Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.
=========================================================================
Kedua
tangan Maya berkeringat dingin saat berdiri di depan kuil. Masumi tahu, tentu
saja. Pria itu menunduk untuk
membisikkan sesuatu di telinga calon istrinya.
“Jangan
khawatir.”
Maya
hanya bisa mengangguk lalu menghela napas perlahan. Ya, dia tahu semua akan
baik-baik saja. Perasaannya lebih tenang saat kemudian prosesi upacara pernikahan dimulai.
Gadis-gadis kuil memimpin upacara pernikahan di jalan menuju pintu masuk kuil.
Tidak
banyak yang menghadiri upacara pernikahan pagi itu. Hanya Eisuke, Asa, Hijiri,
Mizuki juga Rei. Bahkan wilayah kuil juga terlarang untuk wartawan. Maya dan
Masumi benar-benar menginginkan moment tenang dan sakral di pernikahan mereka. Setelah
semua orang masuk dan duduk, pendeta Shinto melakukan ritual pemurnian atas
pasangan pengantin dan keluarga. Pendeta melanjutkan dengan membaca doa, menghadirkan
pasangan kepada para dewa dan memohon mereka untuk memberkati pasangan pengantin
baru.
Maya
dan Masumi melakukan ritual pertukaran cangkir suci. Keduanya meminum tiga
teguk dari tiga cangkir yang diisi dengan anggur suci. Sepasang pengantin itu
kemudian bertukar sumpah di depan para dewa. Mereka lalu membuat persembahan dengan menaruh
cabang-cabang kayu di altar. Terakhir, untuk memantapkan ikatan baru, pasangan
pengantin dan keluarga yang hadir dalam upacara melakukan ritual pertukaran
cangkir dengan keluarga. Maya dan Masumi bertukar cangkir anggur dengan Eisuke
juga Rei yang mewakili Maya sebagai keluarga.
Setelahnya pendeta menyampaikan
sambutan di mana pasangan pengantin dan keluarga membungkuk ke altar,
mengucapkan selamat, upacara pernikahan pun selesai. Mereka semua memberikan
salam terakhir kepada para dewa sebelum meninggalkan ruangan.
Maya
masih duduk di dalam kuil saat yang lain mulai berjalan keluar. Kedua tangan
wanita itu saling bertaut di atas pangkuan. Air mata mulai membasahi pipinya.
“Apa
kau bahagia?” Masumi mengambil sapu tangan dan menyeka pipi Maya yang basah.
Dia mengusapnya perlahan.
Mengangkat
wajahnya, Maya mengangguk lalu menatap
Masumi sembari tersenyum. “Terima kasih.”
Masumi
pun merengkuh Maya ke dalam pelukannya. “Bukankah seharusnya aku yang berterima
kasih?”
“Aku
mencintaimu,” bisik Maya kemudian. Dia
berhenti menangis karena tidak mau larut dalam
perasaan melankolis.
“Aku
juga mencintaimu Nyonya Hayami,” balas Masumi yang akhirnya membuat Maya tertawa
pelan.
***
Sesampainya
di mansion Hayami, Maya membutuhkan bantuan Rei juga dua pelayan lain untuk
melepaskan kimono pengantinnya. Dia baru saja selesai berganti pakaian saat
pintu kamarnya di ketuk. Seorang pelayan membukanya dan Rei langsung tertawa
begitu melihat Masumi muncul dari balik pintu.
“Boleh
aku masuk?” Pria itu
tersenyum melihat Maya yang sedang duduk di depan meja rias.
“Masuklah,”
jawab Maya sembari membalas senyum pria
yang kini sudah resmi menjadi suaminya.
“Pengantin
pria sudah tidak sabar.”
Rei berbisik sambil mencolek pinggang Maya dan membuat wajah wanita itu merona.
Tentu saja
Maya tidak menanggapi godaan sahabatnya.
Kedua
pelayan yang membantu Maya segera undur diri setelah selesai membereskan kimono
pengantin dan segala perlengkapannya. Rei masih dikamar dan membantu Maya
menyisir rambut panjangnya, sementara Masumi duduk di tepi tempat tidur
istrinya.
“Anda
ingin membantu Maya menyisir rambutnya?” Rei menoleh pada Masumi sembari
menunjukkan sisir di tangannya.
“Jika
Nona Aoki tidak keberatan.” Masumi kembali mengulas senyum.
Maya
hanya tertawa saat kemudian Rei menyerahkan sisir pada suaminya lalu keluar
dari kamar dengan sebelumnya mengerlingkan mata. “Kau membuatku malu Masumi.”
Wanita itu pura-pura protes saat pintu tertutup dan menyisakan mereka berdua di
dalam kamar.
“Nona
Aoki jelas sangat pengertian, kenapa harus malu?” Masumi kini berdiri di
belakang istrinya dan mulai menyisir rambut Maya.
“Tidak
bisakah kau bersabar?” goda Maya dengan senyum lebar.
Masumi
menatap istrinya melalui cermin lalu tertawa. Dia meletakkan sisir di meja lalu
mengalungkan lengannya di leher Maya, mencium lembut puncak kepala sang istri.
Keduanya saling bertukar pandang melalui cermin.
“Apa
aku sudah mengatakan kalau aku sangat bahagia?” Kali ini Masumi mendaratkan
kecupan manis di pelipis.
“Hm,
kau sudah mengatakannya sejak tadi.” Maya mengusap kedua lengan Masumi yang
kini bersandar di bahunya. Memiringkan kepala, wanita itu mencuri sebuah
kecupan di ujung hidung. “Aku juga sangat bahagia.”
Senyum
Masumi mengembang lalu mencium bibir Maya dengan lembut. Wanita cantik itu
hanya bisa memejamkan mata dan menikmati cinta yang diberikan suaminya. Ciuman
keduanya berhenti saat ketukan pintu terdengar. Wajah Maya merona di bawah
tatapan Masumi. Dia tersenyum saat Masumi tertawa lalu mengecup keningnya. Pria
itu kemudian berjalan ke arah pintu sementara Maya kembali berputar menghadap
kaca lalu memeriksa wajahnya.
“Ada
apa Bibi?” tanya Masumi setelah membuka pintu. Harada membungkuk hormat
padanya.
“Tuan
Besar dan Tuan Hijiri menunggu Anda di ruang kerja.”
“Baiklah,
aku segera kesana.”
Harada
kembali memberi hormat lalu meninggalkan Masumi yang kemudian menutup pintu.
“Ada
apa?” tanya Maya begitu sang suami memeluknya dari belakang.
“Ayah
dan Hijiri ingin bertemu denganku.” Masumi melirik istrinya melalui cermin.
“Mau
kutemani?” Wanita itu menawarkan.
“Tidak
perlu, mungkin hanya masalah pekerjaan.”
Kening
Maya berkerut mendengarnya. “Ini hari pernikahanmu.”
Tentu
saja Masumi langsung tertawa. “Pekerjaan tetap pekerjaan Sayang. Mungkin ada
beberapa dokumen yang memerlukan tanda tanganku. Kenapa, hm?” tanyanya kemudian
saat melihat wajah sendu istrinya.
“Jangan
terlalu lelah, nanti malam kita masih akan disibukkan dengan acara resepsi.
Bisakah kau berisitirahat setelah pekerjaan selesai? Kita masih punya waktu
sebelum penata rias datang sore nanti.” Maya memutar tubuhnya lalu menatap
Masumi yang kini tersenyum padanya.
“Jangan
khawatir, aku baik-baik saja.” Pria itu mengusap lembut wajah istrinya.
“Hanya
mengingatkan.”
Masumi
pun mengangguk lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. “Kau juga
harus istirahat Nyonya.” Dia kembali mentap istrinya. “Tapi tidak disini.”
Maya
yang mengerti maksud suaminya hanya tersenyum malu. “Aku akan menunggu di
kamarmu.”
“Kamar
kita.” Masumi mengoreksi.
“Hm,
kamar kita.” Dan keduanya pun kembali berbagi ciuman hangat.
***
Rasanya
masih seperti mimpi bagi Maya. Wanita itu tersenyum melihat cincin yang
melingkar di jari manisnya. Dia menyentuh bibir dengan wajah merona. Menghela
napas panjang, Maya berusaha meredakan debaran jantungnya. Padahal Masumi sudah
pergi tapi euforia dari ciuman mereka
belum juga hilang.
Perhatian
Maya teralihkan saat matanya melihat kotak coklat berpita merah di atas nakas.
Itu adalah kado dari Koji. Kemarin Rei mendapat pesan agar dia membukanya
sebelum upacara pernikahan, tapi banyaknya kesibukan membuat Maya lupa. Wanita
itu pun beranjak untuk mengambil kadonya.
Duduk
di tepi tempat tidur, Maya mulai menarik pita merah. Matanya membulat begitu
melihat isi kado. Dengan tangan gemetar, wanita itu menggenggam foto juga kotak
kado dan bergegas keluar dari kamar untuk mencari suaminya.
Dengan
nafas terengah Maya sampai di depan ruang kerja Masumi. Dia mengabaikan tatapan
khawatir beberapa pelayan yang melihatnya berlari dengan wajah panik. Wanita
itu lupa mengetuk pintu dan membuat semua orang yang sedang duduk di ruang
kerja terkejut.
Masumi
langsung beranjak begitu melihat wajah pucat istrinya. “Ada apa, Maya?”
“Ma-Masumi,
lihat ini.” Masih dengan tangan gemetar, Maya menyerahkan kotak kado juga foto
pada suaminya.
“Darimana
foto ini?” Wajah Masumi mengeras.
Hijiri
yang melihat ekspresi Masumi pun segera beranjak. “Tuan?”
Tanpa
diminta Masumi memberikan foto di tangannya pada Hijiri. Eisuke dan Asa juga
tampak penasaran. Keduanya mendekat dan Asa meminta lembaran foto lain dari
Masumi. Mereka semua terkejut melihatnya.
“Sshh,
tenanglah.” Masumi segera menarik Maya ke dalam pelukannya. “Katakan padaku,
darimana kau dapatkan foto-foto itu?” tanyanya dengan suara lebih lembut.
“Re-Rei,
Rei yang membawanya. Dia bilang itu dari Koji,” jawab Maya terbata. “Dia bilang
aku harus membukanya sebelum upacara pernikahan tapi aku lupa.” Wanita itu
membenamkan wajahnya di dada Masumi. Tangannya masih gemetar dan pikirannya
terus membayangkan hal buruk yang akan terjadi.
Mendengar
jawaban Maya membuat Masumi dan Hijiri langsung bertukar pandang. Dan tanpa
menunggu perintah Masumi, Hijiri mengangguk hormat pada Eisuke lalu bergegas
keluar. Mereka masih bisa mendengar seruan Hijiri memanggil penjaga
keamanan keluarga Hayami untuk ikut dengannya.
“Masumi
... foto itu-,” Maya menarik diri dari pelukan suaminya. Tangannya terulur
menangkup wajah Masumi. “Kita lapor polisi,” katanya kemudian. Dia terlihat begitu
khawatir. Ya, bagaimana mungkin Maya tidak khawatir jika melihat foto suaminya
diedit menjadi foto mayat di dalam peti mati.
“Hei,
tenanglah, semua akan baik-baik saja.” Masumi tersenyum, mencoba menenangkan
istrinya.
“Tidak,
tidak, itu tidak-,”
“Sshh,
Sayang.” Kali ini Masumi yang menangkup wajah Maya. Memaksa wanita itu fokus
menatapnya. “Semua akan baik-baik saja, oke?”
Maya
memejamkan mata lalu menghela napas perlahan. Dia menarik tangan Masumi dari
wajahnya lalu memeluk pria itu erat.
“Masumi,
bawa istrimu beristirahat. Kalian tidak perlu khawatir, penjagaan akan
diperketat.” Eisuke juga mencoba menenangkan. Dalam hati dia juga merasa geram
dengan ulah Koji yang bahkan masih berencana mengacau di hari pernikahan
putranya.
“Baik
Ayah.” Masumi pun tak lagi banyak bicara lalu membawa Maya kembali ke kamar
mereka.
***
“Minumlah.”
Masumi mengulurkan secangkir teh hangat yang dibawa Harada. Keduanya sudah
berada di dalam kamar.
Wanita
itu mengangguk lalu dengan patuh meneguk tehnya perlahan. Maya mengulurkan
cangkir yang tersisa setengah pada Harada lalu memintanya meninggalkan kamar.
“Bibi,
selain Nona Aoki, tidak ada yang boleh menemui Maya sampai penata rias datang,”
pesan Masumi sebelum kepala pelayan itu meninggalkan kamar.
“Baik,
Tuan. Saya akan sampaikan hal ini pada para pelayan, permisi.” Harada membungkuk
hormat pada tuan dan nyonyanya lalu keluar dari kamar.
Melihat
pintu kamar tertutup membuat Maya kembali menghela napas panjang. Dia pun
menatap suaminya dengan khawatir. “Masumi, kau juga tidak boleh keluar sampai
penata rias datang. Tetaplah bersamaku.”
Masumi
berusaha tetap tersenyum untuk menenangkan istrinya. Dia pun duduk di sofa, di
sebelah Maya, merengkuh bahu mungil itu ke dalam dekapannya. “Aku disini,
bersamamu.”
Maya
mengangguk lega sembari menggenggam tangan Masumi.
“Ada
banyak penjaga di sekitar rumah. Hijiri juga sedang mencari Koji. Kau tidak
perlu khawatir, semua acara akan tetap berjalan.”
“Bukan
itu yang membuatku khawatir. Aku bahkan tidak keberatan kalau kita membatalkan
pesta. Tapi aku tidak mau hal buruk terjadi padamu.” Maya kembali menatap
suaminya. Kali ini matanya berkaca-kaca.
“Memang
hal buruk apa yang akan terjadi? Koji akan membunuhku?”
“Masumi.”
Napas Maya tercekat saat mendengarnya. Bukankah dia bermimpi hal yang sama
kemarin? “Kumohon, jangan berkata seperti itu.”
“Baik,
baik, aku tidak akan mengatakan hal bodoh lagi. Sebaiknya sekarang kau
beristirahat.” Masumi mengusap pipi Maya lalu beranjak dan mengulurkan tangan
pada istrinya.
“Kau
juga?” Wanita itu menyambut uluran tangan sang suami.
“Hm,
tentu saja, kecuali kau memang ingin tidur sendiri,” goda Masumi yang langsung
mendapat hadiah wajah sendu Maya. “Hei, aku bercanda. Tersenyumlah, aku akan
bersamamu.”
“Hm,
kau memang harus bersamaku.” Maya memeluk lengan Masumi dan keduanya berjalan
ke tempat tidur.
“Maya.”
“Hm?”
Wanita itu mengangkat wajah demi menatap suaminya yang kini menyeringai.
“Apa
malam pengantin kita bisa dilakukan sekarang?”
“Masumi,
jangan bercanda di saat seperti ini!” Maya memukul lengan suaminya.
Masumi
tergelak dan membiarkan istrinya menjatuhkan diri di atas tempat tidur dengan wajah
mencebik.
***
A/N : Janji dari Maret kemarin baru update sekarang yak, wkwkwkkww. Maaf, maaf. Chapter depan ending ya. Update besok malam. Oh ya, permintaan Cece Valentina yang minta Masumi suicide ternyata belum bisa aku kabulkan wkwkwkw. Sebenernya ada di chapter ini tapi setelah kegalauan panjang jadilah kurombak 5 kali. 4000 word dihapus suicide jadi tinggal segini, byuh. Ujungnya ga tega juga wkwkwkkw. Selamat membaca chapter pendek inilah ya.
Arigatoooooo buat yang masih setia mengikuti. Big hug n lope lope buat semua, muahhh.
6 Comments
Alhamdulillah ngga jadi dibikin suicide ðŸ¤
ReplyDeleteBisa nangis darah berjamaah para Harem masumi
Aku yang nulis juga kaga tega mba wkwkwk
DeleteEta c Koji borokokok....nanaonan coba
ReplyDeleteEta c Koji borokokok....nanaonan coba
ReplyDeleteAlamak untung tak jadi bundir.. lanjut HE ajalah pokoke ya cyn
ReplyDeleteahhhhh.... akhirnya setelah sekian purnamaaaa.. makasih banyak ya kak...
ReplyDelete