Pure Love - Chapter 1

Setting     : Maya (22 thn) dan Masumi (33 thn)
Special for sista Tita Rosita, yang minta cerita Maya ditinggal nikah sama Masumi. Alamakkkk, mengorek luka lama. Ya, semoga berkenan di hatimu. Apakah akan berakhir dengan sad end? Kita lihat saja nanti, secara yang nulis juga dilema untuk membuat akhir yang penuh air mata.


Suara debur ombak menjadi satu-satunya suara yang terdengar di tengah kesunyian malam itu. Sepasang pria dan wanita terpaku di balkon sebuah vila di tepi tebing tinggi. Keduanya memandang lautan lepas tanpa kata. Langit penuh bintang menjadi saksi bisu bagi keduanya. 
Saksi untuk setiap tetes air mata yang jatuh. Saksi untuk pedihnya hati yang tersayat karena sebuah kata perpisahan. Ini adalah malam terakhir mereka sebagai sepasang kekasih karena setelah matahari terbit esok hari maka takdir menggariskan hal lain. 
Bersatunya dua jiwa yang saling mencintai...itu hanya akan menjadi sebuah mimpi.

***
"Maya, kau sudah siap? Kita bisa terlambat kalau tidak segera berangkat." Rei mengetuk kamar Maya.
"Sebentar lagi Rei," seru Maya dengan suara paraunya.
Rei tertegun di depan pintu begitu mendengar suara sahabatnya, "Maya...," gumam Rei, "Maya, kau tidak apa-apa kan?" Tanyanya kemudian. Meski dia tahu itu tidak mungkin. Maya sudah menceritakan perihal perasaannya pada Rei, jadi dia sangat mengerti bagaimana perasaan sahabat baiknya itu sekarang.
Maya hanya diam.
"Maya...," panggil Rei lagi.
"Iya Rei...aku tidak apa-apa," jawab Maya lirih. Dia masih duduk di depan meja riasnya. Menatap dirinya sendiri di cermin.
Hari ini, aku harus memakai topengku. Masumi...beri aku kekuatan.
Maya menyeka air yang lolos dari sudut matanya dan segera beranjak dari tempat duduknya. Rei tampak lega begitu melihat Maya keluar dari kamar.
"Koji bilang dia sedang dalam perjalanan untuk menjemput kita," kata Rei kemudian.
Maya hanya mengangguk lalu duduk di sebelah sahabatnya.
"Maya, kau yakin tidak apa-apa?" Rei mengusap lembut lengan Maya.
"Iya, aku tidak apa-apa Rei. Jangan khawatir. Aku tahu ini pasti terjadi jadi aku sudah siap untuk menghadapinya." Jawab Maya seraya mengulum senyum manisnya.
Rei menghela napas panjang, menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Aku sebenarnya masih tidak mengerti. Tuan Masumi adalah mawar ungu, kalian jelas saling mencintai kenapa semuanya harus berakhir seperti ini?"
"Tidak apa-apa, terlalu banyak yang harus dikorbankan kalau kami bersikeras mempertahankan hubungan ini. Masalahnya ini juga menyangkut masalah nyawa orang lain, jadi kami tidak bisa bersikap egois," jelas Maya.
"Bukan kalian yang egois Maya. Wanita itulah yang egois." Rei mendengus kesal.
"Sstt, sudahlah Rei." Maya menenangkan. 
Sebenarnya hati Maya begitu sakit mendengar apa yang dikatakan Rei. Dia harus merelakan kekasihnya menikah dengan wanita lain. Tapi Maya sadar akan posisinya. Dia hanya akan menyusahkan Masumi kalau sampai memaksakan kehendaknya.
Teett! Teett! Suara bel apartemen Maya menyela pembicaraan keduanya. Rei bergegas membuka pintu.
"Maya, Koji sudah datang!" seru Rei.
Maya masih duduk di sofa saat Koji masuk bersama Rei.
"Halo Koji,"
"Halo Maya,"
Koji mengamati apartemen baru Maya yang merupakan fasilitas aktris kelas satu Daito.
"Apartemenmu bagus sekali." Pujinya.
"Terima kasih," jawab Maya sambil tersenyum.
"Tidak heran kan, Maya adalah Bidadari Merah. Aktris kelas satu Daito yang sedang naik daun," tambah Rei.
Maya terkikik, "Kau ini bicara apa Rei. Ayo, sebaiknya kita segera berangkat," Maya mengambil clutch bag-nya dan beranjak dari sofa.
Koji dan Rei tidak lagi berkomentar dan segera mengikuti Maya.
Sesampainya di depan hotel, Koji memberikan kunci mobilnya pada petugas valet. Dia berjalan berdampingan bersama Maya layaknya sepasang kekasih sementara Rei berjalan di depan mereka. Tiba-tiba kaki Maya berhenti melangkah tepat di depan pintu masuk ballroom. Tulisan besar terpajang disana.
Resepsi Pernikahan Masumi dan Shiori Hayami
Ballroom hotel mewah itu sudah dipenuhi oleh tamu.
"Maya? Kau kenapa?" Tanya Koji yang heran melihat Maya bergeming. Rei terdiam mengamati sahabatnya.
Maya menoleh pada Koji lalu mengembangkan senyumnya, "Aku tidak apa-apa. Ayo kita masuk," meski hatiku sakit tapi air mata ini tidak boleh jatuh. Benar kan Masumi? Malam itu aku sudah berjanji padamu untuk tidak menangis....

***
Masumi dengan balutan tuxedo putih berdiri begitu gagah di samping Shiori yang juga terlihat begitu anggun dengan gaun pengantinnya. Keduanya tidak berhenti menebar pesona kebahagiaan kepada para tamu.
Ya, malam itu tentunya menjadi malam paling membahagiakan bagi keduanya. Betapa tidak, seorang pangeran dan putri bersanding di pelaminan, siapapun pasti iri melihatnya. Tamu yang datang silih berganti membuat pasangan pengantin itu terlihat sibuk.
"Selamat atas pernikahannya Tuan dan Nyonya Hayami, semoga bahagia," kalimat ucapan itu terlontar dari bibir mungil Maya. 
Layaklah dia menjadi Badai Di Atas Panggung karena bahkan di tengah kegetiran yang melanda hatinya, Maya masih sanggup menyunggingkan senyum manis dengan sejuta pesonanya. Topengnya terpasang sempurna, tanpa cela.
Hati Masumi hancur berkeping-keping dibawah pesona Maya. Tapi apa mau di kata, suratan takdir berkehendak lain. Kenyataan bahwa wanita yang berdiri di sebelahnya bukanlah Maya telah menelan semua harapan juga impiannya.
"Terima kasih Maya," jawab Masumi bersamaan dengan wanita yang kini menyandang status sebagai istrinya.
Senyum lebar menghiasi wajah Shiori sementara Masumi sekuat tenaga mempertahankan topeng pangerannya agar tidak terlepas.
Ucapan selamat juga diberikan oleh Koji dan Rei yang segera ditanggapi oleh Shiori.
"Terima kasih. Aku senang kalian bisa datang terutama kau Maya," jawab Shiori. 
Nyonya muda itu sama sekali tidak bisa menyembunyikan binar bahagia di matanya, "Maksudku, kau adalah tamu kehormatan kami. Bidadari Merah," Shiori segera menjelaskan maksud perkataannya begitu menyadari tatapan penuh tanya dari Maya dan sebuah lirikan tajam dari Masumi.
Rei hanya bisa mendengus dalam hati melihat Nyonya muda Hayami itu menunjukkan kemenangannya pada Maya sementara Koji sama sekali tidak menyadari percikan api yang hampir tersulut di depannya.
Mata Masumi tak juga lepas menatap Maya yang terlihat begitu anggun di depannya. Ya, dia bukan lagi gadis mungil tapi wanita dewasa yang sudah berusia dua puluh dua tahun dengan segala pesona yang tak pernah berhenti memenjarakan Masumi dalam cinta pandangan pertamanya.
Sadar kalau dirinya akan lepas kendali di bawah tatapan mata Masumi, Maya segera undur diri bersama kedua sahabatnya untuk berbaur dengan tamu lainnya. Dan gelombang kekecewaan menelan Masumi ketika wanita pujaannya sekarang berbalik pergi meninggalkannya. Benar-benar meninggalkannya.
"Dia cantik kan Masumi," sebuah senyum mengiringi ironi yang dilempar Shiori untuk suaminya.
"Ya." Jawab Masumi singkat tanpa berniat berbohong sedikitpun di depan istrinya. Memang Maya-nya cantik.
Kilat kemarahan tergambar di mata Shiori tapi Masumi mengabaikannya dan tamu yang datang mengalihkan perhatian keduanya.
"Apa kau mau pulang saja Maya?" Bisik Rei begitu melihat Maya hanya termenung menatap gelas koktail di tangannya. Padahal baru saja mereka mengobrol dengan beberapa produser dan aktris senior yang tak hentinya memuji Maya. Senyumnya yang terus terkembang sejak tadi mendadak hilang ketika Maya kemudian menyendiri di balkon hotel di temani Rei. Topengnya terlepas.
Maya menghela napas panjang, meredakan gejolak dalam hatinya akibat pasangan pengantin yang sempurna di dalam sana.
"Apa dia merasakan apa yang aku rasakan Rei?" Lirih Maya. Mengangkat wajahnya, Maya memandang lautan bintang yang terbentang di langit malam kota Tokyo. Mengingatkannya lagi akan sosok kekasih hatinya yang kini tengah bersanding dengan wanita lain.
Rei mengerti dengan 'dia' yang dimaksud oleh Maya. Dia sendiri tidak habis pikir dengan pengorbanan Maya dan Masumi yang menurutnya bodoh. Demi apa sampai mereka rela melepaskan cinta? Tatapan mata Masumi pada Maya jelas memperlihatkan bagaimana Direktur Muda itu begitu memuja sahabatnya. Tak bisa berkomentar apa-apa karena takut manyakiti hati Maya, Rei pun hanya bisa mengusap bahu sahabatnya dan membisikkan dua buah kata, "kuatkan hatimu."

***
Malam pertama. Ya, malam pertama adalah hal paling membahagiakan bagi pasangan pengantin. Malam dimana dua jiwa akhirnya menjadi satu dalam ikatan kasih. Tak ada bedanya dengan apa yang dirasakan Shiori malam itu. Hatinya berdebar menghadapi malam pertamanya.
Sebuah Penthouse di hotel bintang lima sudah di sediakan untuk Masumi dan Shiori sebagai pasangan pengantin yang berbahagia. Bayangan indah memenuhi isi kepala Shiori sementara dirinya bersiap di dalam kamar mandi mewahnya. Gaun tidur satin berwarna putih yang sekarang membalut tubuh Shiori terlihat begitu menggoda. Gaun itu hanya terikat dengan dua buah tali di bagian bahu dan renda indah menghiasi bagian tepi potongan gaunnya. Merasa siap dengan dirinya, Shiori melangkah keluar dengan senyum menghiasi wajah cantiknya.
"Masumi," bibir Shiori memanggil nama suaminya dengan penuh rayu.
Masumi yang duduk di sofa kamarnya segera beranjak begitu melihat istrinya keluar dari kamar mandi.
"Kau mandilah, aku sudah siapkan airnya." Kata Shiori begitu melihat Masumi berjalan menghampirinya.
"Baiklah," jawab Masumi sambil lalu. Diapun segera menghilang di balik pintu kamar mandi sementara Shiori kembali mematut dirinya di depan cermin, memastikan kalau dia tampil sempurna dan tanpa cela. Dia ingin malam ini sempurna.
Ternyata Masumi tidak menghabiskan waktu lama untuk membersihkan dirinya. Dia keluar dengan sudah mengenakan piyama satin berwarna biru. Shiori yang sudah duduk di atas tempat tidur, berusaha meredam degub jantungnya yang melaju begitu suaminya keluar dari kamar mandi.
Tanpa berkata sepatah katapun Masumi memutari ranjang mewah dan merebahkan dirinya di sisi lain tempat tidur. Tidak memperdulikan istrinya, Masumi berbaring memunggungi Shiori dan menarik selimut menutupi tubuhnya.
Sontak Shiori terhenyak dengan apa yang dilihatnya. Keningnya berkerut dalam menatap punggung Masumi.
"Masumi," lirihnya ragu, masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya.
Suami yang dipanggilnya bergeming, tanpa suara.
"Masumi," lirihnya lagi dan tetap hanya keheningan yang menyapanya.
Shiori beringsut dari duduknya, mendekat pada Masumi dan membaringkan tubuhnya di belakang Masumi, melingkarkan tangannya memeluk kekasih hatinya.
"Jika kau menyentuhku maka besok pagi kau hanya akan melihat mayatku."
Shiori tercekat dengan kalimat yang baru saja di dengarnya. Segera ditariknya tangan yang tadi memeluk Masumi. Menegakkan tubuhnya, Shiori menatap nanar Masumi yang masih bergeming memunggunginya.
"Masumi, kenapa?" Kali ini suara Shiori bergetar karena keterkejutannya akan sikap Masumi. Bukan seperti ini bayangan yang diimpikannya untuk menghabiskan malam pertama.
Mendengar Shiori yang hampir menangis, Masumi pun bangun dan menatap wanita itu dengan ekspresi tanpa rasa.
"Kenapa kau bersikap seperti ini? Tahukah kau kalau ini menyakitiku?" Shiori kini benar-benar menangis.
"Dan apa kau pernah berpikir kalau ini juga menyakitiku?"
Sekali lagi perkataan Masumi menampar Shiori.
"Aku-," Shiori gagal bicara. Semua kata-katanya tertahan di sekat tenggorokannya dan menghilang di balik isak tangisnya.
"Jika kau rela mati untuk mempertahankan egomu untuk memiliku maka aku juga rela mati untuk mempertahankan egoku akan cinta suciku. Kau boleh menjadi istri di atas kertas bagiku tapi tidak menjadi belahan jiwaku."
Shiori hampir tersedak air matanya sendiri ketika Masumi kembali berbaring memunggunginya dan membiarkannya terisak dalam kepedihan.

***
Matahari pagi menyempurnakan indahnya musim semi hari itu. Masumi sudah duduk di ruang makan penthouse-nya ketika Shiori baru saja keluar dari kamar tidur 'mereka'.
"Selamat pagi Shiori. Aku sudah pesankan saranpan untukmu. Makanlah," sapa Masumi datar seraya membuka surat kabar di tangannya. Piring kosong di hadapannya menandakan kalau sarapannya sudah selesai.
Tidak menjawab sapaan Masumi, Shiori menarik kursi makan dan menghempaskan dirinya dengan kesal. Hatinya merutuk marah dengan sikap pria yang baru satu hari menjadi suaminya itu.
"Kau mengabaikanku semalam dan sekarang dengan begitu santainya kau memintaku menghabiskan sarapan seolah semua baik-baik saja."
Masumi menyeringai di balik surat kabarnya. Mengabaikan ocehan Shiori yang sudah dibayangkannya.
"Masumi!" Seru Shiori dengan nada tinggi karena Masumi terus mengabaikannya.
Melipat surat kabar lalu meletakkannya di meja makan, Masumi melayangkan pandangannya pada istrinya yang dia tahu sedang marah karena ulahnya.
"Apa kau berniat membuat rumah tangga kita menjadi seperti neraka?" Seru Shiori lagi, masih dengan nada suara yang sama tingginya.
Dengan suara setinggi itu dan emosi sebesar itu, Masumi yakin kalau Shiori sekarang sedang dalam kondisi primanya. Setidaknya lebih mudah menghadapi Shiori yang seperti ini daripada Shiori yang terbaring lemah dengan pikiran yang hampir gila.
"Apa yang sebenarnya kau keluhkan Shiori?" Tanya Masumi yang akhirnya membuka mulutnya.
"Apa yang ku keluhkan? Pertanyaan macam apa itu? Dengan sikapmu yang tidak menghargaiku kau masih bertanya apa yang aku keluhkan?" Seluruh tubuh Shiori menegang menahan marah.
"Aku tidak peduli dengan apapun yang terjadi. Aku hanya ingin menjadi istrimu." Jawab Masumi.
Shiori terhenyak lemas di kursinya.
"Itu yang kau katakan padaku ketika kau menolak pembatalan pertunangan kita. Sekarang kau sudah menjadi istriku, apalagi yang kau keluhkan?" Tegas Masumi.
Keduanya terdiam dan hanya saling menatap. Keheningan memberi jeda bagi Shiori untuk berpikir.
"Jadi kau berniat membuatku menyesali keputusanku sendiri?" Tanya Shiori ketika sudah menemukan kembali ketenangan dirinya. Sepenuhnya sadar kalau amarahnya tidak akan sanggup mengalahkan Masumi.
"Tidak. Itu pikiranmu sendiri." Masumi kembali meraih surat kabar dan mulai membacanya.
"Apa kau pikir dengan begini aku akan melepaskanmu?" Tanya Shiori lagi. Kedua tangannya terkepal erat di atas pangkuannya, menatap pria yang sekarang kembali mengabaikannya dengan menenggelamkan diri di balik surat kabar.
"Tidak. Meski aku akan sangat senang dan berterima kasih kalau kau mau melakukannya." Jawab Masumi tenang tanpa sedikitpun mengalihkan perhatiannya dari surat kabar.
Tiba-tiba Shiori tertawa dengan sarkastik dan untuk kesekian kalinya, Masumi mengabaikannya. Berita tentang perkembangan bisnis industri perfilman lebih menarik baginya daripada tawa Shiori.
"Masumi Hayami. Kau pikir permainannya akan semudah itu? Aku tidak akan melepaskanmu. Tidak sekarang, tidak juga nanti. Kau adalah milikku. Tidak akan kubiarkan siapapun merebutmu dariku. Tidak juga GADIS itu!"
Seketika tangan Masumi meremas surat kabar di kedua sisinya begitu menyadari maksud ucapan istrinya. Sebuah peringatan! Meski begitu Masumi tidak juga menatap Shiori dan berusaha tetap tenang.
Menarik surat kabar Masumi, Shiori meremasnya dan melemparkannya ke lantai begitu saja. Dengan ketenangan yang terjaga Masumi meneguk kopinya sambil menatap Shiori yang sudah berdiri di depannya.
"Kau akan membayar semua ini dengan sangat mahal." Desis Shiori di depan wajah suaminya. Diapun berbalik dan menghentakkan kakinya menuju pintu.
"Berani kau sentuh Maya, nama besar Takamiya akan hancur di tanganku."
Shiori berhenti tepat di depan pintu dan menoleh pada Masumi yang masih tenang dengan cangkir kopi di tangan tanpa menatapnya meski baru saja dia menyatakan perang dengan istrinya sendiri.
Suara keras dari pintu yang dibanting mengakhiri drama pagi sepasang suami istri yang bahkan baru satu hari menjalani kehidupan rumah tangganya.
Meletakkan cangkir di meja, Masumi memijit pelipisnya yang berdenyut akibat benang kusut di dalam kepalanya. Segera dia meraih handphonenya dan menekan sebuah tombol panggilan cepat yang segera menghubungkannya dengan satu-satunya orang kepercayaannya.
"Lindungi dia."

***

>>Bersambung<<
>>Pure Love - Chapter 2<<

Post a Comment

19 Comments

  1. Ketemu lagi di cerita baru.
    Pendek ya? Anggap aja ini prolognya :)
    Cerita ini kliatannya ga bakal panjang. Rencananya tiga chapter aja. Secara tulisan ngenes begini menguras banyak energi coz pake mewek2 dulu bayanginnya. hahhahaa
    Happy reading for all MM lover, spesial for Sista Tita Rosita :)

    ReplyDelete
  2. Duuuhhhh.....diawali dengan kesedihan mdh2n happy ending

    ReplyDelete
  3. Mba agnes jgn sad ending yahh...gak mau yh sedih2 mba...kasian MM hiks...hiks pkoknya HE lg...buat shiori nya yg trsiksa hihihi...

    ReplyDelete
  4. tilimikici sist agnes... sepuluh jempol bwtmu sista... sesuai banget sama karakter masumi_ku, sukses bikin si nenek jambul itu kesal.. cayooo semangat ya sist bwt next chapter

    ReplyDelete
  5. Hancuuur dech prasaan maya jd ikutan sedih :'(.. moga endingnya nanti MM nya bahagia , tetap semangat kak agnes terus apdet tdk lama2 hihihi, dgn terus bikin cerita yang mengaduk2 prasaan

    ReplyDelete
  6. Asekk cerita baru.. sesi mewek-meweknya boleh banyak mbak Agnes.. cuman yg penting happy ending ajah yaa plissss

    ReplyDelete
  7. nah.....gitu mba agnes...hard way for love...paling suka klw berat di awal kyk gini...lanjuut ya mba..

    ReplyDelete
  8. nah.....gitu mba agnes...hard way for love...paling suka klw berat di awal kyk gini...lanjuut ya mba..

    ReplyDelete
  9. Ternyata MM lover pada tega juga ya. Suka liat Maya termehek2
    =))◦"̮◦みaツみaツみa◦"̮◦=))

    ReplyDelete
    Replies
    1. tega lah....biar baca nya lama...trus maya nya tambah kuat...mbeb masumi makin kebelet ama maya deh...hi..hi..hi...

      Delete
  10. Apapun jalan ceritanya, harus hepi endingnya hahahaha.... Masumi keren ih.... makasih ya sis Agnes

    ReplyDelete
  11. bagus masumi.... jangan biarkan dirimu tergoda oleh siomay itu!!
    baru baca udah tegang sis.. pinter bikin hatiku panas dikau..

    ReplyDelete
  12. Kereeennn Kereeennn Kereeennn.... always Kereeennn... love it...!!!
    Fitria gw

    ReplyDelete
  13. sist agnes...lanjutin lagi dooonk.. udah ketagihan nii sama update mu, seperti obat penghilang stress di tengah2 rutinitas yg menghimpit.. cayooo semangat sista...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hei Sayang....dah ku apdet lo lanjutannya
      demi dirimu aku jadi ikut termehek-mehek...hahahhaa

      Delete
  14. iya ni aku ketinggalan berita ya..heheh maklum,jam2 segitu otakku udah spaneng.. makasi banyak ya sist...

    ReplyDelete