Disclaimer : Garassu no
Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Hati tak pernah bisa
berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja
keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya
bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.
*********************************************************************************
Jealous by Labrinth
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
Yang
jatuh di kulitmu
It's closer than my hands have
been
Lebih
dekat dari tanganku
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
I'm jealous of the windu
Aku
iri pada angin
That ripples through your clothes
Yang
mengoyak bajumu
It's closer than your shadow
Lebih
dekat dari bayanganmu
Oh, I'm jealous of the wind,
cause
Oh
aku iri pada angin, karena
[Chorus:]
I wished you the best of
Ku
berharap yang terbaik untukmu
All this world could give
Segala
hal dunia ini dapat memberimu
And I told you when you left me
Dan
ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku
There's nothing to forgive
Tak
ada yang perlu dimaafkan
But I always thought you'd come
back, tell me all you found was
Tapi
ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau
temukan adalah
Heartbreak and misery
Kehancuran
dan kesedihan
It's hard for me to say, I'm
jealous of the way
Sulit
kukatakan, aku iri dengan caramu
You're happy without me
Bahagia
tanpaku
I'm jealous of the nights
Ku
iri pada malam
That I don't spend with you
Yang
tak kuhabiskan denganmu
I'm wondering who you lay next to
Ku
ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu
Oh, I'm jealous of the nights
Oh,
aku iri pada malam
I'm jealous of the love
Aku
iri pada cinta
***
pic by Inga - mercuryz.devianart.com
Masumi
membeku menatap kotak cincin yang terbuka di depannya. Terkejut. Tentu saja!
Pria mana yang tidak akan terkejut jika dilamar oleh seorang wanita.
"Maya,
ini-." Masumi menelan kembali kata-kata yang hampir terlontar dari
mulutnya.
"Kenapa?
Anda tidak suka? Padahal saya sudah memilihnya sendiri seharian tadi. Nona
Mizuki bahkan membantu saya untuk ukuran jari Anda," kata Maya.
Masumi
semakin terkejut mendengarnya. Tidak heran juga kalau sekretarisnya itu tahu
ukuran jarinya karena Mizuki lah yang menyiapkan cincin pernikahannya dengan
Shiori dulu. Hanya saja Masumi tak habis pikir dengan Maya. Bagaimana bisa
gadis itu melamarnya sekarang? Dikamar tidurnya sendiri? Astaga, Masumi
berharap ini mimpi buruk. Harga dirinya jatuh berantakan.
"Kau-."
Masumi kembali kehilangan kata-kata. "Astaga Maya, kau pikir apa yang kau
lakukan?" katanya dengan wajah frustasi.
Maya
memiringkan wajahnya lalu menatap Masumi heran. Gadis itu pura-pura tidak
mengerti dimana kesalahannya hingga membuat Masumi tampak kesal. "Yang
saya lakukan? Tentu saja melamar Anda, apalagi? Ada yang salah Tuan
Masumi?" tanya Maya.
"Melamarku?
Kau pikir aku ini-, argh!" Masumi mengerang frustasi. Meraih kedua bahu
Maya, Masumi menuntut gadis itu menatapnya serius. "Aku ini seorang pria
Maya," lanjut Masumi yang sedikit mulai tenang.
"Tentu
saja saya tahu itu," jawab Maya polos. Dalam hati Maya tergelak dengan
aktingnya. Tidak salah kalau predikat aktris terbaik melekat padanya. Meski
sulit berakting di dunia nyata, Maya berusaha keras menjalankan perannya.
"Tidak
seharusnya kau melakukan ini untukku. Aku lah yang seharusnya melamarmu,"
jelas Masumi.
Maya
justru mengembangkan senyumnya. "Apa bedanya?"
Masumi
terdiam, matanya masih menatap sepasang manik coklat di depannya.
"Apa
bedanya saya atau Anda yang melamar? Hasilnya sama bukan? Saya mencintai Anda.
Ya, tentu saja hasilnya berbeda jika perasaan Anda pada saya sebaliknya-,"
"Tidak,
tidak," sela Masumi cepat, "jangan berkata seperti itu. Aku mencintaimu."
Masumi menangkup kedua sisi wajah Maya dan langsung mencium bibir mungil yang sejak
tadi membuatnya gemas itu.
Maya
benar-benar terkejut. Jantungnya berdetak kencang seolah ingin meledak.
Wajahnya langsung merah begitu Masumi melepaskan ciumannya.
"Kau
membuatku malu sebagai seorang pria tapi aku tidak akan pernah menyangkal
perasaanku lagi. Aku mencintaimu Maya, sangat mencintaimu," ucap Masumi.
"Aku akan buat semuanya jadi benar," kata Masumi seraya menyingkirkan
kotak cincin yang tergeletak di atas tempat tidur. Tangan panjangnya kemudian
membuka laci nakas dan mengambil sebuah kotak lain dari dalamnya. Maya hampir
menjerit melihat cincin bertahtakan berlian ungu yang berkilau.
"Anda-."
Kini giliran Maya yang kehilangan kata-kata.
"Aku
sudah menyiapkannya sejak lama, bahkan sebelum aku bertunangan dengan Shiori.
Maafkan aku yang terlalu pengecut hingga membuatmu menunggu selama ini,"
jelas Masumi. "Maya Kitajima, maukah kau menikah denganku?"
Kelegaan
menjalari hati Maya. Dia tersenyum lalu mengulurkan tangannya pada Masumi.
"Tidak ada alasan bagi saya untuk menolak Anda, Tuan Masumi. Saya bersedia,"
jawabnya penuh keyakinan.
Masumi
merasa begitu bahagia. Dengan cepat dia menyematkan cincin itu di jari manis
Maya sebelum akhirnya memeluk Maya penuh kasih.
"Terima
kasih Tuan Masumi," bisik Maya dalam pelukan Masumi.
Masumi
menggeleng. "Terima kasih sudah menerimaku," balasnya.
***
"Kau
yakin semuanya berjalan lancar?" Hijiri menatap Mizuki yang tengah
menikmati tehnya dengan tenang. Keduanya baru saja menyelesaikan semua
pekerjaan dan Hijiri meminta sekretaris cantik itu untuk duduk menemaninya.
"Tentu
saja, tidak ada alasan untuk Tuan Masumi menolak Nona Maya," jawab Mizuki
tenang.
Hijiri
meneguk kopinya sebelum menjawab. "Aku tahu soal itu. Tapi menurutku
melamar seorang pria itu-." Hijiri kembali meneguk kopinya.
"Entahlah, jika itu aku, aku pasti akan sangat malu," lanjutnya.
Mizuki
menyeringai tipis di balik cangkir tehnya. "Kalian para pria lebih suka
mementingkan harga diri daripada perasaan wanita," cibirnya.
Raut
wajah Hijiri tampak tersinggung dengan ucapan Mizuki. "Kalian para wanita
kenapa selalu memakai perasaan setiap waktu. Tidak semua masalah bisa
diselesaikan dengan perasaan melankolis semacam itu," balasnya.
Kini
giliran Mizuki yang terlihat tidak suka. "Tuan Hijiri, kami tidak
semata-mata menggunakan perasaan tapi kalianlah sebagai pria yang tidak pernah
peka pada perasaan wanita," katanya geram. Meletakkan cankir teh di atas
meja, Mizuki lalu berdiri dan memberi hormat pada Hijiri.
"Saya
permisi," pamitnya dengan raut wajah datar.
Hijiri
mengernyit heran tapi mengangguk juga sebagai balasan. Menatap punggung Mizuki
yang kemudian menghilang di balik pintu, Hijiri melonggarkan simpul dasinya
lalu menghela napas panjang. Kenapa dengan wanita itu? Pikirnya tak mengerti.
Sepertinya hari pertamanya bekerja tidak begitu baik.
***
Tawa
bahagia Eisuke memenuhi ruang makan malam itu. Bahkan Asa dan para pelayan yang
mendengar kabar baik dari Masumi pun merasa bahagia. Ya, Masumi menyampaikan
rencana pernikahannya dengan Maya saat keduanya tengah menemani Eisuke makan
malam.
"Akhirnya
kau jadi menantuku juga, Maya," kata Eisuke masih dengan tawa bahagianya.
"Iya,
Paman," jawab Maya dengan pipi yang merona dan kepala tertunduk malu. Masumi
tersenyum senang lalu menggenggam tangan Maya di atas pangkuannya, di bawah
meja. Gadis itu menoleh lalu memberikan senyum termanisnya.
"Jadi
dua bulan lagi ya," gumam Eisuke setelah selesai dengan tawanya. Sontak
perhatian Masumi dan Maya teralihkan pada Eisuke. "Apa tidak terlalu
cepat? Menyiapkan pesta besar dalam waktu sesingkat itu?" tanya Eisuke.
"Maya
tidak ingin pesta besar. Dia ingin pemberkatan di kuil lalu resepsi sederhana
di rumah ini," jelas Masumi.
Eisuke
mengernyit heran mendengar penuturan Masumi. Memang tidak heran kalau melihat
tipikal seorang Maya. Gadis sederhana yang tidak suka publikasi berlebihan
meskipun statusnya adalah aktris kelas satu.
"Kau
yakin? Resepsi di rumah ini? Tidak di hotel atau tempat lainnya?" tanya
Eisuke lagi.
Maya
menggeleng mantap, "Tidak, Paman. Tidak perlu banyak tamu, asal
sahabat-sahabat saya hadir itu sudah cukup."
Menghela
napas panjang, Eisuke hanya bisa menurut jika itu memang keinginan Maya.
"Asa, kau dan Harada segera persiapkan semuanya. Minta Mizuki untuk
membantu mengurus semua dokumen pernikahannya," perintah Eisuke kemudian.
Asa
dan Harada langsung membungkuk hormat menerima perintah tuannya. "Baik,
Tuan Besar," jawab mereka serempak.
Perhatian
Eisuke kembali pada Maya. "Katakan saja semua yang kau butuhkan Maya.
Kimono pernikahan kalian akan aku pesankan khusus. Besok kalian berdua pergilah
bersama Mizuki untuk menemui designernya," kata Eisuke.
"Ah,
besok? Maaf Paman tapi besok adalah jadwal pemeriksaan Tuan Masumi dan aku
ingin menemaninya," jawab Maya.
"Darimana
kau tahu?" Masumi menatap heran calon istrinya. Seingatnya dia tidak
pernah memberitahu Maya soal jadwal pemeriksaannya.
Maya
kembali mengulum senyum. "Nona Mizuki yang mengatakannya padaku. Dia
berpesan agar saya memastikan sendiri Anda menjalani pemeriksaan dengan
baik."
"Aku
baru tahu kau seakrab itu dengannya," sindir Masumi yang membuat Maya
tertawa.
"Nona
Mizuki pernah menjadi menejer pribadi saya, tidak aneh kalau saya akrab
dengannya," kilah Maya.
"Kalian
berdua bersekongkol untuk mengerjaiku?" tuduh Masumi.
"Itu
tidak benar, mana mungkin saya berniat mengerjai Anda?" bantah Maya dengan
bibir cemberut.
Melihat
ekspresi aneh Eisuke membuat Masumi tidak menanggapi bantahan kekasihnya.
"Ada apa, Ayah?" tanyanya. Perhatian Maya pun langsung teralihkan.
"Entahlah,
aku merasa aneh mendengar percakapan kalian berdua. Maya, kau memanggil calon suamimu
dengan sebutan Tuan? Apa kau terbiasa dengan itu Masumi? Ah, tapi itu terserah
kalian. Sebaiknya aku kembali ke kamar. Kalian lanjutkan saja. Ayo, Asa,"
kata Eisuke sebelum akhirnya dia memutar kursi roda dan meninggalkan Masumi
juga Maya yang masih terdiam.
Keduanya
kemudian saling bertukar pandang lalu tertawa.
"Aku
tidak menyadarinya," kekeh Masumi.
"Saya
juga," timpal Maya.
"Tapi
benar apa yang Ayah katakan, berhentilah memanggilku Tuan Masumi, kau calon
istriku sekarang," kata Masumi.
Maya
tersenyum dengan wajah merona. "Lalu saya memanggil Anda apa?"
tanyanya malu-malu.
"Panggil
aku selayaknya seorang istri memanggil suaminya," goda Masumi hingga wajah
Maya semakin memerah karenanya.
"Ki-kita
belum menikah," jawab Maya gugup.
"Hanya
tinggal menunggu waktu kan?" Masumi terkekeh melihat Maya yang justru
semakin menunduk malu.
***
Koji
termenung setelah menutup sambungan teleponnya. Dia baru saja menghubungi
Yukari karena handphone Maya sejak
kemarin tidak aktif.
Nona Maya sedang ada urusan
pribadi, begitu yang dikatakan Yukari.
Koji
memijat pelipisnya yang berdenyut sakit. Kemana Maya? Urusan apa hingga gadis
itu mematikan handphone-nya?
Pertanyaan itu terus terngiang di dalam kepalanya. Apa Maya sakit? Pikiran itu
membuat Koji menjadi cemas. Tidak heran juga, pasalnya pada pertemuan terakhir
mereka Maya terlihat kacau dengan perasaannya.
"Maya
masih belum bisa dihubungi?"
Koji
mengangkat wajahnya dan melihat Rei membawa sebuah nampan dengan cangkir di
atasnya. Dia menggeleng.
"Mungkin
Maya memang sedang sibuk. Dia juga belum membalas pesanku," kata Rei
seraya menyajikan kopi yang dibuatnya.
Koji
sengaja datang ke apartemen Rei untuk mencari tahu berita tentang Maya. "Kau
tidak curiga dia sakit atau apa?" tanya Koji.
Rei
langsung menggeleng. "Dua hari lalu dia meneleponku dan mengatakan
semuanya baik-baik saja."
Koji
menghela napas panjang. "Boleh aku bertanya sesuatu Rei?"
"Hhmm?"
"Apa
kau tahu hubungan antara Maya dan Tuan Masumi?"
Kening
Rei berkerut mendengar pertanyaan bernada serius dari Koji. Maya dan Masumi? Rei langsung menggeleng.
"Apa maksudmu?" Rei balik bertanya.
"Apa
kau tidak curiga keduanya memiliki hubungan khusus?" Koji justru kembali
melontarkan pertanyaan.
Rei
tersenyum. Dia mengerti kemana arah pembicaraan ini akan berlangsung.
"Kalaupun diantara mereka ada hubungan khusus, apa hubungannya dengan
kita?"
Koji
mendesah pelan. "Buatmu tidak ada tapi bagiku? Jelas ada hubungannya. Kau
jelas tahu perasaanku pada Maya," jelasnya.
"Bukankah
kau sudah memilih Mai? Kenapa sekarang kau masih mengharapkan Maya? Setahuku
Maya juga sudah menegaskan perasaannya padamu," jawab Rei tenang. Jujur,
Rei tidak begitu suka dengan sikap Koji yang plin-plan.
Koji
terdiam dengan perkataan Rei, membuat gadis itu menghela napas panjang.
"Relakan
Maya Koji. Jangan membebaninya dengan perasaanmu."
"Perasaanku
menjadi beban baginya?" Koji mengeryit tak suka.
Rei
mengangguk cepat. "Tentu saja. Kau sendiri tahu bagaimana sifat Maya. Dia
tidak akan tega melihatmu terluka karenanya. Jika kau terus memaksakan
perasaanmu padanya, jelas itu akan menjadi beban untuk Maya."
"Tapi
aku masih mencintainya," lirih Koji.
Kali
ini Rei yang terdiam.
"Beberapa
hari lalu aku menemaninya di apartemen. Dia terlihat kacau, sedih. Dia
membicarakan tentang hatinya yang terluka. Apa kau tahu Rei? Dia sakit hati
karena Tuan Masumi," kata Koji.
Rei
cukup terkejut dengan jawaban Koji tapi dia tahu batasannya sebagai sahabat
untuk Maya. "Kalau memang begitu dan Maya tidak meceritakannya pada kita,
bukankah itu berarti Maya tidak ingin kita mencampuri urusannya?" Rei sendiri
tidak habis pikir dengan Koji. Sejak datang pemuda itu terus menyinggung masalah
Maya dan Masumi. Dia tidak tahu harus menjawab apa meski dalam hati dia juga
sudah lama curiga dengan hubungan Maya dan Masumi. Tapi Maya yang selalu
bungkam saat Rei bertanya, membuatnya sungkan untuk mencari tahu lebih jauh.
"Sebenarnya-,"
Koji tampak berpikir, "aku pernah melihat Maya dan Tuan Masumi berpelukan
di pelabuhan."
Rei
kembali dikejutkan dengan jawaban Koji.
"Aku
tidak berbohong. Itu adalah hari dimana aku mengalami kecelakaan," kata
Koji begitu melihat Rei menatapnya tidak percaya. Sesaat keduanya terdiam dan
hanya saling pandang sampai akhirnya Rei menghela napas panjang.
"Saat
ini statusmu adalah kekasih Mai, Koji," ucap Rei yang membuat Koji semakin
melesu. Terpuruk oleh kenyataan bahwa gadisnya semakin jauh dari jangkauan.
"Ya,
kau benar," lirih Koji penuh sesal.
***
"Kau
suka ini?" Masumi menunjuk sebuah gambar gaun pengantin berwarna putih
gading. Gaun itu berlengan panjang dengan potongan sederhana. Maya mengangguk
senang disambut senyum Masumi. "Seleramu tidak pernah berubah,
sederhana," ucap Masumi seraya mengusap lembut sisi wajah calon istrinya.
Langsung
saja Maya merona karena perlakuan Masumi hingga suara deheman menyela kemesraan
mereka.
"Saya
masih di sini, jika Anda sekalian lupa," celetuk Mizuki seraya membetulkan
kaca matanya. "Hanya mengingatkan," tegasnya lagi saat melihat Masumi
menatapnya kesal.
Maya
terkikik pelan lalu mengusap lengan Masumi. Meminta calon suaminya untuk tidak
marah. "Maaf Nona Mizuki," ucap Maya geli. Perhatian Maya kembali
teralihkan pada katalog di atas pangkuan Masumi. Diapun mengambil katalog itu
dan kembali membuka halaman demi halaman.
Mizuki
melakukan tugasnya dengan cepat begitu Eisuke memberi perintah. Pagi itu, dia
langsung datang ke Mansion Hayami sambil membawa beberapa katalog gaun
pengantin. Setelahnya dia hanya tinggal mengurus masalah undangan dan persiapan
pesta bersama event organizer yang sudah ditunjuk. Masalah
dokumen pernikahan sudah bukan urusan Mizuki karena Hijiri yang meminta untuk
mengurusnya.
Rencana
pernikahan mendadak ini membuat orang-orang kepercayaan Masumi bergerak dengan
cepat. Meski Maya tidak meminta pesta besar tapi tetap saja pesta pernikahan
membutuhkan banyak persiapan.
"Setelan
ini cocok denganmu, Masumi," Masumi menunjuk sebuah jas hitam dengan
potongan elegan. Dengan penuh minat Masumi melihat pilihan Maya.
"Aku
tidak keberatan asal kau suka," jawab Masumi kemudian.
Maya
mengerutkan kening. "Jangan begitu, kau yang akan memakainya."
"Apapun
yang kupakai, aku akan tetap terlihat tampan, Maya,” celetuk Masumi yang
membuat Maya tergelak dan Mizuki menggeleng tak percaya.
Kemana perginya Masumi yang pemarah
itu? Pikir Mizuki.
“Baiklah,
kami pilih gaun ini dan ini.” Maya menunjukkan pilihannya pada Mizuki yang
segera ditandai oleh sekretaris cantik itu.
Setelah
itu mereka membicarakan mengenai dekorasi pesta yang diinginkan Maya juga
beberapa persiapan lain yang akan Mizuki sampaikan pada pihak event organizer. Beruntung selera Maya simple hingga membuat semuanya
lebih mudah, Masumi sendiri tampak santai dan menyerahkan semua pilihan pada
calon istrinya. Perundingan selesai dan Mizuki mencatat untuk besok mengatur
pertemuan Masumi juga Maya dengan designer gaun pengantin dan designer kimono
pernikahan. Pembicaraan mereka diakhiri dengan suara dering handphone Maya.
“Ah,
alarm,” kata Maya begitu melihat tampilan layar handphone-nya.
Masumi
dan Mizuki menatap gadis itu heran. Setahu mereka Maya sudah mengosongkan
jadwal kerjanya selama tiga hari kedepan. Tanpa menjelaskan apapun, Maya
beranjak dari sofa ruang keluarga lalu memanggil salah satu pelayan.
“Sepertinya
Nona Maya memang cocok menjadi Nyonya di rumah ini,” komentar Mizuki begitu
melihat sang pelayan yang mengangguk hormat sebelum menjalankan perintah Maya. Mizuki
tersenyum, padahal baru dua hari Maya menginap di Mansion Hayami tapi
sepertinya seluruh pelayan sudah tunduk padanya. Ah, harusnya hal itu tidak
mengejutkan Mizuki karena Maya bahkan sudah menaklukan Eisuke Sang Jendral
tertinggi juga putranya yang terkenal sedingin es.
“Aku
masih merasa ini semua mimpi,” gumam Masumi yang sayangnya terdengar oleh
Mizuki. “Jangan menatapku seperti itu,” protes Masumi begitu Mizuki
memincingkan mata padanya.
“Sejak
kapan Anda tidak bisa membedakan mimpi dan kenyataan?” sindir Mizuki.
Masumi
justru tersenyum tanpa berniat menjawab perkataan sekretarisnya. Perhatian keduanya
teralihkan saat Maya kembali dengan membawa nampan berwarna coklat. Mizuki langsung
menyeringai begitu melihat isi dari nampan yang dibawa oleh calon nyonyanya
itu.
“Minum
obatmu, setelah ini kita bersiap berangkat ke rumah sakit. Aku baru saja
menghubungi Dokter Hayate,” kata Maya begitu duduk di sebelah Masumi dengan
nampan di atas pangkuannya. Dia menyerahkan cawan kecil dengan tiga butir obat
di dalamnya pada Masumi yang masih terdiam.
“Kau
memasang alarm untuk ini?” tanya Masumi yang masih terkejut dengan apa yang
dilakukan oleh Maya.
Maya
berkedip menatap kekasihnya lalu mengangguk dan kembali memajukan tangannya
yang masih memegang cawan. “Waktunya minum obat,” katanya lagi.
Mizuki
tersenyum makin lebar melihat perhatian Maya pada atasannya. Dalam hati dia
begitu lega karena akhirnya Masumi bisa mendapatkan kebahagiannya.
Masumi
hanya diam menerima cawan obatnya dan meminum tiga pil pahit itu dengan air
putih yang sudah disediakan Maya. “Terima kasih,” ucapnya lirih seraya
memberikan gelas kosong pada Maya.
“Sekarang
bersiaplah, Bibi Harada sudah menyiapkan pakaian gantimu. Aku juga akan segera
bersiap,” kata Maya yang kemudian memanggil pelayan dan menyerahkan nampannya. Dia
menatap heran pada Masumi yang masih bergeming di tempatnya. “Kenapa? Aku tidak
mau kau membatalkan jadwal pemeriksaanmu, Masumi,” tegurnya.
Masumi
menggeleng lalu tersenyum tipis. Dia segera beranjak lalu mengecup kening Maya
penuh penuh sayang sebelum akhirnya pergi menuju kamarnya.
“Anda
membuat Tuan Masumi terkejut Nona Maya,” kata Mizuki begitu Masumi tak lagi
terlihat.
“Dia
hanya harus tahu kalau aku mencintainya.”
Mizuki
diam melihat Maya yang tersenyum.
***
“Efek
dari ablasi enam bulan lalu berdampak positif, setidaknya perkembangan sel
kanker tidak seagresif dulu. Meski begitu kami akan tetap berusaha mencari
donor hati secepatnya,” terang Dokter Hayate setelah Masumi menyelesaikan
rangkaian pemeriksaannya. “Saya sangat menyarankan Anda mengikuti semua pola
makan dan istirahat yang sudah saya jelaskan sebelumnya Tuan Masumi. Itu akan
sangat berpengaruh pada kesehatan Anda,” tambahnya.
“Anda
tidak perlu khawatir Dokter, saya sendiri yang akan memastikan Masumi untuk
melakukan semua itu,” sela Maya begitu Masumi hendak menjawab.
Dokter
Hayate tersenyum senang. Ini kali kedua dia bertemu Maya dan sebagai dokter dia
senang pasiennya mendapat perhatian khusus yang sangat menunjang kesembuhannya.
“Saya sangat berterima kasih untuk itu, Nona Kitajima,” jawab sang dokter.
“Apa
kau sekarang berniat beralih profesi menjadi perawatku, Maya?” tanya Masumi
seraya menghela napas panjang.
“Jika
itu diperlukan, kenapa tidak? Aku tidak keberatan merawat calon suamiku
sendiri,” ucap Maya tanpa basi-basi. Gadis itu bahkan tidak menyadari
keterkejutan Dokter Hayate mendengar pernyataannya, tidak menyangka kalau
hubungannya sudah seserius itu.
“Aku
tidak setuju,” jawab Masumi. “Jangan korbankan karirmu hanya demi aku yang-,”
“Sstt,”
Maya kembali menyela, raut wajahnya menyendu. “Jangan berkata seperti itu. Aku tidak
suka mendengarnya. Aku akan menjadi istrimu, sudah menjadi kewajibanku untuk
melayani dan merawatmu.”
Maya
mengalihkan perhatiannya pada Dokter Hayate, tidak berniat mendengarkan Masumi
dan kepesimisannya. Sebuah senyum terulas manis. “Kami akan menikah dua bulan
lagi Dokter. Anda harus datang, kami akan mengirimkan undangan khusus untuk
Anda.”
Dokter
Hayate langsung mengucapkan selamat dan terima kasih atas undangan Maya. Dia berpikir
hal ini akan berpengaruh positif pada perkembangan kesehatan Masumi. Bukankah hati
yang bahagia adalah obat yang manjur? Dokter Hayate sungguh berharap untuk
kesembuhan Masumi.
Selesai
dengan semua petuah panjang sang dokter, Masumi dan Maya undur diri. Keduanya meninggalkan
rumah sakit setelah menebus semua resep obat Masumi.
***
“Ya,
Yukari?” jawab Maya saat mengangkat teleponnya dalam perjalanan pulang ke
Mansion Hayami. Dia terdiam sejenak mendengar penuturan menejernya. “Tidak
bisakah hal itu menunggu? Aku sedang mengurus beberapa hal. Bukankah mereka
setuju untuk menunda syuting iklannya?”
Maya
menghela napas panjang, sesaat melirik ke arah Masumi yang sedang menatapnya. “Baiklah,
aku akan sampai di sana secepatnya,” lanjut Maya tanpa mengalihkan pandangannya
dari Masumi. “Tidak, kau tidak perlu menjemputku. Pergilah bersama Iwaguchi dan
kita bertemu di studio.” Maya memutuskan sambungan teleponnya.
“Ada
masalah?” Masumi langsung bertanya.
“Sedikit,
mengenai syuting iklan perusahaan Nara,” jawab Maya.
“Mereka
keberatan kau menunda syuting iklannya?” tebak Masumi dan Maya mengangguk.
“Ini
kontrak terakhirku dengan mereka. Kemarin mereka sudah setuju menundanya satu
minggu karena launching produk juga
baru akan dilakukan tiga bulan lagi. Tapi sekarang Menejer Pemasaran mereka
keberatan. Seperti aku akan mengingkari kontrak saja,” dengus Maya seraya
memasukkan handphone-nya ke dalam
tas.
Masumi
terkekeh mendengar penuturan Maya. Ternyata kekasihnya itu bisa juga menggerutu
tentang pekerjaan. “Jadi sekarang kau akan menemui mereka?” tanya Masumi begitu
selesai dengan tawanya.
Maya
mengangguk. “Mereka ingin syutingnya dilakukan besok, jadi sekarang aku harus
mempersiapkan semuanya. Yukari sedang berada di kantor Nara sedangkan Maki
mempersiapkan keperluan syuting besok. Beruntung syuting kali ini hanya di
studio, semoga tidak memakan waktu lama,” terang Maya.
“Jadi
sekarang, kau akan ke studio atau ke kantor Nara?” Masumi kembali bertanya.
“Biarkan
Yukari yang mengurus semua kontraknya. Aku langsung ke studio saja menemui Maki
untuk fitting kostum,” jawab Maya.
Masumi mengangguk tanda mengerti lalu memberi perintah pada Watanabe,
sopirnya, untuk memutar haluan menuju studio Daito. Maya memekik mendengarnya.
“Apa maksudmu? Kita akan kembali ke rumah dulu, setelah itu aku
akan pergi dengan taksi,” protes Maya.
Masumi langsung mendengus lirih. “Kau pikir aku akan membiarkanmu
naik taksi?”
“Baiklah, Watanabe akan mengantarku tapi sekarang kita harus
kembali ke rumah. Kau butuh istirahat Masumi, aku tidak mau kau kelelahan,”
kilah Maya.
“Aku belum sekarat, Maya,” jawab Masumi santai hingga kekasihnya
itu melotot kesal. “Biarkan aku mengantarmu, setelah itu kita pulang bersama,”
lanjutnya saat melihat Maya mencebik.
“Atau kau malu datang bersamaku?”
Maya kembali membulatkan matanya. “Itu tidak lucu, Masumi.” Maya
menghela napas lelah. Percuma berdebat dengan kekasihnya yang keras kepala.
***
Para
kru studio 6 tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Maya
datang bersama Masumi, Direktur Daito. Bahkan Maki dan Iwaguchi pun sempat
menganga melihat Nonanya berjalan berdampingan dengan sosok yang mereka tahu
sempat berseteru beberapa waktu lalu –ah, mungkin bahkan sejak dulu kala-. Maya
sendiri tampak tidak mempedulikan hal itu, apalagi Masumi. Keduanya melenggang
santai ke ruang rias yang sudah disiapkan untuk Maya. Sesekali mereka menjawab
sapaan ramah beberpa kru. Maki sendiri dengan patuh mengikuti nonanya.
Sampai
di ruang rias, Masumi langsung duduk di sofa sementara Maya sibuk melihat
kostum yang akan dipakainya besok. Maki menjelaskan beberapa hal lalu meminta
Maya mencobanya.
“Masumi,
kau mau minum?” Maya menyela keasikan Masumi yang tengah sibuk dengan handphone-nya. Maki kembali terkejut
mendengar cara Maya memanggil atasannya.
“Kau
punya air mineral?” Masumi balik bertanya. Maya langsung mengangguk.
“Maki,
tolong sediakan dua botol air mineral,” perintah Maya.
“Baik,
Nona,” jawab Maki yang langsung keluar dari ruang rias dan mengambil persediaan
minum di dalam mobil. Jangan heran, sebagai aktris dengan mobilitas tinggi,
mobil Maya tentu dilengkapi dengan banyak fasilitas termasuk stok makanan juga
minuman.
“Kau
tidak sengaja mengusir asistenmu kan?” Masumi langsung menggoda kekasihnya
begitu Maki pergi.
Kening
Maya berkerut tak mengerti. “Apa maksudmu?”
“Agar
kita hanya berdua di tempat ini,” lanjut Masumi tanpa dosa.
Maya
langsung mendengus. “Jangan berpikiran kotor Tuan Hayami. Kita berada di tempat
kerja.”
Masumi
terkekeh mendengar nada kesal Maya. Gadis itu langsung masuk ke bilik ganti
dengan wajah merah yang gagal di sembunyikannya.
Pintu
ruangan diketuk, Maki masuk membawa dua botol air mineral bersama dengan
Yukari. Menejer cantik itu langsung memberi salam hormat pada Masumi. Maki pasti
sudah memberitahunya tentang kedatangan Masumi hingga Yukari tak terlalu syok
melihat sang direktur berada di ruangan nonanya.
“Apa
menejer pemasaran perusahaan Nara menyulitkanmu?” tanya Masumi pada Yukari yang
masih berdiri di depannya.
“Tidak
Tuan, semua masalah sudah di atasi dengan baik. Mereka keberatan jika syuting
ditunda minggu depan karena rencananya mereka juga akan mempercepat
launchingnya,” terang Yukari.
“Jika
ada masalah mengenai kontrak Maya, kau bisa langsung hubungi Mizuki. Dia akan membantumu,” kata Masumi.
“Baik,
Tuan Masumi,” jawab Yukari patuh. Meski heran tapi dia tidak berani bertanya
lebih jauh. Status istimewa Maya di Daito sudah cukup untuk meredam rasa penasarannya.
“Jadi
launching produknya akan dipercepat?” tanya Maya begitu keluar dari bilik ganti
dengan dua kostum di tangannya. Rupanya dia juga menyimak pembicaraan Masumi
dan menejernya.
Yukari
mengangguk. “Menejer Pemasaran mengatakan demikian. Itu adalah keinginan
Direktur Nara yang baru diputuskan pada rapat kemarin. Karena itulah
pemberitahuannya mendadak.”
“Oh
begitu.” Maya memberikan kostumnya pada Maki dan mengatakan semuanya pas, tidak
perlu diperbaiki. Diapun duduk di sebelah Masumi. “Apa ada hal lain yang harus
kulakukan hari ini?” tanyanya kemudian.
“Tidak
Nona, hanya fitting saja. Semuanya sudah disiapkan Maki. Syuting dimulai besok
pagi pukul delapan,” jelas Yukari.
“Pukul
delapan ya?” Maya tampak berpikir.
“Tidak
perlu dipikirkan. Aku akan meminta Mizuki memundurkan jadwal pertemuan kita,”
kata Masumi yang bisa membaca kekhawatiran Maya mengenai pertemuan mereka
dengan para designer.
“Apa
tidak masalah? Semoga mereka tidak keberatan,” kata Maya.
“Tenang
saja, mereka tidak akan mempermasalahkan hal itu. Besok kau fokus pada
syutingmu. Lusa kita bertemu mereka.”
Maya
mengangguk lalu tersenyum. Mempersiapkan pernikahan di tengah pekerjaan yang
menumpuk bukanlah hal mudah tapi Maya tak berniat menunda pernikahan mereka
lebih lama lagi. Dia yakin dengan adanya Mizuki dan Hijiri yang cekatan semua
pasti selesai dengan baik. Belum lagi orang-orang suruhan Eisuke yang selalu
siaga dua puluh empat jam.
“Masumi,
apa Nona Mizuki butuh bantuan Yukari?” Maya menoleh demi menatap sang calon
suami.
“Tidak
perlu, biarkan Yukari dan Maki fokus membantumu dalam pekerjaan. Masalah pernikahan
biarkan Mizuki dan keluarga Hayami yang mengurusnya,” jawab Masumi.
“Pernikahan?!”
tanpa sadar menejer dan asisten Maya memekik bersamaan. Keduanya langsung
menutup mulut dengan tangan karena terkejut dengan suara mereka sendiri.
Maya
meringis canggung. Dia baru ingat kalau belum memberitahu perihal pernikahannya
pada Yukari juga Maki.
“Kau
belum memberitahu menejermu?” Masumi sendiri tampak terkejut.
Maya
menggeleng pelan. “Aku lupa,” ucapnya tanpa dosa.
Masumi
terkekeh pelan lalu menatap Yukari dan Maki bergantian. “Dua bulan lagi Nona
kalian akan menjadi Nyonya Hayami.” Masumi mendeklarasikan hal itu dengan
senyum lebar seraya merengkuh bahu Maya ke dalam pelukannya.
Di
luar pintu, seseorang tengah terpaku dengan tangan menggantung di udara. Niatnya
mengetuk pintu sirna begitu mendengar ucapan Masumi. Mengepalkan tangannya
erat, orang itu berbalik dengan kemarahan bergolak di dalam dadanya.
***
Bersambung
19 Comments
Halo MM lover tercinta,
ReplyDeleteketemu lagi ya setelah perjuangan panjangku selama dua bulan terakhir kemarin. Puji Tuhan sudah sehat kembali dan semua sudah baik2 saja. maaf untuk apdetannya yang lama.
Chapter 6 hadir, semoga bisa jadi obat rindu.
Obat happy buatku kalo kalian komen yak, hahaaa
happy reading
arigatooooo
Ishhh itu c aki msh aja bisa PD pake baju apapun tamvan......ga usah pake baju lebih tamvaaannn ��������
ReplyDeleteLagiiiiii mba agnes
comment nya cm 1.... lanjuuuuutttttt.. hehee
ReplyDeleteHadeeeh, masih ada pengganggu kayaknya. Tp setidaknya ada lovey dovey nya. Sukaaaa...
ReplyDeleteKyaaa...why soo short... tapi sweet banget ih. Duh, gak sabar mau baca lanjutannya... You wrote it so pro mbak Agnes. Keren diksinya...Good job mbak. Don't take it so long to post the next part please...please...
ReplyDeleteKeren say, as always u did it good. Thanks ya for this chapter. Waiting for the next chapter :*
ReplyDelete- Fitria Gw -
Keren kak ;) aku suka..ditunggu lanjutannya
ReplyDeleteMaaf say baru kasih komen sekarang.. Wis muanteb apik lah pokoke sing jelas happy ending loh ya��
ReplyDeleteKok gbs di klik chap 7 huhuhu
ReplyDeleteLha emang belum apdet Mba sayang. Hehehee, sabar ya, diusahakan secepatnya. Makasih udah baca *deep bow
DeleteLink heart 7nya kapan bisa dibuka mbak? Hehe...
ReplyDeleteDari smp saya seneng banget baca topeng kaca tp setelah lulus kuliah saya nga nemu terus kelanjutan bayang2 jingga.Sebelum hijrah ke negara dingin tetep nga nemu tuh kelanjutannya akhirnya pasrah deh.....
ReplyDeleteIseng liat2 lg tuh cerita ini di komputer dan akhirnya nemu blogg ini .... duh senengnya...thanksnya... akhirnya pengorbanan selama 25 thn akhirnya kesampaian..🤗😉
/evi
mba Agnes...chap 7 nya belum ada sambungannya ya...penasara nich sama lanjutannya. hehehe maaf ya mba semoga cepet bisa apdet
ReplyDeleteSmoga segera update
ReplyDeleteMakasih untuk semua ff nya
Ditunggu apdetanya ya say Agnes😘😘😘
ReplyDeleteMbak kapan chapter 8 nya muncul? ?Penasaran ini
ReplyDeletechapter 7-nya tdk bisa di klik :(
ReplyDeleteChapter 7 kok ga bisa diklik ☹️
ReplyDelete
ReplyDeleteSedih bacanya. Lanjuuuuuut