Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.
======================================================================
Dia akan mati. Kau tidak akan bahagia.
Melirik
Maya yang sudah terlelap, Masumi meremas foto di dalam genggamannya. Dia tengah
duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Sejak tadi Masumi sudah menahan diri
hanya demi Maya. Dia tidak mau istrinya itu khawatir. Maya mungkin tidak
memperhatikan tulisan di bagian belakang foto, tapi tidak dengannya. Hati
Masumi panas membaca pesan dari Koji. Apa yang sebenarnya diinginkan pria itu?
Handphone
yang bergetar mengalihkan perhatian Masumi. Melihat nama Hijiri di layar
membuat pria itu bergegas membuka pesannya. Kening Masumi berkerut begitu membaca
kabar terbaru dari Hijiri. Belum sempat dia membalas, handphone-nya kembali bergetar dan memunculkan banyak lampiran
foto. Tidak bisa menahan emosi, akhirnya Masumi menekan tombol panggil. Dia
beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke balkon kamar. Dua kali nada tunggu
dan Hijiri langsung menjawab panggilannya.
“Bagaimana
bisa dia menghilang? Dan sejak kapan Koji segila itu?” Masumi langsung menyerbu
Hijiri dengan deretan pertanyaan. Dia tidak bisa tenang lagi setelah melihat
foto kamar Koji yang dipenuhi oleh lukisan juga foto Maya.
“Saat
kami tiba di apartemen, Tuan Sakurakoji sudah tidak ada. Sepertinya dia
tergesa-gesa pergi sampai tidak mengunci apartemennya. Setelah memeriksa kamar,
saya langsung melaporkannya pada security
apartemen yang kemudian memanggil polisi. Saya juga menceritakan perihal foto
itu.”
Masumi
semakin gelisah begitu mendengar penjelasan Hijiri. “Apa tidak ada petunjuk
kemana dia pergi?”
“Sejauh
ini kami tidak menemukan petunjuk apa pun selain obsesi Tuan Sakurakoji pada
Nyonya. Tapi polisi memiliki dugaan kalau dia akan datang ke pesta resepsi
nanti malam.”
Masumi
terdiam lalu menoleh ke arah tempat tidur dimana istrinya masih beristirahat
dengan tenang.
“Tuan?”
“Hm,
terima kasih informasinya Hijiri.”
“Saya
akan segera kembali ke mansion Hayami setelah selesai berkoordinasi dengan
polisi. Jika memang malam nanti Tuan Sakurakoji ingin mengacau, maka dia akan
berurusan dengan pihak kepolisian.”
“Baiklah,
kuserahkan semuanya padamu.” Masumi memijat pelipisnya yang mulai berdenyut.
“Baik
Tuan. Anda jangan khawatir, semua akan baik-baik saja.”
“Aku
tahu, sekali lagi terima kasih Hijiri.” Dan panggilan pun terputus. Masumi
menghela napas panjang dan berdoa dalam hati semua akan baik-baik saja.
***
Maya
membuka mata dan tampak terkejut saat melihat sisi lain tempat tidurnya kosong.
Seingatnya dia tidur bersama Masumi. Nyonya muda Hayami itu pun mengedarkan
pandangan ke sekeliling kamar tapi tetap tidak menemukan sosok suaminya.
Pintu
kamar yang tiba-tiba terbuka membuat Maya menoleh. Dilihatnya Masumi masuk
dengan senyum menghiasi wajah tampannya. “Kau darimana?”
“Aku
merasa lapar lalu meminta Bibi Harada menyiapkan makanan.” Masumi kemudian
duduk di tepi tempat tidur. Tangannya terulur untuk merapikan rambut istrinya
yang tampak berantakan.
“Kenapa
tidak membangunkanku? Dan apa kau juga tidur?” Maya mengamati wajah Masumi yang
tampak lelah.
“Hm,”
gumam Masumi sebagai jawaban.
“Jangan
berbohong.” Wanita itu menarik tangan sang suami dari rambutnya.
“Aku
tidur Maya, jangan terlalu khawatir. Oh ya, apa kau juga lapar? Penata rias
akan tiba satu jam lagi, kita masih bisa makan bersama.” Masumi dengan segera
mengalihkan topik pembicaraan.
Maya
menyentuh perutnya lalu mengangguk pelan, membuat senyum Masumi kembali
mengembang. Nyatanya Masumi memang sudah meminta Harada untuk menyiapkan
makanan untuk mereka berdua.
“Masumi,
apa ada kabar dari Kak Hijiri?” Meski sempat tertidur karena kelelahan, tapi
Maya tidak lupa dengan masalah mereka.
“Kalau
aku jawab tidak apa kau akan percaya?” Masumi menggenggam tangan Maya.
Wanita
itu menggeleng. “Apa ada hal buruk terjadi?”
Kali
ini Masumi yang menggeleng. “Saat Hijiri tiba di apartemen Koji, dia sudah
pergi.” Pria itu mengambil handphone
dari saku lalu membukanya. “Lihatlah.”
Maya
menahan diri untuk tidak memekik saat melihat foto-foto yang dikirim Hijiri.
“Ini kamar Koji?” lirihnya tak percaya.
“Hm,
dia terobsesi padamu.” Dulu Masumi selalu cemburu jika melihat kedekatan Maya
dan Koji. Dia selalu menganggap bahwa Koji adalah pria yang beruntung karena
bisa bebas mengekspresikan perasaannya pada Maya. Meski dia tahu Maya tidak lagi
memiliki perasaan yang sama pada Koji, tapi Masumi pernah berharap kalau pujaan
hatinya itu bisa bahagia bersama Koji.
Beruntung
pemikiran konyolnya itu tidak terjadi. Masumi tidak bisa membayangkan bagaimana
nasib Maya jika menikah dengan Koji yang ternyata memiliki obsesi tidak sehat.
Dalam hati dia bersyukur Maya tidak menyerah dengan perasaannya dan membuatnya
berubah pikiran. Mereka sudah menikah dan itu adalah hal paling membahagiakan
dalam hidup Masumi. Dia tidak akan membiarkan Koji merusak semuanya. Masa bodoh
dengan penyakitnya. Jika memang usianya tidak lama, setidaknya Masumi tidak
akan menyesali sisa hidupnya karena bisa dihabiskan bersama dengan wanita
pujaannya.
“Aku
tidak pernah berpikir dia bisa jadi seperti ini.” Maya benar-benar tidak
percaya. Pria yang selama ini dianggap sebagai sahabat terbaiknya justru
membuatnya takut.
“Semua
orang bisa gila karena cinta Maya.”
Perkataan
Masumi membuat Maya menatapanya dengan kening berkerut. Alih-alih menjawab
Masumi justru tertawa.
“Aku
juga hampir gila karenamu. Jadi aku tidak heran kalau Koji juga begitu.” Masumi
mengakhiri perkataannya dengan senyum.
“Jika
kau hampir gila karenaku, kenapa kau pernah berniat untuk meninggalkanku.” Maya
menusuk dada Masumi dengan telunjuknya.
Pria
itu terkekeh. “Itu karena dulu aku bodoh. Sekarang aku tidak akan pernah
melepaskanmu,” jawab Masumi seraya menarik Maya ke dalam pelukannya.
“Memang
seharusnya begitu, jangan lepaskan aku.” Maya tersenyum dan balas memeluk
suaminya.
“Hm,
tidak akan.” Masumi mendaratkan sebuah kecupan di puncak kepala Maya.
Mendapat
perlakuan lembut dari suaminya membuat senyum Maya mengembang. Ini adalah
impiannya sejak dulu. Hidup bahagia dengan Masumi. Sekarang setelah semuanya
terwujud, Maya tidak akan membiarkan siapa pun merusaknya, bahkan Koji
sekalipun.
Merasakan
pelukan sang istri yang semakin erat membuat Masumi berdeham pelan. “Nyonya,
sebaiknya lepaskan pelukanmu sekarang,” bisiknya di telinga Maya.
Wanita
itu mengangkat wajahnya lalu tersenyum. Dia tahu apa yang tengah dipikirkan
Masumi saat ini. “Kau tidak suka kupeluk?” godanya. Hm, kapan lagi dia bisa
menggoda suaminya seperti ini? Biasanya dialah yang akan menjadi korban godaan
Masumi.
“Kau
menggodaku?” Masumi justru menyeringai saat melihat senyum main-main istrinya.
“Apa
aku tidak boleh menggodamu? Seingatku kita sudah menikah tadi pagi.” Maya
kemudian melepaskan pelukannya. Tapi alih-alih menjauhkan tubuhnya dari Masumi,
wanita itu justru menyandarkan wajahnya pada dada bidang sang suami. Jemari
lentiknya dengan sengaja bermain dan memainkan pola berputar-putar di kancing
kemeja Masumi.
Masumi
tertawa. Dia tidak menyangka kalau istrinya itu juga pandai menggoda. “Sungguh
Maya, jangan menggodaku sekarang. Aku tidak yakin bisa mengendalikan diri jika
kau melanjutkan akting manjamu ini.”
Mendengar
kata ‘akting’ membuat Maya mengerucutkan bibir. Dia pun menegakkan tubuhnya
lalu mencebik pada sang suami. “Aku tidak sedang berakting.”
“Oh
ya?” Masumi balas menggoda. Istrinya itu sungguh menggemaskan. Sejenak dia bisa
melupakan masalah Koji yang sempat membuatnya sakit kepala.
“Tuan
Hayami yang terhormat, aku tidak perlu berakting di depanmu, suamiku sendiri.”
Maya melipat tangan di depan dada.
“Baiklah,
baiklah, kalau begitu berjanjilah satu hal padaku.” Masumi mencolek hidung
istrinya yang masih tampak kesal.
Maya
pun memberinya tatapan tanya.
“Berjanjilah
kau tidak akan menangis nanti malam.”
Alis
wanita itu bertaut heran. “Kenapa aku harus menangis?”
Jelas
saja Masumi tersenyum dengan jawaban istrinya. “Karena jika kau menggodaku
seperti tadi maka aku tidak akan melepaskanmu malam ini, hm?”
Dan
wajah Maya langsung merah karenanya.
***
Berdiri
di depan cermin besar kamarnya, Maya menatap dirinya sendiri dengan perasan
takjub. Tubuh rampingnya terbalut gaun pengantin indah berwarna putih. Dia baru
saja selesai bersiap untuk acara resepsi pernikahannya. Penata rias dan para
pelayan yang tadi membantunya kini sudah meninggalkan kamar.
“Kau
cantik sekali Maya.” Ini adalah pujian dari Rei. Sejak tadi dialah yang
menemani Maya selama berhias. Masumi sedang bersiap di kamarnya sendiri
ditemani oleh Asa.
“Kau
sudah tiga kali mengatakannya, Rei. Tapi terima kasih, itu mengurangi
kegugupanku.” Pengantin cantik itu tersenyum pada sahabatnya melalui cermin.
Rei
pun tertawa. “Kenapa harus gugup? Kau ratunya malam ini.”
Maya
tersenyum. Rei jelas tidak tahu apa yang menjadi sumber kegugupannya. Wanita
cantik itu tidak mengatakan pada Rei perihal masalah Koji. Dia tidak mau
membuat sahabatnya khawatir. Lagipula Masumi sudah mengatakan bahwa akan ada
banyak petugas keamanan yang berjaga juga pihak kepolisian. Itu membuatnya
sedikit lega. Lagi-lagi Maya hanya bisa berdoa semua akan baik-baik saja.
“Hei,
kenapa melamun?” Rei menyentuh bahu sahabatnya.
“Ah,
tidak, aku hanya sedang memikirkan-,”
“Malam
pengantinmu?” sela Rei dengan kekehan renyah.
“Jangan
bercanda.” Maya berputar di depan cermin lalu tersenyum lebar pada sang
sahabat.
“Tidak
ada salahnya juga kau memikirkan hal itu. Aku jelas tahu kalau kau masih gadis.
Tidak usah takut, yang pertama tidak akan sesakit bayanganmu. Aku yakin Tuan
Masumi-,”
“Rei
hentikan,” sela Maya dengan wajah merona. Dia memang tidak berpengalaman dalam
hal ini tapi juga tidak mau mempermalukan diri dengan mendengar tutorial Rei
yang jelas hanya ingin menggodanya.
Wanita
berwajah tampan itu kembali tertawa. “Atau kau sudah pernah melakukannya dengan
Tuan Masumi?”
“Melakukan
apa?”
“Heh?!”
Maya dan Rei menoleh bersamaan dan mendapati Masumi sudah berdiri dengan tuxedo
hitamnya di ambang pintu kamar.
Rei
langsung menutup mulutnya hingga membuat Maya menahan tawa.
“Kalian
sedang membicarakan apa sampai tidak sadar aku mengetuk pintu?” Masumi berjalan
memasuki kamar dan langsung menghampiri istrinya. “Kau cantik sekali Nyonya
Hayami.”
“Tidak
apa-apa, Rei hanya sedang menggodaku. Dia bertanya apakah kita pernah-,”
“Ah
Maya, sebaiknya aku menunggu di halaman belakang sekarang. Sayaka dan yang lainnya
pasti akan segera datang dan mencariku.” Dengan cepat Rei menyela penjelasan
Maya. Dia tahu Maya hanya bercanda tapi Masumi bukanlah lawan sepadan untuk
candaanya. Wanita itu memilih untuk pergi dan menyelamatkan diri. “Permisi,
Tuan Masumi.”
Dan
Maya dibuat tertawa dengan Rei yang salah tingkah di hadapan suaminya.
“Apa
Nona Aoki menggodamu soal malam pengantin?” Masumi bertanya sembari menatap
pintu yang baru saja tertutup.
“Hm,
begitulah, sama sepertimu.”
Masumi
tersenyum. “Karena wajah merahmu sangat menggemaskan saat digoda.”
Maya
tertawa lalu berjalan perlahan ke arah sofa sembari mengangkat bagian depan
gaunnya. “Apa semua baik-baik saja? Sudah ada kabar tentang Koji?” tanyanya
begitu duduk di sofa dan mulai memakai sarung tangan putihnya.
“Sejauh
ini semua baik-baik saja dan belum ada kabar apa pun tentang Koji. Jangan
terlalu dipikirkan,” kata Masumi kemudian yang hanya dijawab dengan anggukan
oleh sang istri.
Melihat
Maya yang belum mengenakan sepatu membuat Masumi berinisiatif mengambil sepatu
kaca milik istrinya dari dalam kotak sepatu di atas meja, tepat di depan sofa
tempat Maya duduk. Pria itu tanpa canggung berlutut di depan sang istri dan
membantunya memakai sepatu.
“Terima
kasih,” ucap Maya begitu Masumi selesai dan menatapnya.
Dengan
senyum menawan Masumi kembali menegakkan tubuhnya lalu mengulurkan tangan untuk
membantu Maya berdiri. “Kau sudah siap? Pestanya akan segera dimulai.”
Pengantin
cantik itu hanya mengangguk lalu mengalungkan tangan ke lengan sang suami.
Keduanya berjalan berdampingan dengan senyum penuh kebahagiaan.
***
Maya
dan Masumi tidak berhenti menebar senyum pada para tamu yang hadir dalam
resepsi mereka. Keduanya menyambut tamu dan mengucapkan terima kasih atas
kedatangannya. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha besar juga aktris dan
aktor kelas atas, tidak lupa sahabat-sahabat Maya dari teater yang tampak hadir
dengan wajah bahagia.
“Masumi,
apa kau lelah?” tanya Maya begitu Masumi menghabiskan segelas orange juice yang diberikan pelayan pada
mereka. Suaminya itu belum diijinkan untuk mengkonsumsi alkohol dan Maya juga
memiliki toleransi yang rendah terhadap alkohol. Sake pernikahan tadi pagi
adalah pengecualian.
“Tidak,
kau sendiri?” Masumi menarik sapu tangan linen dari saku lalu menyeka pelipis
sang istri yang basah karena keringat.
Maya
menggeleng lalu tersenyum. Matanya bergulir ke arah pintu masuk tamu di halaman
belakang lalu kembali menatap suaminya. “Aku lega semua berjalan lancar.”
“Hm,
aku juga.” Masumi mengangguk. Dia melihat ayahnya dan Asa tampak menikmati
obrolan mereka dengan beberapa tamu.
Hijiri
dan Mizuki menghampiri pasangan pengantin yang duduk berdampingan di meja
perjamuan bulat. Kedua orang kepercayaan Masumi itu juga ikut menjamu tamu-tamu
yang datang sembari mengawasi sekitar mereka.
“Tuan
dan Nyonya sudah menyapa dan mengucapkan terima kasih pada semua tamu. Sebentar
lagi pesta juga akan selesai, sebaiknya Tuan dan Nyonya masuk lebih dulu,” kata
Mizuki.
Maya
dan Masumi menyetujui saran Mizuki. Keduanya mengangguk bersamaan. Masumi masih
sempat berpesan pada Hijiri untuk berhati-hati sebelum meninggalkan pesta
bersama istrinya. Keduanya berjalan masuk ke dalam mansion Hayami diikuti oleh
Harada.
Tepat
saat Masumi dan Maya hendak menaiki tangga ke lantai dua, ke kamar mereka, tepuk
tangan yang cukup keras terdengar. Sepasang pengantin itu menghentikan langkah lalu
menoleh dan mendapati seorang pelayan pria berseragam biru dari pihak wedding organizer berjalan ke arah
mereka. Tentu saja keanehan tingkah pelayan itu membuat Masumi dan Maya
waspada.
Dengan
isyarat mata Maya meminta Harada kembali ke halaman belakang untuk memanggil
penjaga. Kepala pelayan itu pun langsung mengerti dan bergegas pergi.
Melihat
Harada tergopoh meninggalkan mereka membuat pelayan pria itu tertawa. “Tenang
Maya, aku tidak akan menyakitimu.”
“Koji?”
seru Maya dan Masumi bersamaan. Keduanya jelas mengenali suara Koji. Masumi langsung
merengkuh bahu Maya untuk melindunginya.
Koji
kembali tertawa lalu melepas prostetik yang melekat di wajahnya, membuat wajah
pria itu menjadi bulat dan tidak dikenali. Siapa yang menyangka Koji akan
menyamar untuk bisa masuk ke mansion Hayami. Bukan hal yang sulit baginya yang
adalah aktris terkenal untuk mendapat perias wajah dengan teknik prostetik yang
handal.
Suara
derap langkah mengiringi kedatangan Hijiri dan Mizuki diikuti oleh seorang
penjaga keamanan, dua orang polisi juga Harada. Tak jauh dibelakang mereka
menyusul Eisuke dan Asa. Kepala keluarga Hayami itu sudah meminta MC acara
untuk segera menyudahi pesta begitu mendengar laporan dari kepala pelayannya. Semua
orang kini menatap Koji yang sedang melepas wig-nya.
Melihat
begitu banyak orang datang membuat Koji terkekeh. “Tuan Masumi, apa harus
semeriah ini menyambutku?”
“Koji,
apa yang sebenarnya kau inginkan?” Maya lah yang pertama kali membuka suara.
Dia menatap sahabatnya dengan perasaan kecewa.
“Maya
oh Maya, kau jelas tahu apa yang aku inginkan.”
Tangan
Masumi terkepal erat menahan geram. “Koji, kau gila.”
Perkataan
Masumi membuat pria itu kembali terbahak. “Aku tidak keberatan disebut gila
untuk Maya. Sayangnya Maya memilihmu. Padahal dia tidak akan bahagia. Kau hanya
akan menyakitinya karena kau akan mati Masumi Hayami.”
“Koji!”
bentak Maya dengan wajah merah. Dia tidak bisa memaafkan perkataan Koji tentang
suaminya.
“Itu
faktanya Maya. Kenapa kau mau dibodohi olehnya? Aku jelas lebih bisa
membahagiakanmu!” suara Koji juga meninggi. Pria itu jelas sudah kehilangan
akal sehat.
Kembali
suara high heels terdengar dan semua
orang menoleh pada Rei yang baru saja memasuki ruang tengah mansion Hayami
dengan wajah bingung. Teman-teman teaternya baru saja pulang.
“Maya?
Ada apa ini?”
“Nona
Aoki, tetap di tempat Anda.” Hijiri memberi peringatan. Dia lalu menatap
petugas polisi yang masih mengamati gerak-gerik Koji.
“Tuan
Sakurakoji, sebaiknya Anda ikut dengan kami. Memaksakan kehendak seperti ini
adalah tindakan melanggar hukum.”
Koji
pun menoleh pada dua orang pria yang mengenakan setelan hitam yang dia yakini
sebagai petugas polisi. “Melanggar hukum? Apakah jatuh cinta itu melanggar
hukum? Aku hanya mencintai Maya dan ingin membawanya, apa itu salah?”
Rei
menutup mulutnya dengan telapak tangan karena terkejut dan hampir memekik. Dia
melihat Masumi yang langsung membentengi sang istri dengan tubuhnya. Inikah
alasan Maya dan Masumi tidak mengundang Koji ke upacara pernikahan mereka?
“Ikutlah
dengan kami Tuan Sakurakoji. Sikap kooperatif akan meringankan hukuman Anda.”
Petugas polisi itu sama sekali tidak menanggapi ucapan Koji.
Koji
tidak menjawab. Pria itu memutar tubuhnya dan memunggungi petugas polisi juga
Hijiri dan yang lainnya. Dia kembali menatap Maya yang kini berada di belakang
suaminya. “Maya, ikutlah denganku.” Koji mengulurkan tangannya ke depan dengan
tatapan memohon.
“Maya
adalah istriku. Kau tidak bisa membawanya.” Masumi merentangkan tangan kanannya
di depan tubuh Maya.
“Aku
tidak peduli dia istri siapa. Aku mencintainya.” Alih-alih menyerah, Koji
justru melangkah untuk menghampiri Maya.
Tentu
saja petugas polisi dan Hijiri tidak tinggal diam. Mereka segera menghalangi
jalan Koji dan petugas polisi segera mencekal kedua lengan pria itu. Sayangnya
tidak satu pun dari kedua polisi itu menyangka kalau Koji akan melawan. Hanya
dalam hitungan detik, dua polisi itu tersungkur ke lantai.
Hijiri
dan penjaga keamanan keluarga Hayami langsung siaga, begitu juga Masumi. Asa
bergegas keluar untuk memanggil petugas keamanan yang lain. Sementara Rei dan
Harada berdiri tak jauh dari Eisuke yang mengamati mereka dari atas kursi
rodanya.
“Jangan
menghalangi jalanku, aku hanya ingin membawa Maya bersamaku.” Koji menatap
mereka semua dengan pandangan mencela.
“Koji,
hentikan! Sadarlah, aku tidak akan pernah ikut denganmu,” seru Maya yang
membuat Masumi segera merengkuh tubuh istrinya yang ingin mendekat ke arah
Koji.
“Jangan
mendekat, tidak ada gunanya kau membujuknya,” kata Masumi kemudian.
Maya
menatap suaminya lalu kembali menatap Koji dengan perasaan putus asa. Wanita
itu merasa sedih karena semua kekacauan ini terjadi di hari pernikahannya.
Beruntung para tamu undangan sudah pulang dan Koji tidak mengacau di pesta. Dia
tidak mau masalahnya dan Koji menjadi headline
berita besok pagi.
“Sudah
kukatakan jangan menghalangi jalanku! Pergi kalian semua! Aku ingin mengambil
Mayaku!” teriak Koji sembari melayangkan pukulan pada penjaga keamanan di
sebelah Hijiri.
Tiba-tiba
suasana menjadi kacau. Koji menyerang membabi buta dan kini sedang beradu
tendangan dengan Hijiri. Darah Masumi terasa mendidih saat mendengar Koji
mengklaim istrinya. Pria itu sudah mengepalkan tangan saat Maya kemudian
menatap suaminya sembari menggeleng. Dia tidak akan pernah mengijinkan Masumi
berkelahi. Biarlah Koji dihadapi oleh Hijiri dan penjaga keamanan keluarga
Hayami. Dua orang pria bertubuh besar masuk keruang keluarga dan ikut menahan
Koji yang sepertinya makin menggila.
“Maya!
Aku mencintaimu! Ikutlah denganku!” teriak Koji ditengah serangannya.
Maya
meremas gaun pengantin di dadanya sembari menghela napas panjang. Koji sudah
gila. Matanya menatap sendu sang sahabat yang kemudian tersungkur di lantai dan
kedua lengannya dikunci oleh petugas keamanan. Polisi tidak membuang kesempatan
itu dan langsung memborgol kedua tangan Koji di belakang punggung. Beruntung
aktor itu tidak menggunakan senjata tajam untuk melawan. Sejenak suasana
menjadi sedikit tenang hingga Koji kembali meracau dengan air mata mengalir di
wajahnya.
“Maya,
Maya, aku mencintaimu,” ucap Koji lirih di tengah tangisan putus asa. Pria itu
tak lagi memiliki kekuatan setelah menggila dan menyerang semua orang. Dia
terbaring di lantai dengan kedua tangan terikat. Seorang polisi masih menahan
tubuhnya agar tidak bergerak.
Melihat
hal itu membuat hati Maya sakit. Wanita itu melepas pelukan Masumi dan berniat
menghampiri sahabatnya yang sudah tidak berdaya.
“Maya?”
Masumi tampak tidak setuju dengan apa yang akan dilakukan istrinya.
“Tidak
apa-apa, Koji tidak akan bisa menyakitiku. Ijinkan aku bicara sebentar
dengannya.” Maya memohon pada Masumi. Bagaimana pun selama ini Koji adalah
sahabat baiknya.
Masumi
mengalah dan membiarkan Maya menghampiri Koji. Tentu saja dengan dirinya tetap
mendampingi. Pria itu menahan diri untuk tidak melarang istrinya yang kini
berlutut di sebelah wajah Koji yang masih tersungkur di lantai.
Sedikit
mengangkat wajahnya, Koji melirih dengan tatapan memohon. “Maya, aku
mencintaimu.” Wajah pria itu benar-benar menyedihkan. “Aku mencintaimu, sangat
mencintaimu,” ulangnya terus bak merapal mantra yang seolah bisa menyelamatkan
hidupnya.
Maya
pun menggeleng sembari menghela napas panjang. “Bolehkah dia duduk? Bisa saya
pastikan kalau Koji tidak akan menyerang siapa pun lagi,” pintanya pada petugas
polisi.
“Maya,”
Masumi ikut berlutut di sebelah Maya.
“Tidak
apa-apa Masumi.” Wanita itu tersenyum pada suaminya. Dia lalu menatap kedua
petugas polisi yang mengangguk dan membantu Koji untuk duduk.
Benar
apa yang Maya katakan. Koji dengan patuh duduk bersila dengan kedua tangan
terikat di belakang punggung. Kepalanya tertunduk dan masih menangis sembari
terus menyebut nama Maya.
“Boleh
kupakai sapu tanganmu?” Maya mengulurkan tangan pada suaminya.
Menghela
napas panjang, Masumi memberikan sapu tangan linennya pada Maya. “Kau terlalu
baik hati Nyonya Hayami.”
Maya
hanya tersenyum melihat suaminya kesal. Wanita itu pun kembali menatap Koji
yang tampak begitu berbeda. “Koji,” panggilnya lirih.
Suara
Maya membuat Koji mengangkat wajahnya. “Maya, Maya.”
“Hm,
ini aku.” Maya mengulurkan tangan dan perlahan mengusap air mata juga darah di
wajah Koji yang sudah penuh dengan lebam. Pria itu sama sekali tidak tampak
seperti aktor tampan yang biasa terlihat di layar kaca.
“Maya,
Maya, aku mencintaimu.” Koji berkedip saat Maya mengusap sudut matanya. “Aku
mencintaimu,” ulangnya lagi.
Maya
pun tersenyum. “Aku tahu, tenanglah.” Wanita itu dengan perlahan membersihkan
luka sahabatnya, membuat Masumi memalingkan wajah sembari berdecak kesal.
Seketika
suasana tegang langsung mencair. Semua orang saling bertukar pandang dan
berusaha menahan senyum mereka agar tidak melebar. Melihat Masumi merajuk
karena sang istri merawat sahabat sekaligus rival cintanya sunggulah menjadi
pemandangan langka. Cinta segitiga ini akan menjadi kasus yang cukup
menggelikan di persidangan nanti. Itu pun kalau Koji masih waras untuk
menjalani sidang. Sepertinya aktor tampan itu sudah benar-benar gila karena
Maya.
“Koji,
jika kau memang mencintaiku, maukah kau memenuhi permintaanku?” tanya Maya setelah
selesai membersihkan wajah Koji.
Pria
itu menatap Maya dengan mata sendu lalu mengangguk. “Aku mencintaimu. Aku akan
menuruti apa maumu.”
Kening
Masumi berkerut melihat sikap Koji.
Maya
kembali mengulas senyum lalu mengusap sisi wajah Koji yang lebam. “Kau tidak
boleh berkelahi lagi. Jadilah pria yang baik.”
Koji
mengangguk dengan semangat. “Aku mencintaimu, aku tidak akan berkelahi lagi dan
aku akan menjadi pria yang baik. Apa kau akan senang?”
“Ya
aku senang.” Maya tersenyum penuh simpati.
“Syukurlah
kau senang. Maya aku mencintaimu.” Koji kembali mengulang mantra saktinya
dengan mata berbinar.
“Aku
tahu, kau sudah mengatakannya berulang kali.”
“Aku
akan mengatakannya seribu kali. Aku mencintaimu, Mayaku.”
Masumi
yang sudah menahan geram berusaha sekuat tenaga untuk tidak melayangkan kepalan
tangannya saat Koji kembali mengklaim Maya sebagai miliknya. Usapan lembut Maya
di lengannya membuat pria itu menghela napas panjang.
“Maya,
Maya, ikutlah denganku.” Koji kembali menarik perhatian Maya padanya.
“Kemana?”
tanya Maya kemudian.
“Kemana?”
Koji justru balik bertanya.
Maya
mengangguk. “Iya, kemana kau akan membawaku? Rumahku disini.”
Sesaat
Koji terdiam. Pria itu kembali menunduk lalu bergumam lirih. “Kemana?”
“Maya
sudahlah,” Masumi tidak tahan lagi melihat sikap lembut Maya pada Koji. Pria
itu jelas sudah gila.
Maya
hanya tersenyum pada suaminya lalu kembali bicara pada Koji. “Koji?”
“Hm?”
Dengan antusias pria itu mengangkat wajahnya. “Aku disini.”
“Kau
ingat untuk menjadi pria yang baik bukan?”
Koji
kembali mengangguk dengan antusias.
“Kalau
begitu kau harus patuh mengikuti dua petugas yang akan membawamu nanti.”
“Membawaku
kemana? Aku ingin bersamamu. Maya aku mencintaimu.” Koji berkedip dan menatap
Maya dengan pandangan memohon.
“Kau
harus beristirahat.”
“Oh?”
Koji membulatkan bibirnya lalu mengangguk. “Kau benar, aku lelah. Maya aku
mencintaimu.” Pria itu kembali menundukkan kepala.
Maya
tak lagi menjawab. Dia menatap kedua petugas polisi lalu mengangguk hormat.
“Baiklah
Tuan, Nyonya, kami akan membawa Tuan Sakurakoji untuk pemeriksaan lebih
lanjut.”
Tentu
saja Masumi senang mendengarnya. “Terima kasih atas bantuannya. Kami akan
menunggu kabar selanjutnya.” Dia pun membantu Maya kembali berdiri.
Akhirnya
drama malam itu selesai dengan damai. Mereka menatap kepergian Koji dengan
perasaan beragam. Maya tak lagi menyimpan marah pada sang sahabat. Dalam hati
dia berdoa Koji bisa sembuh dan mendapatkan kebahagiaannya. Wanita itu kemudian
menatap semua orang yang berada di dalam ruang tengah mansion Hayami.
“Terima
kasih untuk semuanya.” Maya membungkuk hormat pada semua orang yang justru
membuat para penjaga keamanan melotot horor.
“Nyonya,
ini sudah menjadi tugas kami.” Hijiri lah yang menjawab dan mendapat senyum
manis Maya sebagai balasan.
Akhirnya
semua penjaga kembali ke tempat masing-masing. Tentu saja tugas mereka tetap
berlanjut. Maya kini menghampiri ayah mertuanya.
“Ayah,
maaf jika aku menyebabkan semua kekacauan ini.”
“Kau
ini bicara apa, tidak ada yang perlu disalahkan.” Eisuke tersenyum pada
menantunya. Dia mengusap tangan Maya di atas pangkuannya. “Sekarang semuanya
sudah selesai, kau pasti sudah lelah. Pergilah beristirahat. Jangan khawatir
lagi.”
Maya
mengangguk. “Terima kasih, Ayah juga beristirahatlah.”
Eisuke
hanya mengangguk pada menantunya. Dia menatap Masumi dengan senyum tipis lalu
meminta Asa mengantarnya ke kamar.
Helaan
napas panjang dari Rei membuat Maya tersenyum pada sahabatnya. “Maaf, aku
membuatmu terkejut.”
“Maya,
kenapa kau tidak menceritakan kegilaan Koji padaku? Ini mengerikan! Tidak heran
dia selalu mencariku untuk mendapatkan kabar tentangmu.”
Perkataan
Rei membuat Masumi menautkan alis. “Koji sering mengunjungimu?”
“Hei,
hei, sudahlah Masumi. Semua sudah selesai.” Maya menghentikan introgasi
suaminya sebelum masalah kembali bertambah panjang. “Rei juga pasti terkejut
dan butuh istirahat.”
“Uhm
Maya, maaf, bolehkah aku pulang malam ini?” tanya Rei kemudian. Dia merasa
tidak enak terlalu lama menginap di mansion Hayami.
Maya
yang mengerti bagaimana tabiat sahabatnya hanya bisa mangangguk. “Aku akan
meminta Iwaguchi mengantarmu. Terima kasih untuk semuanya.”
Rei
merasa lega permintaannya diterima lalu memeluk sahabat baiknya itu dengan
penuh sayang. Dia pun bergegas ke kamar untuk membereskan barang-barangnya.
“Akhirnya
semua berakhir.” Masumi menarik Maya ke dalam pelukannya, mendaratkan kecupan
sayang di kening istrinya.
“Masumi,
masih ada Kak Hijiri dan Nona Mizuki.” Maya pun menoleh pada Harada yang masih
berdiri di samping Mizuki. “Bibi Harada, bisakah kau membuatkanku teh herbal
dengan mint?”
Harada
mengulas senyum pada nyonya mudanya. “Tentu Nyonya, saya akan segera buatkan
untuk Anda.”
“Antarkan
ke kamar kami.” Dan itu adalah perintah dari Masumi. “Satu lagi Bibi, tolong
buang sapu tangan ini.”
Harada
menahan diri untuk tidak tertawa begitu menerima sapu tangan linen dari Masumi.
Dia tahu tuannya itu masih kesal karena cemburu.
Maya
menggeleng geli melihat sikap kekanakan suaminya.
“Tuan,
Nyonya, saya juga mohon ijin untuk pulang. Selamat beristirahat.” Mizuki
memberi hormat pada Maya dan Masumi. Dia juga sudah merasa lelah dengan semua
persiapan pernikahan dan pekerjaan yang menggunung beberapa minggu terakhir.
Beruntung masalah Koji juga bisa terselesaikan dengan baik.
“Terima
kasih banyak Nona Mizuki. Kau dan Kak Hijiri juga beristirahatlah.” Maya
tersenyum pada kedua orang kepercayaan Masumi itu.
“Baik,
Nyonya.”
Dan
begitulah semua orang akhirnya meninggalkan mansion Hayami. Menyisakan Maya dan
Masumi di ruang tengah yang sekarang tampak lengang.
“Hei,
Tuan Hayami.”
Masumi
langsung menoleh pada istrinya. “Ada apa?”
“Apa
kau bisa membantuku? Sepertinya aku terlalu lelah untuk berjalan ke kamar
kita.”
Wajah
suram Masumi langsung berubah cerah. Dia pun tertawa dan langsung mengangkat
tubuh mungil istrinya, membawanya menaiki tangga menuju kamar mereka.
Berada
dalam rengkuhan lengan kokoh Masumi membuat Maya merasa nyaman. Wanita itu
menyandarkan kepala di dada sang suami lalu berbisik. “Masumi, aku
mencintaimu.”
***
Maya
menutup pintu kamar dan mendapati Masumi yang berbalut bath robe keluar dari
kamar mandi. Wanita itu pun tersenyum. Dia sudah mandi lebih dulu sebelum
mengantar Rei ke pintu depan.
“Nona
Aoki sudah pulang?” tanya Masumi dengan tangan sibuk mengeringkan rambut dengan
handuk kecil.
“Iya,
dia menitipkan salam terima kasih untukmu.” Maya menghampiri sang suami yang
kini duduk di depan meja rias. “Biar kukeringkan rambutmu,” katanya seraya
mengambil hair dryer dari tangan Masumi.
Masumi
melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. “Malam
yang panjang,” gumamnya kemudian.
“Dan
melelahkan,” tambah Maya. Keduanya bertukar senyum melalui cermin. Rambut
Masumi masih setengah kering saat Maya kemudian mematikan hair dryer dan
meletakkannya di meja rias. Wanita itu kemudian mengalungkan lengannya di leher
Masumi.
Tentu
saja Masumi tertawa dengan tingkah istrinya. Wajah cantik yang bersandar di
bahunya itu menampilkan senyum manis. “Bukankah kau lelah, hm?” Masumi melepas
tangan Maya dari bahunya lalu menarik tubuh mungil itu ke atas pangkuannya.
“Aku
memang lelah,” jawab Maya yang kemudian pura-pura menguap sebelum menyurukkan
wajah ke dada Masumi.
Duduk
diatas pangkuan Masumi membuat perasaan Maya lebih nyaman. “Masumi?”
“Hm?”
Dengan lembut Masumi mengusap rambut panjang istrinya. Dia melihat Maya
tersenyum melalui cermin.
“Apa
kau tetap berniat menuntut Koji?”
Pertanyaan
Maya membuat Masumi menghentikan belaiannya. Dia menunduk untuk melihat wajah
sang istri yang menyendu. “Haruskah kita membicarakan masalah itu sekarang?”
“Koji
sakit.”
“Aku
tahu.”
“Batalkan
tuntutannya.”
Masumi
menghela napas panjang. “Aku tidak akan memutuskan apapun sebelum hasil
pemeriksaan keluar.”
Maya
terdiam, apa yang dikatakan Masumi memang benar. Lebih baik mengambil keputusan
setelah pemeriksaan selesai.
“Maya,
apa kau memaafkan Koji?” Sekarang Masumi balik bertanya.
Wanita
itu hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Jangan
katakan kalau kau merasa bersalah?” Masumi mengeratkan pelukannya. Dia tidak
suka membayangkan Maya memiliki simpati berlebih pada pria lain.
“Tidak,
bukan begitu.” Maya menegakkan tubuhnya lalu menangkupkan tangan ke wajah
Masumi, memaksa sang suami untuk menatapanya. “Mencintaiku adalah keputusan
Koji, jadi itu bukan salahku.”
Menarik
tangan Maya dari wajahnya, Masumi dengan lembut mencium telapak tangan
istrinya. Dia kembali memeluk Maya dan tidak menjawab sepatah katapun.
“Masumi,
maafkan Koji,” lirih Maya dalam dekapan lengan suaminya.
Pria
itu memejamkan mata lalu menghela napas perlahan. “Akan kucoba,” jawabnya
kemudian.
Maya
merasa lega mendengarnya. Semua sudah berakhir dan dia tidak mau menyimpan
dendam. Biarlah masa lalu berada pada tempatnya. Sekarang mereka punya masa
depan yang harus dicapai. Koji akan menjalani prosesnya sendiri, begitu pun
Maya dan Masumi.
Yang
pasti mulai saat ini, Maya dan Masumi akan berjalan bersama. Beriringan langkah
menapaki waktu. Jalan di depan mereka masih jauh terbentang. Tidak ada yang
bisa memastikan kapan perjalanan itu akan berakhir, itu adalah rahasia Sang
Pencipta. Tidak perlu menebak-nebak. Nikmati saja.
“Maya,
jangan berhenti mencintaiku,” pinta Masumi seraya mengeratkan pelukannya.
“Pegang
janjiku, Masumi. Aku milikmu dan kau milikku. Bersama kita berjalan, hingga
waktu Tuhan memisahkan.”
***
-The
End-
***
-Ekstra-
Masumi
tersenyum melihat sang istri yang akhirnya tertidur di atas pangkuannya. Dia lalu
menggendong Maya dan dengan hati-hati membaringkannya ke tempat tidur. Pria itu
mengamati istrinya yang tampak indah dalam balutan gaun tidur satin dengan
jubah ungu. Masumi tersenyum saat Maya justru membuka mata begitu dia menarik
selimut.
“Bukankah
kau sudah tidur?” goda Masumi.
Wanita
itu tak menjawab tapi kemudian menyingkap selimut dari atas tubuhnya. Beranjak bangun,
Maya kini duduk di hadapan Masumi dengan senyum manis. “Kau tidak
menginginkanku?”
Tentu
saja Masumi tertawa mendengarnya. “Kau bercanda?”
Maya
menggeleng lalu melepas jubah luar gaun tidurnya.
“Kau
lelah Maya, istirahatlah. Lagipula aku tidak ingin membuatmu menangis malam
ini.”
“Aku
tidak akan menangis.” Maya memukul dada Masumi dengan kepalan tangannya.
Masumi
pun kembali tertawa, tapi tawanya langsung berhenti begitu melihat Maya melepas
gaun tidurnya. “Hei, apa yang kau lakukan?”
“Apa?”
Maya menatap suaminya bingung. “Bukankah aku harus melepas pakaian untuk
bercinta?”
“Astaga
Maya.” Masumi terbahak dan jatuh terlentang di atas tempat tidur. Entah kenapa
dia justru merasa lucu saat melihat Maya yang kini duduk hanya mengenakan bra
juga celana dalam berenda.
“Aku
sudah belajar dengan menonton film juga membaca novel, apa yang salah?”
“Hah?!”
Dan Masumi makin terpingkal. Dia menyangga kepala dengan tangan lalu menatap
Maya yang kini sudah berbaring disebelahnya. “Katakan padaku, film apa yang kau
lihat? Dan novel apa yang kau baca?” tanya Masumi sembari mengambil rambut panjang
dari sisi wajah Maya lalu menciumnya.
“Hm,
aku menonton film dewasa di internet lalu membaca beberapa novel romantis online,” aku Maya dengan jujur. Dia
memang tidak berpengalaman dalam hal ini dan sedikit kesal karena Masumi terus
menertawakannya. “Apa yang lucu dengan itu?”
Masumi
menahan senyumnya melebar. “Lalu apa yang sudah kau pelajari?” Dia tidak
menyangka kalau Maya akan memikirkan malam pertama mereka seserius itu.
“Teknik
bercinta?” Maya berkedip menatap suaminya.
Kali
ini Masumi menahan tawa karena tidak mau istrinya marah. “Kau membaca kamasutra
juga? Teknik seperti apa yang kau maksud?” Sungguh ini adalah topik pembahasan
paling menggelikan bagi Masumi sepanjang sejarah kehidupannya. Istrinya itu memang
spesial.
Alis
Maya bertaut lalu menggeleng. “Di novel tertulis kalau bercinta di malam
pertama itu harus dilakukan dengan lembut. Jika tidak maka akan terasa sakit.”
“Lembut
seperti apa maksudnya?” Masumi kembali bertanya.
Maya
memincingkan mata menatap suaminya. “Jangan bilang kau juga tidak tahu
bagaimana caranya?”
“Aku
juga masih perjaka Maya, apa kau lupa itu?” Masumi terbahak dalama hati, tentu
saja dia tahu bagaimana cara melakukannya. Dia hanya ingin tahu sejauh mana
istrinya itu belajar.
“Hm,
benar. Apa kau juga belum pernah melihat film dewasa sebelumnya? Pertama kali
aku menontonnya perutku sakit,” kata Maya saat mengenang memori belajarnya
beberapa minggu yang lalu.
“Aku
terlalu sibuk dengan pekerjaan,” jawab Masumi asal dan tentu saja Maya langsung
percaya dengan alasannya. “Dan kenapa kau bisa sakit perut?”
Wanita
itu menggeleng lalu memiringkan tubuhnya menghadap Masumi. “Entahlah, aku hanya
merasa perutku mulas begitu membayangkan benda sebesar itu memasuki tubuhku.” Maya
sama sekali tak canggung membicarakan hal itu dengan suaminya.
Mendengar
kata besar membuat Masumi berpikir. Apa Maya akan takut dengan miliknya? Entah
sebesar apa yang sebenarnya dilihat istri mungilnya itu. Pandangan Masumi
beralih pada celana dalam berenda ungu yang dikenakan Maya. Hei, dia pernah
melihat si mungil di bawah sana saat menolong Maya yang pingsan di apartemen.
Ah, tidak heran istrinya mulas. Masumi yang mulai berpikir ke arah sana
merasakan sesuatu terbangun dalam dirinya.
“Masumi,
kau melamun?” Maya menepuk dada suaminya.
“Hm?
Hanya sedang memikirkan sesuatu.” Pria itu tersenyum dan berniat kembali
menggoda istrinya. Sepertinya malam pertama mereka akan menjadi malam yang
panjang. “Kau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana melakukannya dengan
lembut? Ajari aku agar tidak membuatmu sakit.”
“Oh,
itu,” Maya tampak berpikir, mengingat kembali setiap kalimat yang sudah
dihapalnya. “Berciuman dengan lembut dan perlahan.”
“Lalu?”
Maya
berkedip menatap suaminya, pipinya pun merona. “Lalu saling menyentuh dan membelai,”
lanjutnya dengan suara lirih.
Masumi
menyentuh wajah Maya dengan jemarinya. Perlahan jemari panjang itu menyusuri
garis rahang lalu turun ke leher. Masumi melihat Maya terkesiap saat jemarinya
menyusuri tulang selangka lalu turun ke dada, berputar pelan mengikuti garis bra.
“Apa
seperti ini?” tanya Masumi dengan suara yang mulai memberat.
Maya
memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya saat telapak tangan Masumi
menangkup dadanya dan mengusapnya perlahan. Sentuhan itu di luar bra tapi Maya
merasakan getaran hingga ke pusat tubuhnya.
“Jangan
menggigit bibirmu,” bisik Masumi tepat di depan bibir istrinya. Maya tidak
sempat membuka mata saat kemudian Masumi memagut bibirnya, menciumnya dengan
lembut bahkan menghisap bibir bawahnya. Jemari panjang Masumi terus menyentuh
dan membelai setiap bagian tubuh Maya.
Napas
wanita itu terengah begitu Masumi melepas ciumannya. Ini adalah ciuman terpanas
yang pernah mereka lakukan. Maya berkedip lalu memukul dada Masumi dengan
telapak tangan mungilnya. “Kau membodohiku.”
Masumi
tertawa lalu memeluk istrinya. Tali bath
robe-nya juga sudah terlepas.
“Bagaimana? Kau mau melanjutkannya?” tanyanya sembari memberikan kecupan manis
di pelipis.
Maya
menyandarkan kepala ke dada Masumi, merasakan kulit hangat itu menyentuh
wajahnya. Tangannya menyingkap bath robe yang langsung dicekal oleh Masumi.
“Katakan
kalau kau memang mau melanjutkannya,” ucap Masumi begitu Maya mengangkat kepala
dan menatapnya.
Alih-alih
menjawab, Maya justru kembali menyandarkan kepala di dada Masumi dan memberikan
beberapa ciuman basah disana. Senyum Masumi pun mengembang. Dia memeluk Maya
dan berguling hingga membuat sang istri tepat berada di bawahnya.
“Jadikan
aku milikmu,” ucap Maya dengan senyum manisnya.
“Maya,
kau milikku.” Dan keduanya kembali tenggelam dalam ciuman panas yang membuat
hasrat mereka semakin membara.
Ah,
malam ini benar-benar akan menjadi malam yang panjang bagi Maya dan Masumi.
***
A/N : Akhirnyaaaaaa tamat juga wkwkwwwwk. Terima kasih banyak untuk yang masih setia membaca sampai akhir. Ini adalah FFTK terlama yang aku buat, berpuluh-puluh purnama hahahahaa. Lega bisa menamatkannya. Semoga suka and happy reading aja. Tinggalin komen juga biar aku makin happy. Syukur2 ada yang mau traktir wkwkkwk.
Sampai jumpa di cerita lainnya. Omiai on going ya.
Deep bow, big hug n lope-lope muahhhh
10 Comments
Finally HE sukaaa deh kl begini endingnya.. thank you for your hard work mbakyu 🧡
ReplyDeleteHahaha, makasih juga mbak say, kecup sayang muah
DeleteYessss.. happy ending yg panas
ReplyDeleteHihihi .... Btw itu sakit nya masumi gimana mba Ness
Manizzzzzzzz
ReplyDeletekayak gula ya, awas diabetes hahahaa, makasih ya
DeleteFinally.. good job, darl. And I love you
ReplyDeleteSetelah sekian puluh purnama ya hahahaa, i love u too
DeleteReally love your writing. Wish you luck.
ReplyDeletethank you so much, muahhh
DeleteSemoga masumi maya bahagia selamanya.... makasih banyak kak agnes....
ReplyDelete