Heart - Chapter 15

Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi

FanFiction by Agnes Kristi

Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"

Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka. 

 =========================================================================

  

Jealous by Labrinth

 

I'm jealous of the rain

Aku iri pada hujan

That falls upon your skin

Yang jatuh di kulitmu

It's closer than my hands have been

Lebih dekat dari tanganku

I'm jealous of the rain

Aku iri pada hujan

 

I'm jealous of the windu

Aku iri pada angin

That ripples through your clothes

Yang mengoyak bajumu

It's closer than your shadow

Lebih dekat dari bayanganmu

Oh, I'm jealous of the wind, cause

Oh aku iri pada angin, karena

 

[Chorus:]

I wished you the best of

Ku berharap yang terbaik untukmu

All this world could give

Segala hal dunia ini dapat memberimu

And I told you when you left me

Dan ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku

There's nothing to forgive

Tak ada yang perlu dimaafkan

But I always thought you'd come back, tell me all you found was

Tapi ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau temukan adalah

Heartbreak and misery

Kehancuran dan kesedihan

It's hard for me to say, I'm jealous of the way

Sulit kukatakan, aku iri dengan caramu

You're happy without me

Bahagia tanpaku

 

I'm jealous of the nights

Ku iri pada malam

That I don't spend with you

Yang tak kuhabiskan denganmu

I'm wondering who you lay next to

Ku ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu

Oh, I'm jealous of the nights

Oh, aku iri pada malam

I'm jealous of the love

Aku iri pada cinta

 

***




Masumi termenung menatap ramainya jalan raya Tokyo pagi itu. Entah kemana wajah bahagia bersama Maya tadi. Hal itu tentu saja membuat Watanabe khawatir.

“Tuan, Anda baik-baik saja?” tanya sopir itu hati-hati.

Mendengar pertanyaan Watanabe membuat Masumi mengalihkan perhatiannya. “Ya, aku baik-baik saja.”

“Syukurlah.” Watanabe menghela napas lega dan Masumi bisa melihat sopirnya itu tersenyum.

“Kau juga khawatir padaku?” tanya Masumi kemudian.

“Tentu saja, Tuan,” jawab Watanebe mantap.

Masumi tersenyum mendengarnya.

“Jujur saja, saya senang melihat Anda sekarang bahagia bersama Nona Maya,” lanjut Watanabe.

“Begitukah? Apa aku terlihat bahagia saat bersamanya?” tanya Masumi lagi.

“Ya Tuan, Anda selalu terlihat bahagia saat bersama dengan Nona. Saya berdoa semoga pernikahan Anda dan Nona berjalan lancar.”

Masumi kembali mengulum senyum. “Terima kasih, Watanabe.” Dan sesaat kemudian, Masumi kembali termenung menatap keluar jendela dengan wajah sendu.

Sementara itu di mansion Hayami, Maya tengah bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Di halaman belakang tampak Eisuke dan Asa tengah mengamati para pekerja. Dia ingin pergi tapi disisi lain dia juga enggan bertemu Koji. Yang menjadi tanda tanya besar di benak Maya adalah apa hubungan Dokter Hayate dan Koji? Dia sudah mencoba menghubungi sang dokter tapi kata asistennya beliau tengah menangani pasien dan belum bisa menjawab panggilan telepon.

Maya melihat jam tangan, waktu menunjukkan pukul 08.30. Membulatkan tekad, Maya berlari ke kamarnya untuk berganti pakaian. Lima belas menit kemudian, dia menemui Eisuke dan meminta ijin untuk keluar, tentu saja dengan alasan pekerjaan. Dan tepat pukul 09.00, Maya sudah berada di dalam taksi menuju rumah sakit.

***

Koji tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum saat melihat Maya berjalan di koridor rumah sakit. Dia yang tengah duduk di dekat taman langsung menghampiri gadis pujaannya.

“Kau datang,” kata Koji di tengah napasnya yang terengah karena berlari.

Maya cukup terkejut melihat Koji sudah berdiri di depannya. Gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Tidak ada senyum di wajah manisnya. Tentu saja hal itu membuat Koji sedikit kecewa, tapi tidak mengapa, yang terpenting adalah kedatangan Maya.

“Aku sedang menunggu Dokter Hayate. Dia sedang menangani pasiennya, jadi kita harus menunggu,” Koji menjelaskan tanpa diminta. Lagi-lagi Maya hanya mengangguk.

“Kau mau menunggu disana?” tanya Koji sembari menunjuk ke arah bangku taman, tempat dimana tadi dia menunggu. Dengan cepat Koji meraih pergelangan tangan Maya lalu menuntunnya ke tempat yang dimaksud. Maya tak bicara apa-apa, tak juga menolak tangan Koji yang menggenggamnya.

“Kita akan menunggu sebentar disini. Kau tidak keberatan Maya?”

“Tidak,” jawab Maya yang akhirnya mengeluarkan suara. Dia melihat betapa antusiasnya Koji. Sebenarnya apa yang terjadi pada sahabatnya itu? Maya sungguh tidak mengenal sosok di depannya kali ini. Koji seperti sudah berubah menjadi pribadi yang lain.

“Hei?” Koji melambaikan tangan di depan wajah Maya saat menyadari gadis itu tengah melamun.

“Ah, iya,” Maya tergagap. Dia pun mengalihkan pandangannya ke arah taman untuk mengurangi ketidak nyamannya. “Koji?” panggilnya kemudian.

“Ya?”

“Sebenarnya ada urusan apa kau bertemu dengan Dokter Hayate?” Maya akhirnya menyuarakan pertanyaan yang sejak tadi menggantung di dalam benaknya.

“Dia dokter yang menangani Tuan Masumi bukan?” Koji justru balik bertanya.

Maya mengangguk. “Dan kau menemuninya untuk?”

Alih-alih menjawab, Koji justru mengulas senyum. “Kau akan tahu nanti.”

Menghela napas perlahan, Maya mencoba untuk bersabar. Keduanya pun terdiam cukup lama sampai suara denting handphone terdengar dan mengalihkan perhatian Maya juga Koji. Itu suara pesan masuk di handphone Koji.

“Dokter Hayate memintaku ke ruangannya.” Lagi-lagi Koji menjelaskan tanpa di tanya. “Ayo,” dan tanpa basa basi dia kembali menarik pergelangan tangan Maya, membuat gadis itu dengan patuh mengikutinya.

Maya menarik tangannya saat mereka tiba di depan ruang praktek dokter. Koji justru tersenyum. Dia kemudian mengetuk pintu dan bergegas masuk setelah mendengar jawaban dari dalam.

“Selamat siang, Dokter Hayate,” Koji memberi salam, begitu juga Maya.

Gadis itu bisa melihat keterkejutan di wajah sang dokter.

“Nona Kitajima?”

“Saya sengaja mengajak Maya ke sini agar bisa mendengar penjelasan dari Anda, Dokter. Selain karena Maya adalah calon istri Tuan Masumi, Maya juga sahabat saya.” Koji menjelaskan panjang lebar.

“Ah, begitu rupanya. Kalau begitu silakan duduk.” Dokter Hayate tampak bersemangat saat mempersilakan keduanya duduk.

“Jadi bagaimana hasilnya?” tanya Koji tidak sabar. “Apakah cocok seperti prediksi Anda sebelumnya?”

Kening Maya berkerut bingung. “Hasil apa?” tanya gadis itu kemudian.

“Anda belum tahu?” Dokter Hayate kembali merasa heran saat Maya menggeleng.

“Ah, saya sengaja merahasiakannya dari Maya. Saya takut dia sedih jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan meski Anda sudah menyatakan kecocokan kami hampir 80%.” Koji tertawa canggung saat menjelaskan.

Dokter Hayate mengangguk tanda mengerti. Alasan Koji cukup masuk akal. Sebaliknya, Maya justru merasa semakin bingung.

“Baiklah, saya akan menjelaskan hasil terakhir tesnya.” Dokter Hayate kemudian mengambil sebuah amplop coklat dari dalam laci mejanya. “Nona Kitajima, Tuan Sakurakoji telah mendaftarkan diri sebagai calon donor hati untuk Tuan Masumi-,”

“Apa?” Maya memekik tanpa sadar.

“Maya, tenanglah. Biarkan Dokter selesai menjelaskan.” Koji menggenggam tangan gadis itu, memintanya untuk tenang.

“Bisa saya lanjutkan?” Dokter Hayati bertanya pada Maya. Lagi-lagi gadis itu hanya bisa mengangguk.

“Seperti yang saya katakan sebelumnya, Tuan Sakurakoji sudah mendaftarkan diri dengan sukarela untuk menjadi donor hati. Dia juga sudah menjalani tahapan tes sesuai prosedur. Pertama, hasil skrining umum meliputi cek golongan darah, cek fungsi hati, ginjal, dan organ penting lainnya, menunjukkan hasil yang baik. Yang kedua adalah hasil Meld Score Tuan Masumi yang ternyata menunjukkan angka yang bagus sebagai penerima donor.

Dan terakhir, Tuan Sakurakoji juga sudah melakukan pemeriksaan CT scan, MRI, juga biopsi untuk memastikan hati dalam kondisi normal dan bisa didonorkan. Semua hasil pemeriksaan menunjukkan angka yang bagus dan tingkat kecocokan yang tinggi. Kami juga sudah melakukan analisis mengenai resiko operasi dan pasca operasi. Kabar baiknya adalah kemungkinan keberhasilan operasi mencapai angka 60%. Tingkat kelangsungan hidup pasca operasi juga diprediksi lebih dari lima tahun. Tentu saja ada banyak hal lain yang akan mempengaruhi hal itu, tapi setidaknya transplantasi ini bisa menjadi upaya untuk kesembuhan Tuan Masumi. Setelahnya kami akan terus memantau perkembangan dan mengusahakan yang terbaik.”

Penjelasan Dokter Hayate berakhir. Koji tersenyum puas atas hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan. Sedangkan Maya justru merasa bingung. Dia seperti di lempar ke laut dan terombang ambing oleh ombak. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Batinnya bertanya.

Di satu sisi Maya merasa senang karena Masumi mendapat pendonor hati tanpa mereka harus pergi ke Kanada. Tapi di sisi lain, kenapa harus Koji? Maya menoleh untuk mendapati ekspresi bahagia dari sahabatnya. Mungkinkah Koji akan menjadi pendonor tanpa meminta imbalan darinya? Maya diam seribu bahasa.

“Nona Kitajima?” Dokter Hayate merasa heran dengan reaksi Maya yang justru diam. Bukankah seharusnya gadis itu senang? Ah, andai sang dokter tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“I-iya, saya mengerti,” jawab Maya terbata. Sebisa mungkin dia mengendalikan emosinya. “Jadi, kapan sebaiknya transplantasi ini dilakukan Dokter?” Maya memberanikan diri bertanya.

“Masalah itu sebaiknya kita bicarakan bersama Tuan Masumi. Karena Tuan Masumi juga harus siap secara fisik juga mental untuk menjalani prosedur transplantasi. Pastinya semua bisa dilakukan setelah pernikahan Anda bukan?” Dokter Hayate tersenyum di akhir kalimat. Senyum itu menular pada Maya tapi tidak pada Koji. Sahabat Maya itu justru menunjukkan ekspresi sebaliknya.

“Tentu,” jawab Maya dengan tetap mempertahankan senyumnya.

“Terima kasih atas semua penjelasannya Dokter. Sebaiknya saya dan Maya segera pulang untuk memberitahukan kabar baik ini pada Tuan Masumi,” ucap Koji dengan tenangnya.

Batin Maya merutuk. Betapa lihai aktor disebelahnya ini. Apa mungkin Maya akan mengatakan semuanya pada Masumi? Sayangnya gadis itu tak bisa meneriakkan isi hatinya di depan Koji. Dia bahkan menurut begitu saja saat Koji kemudian berpamitan dan kembali menarik pergelangan tangannya, membawanya keluar dari ruangan.

Maya berjalan dalam diam. Dunianya serasa dijungkir balikkan. Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Batinnya bertanya.

***

“Ini kontrak dengan HNM Corp. Mereka sudah menyetujui semua kesepakatan yang kita ajukan.” Hijiri meletakkan map berwarna biru di meja Masumi. Rapat kemarin membuahkan hasil yang memuaskan.

Masumi membaca isi dokumen sebentar sebelum membubuhkan tanda tangannya dan kembali memberikan map itu pada Hijiri. “Kau atur semuanya. Aku mau sebelum pernikahan semua selesai dengan baik.”

“Baik, Tuan.” Hijiri mengangguk hormat lalu meninggalkan ruangan Masumi.

Menghela napas panjang, Masumi menutup laptopnya kemudian memijat pangkal hidungnya yang terasa sakit. Dia merasa lelah. Bukan karena pekerjaan, tapi karena hatinya yang bimbang.

Direktur Daito itu beranjak lalu berdiri di depan jendela besar, menatap kota Tokyo yang tampak padat. Pernikahannya tinggal menghitung hari tapi kenapa perasaannya justru seperti ini? Masumi merasa apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan.

“Maya, aku tak bisa membayangkan hidup tanpamu,” lirihnya seraya menatap kedua tangannya. “Tapi aku juga tak sanggup memilikimu dengan beban ini.”

Apa yang harus aku lakukan?

Sejenak Masumi memejamkan mata. Dalam angannya terbayang Maya yang tersenyum dengan balutan gaun pengantin. Sungguh hatinya terasa sakit. Kalau pun pernikahan ini membuat Maya bahagia, tapi pada akhirnya, pernikahan ini hanya akan meninggalkan duka. Sekuat apa pun Masumi menolak perkataan Koji tempo hari, tetap saja kenyantaan di depan mata membuatnya terluka.

“Maya.” Nama itu seolah berdengung di dalam hati dan pikiran Masumi.



***

Jika Masumi sedang bertarung dengan perasaannya, maka lain lagi dengan Maya. Saat ini gadis itu sedang duduk di hadapan sang sahabat, menunggu dengan cemas apa yang akan terjadi.

“Kau pasti terkejut dengan semua ini,” kata Koji membuka percakapan dengan tenang. Keduanya sudah duduk berhadapan di kantin rumah sakit selama bermenit-menit tapi tidak ada yang bicara.

“Bukankah justru aneh jika sebaliknya,” jawab Maya dengan nada dingin.

Koji tersenyum mendengarnya. “Apa kau tidak senang jika aku bisa menjadi pendonor untuk Tuan Masumi?”

Maya menghela napas perlahan. Hatinya terasa sesak. “Apa yang kau inginkan, Koji? Kau ingin menukar hatimu dengan hatiku?” tanya Maya tanpa basa basi. Dia tidak menyangka jika kalimat dialog dramanya terjadi dalam kehidupan nyata.

“Point yang bagus,” jawab Koji masih dengan senyum di wajahnya.

Gadis itu terdiam.

“Batalkan pernikahanmu dan aku akan menyerahkan hatiku.”

***

>>Bersambung<<

>>Heart - Chapter 14<<

>>Heart - Chapter 16<<

A/N: Mari nyesek berjamaah. hehehee

Post a Comment

6 Comments

  1. Nggak bisa langsung buka say kenapa yak😔😫

    ReplyDelete
  2. Nyesek berjamaah -->indeed.... 😂😂😂

    Will wait for the update...

    ReplyDelete
  3. Wah.. wah... koji licik amat yah... kalo udah bukan jodoh mah nyerah aja atuh... ngeri2 sad ending nih...

    ReplyDelete