Heart - Chapter 19

Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi

FanFiction by Agnes Kristi

Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"

Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.

=========================================================================



Kedua tangan Maya berkeringat dingin saat berdiri di depan kuil. Masumi tahu, tentu saja.  Pria itu menunduk untuk membisikkan sesuatu di telinga calon istrinya.

“Jangan khawatir.”

Maya hanya bisa mengangguk lalu menghela napas perlahan. Ya, dia tahu semua akan baik-baik saja. Perasaannya lebih tenang saat kemudian prosesi upacara pernikahan dimulai. Gadis-gadis kuil memimpin upacara pernikahan di jalan menuju pintu masuk kuil.

Tidak banyak yang menghadiri upacara pernikahan pagi itu. Hanya Eisuke, Asa, Hijiri, Mizuki juga Rei. Bahkan wilayah kuil juga terlarang untuk wartawan. Maya dan Masumi benar-benar menginginkan moment tenang dan sakral di pernikahan mereka. Setelah semua orang masuk dan duduk, pendeta Shinto melakukan ritual pemurnian atas pasangan pengantin dan keluarga. Pendeta melanjutkan dengan membaca doa, menghadirkan pasangan kepada para dewa dan memohon mereka untuk memberkati pasangan pengantin baru.

Maya dan Masumi melakukan ritual pertukaran cangkir suci. Keduanya meminum tiga teguk dari tiga cangkir yang diisi dengan anggur suci. Sepasang pengantin itu kemudian bertukar sumpah di depan para dewa. Mereka lalu membuat persembahan dengan menaruh cabang-cabang kayu di altar. Terakhir, untuk memantapkan ikatan baru, pasangan pengantin dan keluarga yang hadir dalam upacara melakukan ritual pertukaran cangkir dengan keluarga. Maya dan Masumi bertukar cangkir anggur dengan Eisuke juga Rei yang mewakili Maya sebagai keluarga.

Setelahnya pendeta menyampaikan sambutan di mana pasangan pengantin dan keluarga membungkuk ke altar, mengucapkan selamat, upacara pernikahan pun selesai. Mereka semua memberikan salam terakhir kepada para dewa sebelum meninggalkan ruangan.

Maya masih duduk di dalam kuil saat yang lain mulai berjalan keluar. Kedua tangan wanita itu saling bertaut di atas pangkuan. Air mata mulai membasahi pipinya.

“Apa kau bahagia?” Masumi mengambil sapu tangan dan menyeka pipi Maya yang basah. Dia mengusapnya perlahan.

Mengangkat wajahnya, Maya mengangguk lalu menatap Masumi sembari tersenyum. “Terima kasih.

Masumi pun merengkuh Maya ke dalam pelukannya. “Bukankah seharusnya aku yang berterima kasih?”

“Aku mencintaimu,” bisik Maya kemudian. Dia berhenti menangis karena tidak mau larut dalam perasaan melankolis.

“Aku juga mencintaimu Nyonya Hayami,” balas Masumi yang akhirnya membuat Maya tertawa pelan.

***

Sesampainya di mansion Hayami, Maya membutuhkan bantuan Rei juga dua pelayan lain untuk melepaskan kimono pengantinnya. Dia baru saja selesai berganti pakaian saat pintu kamarnya di ketuk. Seorang pelayan membukanya dan Rei langsung tertawa begitu melihat Masumi muncul dari balik pintu.

“Boleh aku masuk?” Pria itu tersenyum melihat Maya yang sedang duduk di depan meja rias.

“Masuklah,” jawab Maya sembari membalas senyum pria yang kini sudah resmi menjadi suaminya.

“Pengantin pria sudah tidak sabar.” Rei berbisik sambil mencolek pinggang Maya dan membuat wajah wanita itu merona. Tentu saja Maya tidak menanggapi godaan sahabatnya.

Kedua pelayan yang membantu Maya segera undur diri setelah selesai membereskan kimono pengantin dan segala perlengkapannya. Rei masih dikamar dan membantu Maya menyisir rambut panjangnya, sementara Masumi duduk di tepi tempat tidur istrinya.

“Anda ingin membantu Maya menyisir rambutnya?” Rei menoleh pada Masumi sembari menunjukkan sisir di tangannya.

“Jika Nona Aoki tidak keberatan.” Masumi kembali mengulas senyum.

Maya hanya tertawa saat kemudian Rei menyerahkan sisir pada suaminya lalu keluar dari kamar dengan sebelumnya mengerlingkan mata. “Kau membuatku malu Masumi.” Wanita itu pura-pura protes saat pintu tertutup dan menyisakan mereka berdua di dalam kamar.

“Nona Aoki jelas sangat pengertian, kenapa harus malu?” Masumi kini berdiri di belakang istrinya dan mulai menyisir rambut Maya.

“Tidak bisakah kau bersabar?” goda Maya dengan senyum lebar.

Masumi menatap istrinya melalui cermin lalu tertawa. Dia meletakkan sisir di meja lalu mengalungkan lengannya di leher Maya, mencium lembut puncak kepala sang istri. Keduanya saling bertukar pandang melalui cermin.

“Apa aku sudah mengatakan kalau aku sangat bahagia?” Kali ini Masumi mendaratkan kecupan manis di pelipis.

“Hm, kau sudah mengatakannya sejak tadi.” Maya mengusap kedua lengan Masumi yang kini bersandar di bahunya. Memiringkan kepala, wanita itu mencuri sebuah kecupan di ujung hidung. “Aku juga sangat bahagia.”

Senyum Masumi mengembang lalu mencium bibir Maya dengan lembut. Wanita cantik itu hanya bisa memejamkan mata dan menikmati cinta yang diberikan suaminya. Ciuman keduanya berhenti saat ketukan pintu terdengar. Wajah Maya merona di bawah tatapan Masumi. Dia tersenyum saat Masumi tertawa lalu mengecup keningnya. Pria itu kemudian berjalan ke arah pintu sementara Maya kembali berputar menghadap kaca lalu memeriksa wajahnya.

“Ada apa Bibi?” tanya Masumi setelah membuka pintu. Harada membungkuk hormat padanya.

“Tuan Besar dan Tuan Hijiri menunggu Anda di ruang kerja.”

“Baiklah, aku segera kesana.”

Harada kembali memberi hormat lalu meninggalkan Masumi yang kemudian menutup pintu.

“Ada apa?” tanya Maya begitu sang suami memeluknya dari belakang.

“Ayah dan Hijiri ingin bertemu denganku.” Masumi melirik istrinya melalui cermin.

“Mau kutemani?” Wanita itu menawarkan.

“Tidak perlu, mungkin hanya masalah pekerjaan.”

Kening Maya berkerut mendengarnya. “Ini hari pernikahanmu.”

Tentu saja Masumi langsung tertawa. “Pekerjaan tetap pekerjaan Sayang. Mungkin ada beberapa dokumen yang memerlukan tanda tanganku. Kenapa, hm?” tanyanya kemudian saat melihat wajah sendu istrinya.

“Jangan terlalu lelah, nanti malam kita masih akan disibukkan dengan acara resepsi. Bisakah kau berisitirahat setelah pekerjaan selesai? Kita masih punya waktu sebelum penata rias datang sore nanti.” Maya memutar tubuhnya lalu menatap Masumi yang kini tersenyum padanya.

“Jangan khawatir, aku baik-baik saja.” Pria itu mengusap lembut wajah istrinya.

“Hanya mengingatkan.”

Masumi pun mengangguk lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. “Kau juga harus istirahat Nyonya.” Dia kembali mentap istrinya. “Tapi tidak disini.”

Maya yang mengerti maksud suaminya hanya tersenyum malu. “Aku akan menunggu di kamarmu.”

“Kamar kita.” Masumi mengoreksi.

“Hm, kamar kita.” Dan keduanya pun kembali berbagi ciuman hangat.

***

Rasanya masih seperti mimpi bagi Maya. Wanita itu tersenyum melihat cincin yang melingkar di jari manisnya. Dia menyentuh bibir dengan wajah merona. Menghela napas panjang, Maya berusaha meredakan debaran jantungnya. Padahal Masumi sudah pergi tapi euforia dari ciuman mereka belum juga hilang.

Perhatian Maya teralihkan saat matanya melihat kotak coklat berpita merah di atas nakas. Itu adalah kado dari Koji. Kemarin Rei mendapat pesan agar dia membukanya sebelum upacara pernikahan, tapi banyaknya kesibukan membuat Maya lupa. Wanita itu pun beranjak untuk mengambil kadonya.

Duduk di tepi tempat tidur, Maya mulai menarik pita merah. Matanya membulat begitu melihat isi kado. Dengan tangan gemetar, wanita itu menggenggam foto juga kotak kado dan bergegas keluar dari kamar untuk mencari suaminya.

Dengan nafas terengah Maya sampai di depan ruang kerja Masumi. Dia mengabaikan tatapan khawatir beberapa pelayan yang melihatnya berlari dengan wajah panik. Wanita itu lupa mengetuk pintu dan membuat semua orang yang sedang duduk di ruang kerja terkejut.

Masumi langsung beranjak begitu melihat wajah pucat istrinya. “Ada apa, Maya?”

“Ma-Masumi, lihat ini.” Masih dengan tangan gemetar, Maya menyerahkan kotak kado juga foto pada suaminya.

“Darimana foto ini?” Wajah Masumi mengeras.

Hijiri yang melihat ekspresi Masumi pun segera beranjak. “Tuan?”

Tanpa diminta Masumi memberikan foto di tangannya pada Hijiri. Eisuke dan Asa juga tampak penasaran. Keduanya mendekat dan Asa meminta lembaran foto lain dari Masumi. Mereka semua terkejut melihatnya.

“Sshh, tenanglah.” Masumi segera menarik Maya ke dalam pelukannya. “Katakan padaku, darimana kau dapatkan foto-foto itu?” tanyanya dengan suara lebih lembut.

“Re-Rei, Rei yang membawanya. Dia bilang itu dari Koji,” jawab Maya terbata. “Dia bilang aku harus membukanya sebelum upacara pernikahan tapi aku lupa.” Wanita itu membenamkan wajahnya di dada Masumi. Tangannya masih gemetar dan pikirannya terus membayangkan hal buruk yang akan terjadi.

Mendengar jawaban Maya membuat Masumi dan Hijiri langsung bertukar pandang. Dan tanpa menunggu perintah Masumi, Hijiri mengangguk hormat pada Eisuke lalu bergegas keluar. Mereka masih bisa mendengar seruan Hijiri memanggil penjaga keamanan keluarga Hayami untuk ikut dengannya.

“Masumi ... foto itu-,” Maya menarik diri dari pelukan suaminya. Tangannya terulur menangkup wajah Masumi. “Kita lapor polisi,” katanya kemudian. Dia terlihat begitu khawatir. Ya, bagaimana mungkin Maya tidak khawatir jika melihat foto suaminya diedit menjadi foto mayat di dalam peti mati.

“Hei, tenanglah, semua akan baik-baik saja.” Masumi tersenyum, mencoba menenangkan istrinya.

“Tidak, tidak, itu tidak-,”

“Sshh, Sayang.” Kali ini Masumi yang menangkup wajah Maya. Memaksa wanita itu fokus menatapnya. “Semua akan baik-baik saja, oke?”

Maya memejamkan mata lalu menghela napas perlahan. Dia menarik tangan Masumi dari wajahnya lalu memeluk pria itu erat.

“Masumi, bawa istrimu beristirahat. Kalian tidak perlu khawatir, penjagaan akan diperketat.” Eisuke juga mencoba menenangkan. Dalam hati dia juga merasa geram dengan ulah Koji yang bahkan masih berencana mengacau di hari pernikahan putranya.

“Baik Ayah.” Masumi pun tak lagi banyak bicara lalu membawa Maya kembali ke kamar mereka.

***

“Minumlah.” Masumi mengulurkan secangkir teh hangat yang dibawa Harada. Keduanya sudah berada di dalam kamar.

Wanita itu mengangguk lalu dengan patuh meneguk tehnya perlahan. Maya mengulurkan cangkir yang tersisa setengah pada Harada lalu memintanya meninggalkan kamar.

“Bibi, selain Nona Aoki, tidak ada yang boleh menemui Maya sampai penata rias datang,” pesan Masumi sebelum kepala pelayan itu meninggalkan kamar.

“Baik, Tuan. Saya akan sampaikan hal ini pada para pelayan, permisi.” Harada membungkuk hormat pada tuan dan nyonyanya lalu keluar dari kamar.

Melihat pintu kamar tertutup membuat Maya kembali menghela napas panjang. Dia pun menatap suaminya dengan khawatir. “Masumi, kau juga tidak boleh keluar sampai penata rias datang. Tetaplah bersamaku.”

Masumi berusaha tetap tersenyum untuk menenangkan istrinya. Dia pun duduk di sofa, di sebelah Maya, merengkuh bahu mungil itu ke dalam dekapannya. “Aku disini, bersamamu.”

Maya mengangguk lega sembari menggenggam tangan Masumi.

“Ada banyak penjaga di sekitar rumah. Hijiri juga sedang mencari Koji. Kau tidak perlu khawatir, semua acara akan tetap berjalan.”

“Bukan itu yang membuatku khawatir. Aku bahkan tidak keberatan kalau kita membatalkan pesta. Tapi aku tidak mau hal buruk terjadi padamu.” Maya kembali menatap suaminya. Kali ini matanya berkaca-kaca.

“Memang hal buruk apa yang akan terjadi? Koji akan membunuhku?”

“Masumi.” Napas Maya tercekat saat mendengarnya. Bukankah dia bermimpi hal yang sama kemarin? “Kumohon, jangan berkata seperti itu.”

“Baik, baik, aku tidak akan mengatakan hal bodoh lagi. Sebaiknya sekarang kau beristirahat.” Masumi mengusap pipi Maya lalu beranjak dan mengulurkan tangan pada istrinya.

“Kau juga?” Wanita itu menyambut uluran tangan sang suami.

“Hm, tentu saja, kecuali kau memang ingin tidur sendiri,” goda Masumi yang langsung mendapat hadiah wajah sendu Maya. “Hei, aku bercanda. Tersenyumlah, aku akan bersamamu.”

“Hm, kau memang harus bersamaku.” Maya memeluk lengan Masumi dan keduanya berjalan ke tempat tidur.

“Maya.”

“Hm?” Wanita itu mengangkat wajah demi menatap suaminya yang kini menyeringai.

“Apa malam pengantin kita bisa dilakukan sekarang?”

“Masumi, jangan bercanda di saat seperti ini!” Maya memukul lengan suaminya.

Masumi tergelak dan membiarkan istrinya menjatuhkan diri di atas tempat tidur dengan wajah mencebik.

***

>> Bersambung <<

>> Heart - Chapter 18 <<

>> Heart - Chapter 20 <<

A/N : Janji dari Maret kemarin baru update sekarang yak, wkwkwkkww. Maaf, maaf. Chapter depan ending ya. Update besok malam. Oh ya, permintaan Cece Valentina yang minta Masumi suicide ternyata belum bisa aku kabulkan wkwkwkw. Sebenernya ada di chapter ini tapi setelah kegalauan panjang jadilah kurombak 5 kali. 4000 word dihapus suicide jadi tinggal segini, byuh. Ujungnya ga tega juga wkwkwkkw. Selamat membaca chapter pendek inilah ya. 

Arigatoooooo buat yang masih setia mengikuti. Big hug n lope lope buat semua, muahhh.

Post a Comment

6 Comments

  1. Alhamdulillah ngga jadi dibikin suicide 🤭
    Bisa nangis darah berjamaah para Harem masumi

    ReplyDelete
  2. Eta c Koji borokokok....nanaonan coba

    ReplyDelete
  3. Eta c Koji borokokok....nanaonan coba

    ReplyDelete
  4. Alamak untung tak jadi bundir.. lanjut HE ajalah pokoke ya cyn

    ReplyDelete
  5. ahhhhh.... akhirnya setelah sekian purnamaaaa.. makasih banyak ya kak...

    ReplyDelete