Heart - Chapter 14

 

Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi

FanFiction by Agnes Kristi

Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"

Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka. 

 =========================================================================

Jealous by Labrinth

 

I'm jealous of the rain

Aku iri pada hujan

That falls upon your skin

Yang jatuh di kulitmu

It's closer than my hands have been

Lebih dekat dari tanganku

I'm jealous of the rain

Aku iri pada hujan

 

I'm jealous of the windu

Aku iri pada angin

That ripples through your clothes

Yang mengoyak bajumu

It's closer than your shadow

Lebih dekat dari bayanganmu

Oh, I'm jealous of the wind, cause

Oh aku iri pada angin, karena

 

[Chorus:]

I wished you the best of

Ku berharap yang terbaik untukmu

All this world could give

Segala hal dunia ini dapat memberimu

And I told you when you left me

Dan ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku

There's nothing to forgive

Tak ada yang perlu dimaafkan

But I always thought you'd come back, tell me all you found was

Tapi ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau temukan adalah

Heartbreak and misery

Kehancuran dan kesedihan

It's hard for me to say, I'm jealous of the way

Sulit kukatakan, aku iri dengan caramu

You're happy without me

Bahagia tanpaku

 

I'm jealous of the nights

Ku iri pada malam

That I don't spend with you

Yang tak kuhabiskan denganmu

I'm wondering who you lay next to

Ku ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu

Oh, I'm jealous of the nights

Oh, aku iri pada malam

I'm jealous of the love

Aku iri pada cinta

***

=========================================================================



Malam yang tenang, Masumi berdiri di ambang pintu balkon, menatap taman belakang yang disinari oleh lampu. Sudah dua hari dia menghabiskan waktu di rumah setelah keluar dari rumah sakit. Tentu saja itu adalah aturan dari Maya. Kekasih mungilnya itu melarang Masumi untuk bekerja sebelum kondisinya benar-benar sehat. Menggelikan, entah definisi sehat seperti apa yang ada dalam bayangan Maya saat ini. Dalam hati Masumi menertawakan dirinya sendiri.

“Apa yang aku lakukan sebenarnya?” gumamnya lirih pada dirinya sendiri.

Di dalam kepalanya masih terngiang teriakan Koji. Pemuda itu membuat segalanya tampak begitu konyol. Pernikahan dan segala hal tentang cinta yang diagungkannya, Masumi menyeringai, apa arti semua itu? Batinnya bertanya.

Bukankah benar jika hubungan ini hanya akan memberi luka yang dalam pada Maya? Bisakah dia mati dalam damai dan meninggalkan Maya sendiri? Masumi lagi-lagi membenarkan perkataan Koji. Dirinya memang egois. Dia hanya akan membuat Maya menderita.

“Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?” lirihnya seraya memandang langit malam tanpa bintang. Ah, bukankah langit itu seperti hatinya saat ini? Dingin dan kelam. “Akankah Kau mengampuniku, jika aku ingin bersikap egois untuk memilikinya?”

Tiba-tiba Masumi terkekeh saat sebuah ide melintas di dalam kepalanya. “Atau, jika aku mati sekarang, apa itu akan menyelesaikan semuanya?” lirihnya dengan suara parau. Sekali lagi dia menatap ke langit, berharap Tuhan segera menjawab pertanyaannya.

***

Maya berputar anggun di depan cermin besar. Gaun pengantin berwarna putih gading yang di kenakannya tampak begitu cocok dengan tubuh mungilnya. Senyum gadis itu mengembang. Mizuki dan Koto, sang designer, yang berdiri tak jauh darinya ikut tersenyum. Perhatian Maya teralihkan pada sosok calon suaminya yang duduk di sofa panjang.

"Masumi?" panggil Maya saat menyadari pria itu tengah melamun.

Sesaat Masumi tampak terkejut tapi dengan cepat ekspresinya kembali tenang. Mengamati Maya dalam balutan gaun pengantin, Masumi tersenyum simpul. "Kau sangat cantik. Gaun itu cocok denganmu," komentarnya.

"Tapi kau melamun sejak tadi. Apa ada masalah?" tanya Maya yang mengabaikan pujian calon suaminya. Dia lebih khawatir dengan kondisi Masumi.

"Tidak, tidak ada masalah. Semua baik-baik saja," jawab Masumi meyakinkan. Dia berdiri lalu berjalan menghampiri calon istrinya. Mengabaikan keberadaan Mizuki dan Koto, Masumi meraih pinggul Maya dan memberikan sebuah kecupan di kening. "Aku tidak sabar melihatmu memakainya di hari pernikahan kita," ucapnya.

Wajah Maya langsung merona. "Hm," gumamnya lirih. Dari sudut mata Maya bisa melihat Mizuki yang menyeringai tipis dan designer yang ikut merona melihat sikap Masumi.

"Jadi, Anda berdua sudah cocok dengan gaun juga tuxedo pengantinnya?" sela Mizuki yang langsung membuat Masumi menoleh padanya.

Direktur Daito itu mengangguk. "Bagaimana denganmu, Maya?"

"Aku suka gaun ini. Mungkin hanya sedikit perbaikan di beberapa tempat. Selebihnya tak masalah," jawabnya.

Koto tentunya senang mendengar hal itu. Pernikahan Masumi dan Maya hanya tinggal seminggu lagi, akan sangat merepotkan kalau keduanya melakukan banyak perubahan. Dia sudah cukup dipusingkan dengan permintaan Maya yang tiba-tiba mempercepat penikahannya. "Tunjukkan pada saya bagian yang ingin Anda perbaiki, Nona Kitajima," ucapnya kemudian.

Masumi melepaskan lengannya dari pinggul Maya dan memberikan ruang untuk Koto menandai beberapa bagian yang ingin di rubah. Dia kembali duduk di sofa diikuti oleh Mizuki. Menghela napas perlahan, Masumi merasakan hatinya tidak tenang saat memandang Maya.

"Apa Anda akan kembali ke kantor setelah ini?" Pertanyaan Mizuki membuat fokus Masumi teralihkan.

"Ya, bukankah ada rapat sore ini?" tanya Masumi memastikan jadwalnya.

Mizuki mengangguk sopan. "Tapi Tuan Hijiri bisa menggantikan jika Anda memang tidak bisa hadir," terangnya. Mizuki tahu kalau kondisi Masumi belum pulih sepenuhnya pasca keluar dari rumah sakit tiga hari yang lalu.

"Tidak perlu. Aku masih sanggup," jawab Masumi datar. Dia tahu Mizuki mengkhawatirkannya tapi Masumi tidak mau seenaknya melepas tanggung jawab jika bukan dalam kondisi terdesak.

Maya yang berjalan menghampiri Masumi membuat Mizuki diam.

"Aku akan berganti pakaian," kata Maya saat Masumi kembali menatapnya dan mengulas senyum.

"Baiklah, aku menunggu disini," jawab Masumi. Dilihatnya Maya berjalan ke ruang ganti bersama Koto, kembali meninggalkannya berdua dengan Mizuki. Keduanya hanya menunggu dalam diam.

"Mizuki?" panggil Masumi lirih. Matanya masih menatap pintu ruang ganti yang tertutup.

Mizuki yang berdiri di sebelah Masumi tampak heran dengan sikap sang atasan. "Ya, Tuan?"

"Apakah aku egois jika ingin memilikinya?" tanya Masumi dengan nada datar.

Sekretaris cantik itu mengernyit bingung dengan ucapan Masumi. "Maksud Anda-,"

"Lupakan," sela Masumi cepat seraya berdiri hingga membuat Mizuki terkejut dan mundur satu langkah. Masumi langsung menghampiri Maya yang baru saja keluar dari ruang ganti.

"Aku akan mengantarmu ke studio lalu kembali ke kantor." Masumi membantu Maya memakai mantel panjangnya.

"Oke," jawab Maya seraya mengikat tali mantelnya.

Mizuki terpaku mengamati Masumi yang kini tampak biasa saja mengobrol dengan Maya dan Koto. Apa maksud pertanyaan tadi? pikir Mizuki. Firasatnya tidak enak saat melihat ekspresi Masumi.

"Nona Mizuki?" panggil Maya.

"Ah, iya." Mizuki terkejut saat melihat Maya dan Masumi sudah berdiri di depannya. Ternyata dia sempat melamun.

"Aku akan mengantar Maya. Iwaguchi yang akan mengantarmu ke kantor," kata Masumi.

"Aku pinjam Tuan Direktur sebentar ya," canda Maya hingga membuat Masumi terkekeh. Mizuki hanya tersenyum lalu mengangguk hormat pada keduanya.

"Selamat jalan, hati-hati," ucap Mizuki yang di balas lambaian tangan Maya. Masumi menatapnya sekilas lalu berbalik pergi bersama calon istrinya.

"Mereka pasangan yang serasi ya, aku jadi iri," ucap Koto yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Mizuki.

Sekretaris cantik itu terkekeh pelan. "Ya, mereka memang pasangan serasi," ucapnya mantap. Dalam hati Mizuki berdoa tidak ada lagi halangan untuk keduanya bahagia. Semoga.

***

“Masumi?” Maya mengamati kekasihnya yang sejak tadi tampak sibuk membaca pesan di handphone.

“Ya, sayang?” Merasa sudah mengabaikan Maya, Masumi segera menutup handphone-nya. “Maaf,” ucapnya.

Maya menggeleng lalu tersenyum. “Tidak, tidak, aku tidak masalah jika kau memang sedang sibuk.”

“Hanya memeriksa beberapa laporan dari Hijiri.” Masumi merengkuh bahu Maya dan membuat gadis itu bersandar di dadanya. Dia mencium aroma segar dari rambut Maya. “Apa malam ini kau syuting sampai malam?” tanyanya kemudian.

“Semoga tidak, hanya beberapa scene untuk iklan. Setelah ini semua pekerjaanku resmi selesai,” jelas Maya.

“Kau tampak senang.” Masumi memberi kecupan ringan di puncak kepala Maya.

“Tentu saja, setelah ini aku bisa fokus pada pernikahan kita.” Maya menoleh dan menatap Masumi dengan mata bulatnya, “Seminggu lagi kita akan menikah.”

Melihat ekspresi Maya justru membuat Masumi terkekeh. “Kau terlihat bersemangat.”

“Tentu saja, apa kau tidak bersemangat dengan pernikahan kita?” tanya Maya yang kemudian menegakkan tubuhnya.

“Apa aku terlihat begitu?” goda Masumi.

Sesaat Maya terdiam, dia lalu memeluk lengan Masumi tanpa menjawab pertanyaannya.

“Maya?” Masumi justru heran dengan tingkah kekasihnya. “Apa ada yang mengganggu pikiranmu?” tanyanya seraya menyingkirkan rambut dari pipi Maya.

“Harusnya aku yang bertanya seperti itu,” lirih Maya.

“Apa maksudmu?” perlahan Masumi mengangkat dagu Maya hingga gadis itu menatapnya.

“Kau sedang memikirkan sesuatu, benar bukan?” tanya Maya dengan mata lekat menatap kekasihnya.

“Aku memikirkan pernikahan kita,” jawab Masumi setenang mungkin.

“Jangan berbohong, Masumi.”

“Kenapa aku harus berbohong?”

Melepaskan lengan Masumi, Maya memilih bersandar pada jok mobil lalu menatap keluar jendela. Hatinya dengan yakin mengatakan kalau Masumi menyembunyikan sesuatu.

“Maya?”

Gadis itu menoleh lalu menghela napas panjang. “Kau yakin tidak mau menceritakannya padaku?”

“Cerita apa?” Masumi justru balik bertanya. Dia tahu Maya merasakan kegalauan hatinya tapi Masumi tidak mau membahas hal itu.

“Apapun itu yang nengganggu pikiranmu saat ini,” jawab Maya.

Direktur tampan itu justru tersenyum dan kembali menarik Maya ke dalam pelukannya. Tak hanya itu, dia meraih dagu kekasihnya dan membuat mereka saling bertatapan. Tidak peduli dengan Watanabe yang mungkin mencuri pandang ke arah mereka, Masumi mencium bibir Maya dengan lembut. Meski terkejut tapi Maya tidak menolak. Gadis itu memejamkan mata dan menikmati cara Masumi memujanya. Bibir mereka bertaut penuh kelembutan. Maya merasa kehilangan saat Masumi melepas ciumannya.

“Cium aku lagi,” bisik gadis itu di depan bibir kekasihnya.

Masumi menarik sudut bibirnya dengan geli tapi tidak juga menolak permintaan Maya. Kali ini dia menarik Maya ke atas pangkuannya dan kembali menciumnya. Maya dan Masumi sama sekali tak melihat saat Watanabe kemudian mengendurkan dasinya dengan kening penuh keringat.

***

Maya menyeka keringat saat scene terakhir selesai. Syuting iklan ini adalah proyek terakhirnya. Seperti harapannya, setelah ini Maya bisa fokus pada rencana pernikahannya.

“Proyek kita selesai dengan baik, terima kasih semua atas kerja samanya,” ucap sang sutradara.

Maya pun membungkuk hormat bersama para pemeran dan kru. Mereka sama-sama mengucapkan terima kasih.

Maki mengulurkan handuk dan botol air mineral saat Maya duduk di kursi untuk beristirahat. Gadis itu tampak kelelahan setelah beberapa kali mengulang scene terakhir.

“Anda baik-baik saja?” tanya Yukari.

“Ah, iya, aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah,” jawab Maya sembari tersenyum. “Setelah ini aku boleh pulang kan?”

“Tentu Nona, semua pekerjaan telah selesai dengan baik. Anda bisa beristirahat dengan tenang.” Yukari juga ikut tersenyum. Dia lega semua perkerjaan selesai sesuai target. Sang manajer itu kini tinggal fokus pada tugasnya membantu Hijiri juga Mizuki untuk persiapan pernikahan.

“Kalau begitu tolong minta Iwaguchi bersiap sementara aku mandi dan berganti pakaian. Aku akan pergi ke Daito.” Maya pun beranjak diikuti oleh Maki sementara Yukari menghubungi Iwaguchi.

Satu jam kemudian, Maya sudah dalam perjalanan menuju Daito.

***

Semua mata langsung tertuju pada Maya saat gadis itu memasuki Gedung Daito. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya langsung memberi hormat. Maya justru merasa geli dengan situasi saat ini. Bukankah sebulan yang lalu dia datang ke Gedung Daito untuk memutuskan kontrak? Tapi sekarang dia kembali ke sana justru dengan status sebagai calon istri Masumi. Sungguh takdir Tuhan tidak dapat ditebak.

Sengaja tidak memberitahu Masumi mengenai kedatangannya, Maya ingin memberi kejutan. Dia datang sendiri setelah mengantar Yukari juga Maki ke apartemen mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 saat Maya tiba di depan kantor Masumi. Mizuki yang tengah berbicara di telepon juga terkejut melihat kedatangan sang nona. Maya hanya tersenyum melihatnya.

“Anda datang Nona,” sambut Mizuki setelah mengakhiri teleponnya. Sekretaris itu menghampiri Maya lalu memberi salam.

“Pekerjaanku selesai lebih awal dan aku ingin memberi kejutan pada Masumi,” kata Maya menjelaskan kedatangannya.

“Anda bisa menunggu di dalam. Tuan sedang rapat.” Mizuki membuka kantor Masumi dan mempersilakan Maya untuk menunggu di dalam.

“Terima kasih, Nona Mizuki.” Maya pun duduk di sofa dan meletakkan tasnya di meja.

“Anda ingin teh atau kopi?” Mizuki menawarkan.

“Teh saja,” jawab Maya. Dia pun duduk dengan santai saat Mizuki kemudian meninggalkan ruangan. “Ah, rasanya lelah sekali,” gumam gadis itu sembari menggeliat panjang lalu menyandarkan kepala pada lengan sofa.

Sementara itu di luar ruangan, Masumi, Hijiri dan dua orang koleganya tengah berjalan beriringan keluar dari ruang rapat. Mereka baru saja selesai rapat dengan beberapa kepala divisi dan berniat untuk mengobrol lebih banyak di ruangan Masumi.

“Dimana Mizuki?” tanya Masumi lirih saat tidak melihat sang sekretaris berada di tempatnya.

“Mungkin sedang mengurus beberapa hal, Nona Mizuki tidak ijin keluar,” jawab Hijiri setengah berbisik. Masumi hanya mengangguk menanggapinya.

“Tuan Hayami, sepertinya saya memang tertarik dengan presentasi Kepala Divisi Pemasaran tadi. Idenya cemerlang dan saya yakin produk kami akan berhasil jika bekerja sama dengan Daito.” Salah seorang kolega Masumi kembali membicarakan mengenai presentasi dalam rapat. Membuat mereka berhenti sejenak tepat di depan pintu ruangan.

“Tak hanya itu, ide Wakil Direktur Hijiri mengenai perubahan target pasar juga sepertinya akan berhasil. Kami berdua jadi tidak sabar untuk membahas semuanya lebih detail,” kata salah seorang kolega lain dengan antusias.

Masumi dan Hijiri tersenyum penuh arti. Keduanya sudah memprediksi hasil rapat sebelumnya.

“Kalau begitu sebaiknya kita bahas mengenai kesepakatan lebih lanjut di dalam.” Masumi mempersilakan kedua koleganya masuk saat Hijiri membuka pintu.

Namun tiba-tiba semuanya terpaku. Masumi yang paling terkejut saat melihat Maya tertidur di ruang tamunya. Gadis itu tampak nyaman bergelung di sudut sofa. Dengan cepat Masumi melepas jasnya lalu menghampiri sang kekasih, menyelimutinya dengan hati-hati. Saat berbalik, Masumi bisa melihat kedua koleganya menahan tawa.

“Mohon maaf atas ketidak nyamanannya,” ucap Masumi sembari membungkuk meminta maaf. Hijiri pun melakukan hal yang sama.

“Tidak apa-apa Tuan Hayami, kami cukup mengerti, bukan begitu?” ucap kolega itu sembari tersenyum simpul pada rekannya. Mereka tahu kalau minggu depan Masumi akan menikah.

“Ya, ya, ya, kami mengerti.” Keduanya terkekeh pelan karena takut membangunkan Maya.

“Sebaiknya kita pindah ke ruangan lain. Direktur, saya akan kembali ke ruang rapat.” Hijiri segera mengendalikan situasi. Tidak mau koleganya semakin menertawakan kekonyolan ini.

Masumi mengangguk dan mempersilakan koleganya kembali ke ruang rapat bersama Hijiri.

“Anda tidak perlu terburu-buru, Tuan Hayami,” salah satu kolega itu kembali menggodanya sebelum keluar dari ruangan. Hijiri menutup pintu tapi Masumi masih bisa mendengar tawa mereka.

“Konyol sekali,” gumam Masumi sembari terkekeh geli dengan apa yang baru saja terjadi. Dia menatap Maya yang masih terlelap lalu duduk di sebelahnya. Perhatian Masumi teralihkan saat pintu ruangannya kembali terbuka. Mizuki datang dengan membawa secangkir teh.

“Nona tertidur?” tanya Mizuki yang juga terkejut melihat Maya sudah bergelung di sofa berselimutkan jas.

“Kau darimana?” Masumi justru balik bertanya.

“Nona meminta teh jadi saya-,” Mizuki berhenti bicara saat sebuah pemikiran melintas di dalam kepalanya. “Tadi saya bertemu dengan Tuan Hijiri di koridor bersama dengan Direktur HNM. Jangan-jangan mereka-,” sang sekretaris itu tampak syok saat membayangkan kejadian konyol yang baru saja dialami Masumi. “Maaf, saya seharusnya-,”

“Sudah tidak apa-apa, bukan salahmu,” potong Masumi cepat. Sang Direktur itu justru kembali tersenyum saat melihat Maya. “Kapan Maya datang?” tanyanya pada Mizuki yang tengah meletakkan cangkir teh di meja.

“Belum lama Tuan, mungkir sekitar sepuluh menit.” Mizuki jadi ikut memperhatikan Maya yang tertidur.

“Dia pasti lelah, hari ini adalah syuting terakhirnya,” gumam Masumi sembari menaikkan jasnya agar menutupi bahu Maya. “Sebaiknya aku kembali ke ruang rapat. Tolong jangan ijinkan siapapun masuk ke ruanganku.”

Mizuki mengangguk. “Baik, Tuan.” Dan sang sekretaris itu hanya bisa menghela napas panjang saat kemudian Masumi keluar dari ruangan. Dia tidak bisa membayangkan betapa malunya Masumi tadi.

***

Suara keybord yang berbunyi teratur menarik Maya dari alam bawah sadar. Gadis itu mengerjapkan mata dan sedikit bingung saat melihat sekeliling ruangan. Dia juga mengamati jas Masumi. Maya pun ingat kalau dirinya tengah berada di kantor Masumi. Dia menoleh ke arah meja dimana Masumi tampak begitu serius bekerja di depan laptop.

“Masumi?”

Panggilan Maya membuat fokus Masumi teralihkan. Senyumnya mengembang begitu melihat kekasih hatinya. “Kau sudah bangun.” Meninggalkan pekerjaannya, Masumi berjalan menghampiri Maya.

“Maaf aku tertidur,” ucap Maya saat Masumi duduk di sebelahnya.

“Tidak apa-apa, kau terlihat lelah.” Tangan Masumi terulur untuk mengusap rambut panjang kekasihnya.

“Sedikit, ada beberapa scene sulit hingga harus diulang beberapa kali. Tapi akhirnya semua selesai dengan baik.” Maya menceritakan pekerjaannya tadi. Dia pun melihat ke arah jam dinding dan langsung mengerutkan kening. “Aku tidur lama sekali,” katanya terkejut. Ya, saat ini sudah pukul 19.00 yang artinya Maya tidur hampir tiga jam.

Masumi yang terkekeh geli membuat Maya mengerucutkan bibirnya. “Kenapa kau tidak membangunkanku.”

“Kenapa aku harus membangunkanmu, hm? Kau terlihat nyenyak sekali,” jawab Masumi.

“Memalukan,” kata Maya yang menutup wajahnya dengan telapak tangan.

“Apa yang membuatmu malu? Kau bahkan terlihat cantik saat tidur.” Masumi mencoba untuk menghibur. Tentu saja dia tidak akan bercerita tentang insiden sore tadi.

“Jangan coba merayuku,” kata Maya lagi.

“Aku tidak merayumu.” Masumi lalu mengambil handphone dari sakunya. “Lihat, kau cantik bukan?”

Maya membulatkan mata terkejut saat melihat foto dirinya yang meringkuk nyaman di sudut sofa sudah menjadi wallpaper di handphone Masumi. “Masumi, itu memalukan,” rengek Maya yang kini berusaha merebut handphone dari tangan Masumi. Dia ingin menghapusnya.

Sayangnya Masumi justru menjauhkan benda itu dari jangkauan sang kekasih. “Kau tidak boleh menghapusnya,” kata Masumi seraya terkekeh senang melihat Maya melompat-lompat di depannya, berusaha meraih gadget dalam genggamannya.

Keduanya terus berebut sampai Maya tersandung kakinya sendiri. Masumi langsung menangkap tubuh Maya dan menariknya agar tidak jatuh, sayangnya hal itu justru membuat keduanya terhempas ke sofa. Sesaat keduanya terdiam karena terkejut. Maya yang saat ini menindih Masumi tampak mengerjapkan mata dengan lucu. Keduanya pun tertawa bersamaan.

“Kau baik-baik saja?” tanya Masumi setelah selesai dengan tawanya. Dia menyelipkan rambut Maya yang berantakan ke belakang telinga.

“Aku tidak apa-apa.” Maya kembali duduk dengan benar lalu menarik tangan Masumi agar ikut duduk dengan benar. “Apa aku menyakitimu?” tanyanya seraya memeriksa lengan dan tubuh Masumi.

“Tidak,” jawab Masumi tenang. “Jangan berlebihan, aku belum sekarat, Maya.”

“Hei, jangan bicara seperti itu. Aku khawatir karena aku sayang padamu, oke?” kata Maya yang berusaha mengembalikan mood Masumi. Seketika suasana menjadi canggung.

Direktur Daito itu kemudian tersenyum. Dia mendekatkan wajahnya pada Maya lalu mencuri sebuah kecupan di sudut bibir. Belum sempat Maya berkomentar, Masumi sudah beranjak lalu berjalan ke arah meja kerjanya. Maya hanya menatapnya dalam diam.

“Kita pulang,” kata Masumi sembari mematikan laptopnya.

***

Suara tawa memenuhi kamar Maya saat Masumi membuka pintu. Calon istrinya itu tengah berbaring dengan santai dan berbicara -entah dengan siapa- di telepon. Masumi tersenyum saat Maya melambaikan tangan lalu menepuk tempat kosong di sebelahnya. Gadis itu dengan polos mengundangnya berbaring di sebelahnya. Tepat saat Masumi sudah berbaring di sisinya, Maya mematikan telepon.

“Aku baru saja menghubungi Rei dan teman-teman yang lain. Mereka justru menggodaku,” Maya menjelaskan tanpa menunggu Masumi bertanya.

“Kau mengundang mereka bukan?” tanya Masumi kemudian.

“Tentu saja, mereka adalah sahabat-sahabatku.” Maya merentangkan lengan Masumi lalu menggunakannya sebagai bantal.

“Kau manja sekali Nona Kitajima,” celetuk Masumi saat melihat tingkah kekasihnya yang semakin berani.

“Kau keberatan Tuan Hayami?” tanya Maya dengan alis melengkung tinggi.

Melihat ekspresi Maya justru membuat Masumi tertawa. Memiringkan tubuhnya, kini pria tampan itu justru memeluk kekasihnya. “Aku menyukainya,” bisik Masumi di telinga Maya. Dia bisa merasakan gadis itu tersenyum dalam dekapannya.

“Aku tidak sabar menunggu hari pernikahan kita,” lirih Maya dengan wajah bersandar di dada bidang Masumi, jemari kecilnya membuat bulatan-bulatan di bahu sang kekasih. Maya sepertinya tidak tahu efek dari perbuatannya itu pada Masumi.

“Tinggal satu minggu lagi, sayang,” ucap Masumi yang berusaha mengendalikan dirinya. Sayangnya hembusan napas Maya di lehernya membuat pria itu menghela napas berat. Dia pun melepaskan pelukannya.

“Ada apa?” Maya menatapnya penuh tanya.

Masumi menangkap pergelangan tangan Maya lalu mengecup jemari mungil itu. “Jangan menggodaku,” bisik Masumi disertai dengan kerlingan mata.

“Menggodamu?” Maya mengerjapkan mata tidak mengerti. Dia sedikit bergeser agar bisa melihat wajah kekasihnya lebih jelas, sayangnya gerakan kakinya justru mengenai sesuatu milik Masumi di bawah sana. Maya terpaku.

“Mengerti maksudku?” Masumi menyeringai penuh arti.

Maya menjerit lalu menarik bantal dan menyembunyikan wajah merahnya disana, membuat Masumi tergelak dibuatnya. Alih-alih merasa malu, Masumi justru menyingkirkan bantal dan menarik sang kekasih ke dalam pelukannya.

“Aku tidak bermaksud seperti itu,” cicit Maya.

“Aku tahu, aku tahu,” jawab Masumi di tengah gelak tawanya.

Dan Maya akhirnya mengerti efek dari kemanjaannya pada Masumi.

***

Pagi datang dengan cepat. Maya turun dari tempat tidur dengan hati-hati karena tidak mau membangunkan Masumi. Dia pun berjalan ke kamar mandi. Gadis itu terpaku saat melihat wajahnya di cermin. Rona merah menjalari pipinya saat teringat kejadian malam tadi. Ah, rasanya malu sekali.

Maya memutuskan untuk segera mandi dan menyiapkan sarapan Masumi. Hari ini ada pekerja yang akan datang untuk menata kebun belakang mansion Hayami menjadi tempat pesta kebun untuk resepsi mereka.

Tidak butuh waktu lama bagi Maya untuk bersiap. Gadis itu keluar dari kamar mandi dengan tampilan yang lebih segar. Dia mengenakan dress lengan pendek berwarna peach dengan motif bunga di bagian tepinya. Maya tersenyum saat melihat Masumi masih terlelap. Tidak berniat membangunkan sang kekasih, Maya justru menaikkan selimut Masumi, memberikan kecupan ringan di kening lalu meninggalkannya ke dapur.

Yang tidak Maya tahu adalah Masumi yang tersenyum begitu pintu kamar tertutup. Tuan Muda Hayami itu sudah bangun sejak tadi, hanya tidak mau merusak suasana. Dia masih ingat betapa merah wajah Maya semalam. Beruntung dia tidak diusir dari kamar. Masumi pun beranjak dari tempat tidur untuk kembali ke kamarnya. Dia juga harus segera bersiap. Ah, malamnya terasa menyenangkan, batin Masumi bahagia.

Tak lama kemudian, Maya kembali ke kamarnya. “Masumi sudah bangun,” gumam gadis itu saat mendapati tempat tidurnya kosong. Dia pun berbalik dan mengetuk kamar Masumi. Karena tak ada jawaban, Maya pun membuka pintu. Tepat saat gadis itu masuk, Masumi keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk.

“Ah, maaf, maaf.” Maya langsung keluar dan menutup pintu dengan keras. Gadis itu mengusap dadanya yang berdebar kencang. “Se-segeralah turun, sarapan sudah siap,” seru Maya kemudian.

Masumi kembali terkekeh dengan tingkah kekasihnya. “Aku segera turun,” teriaknya untuk menjawab Maya.

Setelah mendengar jawaban Masumi, Maya kembali ke lantai satu. Di sana dia bertemu Eisuke dan segera memberi salam. Maya mendorong kursi roda sang ayah mertua menuju meja makan. Hingga tak lama kemudian, Masumi ikut bergabung bersama mereka.

“Hari ini akan ada pekerja yang menata taman,” kata Eisuke pada kedua calon pengantin.

“Iya, Paman. Nona Mizuki sudah memberitahuku,” jawab Maya.

“Kau jangan pulang larut, Masumi,” pesan Eisuke pada putranya. Dia tidak mau Masumi sakit menjelang hari bahagianya.

“Tidak, Ayah,” jawab Masumi singkat.

“Paman tidak perlu khawatir, Masumi sudah sehat. Bukan begitu?” Maya memiringkan kepala dan tersenyum pada kekasihnya. Dia tahu kalau Masumi tidak suka orang lain khawatir berlebihan padanya.

“Aku punya perawat pribadi yang luar biasa,” jawab Masumi sembari tersenyum

Hal itu membuat Eisuke terkekeh senang. “Ya, ya, aku senang mendengarnya.” Dia tampak senang melihat interaksi Maya dan Masumi.

“Oh ya, Paman-,”

“Sebaiknya mulai sekarang kau biasakan diri memanggilku ayah, Maya,” Eisuke mengoreksi panggilannya.

Maya pun tersenyum malu. “Baik, ayah.”

“Aku lebih suka mendengar panggilan itu,” Eisuke tertawa.

Suasana sarapan pagi itu pun terasa lebih hangat.

***

Para pekerja taman datang tepat saat Masumi akan berangkat ke kantor. Masumi masih sempat mengamati para pekerja yang menurunkan beberapa tiang lampu sebelum Maya mengantarnya sampai pintu depan.

“Jadi seperti ini rasanya diantar oleh istri,” goda Masumi saat keduanya berdiri di ambang pintu.

“Jangan menggodaku lagi Masumi,” keluh Maya sembari mencubit lengan Masumi. “Anggap saja aku sedang latihan menjadi istri yang baik.” Gadis itu terkekeh sendiri dengan perkataannya.

“Ah, benar juga. Kalau begitu nanti malam kau juga bisa latihan lagi agar tidak terkejut seperti-,”

“Aish, Tuan Direktur, ini masih terlalu pagi untuk membicarakan hal memalukan itu lagi.” Maya kini mendorong Masumi untuk memasuki mobilnya. Watanabe membuka pintu sembari menunduk untuk menyembunyikan senyum gelinya. “Selamat bekerja dan hati-hati di jalan,” ucap Maya saat Masumi sudah duduk dengan tenang di dalam mobil.

Senyum Masumi mengembang, dia menarik tangan Maya agar kekasihnya itu sedikit menunduk lalu mencuri sebuah ciuman di pipi. Wajah Maya memerah karenanya. Sepasang calon pengantin itu benar-benar tidak menganggap keberadaan Watanabe. Sepertinya supir malang itu harus segera beradaptasi dengan keromantisan tuan dan nyonyanya.

Mobil akhirnya meninggalkan pelataran mansion Hayami. Masumi berjanji untuk pulang lebih awal dan itu membuat Maya senang. Gadis itu kembali masuk ke dalam mansion. Sebuah panggilan menghentikan langkahnya di ruang tamu, Maya pun mengambil handphone dari sakunya.

“Koji?” gumam Maya dengan nada putus asa. Apalagi yang diinginkan sahabatnya itu?

Maya menolak panggilan Koji. Dia tidak mau merusak harinya dengan rengekan Koji yang tidak masuk akal. Baru berapa langkah Maya berjalan, handphone-nya kembali berdenting, sebuah pesan masuk. Nama Koji kembali tertera di layar depan. Penasaran dengan apa yang diinginkan sahabatnya, Maya pun membuka pesannya.

Siang ini pukul 10.00 aku akan bertemu dengan Dokter Hayate di rumah sakit. Kau yakin tidak mau datang?

Tanda tanya besar muncul dipikiran Maya. “Ada perlu apa Koji menemui Dokter Hayate?” gumam Maya gelisah. Haruskah dia datang?

***

>>Bersambung<<

>>Heart - Chapter 13<<

>>Heart - Chapter 15<<

Post a Comment

5 Comments

  1. Kezzeeellll banget ma koji ya ampuunnnn
    Ehh tp jd kasian ma Watanabe wkwkkwkw
    Itu Maya nyenggol apaan??
    Stiker yg digigit bkn? 😂😂😂😂😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkwkkwkw....ya itu hasil dari stiker digigit euy

      Delete
  2. Duh seminggu lagi pan mau nikah, jangan ada drama lagi pleaaseeee.

    Kojiiii, belum pernah ditenggelamkan yaak ish kesewel

    ReplyDelete
  3. Hati suka ikut berbunga ... kalau baca Masumi Maya lagi beromansa manis gini...

    ReplyDelete