Disclaimer : Garasu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Hati
tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk
Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua
hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.
========================================================================
Jealous by Labrinth
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
Yang
jatuh di kulitmu
It's closer than my hands have been
Lebih
dekat dari tanganku
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
I'm jealous of the windu
Aku
iri pada angin
That ripples through your clothes
Yang
mengoyak bajumu
It's closer than your shadow
Lebih
dekat dari bayanganmu
Oh, I'm jealous of the wind, cause
Oh
aku iri pada angin, karena
[Chorus:]
I wished you the best of
Ku
berharap yang terbaik untukmu
All this world could give
Segala
hal dunia ini dapat memberimu
And I told you when you left me
Dan
ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku
There's nothing to forgive
Tak
ada yang perlu dimaafkan
But I always thought you'd come
back, tell me all you found was
Tapi
ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau
temukan adalah
Heartbreak and misery
Kehancuran
dan kesedihan
It's hard for me to say, I'm
jealous of the way
Sulit
kukatakan, aku iri dengan caramu
You're happy without me
Bahagia
tanpaku
I'm jealous of the nights
Ku
iri pada malam
That I don't spend with you
Yang
tak kuhabiskan denganmu
I'm wondering who you lay next to
Ku
ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu
Oh, I'm jealous of the nights
Oh,
aku iri pada malam
I'm jealous of the love
Aku
iri pada cinta
***
Maya menyeka air matanya
lalu menghela napas panjang. Dalam diam dia menatap Iwaguchi yang tiba-tiba
berhenti di bahu jalan.
“Anda baik-baik saja,
Nona?” tanya Iwaguchi yang ternyata mengkhawatirkan kondisi nonanya.
“Aku tidak apa-apa.
Tolong rahasiakan semua yang kau lihat malam ini, termasuk pada Yukari dan
Maki,” kata Maya dengan suara parau.
“Tentu, Nona,” jawab
Iwaguchi penuh janji. “Tapi bagaimana dengan Tuan Masumi? Anda, maaf, terlihat
kacau. Apa sebaiknya Anda kembali ke apartemen saja?”
Maya kembali menyeka air
matanya yang menetes. Dia tidak menjawab karena tidak tahu harus bagaimana.
Gadis itu berjenggit karena terkejut saat handphone-nya
tiba-tiba berdering. Nama Hijiri muncul di layar.
“Halo?” sapanya pelan.
“Anda baik-baik saja,
Nona?” Suara Hijiri terdengar begitu khawatir.
“Kak Hijiri melihatnya?”
tanya Maya kemudian.
“Maafkan saya,” jawab
Hijiri penuh sesal.
“Tidak, tidak, aku tidak
menyalahkan Kak Hijiri,” jawab Maya cepat. “Semua terjadi tiba-tiba, Koji … dia-,”
Maya terdiam saat kejadian itu kembali terbayang dalam benaknya. “Bisakah Kak
Hijiri rahasiakan hal ini? Aku tidak mau Masumi tahu,” pintanya kemudian.
“Tentu Nona, saya tidak
akan melaporkan hal ini pada Tuan. Tapi, apakah Anda siap bertemu Tuan malam
ini?” Hijiri merasa cemas karena melihat betapa marahnya Maya saat membanting
pintu mobil.
“Semoga Masumi sudah
tidur,” lirih Maya penuh harap.
“Tidak, Tuan belum tidur.
Tuan Masumi baru saja menelepon saya dan menanyakan kenapa Anda belum juga
kembali,” terang Hijiri.
Maya terdiam lalu menatap
ke luar jendela, dimana mobil masih ramai berlalu lalang. Kembali ke apartemen
juga bukan solusi karena Masumi pasti akan curiga. Dia pun melihat jam tangan yang
saat ini menunjukkan pukul sembilan malam.
“Nona?” Diamnya Maya
membuat Hijiri semakin khawatir.
“Tidak apa-apa, aku akan
berakting semua baik-baik saja. Terima kasih sudah menjagaku.” Tanpa menunggu
jawaban lawan bicaranya, Maya langsung mematikan telepon. Dia pun meminta
Iwaguchi untuk kembali ke mansion Hayami.
***
Dengan langkah tenang
Maya menyusuri koridor lantai dua menuju kamarnya. Sedikit lega saat mendapati
pintu kamar Masumi sudah tertutup. Dia pun mempercepat langkah agar bisa segera
mandi dan beristirahat.
“Kau baru pulang?”
Maya hampir saja menjerit
saat mendengar suara Masumi di belakangnya. Gadis itu baru saja membuka pintu.
“Maaf, maaf, apa aku
mengejutkanmu?” Masumi terkekeh lalu memeluk Maya dari belakang, memuaskan diri
untuk mencium rambut panjang kekasihnya.
“Kau dari mana? Kenapa
belum tidur?” Maya justru balas bertanya. Dia merasa sedikit tegang saat Masumi
memeluknya. Masumi sendiri tampaknya tidak peduli kalau mereka masih berdiri di ambang
pintu kamar.
“Aku sejak tadi di ruang
kerja, masih menunggumu,” bisik Masumi sebagai jawaban.
Maya beruntung saat ini
tengah membelakangi Masumi. Dia mengusap lembut tangan Masumi yang melingkar di
perutnya, membuatnya sedikit merasa nyaman. “Bukankah aku sudah bilang untuk
tidak perlu menunggu.”
“Hhmm,” gumam Masumi. Dia
kini justru asik menyandarkan kepala di bahu Maya.
“Masumi,” panggil Maya
lembut sembari tersenyum. Merasa geli dengan tingkah manja kekasihnya.
“Kau pergi terlalu lama.
Apa makan malamnya menyenangkan?” tanya Masumi yang membuat senyum Maya
melebar.
Gadis itu merenggangkan
pelukan Masumi lalu berputar, membuat keduanya kini berhadapan. “Sepertinya ada
yang cemburu,” goda Maya. Sebisa mungkin dia menutupi perasaan sedihnya.
“Apa terdengar seperti
itu?” Masumi tersenyum lembut sembari mengusap wajah Maya. Ekspresinya menyendu
saat jemari panjang itu menyentuh sudut mata Maya. “Kau terlihat lelah sekali,
matamu merah,” lirihnya. Spontan Maya menarik tangan Masumi dan segera
memalingkan wajahnya. Tentu saja hal itu membuat Masumi terkejut. “Ada apa?”
tanyanya khawatir.
“Ti, tidak apa-apa,”
jawab Maya terbata. Dalam hati gadis itu menjerit frustasi karena gagal
berakting di depan Masumi. “Kau benar, aku merasa lelah sekali. Sebaiknya kita
segera tidur,” lanjutnya untuk mengalihkan perhatian kekasihnya.
“Kita? Apa kau ingin aku
tidur di sini lagi malam ini?” Masumi terkekeh saat ekspresi Maya tampak
terkejut.
“Bukan itu maksudku,”
kata gadis itu dengan pipi memerah.
Masumi kembali terkekeh.
“Aku mengerti.” Pria itu meraih tengkuk Maya dengan tiba-tiba. “Boleh aku
menciummu sebagai ucapan selamat malam?” bisiknya tepat di depan bibir sang kekasih.
Sayangnya Maya tak sempat berpikir atau menjawab, Masumi langsung menciumnya
dengan lembut.
Tentu saja perbuatan
Masumi semakin membuat perasaan Maya kacau balau, air matanya kembali menetes.
Masumi yang menyadari kekasihnya menangis, segera melepaskan pagutannya.
“Maaf, apa aku
menyakitimu?” tanyanya dengan ekspresi wajah menyesal.
Maya menggeleng cepat.
Gadis itu tampak semakin kebingungan. “Tidak, bukan begitu. Aku hanya-,” dia
tidak tahu harus menjelaskan apa dan berakhir dengan memeluk Masumi erat. “-entahlah.
Mungkin aku terlalu bahagia dengan semua ini,” lanjutnya dengan wajah tersuruk
di dada bidang kekasihnya.
Wajah Masumi justru menyendu.
Dia merengkuh Maya dengan kedua lengannya hingga gadis itu melayang di dalam
pelukannya. Maya sempat memekik tapi tidak protes, sebagai gantinya gadis itu
justru mengeratkan pelukannya saat Masumi membawanya ke atas tempat tidur. Dia merasa
begitu lelah dengan semua yang terjadi.
Perlahan Masumi membaringkan
Maya di atas tempat tidur. “Istirahatlah,” ucapnya seraya kembali mengusap pipi
Maya yang terasa hangat.
“Terima kasih, aku
mencintaimu,” jawab Maya kemudian.
Masumi mengecup kening
sang kekasih dengan lembut. “Selamat tidur, aku juga sangat mencintaimu.”
Kalimat itu membuat
perasaan Maya lebih tenang. Dia hanya bisa tersenyum saat kemudian Masumi
menarik selimut untuknya. “Mimpikan aku malam ini,” kata Masumi dengan senyum simpulnya
lalu berjalan ke arah pintu.
Sejenak Masumi menatap
Maya lalu menutup pintu dan membiarkan kekasihnya beristirahat. Yang tidak Maya
tahu adalah ekspresi wajah Masumi yang tiba-tiba mengeras begitu pintu tertutup
rapat. Kedua tangannya terkepal erat, seolah menahan emosi yang tengah
bergejolak. Ingatannya memutar kembali memori siang tadi dimana dia bertemu
dengan Koji.
***
Siang
itu, sebuah pesan undangan membuat Masumi penasaran. Dia sengaja mengendarai
mobilnya sendiri dan datang ke sebuah restoran di pusat kota. Koji menunggunya
disana. Begitu memasuki restoran, seorang pelayan langsung menyambutnya.
Mengantarnya ke sebuah private room yang sudah di pesan.
"Selamat
siang, Tuan Masumi. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk saya." Koji
memberi salam seraya mengangguk hormat.
Masumi
mengangguk sembari menjawab salam Koji. Keduanya duduk berhadapan di sebuah
meja bundar. "Aku cukup terkejut membaca pesanmu tadi. Apa ada hal penting
sampai kau mengundangku secara pribadi seperti ini?" tanya Masumi
kemudian.
Koji
menatap tajam lawan bicaranya. "Maaf kalau saya lancang. Tapi apakah
berita mengenai rencana pernikahan Anda dan Maya itu benar?" tanyanya
tanpa basa-basi.
"Kau
pasti sudah melihat konferensi pers kami bukan?" Meski terlihat tenang
tapi dalam hati Masumi merasa gelisah. Kenapa tiba-tiba Koji membahas masalah
pernikahannya? Dia tahu kalau Koji mencintai Maya. Tapi Masumi lebih tahu kalau
Maya tidak mencintai Koji.
Koji
pun mengangguk mantap. "Hal itulah yang membuat saya heran."
"Heran?"
Masumi menatap Koji dengan alis bertaut.
"Beberapa
minggu lalu saya menemani Maya yang tampak begitu kacau. Maya yang patah hati
dan patah semangat. Dia menangis dan terluka. Meski Maya tidak mengatakan semua
itu karena Anda tapi perasaan saya mengatakan bahwa itu semua ada hubungannya
dengan Anda. Tapi sekarang-,"
"Apapun
yang terjadi diantara kami, itu bukan urusanmu," tegas Masumi memotong
ucapan Koji. Tangannya mengepal tanpa sadar di atas pangkuannya.
Apa
yang dikatakan Koji membawanya pada memori beberapa minggu silam. Saat-saat
dimana dirinya merasa kacau dan tidak tahu harus berbuat apa. Jika Koji melihat
Maya menangis dan patah hati, dirinya justru lebih parah karena merasa ingin
mati. Wajah terkejut Koji membuat Masumi menghela napas perlahan. Sadar kalau
dirinya lepas kendali.
"Maaf,
tapi seperti yang aku katakan. Apapun yang terjadi diantara kami berdua
bukanlah urusanmu," Masumi mengulangi perkataannya dengan lebih tenang.
Koji
menghela napas perlahan sembari memejamkan mata. Dia juga tampak menahan diri.
Sesaat kemudian, dia kembali menatap tajam Masumi. "Saya mencintai
Maya."
Masumi
justru tersenyum tipis mendengar pengakuan Koji.
"Anda
pasti tahu bagaimana perasaan saya pada Maya," lanjut Koji lagi.
"Tentu
saja aku tahu." Tuan Muda Hayami itu meraih gelas tinggi berisi air putih
di depannya. Meneguknya perlahan lalu kembali meletakkannya di meja. Sikapnya
terlihat begitu tenang. Ah, keduanya bahkan belum memesan apapun pada pelayan
yang sekarang pasti sedang berdiri di depan private room, menunggu panggilan.
"Jadi, sebenarnya apa tujuanmu mengundangku?" tanya Masumi dengan
tegas.
"Saya
hanya ingin bertemu dengan Maya," pinta Koji.
Masumi
merasa aneh saat mendengar permintaan pemuda di depannya. “Kenapa harus meminta
padaku?”
“Saya
tidak bisa menghubungi Maya. Dia juga tidak tinggal di apartemennya, bahkan
Nona Yukari tidak mau mengatakan dimana Maya tinggal sekarang,” jelas Koji. Dalam
hati dia merasa kesal karena setelah ini pasti Maya akan semakin sulit ditemui.
“Hanya
itu?” tanya Masumi lagi. Koji hanya mengangguk sebagai jawaban. Masumi tampak
berpikir tapi rasanya memang tidak adil kalau harus membatasi ruang gerak Maya
untuk bertemu dengan Koji. “Baiklah, kau boleh mengajaknya makan malam. Temui Yukari
di Studio 10 Daito petang nanti.”
“Terima
kasih, Tuan Masumi,” ucap Koji penuh hormat.
***
Malam yang dingin di
tengah kota Tokyo. Masumi bersandar pada mobil sembari menikmati sebatang rokok
dan menatap ke arah bangunan apartemen yang menjulang tinggi didepannya. Ekspresi
tenangnya berbanding terbalik dengan perasaannya yang kini bergejolak penuh
amarah. Tak lama kemudian sebuah mobil berhenti di dekatnya. Hijiri berjalan
keluar dari mobil lalu membungkuk hormat di depannya.
Masumi masih menikmati
rokoknya, seolah tidak mempedulikan kehadiran pria yang kini berdiri tegap di
sampingnya. “Kau terlambat sepuluh menit,” katanya kemudian dengan nada dingin.
Tak ada emosi yang ditampilkan pada wajah tampan itu.
Hijiri kembali membungkuk
hormat. “Maaf sudah membuat Anda menunggu, Tuan. Panggilan Anda-,”
“Aku mengerti. Tidak
seperti biasanya bukan?” Masumi membuang rokok lalu menginjaknya.
Hijiri diam. Dia tahu Masumi
sedang marah. Entah bagaimana sang Tuan bisa tahu, padahal Iwaguchi juga sudah
dilarang untuk bicara.
“Kenapa diam? Kau pasti
tahu alasanku mengundangmu ke tempat ini,” tuntut Masumi dengan nada tegas.
“Maafkan saya.” Hanya itu
yang bisa Hijiri ucapkan.
Masumi menyeringai. “Aku
hanya ingin tahu, apa yang Koji katakan padamu sampai kau berani berbohong padaku?”
“Saya berjanji pada Nona
Maya-,”
“Dan kau menurut pada
Maya? Membuat Maya bersedih karena harus bersandiwara di depanku?” Masumi berdecak
kesal. “Aku tidak menyangka kau sebodoh itu.”
Perkataan Masumi membuat
Hijiri dihantam rasa bersalah. Dia tidak ingin Maya bersedih seorang diri tapi
di sisi lain, dia juga tidak mau membuat Masumi lepas kendali karena Koji. Reaksi
Masumi saat ini bahkan sudah diprediksi olehnya.
“Kau mau melindungiku
dengan mengorbankan Maya?” kata Masumi lagi.
“Maaf, Tuan. Tapi saya
tidak pernah berpikir untuk membuat Nona Maya bersedih,” jawab Hijiri masih
dengan kepala tertunduk.
“Sayangnya, itulah yang
kau lakukan saat ini,” tegas Masumi lagi.
Hijiri mengangkat
wajahnya dan melihat kilat kemarahan yang semakin besar di mata Masumi.
“Ingat, tugasmu adalah
menjaga Maya, bukan aku. Bahkan setelah aku mati nanti, aku tidak pernah
berpikir untuk membebaskanmu dari tugas itu. Kau yang akan menjaga Maya
selamanya. Itu adalah pembayaran hutang yang aku minta darimu setelah semua
kehidupan yang sudah keluarga Hayami berikan untukmu.”
Hijiri terjegil. Dia sadar
bahwa Maya adalah pusat kehidupan Masumi. Tuannya itu tidak akan pernah peduli
dengan dirinya sendiri kalau akhirnya Maya yang menjadi taruhannya.
“Apa aku bisa percaya
padamu, Hijiri?” Masumi menuntut kepastian.
“Saya tidak akan
mengecewakan Anda lagi,” jawab Hijiri penuh keyakinan.
Masumi menoleh ke arah
apartemen lalu menghela napas panjang. “Bagus,” gumamnya dengan perasan lega.
Hijiri ikut mengalihkan
perhatiannya ke arah apartemen. “Anda juga berada di restoran malam tadi,”
tebaknya kemudian. Itu adalah alasan paling masuk akal dari kemarahan Masumi
saat ini.
Masumi terdiam,
sepertinya tidak berniat untuk menjawab.
“Tuan?” Sang Pengawal
setia itu kembali menoleh pada tuannya.
“Kau belum menjawab pertanyaanku
tadi. Apa yang Koji katakan padamu?” Masumi justru balik bertanya.
“Dia ingin saya
menyampaikan salam untuk Anda,” jawab Hijiri. Berbohong tidak akan
menyelesaikan apa pun dan justru akan semakin membuat Masumi marah.
Kedua tangan Masumi
terkepal menahan marah. “Jadi anak itu memang menantangku,” gumamnya penuh emosi.
Tak lagi bertanya, Masumi berjalan memasuki area apartemen, meninggalkan Hijiri
yang terpaku dalam rasa bersalah.
***
Masumi dengan tenang
berdiri di dalam lift. Matanya yang tajam mengamati setiap angka berwarna merah
yang bergerak ke atas. Hingga akhirnya lift berdenting dan berhenti di lantai lima
belas. Sang Tuan Muda melangkah keluar, berjalan di koridor apartemen yang
sepi.
***
Waktu menunjukkan pukul
satu dini hari. Koji masih terjaga di ruang tamu apartemen mewahnya, beberapa
kaleng bir berserak. Tapi dia tidak mabuk. Koji masih sadar sembari memikirkan
apa yang sudah terjadi. Pemuda itu mengusap pipinya. Tamparan Maya sama sekali
tidak sakit, tapi hal itu justru menghancurkan hatinya. Gadis tersayangnya
menangis karena keegoisannya.
Renungan panjang Koji terputus
saat bel apartemennya berdenting. Keningnya berkerut begitu melihat jam dinding
di ruang tamunya. Meski begitu, dia tetap berjalan ke arah pintu. Matanya
membulat saat melihat ke layar intercom. Dengan cepat dia membuka pintu. Pemuda
itu berwajah datar seolah tidak terkejut dengan kedatangan tamu tak
diundangnya.
“Selamat malam, Tuan
Masumi,” sambutnya tenang.
“Malam Koji, senang
melihatmu tidak terkejut dengan kedatanganku. Atau kau memang sudah menungguku?”
Masumi menarik sudut bibirnya menjadi seringai tajam.
“Hanya tidak menyangka
Anda datang secepat ini,” jawab Koji datar.
“Aku memang orang yang
tidak suka menunda waktu.” Tanpa dipersilakan, Masumi memasuki apartemen Koji
dengan langkah tenang.
Koji hanya diam saat
Masumi melintas di depannya begitu saja. Pria itu kini berdiri di ruang
tamunya, mengamati beberapa kaleng bir yang berserak di lantai.
“Menikmati malam, huh?”
Masumi memiringkan kepala dan melihat Koji berjalan ke arahnya setelah menutup
pintu.
“Jadi, pengawal Anda
sudah memberi laporan?” Koji berhenti tepat di belakang Masumi.
Pertanyaan itu membuat
Masumi membalikkan tubuhnya. Keduanya kini berhadapan dengan tatapan tajam.
“Kau salah. Aku melihatnya sendiri,” ucap Masumi dengan nada tegas.
Kening Koji langsung
berkerut mendengarnya. “Anda-,”
Bug! Sebuah pukulan telak
di ulu hati membuat Koji tidak bisa melanjutkan perkataannya. Pemuda itu langsung
terduduk di lantai.
Koji mengangkat wajahnya,
menatap Masumi dengan mata memerah. Kedua tangannya memeluk tubuh dengan napas
tersengal menahan sakit. Dia kemudian berusaha kembali berdiri.
Masumi menyeringai senang
saat lawannya kembali berdiri tegak. Dia hampir tertawa saat melihat Koji
melayangkan tinju yang dengan mudah ditangkapnya.
“Sudah saya katakan kalau saya mencintai Maya,”
desis Koji geram sembari berusaha menarik tangannya yang berada dalam cengkraman
Masumi.
Jawaban itu justru
membuat Masumi terbahak. “Dasar bodoh!” maki Masumi sembari mendorong Koji
hingga pemuda itu mundur beberapa langkah. Dia tidak habis pikir dengan tingkah
Koji yang berani menantangnya.
“Saya yang lebih dulu
mencintai Maya,” kata Koji lagi. Pemuda itu masih tidak mau mengalah.
Masumi menahan tawanya
karena lelucon Koji. “Kau pikir aku peduli dengan perasaanmu? Yang penting disini
adalah perasaan Maya!”
Koji terdiam. Dalam hati kecilnya,
dia tahu sudah kalah telak dengan Masumi. Tapi otaknya masih tidak mau menerima.
“Maya dulu juga mencintai saya!” ucapnya lantang.
Tawa Masumi kembali pecah.
“Iya, sebelum kau meninggalkannya karena keluargamu dan memilih Mai.” Direktur Daito
itu kembali menyeringai saat ekpresi kekalahan terbaca jelas di wajah Koji.
Bug! Bug! Kali ini dua pukulan
membuat Koji tersungkur di lantai.
“Ugh!” rintihan itu lolos
dari bibir Koji. Pukulan Masumi tidak main-main, dia merasakan perutnya kram
dan bahunya berdenyut sakit.
Masumi berlutut di depan Koji,
mencengkram keras rahang pemuda yang masih berani menatapnya tajam. “Hanya orang
bodoh yang membuat gadis yang dicintainya terluka. Karena itu aku menahan diri
saat melihatmu mencium Maya.”
Mata Koji membulat karena
terkejut. Dia tidak menyangka kalau Masumi melihat sendiri apa yang sudah
dilakukannya semalam.
“Kau menyesal?” tanya
Masumi dengan seringai angkuh di wajahnya. Dia melepaskan cengkramannya dari
rahang Koji. “Andai bukan karena Maya, aku pasti sudah membunuhmu.”
Keras kepala, itu
ungkapan yang cocok untuk Koji saat ini. Dia belum mau menyerah. Dengan susah payah
pemuda itu berusaha berdiri. Masumi hanya mendengus melihatnya.
“Saya … akan terus
mencintai Maya,” ucapnya terbata. Kedua tangannya yang terkepal kembali melayangkan
pukulan. Dua, tiga kali, semuanya dengan mudah ditangkis oleh Masumi, membuat
Koji semakin geram. Lawannya kini seolah tak berniat membalas. Masumi hanya
sibuk menghindari pukulan juga tendangannya. Hingga satu kesempatan, Koji
berhasil mendaratkan sebuah tendangan di perut Masumi.
“Sial,” desis Masumi
lirih. Pandangannya sedikit kabur karena kelelahan hingga dia tidak bisa
menghindar dari tendangan Koji.
“Mari kita buktikan,
siapa yang lebih layak memiliki Maya,” ucap Koji dengan angkuhnya.
Masumi berdecih. “Ternyata
kau memang bodoh. Maya bukanlah barang untuk diperebutkan. Kalau kau seperti
ini, maka sampai mati sekali pun, aku tidak akan pernah rela melepas Maya untukmu,”
kata Masumi penuh amarah. Sepertinya memang tidak ada gunanya dia menahan diri,
Koji sudah terobsesi untuk memiliki Maya. Masumi berhenti mempertimbangkan perasaan
keksihnya dan kini balas menyerang dengan pukulan bertubi, membuat Koji
kewalahan menghindar.
Prang! Sebuah vas bunga terjatuh
dan pecah saat Koji terpukul mundur dan mengenai meja. Masumi menghela napas
perlahan saat melihat pemuda itu tersuruk di lantai sembari memeluk dirinya. Beberapa
bagian wajahnya mulai memerah karena pukulan Masumi. Meski begitu, Koji masih
berani mengangkat wajahnya dan menatap Masumi dengan tajam.
“Jangan menantangku lebih
dari ini,” Masumi memperingatkan. “Kau bahkan tidak tahu sedang berhadapan
dengan siapa. Aku bisa menjadi iblis jika itu demi Maya.”
Koji terkekeh pelan di
tengah napasnya yang tersengal. “Maya hanya kasihan pada Anda.”
Pernyataan itu membuat Masumi
terpaku. Koji kini terbahak dan kembali berdiri di depan Masumi. Pemuda itu
bisa membaca keterkejutan di wajah sang Tuan Muda. “Benar bukan?” tantangnya.
“Yuu Sakurakoji,” desis
Masumi menahan amarah.
“Ya, saya tahu semuanya. Itu
sebabnya saya tidak akan menyerah karena Maya tidak akan bahagia bersama dengan
Anda!” Bug! Sebuah pukulan berhasil mendarat di rahang kiri Masumi. Cukup membuat
Direktur Daito itu mundur dua langkah.
“Maya hanya akan bersedih.
Biarkan dia bahagia bersama saya!” Pemuda itu berteriak untuk meluapkan emosinya.
Masumi meludahkan darah lalu
menatap Koji dalam diam. Kali ini bukan karena dia tidak bisa menghindar, tapi
perkataan Koji membuatnya kembali meragukan perasaan Maya. Jika apa yang Koji
katakan adalah kebenaran maka dirinyalah yang patut mendapat pukulan karena
sudah mengorbankan Maya. Tidak!
Batinnya berteriak. Dia tidak boleh tertipu. Itu pasti hanya permainan Koji
yang menggunakan kelemahannya. Masumi berusaha berpikir tenang.
“Jika saya egois, maka bagaimana
saya seharusnya menyebut Anda, Tuan Masumi?” kilat emosi di mata Koji belum
surut. Tapi Masumi masih saja membisu. “Katakan, saya atau Anda yang sebenarnya
menyakiti Maya?”
“Buktikan padaku,” kata
Masumi kemudian. Ekspresi wajahnya lebih tenang meski sebenarnya tangannya
masih ingin menghajar Koji. Tapi dia sadar kalau perkelahian tidak akan
menyelesaikan masalah mereka.
“Apa yang harus saya
buktikan?” tanya Koji tidak mengerti.
“Buktikan kalau Maya hanya
kasihan padaku.”
Koji menyeringai senang. “Baik,
saya akan buktikan kalau-,”
“Buktikan juga kalau Maya
mencintaimu, maka aku akan melepaskannya,” sela Masumi tegas. Hatinya bergejolak
saat mengatakan akan melepaskan Maya. Sanggupkah dia?
Kali ini pemuda itu terdiam,
dalam hati Koji memaki Masumi yang kini balas menyeringai padanya. Dia mengamati
setiap langkah Masumi yang mendekat dan berhenti tepat satu langkah di
depannya.
“Sebelum kau bisa
membuktikan apa pun, Maya adalah milikku. Sekali lagi kau membuatnya menangis
maka aku tidak akan segan menghancurkan semua yang kau miliki,” tegas Masumi. Puas
melihat reaksi Koji atas tantangannya, Masumi langsung berbalik pergi. Langkahnya
kembali terhenti saat akan membuka handle
pintu. “Ingat waktumu hanya satu bulan. Karena setelah Maya menikah denganku,
bukti apa pun yang kau berikan tidak akan membuatku melepaskannya.”
“Satu bulan?! Bukankah pernikahan
Anda masih dua bulan lagi?” Raut wajah Koji semakin keruh dengan tenggang waktu
yang diberikan Masumi.
Masumi menoleh hanya untuk
menunjukkan seringai kemenangannya. “Aku baru saja berubah pikiran.”
Koji hanya bisa menggeram
marah saat akhirnya Masumi menghilang di balik pintu yang tertutup.
***
>>Bersambung<<
>>Heart - Chapter 9<<>>Bersambung<<
>>Heart - Chapter 11<<
A/N : Na na na na .... happy reading ajalah ya dan doakan chapter 11 selesai dengan cepat wkwkwkwk.
15 Comments
Ya begitulah Masumi klo mslh Maya bisa terprovokasi ish ish ish nyebelin pisan
ReplyDeleteMasumi Masumi kapan sadar sehhh
Gemesh aqu tuh
Hot button nya Masumi kan Maya 🤣🤣
DeleteAaahhh... Lg seruu..abiisss.. Gemesssh sm masumi..ko masih ragu sm prsaan maya.. Koji jg.. Ko super myebelliin seeh.. Episode ini cm sdkit tp ngurass energi.. Top markotob lah.. Tq mba Agnes.. Lanjutkan..😀😀😁
ReplyDeleteNgeditnya juga bolak balik...syukurlah kalo emosinya tersampaikan 😁
DeleteKok link chapter 11 nya ngga bisa di klik ya
ReplyDeleteWkwkwkwkwk...
*Kodekeras
Btw aku kok ngga rajin komen disini ya?
Mulai skrg boleh spam gak mba Agnes 😁😁😁
Waahhhh seneng lah kalo rajin nyepam disini 🤣🤣🤣
DeleteAku baca ulang lagi dari awal tau mba
DeleteTerus pas bgt td pagi nyampe ke chap 9, eh ada yg nyolek di FB kalo chap 10 dah up ❤️❤️❤️ seneng bangetzzzzz
Wkwkwk....hoki berarti ya
DeleteIyaaaaaa
DeleteApalagi kalo bis ini tetiba ada chap 11
Wkwkwkwkkw
Nagrepppp 🤣🤣
DeleteIsh, kurang babak belur ituuuh. Hajaaaar
ReplyDeleteSabar mba....ada waktunya nanti dia babak belur 😆
DeleteDitunggu ahhhhhh
DeleteTerlambat update huaaaa.... Tp gpp deh sambil nunggu yg 11 ngulang2 yg lain dulu... Semangatttt kak. Selalu menunggu...
ReplyDeleteTerima kasih udah baca 🤗
Delete