Disclaimer Garasu no Kamen by Suzue Miuchi
Fanfiction by Agnes Kristi
One Shoot Masumi-Maya
Setting : Anggap aja Masumi-Shiori end terus Masumi-Maya bisa bersama meski si Ratu Lobak kadang-kadang masih nyinyir XP
Fanfiction by Agnes Kristi
One Shoot Masumi-Maya
Setting : Anggap aja Masumi-Shiori end terus Masumi-Maya bisa bersama meski si Ratu Lobak kadang-kadang masih nyinyir XP
Gubrakk!!
"Maya
kau baik-baik saja?"
Rei
yang awalnya berada di dapur segera berlari ke kamar begitu mendengar suara
benda jatuh dengan keras. Sesampainya di kamar Rei mengerutkan kening, dengan
heran menatap Maya yang duduk di lantai, meringis kesakitan mengusap
pinggulnya.
"Kau
kenapa?" Tanya Rei kemudian seraya mengulurkan tangan untuk membantu
sahabatnya itu berdiri. Namun belum tegak Maya berdiri tubuhnya kembali oleng
dan dengan cepat Rei menangkap tubuh mungil itu ke dalam pelukannya.
"Maaf,
maaf," ucap Maya saat dirinya dipapah menuju tempat tidur dan keduanya
duduk bersebelahan.
"Sebenarnya
kau sedang apa?" Tanya Rei lagi dengan ekspresi heran yang berlebih. Tidak
heran kalau Maya ceroboh dan sering jatuh, hanya saja sekarang tampilan Maya
pun sangat menggelikan. Tubuh mungil Maya di balut gaun tidur yang panjangnya
bahkan menyentuh lantai.
"Ehhmm,"
Maya memalingkan wajah dari tatapan sahabatnya untuk menyembunyikan rona merah
di pipinya, "sebenarnya aku-," Maya lalu menarik gaunnya lebih tinggi
hingga sepasang kaki mungilnya terlihat.
Keheranan
di wajah Rei tak juga hilang, "Untuk apa kau memakai high heels itu di
rumah? Dan ya ampun-," Rei sedikit membungkuk untuk melihat lebih jelas
sepatu yang dipakai Maya, "Berapa tingginya? lima belas? atau delapan
belas senti?" Rei menggeleng dan menahan senyum gelinya meledak menjadi
tawa.
Maya
mendengus kesal, "Ini semua gara-gara Masumi," gerutu Maya kemudian.
"Heh,
ada apalagi dengan Tuan Masumi? Dia yang memaksamu memakai ini? Bukankah dia
tahu kau tidak bisa berjalan dengan high heels?"
Maya
menggeleng dan hanya diam tidak menjawab.
"Lalu?"
Maya
menghela napas panjang.
"Ayolah
Maya, aku tidak bisa membaca isi kepalamu. Bagaimana aku tahu apa masalahmu
kalau kau tidak mengatakannya," sungut Rei saat melihat sahabatnya
bertele-tele menjawab pertanyaannya.
"Ng,
sebenarnya...," ingatan Maya memutar kembali memori tiga hari yang lalu
dimana dirinya sedang menikmati makan siang bersama Masumi, tunangannya.
"Undangan
pesta dansa?!" Maya tanpa sadar memekik terlalu keras ketika Masumi
memberikan sebuah undangan cantik berwarna biru kepadanya. Dengan wajah merah
Maya menundukkan kepalanya, menghindari tatapan beberapa tamu yang duduk tak
jauh dari meja mereka.
“Kenapa
harus terkejut seperti itu? Itu hanya acara ulang tahun stasiun TV K,” Masumi
menahan senyumnya melebar melihat tingkah kekasihnya.
Maya
menghela napas, “Kau kan tahu aku tidak bisa berdansa,” jawabnya dengan suara
lirih. Ingin rasanya Maya meremas undangan yang dipegangnya itu.
Masumi
terkekeh geli, “Tidak usah dipikirkan. Kau pasti bisa, seingatku saat kita di
Astoria kau sudah jauh lebih baik.”
“Ah
itu kan-,” Maya kehilangan kata-katanya dan wajahnya semakin merah.
“Apa?
Kau mau menyangkal kalau dansa di Astoria itu yang terbaik?” Masumi meraih
gelas tingginya dan menyesap perlahan anggur merahnya dengan mata masih menatap
lekat sang kekasih yang tampak bingung.
“Apa
bisa aku tidak usah ikut?” lirih Maya dengan raut wajah putus asa.
“Terserah
kalau kau lebih rela aku nanti berdansa dengan gadis lain di pesta,” meletakkan
gelasnya, Masumi mengembangkan seringai andalannya dan merasa yakin kalau
perkataannya akan mengubah keputusan Maya.
“Gadis
lain ya?” Maya semakin melesu, “Gadis itu pasti lebih tinggi dan lebih cantik
daripada aku,” lanjutnya dan Maya tak berkata apa-apa lagi selain mengambil
tasnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Masumi yang terpaku dengan perkataan
kekasihnya.
Rei
tergelak begitu Maya selesai dengan ceritanya, “Jadi kau memakai gaun konyol
dan high heels hanya karena itu?”
“Jangan
menertawakanku Rei,” Maya merajuk, “Aku hanya tidak mau terlihat terlalu pendek
saat berdansa dengannya.”
Rei
berhenti tertawa lalu mengulurkan tangannya.
“Eh?”
“Ayo
kita belajar, aku akan membantumu,”
Senyum
Maya mengembang, menyambut uluran tangan Rei dan keduanya mulai bergerak sesuai
dengan iringan musik.
***
Malam
pesta dansa acara ulang tahun TV K di gelar di ballroom sebuah hotel mewah di
pusat kota Tokyo. Jangan tanya lagi bagaimana ramainya. Jajaran artis, produser
juga para pelaku bisnis entertainment memenuhi tempat pesta.
Masumi
dan Maya datang sedikit terlambat karena sang Direktur Daito harus sabar
menunggu sang kekasih bersiap dan meyakinkannya bahwa pesta dansa itu tak lebih
seperti pesta biasa pada umumnya. Semua akan baik-baik saja, begitulah kata
Masumi menenangkan kekasihnya. Memang Maya dan pesta bukanlah hal yang mudah
untuk dipersatukan. Bahkan setelah dirinya menyandang gelar Bidadari Merah
ditambah status sebagai tunangan seorang Direktur Daito, pesta masihlah hal
yang menyebalkan buat Maya. Segala macam manner ala kalangan atas membuat
kepalanya pusing, lagipula gaya semacam itu sama sekali tidak cocok dengannya.
Mengenakan
gaun ungu sebatas lutut, Maya tampak cantik malam itu, setidaknya itulah
pendapat Masumi. Menebar senyum terpaksanya ke beberapa tamu yang menyapanya,
Maya berjalan perlahan dengan memeluk lengan kekasihnya. Seolah takut kalau
Masumi tiba-tiba menghilang dan dia bisa kapan saja terjatuh karena berjalan
dengan high heels.
“Kita
akan menemui Direktur TV K untuk mengucapkan selamat baru setelah itu kita
ambil minuman?” Masumi sedikit menunduk demi menatap wajah kekasihnya yang
masih saja mengulas senyum manis, meski Masumi tahu itu senyum palsu.
Maya
hanya mengangguk menanggapi pertanyaan kekasihnya. Merekapun berjalan ke arah
kerumunan dimana beberapa tamu juga sedang memberikan selamat kepada Direktur
TV K.
“Terima
kasih untuk kedatangannya Tuan Hayami, Nona Kitajima,” sang Direktur tampak
senang dengan kedatangan Masumi dan Maya. Segera saja dia mempersilakan
keduanya untuk menikmati pesta. Setelah menyapa ramah beberapa tamu yang ada
hanya demi sebuah kata sopan santun, Masumi pun membawa sang kekasih untuk
sedikit menjauh dari kerumuman pesta.
“Nah,
semua baik-baik saja kan?” kata Masumi seraya mengulurkan segelas koktail dalam
gelas tinggi pada Maya. Keduanya tengah berada di salah satu sudut ruangan yang
tidak terlalu ramai. Di bawah jendela besar yang menampakkan pemandangan taman
penuh bunga yang indah.
“Apa
kita harus mengikuti pesta ini sampai selesai? Maksudku ... kita bisa pulang
sekarang tanpa mengikuti acara dansa-dansa itu kan?” Maya rupanya masih belum
percaya diri kalau harus berdansa dengan Masumi. Tinggi badannya memang sudah
naik lima belas sentimer berkat high heels yang dipakainya, sedikit lebih
percaya diri karena setidaknya jarak tingginya dengan Masumi sekarang hanya
terpaut sepuluh sentimeter, tidak terlihat seperti paman dan keponakan bukan?
Hanya saja Maya tidak yakin dirinya bisa bergerak lincah di lantai dansa dengan
hak setinggi itu, bahkan berdansa dengan flat shoes saja dia masih harus
menginjak kaki Masumi.
“Ya
kalau itu yang kau mau. Aku akan membuat alasan pada Direktur nanti,” Masumi
putus asa membujuk kekasihnya, “lagipula sayang, kenapa kau harus memakai hak
setinggi itu? Apa kakimu tidak sakit? Kurasa wedges atau flat shoes lebih cocok
untukmu,” Masumi mengamati sepasang kaki mungil Maya yang ditopang oleh hak
setinggi lima belas sentimeter.
Maya
mendengus kesal dengan perkataan Masumi, “Apa kau tak ingat apa yang terjadi di
pesta terakhir yang kita datangi minggu lalu? Aku masih sakit hati karena-,”
“Ah,
disini kalian rupanya.”
Kalimat
Maya yang dipotong begitu saja membuatnya tersentak. Lebih terkejut lagi saat
dirinya melihat siapa orang yang telah sangat tidak sopan menyela perkataannya.
“Shiori?”
Masumi mengerutkan kening melihat mantan tunangannya datang bersama seorang
pria tampan yang adalah kekasih barunya.
“Selamat
malam Masumi, Maya. Apa kabar kalian?” Tanya Shiori dengan senyum lebar
menghiasi wajahnya.
“Baik,”
jawab Maya singkat, wajahnya dibuat sedatar mungkin.
“Aku
pikir kalian tidak datang. Kami sudah mencari kalian sejak tadi, benar kan
sayang?” Shiori memalingkan wajah pada kekasih barunya dan sang pria hanya
tersenyum lalu mengangguk.
“Senang
bisa bertemu kalian lagi, Tuan Masumi, Nona Maya,” kata kekasih Shiori yang
sekali lagi demi sebuah kata sopan santun menyapa dua orang yang ada
dihadapannya. Bukannya dia tak tahu apa obsesi kekasihnya menghadiri pesta
dansa malam ini tapi dia juga tidak bisa menyalahkan Masumi dan Maya atas hal
itu. Dia sendiri yang mencintai Shiori jadi dia harus tahu apa konsekuensi dari
hubungan yang dijalaninya. Ah ya, jangan lupakan dirinya yang sudah
bertahun-tahun merawat Shiori sebagai dokternya.
“Selamat
malam juga Dokter Shijo,” Jawab Masumi dan Maya bersamaan.
“Kenapa
kalian disini? Disana jauh lebih ramai,” Shiori menunjuk ke arah ballroom yang
dipenuhi tamu, “kau akan ikut dansa kan Maya?” Mata Shiori kemudian terpaku
pada sepasang kaki mungil Maya dan terkekeh beberapa detik kemudian.
“Tak
biasanya kau memakai high heels setinggi itu. Ini bukan karena perkataanku
minggu lalu soal tinggi badanmu dan Masumi kan?” ucap Shiori di tengah
kekehannya. Shijo dan Masumi saling bertukar pandang sebelum akhirnya menoleh
pada Maya yang jelas sekali berusaha menahan rasa kesalnya.
“Tentu
saja tidak Nona Shiori. Aku baru saja mendapat heels baru ini sebagai hadiah
dari Masumi, benar kan sayang?” Maya kembali menggelayut manja pada kekasihnya.
“Ah,
i-iya, aku yang memberikannya kemarin,” jawab Masumi gugup karena terkejut
dengan kebohongan tiba-tiba kekasihnya. Dalam hati dia merutuk kesal akan sikap
Shiori. Baru saja Masumi ingat tentang kejadian minggu lalu di sebuah pesta
saat Maya dikatakan sebagai ‘gadis mungil’ oleh Shiori dan dirinya tidak
menyangka kalau hal itulah yang membuat Maya kesal dan nekat memakai high heels
untuk pergi ke pesta bahkan sampai mengarang sebuah kebohongan pada Shiori.
Sungguh Nona Takamiya itu berpengaruh buruk pada Maya, semoga saja
kebersamaannya dengan Dokter Shijo bisa merubah sifat buruk Shiori.
Lagi-lagi
Shiori terkekeh dan Shijo segera menegurnya secara halus, “Sayang, tidak baik
seperti itu.”
“Oh,
maaf, maaf, aku hanya merasa lucu Shijo. Masumi memberikan Maya high heels, apa
dia baru sadar kalau kekasihnya itu pen-, maaf, mungil,” dan Shiori melanjutkan
kekehannya sampai akhirnya Shijo mengambil alih situasi.
“Tuan
Masumi, Nona Maya, kami akan menyapa beberapa tamu lain dulu, selamat menikmati
pestanya,” Shijo segera mengamit lengan Shiori dan membawa kekasihnya itu
menjauh.
Masumi
menghela napas panjang, menoleh pada kekasihnya yang masih berwajah masam.
“Kau
baik-baik saja?” tanya Masumi seraya mengusap lembut bahu Maya. Sang kekasihpun
menggeleng pelan, mengusap sudut matanya yang ternyata mulai mengeluarkan
tetesan air dengan punggung tangannya.
“Hei,
kenapa kau menangis sayang,” Masumi menarik Maya ke dalam pelukannya sekaligus
menghindarkannya dari tatapan heran beberapa tamu yang kebetulan melintas di
dekat mereka.
Bukannya
berhenti menangis, Maya justru semakin terisak dan mau tidak mau Masumi membawa
kekasihnya keluar agar tidak menarik perhatian tamu lainnya. Berjalan melalui
pintu samping hotel, Masumi membawa Maya ke sebuah taman dan duduk di sebuah
tangga dimana terdapat air mancur di belakangnya. Masih memeluk kekasihnya,
Masumi mengusap lembut punggung Maya.
Isakan
Maya mereda dan Masumi menarik dirinya, menjauhkan Maya sejangkauan tangannya
tanpa melepaskan pandangannya dari wajah cantik sang kekasih.
“Sudah
lebih tenang?” Mengusap sisa air mata dengan telunjuknya, Masumi mengulas
sebuah senyum tipis.
Maya
mengangguk, “Maaf aku bersikap kekanakan,” ucapnya kemudian.
“Tidak
perlu minta maaf. Justru aku yang seharusnya disalahkan karena tidak peka
dengan perasaanmu. Aku tidak tahu kalau kau sakit hati dengan perkataan
Shiori,” jawab Masumi.
“A-aku
... merasa tidak pantas untukmu. Di luar sana begitu banyak wanita yang
menyukaimu. Mereka berasal dari keluarga kaya, cantik, tinggi dan pastinya
lebih cocok denganmu. Daripa-,”
“Tapi
aku mencintaimu,” potong Masumi cepat, tahu jika terus dibiarkan maka
kekasihnya itu akan terus meracau tidak jelas. Dengan lembut Masumi meraih dagu
Maya, sedikit mengangkatnya dan mempertemukan bibir mereka. Hanya kecupan
singkat tapi cukup untuk membuat wajah Maya merona, “Hanya kau yang ku
cintainya. Bukan Nona Kaya, Nona Tinggi atau nona-nona lainnya, hanya kau Maya
Kitajima.”
Semburat
merah di pipi Maya segera menyebar keseluruh wajahnya.
“Jangan
merayuku,” lirih Maya seraya menunduk, melepaskan dagunya dari tangan Masumi.
“Aku
tidak merayumu,” jawab Masumi, “hanya mengingatkanmu kalau sejak dulu, sekarang
dan sampai aku menghembuskan napas terakhirku, hanya kau yang ku cinta.”
Maya
mengangkat wajahnya dan menatap Masumi penuh haru. Dia tahu kekasihnya itu
tidak sedang merayu. Dia tahu kalau Masumi benar dengan semua ucapannya namun
entah kenapa hingga saat ini, bahkan saat dimana dirinya telah menyandang status
bertunangan, Maya masih saja tidak bisa berhenti meragukan kelayakan dirinya
untuk bersanding dengan Masumi.
“Apa
sekarang kau meragukan cintaku?” Masumi menarik sudut bibirnya menjadi senyum
tipis menawan.
Maya
menggeleng, “Bukan begitu, aku hanya tidak percaya diri,” sahutnya lirih.
Tiba-tiba
Masumi berlutut di depan Maya dan meraih pergelangan kaki kanannya, Maya hampir
memekik karena terkejut.
“Apa
yang kau lakukan?” Maya semakin bingung ketika Masumi melepas hak tingginya dan
membiarkan kakinya begitu saja.
“Kau
tidak perlu semua ini untuk bisa menjadi pendamping hidupku,” kata Masumi,
tangannya melepas lagi satu high heels di kaki kiri Maya. Berdiri, Masumi
mengulurkan tangannya dan Maya menyambut tangan besar itu dengan wajah sendu.
“Bukankah
begini lebih baik?” Masumi mendekap Maya di dadanya.
Saat
Maya hanya diam, Masumi kembali membuka mulutnya, “Aku mencintaimu apa adanya,
jadi jangan coba merubah dirimu karena hal itu tidak akan merubah cintaku
padamu.”
Akhirnya
Maya mengangguk dengan wajah masih tersuruk di dada kekasihnya, “Maaf,”
ucapnya.
Saat
sepasang kekasih itu tengah menikmati heningnya malam di bawah sinar bulan,
terdengar suara musik yang mengalun merdu dari dalam ballroom. Masumi melepas
dekapannya dan menatap kekasihnya.
“Mau
berdansa denganku nona cantik?”
Maya
merona tapi kemudian mengangguk senang. Menggenggam tangan kekasihnya, Masumi
membuat Maya berputar sesuai iringan musik. Kaki Maya bergerak lincah di atas
rerumputan hijau, mengikuti tempo musik dan gerakan Masumi. Tidak ada high
heels ataupun lantai dansa beserta lampu kerlap-kerlipnya tapi keduanya
bahagia. Sesekali terdengar tawa di antara mereka. Dan Masumi tersenyum lega
melihat kekasihnya kembali, tidak peduli dengan dua puluh lima senti perbedaan
mereka, usia, status dan segala manner lainnya. Bagi Masumi hanya ada Maya dan
bagi Maya hanya ada Masumi.
“Aku
mencintaimu,” Maya berjijit untuk mengalungkan lengannya ke leher Masumi dan
dengan tawa bahagia Masumi membawa Maya berputar dalam pelukannya.
“Aku
juga mencintaimu.”
***
-End-
-Sweet
Love from Agnes Kristi-
*Ketika
mencintai bukan hanya sebuah kata tapi sebuah wujud nyata*



10 Comments
Beautiful short story! Thanks a bunch! 👍
ReplyDeleteYou convey Maya's inferiority complex in a comical way but very entertaining. Really, I just couldn't imagine Maya in a pair of more-than-10cm high heels. 😂
And the ending is 'ahhhhhh', in other words, delicious! 10 out of 10, Well done! 👏
That's My Little Maya XD ... thanks so much for your support. Big hug n kiss for u, muaahhhhh
DeleteSo sweeeeet.
ReplyDeleteHanya kau yang kucintai, bukan yang lain.
Blushing, serasa dejavu haha.
Makasih Mbak Agnes, mmuach
Aku mau donk di gendong #gafok
ReplyDeleteAh terbiasa dengan cerita panjang, baca scene ini serasa embun sejuk di malam hari
ReplyDeleteMakasih c
Now I'm going to bed and dream of dancing with my prince charming
#blushing
So sweet ������
ReplyDeleteOww.. selalu deh masumi bikin hati ciwi2 meleleh..lumer.. bagus sis..lanjut donk one shootnya
ReplyDeleteSo sweet,mb agnes...
ReplyDeleteUhuhuhu walaupun singkat tapi mantap. Aku jadi ngebayangin coba aja ya ada yg seperti masumi di dunia nyata
ReplyDeletebeautiful short story. love it!
ReplyDelete