lagi pesta juga akan selesai, sebaiknya Tuan dan Nyonya masuk lebih dulu,” kata Mizuki.

Maya dan Masumi menyetujui saran Mizuki. Keduanya mengangguk bersamaan. Masumi masih sempat berpesan pada Hijiri untuk berhati-hati sebelum meninggalkan pesta bersama istrinya. Keduanya berjalan masuk ke dalam mansion Hayami diikuti oleh Harada.

Tepat saat Masumi dan Maya hendak menaiki tangga ke lantai dua, ke kamar mereka, tepuk tangan yang cukup keras terdengar. Sepasang pengantin itu menghentikan langkah lalu menoleh dan mendapati seorang pelayan pria berseragam biru dari pihak wedding organizer berjalan ke arah mereka. Tentu saja keanehan tingkah pelayan itu membuat Masumi dan Maya waspada.

Dengan isyarat mata Maya meminta Harada kembali ke halaman belakang untuk memanggil penjaga. Kepala pelayan itu pun langsung mengerti dan bergegas pergi.

Melihat Harada tergopoh meninggalkan mereka membuat pelayan pria itu tertawa. “Tenang Maya, aku tidak akan menyakitimu.”

“Koji?” seru Maya dan Masumi bersamaan. Keduanya jelas mengenali suara Koji. Masumi langsung merengkuh bahu Maya untuk melindunginya.

Koji kembali tertawa lalu melepas prostetik yang melekat di wajahnya, membuat wajah pria itu menjadi bulat dan tidak dikenali. Siapa yang menyangka Koji akan menyamar untuk bisa masuk ke mansion Hayami. Bukan hal yang sulit baginya yang adalah aktris terkenal untuk mendapat perias wajah dengan teknik prostetik yang handal.

Suara derap langkah mengiringi kedatangan Hijiri dan Mizuki diikuti oleh seorang penjaga keamanan, dua orang polisi juga Harada. Tak jauh dibelakang mereka menyusul Eisuke dan Asa. Kepala keluarga Hayami itu sudah meminta MC acara untuk segera menyudahi pesta begitu mendengar laporan dari kepala pelayannya. Semua orang kini menatap Koji yang sedang melepas wig-nya.

Melihat begitu banyak orang datang membuat Koji terkekeh. “Tuan Masumi, apa harus semeriah ini menyambutku?”

“Koji, apa yang sebenarnya kau inginkan?” Maya lah yang pertama kali membuka suara. Dia menatap sahabatnya dengan perasaan kecewa.

“Maya oh Maya, kau jelas tahu apa yang aku inginkan.”

Tangan Masumi terkepal erat menahan geram. “Koji, kau gila.”

Perkataan Masumi membuat pria itu kembali terbahak. “Aku tidak keberatan disebut gila untuk Maya. Sayangnya Maya memilihmu. Padahal dia tidak akan bahagia. Kau hanya akan menyakitinya karena kau akan mati Masumi Hayami.”

“Koji!” bentak Maya dengan wajah merah. Dia tidak bisa memaafkan perkataan Koji tentang suaminya.

“Itu faktanya Maya. Kenapa kau mau dibodohi olehnya? Aku jelas lebih bisa membahagiakanmu!” suara Koji juga meninggi. Pria itu jelas sudah kehilangan akal sehat.

Kembali suara high heels terdengar dan semua orang menoleh pada Rei yang baru saja memasuki ruang tengah mansion Hayami dengan wajah bingung. Teman-teman teaternya baru saja pulang.

“Maya? Ada apa ini?”

“Nona Aoki, tetap di tempat Anda.” Hijiri memberi peringatan. Dia lalu menatap petugas polisi yang masih mengamati gerak-gerik Koji.

“Tuan Sakurakoji, sebaiknya Anda ikut dengan kami. Memaksakan kehendak seperti ini adalah tindakan melanggar hukum.”

Koji pun menoleh pada dua orang pria yang mengenakan setelan hitam yang dia yakini sebagai petugas polisi. “Melanggar hukum? Apakah jatuh cinta itu melanggar hukum? Aku hanya mencintai Maya dan ingin membawanya, apa itu salah?”

Rei menutup mulutnya dengan telapak tangan karena terkejut dan hampir memekik. Dia melihat Masumi yang langsung membentengi sang istri dengan tubuhnya. Inikah alasan Maya dan Masumi tidak mengundang Koji ke upacara pernikahan mereka?

“Ikutlah dengan kami Tuan Sakurakoji. Sikap kooperatif akan meringankan hukuman Anda.” Petugas polisi itu sama sekali tidak menanggapi ucapan Koji.

Koji tidak menjawab. Pria itu memutar tubuhnya dan memunggungi petugas polisi juga Hijiri dan yang lainnya. Dia kembali menatap Maya yang kini berada di belakang suaminya. “Maya, ikutlah denganku.” Koji mengulurkan tangannya ke depan dengan tatapan memohon.

“Maya adalah istriku. Kau tidak bisa membawanya.” Masumi merentangkan tangan kanannya di depan tubuh Maya.

“Aku tidak peduli dia istri siapa. Aku mencintainya.” Alih-alih menyerah, Koji justru melangkah untuk menghampiri Maya.

Tentu saja petugas polisi dan Hijiri tidak tinggal diam. Mereka segera menghalangi jalan Koji dan petugas polisi segera mencekal kedua lengan pria itu. Sayangnya tidak satu pun dari kedua polisi itu menyangka kalau Koji akan melawan. Hanya dalam hitungan detik, dua polisi itu tersungkur ke lantai.

Hijiri dan penjaga keamanan keluarga Hayami langsung siaga, begitu juga Masumi. Asa bergegas keluar untuk memanggil petugas keamanan yang lain. Sementara Rei dan Harada berdiri tak jauh dari Eisuke yang mengamati mereka dari atas kursi rodanya.

“Jangan menghalangi jalanku, aku hanya ingin membawa Maya bersamaku.” Koji menatap mereka semua dengan pandangan mencela.

“Koji, hentikan! Sadarlah, aku tidak akan pernah ikut denganmu,” seru Maya yang membuat Masumi segera merengkuh tubuh istrinya yang ingin mendekat ke arah Koji.

“Jangan mendekat, tidak ada gunanya kau membujuknya,” kata Masumi kemudian.

Maya menatap suaminya lalu kembali menatap Koji dengan perasaan putus asa. Wanita itu merasa sedih karena semua kekacauan ini terjadi di hari pernikahannya. Beruntung para tamu undangan sudah pulang dan Koji tidak mengacau di pesta. Dia tidak mau masalahnya dan Koji menjadi headline berita besok pagi.

“Sudah kukatakan jangan menghalangi jalanku! Pergi kalian semua! Aku ingin mengambil Mayaku!” teriak Koji sembari melayangkan pukulan pada penjaga keamanan di sebelah Hijiri.

Tiba-tiba suasana menjadi kacau. Koji menyerang membabi buta dan kini sedang beradu tendangan dengan Hijiri. Darah Masumi terasa mendidih saat mendengar Koji mengklaim istrinya. Pria itu sudah mengepalkan tangan saat Maya kemudian menatap suaminya sembari menggeleng. Dia tidak akan pernah mengijinkan Masumi berkelahi. Biarlah Koji dihadapi oleh Hijiri dan penjaga keamanan keluarga Hayami. Dua orang pria bertubuh besar masuk keruang keluarga dan ikut menahan Koji yang sepertinya makin menggila.

“Maya! Aku mencintaimu! Ikutlah denganku!” teriak Koji ditengah serangannya.

Maya meremas gaun pengantin di dadanya sembari menghela napas panjang. Koji sudah gila. Matanya menatap sendu sang sahabat yang kemudian tersungkur di lantai dan kedua lengannya dikunci oleh petugas keamanan. Polisi tidak membuang kesempatan itu dan langsung memborgol kedua tangan Koji di belakang punggung. Beruntung aktor itu tidak menggunakan senjata tajam untuk melawan. Sejenak suasana menjadi sedikit tenang hingga Koji kembali meracau dengan air mata mengalir di wajahnya.

“Maya, Maya, aku mencintaimu,” ucap Koji lirih di tengah tangisan putus asa. Pria itu tak lagi memiliki kekuatan setelah menggila dan menyerang semua orang. Dia terbaring di lantai dengan kedua tangan terikat. Seorang polisi masih menahan tubuhnya agar tidak bergerak.

Melihat hal itu membuat hati Maya sakit. Wanita itu melepas pelukan Masumi dan berniat menghampiri sahabatnya yang sudah tidak berdaya.

“Maya?” Masumi tampak tidak setuju dengan apa yang akan dilakukan istrinya.

“Tidak apa-apa, Koji tidak akan bisa menyakitiku. Ijinkan aku bicara sebentar dengannya.” Maya memohon pada Masumi. Bagaimana pun selama ini Koji adalah sahabat baiknya.

Masumi mengalah dan membiarkan Maya menghampiri Koji. Tentu saja dengan dirinya tetap mendampingi. Pria itu menahan diri untuk tidak melarang istrinya yang kini berlutut di sebelah wajah Koji yang masih tersungkur di lantai.

Sedikit mengangkat wajahnya, Koji melirih dengan tatapan memohon. “Maya, aku mencintaimu.” Wajah pria itu benar-benar menyedihkan. “Aku mencintaimu, sangat mencintaimu,” ulangnya terus bak merapal mantra yang seolah bisa menyelamatkan hidupnya.

Maya pun menggeleng sembari menghela napas panjang. “Bolehkah dia duduk? Bisa saya pastikan kalau Koji tidak akan menyerang siapa pun lagi,” pintanya pada petugas polisi.

“Maya,” Masumi ikut berlutut di sebelah Maya.

“Tidak apa-apa Masumi.” Wanita itu tersenyum pada suaminya. Dia lalu menatap kedua petugas polisi yang mengangguk dan membantu Koji untuk duduk.

Benar apa yang Maya katakan. Koji dengan patuh duduk bersila dengan kedua tangan terikat di belakang punggung. Kepalanya tertunduk dan masih menangis sembari terus menyebut nama Maya.

“Boleh kupakai sapu tanganmu?” Maya mengulurkan tangan pada suaminya.

Menghela napas panjang, Masumi memberikan sapu tangan linennya pada Maya. “Kau terlalu baik hati Nyonya Hayami.”

Maya hanya tersenyum melihat suaminya kesal. Wanita itu pun kembali menatap Koji yang tampak begitu berbeda. “Koji,” panggilnya lirih.

Suara Maya membuat Koji mengangkat wajahnya. “Maya, Maya.”

“Hm, ini aku.” Maya mengulurkan tangan dan perlahan mengusap air mata juga darah di wajah Koji yang sudah penuh dengan lebam. Pria itu sama sekali tidak tampak seperti aktor tampan yang biasa terlihat di layar kaca.

“Maya, Maya, aku mencintaimu.” Koji berkedip saat Maya mengusap sudut matanya. “Aku mencintaimu,” ulangnya lagi.

Maya pun tersenyum. “Aku tahu, tenanglah.” Wanita itu dengan perlahan membersihkan luka sahabatnya, membuat Masumi memalingkan wajah sembari berdecak kesal.

Seketika suasana tegang langsung mencair. Semua orang saling bertukar pandang dan berusaha menahan senyum mereka agar tidak melebar. Melihat Masumi merajuk karena sang istri merawat sahabat sekaligus rival cintanya sunggulah menjadi pemandangan langka. Cinta segitiga ini akan menjadi kasus yang cukup menggelikan di persidangan nanti. Itu pun kalau Koji masih waras untuk menjalani sidang. Sepertinya aktor tampan itu sudah benar-benar gila karena Maya.

“Koji, jika kau memang mencintaiku, maukah kau memenuhi permintaanku?” tanya Maya setelah selesai membersihkan wajah Koji.

Pria itu menatap Maya dengan mata sendu lalu mengangguk. “Aku mencintaimu. Aku akan menuruti apa maumu.”

Kening Masumi berkerut melihat sikap Koji.

Maya kembali mengulas senyum lalu mengusap sisi wajah Koji yang lebam. “Kau tidak boleh berkelahi lagi. Jadilah pria yang baik.”

Koji mengangguk dengan semangat. “Aku mencintaimu, aku tidak akan berkelahi lagi dan aku akan menjadi pria yang baik. Apa kau akan senang?”

“Ya aku senang.” Maya tersenyum penuh simpati.

“Syukurlah kau senang. Maya aku mencintaimu.” Koji kembali mengulang mantra saktinya dengan mata berbinar.

“Aku tahu, kau sudah mengatakannya berulang kali.”

“Aku akan mengatakannya seribu kali. Aku mencintaimu, Mayaku.”

Masumi yang sudah menahan geram berusaha sekuat tenaga untuk tidak melayangkan kepalan tangannya saat Koji kembali mengklaim Maya sebagai miliknya. Usapan lembut Maya di lengannya membuat pria itu menghela napas panjang.

“Maya, Maya, ikutlah denganku.” Koji kembali menarik perhatian Maya padanya.

“Kemana?” tanya Maya kemudian.

“Kemana?” Koji justru balik bertanya.

Maya mengangguk. “Iya, kemana kau akan membawaku? Rumahku disini.”

Sesaat Koji terdiam. Pria itu kembali menunduk lalu bergumam lirih. “Kemana?”

“Maya sudahlah,” Masumi tidak tahan lagi melihat sikap lembut Maya pada Koji. Pria itu jelas sudah gila.

Maya hanya tersenyum pada suaminya lalu kembali bicara pada Koji. “Koji?”

“Hm?” Dengan antusias pria itu mengangkat wajahnya. “Aku disini.”

“Kau ingat untuk menjadi pria yang baik bukan?”

Koji kembali mengangguk dengan antusias.

“Kalau begitu kau harus patuh mengikuti dua petugas yang akan membawamu nanti.”

“Membawaku kemana? Aku ingin bersamamu. Maya aku mencintaimu.” Koji berkedip dan menatap Maya dengan pandangan memohon.

“Kau harus beristirahat.”

“Oh?” Koji membulatkan bibirnya lalu mengangguk. “Kau benar, aku lelah. Maya aku mencintaimu.” Pria itu kembali menundukkan kepala.

Maya tak lagi menjawab. Dia menatap kedua petugas polisi lalu mengangguk hormat.

“Baiklah Tuan, Nyonya, kami akan membawa Tuan Sakurakoji untuk pemeriksaan lebih lanjut.”

Tentu saja Masumi senang mendengarnya. “Terima kasih atas bantuannya. Kami akan menunggu kabar selanjutnya.” Dia pun membantu Maya kembali berdiri.

Akhirnya drama malam itu selesai dengan damai. Mereka menatap kepergian Koji dengan perasaan beragam. Maya tak lagi menyimpan marah pada sang sahabat. Dalam hati dia berdoa Koji bisa sembuh dan mendapatkan kebahagiaannya. Wanita itu kemudian menatap semua orang yang berada di dalam ruang tengah mansion Hayami.

“Terima kasih untuk semuanya.” Maya membungkuk hormat pada semua orang yang justru membuat para penjaga keamanan melotot horor.

“Nyonya, ini sudah menjadi tugas kami.” Hijiri lah yang menjawab dan mendapat senyum manis Maya sebagai balasan.

Akhirnya semua penjaga kembali ke tempat masing-masing. Tentu saja tugas mereka tetap berlanjut. Maya kini menghampiri ayah mertuanya.

“Ayah, maaf jika aku menyebabkan semua kekacauan ini.”

“Kau ini bicara apa, tidak ada yang perlu disalahkan.” Eisuke tersenyum pada menantunya. Dia mengusap tangan Maya di atas pangkuannya. “Sekarang semuanya sudah selesai, kau pasti sudah lelah. Pergilah beristirahat. Jangan khawatir lagi.”

Maya mengangguk. “Terima kasih, Ayah juga beristirahatlah.”

Eisuke hanya mengangguk pada menantunya. Dia menatap Masumi dengan senyum tipis lalu meminta Asa mengantarnya ke kamar.

Helaan napas panjang dari Rei membuat Maya tersenyum pada sahabatnya. “Maaf, aku membuatmu terkejut.”

“Maya, kenapa kau tidak menceritakan kegilaan Koji padaku? Ini mengerikan! Tidak heran dia selalu mencariku untuk mendapatkan kabar tentangmu.”

Perkataan Rei membuat Masumi menautkan alis. “Koji sering mengunjungimu?”

“Hei, hei, sudahlah Masumi. Semua sudah selesai.” Maya menghentikan introgasi suaminya sebelum masalah kembali bertambah panjang. “Rei juga pasti terkejut dan butuh istirahat.”

“Uhm Maya, maaf, bolehkah aku pulang malam ini?” tanya Rei kemudian. Dia merasa tidak enak terlalu lama menginap di mansion Hayami.

Maya yang mengerti bagaimana tabiat sahabatnya hanya bisa mangangguk. “Aku akan meminta Iwaguchi mengantarmu. Terima kasih untuk semuanya.”

Rei merasa lega permintaannya diterima lalu memeluk sahabat baiknya itu dengan penuh sayang. Dia pun bergegas ke kamar untuk membereskan barang-barangnya.

“Akhirnya semua berakhir.” Masumi menarik Maya ke dalam pelukannya, mendaratkan kecupan sayang di kening istrinya.

“Masumi, masih ada Kak Hijiri dan Nona Mizuki.” Maya pun menoleh pada Harada yang masih berdiri di samping Mizuki. “Bibi Harada, bisakah kau membuatkanku teh herbal dengan mint?”

Harada mengulas senyum pada nyonya mudanya. “Tentu Nyonya, saya akan segera buatkan untuk Anda.”

“Antarkan ke kamar kami.” Dan itu adalah perintah dari Masumi. “Satu lagi Bibi, tolong buang sapu tangan ini.”

Harada menahan diri untuk tidak tertawa begitu menerima sapu tangan linen dari Masumi. Dia tahu tuannya itu masih kesal karena cemburu.

Maya menggeleng geli melihat sikap kekanakan suaminya.

“Tuan, Nyonya, saya juga mohon ijin untuk pulang. Selamat beristirahat.” Mizuki memberi hormat pada Maya dan Masumi. Dia juga sudah merasa lelah dengan semua persiapan pernikahan dan pekerjaan yang menggunung beberapa minggu terakhir. Beruntung masalah Koji juga bisa terselesaikan dengan baik.

“Terima kasih banyak Nona Mizuki. Kau dan Kak Hijiri juga beristirahatlah.” Maya tersenyum pada kedua orang kepercayaan Masumi itu.

“Baik, Nyonya.”

Dan begitulah semua orang akhirnya meninggalkan mansion Hayami. Menyisakan Maya dan Masumi di ruang tengah yang sekarang tampak lengang.

“Hei, Tuan Hayami.”

Masumi langsung menoleh pada istrinya. “Ada apa?”

“Apa kau bisa membantuku? Sepertinya aku terlalu lelah untuk berjalan ke kamar kita.”

Wajah suram Masumi langsung berubah cerah. Dia pun tertawa dan langsung mengangkat tubuh mungil istrinya, membawanya menaiki tangga menuju kamar mereka.

Berada dalam rengkuhan lengan kokoh Masumi membuat Maya merasa nyaman. Wanita itu menyandarkan kepala di dada sang suami lalu berbisik. “Masumi, aku mencintaimu.”

***

Maya menutup pintu kamar dan mendapati Masumi yang berbalut bath robe keluar dari kamar mandi. Wanita itu pun tersenyum. Dia sudah mandi lebih dulu sebelum mengantar Rei ke pintu depan.

“Nona Aoki sudah pulang?” tanya Masumi dengan tangan sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil.

“Iya, dia menitipkan salam terima kasih untukmu.” Maya menghampiri sang suami yang kini duduk di depan meja rias. “Biar kukeringkan rambutmu,” katanya seraya mengambil hair dryer dari tangan Masumi.

Masumi melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. “Malam yang panjang,” gumamnya kemudian.

“Dan melelahkan,” tambah Maya. Keduanya bertukar senyum melalui cermin. Rambut Masumi masih setengah kering saat Maya kemudian mematikan hair dryer dan meletakkannya di meja rias. Wanita itu kemudian mengalungkan lengannya di leher Masumi.

Tentu saja Masumi tertawa dengan tingkah istrinya. Wajah cantik yang bersandar di bahunya itu menampilkan senyum manis. “Bukankah kau lelah, hm?” Masumi melepas tangan Maya dari bahunya lalu menarik tubuh mungil itu ke atas pangkuannya.

“Aku memang lelah,” jawab Maya yang kemudian pura-pura menguap sebelum menyurukkan wajah ke dada Masumi.

Duduk diatas pangkuan Masumi membuat perasaan Maya lebih nyaman. “Masumi?”

“Hm?” Dengan lembut Masumi mengusap rambut panjang istrinya. Dia melihat Maya tersenyum melalui cermin.

“Apa kau tetap berniat menuntut Koji?”

Pertanyaan Maya membuat Masumi menghentikan belaiannya. Dia menunduk untuk melihat wajah sang istri yang menyendu. “Haruskah kita membicarakan masalah itu sekarang?”

“Koji sakit.”

“Aku tahu.”

“Batalkan tuntutannya.”

Masumi menghela napas panjang. “Aku tidak akan memutuskan apapun sebelum hasil pemeriksaan keluar.”

Maya terdiam, apa yang dikatakan Masumi memang benar. Lebih baik mengambil keputusan setelah pemeriksaan selesai.

“Maya, apa kau memaafkan Koji?” Sekarang Masumi balik bertanya.

Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Jangan katakan kalau kau merasa bersalah?” Masumi mengeratkan pelukannya. Dia tidak suka membayangkan Maya memiliki simpati berlebih pada pria lain.

“Tidak, bukan begitu.” Maya menegakkan tubuhnya lalu menangkupkan tangan ke wajah Masumi, memaksa sang suami untuk menatapanya. “Mencintaiku adalah keputusan Koji, jadi itu bukan salahku.”

Menarik tangan Maya dari wajahnya, Masumi dengan lembut mencium telapak tangan istrinya. Dia kembali memeluk Maya dan tidak menjawab sepatah katapun.

“Masumi, maafkan Koji,” lirih Maya dalam dekapan lengan suaminya.

Pria itu memejamkan mata lalu menghela napas perlahan. “Akan kucoba,” jawabnya kemudian.

Maya merasa lega mendengarnya. Semua sudah berakhir dan dia tidak mau menyimpan dendam. Biarlah masa lalu berada pada tempatnya. Sekarang mereka punya masa depan yang harus dicapai. Koji akan menjalani prosesnya sendiri, begitu pun Maya dan Masumi.

Yang pasti mulai saat ini, Maya dan Masumi akan berjalan bersama. Beriringan langkah menapaki waktu. Jalan di depan mereka masih jauh terbentang. Tidak ada yang bisa memastikan kapan perjalanan itu akan berakhir, itu adalah rahasia Sang Pencipta. Tidak perlu menebak-nebak. Nikmati saja.

“Maya, jangan berhenti mencintaiku,” pinta Masumi seraya mengeratkan pelukannya.

“Pegang janjiku, Masumi. Aku milikmu dan kau milikku. Bersama kita berjalan, hingga waktu Tuhan memisahkan.”

***

-The End-

***

-Ekstra-

Masumi tersenyum melihat sang istri yang akhirnya tertidur di atas pangkuannya. Dia lalu menggendong Maya dan dengan hati-hati membaringkannya ke tempat tidur. Pria itu mengamati istrinya yang tampak indah dalam balutan gaun tidur satin dengan jubah ungu. Masumi tersenyum saat Maya justru membuka mata begitu dia menarik selimut.

“Bukankah kau sudah tidur?” goda Masumi.

Wanita itu tak menjawab tapi kemudian menyingkap selimut dari atas tubuhnya. Beranjak bangun, Maya kini duduk di hadapan Masumi dengan senyum manis. “Kau tidak menginginkanku?”

Tentu saja Masumi tertawa mendengarnya. “Kau bercanda?”

Maya menggeleng lalu melepas jubah luar gaun tidurnya.

“Kau lelah Maya, istirahatlah. Lagipula aku tidak ingin membuatmu menangis malam ini.”

“Aku tidak akan menangis.” Maya memukul dada Masumi dengan kepalan tangannya.

Masumi pun kembali tertawa, tapi tawanya langsung berhenti begitu melihat Maya melepas gaun tidurnya. “Hei, apa yang kau lakukan?”

“Apa?” Maya menatap suaminya bingung. “Bukankah aku harus melepas pakaian untuk bercinta?”

“Astaga Maya.” Masumi terbahak dan jatuh terlentang di atas tempat tidur. Entah kenapa dia justru merasa lucu saat melihat Maya yang kini duduk hanya mengenakan bra juga celana dalam berenda.

“Aku sudah belajar dengan menonton film juga membaca novel, apa yang salah?”

“Hah?!” Dan Masumi makin terpingkal. Dia menyangga kepala dengan tangan lalu menatap Maya yang kini sudah berbaring disebelahnya. “Katakan padaku, film apa yang kau lihat? Dan novel apa yang kau baca?” tanya Masumi sembari mengambil rambut panjang dari sisi wajah Maya lalu menciumnya.

“Hm, aku menonton film dewasa di internet lalu membaca beberapa novel romantis online,” aku Maya dengan jujur. Dia memang tidak berpengalaman dalam hal ini dan sedikit kesal karena Masumi terus menertawakannya. “Apa yang lucu dengan itu?”

Masumi menahan senyumnya melebar. “Lalu apa yang sudah kau pelajari?” Dia tidak menyangka kalau Maya akan memikirkan malam pertama mereka seserius itu.

“Teknik bercinta?” Maya berkedip menatap suaminya.

Kali ini Masumi menahan tawa karena tidak mau istrinya marah. “Kau membaca kamasutra juga? Teknik seperti apa yang kau maksud?” Sungguh ini adalah topik pembahasan paling menggelikan bagi Masumi sepanjang sejarah kehidupannya. Istrinya itu memang spesial.

Alis Maya bertaut lalu menggeleng. “Di novel tertulis kalau bercinta di malam pertama itu harus dilakukan dengan lembut. Jika tidak maka akan terasa sakit.”

“Lembut seperti apa maksudnya?” Masumi kembali bertanya.

Maya memincingkan mata menatap suaminya. “Jangan bilang kau juga tidak tahu bagaimana caranya?”

“Aku juga masih perjaka Maya, apa kau lupa itu?” Masumi terbahak dalama hati, tentu saja dia tahu bagaimana cara melakukannya. Dia hanya ingin tahu sejauh mana istrinya itu belajar.

“Hm, benar. Apa kau juga belum pernah melihat film dewasa sebelumnya? Pertama kali aku menontonnya perutku sakit,” kata Maya saat mengenang memori belajarnya beberapa minggu yang lalu.

“Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan,” jawab Masumi asal dan tentu saja Maya langsung percaya dengan alasannya. “Dan kenapa kau bisa sakit perut?”

Wanita itu menggeleng lalu memiringkan tubuhnya menghadap Masumi. “Entahlah, aku hanya merasa perutku mulas begitu membayangkan benda sebesar itu memasuki tubuhku.” Maya sama sekali tak canggung membicarakan hal itu dengan suaminya.

Mendengar kata besar membuat Masumi berpikir. Apa Maya akan takut dengan miliknya? Entah sebesar apa yang sebenarnya dilihat istri mungilnya itu. Pandangan Masumi beralih pada celana dalam berenda ungu yang dikenakan Maya. Hei, dia pernah melihat si mungil di bawah sana saat menolong Maya yang pingsan di apartemen. Ah, tidak heran istrinya mulas. Masumi yang mulai berpikir ke arah sana merasakan sesuatu terbangun dalam dirinya.

“Masumi, kau melamun?” Maya menepuk dada suaminya.

“Hm? Hanya sedang memikirkan sesuatu.” Pria itu tersenyum dan berniat kembali menggoda istrinya. Sepertinya malam pertama mereka akan menjadi malam yang panjang. “Kau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana melakukannya dengan lembut? Ajari aku agar tidak membuatmu sakit.”

“Oh, itu,” Maya tampak berpikir, mengingat kembali setiap kalimat yang sudah dihapalnya. “Berciuman dengan lembut dan perlahan.”

“Lalu?”

Maya berkedip menatap suaminya, pipinya pun merona. “Lalu saling menyentuh dan membelai,” lanjutnya dengan suara lirih.

Masumi menyentuh wajah Maya dengan jemarinya. Perlahan jemari panjang itu menyusuri garis rahang lalu turun ke leher. Masumi melihat Maya terkesiap saat jemarinya menyusuri tulang selangka lalu turun ke dada, berputar pelan mengikuti garis bra.

“Apa seperti ini?” tanya Masumi dengan suara yang mulai memberat.

Maya memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya saat telapak tangan Masumi menangkup dadanya dan mengusapnya perlahan. Sentuhan itu di luar bra tapi Maya merasakan getaran hingga ke pusat tubuhnya.

“Jangan menggigit bibirmu,” bisik Masumi tepat di depan bibir istrinya. Maya tidak sempat membuka mata saat kemudian Masumi memagut bibirnya, menciumnya dengan lembut bahkan menghisap bibir bawahnya. Jemari panjang Masumi terus menyentuh dan membelai setiap bagian tubuh Maya.

Napas wanita itu terengah begitu Masumi melepas ciumannya. Ini adalah ciuman terpanas yang pernah mereka lakukan. Maya berkedip lalu memukul dada Masumi dengan telapak tangan mungilnya. “Kau membodohiku.”

Masumi tertawa lalu memeluk istrinya. Tali bath robe-nya juga sudah terlepas. “Bagaimana? Kau mau melanjutkannya?” tanyanya sembari memberikan kecupan manis di pelipis.

Maya menyandarkan kepala ke dada Masumi, merasakan kulit hangat itu menyentuh wajahnya. Tangannya menyingkap bath robe yang langsung dicekal oleh Masumi.

“Katakan kalau kau memang mau melanjutkannya,” ucap Masumi begitu Maya mengangkat kepala dan menatapnya.

Alih-alih menjawab, Maya justru kembali menyandarkan kepala di dada Masumi dan memberikan beberapa ciuman basah disana. Senyum Masumi pun mengembang. Dia memeluk Maya dan berguling hingga membuat sang istri tepat berada di bawahnya.

“Jadikan aku milikmu,” ucap Maya dengan senyum manisnya.

“Maya, kau milikku.” Dan keduanya kembali tenggelam dalam ciuman panas yang membuat hasrat mereka semakin membara.

Ah, malam ini benar-benar akan menjadi malam yang panjang bagi Maya dan Masumi.

***

>> Heart Chapter 19 <<
>> Heart - Epilog <<

A/N : Akhirnyaaaaaa tamat juga wkwkwwwwk. Terima kasih banyak untuk yang masih setia membaca sampai akhir. Ini adalah FFTK terlama yang aku buat, berpuluh-puluh purnama hahahahaa. Lega bisa menamatkannya. Semoga suka and happy reading aja. Tinggalin komen juga biar aku makin happy. Syukur2 ada yang mau traktir wkwkkwk.

Sampai jumpa di cerita lainnya. Omiai on going ya.

Deep bow, big hug n lope-lope muahhhh

Post a Comment

10 Comments

  1. Finally HE sukaaa deh kl begini endingnya.. thank you for your hard work mbakyu 🧡

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, makasih juga mbak say, kecup sayang muah

      Delete
  2. Yessss.. happy ending yg panas
    Hihihi .... Btw itu sakit nya masumi gimana mba Ness

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. kayak gula ya, awas diabetes hahahaa, makasih ya

      Delete
  4. Finally.. good job, darl. And I love you

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setelah sekian puluh purnama ya hahahaa, i love u too

      Delete
  5. Really love your writing. Wish you luck.

    ReplyDelete
  6. Semoga masumi maya bahagia selamanya.... makasih banyak kak agnes....

    ReplyDelete