Secret Angel - Chapter 5 End

3 November 2015
Happy Brithday for Masumi-sama... :)
Sebuah akhir dari perjalanan panjang meraih cinta dan kebahagian


Mata Masumi menatap penuh waspada pada lingkungan asing di sekelilingnya. Dia berada di sebuah padang luas tanpa batas. Cahaya matahari begitu teduh dan hembusan angin terasa begitu menyejukkan.
Apa ini dunia lain itu? Tidak seseram bayanganku.
Masumi tersentak karena sedetik kemudian muncul kabut putih di hadapannya dan tiba-tiba dia sudah berdiri di tepi sebuah hutan.
"Dimana ini?" Masumi mengernyit bingung.
Hati-hati dengan apa yang kau pikirkan Tuan Hayami.
Sebuah suara menyentakkannya.
"Siapa?" Seru Masumi, matanya berputar melihat ke sekeliling tempatnya berdiri.
Jangan takut, ini aku Tamotsu. Sebagian kekuatanku ada padamu sehingga kita bisa bertelepati.
"Dimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Masumi bingung.
Tuan Hayami, apa yang ada di depanmu adalah apa yang ada di dalam pikiranmu.
"Apa maksudnya?"
Apa yang kau lihat di depan matamu sekarang?
"Hutan,"
Apa seperti itu kau mengimajinasikan dunia lain itu?
"Ya,"
Satu hal yang harus kau tahu, dunia itu terbentuk berdasarkan bayangan dan ketakutanmu. Jadi semakin kau takut tidak bisa menemukan Maya maka akan semakin sulit juga kau menemukannya. Mulai sekarang berhentilah berpikiran buruk atau itu akan menyulitkanmu.
Masumi tertegun, "Jadi Maya ada di dalam sana?"
Aku tidak tahu tapi kau harus mulai mencarinya. Ingat semua itu hanya bayangan dan bisa berubah sesuai ketakutanmu. Ku sarankan berhentilah berkhayal tentang kondisi Maya dan mulailah mencari.
"Baik," Masumi mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam hutan.
Kenapa aku tadi aku harus membayangkan dunia lain sebagai hutan gelap yang menyeramkan? Andai aku tahu dari awal...
Masumi bergerak dengan waspada. Apa yang ada di depan matanya sekarang memang sama dengan apa yang dibayangkannya tadi. Beberapa ranting tajam mengenai tubuhnya ketika Masumi berusaha melewati medan sulit di dalam hutan. Tapi dia cukup beruntung karena mantelnya ternyata bisa melindunginya dengan baik.
Jika ini sesuai dengan pemikiranku maka Maya ada di tengah hutan ini.
Masumi mempercepat langkahnya. Tidak peduli lagi dengan medan sulit di sekelilingnya. Dia sudah bertekad menemukan Maya.
Tak lama Masumi berjalan dia melihat sebuah danau. Matanya kembali berputar memeriksa sekeliling. Dia tidak merasa membayangkan sebuah danau.
Maya dimana kau sebenarnya?
Tiba-tiba air danau di depannya beriak dan dari tengah danau terpancar sebuah cahaya terang menyilaukan. Masumi menutup mata dengan lengannya.
Cahaya memudar, Masumi menurunkan lengannya. Dia terkejut melihat seorang wanita yang melayang di tengah danau. Wanita itu memiliki paras cantik dengan rambut panjang hitam. Dia mengenakan jubah besar warna merah keemasan. Wanita itu tersenyum dengan begitu mempesona, dia melayang di atas air dan menghampiri Masumi.
"Kau pasti Tuan Hayami," kata wanita itu dengan suara lembut.
"Siapa kau?"
"Jangan takut, aku Yukari. Aku akan membantumu menemukan kekasihmu,"
Hati Masumi mengembang penuh harap, "Kau tahu di mana Maya?"
"Aku tahu tapi tidak mudah bagi manusia sepertimu untuk menemukannya, meski...," wajah cantik itu berubah sendu.
"Meski apa?" Masumi merasa gelisah dengan perubahan ekspresi Yukari.
"Meski kau memakai kekuatan Tamotsu," lirih Yukari.
Darimana dia tahu?
"Kau mengenal Tuan Saito?" Tanya Masumi.
Wanita cantik itu tersenyum, "Sebaiknya kita segera mencari kekasihmu," katanya kemudian tanpa menjawab pertanyaan Masumi.
Tidak bertanya lagi Masumi segera mengikuti wanita itu yang berjalan mengitari pinggiran danau. Keduanya semakin jauh masuk ke dalam hutan.
Tuan Hayami
Masumi tersentak. Tuan Saito?
Ya, bagaimana keadaanmu?
Masumi melihat wanita yang berjalan di depannya. Yukari berjalan tanpa sepatah katapun.
Aku baik-baik saja. Aku bertemu dengan seorang wanita yang katanya tahu dimana keberadaan Maya
Wanita?
Benar Tuan Saito, dia mengantarku ke tempat Maya sekarang
Apa wanita itu mengenalkan namanya padamu?
Masumi sejenak tertegun mendengar nada suara Tamotsu yang terdengar tidak tenang.
Yukari.
Yukari?!
Ya
Masumi merasakan keheningan ketika suara di dalam kepalanya seperti menghilang.
Tuan Saito? Batin Masumi memanggil,Tuan Saito?
Masumi terkejut ketika Yukari tiba-tiba berhenti. Hampir saja dia menabrak punggung Yukari.
"Kita sudah sampai," Yukari berbalik dan menatap Masumi.
"Eh?!" Berbicara dengan Tamotsu membuat Masumi baru menyadari kalau dirinya berada di tepi sebuah jurang dalam.
"Kekasihmu ada di seberang jurang ini. Sayangnya aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini." Kata Yukari.
Kening Masumi berkerut dalam melihat jurang gelap yang terbentang dihadapannya.
"Bagaimana aku bisa menyeberangi jurang ini?" Tanya Masumi bingung.
"Ini bantuan terakhir yang bisa aku berikan," kata Yukari. Dia kemudian mengacungkan lengannya ke arah jurang dan sebuah kain panjang keluar dari lengan jubahnya. Dalam sekejap mata kain itu terbentang di atas jurang menyerupai sebuah jembatan.
"Apa yang akan aku hadapi di sana?" Tanya Masumi.
Yukari menggeleng dengan wajah sendu, "Kita tidak bisa tahu apa yang terjadi di depan sana Tuan Hayami. Seberangilah dan berusahalah sekuat tenaga. Semoga kekuatan cintamu bisa membantumu menemukannya. Maya percaya padamu jadi kau tidak boleh menyerah,"
"Terima kasih Nona Yukari," ucap Masumi.
Yukari kembali mengulum senyumnya dan dalam sekejap mata dia menghilang dari pandangan Masumi.
Eh?! Masumi menghela napas panjang. Tidak ada waktu lagi untuk terheran dengan semua keanehan yang terjadi. Diapun kembali fokus menatap jurang yang terbentang di hadapannya. Kakinya dengan mantap mulai melangkah, menapaki jembatan yang sudah di ciptakan Yukari untuknya. 
Masumi menelan ludah perlahan melihat dalamnya jurang yang sedang dia sebrangi tapi keteguhan hati dan cintanya pada Maya memberinya kekuatan. Dia mendesah lega ketika kakinya menginjak seberang jurang dengan selamat. Sejenak mengamati sekitarnya, Masumi kembali melangkah.
Tuan Hayami
Tuan Saito?
Maaf, kekuatanku terbatas jadi aku tidak bisa terlalu lama bertelepati denganmu. Apa kau masih bersama Yukari?
Tidak, dia sudah pergi
Oh...
Masumi tertegun mendengarnya, ada kesedihan yang dia rasakan dalam suara Tamotsu.
Tuan Hayami, waktumu terbatas. Cepatlah.
Dan Masumi kembali merasakan keheningan di dalam kepalanya.
"Ughh!" Masumi menutup wajah dengan kedua lengannya ketika tiba-tiba angin berhembus kencang.
"Apa ini?" pemandangan di depan Masumi tiba-tiba berubah menjadi padang pasir.
"Uhuk! Uhuk!" Masumi terbatuk karena hempasan angin dan pasir, meski begitu kakinya tetap terus melangkah.
Masumi merasa begitu khawatir. Jika dia harus menghadapi kondisi seperti itu lalu bagaimana dengan kekasihnya. Dia hanya bisa berharap kalau Maya ada di tempat yang aman dan dalam kondisi baik-baik aja.
Langkah Masumi terhenti ketika padang pasir yang dia lewati berubah menjadi lautan yang tertutup hamparan es.
Akh! Apalagi ini?!
Masumi melingkarkan kedua lengan ke tubuhnya. Hawa dingin menusuk ke dalam tulangnya. Pakaiannya kali ini tidak cukup untuk menahan udara dingin.
"Ugh!" Dengan masih memeluk tubuhnya sendiri, Masumi kembali melangkahkan kakinya.
Krek! Masumi terdiam. Esnya retak.
"Gawat," desis Masumi cemas. Mengalihkan langkah kakinya, Masumi menapaki sisi lain dari lempengan es.
Krak! Krak! Byur!! Terlambat menghindar, lempengan esnya terbelah dan Masumi terjatuh dalam air.
Arggghh...Masumi mengerang tertahan di dalam air. Dinginnya es menusuk hingga ke tulang dan membekukan seluruh tubuhnya.
Tidak! Tidak! Aku tidak boleh mati...Maya...
Tuan Saito, tolong! Tanpa sadar Masumi berteriak di dalam kepalanya.
Apa yang terjadi?
Aku terjebak....di laut...es
Masumi mencoba menggapai permukaan air tapi seluruh tubuhnya tidak mau menurut. Kesadarannya semakin menurun.
Gunakan kekuatan pikiranmu Tuan Hayami. Kekuatanku akan membantumu berteleportasi.
Dalam kesakitannya Masumi masih berusaha mencerna perkataan Tamotsu. Mengeratkan mata, Masumi mencoba untuk melayangkan imajinasinya. Padang rumput...
Splash! Tiba-tiba air beriak dan berpusar keras.
"Aarrrrggghhhhh" Masumi berteriak ketika pusaran air menelannya.
Bug! Tubuh Masumi terhempas.
"Ughhh!" Masumi membuka mata dan menahan sakit di seluruh tubuhnya. Apa yang terhampar di depan matanya membuatnya sedikit lega. Usahanya berhasil. Dia berada di tengah padang rumput.
Kau baik-baik saja Tuan Hayami?
Ya...terima kasih.... Masumi masih terbaring dan terengah, perlahan mengatur napasnya.
Aku harap kau tidak menyerah
Tidak Tuan Saito, aku tidak akan pernah menyerah
Mengumpulkan kekuatannya, Masumi bangkit dan mulai berjalan lagi. Matanya menyapu sekeliling tempatnya berdiri. Hamparan hijau terbentang sepanjang mata memandang. Bunga liar yang berwarna warni tumbuh di sela semak-semak dan menambah indah pemandangan.
Padang rumput yang indah....
Sejenak dia mengaggumi pemandangan di depannya tapi kemudian Masumi tersadar bahwa waktunya terbatas. Diapun mempercepat langkahnya.
Ziiiiinnngggggg....
"Ahh!" Masumi menutup kedua telinganya ketika dengingan keras terdengar begitu memekakakkan.
Dalam sadar Masumi melihat tempat disekelaingnya berputar dan dalam sekejap mata dia sudah berada di tempat yang berbeda.
Lagi?
Masumi sekarang berada di sebuah pelataran luas. Berdiri di depannya istana megah. Teriknya matahari sudah berganti dengan teduhnya sinar bulan purnama. Mata Masumi melebar begitu melihat apa yang ada di hadapannya.
"Maya!" Seru Masumi.
Gadisnya bergeming, terbaring di atas sebuah altar pemujaan yang dikelilingi oleh api.
Masumi melangkah tapi tiba-tiba tanah di sekelilingnya berderak keras. Semua getaran itu berhenti ketika Masumi menarik kembali langkahnya.
Tuan Hayami?
Tuan Saito! Aku sudah menemukan Maya!
Benarkah? Ternyata kau memang hebat. Aku bahkan perlu waktu lebih lama untuk menemukan istriku. Apa sekarang kau berada di depan sebuah istana?
Benar
Itu adalah altar kematian. Di sinilah perjuanganmu yang sebenarnya. Tiap kali kau melangkah mendekat maka kau akan menghadapi rintangan yang semakin berat dan jika kau gagal maka kekasihmu akan terbakar di altar menjadi korban pemujaan.
Otak Masumi bekerja, menemukan alasan dari apa yang baru saja di alaminya.
Berjuanglah Tuan Hayami...
Suara itu melirih dan kemudian menghilang sama sekali. Masumi sadar sekarang dia harus mengerahkan seluruh kekuatannya untuk bisa mencapai tempat Maya atau dia akan kehilangan kekasihnya untuk selama-lamanya.
Menguatkan hatinya, Masumi akhirnya mulai melangkah.
Ddrrrrttttt! Tempatnya berpijak bergoncang hebat. Masumi kembali melangkah dan goncangan semakin hebat hingga dia terjatuh ke tanah.
Wush! Begitu Masumi terjatuh, api membesar.
"Maya!" Seru Masumi. Diapun kembali bangkit dan berusaha tetap berdiri tegap meski goncangan semakin hebat.
Langkah ketiganya, goncangan seketika berhenti.
Berhenti? 
Masumi bingung sekaligus lega. Api di sekeliling Maya menari dengan lembut.
Ditatapnya kekasih hati sekaligus belahan jiwanya yang masih terpejam di atas altar. Padahal jarak mereka hanya beberapa langkah saja tapi rasanya Maya begitu jauh.
Akkkkhhhh!! Masumi merasakan dseluruh tubuhnya sakit secara tiba-tiba.
Kalau kau mati maka waktumu habis. Begitu juga dengan Maya
Masumi tersentak ketika teringat perkataan Mamoru.
Jangan-jangan waktuku hampir habis...energi kehidupanku...?
Akhh! Masumi terduduk di tanah. Tubuhnya terasa begitu lemah. Perlahan dia melihat api di sekeling Maya mulai beriak dan Masumi segera merespon. Sekuat tenaga dia kembali bangkit.
Berdiri tegak di atas kedua kakinya, Masumi kembali melangkah. Kali ini langkahnya tertahan oleh angin kencang dan butiran es yang menerjang keras ke arahnya.
Ah! Masumi menutup wajahnya dengan kedua lengan tapi kepingan es tajam menggores tubuhnya yang hanya tertutup mantel. Darah menetes dari luka itu.
Cring!! Mata Masumi yang tidak lepas dari Maya menangkap seberkas cahaya ungu terpancar dari leher kekasihnya. Masumi menghentikan langkahnya dan sejenak tertegun namun cahaya itu kemudian menghilang.
Mungkin hanya khayalanku.
Melanjutkan langkahnya, Masumi merapatkan lengan untuk melindungi wajah dan kepalanya. Tubuhnya mulai banyak tergores oleh kepingan es.
Lima langkah berhasil di tempuhnya dengan susah payah. Tenaga Masumi semakin terkuras. Napasnya terengah, Masumi limbung.
Brukk! Masumi terjatuh di tanah.
Crash! Crash! Kepingan es sukses melukai kulit wajahnya yang tidak lagi terlindungi.
Ahh! 
Masumi meringis menahan sakit.
Maya... 
Pandangan masumi mengabur tapi dia bisa melihat api di sekeliling Maya mulai beriak dengan liar. Kembali dia mengerahkan kekuatannya untuk berdiri. Mengumpulkan kesadarannya yang mulai berserak karena energi kehidupan yang mulai menipis.
Angin kencang dan kepingan es yang beterbangan seketika berhenti ketika Masumi berhasil berdiri di atas ke dua kakinya. Darah menetes dari wajah dan tubuhnya yang terluka.
Cring! Cahaya ungu kembali terpancar dari leher Maya. Semakin terang cahaya itu, api di sekeliling Maya semakin menyusut.
Apa itu?
Pandangan Masumi mengabur.
Ah...Maya, sedikit lagi...
Tangan Masumi terulur, Maya hanya tinggal beberapa langkah di depannya tapi rasanya tubuh Masumi sudah tidak memiliki tenaga lagi. Napasnya semakin pendek ketika dadanya semakin sesak.
Sekali lagi, Masumi berusaha melangkah maju. Memperjuangkan kehidupannya dan Maya.
Wusshh! Seketika sekeliling Masumi berubah menjadi lautan api.
Arrrghhh! 
Tubuh Masumi serasa terbakar. Dadanya semakin sesak seolah semua udara menghilang dari sekitarnya.
Maya... 
Lirih Masumi tanpa daya. Masumi benar-benar merasakan tubuhnya terbakar. Kesadaran semakin menghilang ketika sakit semakin menguasainya.
Maya...
Tangan Masumi terulur berharap kali ini bisa menggapai kekasihnya. Sekali lagi melangkah dan Masumi mencapai batasnya.
Brukk!! Tubuh Masumi terhempas ke tanah keras. Kesadarannya hilang sempurna. Lautan api di sekelilingnya dan api disekeliling Maya semakin membesar membakar keduanya.
Criiinnggg! Cahaya ungu sekarang memancar kuat dari leher Maya. Cahaya itu semakin besar dan melingkupi tubuh Maya. Perlahan api di sekitar Maya mulai surut begitu juga api di sekeliling Masumi.
Maya membuka matanya lalu bangun dari altar, menatap sekelilingnya.
Matanya langsung tertumbuk pada sosok pria yang yang langsung bisa di kenalinya dalam sekali pandang. Pria yang menjadi alasan dirinya di kurung oleh Mamoru.
"Masumi!" Seru Maya yang masih terduduk di altar. Api yang masih menyala membuat Maya tidak bisa turun dari altar.
Pikiran buruk melintas di benak Maya karena melihat Masumi bergeming di tanah.
Jangan-jangan...Tidak! Tidak mungkin!
"Masumi!" Maya kembali memanggil kekasihnya.
"Bangunlah! Aku mohon!" Seru Maya lagi. Air matanya mulai berdesakan keluar.
Cring! Cahaya kembali terpancar dari leher Maya.
Ah! Kalungnya?!
Maya menggenggam liontin bintang yang tengah bersinar.
Kekuatan cinta dari Masumi...ah!
Maya teringat akan perkataan Tamotsu bahwa liontin itu melindunginya. Mengeratkan gengggamannya pada lionting bintang, Maya memejamkan mata dan mulai memohon.
Ku mohon lindungi juga Masumiku...Masumiku...
Craannngggg!! Cahaya ungu kembali berpendar kuat di sekeliling Maya. Menyelubungi tubuhnya. Api disekitar Maya semakin menyurut dan padam. Cahaya itu juga mengalir menyelubungi tubuh Masumi dan memadamkan api di sekitarnya.
"Masumi!" Seru Maya lagi.
Ngghhh, 
Masumi tak bergeming kali ini, seruan Maya mulai menarik kesadarannya. Mengangkat kepala perlahan, Masumi mengerjap untuk menyamarkan kabut di matanya. Pandangannya membaik dan dia melihat Maya menuruni altar. Dia mengenakan gaun panjang berwarna merah dengan hiasan kepala indah layaknya seorang pengantin. Cahaya ungu berpendar di sekitar mereka dan terasa begitu menyejukkan.
Maya bersimpuh di dekat kekasihnya dan mengangkat kepala Masumi ke atas pangkuannya.
"Maya...," lirih Masumi.
Tetesan air mata jatuh membasahi wajah Masumi. Luka-lukanya sekarang terlihat jelas dan hati Maya tersayat melihatnya. Luka itu cukup menjelaskan betapa beratnya perjuangan Masumi untuk menyelamatkannya.
"Kau berhasil," ucap Maya bangga. Hatinya penuh haru melihat Masumi yang sudah berhasil membuktikan cintanya dan melepaskannya dari mantra Mamoru.
"Akhirnya aku bertemu denganmu," Masumi menulurkan tangannya dan mengusap wajah Maya.
"Iya, akhirnya kita bertemu," Maya tersenyum di tengah isakannya.
"Kau cantik sekali," puji Masumi.
Maya kembali tersenyum. Masumi bahkan masih bisa memujinya dengan keadaan seperti itu.
Teng! Teng! Suara lonceng yang berdentang keras mengalihkan perhatian Maya dan Masumi. Di bantu Maya, Masumi berusaha untuk duduk, keduanya terpaku menatap pintu gerbang besar istana yang terbuka.
Barisan pengawal keluar dari gerbang diikuti oleh dayang-dayang. Mereka berjajar di sepanjang jalan dari gerbang hingga ujung anak tangga di pelataran.
Teng! Teng! Lonceng kembali bergema dan sosok besar yang keluar dari gerbang mengejutkan Maya juga Masumi.
"Tsukuyomi-no-Mikoto," seru keduanya.
Mengenakan jubah kebesaran berwarna putih keemasan, Tsukuyomi-no-Mikoto berdiri dengan gagah di depan gerbang.
"Kalian berdua sungguh membuatku kagum. Kalian adalah manusia pertama yang sanggup melewati altar kematian," perkataan Tsukuyomi-no-Mikoto menggema di sekitar mereka. Membuat Maya bergidik mendengarnya. Merasakan ketakutan Maya, Masumi meraih tangan kekasihnya dan menggenggamnya. Berusaha menenagkan Maya, Masumi mengabaikan dirinya sendiri yang masih kesakitan.
"Karena kami sudah berhasil, sudikah kiranya Tsukuyomi-no-Mikoto melepaskan kami dan mengembalikan kami ke bumi," pinta Masumi.
Tsukuyomi-no-Mikoto terkekeh, namun kekehannya lebih terdengar seperti gelegar guntur saat badai.
"Aku tidak akan ingkar janji. Mamoru benar, kalian berdua memang lebih hebat daripada dewa. Meretas batas hidup dan mati hanya karena cinta. Sepertinya Mamoru juga mengalahkanku kali ini,"
"Mamoru?!" Maya bergumam lirih.
"Nona manis, kau tahu kalau putraku sudah bertaruh untukmu? Seharusnya kau mati di tanganku tapi taruhannya sudah menyelamatkanmu," kata Tsukuyomi-no-Mikoto.
"Apa maksudnya?" Masumi juga bingung dengan penjelasan Tsukuyomi-no-Mikoto.
Sang dewa Bulan itu kembali tertawa, menggetarkan tanah di sekeliling mereka.
"Mamoru tahu kalau aku berniat mengambilmu seperti dulu aku mengambil Yukari dari sisi Tamotsu. Maka dari itu dia bertaruh. Dia meyakinkanku kalau kau tidak bersalah dan akan ada cinta sejatimu yang menyelamatkannya. Dia juga ingin menunjukkan padaku bahwa cinta manusia bisa lebih hebat daripada kekuatan dewa. Untuk itulah dia membuat semua permainan ini. Aku meminta Ryunosuke untuk membawa kekasihmu menuju tujuanku," jelas Tsukuyomi-no-Mikoto.
Maya dan Masumi saling bertukar pandang. Mereka baru memahami bahwa semua yang diperbuat Mamoru adalah untuk mereka berdua.
"Jadi kami bisa kembali ke bumi?" Tanya Maya penuh harap.
Tsukuyomi-no-Mikoto mengangguk, "Kalian menang. Selain itu aku juga sudah membebaskan Ryunosuke dari semua hukuman karena kesalahan Yukari,"
Yukari?! Kening Masumi berkerut. Ah! Dia baru menyadari sesuatu.
"Jadi Yukari adalah istri Tuan Saito dan nenek dari Ryunosuke?" Tanya Masumi.
"Benar," jawab sang dewa bulan.
Sekarang semuanya menjadi jelas untuk Maya dan Masumi.
"Aku tepati janjiku. Aku merestui kalian berdua," bersamaan dengan itu tangan Tsukuyomi-no-Mikoto terulur dan cahaya perak menyelubungi tubuh Maya dan Masumi. Luka di tubuh Masumi hilang sempurna dan dalam sekejap mata mereka seperti di tarik dalam pusaran awan putih.
"Aaargghhh!"

***
Maya berdiri dalam dekapan Masumi. Keduanya masih merasa bingung dengan apa yang baru saja terjadi. pintu gerbang besar di hadapan mereka menyadarkan keduanya.
"Ini pintu keluarnya!" Pekik Maya senang.
Masumi menatap Maya yang berbinar senang. Tiba-tiba saja Masumi menangkupkan kedua tangannya di wajah Maya dan tanpa mengatakan apapun melandaikan sebuah kecupan di bibir Maya. Membuat Maya terkesiap.
Kecupan yang hangat, awalnya, namun ketika Maya kemudian melemas dan membalas kecupan itu, ciuman keduanya justru semakin dalam.
"Kali ini aku tidak akan melepaskanmu," bisik Masumi di bibir Maya.
"Jadikan aku milikmu, selamanya," jawab Maya.
"Pasti," Masumi merengkuh tubuh Maya dalam dekapannya. Lama keduanya terdiam, menikmati kebahagian karena akhirnya cinta mereka dipersatukan.
"Ayo kita keluar," bisik Masumi.
Maya mengangguk di dada bidang kekasihnya. Dengan masih merangkuh bahu Maya, Masumi membuka pintu dan membawa Maya keluar.
Desahan lega Masumi terdengar ketika dia melihat Tamotsu dan Mamoru menunggunya di ujung jembatan di tepi kolam. Senyum keduanya menyatakan kelegaan yang sama. Berjalan menyebrangi jembatan, tiba-tiba Maya melepaskan diri dari dekapan Masumi dan berlari menghampiri Mamoru, mendekap putra dewa itu. Menangis dengan keras di dadanya. Mamoru hanya tersenyum dengan tindakan Maya dan merengkuh tubuh mungil itu dalam dekapannya. Jujur hatinya masih dipenuhi dengan cinta Maya. Cinta yang tidak pernah bisa dimilikinya.
Masumi berdiri di depan Mamoru. Kali ini dia memahami tindakan Maya. Bagaimanapun juga karena Mamorulah mereka bisa bersatu.
"Terima kasih," ucap Masumi seraya membungkuk dalam pada keduanya.
Maya menarik dirinya dan mundur beberapa langkah lalu berdiri sejajar dengan Masumi. Ikut membungkuk hormat pada Tamotsu dan Mamoru.
"Kalian yang menang, tidak perlu berterima kasih pada kami," kata Tamotsu.
Maya dan Masumi kembali menegakkan tubuhnya.
"Bagaimanapun juga karena kalianlah kami bisa bersama lagi. Maaf kalau sebelumnya aku salah paham padamu," kata Masumi pada Mamoru.
Mamoru menggeleng, "Tidak Tuan Hayami. Aku yang salah karena mencintai kekasihmu, dia tidak layak menerima hukuman atas kebodohanku." Mamoru kemudian beralih menatap Maya, "Nona cantik, sekarang kau bahagia?"
Maya tersipu dan mengangguk pelan menjawabnya.
"Kau memang layak dicintai Maya, kemarilah," Tamotsu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Maya, "Hanya beberapa hari aku mengenalmu tapi kau sudah membawa kebahagian bagiku. Tak heran kekasihmu sanggup melewati altar kematian untuk mendapatkanmu,"
"Jangan memujiku berlebihan," lirih Maya malu. menarik dirinya menjauh lalu memukul lengan Tamotsu. Mereka tertawa.
"KAU JAHAT!!"
Sebuah teriakan menyentakkan semuanya. Masumi reflek meraih Maya dalam dekapannya begitu melihat Shiori yang datang bersama Ryunosuke. Maya terhenyak ketika melihat Shiori memandang garang padanya.
"Nona Shiori," lirih Maya.
"Kau menghancurkan hidupku, menggagalkan pernikahanku dan sekarang kau berniat untuk bisa hidup bahagia dengan Masumi? Kau jahat Maya! Kau jahat!" Teriak Shiori.
Dia tahu?! Maya beringsut tak nyaman dalam dekapan Masumi. Tanpa bisa dihalangi, air mata deras mengalir di wajah Maya. Perkataan Shiori menohoknya dalam.
Ryunosuke merengkuh kedua bahu Shiori, berusaha menenangkannya. "Nona Takamiya, tenanglah,"
"Maaf," lirih Maya kemudian.
"Maaf?! Kau pikir aku semurah hati itu? Aku-,"
"Cukup Shiori!" Potong Masumi.
Shiori terkesiap, mundur selangkah karena terkejut dengan nada tinggi Masumi. Ryunosuke mengeratkan tangannya di bahu Shiori, menjaganya tetap berdiri.
"Kau membelanya?" Shiori terlihat tidak terima.
"Sudah ku katakan kalau Maya adalah hidupku. Justru seharusnya kau bersyukur karena kita tidak jadi menikah. Aku tidak pernah mencintaimu Shiori. Terimalah kenyataan itu," terang Masumi. Dirasakannya tubuh Maya gemetar, diapun mengeratkan pelukannya. Maya masih terisak.
"Tidak! Tidak!" Shiori berteriak histeris. Menepis tangan Ryunosuke dari bahunya dan tersungkur di tanah. Menangis sejadi-jadinya.
Maya menegakkan tubuhnya. Miris melihat Nona muda itu meraung penuh kesedihan. Dia tahu pasti bagaimana rasanya, memang terlalu menyakitkan melihat orang yang dicintai menjadi milik orang lain.
Semua orang terpaku menatap Shiori. Maya melepaskan diri dari dekapan Masumi.
"Maya?" Masumi enggan melepaskan Maya.
Maya hanya mengangguk, meyakinkan Masumi tanpa kata. Masumipun membiarkan Maya berjalan menghampiri Shiori. Gadis itu berlutut di depan Shiori.
"Nona Shiori, maafkan saya," lirih Maya.
Shiori masih terisak dan tidak peduli pada permintaan maaf Maya.
"Cinta memang membuat saya menjadi egois. Tolong relakan semuanya. Ini juga demi kebaikan Nona, tidak akan ada kebahagiaan dalam cinta yang dipaksakan," kata Maya lagi. Entah mendapat keberanian darimana sehingga dia bisa mengatakan hal seperti itu.
Shiori mengangkat wajahnya, kacau, dia benar-benar terlihat kacau. Matanya menyipit pada Maya, "Kau boleh egois tapi kenapa aku tidak? Aku juga mencintai Masumi," cercanya.
"Tapi Masumi tidak mencintai anda," Maya menimpali.
"Itu karena kau masih ada!" Teriaknya lagi. Seketika itu juga Shiori menubrukkan dirinya pada Maya, membuat Maya terhempas ke tanah ditindih olehnya.
"Maya!" Seru Masumi terkejut.
"Sialan!" Raung Mamoru dan Tamotsu bersamaan. Sepertinya mereka menyadari sesuatu telah terjadi.
Momoru secepat kilat mendorong Shiori menjauh dari tubuh Maya. Dia dan Tamotsu langsung berlutut di sebelah Maya. Masumi terbelalak melihat Maya yang bergeming di tanah dengan wajah menahan sakit. Baru menyadari reaksi cepat Saito bersaudara.
"Maya!" Serunya panik. Entah bagaimana Shiori melakukannya. Sebuah belati sudah terhujam dalam di perut Maya. Cairan merah mangalir deras membasahi tanah.
"Apa yang kau lakukan!" teriak Masumi. Matanya menatap tajam wanita yang tengah tersungkur di tanah. Shiori terbahak keras, sepertinya kewarasannya sudah hilang sempurna.
"Nnghhh!" Rintihan Maya mengalihkan kemarahan Masumi.
"Maya, bertahanlah," Masumi mengangkat kepala Maya dan membaringkannya di atas pangkuannya. Tangannya menggenggam erat tangan Maya yang gemetar menahan sakit.
Tamostu dan Mamoru sama marahnya.
"Dia akan mati! Dia akan mati!" Shiori berteriak senang. Semua mata menatap geram pada wanita itu kecuali Ryunosuke. Tatapan matanya sedih penuh simpati.
Brukk! Sedetik kemudian Shiori tersungkur di tanah tak sadarkan diri. Kalah oleh kegilaannya sendiri.
"Ma...su...mi...," Maya melirih memanggil nama kekasihnya.
"Maya bertahanlah," Masumi mulai merasakan kepanikan merayapi seluruh tubuhnya. Mematikan otaknya untuk bekerja.
Tamotsu bertukar pandang dengan saudaranya.
"Kekuatanku belum pulih sepenuhnya. Aku tidak bisa," kata Tamotsu.
Mamoru hanya mengangguk. Tanpa bicara lagi, Mamoru menarik belati yang menghujam perut Maya.
"Aarrggghhh," Maya mengerang saat logam tajam itu di tarik dari perutnya. Meningkalkan sakit tak terperi. Darah semakin deras mengalir, wajah Maya memucat seketika.
"Tenang," kata Mamoru menjawab tatapan mata Masumi yang sarat ketakutan.
Maya melemas dan seketika itu juga kehilangan kesadarannya.
"Maya! Bangun Maya!" kepanikan Masumi semakin berlipat ganda. Perkataan Mamoru tidak berlaku baginya.
Mamoru menutup luka di perut Maya dengan telapak tangannya. Merapal sebuah mantra, cahaya perak keluar dari telapak tangan Mamoru.
Masumi baru menyadari apa yang dilakukan Mamoru. Kepanikan sudah membuatnya lupa kalau dua orang yang ada dihadapannya saat ini adalah putra dewa yang sanggup melakukan apa saja.
Cahaya perak menghilang, darah berhenti mengalir dan luka Maya sembuh sempurna. Kecemasan masih tergambar di wajah Masumi.
"Dia baik-baik saja. Hanya perlu istirahat," kata Mamoru.
"Terima kasih," ucap Masumi tulus, "Oh, sayang," Masumi mengangkat Maya dalam pelukannya. Gadisnya masih bergeming dan terpejam dalam damai.
"Mau kau apakan dia?" Tanya Tamotsu pada Ryunosuke yang juga merengkuh Shiori dalam pelukannya.
"Maaf kakek. Wanita ini adalah pasien saya," Jawab Ryunosuke.
"Kau mencintainya kan?"
Ryunosuke menunduk dalam menatap Shiori dalam pelukannya. Kebisuannya sudah menjawab pertanyaan Tamotsu.
Masumi terdiam menatap Ryunosuke. Entah apa yang harus dikatakannya sekarang. Hatinya miris melihat Shiori tapi mengingat dia baru saja menyakiti Maya membuat semua akal sehatnya mengabur.
"Lupakan cintamu, aku akan membereskannya," tegas Mamoru.
Sontak Ryunosuke mengangkat wajahnya, "Tuan Mamoru, saya mohon jangan lakukan itu," pintanya. Kesungguhan terpancar di mata Ryunosuke.
"Kau mencintai wanita seperti itu?" Cerca Mamoru.
"Sebenarnya Nona Takamiya tidak jahat. Dia hanya terlanjur jatuh cinta dan sulit untuk melupakan apalagi melepaskannya," sesaat Ryunosuke menatap Masumi. Pandangan tanpa kata itu menjelaskan semuanya. Sebagai psikiater yang merawat Shiori tentu saja dia tahu semua kisah cinta rumit diantara ketiganya.
Masumi menghela napas panjang, akal sehatnya kembali ketika amarahnya menyusut.
"Dia benar. Semua salahku," sela Masumi, "Andai aku tidak memberikan harapan padanya, dia tidak akan jadi seperti ini,"
Mamoru tertegun sejenak. Sebenarnya dia cukup memahami keadaan yang ada. Dia sendiri sudah merasakan sakitnya cinta yang bertepuk sebelah tangan. Menatap Shiori dan Maya bergantian, Mamoru menghela napas panjang.
"Kalian manusia memang selalu saja merepotkan," katanya kemudian.
Tamotsu menyeringai tipis. Dia bisa membaca apa yang dipikirkan saudaranya.
"Masumi, apa kau keberatan kalau Nona Takamiya tidak lagi mengingatmu?" Tanya Tamotsu kemudian.
"Maksudnya?" Masumi gagal mengerti maksud perkataan Tamotsu.
Baru saja Tamotsu membuka mulut, Mamoru langsung menyela, "Tidak perlu basa-basi. Aku akan menghilangkan ingatan Nona Takamiya tentangmu. Biarkan dia memulai hidup baru bersama Ryunosuke,"
"Bisakah?" Masumi terkejut sementara Ryunosuke tersenyum dan menatap penuh harap.
"Kau merendahkanku Tuan Hayami," dengus Mamoru kesal.
Tidak lagi menunggu jawaban Masumi, Mamoru berlutut dan menyentuhkan telunjuknya di kening Shiori. Cahaya perak muncul dari ujung jarinya.
"Terima kasih Tuan Mamoru," kata Ryunosuke. Dia merengkuh erat tubuh Shiori, mengecup keningnya penuh kasih. Ada harapan membuncah dalam hati Ryunosuke, kehidupan yang baru bersama kekasih hatinya.
Mamoru berdiri dan beralih ke sisi Maya. Masumi menatap heran ketika Mamoru menyentuhkan telunjuknya di kening Maya.
"Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Masumi. Sebuah pemikiran negatif melintas.
"Tenang saja Tuan Hayami. Bukan kau yang akan dilupakannya tapi aku," cahaya perak keluar dari ujung jari Mamoru.
Masumi tertegun menatap apa yang dilakukan oleh Mamoru.
Mamoru selesai dengan tugasnya dan kembali berdiri di sisi saudaranya.
"Akan lebih baik untuk Maya kalau dia tidak mengingat tentang kami." Mamoru menjelaskan tindakannya.
"Tapi-,"
"Tidak seharusnya manusia bergaul dengan kami Tuan Hayami." Tamotsu menyela Masumi yang berniat menyanggah perkataan Mamoru.
"Tapi penting untukmu agar mengingat aku. Karena kau harus ingat bahwa ada orang lain yang mencintai kekasihmu dan akan melakukan apapun demi kebahagiaannya, yang tidak akan tinggal diam kalau melihatnya disakiti," tegas Mamoru kemudian.
Akhirnya Masumi mengerti, sudah terlalu lama dia menyia-nyiakan Maya. Kali ini dia tidak akan melepaskan Maya lagi.
"Terima kasih. Aku berjanji akan membahagiakannya," kata Masumi.
Mamoru hanya menyeringai tipis menanggapinya.
"Cinta membuatmu lebih manusiawi," goda Tamotsu.
Momoru tertawa kali ini. Ya, dia kalah telak dengan pertaruhannya sendiri. Cinta telah mengubahnya.
"Sudah waktunya kami pergi. Ryunosuke, bawalah kekasihmu dan rawat dia sebaik-baiknya," kata Tamostsu.
Ryunosuke mengangguk dan sekali lagi menggumamkan kata terima kasih.
"Tuan Hayami, jaga Maya," pesan Mamoru.
Keduanya melambaikan tangan bersamaan dan menghilang dalam cahaya perak.
Ryunosuke dan Masumi saling bertukar pandang.
"Eh?!" Masumi tersentak ketika cahaya perak tiba-tiba muncul dan menyelubungi tubuhnya dan Maya.
Ryunosuke tersenyum, "Sampai jumpa Tuan Hayami,"
Tak sempat menjawab, cahaya perak menyilaukan mata Masumi.
Sampai jumpa... 
Masumi mendengar bisikan yang tidak asing baginya.
Membuka mata ketika kilauan cahaya perak itu menghilang, Masumi tertegun melihat dirinya sudah berada di depan pintu kontrakan Maya. Bahkan pakaian Maya juga sudah berubah seperti biasa.
Tamotsu, terima kasih...

***
Rei tersentak bangun dari futon ketika suara bel mengejutkannya. Dia segera berlari keluar dan tidak peduli meski hanya mengenakan piyama.
"Maya!" Rei memekik panik ketika melihat Maya dalam gendongan Masumi.
"Bisa tolong siapkan tempat tidurnya?" Masumi menyela keterkejutan Rei sebelum gadis tampan itu melemparkan pertanyaan lain yang akan membuatnya semakin lama berdiri di depan pintu.
"I, iya. Silakan masuk Pak Masumi," Rei bergegas masuk ke kamar dan membentangkan futon untuk Maya.
Masumi dengan hati-hati membaringkan kekasihnya.
"Apa Maya baik-baik saja," tanya Rei.
"Ya Nona Aoki dia baik-baik saja," jawab Masumi tenang.
"Apa yang terjadi?" Maya hilang selama enam hari dan pulang dengan keadaan tidak sadar di tengah malam membuat Rei menyimpan banyak pertanyaan di dalam kepalanya.
Masumi menghela napas, dia tidak mungkin menceritakan apa yang terjadi. Dengan begitu dia harus mengarang sebuah cerita yang masuk akal.
"Malam itu Maya mengalami kecelakaan tapi beruntung dia tidak apa-apa. Maya di rawat oleh orang yang ternyata adalah temanku. Dia menghubungiku dan aku pergi ke tempatnya kemarin. Maaf membawanya malam-malam seperti ini dan mengganggu istirahatmu," jelas Maya.
Kening Rei berkerut tapi dia tetap mengangguk dengan penjelasan Masumi.
"Ng, Nona Aoki, sayangnya Maya tidak ingat dengan apa yang terjadi selama enam hari ini. Benturan yang keras saat terjadinya kecelakaan membuat Maya tidak bisa mengingat apa-apa. Jadi setelah besok dia bangun tolong jangan banyak memberinya pertanyaan," kata Masumi memperingatkan.
Maya kecelakaan? Rei kembali menatap Maya yang terlelap dengan heran. Gadis itu terlihat sehat meski wajahnya sedikit pucat. Tapi tidak ada luka apapun di wajah atau kaki juga tangannya. Meski begitu Rei melihat Masumi begitu lelah sehingga dia mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih.
"Apa anda akan menginap?"
Masumi tampak berpikir dengan pertanyaan Rei.
"Tidak apa-apa jika anda ingin menginap."
"Sungguh?" Tanya Masumi penuh harap.
Rei mengangguk, "Hanya saja...beginilah keadaan kami," Rei melambaikan tangannya kesekeliling kamar.
"Terima kasih Nona Aoki, yang paling penting aku bisa menjaga Maya,"
Rei tersenyum. Diapun beranjak dan menggulung futonnya lalu membentangkan sebuah futon baru di sebelah Maya. Mengangguk hormat, Rei membawa keluar futonnya dan menutup fusuma. Meninggalkan Masumi yang masih terpaku di tempatnya.
Perasaan lega kembali memenuhi hati Masumi. Di tatapnya Maya yang terlihat begitu damai dalam tidurnya.
Akhirnya...
Mengusap lembut wajah Maya, Masumi tersenyum bahagia. Sekarang tidak ada lagi yang menghalangi cinta mereka. Tak peduli apapun pendapat publik nanti, Masumi tidak akan pernah melepaskan Maya lagi. Kali ini dia benar-benar akan menjadikan Maya miliknya. Hanya miliknya.
"Ughh, Masumi,"
Lirihan Maya menyentakkan Masumi. Kekasihnya itu sedang mengigau. Alih-alih berbaring di futon yang sudah di siapkan Rei, Masumi justru berbaring di sebelah Maya. Merengkuh tubuh kekasihnya dalam pelukannya.
"Tidurlah sayang, kau akan membutuhkan banyak tenaga untuk menerima semua kebahagian yang akan aku bawa untukmu."
Dalam damai, Masumi terlelap dalam kebahagiannya.

***
Matahari sudah bertengger di cerahnya langit. Rei menatap bingung fusuma yang masih belum terbuka. Maya dan Masumi belum juga bangun dan dirinya terlalu sungkan untuk membangunkan mereka.
Menggeser fusuma perlahan dan mengintip ke dalam kamar, Rei menahan geli ketika melihat Masumi mendekap Maya dan keduanya tampak tersenyum bahagia. Sungguh tidak tega jika harus mengusik istirahat mereka. Dia tahu pasti, Masumi pasti sangat kelelahan mencari Maya enam hari terakhir ini.
Dengan bijak Rei kembali menutup fusuma dan akhirnya memutuskan untuk pergi latihan drama ke teater bawah tanah dengan sebelumnya meninggalkan sebuah memo di ruang tamu.
Maya merasakan sesuatu menindih tubuhnya dan membuatnya tidak bisa bergerak. Diapun membuka mata.
Masumi?! 
Maya terkejut melihat Masumi berada di sampingnya. Lengan dan kakinya membelit tubuh Maya seperti tanaman anggur. Maya tertegun dan mengamati setiap lekuk wajah Masumi. Perasaan bahagia membuncah dari dalam hatinya melihat kekasihnya berada di sampingnya.
Tunggu?! Apa yang terjadi? Kenapa Masumi di sini?
Maya mengerutkan kening. Berusaha mengingat apa yang terjadi. Ingatan terakhirnya adalah dia berlari di tengah hujan, malam sebelum pernikahan Masumi.
Pernikahan? Ah iya, pernikahan! Apa yang terjadi dengan pernikahan Masumi? Kenapa dia bisa berada di sini. Bukankah seharusnya hari ini dia menikah?
Maya memeras otaknya untuk mengingat apa yang sudah terjadi namun gagal. Tidak ada satupun yang diingatnya kecuali hujan deras dan sambaran kilat malam itu dan....
Ah?! Sebuah mobil?
Menggelang keras, Maya gagal mengingat utuh semua yang terjadi. Maya mendesah panjang, menyerah untuk mengingat. Diapun kembali mengamati Masumi yang masih terlelap di sebelahnya. Wajahnya tersenyum tenang.
Meloloskan sebelah tangannya dari dekapan lengan Masumi, Maya mengulurkan tangan bebasnya mengusap wajah tampan pria belahan jiwanya.
Maya tidak memikirkan lagi apa yang terjadi sampai dia bisa berada dalam pelukan kekasihnya. Baginya kesempatan bahagia ini terlalu berharga untuk dipertanyakan.
Masumi...kalau ini mimpi ku harap aku tidak akan pernah bangun
Masumi bergerak begitu merasakan sentuhan tangan  Maya di wajahnya. Kelopak matanya terbuka dan segera senyumnya mengembang begitu melihat sepasang mata bulat tengah menatapnya lekat.
"Selamat pagi Maya," Masumi mengecup kening Maya, membuat gadisnya menegang karena terkejut.
"Pagi Masumi," balas Maya. 
Masumi membelai lembut kepala Maya.
Hening. Tidak ada yang berniat untuk bangun. Masumi masih sibuk membelai kekasihnya dan Maya tanpa keberatan menikmati setiap kasih sayang yang ditujukan Masumi padanya.
"Bagaimana perasaanmu?" Masumi memecah keheningan di antara mereka.
"Baik," Maya tersenyum, "Kenapa kau bisa berada di sini?" Akhirnya Maya bertanya juga.
"Kenapa? Kau tidak suka?" Goda Masumi.
Maya menggeleng, "Bukankah seharusnya hari ini kau...menikah?"
Masumi tertawa, Maya benar-benar tidak ingat apapun setelah malam itu. Padahal dialah yang membatalkan pernikahannya dengan Shiori.
Alis Maya bertaut melihat Masumi tertawa. Masumi bangun lalu duduk di sebelah Maya.
"Kenapa kau tertawa?" Maya ikut bangun dan duduk menghadap Masumi.
"Pernikahanku sudah batal enam hari yang lalu Maya,"
"Eh? Enam hari yang lalu?!" Maya menganga mendengarnya.
Masumi mengangguk.
"Tapi aku-," kening Maya berkerut dalam. Seperti tadi, sekeras apapun dia berusaha mengingat, semuanya hanya seperti lubang kosong dalam kepalanya.
"Kau sudah tidak sadar selama enam hari Maya," jelas Masumi tenang.
"Aku kenapa?" Maya mengamati dirinya sendiri, "Malam itu, aku pergi untuk menemuimu tapi...," Maya menggelang keras. Bayangan sebuah mobil samar melintas dalam kepalanya.
"Kau kecelakaan malam itu. Beruntung kau tidak apa-apa, temanku yang menyelamatkanmu. Aku membawamu pulang agar kau bisa beristirahat lebih nyaman di rumah," jelas Masumi. Dia berusaha terlihat meyakinkan di depan Maya.
"Begitukah?" Maya sepertinya meragukan cerita kekasihnya.
"Kau tidak percaya padaku?" Masumi melengkungkan alisnya.
Maya menggeleng, "Bukan begitu, hanya saja kenapa aku tidak bisa mengingatnya sama sekali,"
"Sudah tidak perlu dipikirkan, yang penting kau baik-baik saja sekarang," Masumi meraih tangan Maya dan menggenggamnya.
Maya mengangguk tapi sedetik kemudian kembali termenung.
"Kenapa?"
"Ng, bagaimana dengan...Nona Shiori? Kenapa pernikahan kalian...dibatalkan?" Tanya Maya ragu.
Masumi mengulum senyum, "Dia sadar bahwa aku tidak bisa membagi hatiku dan dia memilih untuk menjalani hidup lebih baik dengan orang yang lebih mencintainya,"
"Nona Shiori juga punya kekasih?" Maya kembali terkejut.
Masumi mengangguk, setidaknya bagian akhirnya dia tidak berbohong. Shiori sekarang pasti sedang bersama Ryunosuke.
Kelegaan menjalari hati Maya, "Jadi...,"
"Jadi?" Masumi memiringkan kepala menatap Maya yang tiba-tiba berhenti bicara.
"Kita...," Maya menatap ragu pada pria tampan dihadapannya.
Masumi mengeratkan genggamannya di tangan Maya, "Jadi tidak ada lagi penghalang diantara kita. Secepatnya aku akan menjadikanmu milikku. Hanya milikku, selamanya,"
"Benarkah? Aku tidak bermimpi?" Tanya Maya tidak percaya.
Masumi menarik Maya dalam pelukannya, mendekapnya erat, "Kau tidak bermimpi sayang,"
Tak terbendung lagi, kebahagiaan membuncah dan menghasilkan air mata di setiap sudut mata Maya. Tangisan kebahagiaan yang melegakan.
"Aku mencintaimu Kitajima, maukah kau menjadi istriku?" Bisik Masumi mesra.
"Ya...aku mau," jawab Maya di sela isak tangis bahagianya.

***
"MENIKAH?!" Seru Eisuke tak percaya menatap putra angkatnya.
Masumi dengan tenang menyampaikan keinginanya untuk segera menikah ketika mereka sedang makan malam. Sore tadi setelah memastikan Maya baik-baik saja, dia segera kembali ke rumah. Masumi sudah memerintahkan Hijiri untuk mengambil mobil dan barang-barangnya yang tertinggal di Ise sekaligus memeriksa keadaan Shiori. Dia semakin lega begitu mengetahui kondisi Shiori baik-baik saja. Mantan tunangannya itu dirawat dengan baik oleh Ryunosuke. Jadi sekarang tidak ada alasan lagi baginya untuk menunda pernikahannya dengan Maya.
"Kau tidak sedang bercanda, Masumi?" Tanya Eisuke lagi.
"Apa aku terlihat sedang membuat lelucon?" Masumi menyuap sesendok makanan ke mulutnya dan menikmati keterkejutan ayahnya. Dia yakin Eisuke akan lebih terkejut lagi kalau tahu siapa wanita yang akan dinikahinya tapi Masumi tidak berniat langsung mengatakannya.
"Siapa wanita itu? Darimana dia berasal? Bagaimana keluarganya?" Tiba-tiba Eisuke menyerang Masumi dengan rentetan pertanyaan.
Seringai tipis menghiasi wajah Masumi, menyeka mulutnya dengan serbet lalu menatap tajam ayahnya, "Itu tidak penting ayah. Yang penting adalah aku mencintainya,"
"Apa?! Kau-," Eisuke berhenti bicara ketika Masumi tiba-tiba berdiri dan berjalan meninggalkan meja makan. Pria paruh baya itu hanya bisa mengikuti Masumi dengan tatapan matanya.
"Kapan kau akan mengenalkannya padaku?" Pertanyaan Eisuke menghentikan langkah kaki Masumi.
Memiringkan kepala tanpa berbalik, Masumi tersenyum, "Besok malam," dan kakinya kembali melangkah meninggalkan ruang makan.

***
"Kau sudah terlalu lama berlibur jadi mulai hari ini kau harus latihan lebih keras," kata Kuronuma ketika Maya untuk pertama kalinya datang ke tempat latihan.
"Baik Pak," Maya mengangguk. Tidak masalah baginya latihan keras. Dia memang berencana untuk menampilkan yang terbaik saat pementasan nanti, untuk mawar ungunya, untuk Masuminya. Maya bergegas ke ruang gantinya untuk bersiap.
"Hei, kau kemana saja?" Tanya Koji begitu Maya keluar dari ruang ganti.
"Ah Koji,"
"Aku dengar kau pergi berlibur bersama mawar ungumu," kata Koji lagi.
Maya tersenyum, dia sudah diberitahu oleh Masumi alasan yang dibuat untuk menutupi kepergiannya selama enam hari.
"Jadi akhirnya kau bertemu dengan mawar ungumu?" Koji mengerlingkan sebelah mata pada Maya.
"Iya,"
"Hhmm, seperti apa pengagum rahasiamu itu?"
Maya terkikik, dia yakin Koji akan mati terkejut kalau tahu siapa mawar ungu.
"Dia pria yang baik," jawab Maya.
"Pria? Jadi benar dia seorang pria?"
Maya mengangguk.
"Hhmm, apa dia masih muda?"
Maya terdiam sejenak, tampak berpikir, "Yang pasti dia pria dewasa," jawab Maya sekenanya.
Koji melengkungkan alisnya, "Dia menyukaimu?"
"Ah, soal itu...," Maya kemudian tertunduk malu.
"Oh, jadi begitu ya,"
Mata Maya yang berbinar terang membuat Koji mendesah panjang.
"Kenapa?" Tanya Maya heran melihat reaksi Koji.
"Sepertinya aku benar-benar tidak punya harapan," Koji menyeringai tipis.
"Kau tetap sahabatku Koji," jawab Maya kemudian.
Koji tertawa, "Ya sepertinya aku memang tidak bisa melewati batas itu,"
"Aku berdoa kau akan mendapatkan gadis yang lebih baik dariku,"
Koji hanya tersenyum. Tapi masih ada hal yang mengganjal di hatinya sejak dirinya melihat Maya dan Masumi berpelukan di pelabuhan. Terlebih lagi setelah itu Maya mengembalikan kalung lumba-lumba darinya.
"Lalu bagaimana dengan Pak Masumi?"
"Eh?!" Mata Maya melebar mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Koji.
"Maaf," kata Koji kemudian, dia tahu dirinya sudah lancang ikut campur urusan Maya.
"Aku tidak sengaja pernah melihatmu bersama Pak Masumi di pelabuhan," lanjut Koji.
Pelabuhan? Ah?! Jadi Koji melihatku.... Wajah Maya sontak memerah.
"Koji! Maya! Cepat! Pak Kuronuma sudah marah-marah mencari kalian!" Seorang teman tiba-tiba datang dan memanggil mereka.
"Iya, kami segera ke sana," jawab Koji kemudian. Dia kembali menatap Maya setelah temannya berlalu pergi.
Maya masih termenung memikirkan pertanyaan Koji. Haruskah dia menjawab kalau Masumi dan mawar ungu adalah orang yang sama?
"Tidak apa-apa kalau kau tidak mau menjawab. Maaf sudah tidak sopan mancampuri urusanmu. Aku hanya berdoa, siapapun orang yang kau pilih kau akan bahagia bersamanya." Koji menepuk bahu Maya.
Senyum Maya mengembang, "Terima ksaih Koji,"
"Ayo kita latihan. Sepertinya Pak Kuronuma sudah tidak sabar untuk memarahi kita,"
Maya tertawa, "Iya,"

***
"Ah, akhirnya selesai juga," Koji terlentang di lantai studio setelah latihan selesai. Kuronuma benar-benar melakukan latihan keras sampai menguras semua tenaga mereka.
"Ini," Maya mengulurkan botol air mineral pada Koji.
"Wah, terima kasih,"
Koji bangun dan menerima botol itu. Dia dan Maya duduk bersebelahan.
"Kau tidak terlihat lelah," kata Koji sambil membuka botol dan meneguk isinya. Setengah botol langsung meluncur melewati kerongkongannya.
Maya tertawa renyah, "Aku senang akhirnya bisa kembali latihan,"
"Ah iya ya, kau terlalu mencintai drama," kata Koji.
Tiba-tiba tiga orang perempuan berlari menghampiri Maya.
"Eh Maya, aku lihat ada Pak Masumi di luar!" Seru salah seorang.
"Eh?" Maya terkejut mendengarnya. Dia saling bertukar pandang dengan Koji, mengabaikan ketiga temannya yang masih sibuk bicara.
"Mau apa bos dingin Daito itu di sini ya," kata salah seorang yang lain.
"Maya, kau harus hati-hati, jangan-jangan dia berniat merebut hak pementasan Bidadari Merah darimu," kata temannya yang lain lagi. Wajahnya serius memperingatkan.
"Sudah tidak usah menduga-duga. Pak Masumi kan Direktur yang menyelenggarakan pementasan ini, jadi tidak perlu heran seperti itu. Pulang saja sana," omel Koji.
Ketiga temannya mendengus kesal, "Kami kan hanya ingin memperingatkan Maya."
Maya tersenyum, "Iya, terima kasih. Tapi tenang saja, Pak Masumi tidak sejahat itu,"
"Eh, benarkah?!" Seru ketiganya.
Salah seorang dari mereka mendesah, "Ah Maya, kau beruntung sekali. Meski sering sekali bertengkar dengan Direktur muda itu tapi kau masih bisa dekat-dekat dengan pria setampan Pak Masumi. Haaah, membuatku iri saja,"
"Kalian ini bagaimana? Tadi kalian memperingatkan Maya tapi kenapa sekarang justru iri dengan Maya," dengus Koji.
Maya tertawa.
"Ah Koji, kau seperti tidak tahu saja. Pak Masumi itu kan sekarang menjadi incaran wanita kelas atas apalagi setelah pernikahannya dengan cucu Takamiya batal,"
Koji hanya menggeleng kesal mendengarnya sementara Maya menahan senyumnya melebar. Seperti biasa, kekasih super dinginnya itu tetap saja menjadi pujaan banyak wanita. Dalam hati Maya bersyukur bahwa dialah wanita yang dipilih Masumi untuk menjadi pendamping hidupnya. Maya merasa wajahnya memanas ketika teringat lamaran Masumi kemarin pagi.
"Selamat sore,"
Sebuah sapaan menyentakkan mereka semua. Ketiga teman Maya membelalak melihat sosok yang berdiri di belakang mereka.
"Pak Masumi!" Seru ketiganya.
Masumi hanya mengguk seraya tersenyum pada ketiga teman Maya. Membuat wajah mereka semerah kepiting rebus. Merekapun segera menyingkir.
Tatapan Masumi berubah tajam ketika bertukar pandang dengan Koji.
"Pak Masumi," bergeming di tempatnya, Koji menganggukkan kepala dan Masumi melakukan hal yang sama tanpa kata.
Sedetik kemudian tatapannya berubah lembut ketika beralih memandang Maya. Gadisnya mengulum senyum manis.
"Bisa kita pulang sekarang?" Tanya Masumi tanpa basa basi.
"Bisa tunggu sebentar?" Jawab Maya seraya menunjuk pakaiannya.
"Tentu,"
Maya tersenyum lalu beranjak dari duduknya dan berlari-lari kecil ke ruang ganti.
"Boleh saya bertanya sesuatu pada anda Pak Masumi?" Tanya Koji setelah Maya tak terlihat lagi. Kali ini dia berdiri di hadapan Masumi.
"Ya,"
"Waktu itu ketika saya datang menemui anda, anda mengatakan bahwa anda tidak peduli pada Maya dan meminta saya menjaganya. Tapi sekarang apa yang saya lihat berbanding terbalik dengan apa yang anda katakan. Apakah anda berniat mempermainkan Maya Pak Masumi?"
Seketika ekspresi Masumi mengeras mendengar perkataan Koji tapi dia sadar apa yang dikatakan pemuda itu benar adanya. Diapun melembutkan ekspresinya.
"Sebenarnya semua ini bukan urusanmu tapi karena aku memang pernah berkata seperti itu padamu jadi sekarang aku minta maaf. Aku pernah membuat kesalahan dan sekarang aku tidak berniat untuk mengulanginya." Jawab Masumi tenang.
"Jadi sekarang anda dan Maya-?"
"Kali ini aku tidak akan melepaskannya,"
Koji mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya. Menahan kecemburuannya. Sepenuhnya dia mengerti apa maksud perkataan Masumi. Sebuah tanda tanya tiba-tiba muncul dibenak Koji.
Tunggu?! Kalau Pak Masumi menjalin hubungan dengan Maya...bagaimana dengan mawar ungu? Tadi Maya bilang...ah?! Jangan-jangan...
"Masumi," Maya muncul menyentakkan Koji dari lamunannya. Gadis itu sudah berganti pakaian.
Dengan senyum menawan Masumi menyambut kekasihnya, "Kau sudah siap?"
"Iya," angguk Maya senang.
Masumi kembali mengalihkan perhatiannya pada Koji, "Kami permisi," katanya datar.
"Koji, aku pulang dulu. Sampai jumpa besok," tambah Maya seraya melambaikan tangannya.
"Iya, hati-hati Maya," jawab Koji seraya tersenyum.
Tanpa mempedulikan belasan pasang mata yang tengah menatap mereka dan berkasak-kusuk, Masumi menyandarkan lengannya ke bahu Maya. Membuat gadisnya menunduk malu.
"Masumi, banyak orang," lirih Maya.
"Biarkan saja, cepat atau lambat mereka juga pasti tahu. Aku tidak berniat untuk menjadikanmu bidadari rahasiaku lagi. Aku ingin semua orang tahu kau adalah kekasihku," jawab Masumi yang semakin mengeratkan genggamannya dibahu Maya.
"Eh?!" Sontak Maya berhenti melangkah dan menengadah menatap kekasihnya.
"Aku serius Maya, malam ini aku ingin kau bertemu ayahku dan kita bisa segera merencanakan pernikahan kita," masumi menatap serius kekasihnya.
"Malam ini?!" Pekik Maya.
Masumi mengangguk.
"Tapi aku-,"
"Ssttt, jangan takut."
Mata Masumi menyatakan kesungguhannya. Maya akhirnya hanya bisa mengangguk. Sekarang atau besok itu sama saja. Dia tetap harus menghadapi semuanya.
Masumi kembali merengkuh bahu Maya dan membawa gadisnya pergi.
Dari jauh dua pasang mata menatap keduanya.
"Jadi kau menyerah sekarang?"
Koji tersenyum kecut, "Saya sudah kalah Pak Kuronuma. Sejak awal saya sudah kalah. Di hati Maya tidak pernah ada saya. Hatinya sudah dipenuhi oleh cinta mawar ungu,"
"Ya dan sebuah kejutan kalau mawar ungu itu ternyata adalah Masumi, direktur dingin dan gila kerja dari Daito," Kuronuma terkekeh sendiri.
"Anda tahu?" Menoleh, Koji gagal menyembunyikan keterkejutannya.
Kali ini Kuronuma terbahak, "Sudah lama aku curiga pada sikap direktur muda yang sangat impulsif itu jika menyangkut masalah Maya."
Koji mengerutkan kening, mencoba mencerna makna perkataan Kuronuma. Memorinya memutar ulang beberapa kejadian yang diingatnya.
Kuronuma menggeleng geli melihat ekspresi Koji, "Mungkin memang kau yang memeluk Maya saat gadis itu menangis tapi Masumilah yang selalu membuat gadis itu kembali bangkit bahkan dari keterpurukan terdalamnya,"
Koji kembali merenung ketika Kuronuma berbalik lalu meninggalkannya.
Maya...semoga kau bahagia.

***
"Nona Kitajima memang cantik," puji seorang wanita yang adalah penata rias dari salon terkemuka di kota Tokyo. Dia dan Masumi tengah berada di salon. Masumi berkeras untuk merias Maya secantik mungkin untuk bertemu dengan ayahnya.
"Terima kasih," ucap Maya canggung.
Masumi tersenyum melihat Maya yang tidak percaya diri, "Bisa tolong tinggalkan kami berdua?"
Penata rias itu mengangguk hormat lalu meninggalkan Maya dan Masumi.
"Kau cantik sekali," pujinya. Maya mengenakan gaun ungu muda dipadukan dengan high heel warna senada. Rambutnya dihias dengan jepit rambut cantik. Membuat gadis itu terlihat mempesona.
Maya terdiam, matanya menatap ragu atas pujian Masumi. "Benarkah aku cantik?" Maya mengungkapkan keraguannya.
"Kenapa Kitajima?"
"Ng, bagaimana kalau...ayahmu tidak menyukaiku dan...hmmm, tidak menyetujui hubungan kita," Maya tertunduk dalam, jari-jarinya bertaut dengan gelisah.
Masumi tertawa, Maya langsung mengangkat wajahnya.
Masumi menyandarkan kedua tangannya di bahu Maya, "Dengar sayang, dengan atau tanpa restu ayah aku akan tetap menikahimu,"
"Tapi-,"
"Sudah," Masumi menggeleng, "berhentilah berandai-andai. Jangan takut,"
Maya menghela napas panjang, memantapkan hatinya, "Kita pergi sekarang?"
Masumi terkekeh, "Ayo sayang,"
Mobil melaju meninggalkan salon. Hati Maya berdebar sepanjang perjalanan. Bahkan ketika akhirnya mobil memasuki halaman rumah Hayami, Maya masih merasakan ketakutannya.
"Ayo," Masumi mengulurkan tangannya dan membantu Maya turun.
Sementara itu di ruang tamu utama Eisuke sudah menunggu kedatangan Masumi.
"Tuan Muda sudah datang," Asa mengangguk hormat memberi laporan pada tuannya.
Eisuke menyeringai tipis, "Ternyata dia tidak bercanda. Aku ingin lihat kejutan apa yang akan dibuatnya malam ini,"
Asa mengulum senyumnya.
"Kenapa kau terlihat senang?" Tanya Eisuke.
"Saya rasa kali ini Tuan Muda benar-benar akan membuat kejutan yang menyenangkan," jawab Asa.
Eisuke kembali menyeringai, dilihatnya Masumi datang dan seorang gadis berdiri di belakangnya.
"Selamat malam Ayah,"
Eisuke masih diam ketika Masumi berjalan mendekat padanya.
"Ayah, kenalkan ini calon istriku," Masumi menarik pergelangan tangan Maya agar berdiri di sisinya. Maya memberanikan diri mengangkat wajahnya.
"Maya?!" Seru Eisuke.
"Kakek es krim?!" Seru Maya tidak kalah terkejutnya.
Asa hanya tersenyum, sementara Masumi memandang bergantian pada Maya juga ayahnya. Bingung.
"Paman es krim?" Gumam Masumi tidak mengerti.
Sedetik kemudian Eisuke dan Maya tertawa bersamaan.

***
"Aku merestui kalian," kata Eisuke seraya terbahak senang.
Duduk di sofa ruang tamu wajah Maya merona merah.
"Kalau sejak awal aku tahu kau mencintai gadis ini, mungkin aku tidak akan menjodohkanmu,"
Masumi mendesah kesal dengan perkataan ayahnya. Apanya yang tidak akan menjodohkan?!
"Maaf Paman, selama ini saya tidak tahu kalau Paman adalah ayah Masumi," Maya melirik kekasihnya yang cemberut.
"Ya, ya Maya. Ku harap kau tidak kecewa begitu tahu aku adalah ayah dari kecoa yang menyebalkan,"
"Ah itu...," Maya menoleh pada Masumi yang menggeleng kesal, "maaf," gumam Maya.
Eisuke tertawa lagi. Ternyata bertemu dengan Maya benar-benar membuatnya senang.
"Jadi selama ini ayah memata-matai Maya?" Dengus Masumi.
"Dia calon Bidadari Merah pilihan Mayuko, tentu saja aku terus mengawasinya. Hanya saja aku tidak menyangka kau jatuh cinta padanya," jelas Eisuke, "Aku juga tidak menyangka kau bisa jatuh cinta pada kecoa menyebalkan ini Maya,"
"Kau menyebutku kecoa di depan ayahku Maya?" Sungut Masumi.
"Aku kan tidak tahu kalau Paman adalah ayahmu," kilah Maya, "Lagipula saat itu kau kan memang menyebalkan dan mengganggu seperti...kecoa,"
"Maya!" Sungut Masumi lagi.
Eisuke kembali tertawa, "Kau sudah kalah Masumi,"

***
Dunia Maya berubah seratus delapan puluh derajat. Namanya kian melambung sebagai pemenang hak pementasan Bidadari Merah, menempatkannya sebagai aktris kelas satu. Kedekatannya dengan Masumi menjadi gosip yang menghebohkan, meski keduanya belum mengkonfirmasi apapun mengenai hubungan mereka. Restu dari Eisuke semakin memantapkan langkah keduanya. Bahkan Mayukopun sudah merestui mereka.
Malam itu, tiba waktunya Maya mementaskan Bidadari Merahnya. Pentas perdana yang ditunggu oleh semua pecinta drama panggung.
Masumi duduk di kursinya dengan tenang. Menunggu kekasihnya melakukan keajaiban di atas panggung. Ketenangannya terusik ketika dua orang tiba-tiba duduk di kursi kosong di sebelahnya.
"Tuan Saito?"
"Apa kabar Tuan Hayami?" Sapa Tamotsu ramah.
"Kalian datang?"
"Tentu saja," jawab Mamoru, "Aku juga ingin melihat kekasihku berakting,"
"Hei!" Sungut Masumi.
"Jangan mulai lagi Mamoru," Tamotsu terkekeh, "abaikan saja Tuan Hayami,"
Masumi hanya menyeringai tipis.
"Bukan hanya kami yang datang," celetuk Mamoru lagi.
"Ryunosuke?" Tebak Masumi.
Tamotsu menunjuk dua kursi di belakang mereka. Menoleh ke belakang, Masumi melihat Ryunosuke duduk bersama Shiori. Ryunosuke mengangguk pada Masumi.
"Shiori?" Masumi melengkungkan kedua alisnya.
"Tenang saja, dia tidak ingat apapun. Sekarang isi kepalanya sudah penuh dengan Ryunosuke," jawab Tamotsu.
"Jangan meragukan kekuatanku Tuan Hayami. Aku juga bisa mengembalikan semua memorinya dengan satu jentikan jari, termasuk memori gadisku," Mamoru menjentikkan jarinya dan seberkas cahaya perak terpercik diantaranya.
Mata Masumi melebar dan Mamoru tertawa melihatnya. Masumi memang sangat impulsif jika menyangkut Maya.
"Hentikan Mamoru," Tamotsu memperingatkan seraya menahan senyum gelinya.
Lampu tribun penonton mati menandakan pertunjukan akan di mulai. Masumi tidak lagi menanggapi Mamoru dan kembali fokus ke panggung.
Semua mata terpaku ketika tirai panggung di buka. Maya dan keajaiban aktingnya. Pesona yang tidak bisa dielakkan. Masumi bahkan setengah mati menahan kecemburuannya melihat akting Maya sebagai Akoya yang sangat mencintai Isshinnya. Pesona Maya sebagai Bidadari Merah menghipnotis semuanya.
Tirai panggung tertutup. Suasana hening dan ketika tirai panggung kembali di buka untuk curtain call, standing ovation dan tepuk tangan membahana memenuhi ruangan.
Maya maju ke tengah panggung. Dengan balutan kostum bidadari merahnya, dia terlihat begitu cantik. Senyumnya mengembang begitu matanya bertemu pandang dengan Masumi.


Bukan hanya Masumi yang terperosok dalam oleh pesona Maya. Mamoru bahkan merasakan kehangatan luar biasa melihat akting Maya. Menjentikkan jarinya, Mamoru melakukan keajaiban malam itu.
"Ah! Bunga?!" Maya menengadahkan kepalanya, terkejut saat tiba-tiba kelopak bunga plum berguguran di sekitarnya. Semua penonton termasuk para aktor dan aktris di atas panggung mendesah kagum. Hanya Kuronuma yang menggaruk kepala dengan bingung karena tidak pernah merasa mempersiapkan hujan bunga di akhir pertunjukannya.
"Ini pasti pekerjaan Masumi yang ingin membuat kejutan untuk Maya," gumam Kuronuma.
Masumi menoleh pada Mamoru yang tengah tersenyum lebar menatap kekasihnya. Tepuk tangan yang kembali membahana menutup pertunjukan malam itu. Perlahan Maya menghilang di balik tirai.
Mamoru dan Tamotsu beranjak dari kursinya diikuti oleh Masumi.
"Selamat tinggal Tuan Hayami." Kata Tamotsu.
"Jagalah bidadarimu," tambah Mamoru.
Masumi mengangguk, "Selamat tinggal," balas Masumi.
Terima kasih Mamoru, Tamotsu...

***
Maya berdiri di depan meja riasnya. Dengan senyum manis menatap Masumi melalui kaca. Kedua lengan Masumi membelit erat pinggul Maya.
Masumi mendesah panjang, "Kau membuatku terbakar malam ini,"
"Terbakar?" Maya memiringkan kepala melirik kekasihnya.
"Kau dan lawan mainmu," bisik Masumi.
Maya tergelak. Dia berputar dalam pelukan Masumi. Senyum Maya mengembang ketika menatap wajah kekasihnya.
"Akoyaku hanya untukmu,"
Senyum Maya menular, "Aku sangat terpesona malam ini sayang," bisik Masumi mesra.
"Hhmm, benarkah?"
"Selalu di setiap pertunjukanmu,"
Maya tersenyum senang.
Sejenak Maya tertegun, dia teringat sesuatu, "Masumi, tadi aku melihat Nona Shiori di kursi penonton dengan seorang pria. Apakah itu kekasihnya?"
Masumi mengangguk.
"Syukurlah," Maya mendesah lega.
"Dia sudah bahagia," kata Masumi.
Maya mengangguk.
Masumi mendekatkan wajahnya dan baru saja dia berniat mencium Maya, sebuah ketukan pintu menyela.
"Pak Masumi, Maya, pestanya akan segera di mulai,"
Suara Mizuki membuat Masumi menggerutu panjang dan Maya kembali tergelak ketika Masumi melepaskan pelukannya dan berjalan ke pintu.
"Kau mengganggu saja," keluh Masumi ketika melihat sekretarisnya di depan pintu.
"Pesta premiere akan segera dimulai dan anda terlalu lama menghilang Pak, banyak orang menanyakan anda. Apa saya harus menjawab kalau anda sedang bersama kekasih anda?" Jawab Mizuki.
Masumi mendengus kesal mendengar jawaban Mizuki.
"Aku segera ke sana," jawab Masumi datar.
Mizuki memiringkan kepala melihat Maya yang tengah terkikik di belakang Masumi.
"Pastikan kalian keluar tepat waktu,"
Maya melingkarkan telunjuk dan ibu jarinya, mengerlingkan sebelah mata pada Mizuki.
"Sepuluh menit," kata Masumi.
"Lima menit Pak," dan Mizuki berlalu meninggalkan atasannya.
Masumi masih menggerutu ketika menutup pintu.
"Apa aku sudah terlihat cantik?" Tanya Maya kemudian seraya berputar di depan Masumi. Maya mengenakan gaun merah panjang dengan rambut di gelung rapi.
"Kau memang selalu terlihat cantik," puji Masumi.
"Ah, kau merayu," cibir Maya.
Masumi menggeleng, menarik gadisnya ke dalam pelukannya, "Tidak sayang, aku tidak sedang merayumu," mengulum senyum dan tanpa melepaskan pelukan Maya, Masumi mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya.
"Eh?!" Maya terkejut melihat sebuah cincin indah tersemat di dalamnya.
Masumi meraih tangan Maya, "Ingat sayang, dulu, sekarang dan selamanya hati ini tidak akan pernah berubah. Kau satu-satunya bidadari dalam hidupku," mata Masumi lembut menatap kekasihnya.
Sebuah kecupan manis kembali memateraikan cinta mereka.

***
Tepuk tangan meriah menyambut Maya yang masuk ke ruang pesta bersama Masumi. Senyum keduanya yang merekah dan sebuah cincin yang tersemat di jari manis Maya sudah menjelaskan bagaimana hubungan aktris dan sang direktur muda itu.
Ucapan selamat datang silih berganti untuk Maya karena kesuksesan pertunjukan Bidadari Merahnya.
Maya naik ke panggung untuk memberikan sambutannya.
"Terima kasih untuk semua pihak yang sudah membantu dari awal hingga suksesnya pementasan ini. Ibu Guru yang sangat saya hormati, teman-teman dari teater Tsukikage," Maya tersenyum pada orang-orang yang disebutnya, "untuk Pak kuronuma yang telah mengajarkan saya banyak hal. Koji, lawan main yang luar biasa sekaligus sahabat yang baik." Mata Maya kemudian tertumbuk pada Masumi yang tengah serius menatapnya, "dan terakhir sebuah kata terima kasih tidak akan pernah cukup untuk seseorang yang selalu mendukung saya dari pertama kali saya naik panggung hingga akhirnya saya bisa berdiri di tempat ini. Mawar ungu-ku, terima kasih untuk segalanya,"
Masumi langsung beranjak dari kursinya begitu mendengar ucapan terima kasih Maya. Sejenak gadis itu terkejut melihat Masumi mengeluarkan setangkai mawar ungu dari balik jasnya. Masumi berjalan menuju panggung. Seketika suasana kembali hening ketika Direktur Muda Daito itu menapaki tangga menuju tempat Maya berdiri.
"Akoya yang luar biasa," Masumi memberikan bunganya. 
Semua mata memandang tak percaya, Masumi membuka identitasnya sebagai mawar ungu di hadapan para tamu dan media. Itu semakin menjelaskan hubungan yang terjadi diantara keduanya.
Meraih dagu Maya, Masumi merendahkan kepalanya dan mengecup bibir Maya. Semua orang langsung menahan napas melihat apa yang dilakukan Masumi. Sontak tepuk tangan kembali membahana memenuhi ruangan. Pertunjukan live yang singkat itu menjadi sama hebohnya dengan pertunjukan Bidadari Merah.


Maya merasakan wajahnya memerah ketika Masumi melepaskan bibirnya. Masumi meraih microphone.
"Malam ini secara khusus saya mengucapkan terima kasih untuk semuanya. Dan dalam kesempatan ini saya ingin berbagi sebuah kebahagian. Bukan hanya karena Daito sukses mementaskan Bidadari Merah tapi juga karena bidadari merah itu sendiri," Masumi meraih tangan Maya dan merapatkan gadisnya, "Maya Kitajima, sudah menerima lamaran saya."
Perkataan Masumi langsung disambut tepuk tangan yang meriah dan media langsung sibuk mengabadikan moment tak terduga itu.
Wajah Maya masih merona ketika Masumi menggenggam tangannya menuruni panggung. Kembali dia menerima rangkaian ucapan selamat. Semua teman Maya terkejut dengan pengumuman Masumi tapi tentu tidak dengan Rei.
"Terima kasih Masumi," bisik Maya.
Masumi tersenyum dan mengeratkan genggamannya sementara semua teman Maya datang menyerbunya.
"Selamaaattt Mayaaaaa,"

***
Maya meringkuk di pangkuan Masumi. Menatap jutaan bintang di sekeliling mereka. Senyum keduanya tidak berhenti untuk mengembang.
Maya dan Masumi tengah berada di planetarium setelah melarikan diri dari pesta. Masumi sengaja menyewa planetarium secara pribadi karena tidak mungkin untuk keduanya menemukan lautan bintang di langit Tokyo.
"Kau bahagia?" Masumi mengecup puncak kepala Maya.
"Sangat. Kau membuatku melambung tinggi ke angkasa. Ke lautan bintang disana," Maya menunjukkan tangannya ke langit buatan.
"Kapan kita akan menikah?" Bisik Masumi.
"Terserah padamu," gumam Maya.
"Besok?"
Maya tergelak.
"Terlalu terburu-buru Pak. Anda sudah membuat heboh pesta premier malam ini dan masih berniat membuat heboh mendia besok?" Goda Maya.
Masumi mendengus pelan, "Aku sudah tidak sabar untuk memilikimu,"
Maya mengulum senyumnya, "Aku milikmu Masumi, hanya milikmu,"
Merapatkan bibirnya di telinga Maya, Masumi berbisik, "Aku ingin memilikimu seutuhnya,"
Sontak wajah Maya kembali memerah.
"Jadi kapan kau ingin pernikahannya dilangsungkan sayang?" Tanya Masumi mengabaikan wajah merah Maya.
Maya mengangkat wajahnya dari bahu Masumi dan menatap kekasihnya. "Bagaimana kalau bulan depan?"
Masumi langsung mengerucutkan bibirnya, "Terlalu lama," protesnya.
"Tiga minggu?" Maya memiringkan kepalanya.
Masumi menggeleng.
Maya berpikir, "Dua minggu?"
"Tidak, masih terlalu lama," gerutu Masumi. "Minggu depan saja." Tegasnya kemudian.
Maya mendesah panjang.
"Kenapa? Kau tidak setuju?"
"Kau sudah putuskan kenapa harus tanya padaku," cibir Maya.
Masumi tertawa, "Maaf, aku hanya tidak sanggup untuk menunggu lebih lama lagi,"
"Terserah padamu saja," kata Maya kemudian.
"Jadi kau setuju?" Tanya Masumi penuh harap.
Maya mengangguk, "Aku setuju," tegasnya.
"Apa yang kau minta?" Tanya Masumi lagi.
"Untuk apa?" Maya menautkan alisnya.
"Pernikahan tentu saja. Pesta besar? Gaun indah? Bulan madu keliling dunia?"
Maya menggeleng cepat.
"Lalu?"
Maya kembali menyandarkan kepalanya di bahu Masumi, "Hanya kau yang ku inginkan,"
Mengeratkan pelukannya di tubuh Maya, Masumi membenamkan sebuah kecupan di kening Maya.
"Aku akan berikan seluruh hidupku hanya untukmu Maya," bisik Masumi.
Maya semakin menyurukkan wajahnya di leher Masumi. Menggumamkan sebuah kata terima kasih dan air mata bahagia meluncur dari sudut matanya.
Masumi menatap langit penuh bintang. Bintang yang dulu jauh dari jangkauannya sekarang berada di pangkuannya. Maya. Tujuan akhir dari semua perjalanan panjangnya. Bidadari yang dulu menjadi sebuah rahasia di hatinya sekarang menjadi ratu dalam kehidupannya.
"Aku mencintaimu Maya,"
"Aku juga mencintaimu Masumi,"
Bersatunya dua jiwa. Selamanya.

***
Thanks with love from Agnes
>>End<<
>>Secret Angel - Chapter 4<<

Post a Comment

16 Comments

  1. Hore selesai....
    Terima kasih buat yang suka sama story kali ini, meski imajinasinya melanglang buana ke mana-mana, hahhahaa
    happy reading ya.
    Ditunggu komennya... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kereeeennn,genius dech mb agnes.....dtunggu fftk 2016

      Delete
    2. Kereeeennn,genius dech mb agnes.....dtunggu fftk 2016

      Delete
  2. cakeeeeppp.... epilog dong siiiist, kan ga ada adegan timun mas-nya tuh, mauuuuu.... #kedip2.
    Nice story, say... tetap keren dan memukau seperti biasa. Alurnya yang tenang tapi pasti emang salah satu kelebihanmu dalam menulis cerita, ga grusa grusu. Dan kuharap itu nenek sihir jangan diliatin lagi ya? daripada ntar aku yang berubah jadi nenek sihirnya #eeeh.
    Thanks sist untuk karya hebatnya #peluk2

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah makasih say...melambung aku baca pujianmu, wkwkwkwkwkwk
      timun masnya lain kali ya...
      harus semedi tu tulisnya, XP

      Delete
    2. Makasi mba Agnes...bagus sekali ceritanya,unik & antik. Hehe... semangat terus yaa,qta tunggu versi lainnya untuk cerita MM..

      Delete
  3. Terima kasih juga sist Tita yang sudah mampir dan membaca cerita khayalan ini. :)

    ReplyDelete
  4. Uuuhhhh so sweeeeeeeeetttttt... lagi kak agnes.. bikin cerita lain nya tentang MM yang gk kalah romantis nyaaaaa... ditunggu yaaa kak...sukaaa bgt cerita nya

    ReplyDelete
  5. Baguuss akhirnya , hehehehe walau awalnya rada mengawang ngawang bgmn kelanjutab alur cerita versi ini, tp makin lama makin bagus , penghiburan banget nih baca cerita2 agnes, sampai lupa kalo komik aslinya dah brp tahun ga ada lanjutannya...

    ReplyDelete
  6. Mbak Agnes... aku sukaaaaaaa kalo akhirnya tu happy ending.. kl baca mlm2 gini abis baca boboknya langsung nyenyak... sambil mimpiin MM hanimunnnn xixixi

    ReplyDelete
  7. Mb agnes mksh yaaa... aku suka crta ini, akhirnya selese... ditunggu serial lainnyaa... thanks banget pkoknya buat mb agnes :)

    ReplyDelete
  8. Baru baca.
    Bagus mbak, sukaaaa.

    ReplyDelete
  9. Baru baca.
    Bagus mbak, sukaaaa.

    ReplyDelete
  10. bagus ceritanya
    ku tunggu ff tk yg lainya lagi

    ReplyDelete
  11. Sejenak tp... Ceritamu membuatku mengawang melupakan sejenak penat ny kehidupan ini yg sygny tidak seindah cerita ini... Hmmm.... Tp aku suka bgt sm karyamu ini mbak agnes..lg lg km menambahkan tokoh hero kedlm ny... Mamoru n tamotsu.. Yg menghidupkan cerita ini. Pokok ny good dech...

    ReplyDelete
  12. Baca lagiiiiii.....

    Tapi batu ninggalin jejak
    Wkwkwkwkwkwk....
    Fftk mu bener2 oase mba
    Baca ulang semua ahhhhhh

    ReplyDelete