Pure Love - Chapter 13

Happy Brithday Miuchi Sensei n Maya Kitajima



Maya duduk menahan kepalanya yang berdenyut sakit. Matanya menatap Shiori yang berdiri tidak jauh darinya. Pandangan tajam Shiori jelas menandakan kalau wanita itu menyimpan amarah padanya.
"Aku harap kedatanganku tidak mengganggu istirahat kalian." Shiori berjalan ke arah tempat tidur Maya lalu mengulurkan buket bunga mawar ungu padanya, "bagaimana keadaanmu Nyonya Hayami?"
"Baik," jawab Maya lirih, menatap miris pada buket bunga dalam dekapannya. Dia tahu benar apa maksud dari bunga yang diberikan Shiori.
Masumi dan semua orang yang ada di dalam kamar hanya bisa diam mengamati interaksi dua wanita yang saat ini sudah bertukar status. Sungguh takdir sangat menggelikan hingga mempertemukan Masumi, Maya dan Shiori dalam keadaan absurd seperti ini.
Shiori menoleh ke arah Masumi lalu mengulas sebuah senyum, "Dan kau, bagaimana keadaanmu?"
"Aku baik Shiori, terima kasih untuk kunjunganmu," jawab Masumi tenang yang kemudian mengalihkan pandangannya pada Tuan Besar Takamiya, "maaf tidak bisa menyambut Anda dengan layak Tuan Besar, terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk mengunjungi kami," lanjut Masumi seraya mengangguk hormat.
Tuan Besar Takamiya menyeringai tipis, "Aku hanya memenuhi keinginan cucu kesayanganku, Masumi."
Masumi mengangguk tanda mengerti lalu menatap sang ayah yang masih saja diam.
"Hijiri, Mizuki, keluarlah," perintah Masumi kemudian dengan mata masih menatap lekat Eisuke.
"Baik Tuan, kami permisi," jawab Hijiri dan Mizuki bersamaan. Keduanya lalu pergi meninggalkan kamar. Suasana semakin menegangkan saja.
"Kau tidak perlu mengusir mereka Masumi, tidak ada hal penting yang harus dibicarakan di sini. Aku hanya ingin melihat keadaanmu, sekaligus bertemu dengan istri barumu," sinis Shiori seraya memberikan senyum termanisnya pada Masumi.
Maya mengeratkan genggamannya pada buket bunga lalu menatap Masumi yang kini juga tengah menatapnya. Ironi yang diucapkan Shiori cukup membuat hatinya sakit. 
"Kami baik-baik saja, sekali lagi terima kasih untuk kunjungan Anda," kata Maya kemudian dan Shiori langsung menolehkan kepalanya pada Maya.
"Kau makin berani bicara Nyonya Hayami," sinisnya. Kembali semua orang hanya diam memperhatikan keduanya.
"Saya tidak punya alasan untuk tidak berani bicara di depan Anda, Nyonya," tegas Maya dengan berani.
"Ah iya, aku lupa. Kau sudah menganggap dirimu menang. Tentu saja, dengan statusmu yang sekarang? Ya, aku tidak menyalahkannya," jawab Shiori dengan nada tenang.
"Maaf Nyonya, saya tidak pernah berpikir seperti itu. Hati bukanlah sesuatu yang layak untuk dijadikan taruhan," jawab Maya.
Tiba-tiba Shiori terkekeh, "Apa kau lupa dengan apa yang kau katakan padaku di apartemenmu?"
Maya diam dengan raut wajah bingung dan Masumi tampak geram dengan sikap Shiori.
"Bukankah waktu itu kau bilang aku yang menang? Dan sekarang kau membalikkan keadaan. Ah, semoga kau masih ingat apa yang aku katakan. Siapa yang akan jadi taruhannya dalam permainan kali ini," Shiori kembali terkekeh.
Maya tersentak begitu mengingat percakapan mereka dulu di apartemen. Ya benar, Maya ingat dia pernah mengatakan itu dan dia ingat siapa yang akan menjadi taruhan dalam permainan Shiori kali ini. Masumi. Suaminya.
Maya mengumpulkan seluruh kekuatan dan keberaniannya untuk tetap menatap Shiori. "Apa yang Anda kejar sebenarnya Nyonya? Bukankah semuanya sudah selesai?" tanya Maya.
Shiori menyeringai, "Tidak semudah itu," desisnya.
"Shiori," panggil Tuan Besar Takamiya dan kedua wanita yang tengah bertukar pandang dengan tatapan tajam itupun menoleh. "Sudah waktunya kita pulang," katanya tenang. Tentu saja Tuan Besar Takamiya tidak mau Shiori lepas kendali lalu menjatuhkan harga dirinya. Dia sudah punya rencana lain untuk membalaskan sakit hati Shiori tanpa harus cucunya itu turun tangan sendiri.
Shiori kembali menatap Maya, "Kau akan lihat permainanku," desisnya lagi dan Maya hanya bergeming. Begitu juga dengan Masumi dan Eisuke. Keduanya hanya diam melihat Tuan Besar Takamiya pergi meninggalkan ruangan.
Setelah keduanya pergi, Maya menatap tajam suami dan ayahnya bergantian.
"Masumi, Ayah, tolong katakan padaku semuanya."
***
Eisuke duduk di sebelah tempat tidur Maya dan menatap sang menantu yang terpaksa harus kembali berbaring karena merasa pusing ketika duduk terlalu lama. Sementara Masumi duduk tenang bersandar pada kepala tempat tidurnya.
"Aku rasa kau memang harus mendengar semuanya," kata Eisuke setelah lama ketiganya hanya diam.
"Ceritakan saja Ayah, jangan buat aku merasa bodoh dengan tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya," jawab Maya.
"Jangan berpikir seperti itu sayang, aku hanya tidak mau membuatmu khawatir," sela Masumi.
"Tapi aku memang khawatir, saat semua orang berpikir dan melakukan sesuatu aku hanya berpangku tangan. Padahal semua ini terjadi juga karena salahku," jawab Maya.
"Bukan salahmu Maya," Masumi kembali menimpali.
"Tidak itu-,"
"Tidak ada yang salah di sini," potong Eisuke yang membuat Maya menelan kembali argumennya, "kecuali aku," dan kalimat terakhir Eisuke itu sukses membuat Masumi juga Maya bingung.
"Aku memang masih tidak mengerti dengan semua yang Ayah rencanakan tapi bagian mana dari semua ini yang adalah salah Ayah?" tanya Masumi.
"Sudah kukatakan sejak awal kalau kau tidak pernah memperhatikan sekelilingmu Masumi. Jangan pikir perdebatan kita di rumah waktu itu adalah pertama kalinya aku tahu semua tentangmu," jawab Eisuke.
"Aku tahu, meski baru menyadarinya. Sebelum kecelakaan kemarin Maya sempat mengatakan kalau Ayah pernah menemuinya dan aku mulai menyadari semuanya. Ternyata sejak awal Ayah sudah tahu tentang hubungan kami. Bahkan posisi Hijiri dan semua rencanaku juga sudah Ayah prediksi," jelas Masumi.
Eisuke menyeringai tipis, "Kau masih terlalu kecil untuk bisa mengelabuiku Masumi."
"Dan aku masih tidak tahu apa rencana Ayah sebenarnya," kata Masumi.
"Maaf," sela Maya kemudian, "bisakah mulai menjelaskan padaku? Aku semakin bingung dengan semua percakapan ini."
Masumi menghela napas panjang lalu menyandarkan punggungnya lebih santai. Gestur itu cukup membuat Eisuke mengerti kalau sudah waktunya dia bercerita dan Masumi tidak akan menyela. Tampaknya Masumi juga ingin mendengarkan cerita lengkap versi ayahnya.
"Maya, sebenarnya awal aku menemuimu adalah karena rasa penasaranku akan perhatian Masumi yang berlebihan padamu," kata Eisuke kemudian.
Maya mengerutkan kening tapi tidak berkomentar. Dia tahu cerita ini diawali pada waktu lampau yang cukup lama. Sadar saat itu dirinya masih terlalu kecil untuk mengerti semuanya.
"Semua dukungan Masumi di balik layar, beasiswa sekolah, bahkan semua reaksi aneh Masumi di depan publik yang memancing semua emosimu, itu semua sangat mencurigakan bagiku. Sama sekali tidak terlintas dalam pikiranku kalau Masumi jatuh cinta padamu. Usia kalian bahkan berbeda begitu jauh," Eisuke berhenti bicara untuk sekedar melihat wajah Masumi yang sedikit merona. Jelas Masumi merasa malu kalau ternyata Eisuke tahu semua rahasianya. Eisuke pun tersenyum simpul melihat reaksi Masumi yang tidak biasa itu.
"Namun, setelah aku menemuimu, menyelidiki semua tentangmu, aku tahu kalau Masumi benar-benar jatuh cinta padamu," Eisuke menghela napas sesaat dan tersenyum kala Maya menatap tanpa berkedip.
"Awalnya aku tidak peduli dengan semua itu. Bagiku cinta bukanlah sesuatu yang layak diperjuangkan. Mungkin itulah kenapa aku tidak bisa mendapatkan hati gurumu. Aku sudah menghancurkan hati dan kehidupannya," lanjut Eisuke.
"Aku tetap mempertahankan perjanjianku dengan Takamiya dan memaksa Masumi menikah. Sampai saat itu aku masih tidak peduli dengan perasaannya. Aku menuntutnya untuk segera mendapatkan keturunan agar semua rencanaku berjalan lancar. Takamiya harus berada dalam kendaliku, itulah obsesiku. Namun ternyata, semua tak pernah berjalan sesuai keinginanku. Shiori sendiri sudah tidak sabar dengan perlakuan Masumi padanya. Perlu kalian tahu, akulah yang memberikan ide pada Shiori untuk memberikan obat perangsang pada Masumi-,"
"Ayah!" pekik Masumi dengan mata melebar. Dia menegakkan tubuh tiba-tiba dan harus menahan nyeri di tulang rusuknya.
"Masumi," Maya mencoba bangun tapi Masumi memberi tanda padanya untuk diam dan mengatakan dia baik-baik saja.
"Kau tidak perlu marah Masumi, semua sudah berlalu dan nyatanya semua rencana itu gagal bukan? Aku sempat marah saat anak buahku mengatakan kau pergi ke apartemen Maya tapi saat aku tahu kalau tidak terjadi apa-apa diantara kalian aku mengakui pengendalian dirimu yang hebat," Eisuke menyeringai di akhir kalimatnya.
Masumi berdecih kesal, "Aku tidak mau tahu bagaimana anak buah Ayah bisa mendapatkan semua informasi itu tapi satu hal yang Ayah perlu tahu, aku tidak akan merusak Shiori karena aku tidak mencintainya dan aku juga tidak mau merusak Maya karena aku sangat mencintainya," tegas Masumi.
"Ya, terserah apa katamu dan semua idealis cintamu yang ada di luar logikaku itu," jawab Eisuke dan Masumi mendengus kesal mendengarnya. Maya sendiri merona ketika Eisuke beralih menatapnya. Ingatan Maya langsung melompat pada kejadian malam itu.
"Aku tahu sejauh mana peran Hijiri menjagamu. Itulah kenapa aku memutuskan untuk membuka identitasnya pada umum dan menghentikan ulah Masumi yang menggunakannya sebagai pengawalmu. Menurutku Hijiri masih berada dalam lingkaran kekuasaanku," kata Eisuke.
"Dan Ayah salah untuk hal ini," Masumi menyeringai dalam kemenangan.
"Ya kau benar. Aku salah. Aku baru tahu identitas Masato dan Midori baru-baru ini dan ternyata tugas Hijiri sudah dicadangkan sebelumnya," jawab Eisuke.
"Apa maksudnya?" tanya Maya yang belum mengerti.
"Kau tahu Maya, Masato dan Midori adalah kakak beradik yang dulu berprofesi sebagai pembunuh bayaran. Masato hampir mati di tangan Hijiri waktu berniat membunuh Masumi karena suruhan pesaing kami. Namun karena Masumi cukup murah hati mereka dibebaskan dengan syarat harus mau bekerja padanya untuk menjagamu selama dua puluh empat jam," terang Eisuke dan Maya menganga karena terkejut.
"Pe-pembunuh bayaran?" gagapnya.
Masumi menghela napas panjang, "Jangan salah paham dulu. Itu profesi yang terpaksa harus mereka lakukan. Mereka dijual pada yakuza diusia belia oleh ayah tiri mereka. Mereka dididik untuk dijadikan anjing pesuruh. Sampai suatu kali para yakuza itu menahan Midori yang gagal dalam tugas dan mengancam Masato untuk menebus kesalahannya. Masato menerima perintah bosnya yang dibayar untuk membunuhku, sayangnya itu juga gagal dan saat sekarat Masato memohon pada Hijiri untuk menolong Midori. Singkatnya mereka berdua berhasil di selamatkan dan aku memintanya bekerja sebagai sopir juga menejermu. Dan tolong jangan membahas masalah ini di depan mereka," kata Masumi.
Maya mengangguk dalam diam lalu kembali fokus memperhatikan Eisuke.
"Aku salah sudah membebaskan Hijiri membuka jati dirinya. Karena ternyata itu membuat Masumi makin leluasa dan jabatan wakil direktur yang aku berikan padanya justru menjadi bumerang buatku. Aku pergi terapi dan pulangnya aku harus mendapati kenyataan bahwa Masumi sudah menikah denganmu. Peran Hijiri? Meski dia bilang tidak tapi aku tahu kesetiaannya sudah beralih pada Masumi dan lebih rela melindungi kalian daripada menuruti perintahku," Eisuke melanjutkan ceritanya.
"Ayah keberatan dengan keberadaanku?" tanya Maya kemudian.
"Tidak, bukan seperti itu tepatnya," jawab Eisuke cepat. "Aku mengenalmu sebagai gadis polos yang baik dan aku percaya kau sama sekali tidak punya motif lain dalam mencintai Masumi. Hanya saja waktu itu aku marah karena kau adalah penghalang semua rencanaku. Sampai akhirnya Asa menyadarkanku," lanjutnya dan Asa yang sejak tadi bergeming dalam diam di sebelah Eisuke mengembangkan senyum tipisnya.
"Hari itu, saat aku melihat siaran langsung konferensi pers aku marah dan meminta Masumi juga kau untuk datang. Hal lain yang membuatku kesal adalah kedatangan Tuan Besar Takamiya secara tiba-tiba, semua rencanaku hancur berantakan."
Eisuke menghela napas untuk sesaat, "Sampai akhirnya Masumi memintamu pulang dan kami membicarakan semuanya," lanjutnya dengan sekali lagi menghela napas panjang.
"Saat itu Masumi mengaku salah karena sudah membangkang padaku dan memberiku sebuah pilihan. Kami berdua sama-sama tahu konsekuensi dari pernikahan ini. Daito dan nyawa Masumi menjadi taruhannya, begitu juga dengan nyawamu. Asa berkali-kali meyakinkanku kalau masih belum terlambat untukku merubah semua keputusan dan membantumu juga Masumi lepas dari Takamiya, lebih lagi untuk menyelamatkan Daito," Eisuke diam ketika Maya kemudian meneteskan air mata sementara kali ini Masumi hanya bisa diam. Sebenarnya dia masih tidak rela kalau sampai Maya tahu semua kebenarannya.
"Maya, cara satu-satunya untuk menyelamatkan kalian adalah dengan keluar dari Jepang," lanjut Eisuke dan Maya yang mulai mengerti dengan semua jalan cerita itu hanya bisa mengangguk.
"Masalah lain adalah tentang Daito yang diserang habis-habisan oleh Takamiya baik secara langsung atau tidak langsung. Takamiya menarik semua sahamnya di Daito dan itu sudah diprediksi oleh Masumi. Tanaka Corp adalah incaran kami selanjutnya dalam rencana ini. Yang tidak kami perhitungkan adalah cara kasar Takamiya yang terang-terangan menyerangmu dan Masumi hingga kau jadi seperti ini. Aku berpikir keras beberapa hari terakhir ini dan Asa menyadarkanku akan semuanya. Apa gunanya aku mempertahankan Daito kalau akhirnya aku kehilangan Masumi juga kau. Aku memang bukan ayah kandung Masumi tapi ternyata hati kecilku mengatakan kalau dia lebih berharga daripada Daito. Akhirnya aku merubah semua keputusan dan rencanaku. Aku memanggil Hijiri dan memintanya menyusun semua rencana baru. Aku tidak lagi hanya menjadi pelaku di balik layar yang akan membiarkan kalian berdua pergi demi menyelamatkan Daito tapi sebaliknya, aku akan melepas Daito pada Hijiri dan Tanaka Corp lalu pergi bersama kalian."
Maya menyeka air matanya lalu menatap Masumi dengan tatapan sendu.
"Kau menyesali semuanya?" tanya Masumi kemudian.
Maya menggeleng, "Aku hanya berpikir, apakah aku sebanding dengan semua itu?"
"Ya."
Tanpa sadar Masumi dan Eisuke menjawab bersamaan dan Masumi terkejut dibuatnya.
"Kau sebanding Maya. Aku baru menyadarinya kalau ternyata memperjuangkan cinta dan menghabiskan hidup bersama orang yang kita cintai jauh lebih berharga daripada kau memiliki banyak harta tapi tinggal dalam kesendirian. Sama seperti kau mempertahankan cintamu dan Masumi mempertahankanmu, aku juga belajar untuk mengenal cinta melalui kalian berdua dan aku sudah memutuskan untuk mempertahankan kalian berdua daripada Daito," terang Eisuke.
"Ayah," lirih Masumi.
Eisuke tersenyum pada Masumi, hal yang jarang sekali dilakukannya. "Asa benar Masumi. Kau sudah mengorbankan seluruh hidupmu untukku dan Daito. Kini kau hanya mempertahankan sesuatu yang memang layak kau dapatkan. Tenang saja, aku akan tetap mengirim kalian berdua pergi tapi kali ini ijinkan aku dan Asa untuk ikut. Aku tidak mau menghabiskan masa tuaku dalam kesendirian. Daito tidaklah sebanding dengan kau dan Maya."
"Jadi benar dugaanku kalau Ayah berniat memberikan Daito pada Tanaka Corp?" tanya Masumi.
Eisuke terkekeh, "Biarkan aku yang mengurus itu dengan Tanaka. Kau lihat saja. Aku masih bisa mengatur semuanya dengan Hijiri. Yang jelas aku akan ikut pergi meninggalkan negara ini."
Masumi menghela napas panjang. Dia tidak menyangka ayahnya berubah pikiran sejauh itu. Padahal rencana awal kepergiannya adalah untuk menyelamatkan Daito tapi sekarang kalau ayahnya sudah menyatakan untung melindunginya maka Daito pastilah hanya tinggal nama karena Takamiya pasti akan menghancurkan semuanya.
"Hentikan acara berpikir kalian. Maya, tidurlah, wajahmu sudah terlalu pucat dan aku tidak mau keadaanmu memburuk. Kau juga Masumi," kata Eisuke kemudian dan Masumi membenarkan perkataan ayahnya begitu melihat wajah Maya yang pucat juga basah karena air mata.
"Istirahatlah sayang," kata Masumi.
Maya menghela napas saat denyut di kepalanya kembali terasa sakit.
"Kau baik-baik saja?" tanya Eisuke.
"Ya, aku baik-baik saja," jawabnya lirih, "terima kasih untuk semuanya Ayah," lanjut Maya kemudian.
Eisuke tersenyum tanpa menjawab apapun. Masumi pun kembali berbaring, cukup lega setelah mendengar kejujuran sang ayah.
"Ayah," panggil Masumi. Eisuke menoleh. "Terima kasih," ucap Masumi dan sekali lagi Eisuke tersenyum.

***
Masato dan Midori merasa heran melihat cara Maya memandang mereka. Keduanya baru saja datang karena panggilan Masumi.
"Maaf Tuan, apa Nyonya sudah tahu?" tanya Masato kemudian.
Masumi menoleh ke arah Maya yang menatap mereka tanpa berkedip lalu terkekeh. "Hentikan sayang," kata Masumi.
Maya berkedip lalu mengerucutkan bibirnya, "Aku hanya ingin melihat," kilahnya, "tapi dilihat bagaimanapun mereka tidak seperti yang kau ceritakan."
"Hei, bukankah sudah kukatakan untuk tidak membicarakan hal ini," Masumi memperingatkan dan Maya baru ingat akan hal itu.
"Ah, maaf," jawab Maya.
Midori tersenyum, "Tidak apa-apa Nyonya, justru kami lebih tenang jika Anda sudah tahu semuanya."
Maya membalas senyum Midori, "Terima kasih untuk semuanya."
Masato dan Midori mengangguk hormat.
"Ada apa Anda memanggil kami Tuan Masumi?" tanya Masato kemudian.
"Kami akan pulang sore ini dan Ayah meminta kami pulang ke rumah Hayami. Midori, tolong pindahkan beberapa barang penting di kondo. Dan Masato, kau temui Hijiri, ada beberapa hal yang harus kau lakukan dengannya," terang Masumi.
"Baik Tuan, segera kami kerjakan." Masato dan Midori pun undur diri.
Masumi turun dari tempat tidurnya setelah Masato dan Midori keluar. Pagi ini dia bangun dengan kondisi yang lebih baik, selang IV-nya pun sudah dilepas. Begitu juga dengan Maya, hanya saja dia masih berbaring sejak bangun pagi tadi.
"Apa kepalamu masih sakit?" tanya Masumi seraya mengusap lembut kepala Maya. Luka dipelipis Maya masih dibalut kain kassa.
"Tidak sesakit kemarin. Aku senang sore ini kita bisa pulang," jawab Maya dengan senyum.
"Aku juga. Kau tidak keberatan kita tinggal di rumah Ayah?” Masumi duduk di tepi tempat tidur Maya lalu menggenggam tangannya.
“Tentu saja tidak, aku senang Ayah sudah benar-benar menerimaku,” jawab Maya. Sesaat Maya terdiam lalu kembali bertanya pada suaminya, “Masumi, tentang kepergian kita-,” Maya menelan kembali pertanyaannya.
“Ada apa? Kau tidak setuju?”
“Aku setuju semua rencanamu tapi apakah kita harus pergi dengan cara seperti itu? Maksudku, sahabat-sahabatku, mereka-,”
Masumi tersenyum saat Maya kembali terdiam. Dia tahu apa yang dipikirkan oleh istrinya. Rei, Koji, Ayumi juga sahabat-sahabat Maya di teater, mereka pasti akan merasa kehilangan. Ya, tidak seperti dirinya yang tidak memiliki sahabat, Maya memiliki banyak sahabat yang mengasihinya. Mereka pasti akan merasa sangat kehilangan dengan kepergian Maya yang tiba-tiba dan Maya pasti akan merasa bersalah karenanya.
“Kita akan pikirkan itu nanti, oke?” Masumi mencoba menenangkan.
Maya mengangguk, “Apa masih sakit?” Maya mengulurkan tangan menyentuh tulang rusuk Masumi. Pagi tadi dia masih melihat lebam biru di bagian itu saat Masumi berganti pakaian.
“Tidak, jangan khawatir,” Masumi menarik tangan Maya dan kembali menggenggamnya.
“Kau bohong,” kata Maya.
Masumi terkekeh, “Aku tidak bohong.”
Maya bangun perlahan lalu bersandar pada kepala tempat tidur, “Peluk aku,” pintanya tiba-tiba.
“Eh?” Masumi terkejut.
“Peluk aku dan tidak usah bertanya kenapa,” kata Maya kemudian.
Masumi tertawa lalu menarik Maya ke dalam pelukannya, “Kau aneh Nyonya,” katanya seraya mengusap lembut punggung istrinya.
“Aku mencintaimu, Masumi,” lirih Maya dalam pelukan Masumi.
Masumi mengecup puncak kepala Maya, “Aku juga mencintaimu, Maya.”

***
Prangg!!
Suara pecahan kaca menggema di sebuah kamar besar, di kediaman Takamiya. Beberapa pengawal menatap miris pada Shiori yang kini berdiri di tepi jendela setelah melemparkan vas bunga hingga membentur lantai dan hancur berantakan.
“Tenanglah Nyonya,” bujuk Takigawa, bibi pengasuhnya.
“Tenang? Bagaimana aku bisa tenang? Mereka masih bebas di luar sana dan kakek belum melakukan apapun sampai sekarang!” kata Shiori marah.
“Nyonya saya mohon, jangan seperti ini,” Takigawa merasa sedih melihat Shiori begitu terobsesi untuk membalas dendam.
“Apa maksud Bibi jangan seperti ini? Bibi menyalahkanku? Apa Bibi tidak ingat bagaimana Masumi memperlakukanku dulu? Sekarang Bibi minta aku merelakan semuanya begitu saja?” teriaknya lagi, “Dengar Bi, aku tidak akan berhenti sebelum Masumi dan Maya merasakan sakit yang pernah ku rasakan!”
“Mereka akan merasakan sakit itu berkali-kali lipat dari yang kau rasakan, Shiori.”
Shiori dan Takigawa tersentak mendengar suara berat itu menggema di dalam kamar.
“Kakek?”
“Kau tenang saja Shiori, semuanya akan selesai sebentar lagi dan semua sakit hatimu akan terbayarkan,” kata Tuan Besar Takamiya.
Beberapa saat Shiori hanya diam lalu melayangkan pandangannya ke luar jendela dimana matahari mulai terbenam dan meninggalkan semburat oranye di batas garis cakrawala. “Aku menunggunya Kek. Aku akan menunggunya,” lirihnya.

***
“Kau mau makan apa malam ini Maya?” tanya Masumi. Dia dan Maya tengah duduk berdua di balkon kamar Masumi, di kediaman Hayami. Sementara Bibi Harada, kepala pelayan mereka sedang memberikan instruksi kepada dua pelayan lain untuk membereskan pakaian dan perlengkapan yang baru saja diantar oleh Midori.
“Terserah apa saja, aku tidak mau merepotkan Bibi Harada,” jawab Maya.
“Tidak ada yang direpotkan sayang, kau bisa minta apapun yang kau mau. Ini juga rumahmu,” kata Masumi.
Maya tersenyum, “Jangan memanjakanku Tuan Hayami.”
“Aku suka memanjakanmu sayang dan sepertinya memang sudah lama sekali aku tidak memanjakanmu,” goda Masumi.
Maya terkekeh, “Mereka mendengarmu,” kata Maya dengan mata melirik ke arah pelayan yang kini tampak sekali menahan senyum malu mendengar perkataan Masumi. Tentu saja, Masumi yang sekarang sangat berbeda dengan Masumi yang mereka kenal selama ini. Masumi baru menyadarinya dan berdehem pelan untuk menepis rasa malunya.
“Semua sudah siap Tuan, Nyonya, saya akan ke bawah untuk menyiapkan makan malam,” kata Bibi Harada.
“Terima kasih Bi,” ucap Maya.
“Anda ingin dibuatkan sesuatu untuk makan malam, Nyonya?” tanya Bibi Harada.
“Tidak Bi, siapkan saja seperti biasa,” jawab Maya.
“Baiklah, kami permisi,” Bibi Harada segera menggiring dua pelayan lainnya untuk segera meninggalkan kamar.
Maya beranjak dari duduknya lalu masuk ke dalam kamar dan mengamati sekeliling kamar dengan seksama diikuti oleh Masumi.
“Jadi ini kamarmu?” Maya melambaikan tangan ke udara.
“Iya, kenapa?” tanya Masumi. Dia meraih pinggul Maya lalu mendekapnya dari belakang.
“Kamarmu besar sekali, bahkan lebih besar dari tempat tinggalku dulu dengan Rei. Apa kau tidak kesepian tidur sendiri dikamar sebesar ini?” tanya Maya dan Masumi terbahak lalu menggendong Maya dan merebahkannya di tempat tidur mereka.
“Kau menanyakan apakah aku kesepian atau tidak?” Masumi ikut berbaring di sebelah Maya. Menyangga kepala dengan tangannya, Masumi membelai wajah Maya dan menyingkirkan helaian rambut dari kain kassa yang membalut lukanya.
“Hhmm,” gumam Maya.
“Kau tahu sayang, alasan kenapa aku lebih suka menghabiskan waktu di kantor? Bekerja hingga larut malam dan menenggelamkan diriku diantara tumpukan dokumen? Semua karena aku merasa kosong di sini, terlebih lagi di sini,” Masumi membawa tangan Maya ke dadanya.
“Aku merasa hidupku yang dulu hanya seperti robot yang sudah diatur untuk menyukseskan Daito. Sampai akhirnya aku bertemu denganmu,” Masumi menggenggam erat tangan Maya di dadanya.
“Begitu? Meski waktu itu usiaku masih tiga belas tahun?” tanya Maya dengan polosnya dan Masumi terbahak.
“Kau membuatku merasa menjadi seorang pedhofil,” ucapnya.
“Benar kan?” Maya ikut terkekeh.
“Entahlah, butuh waktu lama untukku menyadari semua perasaan itu. Koji, Satomi, keduanya membuatku merasakan sesuatu yang belum pernah ku rasakan sebelumnya. Aku merasa tidak rela jika kau dekat dengan mereka. Bahkan terkadang aku merasa iri dengan Hijiri yang selalu bisa berinteraksi denganmu, aku hanya bisa memandangmu dari jauh karena kau sendiri selalu marah kalau dekat denganku,” Masumi tersenyum.
“Kau yang selalu lebih dulu membuatku marah,” kata Maya.
“Karena itu satu-satunya cara untukku bisa berinteraksi denganmu secara normal,” jawab Masumi.
“Ah, apa kau pikir interaksi kita itu normal?” tanya Maya.
Masumi dan Maya tergelak bersamaan. Sungguh lucu jika membayangkan bagaimana hubungan mereka dulu. Pertengkaran dan adu mulut selalu menjadi agenda harian.
“Yang penting sekarang kau jadi milikku, selamanya,” kata Masumi.
“Iya, aku milikmu, selamanya,” Maya tersenyum saat Masumi kemudian mengecup sudut bibirnya.
“Hei, jangan sekarang, aku lapar,” bisik Maya saat Masumi ingin memperdalam ciuman mereka.
Sontak Masumi tertawa, “Kau menang Nyonya.”

***
Empat hari berlalu dengan beragam kegiatan yang menyibukkan Maya dan Masumi. Maya harus menyelesaikan beberapa kontrak terakhirnya sebelum premier film Aishiteru sementara Masumi juga Hijiri sibuk mengatur segala sesuatu di Daito. Eisuke sendiri tak hanya diam, dia mulai merencanakan segala sesuatunya bersama Tuan Besar Tanaka.
“Ada masalah?” tanya Masumi ketika melihat Hijiri mengerutkan kening saat membaca beberapa laporan yang dibawa oleh mata-mata mereka di Takatsu.
“Bukan hanya Daito Entertainment yang diincar mereka tapi perusahaan transportasi juga beberapa perusahaan kita lainnya mulai diganggu oleh Takatsu. Sepertinya Tuan Besar Takamiya berusaha menghancurkan Hayami hingga ke akar-akarnya,” kata Hijiri.
Masumi mengangguk, “Aku tidak terkejut mendengarnya. Beberapa Direktur sudah melaporkan padaku soal kejanggalan ini. Tidak masuk akal jika beberapa klien kita tiba-tiba memutuskan kontrak di waktu yang bersamaan di tiga perusahaan yang berbeda. Takatsu juga merebut beberapa tender kita menggunakan anak perusahaan mereka dan hanya dalam waktu satu minggu kita menelan banyak kerugian.”
“Bagaimana menurut Anda Tuan?” tanya Hijiri.
Masumi tempak berpikir sejenak lalu menekan tombol interkom, “Mizuki, masuklah.”
Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu dan Mizuki masuk dengan anggunnya membuat Hijiri sempat tertegun melihatnya. Deheman Masumi membuat Hijiri mengalihkan pandangannya dari Mizuki.
“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Mizuki sopan dan mengabaikan keberadaan Hijiri.
“Besok pergilah bersama Hijiri untuk mengurus masalah pembatalan kontrak sepihak yang dilakukan beberapa klien kita,” perintah Masumi.
Mizuki langsung mengerutkan keningnya sementara Hijiri tersenyum senang saat Mizuki melirik padanya, “Kenapa bukan Anda saja Tuan Masumi?” tanya Mizuki enggan.
Masumi menatap Mizuki dan Hijiri bergantian, mengerti maksud pertanyaan sekretarisnya itu, “Maaf Mizuki tapi aku dan Ayah akan menemui Tuan Besar Tanaka. Bukankah hal ini bagus untuk perkembangan hubungan kalian kedepannya?” Ah, Masumi sekarang suka sekali menggoda Mizuki.
“Ah, terima kasih untuk perhatian Anda Tuan Masumi,” ucap Hijiri senang seraya menahan tawa.
“Jangan bercanda Tuan-tuan,” protes Mizuki.
Masumi tersenyum, “Ternyata menyenangkan menggodamu Mizuki.”
Dan Hijiri langsung tergelak sementara Mizuki langsung pergi dengan wajah kesal. Dia yakin dua orang sahabat itu tidak akan berhenti menggodanya kalau dia tidak segera menghindar. Sementara Masumi dan Hijiri sibuk menurunkan tingkat kepenatan mereka dengan menggoda Mizuki, Maya justru sedang sibuk menyelesaikan kontrak terakhirnya.
Siang itu, Maya tengah menyelesaikan sesi pemotretan terakhirnya untuk iklan sebuah perusahaan kosmetik di salah satu studio Daito. Beruntung luka di pelipisnya sudah kering dan bisa tertutup sempurna dengan kosmetik, hingga tidak ada orang tahu mengenai kecelakaan yang dialaminya.
“Anda tampak lelah sekali Nyonya,” kata Midori seraya memberikan handuk kecil dan sebotol minuman.
“Hari ini melelahkan Nona Midori dan entah kenapa sejak pagi aku merasa tidak enak badan,” keluh Maya yang kemudian duduk di kursinya.
“Anda sakit?” tanya Midori cemas.
“Aku juga tidak tahu tapi tolong jangan katakan apa-apa pada Masumi, mungkin aku hanya kelelahan,” kata Maya meski sebenarnya dia juga tidak yakin kalau Midori akan tutup mulut.
“Lusa adalah premier film Aishiteru dan beruntung semua kontrak Anda sudah selesai sehingga Anda bisa istirahat di rumah,” kata Midori .
Maya mengangguk lalu menyeka keringat di keningnya, anehnya dia justru merasa dingin, “Nona Midori bisa tolong ambilkan jaketku?” pintanya.
Midori mengamati Maya yang memeluk dirinya sendiri lalu segera mengambil jaket yang diminta, “Sebaiknya kita pergi ke dokter. Saya yakin Anda sakit Nyonya,” saran Midori.
Maya menggeleng, “Aku hanya butuh tidur, apa semua sudah selesai? Kita bisa pulang?” tanya Maya kemudian.
“Anda tunggu sebentar, saya bereskan semuanya,” jawab Midori.
Maya mengangguk lalu bersandar pada kursinya seraya memejamkan mata. Sungguh Maya merasa begitu lelah. Tak lama kemudian, Midori selesai membereskan semua perlengkapan Maya. Melihat sang nyonya yang sudah tertidur dan tampak kepayahan Midori segera menghubungi Masato.
“Halo, kita pulang sekarang. Nyonya sepertinya sakit … baiklah, aku akan lewat pintu belakang, pastikan aman di sana … baik.” Midori mengakhiri teleponnya lalu mencoba membangunkan Maya.
“Nyonya,” Midori mengusap lembut bahu Maya. Bukannya bangun, Midori justru mendapati Maya terkulai lemas di kursi. “Astaga!” Midori tersentak begitu tangannya menyentuh tangan dan wajah Maya. Tubuh Maya begitu dingin dan itu membuatnya panik. Diapun kembali menghubungi Masato.
“Nona Midori, ada apa?” tanya salah satu kru begitu melihat Midori memeluk Maya.
“Nyonya Maya pingsan, tolong panggil paramedis,” kata Midori.
Kru tersebut terkejut lalu segera memberitahu kru lain sebelum akhirnya berlari ke klinik yang tak jauh dari studio tempat mereka melakukan pemotretan. Midori dengan dibantu petugas paramedis, membawa Maya ke klinik. Tak lama kemudian Masato datang.
“Apa yang terjadi pada Nyonya?” tanya Masato.
“Aku tidak tahu, tiba-tiba Nyonya pingsan. Dokter sedang memeriksanya,” jawab Midori.
“Kau sudah menghubungi Tuan Masumi?” Masato kembali bertanya.
Midori menggeleng.
“Aku akan menghubunginya,” kata Masato seraya meraih handphone dari sakunya. Midori hanya mengangguk untuk mengiyakan.
Di waktu yang sama di gedung Daito, Masumi dan Hijiri masih sibuk berkutat dengan tumpukan dokumen hingga dering handphone mengalihkan perhatian Masumi. Melihat nama Masato di layar membuatnya segera menjawab panggilan itu.
“Ya Masato?”
“Tuan, saya ada di klinik studio Daito. Nyonya tadi tiba-tiba pingsan dan sekarang Nyonya sedang diperiksa oleh-,”
Duaaarrr! Tututttt
Suara keras yang menggema di speaker membuat Masumi menjauhkan handphone dari telinganya. Wajahnya mengeras seketika dan jantungnya berpacu.
“Maya,” desis Masumi penuh emosi sebelum akhirnya meraih kunci mobil dan segera berlari keluar kantor diikuti dengan Hijiri.

***
>>Bersambung<<

Post a Comment

12 Comments

  1. Apdet.....ternyata belum ending...ehheheheee...endingnya besok rabu ya..ternyata ga kuat aku kalo apdet dua chapter sekaligus. Moga suka n jangan lupa komennya. Terima kasih.

    ReplyDelete
  2. Waduh... itu endingnya kok begitu.. ngga tenang ini jdnya... hrs cepetan update lg klu begini endingnya

    ReplyDelete
  3. Itu knapa bunyi..???maya ga pha2 kan..?eh udah mau ending..😂😂😂

    ReplyDelete
  4. Lupa blm mengucapkan selamat ulangtahun buat maya yg ke xx,terimaksh udah update dtunggu lanjutanny..😁

    ReplyDelete
  5. Duar duarr... suara apa itu... omegot mba agnes selalu bikin orang penasarannn 😂😂😂

    ReplyDelete
  6. Apa itu mba agnes.....ya allah duaarr apaan
    Hrs nungguin rabu 😭😭😭😭😭😭

    ReplyDelete
  7. Waduh suara apaan itu, bikin cemas aja hiks.
    Semoga Maya gpp.

    ReplyDelete
  8. Sudah tahan napas...eh pas di drag ke bawah selesai....
    Aduh..semoga bukan perbuatan ratu lobak dan angket2nya...sempat berfikit jangan2 maya ga enak bafan krn hamil wkwkwk..tp begitu pingsan dan ada suara ledakan tepislah kehamilan. Ga sabar nunggu lanjutannya...

    ReplyDelete
  9. Duh aq koq deg2an ya sis... Tambah penasaran nih...

    ReplyDelete
  10. Ya ampuuuunnn...penasaran nih...plis happy ending yah..mbak agnes..

    ReplyDelete
  11. Maya kenapa ya? Diracuni shiomay? Sabar..sabar... Next chap coming soon.. 😊

    ReplyDelete
  12. Hiiixxx ka agnes,, updatenya rabu kapan yaaak ??? Tak sabar menanti lanjutannyaa . Btw cerita miss rei kapan endingnya yaaak,, ditunggu jg yaa kak

    ReplyDelete