Disclaimer : Garasu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Hati tak pernah bisa
berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja
keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya
bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.
*********************************************************************************
Jealous by Labrinth
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
Yang
jatuh di kulitmu
It's closer than my hands have
been
Lebih
dekat dari tanganku
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
I'm jealous of the windu
Aku
iri pada angin
That ripples through your clothes
Yang
mengoyak bajumu
It's closer than your shadow
Lebih
dekat dari bayanganmu
Oh, I'm jealous of the wind,
cause
Oh
aku iri pada angin, karena
[Chorus:]
I wished you the best of
Ku
berharap yang terbaik untukmu
All this world could give
Segala
hal dunia ini dapat memberimu
And I told you when you left me
Dan
ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku
There's nothing to forgive
Tak
ada yang perlu dimaafkan
But I always thought you'd come
back, tell me all you found was
Tapi
ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau
temukan adalah
Heartbreak and misery
Kehancuran
dan kesedihan
It's hard for me to say, I'm
jealous of the way
Sulit
kukatakan, aku iri dengan caramu
You're happy without me
Bahagia
tanpaku
I'm jealous of the nights
Ku
iri pada malam
That I don't spend with you
Yang
tak kuhabiskan denganmu
I'm wondering who you lay next to
Ku
ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu
Oh, I'm jealous of the nights
Oh,
aku iri pada malam
I'm jealous of the love
Aku
iri pada cinta
***
Jam tangan Maya menunjukkan pukul enam petang saat dirinya dan Rei tiba
di Gedung Theather Orion. Masih ada satu jam sebelum pertunjukan di mulai.
Karena belum memiliki tiket, keduanya bergegas menuju loket tapi seorang
petugas menghampiri mereka.
“Nona Kitajima,” sapa petugas itu ramah seraya mengangguk hormat.
“Ya, saya,” jawab Maya bingung.
“Ini tiket Anda, silakan ikuti saya,” kata sang petugas sembari mengulurkan
sebuah amplop dari balik saku jasnya.
“Tiket? Tapi kami-,” Maya tertegun sebelum melanjutkan perkataannya.
“Ah, Tuan Hayami?” gumamnya kemudian sambil tersenyum.
“Tuan Hayami sudah menyiapkannya untuk Anda dan Nona Aoki,” terang
petugas itu saat mendengar nama Hayami disebut.
“Sepertinya ada yang ingin membuat kejutan,” celetuk Rei sambil berjalan
di sebelah Maya dan mengikuti petugas menuju tempat pertunjukan.
Maya terkekeh mendengar perkataan sahabatnya. “Itu memang hobinya. Aku
tidak akan terkejut kalau nanti dia tiba-tiba datang dan duduk di sebelahku,”
jawabnya.
Rei meringis saat mengingat beberapa momen yang diingatnya. Masumi
memang sering muncul di tempat dan waktu yang tak terduga. Melihat wajah
bahagia Maya membuat Rei mengulas senyum tipis.
Suasana di dalam gedung pertunjukan cukup ramai. Beberapa wartawan
tampak sibuk berkoordinasi dengan juru kamera mereka agar tidak terjadi
kesalahan dalam peliputan nanti. Namun ternyata kehadiran Maya dan Rei mampu
mengalihkan perhatian para wartawan itu. Beberapa diantara mereka bahkan
langsung menghampiri Maya dan menyapanya dengan ramah.
Sedikit berbasa-basi, akhirnya Maya dan Rei bisa duduk dengan tenang di
kursi mereka. Tiga puluh menit sebelum pertunjukan, Maya kembali melihat jam tangannya
lalu menatap ke arah pintu masuk.
“Bukankah tadi kau melarangnya ikut? Kenapa sekarang justru menunggu
kedatangannya?” tanya Rei sembari tersenyum geli karena melihat ekspresi
gelisah Maya. “Kau yakin dia akan datang?”
Maya menghela napas pelan lalu mengendikkan bahu. “Tapi firasatku
mengatakan dia akan datang,” katanya kemudian.
“Kenapa kau tidak mengajaknya saja tadi?” komentar Rei.
“Aku tidak mau membuat keributan,” jawab Maya yang justru membuat Rei
terkekeh pelan.
“Tapi sekarang kau mengharapkannya datang? Bukankah itu sama saja? Kau
ini ada-ada saja Maya.” Perkataan Rei membuat Maya meringis malu.
“Sebenarnya aku tidak ingin dia datang. Tapi melihat sifatnya dan
kejutan tiket tadi, aku berpikir dia akan datang,” jelasnya.
Dan benar saja apa yang dikatakan oleh Maya. Belum sempat Rei menanggapi
perkataan sang sahabat, dirinya dikejutkan dengan kehadiran dua sosok pria
tampan di pintu masuk.
Maya langsung menatap Rei dengan isyarat mata yang menyatakan, firasatku
benar kan? Dia pun menunjuk kursi kosong di sebelahnya. “Kursi ini
juga sudah di pesan,” kata Maya kemudian yang membuat Rei hanya bisa menggeleng
tak percaya.
Senyum Maya mengembang begitu melihat Masumi dan Hijiri berjalan
menghampirinya. Beberapa wartawan bahkan mulai sibuk mengambil gambar dari
jarak jauh. Isyarat tangan dari Hijiri membuat para awak media itu tahu kalau
Direktur Daito tidak ingin diganggu.
“Kau tidak terkejut melihatku?” tanya Masumi begitu duduk di kursi
kosong sebelah Maya. Hijiri duduk tepat di belakang mereka dan sukses membuat
Rei menggerutu dalam hati karena posisinya yang tidak nyaman sebagai orang
ketiga.
Maya menggeleng dengan masih tersenyum manis. “Aku sudah menduganya.”
“Begitu?” Masumi ikut tersenyum lalu menggenggam tangan Maya yang
bersandar pada lengan kursi. “Aku sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu,”
bisiknya kemudian.
“Ingat, Tuan Hayami. Kita berada di tempat umum,” Maya balas berbisik.
Meski begitu, dia tidak melepaskan tangannya dari genggaman Masumi.
“Bukankah kau ingin mengumumkan hubungan kita? Kenapa tidak dimulai
sekarang saja?” goda Masumi yang semakin mendekatkan bibirnya ke telinga Maya.
Sesaat gadis itu melirik ke arah kerumunan wartawan yang tampak terkejut
sekaligus penasaran tingkat dewa dengan kedekatan mereka. “Apa Paman tidak
keberatan?”
“Ayah justru mendesakku untuk segera melakukan konferensi pers.” Masumi
tersenyum saat Maya mengangguk pelan.
“Terserah padamu, Tuan Hayami,” lanjut Maya.
Lampu ruangan yang mati dan tirai panggung yang mulai terbuka memutus
percakapan keduanya. Pertunjukan sudah di mulai. Masumi tahu kalau Maya tidak
bisa diganggu saat menonton drama. Dia pun membiarkan sang kekasih larut ke
dalam alur cerita. Dengan masih menggenggam tangan Maya, Masumi juga menikmati
jalannya pertunjukan. Tanpa disadari, sepasang mata mengamati interaksi
keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan.
***
Kilasan lampu blitz langsung menyambut Maya dan Masumi yang berjalan
keluar dari gedung pertunjukan. Hijiri berjalan di depan mereka dengan tatapan
mengancam, sayangnya hal itu belum cukup ampuh untuk membuat para awak media
menyingkir. Hijiri tidak menyangka kalau jawaban Masumi yang mengakui
hubungannya dengan Maya akan membuat para wartawan menjadi liar. Maya bahkan
harus membatalkan niatnya yang ingin menemui sahabat-sahabatnya di belakang
panggung. Dengan menyesal gadis itu menitipkan salam dan ucapan selamat pada
Rei. Maya dan Masumi bergegas meninggalkan gedung pertunjukan karena malas
menghadapi pertanyaan wartawan yang tidak ada habisnya.
“Mereka gila,” sungut Maya begitu mereka berada di dalam mobil. Watanabe
segera memacu mobil meninggalkan pelataran parkir gedung Orion.
“Sepertinya Anda harus segera menggelar konferensi pers, Tuan,” kata
Hijiri yang duduk di kursi depan.
Masumi melonggarkan simpul dasinya seraya menghela napas panjang. “Kau
benar, Hijiri. Urus saja semuanya,” katanya kemudian.
“Baik, Tuan.”
Maya mengamati wajah lelah calon suaminya. “Sudah kubilang kau tidak
usah datang. Kau tampak kelelahan.”
Masumi tersenyum mendengarnya. “Jangan terlalu khawatir. Aku baik-baik
saja. Lagipula aku tidak akan bisa istirahat dengan tenang kalau kau belum
pulang,” pria itu berkilah.
Gadis muda itu tersenyum. Dia tidak menolak saat pria itu merengkuh
bahunya dan membuatnya bersandar pada dada yang bidang. Detak jantung teratur
yang menyapa gendang telinga Maya membuatnya tenang. Hari ini cukup melelahkan.
Semoga malam nanti dia bisa beristirahat dengan baik, mengingat besok akan
menjadi hari yang panjang setelah hubungan mereka diketahui publik.
Mobil memasuki halaman Mansion Hayami tepat pukul setengah sebelas
malam. Maya segera turun bersama Masumi sementara Hijiri kembali ke
apartemennya diantar oleh Watanabe. Iwaguchi sengaja ditugaskan oleh Maya untuk
mengantar Rei pulang setelah gadis itu selesai bertemu dengan teman-temannya.
“Kau sudah makan dan minum obat?” tanya Maya saat Masumi mengantarnya ke
kamar.
“Sudah,” jawab Masumi singkat. “Berhentilah jadi pengasuhku Maya. Aku
tahu bagaimana menjaga kesehatanku.”
Manik coklat itu melirik pria yang masih setia merengkuh bahunya.
Bibirnya mengulas senyum saat melihat ekspresi kesal Masumi. “Aku hanya terlalu
mencintaimu, Tuan Hayami,” selorohnya yang langsung membuat Masumi menghentikan
langkah tepat di depan pintu kamar.
Pria itu menatap dalam sembari menyandarkan tubuh mungil Maya pada pintu
berwarna putih dibelakangnya. Maya berkedip saat Masumi justru menarik sudut
bibirnya menjadi senyum tipis. Perlahan direktur muda itu menunduk, mengikis
jarak diantara mereka. Masumi berhenti saat hidungnya bersentuhan dengan hidung
Maya. “Aku juga mencintaimu, Nona Kitajima.” Dan sebuah ciuman lembut di bibir
membuat Maya memejamkan matanya.
***
Blip. Prak. Terdengar suara televisi yang dimatikan disusul dengan suara
benturan benda di atas lantai. Sang pelaku menghela napas berat sembari memijat
pangkal hidungnya yang berdenyut. Apa yang pernah di dengarnya dari depan pintu
ruang ganti Maya ternyata bukan khayalan. Juga apa yang dilihatnya di gedung
pertunjukan Orion, kebersamaan Maya dan Masumi, adalah kenyataan. Meski Maya
sudah mengatakan bagaimana perasaannya pada direktur Daito itu, tapi kenapa
rasanya sangat sulit untuk menerima kenyataan.
Koji menghela napas panjang untuk meredakan batinnya yang bergejolak.
Pernikahan Maya, kekasih hatinya, akan digelar dua bulan lagi. Itu yang di
dengarnya dari siaran langsung konferensi pers di televisi. Pemuda itu
mati-matian menampik kenyataan. Hatinya masih tidak rela melepaskan Maya untuk
menjadi milik orang lain.
Dering handphone menyentakkan Koji dari perenungannya. Mai, nama itu
muncul di layar, membuatnya enggan untuk menyentuh benda yang masih saja
berdering. Kedua tangannya justru bertaut menahan geram dengan nama Maya terus
bergaung di dalam kepalanya.
***
Maya tidak begitu suka kilatan blitz yang terus menyerangnya sejak satu
jam yang lalu. Konferensi pers telah berakhir tapi para wartawan itu tidak juga
puas. Mereka terus mengekori Maya juga Masumi yang saat ini berjalan menuju
tempat parkir Hotel Tokyo, tempat konferensi pers berlangsung. Beruntung Eisuke
sudah menugaskan beberapa pengawal pribadi keluarga Hayami untuk berjaga.
Menjauhkan para pengganggu dari anak dan calon menantunya.
Mobil melaju dengan cepat sesuai perintah Masumi dan kembali melambat
begitu memasuki jalan raya kota. Maya dan Masumi memiliki janji untuk bertemu
dengan designer kimono dan gaun pernikahan mereka. Jadwal mereka hari ini
penuh. Maya libur dari pekerjaannya untuk menyiapkan segala keperluannya
bersama Masumi.
Sudah tengah hari saat Maya dan Masumi sampai di tempat tujuan mereka.
Sebuah bangunan bergaya tradisional, tempat salah satu designer kimono ternama
di Tokyo. Nyonya Haruka, begitu Mizuki mengenalkan namanya. Wanita paruh baya
yang tampak anggun dalam balutan kimono hitam dengan motif bunga merah.
Menegaskan karakternya yang anggun dan berkharisma. Dengan ramah dia
memperlihatkan beberapa motif kimono pernikahan pada Maya, membuat gadis itu
sedikit kebingungan karenanya. Masumi tersenyum melihat ekspresi calon istrinya
dan berinisiatif untuk membantu memilih. Akhirnya Maya dan Masumi sepakat untuk
memilih kimono berwarna putih polos. Nyonya Haruka tersenyum atas pilihan
sepasang calon pengantin itu sebelum memerintahkan anak buahnya untuk mengantar
Maya juga Masumi ke ruangan lain untuk mengambil ukuran.
Maya sudah selesai diukur. Sementara menunggu, gadis itu berkeliling
bersama Mizuki untuk melihat koleksi kain yang di tata di lemari yang melekat
pada dinding ruangan. Maya menahan napas untuk sesaat ketika matanya melihat
sosok wanita yang tidak asing tengah berdiri di pintu masuk. Tidak hanya
dirinya, wanita cantik yang kini berjalan masuk bersama bibi pengasuhnya itu
juga tampak terkejut. Meski begitu, wanita itu tersenyum dan menghampiri Maya
yang masih saja mematung di tempatnya. Mizuki memilih diam sambil berdiri di
belakang Maya.
“Selamat Siang, Nona Shiori.” Maya mengendalikan keterkejutannya dan
segera menyapa dengan ramah wanita yang kini berdiri di hadapannya. Gadis itu
bahkan mengangguk hormat mengingat status mereka yang berbeda. Dari belakang
Mizuki juga menyapa Shiori dengan hormat.
“Selamat siang, senang bisa bertemu denganmu lagi Kitajima,” balas
Shiori tanpa menanggalkan senyumnya.
“Begitu juga dengan saya.” Maya mencoba untuk berbasa-basi yang justru
ditanggapi dengan kekehan pelan wanita muda dihadapannya.
“Maaf, tapi wajahmu mengatakan sebaliknya,” kata Shiori kemudian dengan
tangan masih menutupi tawanya.
Maya menunduk malu tapi bibirnya mengulas senyum. “Maaf, saya hanya
terkejut melihat Anda disini,” kilahnya.
“Aku pelanggan setia Nyonya Haruka,” jawaban Shiori menjelaskan
semuanya.
Tentu saja, bukankah Nona muda itu memang gemar memakai kimono dan
yukata? Batin Maya menggerutu.
“Aku menebak kau sedang memesan kimono pernikahan?”
Maya kembali memberikan perhatian penuh pada lawan bicaranya. Dilihatnya
Shiori tengah menatap sekeliling. Maya menduga wanita itu sedang mencari sosok
Masumi.
“Kau tidak bersama Masumi?” Pertanyaan Shiori membenarkan dugaan Maya.
“Masumi sedang mengukur kimononya,” jawab Maya. Hatinya berdesir tak
nyaman mendengar Shiori menyebut nama calon suaminya. Apa dia tengah cemburu?
“Jadi benar, kalian sedang memesan kimono pernikahan?” Shiori tersenyum
di ujung kalimatnya.
“Iya,” jawab Maya singkat.
Ekspresi Shiori yang mendadak muram membuat Maya mengerutkan kening.
“Aku doakan kalian bahagia,” lirihnya kemudian.
Gadis itu terdiam sembari menatap Shiori.
Tatapan mata Shiori melembut. “Jangan menatapku seperti itu, Kitajima.
Percayalah, aku sudah melepasnya. Aku sungguh-sungguh berharap Masumi akan
bahagia bersamamu.”
“Terima kasih,” hanya itu yang bisa diucapkan Maya. Rasanya masih tidak
percaya mendengar wanita yang dulu terobsesi dengan kekasihnya itu kini
menyerah begitu saja. Benarkah hanya karena Masumi sakit? Sedangkal itukah
cinta yang didengungkannya selama ini?
“Sebaiknya aku pergi sebelum bertemu Masumi. Aku tidak mau merusak hari
indah kalian,” kata Shiori kemudian yang hanya ditanggapi dengan anggukan
kepala sebagai salam hormat oleh Maya. Gadis itu mempersilakan Shiori untuk
masuk ke ruangan lain bersama seorang karyawan toko yang sepertinya
sudah menunggunya.
Helaan napas panjang dari Maya membuat Mizuki tersenyum. “Nona Takamiya
bukan sebuah ancaman lagi, Nona. Anda tidak perlu khawatir,” katanya
menenangkan.
Maya menggeleng pelan. “Tidak, tidak, aku tidak menganggapnya seperti
itu. Hanya saja … entahlah, aku hanya merasa aneh bertemu dengannya di saat
seperti ini.”
“Saya mengerti,” jawab Mizuki kemudian.
“Bisakah kau merahasiakannya dari Masumi?” Maya menatap sekretaris
cantik itu dengan tatapan memohon.
“Tentu saja.”
Maya langsung mengembangkan senyum saat sosok Masumi datang
menghampirinya.
***
Maya mengamati sekelilingnya dengan tatapan sendu. Saat ini dia dan
Masumi tengah berada dilobi SW Bridal, tempat megah yang sering dikunjungi oleh
pasangan konglomerat yang ingin menikah. Koto adalah designer yang terkenal
akan karya gaun pengantinnya yang indah dan menawan. Dia jugalah yang dulu
merancang gaun pengantin milik Shiori, meski akhirnya gaun itu tidak pernah
digunakan.
Bukan Masumi namanya jika tidak bisa membaca kesedihan di wajah Maya.
Dia jadi merasa bodoh telah membawa kekasihnya ke tempat yang salah. Masumi
hampir lupa kalau di tempat inilah Shiori berhasil menfitnah Maya dan membuat dirinya
berkata kasar pada gadis itu.
“Maaf, seharusnya aku meminta Mizuki untuk memilih tempat lain,” bisik
Masumi seraya merengkuh bahu Maya dan membuat gadis itu bersandar di dadanya.
Maya memaksakan diri untuk tersenyum lalu menggeleng pelan. “Tidak, aku
tidak apa-apa,” jawabnya pelan.
“Tidak perlu berbohong. Aku bahkan masih bisa mengingat perkataanku
padamu. Saat itu aku-,”
“Sstt, sudahlah,” potong Maya kemudian. Gadis itu membuat Masumi kembali
menatapnya. “Tidak ada gunanya membicarakan masa lalu.”
“Maaf,” ulang Masumi lagi sembari mengecup jemari Maya dalam
genggamannya.
Gadis itu tersenyum lalu menggeleng pelan. “Tidak ada yang perlu
dimaafkan.”
Suasana sendu itu teralihkan saat Mizuki datang bersama dengan Koto dan
asistennya.
“Nona Koto, ini Tuan Hayami dan Nona Kitajima.” Mizuki memperkenalkan
sepasang calon pengantin itu pada Koto, sang designer.
Maya dan Masumi pun memberi salam hormat yang dibalas dengan ramah oleh
Koto.
“Saya senang sekali begitu Nona Mizuki meminta saya untuk membuat gaun
pengantin untuk Anda, Nona Kitajima. Jujur saja kalau saya adalah penggemar
Anda,” kata Koto dengan wajah berbinar.
“Terima kasih Nona Koto, saya juga senang melihat gaun rancangan Anda
yang cantik,” jawab Maya.
“Ah, saya senang kalau Anda menyukai gaun rancangan saya. Kemarin Nona
Mizuki sudah memberitahu saya mengenai pilihan gaun yang Anda inginkan. Tapi
maaf, bolehkah saya merancangkan gaun khusus untuk Anda?”
“Gaun khusus?” Maya menoleh pada Masumi.
“Tidak masalah kan? Nona Koto pasti tahu yang terbaik. Bukan begitu Nona
Koto?” kata Masumi yang langsung mengulas senyum tipis begitu bertukar pandang
dengan sang designer. Ini bukan kali pertama mereka bertemu, tentu saja.
Koto hanya tersenyum sembari mengangguk hormat untuk menjawab perkataan
Masumi.
“Saya pikir akan lebih menyingkat waktu jika saya memilih gaun yang
sudah ada dan tinggal melakukan beberapa perbaikan. Tapi jika Anda berkenan
dengan design yang baru, saya tidak keberatan,” jawab Maya.
“Tenang saja, Nona Kitajima, saya akan rancangkan yang terbaik untuk
Anda. Silakan ikut saya. Tuan Hayami, Anda silakan mengikuti asisten saya untuk
mengambil ukuran. Apakah Anda ingin mengganti modelnya juga?” tanya Koto ramah
sembari menunjuk ke etalase yang berisi manekin pria berjas pengantin.
“Tidak perlu, saya akan tetap dengan pilihan kemarin,” jawab Masumi.
“Baiklah. Mari Nona Kitajima.” Keduanya pun menaiki tangga ke lantai
dua, meninggalkan Masumi dan Mizuki yang juga menuju salah satu ruangan di
lantai satu.
Maya berdecak kagum dalam hati saat memasuki ruang kerja Koto. Ruangan
berukuran besar itu dipenuhi beragam manekin dengan gaun pengantin yang indah.
“Anda menyukainya, Nona Kitajima?” Koto tersenyum melihat Maya yang
terpesona pada karyanya.
“Ini indah sekali,” puji Maya seraya mengusap lembut salah satu gaun
pengantin bernuansa biru.
“Milik Anda akan lebih indah, silakan.” Koto menyerahkan sebuah sketsa
yang seketika membuat Maya terkejut. “Saya membutuhkan waktu satu bulan untuk
mengerjakannya. Apakah Anda keberatan?” tanyanya kemudian ketika Maya hanya
bisa diam melihat sketsa gaun pengantinnya.
Gadis itu kemudian menggeleng pelan. “Terima kasih, ini indah sekali.
Jauh dari apa yang saya bayangkan,” ucapnya kemudian.
“Kalau begitu saya akan mulai mengerjakannya besok. Mari, saya akan
mengambil ukuran Anda,” kata Koto yang senang karena Maya tidak menolak
rancangannya.
“Mohon bantuannya,” jawab Maya sembari mengangguk hormat. Maya mulai
membayangkan bagaimana dirinya nantinya dalam balutan gaun indah itu. Gaun
bernuansa putih yang elegan dengan hiasan bunga berwarna ungu. Bagaimana Koto
bisa tahu kalau dirinya begitu suka dengan mawar ungu? Oh, mungkin Mizuki yang
sudah memberitahunya.
***
“Ahhh! Lelahnya,” ucap Maya seraya merenggangkan tubuhnya di atas tempat
tidur. Gadis itu bahkan tidak peduli jika rambutnya masih setengah basah.
Seharian berkeliling kota Tokyo membuatnya lelah. Ternyata mempersiapkan sebuah
pernikahan itu tidak semudah kelihatannya.
“Jangan tidur dengan rambut basah.”
Maya langsung menegakkan tubuhnya begitu mendengar suara Masumi. Pria
tampan itu berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka. Tangannya masih
bergantung pada handle pintu dengan senyum geli menatap calon istrinya.
“Kau mengejutkanku,” keluh Maya sembari menundukkan kepala malu karena
terlihat sedang bermalasan di atas tempat tidur. Dia bahkan hanya memakai gaun
tidur. “Kenapa tidak mengetuk pintu?” protesnya saat Masumi justru berjalan
memasuki kamar. Membuatnya merapikan bagian bawah gaun tidurnya yang sempat
tersingkap.
“Aku sudah mengetuk dua kali, kau tidak mendengarnya,” jawab Masumi
tanpa dosa. Pria itu meraih handuk yang tergeletak begitu saja di atas tempat
tidur. Dengan lembut dia memutar bahu Maya dan mulai mengeringkan rambutnya.
Masumi tidak tahu kalau wajah Maya sudah memerah karenanya.
Sesaat keduanya terdiam, menikmati kebersamaan mereka dalam keheningan.
Sampai Masumi melepas handuk dari atas kepala Maya. Pria itu kini memeluk calon
istrinya, melingkarkan lengan kokohnya di leher mungil kekasihnya dan
menyandarkan dagu dengan manja di bahu Maya.
Senyum Maya mengembang, tangannya mengusap lembut tangan Masumi yang
terkait di depan dadanya. Rasanya begitu hangat saat Masumi memeluknya seperti
ini.
“Maya,” bisik Masumi tepat di sebelah telinga gadis itu.
“Hhmm?”
“Aku ingin kita pergi ke Kanada setelah menikah. Apa kau keberatan?”
Tanya Masumi lirih.
Maya memiringkan wajah hingga hidung mereka bersentuhan. Masumi
memberinya seulas senyum tipis. “Kanada?” tanya gadis itu.
“Iya, Hijiri sedang mengupayakan transplantasi untukku di sana jika
dalam dua bulan ini aku tidak mendapat donor di Jepang.”
Jantung Maya berdebar begitu mendengar kata transplantasi. Tanpa sadar
tangannya terulur untuk mengusap wajah Masumi, membuat pria itu melonggarkan
pelukannya.
“Kau tidak keberatan?” Masumi mengulang pertanyaannya sembari menumpukan
tangan di atas tangan Maya yang bersandar di pipinya.
Maya menggeleng sambil tersenyum. “Aku tidak keberatan.”
Senyum Masumi kembali mengembang. Ekspresi wajahnya tampak lega.
“Berarti kau harus meminta Yukari mengatur jadwal pekerjaanmu.”
“Aku tidak keberatan kalau harus berhenti menjadi aktris. Semua
kontrakku habis beberapa minggu lagi,” jawab Maya.
Wajah Masumi langsung muram mendengarnya. “Tidak, aku tidak mau seperti
itu. Menjadi aktris besar adalah impianmu, aku tidak mau kau mengorbankannya
demi aku.”
Maya justru terkekeh mendengarnya. Membuat suasana tegang mencair
seketika. “Impianku sekarang adalah menjadi istrimu dan bahagia selamanya,”
goda gadis itu.
“Jangan merayuku Nona Kitajima. Kita hanya berdua di kamar ini,” jawab Masumi
sembari menggeleng geli. Perkataan Maya membuat hatinya hangat. Sejak siang
tadi dia sudah memikirkan hal ini.
Maya menaikkan alisnya dengan bibir berkerut. “Aku tidak merayumu. Siapa
yang sembarangan masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu,” protesnya.
“Aku mengetuk pintu,” tegas Masumi lagi. “Kau yang tidak mendengarnya.
Lagipula aku juga tidak sedang merayumu. Aku hanya membantumu mengeringkan
rambut. Kau bisa masuk angin jika tidur dengan rambut basah seperti ini.”
Jemari panjang Masumi meraih rambut Maya dan menciumnya. Membuat Maya mendengus
karena Masumi mengerlingkan mata padanya.
“Jelas kau yang merayuku,” kata Maya tidak mau kalah.
“Dan kau keberatan?” Kini Masumi menyelipkan rambut hitam itu ke
belakang telinga.
Gadis itu menatap kekasihnya yang terlihat senang. Masumi memang hobi
membuatnya kesal. “Menurutmu?”
“Tidak,” jawab Masumi mantap. Dia tiba-tiba berbaring dan menarik Maya
untuk berbaring di sebelahnya, membuat gadis itu memekik karena terkejut.
“Apa yang kau-,”
“Sstt, sebentar saja,” lirih Masumi. Pria itu tengah memeluk Maya dengan
erat. Membenamkan wajah gadis itu di dada bidangnya.
Maya mendengar detak jantung Masumi yang berdebar kencang. Apa apa?
Batinnya bertanya-tanya. Terkadang mood Masumi yang berubah-ubah membuatnya bingung.
“Masumi? Kau baik-baik saja?” tanya Maya lirih.
“Hhmm,” hanya gumaman itu yang didengar Maya sebagai jawaban.
Maya hanya diam saat tak lama kemudian desahan napas halus dan teratur
terdengar. Masumi tertidur. Gadis itu melepaskan diri dari kungkungan lengan
Masumi, menarik selimut dan kembali berbaring di sebelahnya. Senyumnya
mengembang sebelum memberikan sebuah kecupan di kening kekasihnya.
“Selamat tidur, Masumi.”
***
>>Bersambung<<
Follow me on :
Facebook Agnes
FFTK
Wattpad @agneskristina
***
A/N : Terima kasih untuk
semua yang masih setia mengikuti cerita ini. Tahun 2018 memang tahun paling
tidak produktif buatku. Setelah keguguran, Mamahku yang pergi ke surga, lalu
kehamilan yang penuh perjuangan sampai akhirnya melahirkan. Wahhh, sepanjang
tahun hidupku sudah penuh dengan drama tersendiri. Tapi sekarang semua sudah
baik-baik saja. Little princess-ku sudah berusia 4 bulan dan tumbuh dengan
sehat. Perlahan kembali membayar hutang2 cerita yang terbengkalai. Sekali lagi
terima kasih buat untuk partisipasinya dan kesabarannya mengikuti kisah ini dan support kalian semua yang tetap membuatku semangat untuk
menulis.
So, Happy reading *deepbow
13 Comments
Duh masih kuraaaang. Kangeeeen
ReplyDeleteJd syahdu bacanya pas ujan2 gini... Thanks updatenya sista agnes😍
ReplyDeleteAq deg2an ������
ReplyDeleteAku yang nulis juga berasa kurang panjang, heheeee....kuusahakan update lagi gak pake lama, tapi ga janji juga hahaha. Chapter depan udah rapi beberapa bagian, tinggal tambal sulam, moga bisa end dalam 2 chapter lagi terus ganti ke mistake ����
ReplyDeleteThank u agnes😘😘😘
ReplyDeleteLanjooootttt......
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya....
ReplyDeletefinally bisa bava lagi stelah susah susah nyariiiii
ReplyDeletehika kange
Chapter 9 please......
ReplyDeleteIni lanjutan komik topeng kaca ya mba ?
ReplyDeleteSuka bacanya....kapan up lagi?
ReplyDeleteMenunggu heart chapter 9nya, mudah2an segera meluncur... sehat2 selalu kak Agnes
ReplyDeleteKapaaannnn chapter 9 nyaaa?🥺
ReplyDelete