Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Hati
tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk
Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua
hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.
Jealous by Labrinth
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
Yang
jatuh di kulitmu
It's closer than my hands have been
Lebih
dekat dari tanganku
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
I'm jealous of the windu
Aku
iri pada angin
That ripples through your clothes
Yang
mengoyak bajumu
It's closer than your shadow
Lebih
dekat dari bayanganmu
Oh, I'm jealous of the wind, cause
Oh
aku iri pada angin, karena
[Chorus:]
I wished you the best of
Ku
berharap yang terbaik untukmu
All this world could give
Segala
hal dunia ini dapat memberimu
And I told you when you left me
Dan
ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku
There's nothing to forgive
Tak
ada yang perlu dimaafkan
But I always thought you'd come
back, tell me all you found was
Tapi
ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau
temukan adalah
Heartbreak and misery
Kehancuran
dan kesedihan
It's hard for me to say, I'm
jealous of the way
Sulit
kukatakan, aku iri dengan caramu
You're happy without me
Bahagia
tanpaku
I'm jealous of the nights
Ku
iri pada malam
That I don't spend with you
Yang
tak kuhabiskan denganmu
I'm wondering who you lay next to
Ku
ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu
Oh, I'm jealous of the nights
Oh,
aku iri pada malam
I'm jealous of the love
Aku
iri pada cinta
***
Masumi termenung menatap
ramainya jalan raya Tokyo pagi itu. Entah kemana wajah bahagia bersama Maya
tadi. Hal itu tentu saja membuat Watanabe khawatir.
“Tuan, Anda baik-baik
saja?” tanya sopir itu hati-hati.
Mendengar pertanyaan
Watanabe membuat Masumi mengalihkan perhatiannya. “Ya, aku baik-baik saja.”
“Syukurlah.” Watanabe
menghela napas lega dan Masumi bisa melihat sopirnya itu tersenyum.
“Kau juga khawatir
padaku?” tanya Masumi kemudian.
“Tentu saja, Tuan,” jawab
Watanebe mantap.
Masumi tersenyum
mendengarnya.
“Jujur saja, saya senang
melihat Anda sekarang bahagia bersama Nona Maya,” lanjut Watanabe.
“Begitukah? Apa aku
terlihat bahagia saat bersamanya?” tanya Masumi lagi.
“Ya Tuan, Anda selalu
terlihat bahagia saat bersama dengan Nona. Saya berdoa semoga pernikahan Anda
dan Nona berjalan lancar.”
Masumi kembali mengulum
senyum. “Terima kasih, Watanabe.” Dan sesaat kemudian, Masumi kembali termenung
menatap keluar jendela dengan wajah sendu.
Sementara itu di mansion
Hayami, Maya tengah bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Di halaman
belakang tampak Eisuke dan Asa tengah mengamati para pekerja. Dia ingin pergi
tapi disisi lain dia juga enggan bertemu Koji. Yang menjadi tanda tanya besar
di benak Maya adalah apa hubungan Dokter Hayate dan Koji? Dia sudah mencoba
menghubungi sang dokter tapi kata asistennya beliau tengah menangani pasien dan
belum bisa menjawab panggilan telepon.
Maya melihat jam tangan,
waktu menunjukkan pukul 08.30. Membulatkan tekad, Maya berlari ke kamarnya
untuk berganti pakaian. Lima belas menit kemudian, dia menemui Eisuke dan
meminta ijin untuk keluar, tentu saja dengan alasan pekerjaan. Dan tepat pukul
09.00, Maya sudah berada di dalam taksi menuju rumah sakit.
***
Koji tidak bisa menahan
dirinya untuk tidak tersenyum saat melihat Maya berjalan di koridor rumah
sakit. Dia yang tengah duduk di dekat taman langsung menghampiri gadis
pujaannya.
“Kau datang,” kata Koji
di tengah napasnya yang terengah karena berlari.
Maya cukup terkejut
melihat Koji sudah berdiri di depannya. Gadis itu hanya mengangguk sebagai
jawaban. Tidak ada senyum di wajah manisnya. Tentu saja hal itu membuat Koji
sedikit kecewa, tapi tidak mengapa, yang terpenting adalah kedatangan Maya.
“Aku sedang menunggu
Dokter Hayate. Dia sedang menangani pasiennya, jadi kita harus menunggu,” Koji
menjelaskan tanpa diminta. Lagi-lagi Maya hanya mengangguk.
“Kau mau menunggu disana?”
tanya Koji sembari menunjuk ke arah bangku taman, tempat dimana tadi dia
menunggu. Dengan cepat Koji meraih pergelangan tangan Maya lalu menuntunnya ke
tempat yang dimaksud. Maya tak bicara apa-apa, tak juga menolak tangan Koji yang
menggenggamnya.
“Kita akan menunggu
sebentar disini. Kau tidak keberatan Maya?”
“Tidak,” jawab Maya yang
akhirnya mengeluarkan suara. Dia melihat betapa antusiasnya Koji. Sebenarnya apa
yang terjadi pada sahabatnya itu? Maya sungguh tidak mengenal sosok di depannya
kali ini. Koji seperti sudah berubah menjadi pribadi yang lain.
“Hei?” Koji melambaikan
tangan di depan wajah Maya saat menyadari gadis itu tengah melamun.
“Ah, iya,” Maya tergagap.
Dia pun mengalihkan pandangannya ke arah taman untuk mengurangi ketidak
nyamannya. “Koji?” panggilnya kemudian.
“Ya?”
“Sebenarnya ada urusan
apa kau bertemu dengan Dokter Hayate?” Maya akhirnya menyuarakan pertanyaan
yang sejak tadi menggantung di dalam benaknya.
“Dia dokter yang
menangani Tuan Masumi bukan?” Koji justru balik bertanya.
Maya mengangguk. “Dan kau
menemuninya untuk?”
Alih-alih menjawab, Koji
justru mengulas senyum. “Kau akan tahu nanti.”
Menghela napas perlahan,
Maya mencoba untuk bersabar. Keduanya pun terdiam cukup lama sampai suara
denting handphone terdengar dan
mengalihkan perhatian Maya juga Koji. Itu suara pesan masuk di handphone Koji.
“Dokter Hayate memintaku
ke ruangannya.” Lagi-lagi Koji menjelaskan tanpa di tanya. “Ayo,” dan tanpa basa
basi dia kembali menarik pergelangan tangan Maya, membuat gadis itu dengan
patuh mengikutinya.
Maya menarik tangannya
saat mereka tiba di depan ruang praktek dokter. Koji justru tersenyum. Dia kemudian
mengetuk pintu dan bergegas masuk setelah mendengar jawaban dari dalam.
“Selamat siang, Dokter
Hayate,” Koji memberi salam, begitu juga Maya.
Gadis itu bisa melihat keterkejutan
di wajah sang dokter.
“Nona Kitajima?”
“Saya sengaja mengajak
Maya ke sini agar bisa mendengar penjelasan dari Anda, Dokter. Selain karena
Maya adalah calon istri Tuan Masumi, Maya juga sahabat saya.” Koji menjelaskan
panjang lebar.
“Ah, begitu rupanya. Kalau
begitu silakan duduk.” Dokter Hayate tampak bersemangat saat mempersilakan
keduanya duduk.
“Jadi bagaimana hasilnya?”
tanya Koji tidak sabar. “Apakah cocok seperti prediksi Anda sebelumnya?”
Kening Maya berkerut
bingung. “Hasil apa?” tanya gadis itu kemudian.
“Anda belum tahu?” Dokter
Hayate kembali merasa heran saat Maya menggeleng.
“Ah, saya sengaja merahasiakannya
dari Maya. Saya takut dia sedih jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan
meski Anda sudah menyatakan kecocokan kami hampir 80%.” Koji tertawa canggung
saat menjelaskan.
Dokter Hayate mengangguk
tanda mengerti. Alasan Koji cukup masuk akal. Sebaliknya, Maya justru merasa
semakin bingung.
“Baiklah, saya akan
menjelaskan hasil terakhir tesnya.” Dokter Hayate kemudian mengambil sebuah
amplop coklat dari dalam laci mejanya. “Nona Kitajima, Tuan Sakurakoji telah mendaftarkan
diri sebagai calon donor hati untuk Tuan Masumi-,”
“Apa?” Maya memekik tanpa
sadar.
“Maya, tenanglah. Biarkan
Dokter selesai menjelaskan.” Koji menggenggam tangan gadis itu, memintanya
untuk tenang.
“Bisa saya lanjutkan?”
Dokter Hayati bertanya pada Maya. Lagi-lagi gadis itu hanya bisa mengangguk.
“Seperti yang saya
katakan sebelumnya, Tuan Sakurakoji sudah mendaftarkan diri dengan sukarela
untuk menjadi donor hati. Dia juga sudah menjalani tahapan tes sesuai prosedur.
Pertama, hasil skrining umum meliputi cek golongan darah, cek fungsi hati,
ginjal, dan organ penting lainnya, menunjukkan hasil yang baik. Yang kedua
adalah hasil Meld Score Tuan Masumi yang ternyata menunjukkan angka yang bagus
sebagai penerima donor.
Dan terakhir, Tuan Sakurakoji
juga sudah melakukan pemeriksaan CT scan, MRI, juga biopsi untuk memastikan
hati dalam kondisi normal dan bisa didonorkan. Semua hasil pemeriksaan menunjukkan
angka yang bagus dan tingkat kecocokan yang tinggi. Kami juga sudah melakukan
analisis mengenai resiko operasi dan pasca operasi. Kabar baiknya adalah
kemungkinan keberhasilan operasi mencapai angka 60%. Tingkat kelangsungan hidup
pasca operasi juga diprediksi lebih dari lima tahun. Tentu saja ada banyak hal
lain yang akan mempengaruhi hal itu, tapi setidaknya transplantasi ini bisa
menjadi upaya untuk kesembuhan Tuan Masumi. Setelahnya kami akan terus memantau
perkembangan dan mengusahakan yang terbaik.”
Penjelasan Dokter Hayate
berakhir. Koji tersenyum puas atas hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan. Sedangkan
Maya justru merasa bingung. Dia seperti di lempar ke laut dan terombang ambing
oleh ombak. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Batinnya bertanya.
Di satu sisi Maya merasa
senang karena Masumi mendapat pendonor hati tanpa mereka harus pergi ke Kanada.
Tapi di sisi lain, kenapa harus Koji? Maya menoleh untuk mendapati ekspresi
bahagia dari sahabatnya. Mungkinkah Koji akan menjadi pendonor tanpa meminta
imbalan darinya? Maya diam seribu bahasa.
“Nona Kitajima?” Dokter
Hayate merasa heran dengan reaksi Maya yang justru diam. Bukankah seharusnya
gadis itu senang? Ah, andai sang dokter tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“I-iya, saya mengerti,”
jawab Maya terbata. Sebisa mungkin dia mengendalikan emosinya. “Jadi, kapan
sebaiknya transplantasi ini dilakukan Dokter?” Maya memberanikan diri bertanya.
“Masalah itu sebaiknya
kita bicarakan bersama Tuan Masumi. Karena Tuan Masumi juga harus siap secara
fisik juga mental untuk menjalani prosedur transplantasi. Pastinya semua bisa
dilakukan setelah pernikahan Anda bukan?” Dokter Hayate tersenyum di akhir
kalimat. Senyum itu menular pada Maya tapi tidak pada Koji. Sahabat Maya itu
justru menunjukkan ekspresi sebaliknya.
“Tentu,” jawab Maya
dengan tetap mempertahankan senyumnya.
“Terima kasih atas semua
penjelasannya Dokter. Sebaiknya saya dan Maya segera pulang untuk
memberitahukan kabar baik ini pada Tuan Masumi,” ucap Koji dengan tenangnya.
Batin Maya merutuk. Betapa
lihai aktor disebelahnya ini. Apa mungkin Maya akan mengatakan semuanya pada
Masumi? Sayangnya gadis itu tak bisa meneriakkan isi hatinya di depan Koji. Dia
bahkan menurut begitu saja saat Koji kemudian berpamitan dan kembali menarik
pergelangan tangannya, membawanya keluar dari ruangan.
Maya berjalan dalam diam.
Dunianya serasa dijungkir balikkan. Tuhan,
apa yang harus aku lakukan? Batinnya bertanya.
***
“Ini kontrak dengan HNM
Corp. Mereka sudah menyetujui semua kesepakatan yang kita ajukan.” Hijiri
meletakkan map berwarna biru di meja Masumi. Rapat kemarin membuahkan hasil
yang memuaskan.
Masumi membaca isi
dokumen sebentar sebelum membubuhkan tanda tangannya dan kembali memberikan map
itu pada Hijiri. “Kau atur semuanya. Aku mau sebelum pernikahan semua selesai
dengan baik.”
“Baik, Tuan.” Hijiri
mengangguk hormat lalu meninggalkan ruangan Masumi.
Menghela napas panjang,
Masumi menutup laptopnya kemudian memijat pangkal hidungnya yang terasa sakit. Dia
merasa lelah. Bukan karena pekerjaan, tapi karena hatinya yang bimbang.
Direktur Daito itu
beranjak lalu berdiri di depan jendela besar, menatap kota Tokyo yang tampak
padat. Pernikahannya tinggal menghitung hari tapi kenapa perasaannya justru
seperti ini? Masumi merasa apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan.
“Maya, aku tak bisa
membayangkan hidup tanpamu,” lirihnya seraya menatap kedua tangannya. “Tapi aku
juga tak sanggup memilikimu dengan beban ini.”
Apa
yang harus aku lakukan?
Sejenak Masumi memejamkan
mata. Dalam angannya terbayang Maya yang tersenyum dengan balutan gaun
pengantin. Sungguh hatinya terasa sakit. Kalau pun pernikahan ini membuat Maya
bahagia, tapi pada akhirnya, pernikahan ini hanya akan meninggalkan duka. Sekuat
apa pun Masumi menolak perkataan Koji tempo hari, tetap saja kenyantaan di depan
mata membuatnya terluka.
“Maya.” Nama itu seolah
berdengung di dalam hati dan pikiran Masumi.
***
Jika Masumi sedang
bertarung dengan perasaannya, maka lain lagi dengan Maya. Saat ini gadis itu
sedang duduk di hadapan sang sahabat, menunggu dengan cemas apa yang akan
terjadi.
“Kau pasti terkejut dengan
semua ini,” kata Koji membuka percakapan dengan tenang. Keduanya sudah duduk
berhadapan di kantin rumah sakit selama bermenit-menit tapi tidak ada yang
bicara.
“Bukankah justru aneh
jika sebaliknya,” jawab Maya dengan nada dingin.
Koji tersenyum
mendengarnya. “Apa kau tidak senang jika aku bisa menjadi pendonor untuk Tuan
Masumi?”
Maya menghela napas perlahan.
Hatinya terasa sesak. “Apa yang kau inginkan, Koji? Kau ingin menukar hatimu
dengan hatiku?” tanya Maya tanpa basa basi. Dia tidak menyangka jika kalimat
dialog dramanya terjadi dalam kehidupan nyata.
“Point yang bagus,” jawab
Koji masih dengan senyum di wajahnya.
Gadis itu terdiam.
“Batalkan pernikahanmu dan
aku akan menyerahkan hatiku.”
***
>>Bersambung<<
A/N: Mari nyesek berjamaah. hehehee
6 Comments
Jahat. Kamu jahat!!!
ReplyDeleteNggak suka, Koji jahat
ReplyDeleteOuuh jahaaat🙈
ReplyDeleteNggak bisa langsung buka say kenapa yak😔😫
ReplyDeleteNyesek berjamaah -->indeed.... 😂😂😂
ReplyDeleteWill wait for the update...
Wah.. wah... koji licik amat yah... kalo udah bukan jodoh mah nyerah aja atuh... ngeri2 sad ending nih...
ReplyDelete