Rate : 20 tahun +
"Nona Ono?!"
Yurie melepas kaca mata hitamnya dan tersenyum pada pria tampan dihadapannya.
"Senang bisa bertemu dengan anda di tempat ini Tuan Hayami tapi jujur saya terkejut dengan pilihan tempat makan malam anda," kata Yurie, kali ini dengan nada bicara yang lembut dan sopan. Dia juga tidak membuka jaketnya, tahu kalau tubuhnya tidak akan bisa menggoda Masumi. Dengan melihat Maya dia sudah bisa menebak selera Masumi.
"Saya lebih dari terkejut melihat anda disini," jawab Masumi.
Yurie tersenyum simpul, mencoba untuk tidak terintimidasi dengan perkataan dan tatapan mata tajam Masumi.
"Sebuah kebetulan yang menyenangkan," katanya.
Masumi hanya menyeringai.
"Apakah anda sedang makan malam Tuan Hayami?" Tanya Yurie lagi.
"Ya, bersama istri saya," jawab Masumi tegas, tidak mau Yurie memanfaatkan kesendiriannya.
Yurie menelan ludah perlahan, aku tidak boleh kalah.
"Oh," kata Yurie yang menjaga suaranya tetap sopan, "Lalu dimana Nyonya?" Tanyanya selembut mungkin.
"Dia sedang pergi ke kamar kecil," jawab Masumi.
"Hhhmm, begitu rupanya," Yurie kembali menyimpul senyumnya dan Masumi sudah merasa jengah.
"Saya rasa cukup untuk kebetulannya, saya permisi," kata Masumi.
"Eh, tunggu dulu Tuan Hayami," Yurie dengan cepat bergeser ke depan Masumi, menghalanginya pergi.
"Maaf?" Masumi berkerut tidak senang.
"Kenapa anda selalu terburu-buru, bukankah ada baiknya kita duduk dan mengobrol sejenak?" Kata Yurie. Dia belum menyerah untuk berusaha merayu Masumi.
"Mohon maaf Tuan, Nyonya sudah terlalu lama di dalam toilet," Alex menyela sebelum Masumi menjawab ajakan Yurie.
Dengan cepat Masumi melihat jam tangannya, "Kau benar Alex. Maaf Nona Ono, saya harus pergi, permisi," Masumi dengan cepat meninggalkan Yurie. Dia mulai cemas, Maya terlalu lama ditoilet kalau hanya sekedar buang air kecil.
Yurie mengernyit heran melihat Masumi yang begitu tergesa mencari istrinya.
Bukankah istrinya hanya ke toilet? Kenapa harus secemas itu? Diam-diam Yurie mengikuti Masumi ke toilet wanita.
Masumi dan Alex berdiri dengan cemas di depan toilet wanita. Tidak mungkin keduanya menerobos masuk begitu saja. Tepat saat itu seorang wanita keluar dari toilet dan Masumi segera menanyainya.
"Maaf, apa di dalam ada seorang wanita dengan rambut hitam, setinggi ini?" Masumi membuat tanda seukuran dadanya dengan tangannya.
"Hhmm, kelihatannya ada, dia sedang menangis dengan seorang wanita cantik di dalam," jawab wanita itu.
"Menangis?" Masumi terkejut.
Wanita itu mengangguk dan Masumi tidak menahan diri lagi, mengabaikan Alex yang mencoba menahannya untuk tidak menerobos masuk. Beruntung toilet sepi tapi apa yang dilihatnya sungguh membuat dunia disekitarnya terasa berhenti berputar.
"Masumi?!" Kata Maya terkejut dengan suara paraunya.
Shiori berbalik dan terkejut melihat pria yang berdiri menatapnya marah. Reflek Masumi bergerak menghampiri istrinya dan langsung memeluknya.
"Apa yang kau lakukan Shiori?!" Bentak Masumi marah. Melihat Maya terisak dan didepannya berdiri seorang wanita yang masuk kedalam daftar terlarang untuk bertemu dengan istrinya membuat pikiran sehat Masumi mengabur. Shiori mematung mendengar hardikan Masumi.
"Kau tidak apa-apa?" Masumi melepaskan pelukannya, menahan istrinya sejangkauan tangannya lalu mengamatinya dari atas ke bawah. Memeriksa kalau-kalau ada bagian tubuh Maya yang terluka.
"Ti, tidak, aku tidak apa-apa," kata Maya terbata. Matanya melirik pada Shiori yang masih terpaku menatapnya.
"Dia tidak melukaimu kan?" Tanya Masumi, masih dengan kecemasan yang sama.
Maya menggeleng, "Tidak Masumi, Nona Shiori tidak melakukan apa-apa." Maya kembali meyakinkan, isakannya sudah berhenti.
"Sudah ku katakan aku tidak akan menyakitinya Masumi," kata Shiori putus asa. Sikap Masumi membuatnya sedih, ternyata Masumi sama sekali tidak mempercayainya.
Masumi menatap Shiori tajam, "Sudah ku katakan jangan temui Maya," katanya dengan suara sarat kemarahan dan kecemasan.
Shiori tahu Masumi marah, dia tahu karena Masumi pernah melakukan pembelaan yang sama padanya saat Maya menumpahkan minuman ke gaun pengantinnya. Gaun yang akhirnya tidak pernah dipakai. Shiori tersenyum kecut mengingat hal itu, betapa egoisnya dia dulu berencana memisahkan Masumi dari Maya.
"Masumi, jangan begitu. Nona Shiori sama sekali tidak menyakitiku, dia hanya...,"
"Cukup Maya, jangan membelanya. Kau sudah terlalu baik hati padanya. Kali ini aku tidak akan membiarkannya memanfaatkan kebaikan hatimu," kata Masumi.
Shiori menyeringai tipis, hatinya tersayat sakit mendengar perkataan Masumi.
"Masumi jangan bicara seperti itu, Nona Shiori hanya ingin menemuiku dan meminta maaf padaku," Maya kembali membela Shiori.
Masumi diam menatap istrinya kemudian beralih pada Shiori, "Sekarang kau sudah bertemu dengannya kan? Aku berharap kau tidak mengganggunya lagi." Kata Masumi, kali ini nada bicaranya lebih tenang.
Dengan begitu posesif Masumi merengkuh bahu Maya dan mengajaknya keluar. Mengabaikan rengekan Maya yang masih meminta waktu untuk berbicara dengan Shiori. Akhirnya Maya hanya bisa mengangguk pada Shiori dan menggumamkan kata maaf sebelum akhirnya dia keluar bersama suaminya.
Mata awas Yurie menatap penuh curiga pada Masumi dan Maya yang keluar dari toilet dengan wajah penuh ketegangan. Merekapun pergi meninggalkan cafe bersama Alex. Tak lama kemudian Shiori juga keluar dari toilet dengan wajah beruraian air mata.
Lho, dia kan? Cucu Takamiya?
Yurie mengambil handphonenya dengan cepat dan mengambil gambar Shiori. Dia ingin memastikan dugaan yang ada dikepalanya sekarang.
***
Masumi masih mengamati Maya yang duduk diam disebelahnya. Keduanya sudah dalam perjalanan pulang.
"Maya," Masumi akhirnya tidak tahan dengan kebisuan istrinya.
Maya hanya menoleh dan menatap sendu suaminya.
"Kenapa? Kau marah?" Tanya Masumi lembut.
Maya menggeleng.
"Lalu?"
Maya menggeleng lagi.
"Ayolah sayang, katakan sesuatu. Apa Shiori mengatakan sesuatu yang menyakitimu?"
Maya membuka mulutnya tapi dengan cepat menutupnya lagi dan hanya menggelengkan kepala.
Masumi menghela napas panjang.
"Katakan ada apa?" Masumi mengusap lembut bahu istrinya.
"Ngg, kau sudah lama tahu kalau Nona Shiori kembali ke Tokyo?" Maya akhirnya bicara.
Masumi sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan Maya.
"Iya, aku tahu," jawab Masumi.
"Kau juga tahu kalau dia ingin menemuiku dan ayah?"
Masumi mengangguk.
"Dan kau melarangnya?" Maya menautkan alisnya.
"Iya," jawab Masumi tegas.
Maya memalingkan wajahnya menatap ke luar jendela dan menghela napas panjang.
"Kenapa Maya? Aku hanya berusaha melindungimu," jelas Masumi.
"Kasihan Nona Shiori," kata Maya kemudian ketika kembali menatap suaminya.
"Kasihan?" Masumi mengernyit tidak mengerti.
"Dia hanya ingin bertemu denganku Masumi. Kenapa kau begitu marah padanya? Bukankah kita sudah sepakat melupakan semua itu? Kau juga tidak protes saat aku tidak melaporkan tindakannya kepada polisi,"
"Maya, ini hal yang berbeda,"
"Berbeda? Apanya?"
Masumi meraih bahu Maya dan memutar tubuh mungil itu menghadap padanya.
"Dengar sayang, apa yang Shiori pernah lakukan aku tidak akan mempermasalahkannya lagi sekarang. Aku tahu semua karena kesalahanku dan ayah. Waktu itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungimu dari Shiori. Aku memaafkan apa yang sudah pernah dia lakukan dan sekarang aku hanya akan menjaga agar dia tidak memiliki kesempatan untuk melakukannya lagi. Aku ingin melindungimu,"
Tiba-tiba Maya tersenyum, tangannya terulur dan mengusap wajah suaminya.
"Kau berlebihan sayang. Aku tahu kau mengkhawatirkan aku tapi bukan seperti ini caranya. Kasihan Nona Shiori, dia memang pernah melakukan kesalahan tapi selalu ada kesempatan kedua di dunia ini untuk memperbaiki segalanya. Tidakkah kau ingat dengan perjalanan panjang kita? Kau dan aku sama-sama pernah melakukan kesalahan tapi kita punya kesempatan untuk memperbaikinya. Aku salah pernah membencimu dan aku memperbaikinya dengan mencintaimu sepenuh hatiku. Masumi, maafkan Nona Shiori, hanya itu yang dia minta,"
Masumi membisu. Perkataan Maya membuatnya teringat pada kesalahan yang dulu pernah dibuatnya. Dan Maya juga memaafkannya, memberikan kesempatan kedua padanya.
Maya melingkarkan tangannya ke tubuh Masumi, membuat suaminya tersentak.
"Lupakan semua kenangan pahit itu Masumi," kata Maya yang bersandar di dada suaminya.
Masumi balas memeluk Maya, membenamkan wajahnya di rambut istrinya.
"Kau tidak akan melarang Nona Shiori menemuiku atau sebaliiknya aku menemuinya kan?" Tanya Maya.
Masumi mengeratkan pelukannya dalam diam.
"Sayang," bujuk Maya lembut.
"Baiklah Maya," akhirnya Masumi menyerah.
Maya tersenyum, mengusap lembut dada Masumi, "Kau orang baik Masumi jangan kotori hatimu dengan kebencian,"
"Terima kasih sayang," lirih Masumi seraya mencium lembut puncak kepala Maya.
***
"Jangan takut Maya, ku mohon beri aku waktu sebentar untuk bicara. Aku hanya ingin minta maaf padamu."
Maya membeku di tempatnya, masih tidak percaya melihat Shiori berdiri dihadapannya.
"Percayalah Maya, aku menyesali semuanya," Shiori menunduk dalam.
"Sa, saya sudah melupakan semuanya Nona Shiori," jawab Maya.
Shiori mengangkat wajahnya, sejenak tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tapi dia tahu Maya memang akan mudah memaafkan.
Shiori tersenyum tipis, "Terima kasih Maya. Aku tahu aku salah. Aku begitu mencintai Masumi sampai aku melupakan hal terpenting dari sebuah cinta. Cinta tidak akan egois kan Maya. Bahkan kau rela mati demi Masumi dan paman. Kau telah mengajarkan aku makna cinta Maya. Tolong maafkan aku atas segala apa yang aku lakukan padamu," Kata Shiori. Matanya menatap Maya penuh harap.
"Saya sudah memaafkan anda Nona Shiori, sungguh. Saya mengerti apa yang anda rasakan. Saya juga minta maaf kalau sudah menyakiti perasaan anda." Kata Maya.
"Tidak Maya, kau tidak salah. Sejak awal hubunganku dan Masumi sudah merupakan sebuah kesalahan meski aku tahu cintaku tidak salah. Masumi orang baik, sangat mudah untuk jatuh cinta padanya, benar kan Maya?" jawab Shiori.
Maya terkesiap, apa anda masih mencintai Masumi?
"I, iya," jawab Maya tergagap. Ada perasaan aneh menjalari hatinya tapi Maya tidak mengerti. Cemburu? Atau kasihan?
"Apa anda masih mencintai Masumi?" Akhirnya Maya menyuarakan isi kepalanya.
Shiori tersenyum tipis, "Apa boleh Maya?"
"Saya....," Maya terdiam, kalimatnya tercekat di tenggorokannya, dia tidak akan rela.
Shiori menilai kediaman Maya, "Tidak Maya, tenang saja. Aku tahu Masumi hanya mencintaimu begitu juga sebaliknya. Aku tidak akan mengganggu kalian,"
Tiba-tiba Maya merasa begitu sedih. Ucapan Shiori membuatnya merasakan betapa menderitanya Shiori menahan sakitnya rasa cinta yang bertepuk sebelah tangan. Air mata langsung menggenangi pelupuk matanya.
"Kenapa Maya? Apa perkataanku menyinggungmu?" Shiori terkejut melihat Maya menangis.
"Tidak Nona Shiori. Hanya saja, saya justru merasa begitu kejam sekarang hidup bahagia bersama dengan Masumi tanpa memperdulikan perasaan anda," jelas Maya di tengah isak tangisnya.
"Maya...," lirih Shiori.
Kau memang wanita yang baik Maya. Bahkan setelah apa yang aku lakukan padamu, kau masih bisa kasihan padaku.
"Jangan seperti itu Maya. Aku bahagia sekarang. Ku rasa sebaiknya aku pergi. Masumi melarangku bertemu denganmu dan dia pasti tidak akan senang kalau tahu aku bersamamu."
"Eh?! Masumi melarang anda bertemu saya?" Maya terkejut.
"Iya, dia takut aku menyakitimu lagi. Sudahlah tidak apa-apa. Sekali lagi aku mohon maaf padamu," Shiori membungkukkan tubuhnya.
"Ti, tidak perlu sampai seperti itu Nona. Saya sudah memaafkan anda, sungguh," kata Maya.
"Terima kasih Maya," Shioripun menghapus air mata yang mulai jatuh di pipinya. Maya juga masih terisak melihat kesedihan di mata Shiori.
Maya menghela napas panjang dan menatap dirinya di cermin kamar mandi. Bayangan pertemuannya dengan Shiori masih begitu membekas di benaknya. Lamunan panjangnya membuatnya mengingat kembali semua percakapannya dengan Shiori sebelum Masumi datang dan menginterupsi semuanya.
"Maya,"
Maya tersentak ketika Masumi memanggilnya, suaminya sudah berdiri di ambang pintu kamar mandi dan tengah mengamatinya. Maya memang tidak pernah mengunci pintu kamar mandi jika ada suaminya di dalam kamar.
Masumi tahu pasti ada yang sedang dipikirkan istrinya sampai-sampai dia melamun lama di dalam kamar mandi.
"Ada apa?" Kata Masumi lembut. Sekarang dia sudah berdiri di belakang istrinya, keduanya bertatapan melalui cermin.
Maya menggeleng.
"Hei," Masumi meraih dagu istrinya dan membuatnya memandangnya. Maya memutar tubuhnya menghadap Masumi.
"Ada apa? Aku tahu ada yang kau pikirkan. Apa ini ada hubungannya dengan Shiori?" Masumi mencoba menebak isi kepala Maya.
Kali ini Maya mengangguk.
"Kenapa? Apa yang sebenarnya kalian bicarakan?" Tanya Masumi.
"Nona Shiori hanya minta maaf padaku," jawab Maya.
"Lalu? Kenapa kau begitu memikirkannya?"
Maya menunduk.
"Ayolah Maya, katakan padaku. Aku tahu betapa tersiksanya aku kalau harus melihatmu bersedih seperti ini," bujuk Masumi.
Maya melingkarkan tangannya ke pinggang suaminya.
"Nona Shiori masih mencintaimu," lirih Maya seraya menyurukkan wajahnya ke dada suaminya.
Masumi terdiam, mencoba mencerna makna sebenarnya dari perkataan istrinya. Dia menarik dirinya, "Apa maksudmu?" Masumi meminta penjelasan dari Maya.
"Nona Shiori masih mencintaimu," ulang Maya.
"Lalu kenapa? Apa masalahnya?" Tanya Masumi tidak mengerti.
"Aku...aku hanya kasihan padanya Masumi." Jelas Maya, "Dia terluka, aku tahu, aku bisa merasakannya." Dalam hati Maya juga merasa cemburu dan takut kehilangan Masumi tapi dia tidak mau mengungkapkan hal itu di depan suaminya.
Masumi menghela napas panjang, dia sangat paham dengan pemikiran istrinya yang selalu saja mudah bersimpati pada orang.
"Sudah hentikan semua pemikiranmu itu. Tidak ada gunanya kau memikirkan hal itu sekarang," kata Masumi.
"Aku tahu, aku hanya merasa sedih melihatnya tadi," jawab Maya lirih.
"Itulah sebabnya aku tidak ingin kau bertemu dengannya. Kau selalu memikirkan semuanya berlebihan sayang." Masumi mengusap lembut kepala istrinya, "Sudah jangan dipikirkan lagi, ayo kita kembali ke kamar,"
Maya akhirnya menurut ketika Masumi membawanya ke kamar. Dia melihat jam di atas nakas, baru pukul delapan tiga puluh dan dia belum mengantuk. Masumi duduk di tepi tempat tidur sambil membaca email dari handphonenya dan perlahan Maya mendekatinya.
"Ada apa?" Masumi berhenti membaca email dan memiringkan kepalanya, melihat istrinya yang sekarang memeluknya dari belakang, melingkarkan kedua tangan di leher Masumi.
"Tidak ada, aku hanya sedang berpikir," kata Maya.
"Apa lagi yang kau pikirkan? Sepertinya kau punya hobi baru sekarang, berpikir berlebihan," canda Masumi.
Maya mengerucutkan bibirnya lalu melepaskan pelukannya. Duduk di sebelah Masumi keduanya saling menatap.
"Entahlah Masumi, aku kadang masih merasa rendah diri. Melihat Nona Shiori yang cantik atau bahkan Nona Ono yang begitu seksi, aku seperti tidak percaya kalau kau memilihku yang seperti ini," Maya melambaikan tangan pada dirinya sendiri.
Masumi tersenyum, mengulurkan tangan mengusap wajah istrinya, "Bagiku kaulah wanita paling cantik dan aku tidak hanya melihat itu tapi ini," Masumi menempelkan tangannya di dada Maya, "Semangatmu, keteguhan juga kelembutan hatimu dan ini," Masumi mengusapkan lembut ibu jarinya di bibir Maya, "Senyum dan tawa juga setiap kejujuran yang selalu kau ucapkan dari bibir ini. Aku menyukai semua tentangmu Maya. Kau membuat hidupku yang gelap menjadi terang dan penuh warna, memiliki makna,"
Sudut mata Maya mulai meneteskan bulir-bulir airnya. Betapa perkataan Masumi begitu menyentuhnya dan membuatnya begitu bahagia. Sontak Maya menubrukkan dirinya pada Masumi, membuat suaminya jatuh terbaring di tempat tidur.
"Terima kasih kau sudah mencintaiku sedalam itu," Maya terisak di leher suaminya.
Dengan lembut Masumi membelai kepala Maya, "Aku mencintaimu Maya, selalu, hanya kau," bisik Masumi mesra di telinga istrinya.
Maya hanya mengangguk seraya menyusutkan air matanya dengan punggung tangannya.
Keduanya terdiam untuk beberapa saat.
"Tidurlah, kau pasti sudah lelah kan," bisik Masumi lirih ketika Maya sudah berhenti menangis. Istrinya itu masih terbaring di atas tubuhnya dengan wajah tersuruk di lehernya.
"Aku belum mengantuk," jawab Maya lirih.
"Apa kau mau menonton drama?" Masumi menawarkan. Biasanya drama selalu sukses memperbaiki suasana hati Maya yang sedang sedih tapi kali ini Maya menggeleng.
"Kau mau apa?" Tanya Masumi lembut dengan masih membelai punggung Maya.
"Entahlah, kira-kira apa yang bisa kita lakukan sampai aku mengantuk?" Tanya Maya.
Masumi menarik sudut bibirnya menjadi seringai tipis, benaknya membayangkan sesuatu.
"Apa?" Maya mengangkat wajahnya dan menatap suaminya yang kemudian mendesah panjang.
"Aku memikirkan sesuatu tapi aku tidak yakin," jawab Masumi.
"Apa itu?"
Masumi meraih wajah Maya dan mendekatkan bibirnya pada telinga istrinya, Maya langsung tergelak.
"Kau malah menertawakanku?!" Masumi mengangkat kepalanya untuk melihat Maya yang tertawa. Tiba-tiba Maya mencium leher Masumi, membuat suaminya terkejut.
"Hei," Masumi memperingatkan.
"Kenapa? Kau mau ini kan?" Maya mengangkat wajahnya dan berbisik di telinga suaminya lalu menciumi sepanjang garis rahang Masumi.
"Hhhmmm, Maya...?" Masumi masih berusaha mengendalikan dirinya, dia tidak yakin Maya sudah siap melakukannya.
Maya menyangga kedua tangannya di kedua sisi wajah Masumi, membuat rambutnya jatuh tergerai di kedua sisi wajahnya. Mata mereka saling menatap, "Aku baik-baik saja," gumam Maya dan dia merendahkan wajahnya, dalam sekejap bibirnya menekan lembut bibir suaminya.
Masumi merasakan kelembutan bibir Maya yang mencumbunya. Hasratnya mulai terbakar. Sudah cukup lama dia menahan diri. Masumi hilang kendali ketika cumbuan keduanya semakin dalam. Tanpa melepaskan bibir Maya, Masumi merengkuh tubuh istrinya dan berguling ke samping. Maya terbaring di bawahnya dengan napas tak beraturan. Masumi merenggangkan pelukannya.
"Aku merindukanmu," bisik Masumi di bibir istrinya.
Maya hanya tersenyum dan ketika Masumi kembali mencumbu bibirnya, Maya melupakan semua hal yang mengganggunya tentang Shiori dan Yurie.
"Ahh," Maya mengerang lirih ketika bibir Masumi mulai bergerak menyusuri garis wajahnya, mencumbui lehernya hingga ke bahunya yang masih tertutup gaun tidur. Masumi menegakkan tubuhnya dan duduk di sebelah Maya, menarik istrinya untuk duduk dihadapannya. Matanya gelap penuh hasrat memandang Maya yang pipinya merona segar karena kelembutannya tadi.
"Gaun tidurmu cantik, tapi maaf sayang aku tidak suka kau memakainya malam ini," Masumi berbisik lalu menyeringai tipis dan tangan Masumi dengan lincah membuka gaun tidur istrinya dan melemparkannya ke lantai.
"Jangan memandangiku seperti itu," lirih Maya malu ketika Masumi menatap tubuh polosnya.
Dengan lembut Masumi meraih dagu Maya dan mengangkat wajah malu istrinya, memberinya kecupan singkat.
"Kau cantik sekali,"
Dan Maya kembali melupakan semuanya ketika Masumi kemudian membuka piyamanya dan memeluknya. Setiap sentuhan Masumi membuat Maya merasa begitu dicintai. Kelembutan Masumi menaklukkannya. Membawanya ke dunia indah milik mereka berdua. Hanya milik mereka.
Masumi tersenyum melihat Maya terkulai di pelukannya. Maya kelelahan dengan wajah merona segar setelah pelepasan indah yang dicapainya, sama halnya dengan dirinya.
"Terima kasih sayang," bisik Masumi seraya mengecup kening Maya, tangannya membelai lembut punggung polos istrinya.
"Hmmm," Maya hanya bergumam dan semakin merapatkan tubuhnya pada Masumi.
"Pakai bajumu sayang, kau bisa masuk angin kalau tidur seperti ini," kata Masumi.
Tapi Maya menggeleng dan justru memeluk Masumi erat. Masumi tersenyum lalu menarik selimut tebal menutupi tubuh mereka. Tak lama kemudian Maya sudah terlelap dalam dekapannya.
***
Masumi tersenyum lebar ketika tiba di kantornya dan Mizuki sudah bisa membaca bahwa bosnya pasti sedang bahagia.
"Saya tidak melihat ada hal bagus dari laporan yang sedang anda baca Pak?" Sindir Mizuki pada Masumi yang masih saja tersenyum ketika membaca laporan menurunnya penjualan album salah satu grup band asuhan Daito akibat skandal yang dibuat oleh vokalisnya.
"Hhmmm," Masumi hanya bergumam dan tidak menanggapi ucapan Mizuki. Tiba-tiba Masumi berhenti membaca laporannya dan menatap Mizuki yang masih bergeming berdiri di depan mejanya, menunggu.
"Apa yang kau tunggu?" Tanya Masumi heran.
"Instruksi dari anda tentu saja." Tukas Mizuki kesal karena kehadirannya diabaikan bahkan dipertanyakan.
"Instruksi?" Masumi terlihat bingung.
"Tuan Masumi, tidakkah anda membaca dokumen yang sejak tadi anda pegang?" Sekarang justru Mizuki yang heran dengan sikap Masumi.
"Ah iya, iya. Aku mengerti. Aku tidak mau memperpanjang kontrak mereka. Kau siapkan dokumennya," jawab Masumi santai.
"Apa anda baik-baik saja Tuan?" Tanya Mizuki.
Masumi mengernyitkan kening pada sekretarisnya, "Aku baik-baik saja, kenapa?"
Mizuki menghela napas, "Anda seperti sedang tidak berada disini,"
Masumi tersenyum, "Oh itu, hhmmm, sebenarnya aku sedang malas bekerja sekarang,"
"Anda sakit?"
Masumi tertawa, "Sebaliknya Mizuki, aku merasa sehat sekali."
"Tidak biasanya anda merasa malas bekerja," jelas saja itu mengherankan bagi Mizuki melihat bos dingin -meski sudah berkurang sejak menikah- dan gila kerjanya -juga sudah berkurang sejak bersama Maya- itu merasa malas untuk bekerja.
Masumi menyimpulkan senyumnya,"Aku hanya senang karena Maya sudah kembali sehat dan aku sedang memikirkan untuk membuat rencana liburan akhir tahun sebagai hadiah buat Maya. Aku tahu dia ingin sekali pergi berlibur dan sudah merencanakan sesuatu sebelum akhirnya dia harus dioperasi,"
"Saya bisa membantu mengenai hal itu Tuan," kata Mizuki yang sangat paham dengan rencana Masumi yang selalu ingin membuat Maya, istrinya tercinta itu bahagia.
"Saya akan berikan brosur paket liburan yang bisa anda pilih bersama Nyonya," mizuki menawarkan.
"Hhmm, boleh...tapi aku ingin ini sebagai kejutan jadi jangan sampai Maya tahu,"
"Baiklah Tuan, saya akan siapkan semuanya untuk anda,"
"Terima kasih Mizuki," ucap Masumi tulus.
"Senang melihat anda bahagia Tuan, Daito juga terasa aman dan menyenangkan," katanya.
Alis Masumi bertaut heran lalu menghela napas panjang, "Aku akan menganggap itu sebagai sebuah pujian darimu,"
Mizuki terkikik, "Maaf, saya permisi,"
Dan Masumi hanya bisa menggeleng melihat sekretarisnya pergi. Tak lama kemudian otaknya kembali merangkai rencana liburan untuk Maya.
Hampir tengah hari ketika Masumi selesai dengan pekerjaannya dan bersiap untuk menjemput Maya untuk makan siang bersama. Keduanya sudah sepakat untuk makan siang bersama karena Maya masih syuting di studio Daito.
Masumi terusik ketika mendengar suara ribut di depan kantornya. Diapun bergegas keluar untuk memeriksanya.
"Ada apa Mizuki?" Tanya Masumi ketika membuka pintu dan hanya butuh waktu sepersekian detik baginya untuk tahu alasan keributan itu.
Yurie Ono?! Mau apa lagi dia? Batin Masumi menggeram kesal.
"Selamat siang Tuan Hayami," sapa Yurie ramah pada Masumi dan mengabaikan Mizuki yang masih menatap garang padanya.
"Nona Ono, apa yang anda lakukan disini? Kita tidak memiliki janji,"
"Maaf mengganggu anda Tuan Hayami, saya ingin meminta waktu anda untuk membicarakan kembali mengenai penawaran kerja sama yang tempo hari sempat tertunda," jelas Yurie sopan.
"Tertunda?" Masumi menggeleng, "Saya sudah mengambil keputusan mengenai hal itu Nona Ono dan saya tidak berniat untuk merubahnya,"
Yurie memaksakan bibirnya tersenyum, menelan ludah tak kentara. Penolakan lagi? Tapi dia tidak akan menyerah.
"Tolong beri saya waktu untuk menjelaskannya kembali Tuan Hayami, saya berjanji TV Eiji akan memberikan yang terbaik untuk Daito,"
Masumi menatap Mizuki yang mematung di sebelah Yurie dengan ekspresi datar.
"Maaf saya tidak bisa memutuskannya sekarang,"
Yurie menekan bibirnya menjadi seringai tipis, jelas dia kecewa tapi sesaat kemudian dia tersenyum.
"Saya akan menunggu keputusan anda Tuan Hayami," Yurie mengangguk hormat, "Saya permisi,"
Masumi dan Mizuki hanya diam menatap kepergian Yurie.
"Sepertinya Nona Ono tidak akan menyerah Tuan," komentar Mizuki setelah Yurie tidak lagi terlihat.
"Aku harus bertemu dengan Tuan Ono untuk menghindari putrinya terus mendesakku. Mizuki hubungi Tuan Ono dan buatkan janji pertemuan dengannya." Perintah Masumi.
"Baik Tuan,"
Masumi kembali ke kantornya dan segera bersiap untuk pergi menemui istrinya.
***
Dug!! Yurie menendang ban mobilnya dengan kesal di basement tempat parkir.
"Masumi! Kau tidak bisa terus menerus tidak mengacuhkanku seperti ini. Lihat saja, aku pasti akan menaklukkanmu." Gerutunya kesal.
Tiba-tiba dia tertawa, "Ya ampun, baru kali ini aku begitu bersemangat untuk menaklukkan laki-laki,"
Lihat saja Masumi Hayami, aku sudah tahu kartu AS mu, tunggulah pembalasanku.
Dia kembali terkekeh lalu masuk ke mobilnya dan meninggalkan gedung Daito.
***
"Ijinkan aku mencintaimu, aku tidak peduli jika kau akan menikah dengan Hitomi. Aku rela kau menikah dengannya tapi tolong jangan minta aku untuk berhenti mencintaimu," Maya terduduk di lantai dan menangis. Air matanya bercucuran begitu saja tanpa bantuan obat tetes mata. David bersimpuh di depan Maya, menatapnya lekat lalu memeluknya erat.
"Cut!" Teriak sutradara, "Oke, kita istirahat satu jam," Semua kru langsung bersorak.
"Aktingmu semakin bagus saja," puji David seraya membantu Maya berdiri.
"Terima kasih," jawab Maya sambil berdiri kedua tangannya masih di genggam erat oleh David.
"Ada waktu satu jam, kau mau makan siang denganku?"
Maya menengadah menatap David yang tersenyum padanya. Dia teringat sesuatu dan dengan cepat menarik kedua tangannya.
"Maaf, aku ada janji makan siang dengan suamiku," terang Maya.
"Oh," David terlihat kecewa meski masih tetap menjaga senyum di wajahnya.
Maya menoleh ke arah tempat duduknya dan baru menyadari kalau suaminya sudah berdiri di sana. Entah sudah berapa lama, dalam hati Maya berharap Masumi tidak melihat kedekatannya dengan David. Tapi tatapan mata Rose mengatakan bahwa Maya salah, menejernya itu mengedipkan mata seolah memberi tanda untuk waspada. Masumi pasti sudah melihatnya.
"Suamimu sudah datang," kata David.
Maya beralih memandang David, "Iya,"
"Baiklah, aku pergi. Sampai nanti," David tersenyum dan tiba-tiba mengecup pipi Maya. Senyumnya melebar melihat Maya terkejut, diapun segera berbalik sambil melambaikan tangan.
Maya menarik napas dan segera menemui suaminya dengan memasang senyum menawan di wajahnya. Semakin mendekat pada suaminya, Maya bisa melihat ekspresi dingin Masumi.
Ah, dia pasti cemburu pada David.
"Masumi, kau sudah lama menungguku?" Sapa Maya diiringi senyum lebarnya.
"Cukup lama untuk melihatmu begitu akrab dengan lawan mainmu bahkan setelah syuting selesai," jawab Masumi tanpa basa-basi.
Rose dan Alex segera menjauh, memberi sedikit privasi pada pasangan itu untuk menyelesaikan masalah mereka.
Maya tahu tidak ada gunanya membujuk Masumi yang sedang cemburu. Alih-alih mengatakan sesuatu untuk menenangkan suaminya, Maya justru melingkarkan tangannya ke lengan Masumi. Bergelayut manja dan menyandarkan kepalanya pada lengan kokoh itu.
"Ayo kita makan siang," kata Maya.
Masumi hanya mendesah panjang melihatnya. Wajah manis Maya meluluhkan amarahnya.
"Kau ini," Masumi menggeleng tak percaya pada dirinya sendiri yang bisa kalah hanya karena Maya yang bermanja padanya. Tapi memang itu yang diharapkannya.
"Nah, jangan marah lagi." Maya mengedipkan mata pada suaminya, senyumnya masih mengembang.
"Kemana kau ingin makan siang?" Tanya Masumi kemudian. Tidak ada gunanya merajuk di saat seperti ini. Lagipula Maya hanya punya waktu satu jam untuk istirahat.
"Waktuku tidak banyak, kita makan di dekat sini saja," jawab Maya.
"Baiklah...tapi sayang bisakah lain kali kau menjaga jarak dengan Mr. Weasley?" Masumi menunduk menatap serius istrinya yang masih berwajah manis dan bersandar manja pada lengannya.
Maya mengangkat wajahnya dan balas menatap Masumi, "Iya."
"Berjanjilah." Desaknya.
"Iya, iya, maaf. Aku berjanji lain kali di luar syuting aku tidak akan sedekat itu dengannya."
"Bagus. Kau tahu kalau aku tidak suka David menyentuhmu di luar syuting,"
Maya tertawa.
"Apa yang lucu?" Masumi menaikkan alisnya menatap Maya.
"Kau lucu sayang, bukankah kau memang tidak suka siapapun menyentuhku di luar syuting. Aku layaknya pajangan kaca yang ingin kau tempatkan di lemari jika bisa,"
"Nah kau tahu istriku. Jadi jangan mencobaiku atau aku akan benar-benar meletakkanmu di dalam lemari kaca," Masumi menarik sudut bibirnya dan tersenyum geli dengan ironi yang dibuat istrinya.
"Aku akan ingat suamiku dan apakah kita akan terus disini untuk mendiskusikan hal ini lebih lanjut atau kita segera pergi untuk makan siang? Karena jujur aku sudah lapar sekali," Maya cemberut kali ini.
Masumi terkekeh, "Ya, kita pergi sekarang Nyonya. Kau kan memang selalu kelaparan,"
Sebuah cubitan di lengan membuat Masumi berhenti menggoda Maya. Keduanyapun segera meninggalkan lokasi syuting.
Tanpa mereka sadari, dua pasang mata tengah mengamati keduanya dari kejauhan. Maya dan Masumi tak lagi terlihat dan dua orang itu berjalan beriringan menuju tempat parkir yang sepi. Seorang wanita membuka pintu belakang mobil dan mempersilakan seorang yang lain masuk.
"Anda lihat sendiri kan Mr. Weasley? Tidak akan mudah memisahkan mereka berdua." Wanita cantik itu membuka kaca mata hitamnya dan menyeringai menatap lawan bicaranya.
"Tapi saya tidak tertarik dengan tawaran Anda Nona Ono. Saya tidak merasa butuh bantuan dalam hal ini," jawab David.
Yurie terkekeh, "Sejak awal saya sudah mengatakan kalau ini adalah sebuah kerja sama jadi tentu saja bukan anda yang butuh bantuan. Lebih tepatnya kita akan saling membantu untuk mendapatkan apa yang kita inginkan."
Mata David memperhatikan lekat lawan bicaranya, dia sudah bisa menebak apa yang diinginkan Yurie dari kehancuran hubungan Maya dan Masumi.
"Bagaimana Mr. Weasley? Anda akan mendapatkan Maya juga nama besar keluarga Anderson jika kita berdua berhasil," Yurie kembali merayu.
"Dan apa yang kau inginkan selain Masumi?" Tanya Weasley.
"Daito, apalagi? Masumi dan Daito adalah paket lengkap yang saya inginkan,"
David terdiam sejenak dan tampak berpikir.
"Tenang saja, saya punya rencana yang akan membuat rencana ini berhasil tanpa mengotori tangan kita," kata Yurie.
"Oh ya?" David menatap tak percaya wanita di depannya.
"Jika anda setuju maka saya akan menjelaskan semuanya," Yurie kembali melempar umpan.
"Anda yakin rencana ini tidak akan gagal?" Tanya David ragu.
Yurie terkekeh, "Saya tahu seperti apa Masumi, jadi saya tidak akan main-main dalam hal ini. Lagipula jika rencana saya gagal bukan kita yang akan terkena getahnya,"
David mengusap dagunya dan kembali menatap Yurie, "Sepertinya anda sudah mempersiapkan semuanya dengan baik,"
"Melawan Masumi tidak bisa setengah-setengah Mr. Weasley," Yurie menggoyangkan jari di depan wajahnya.
"Baiklah," jawab David kemudian dan senyum Yurie melebar.
"Anda tidak akan kecewa Mr. Weasley," Yurie meyakinkan.
"Saya harap juga begitu," keduanyapun berjabat tangan tanda sepakat.
"Sekarang kesepakatan sudah dibuat. Untuk itu kita perlu bertemu malam ini untuk membahas semua rencana lengkapnya," kata Yurie.
"Tidak masalah. Dimana kita akan bertemu malam ini?" Tanya David yang sepertinya juga sudah tidak sabar.
Yurie melirik David dan mengamati setiap jengkal wajah tampan itu, "Mungkin sebuah kamar hotel yang nyaman," pancingnya.
David langsung tertawa mendengarnya, "Sepertinya malam ini akan menjadi diskusi yang menyenangkan," selorohnya. Sepenuhnya dia mengerti apa maksud Yurie.
"Anda setuju?" Seringai puas tersungging di wajah Yurie.
"Tergantung," balas David seolah tak acuh.
"Tergantung apa Mr. Weasley?"
"Hhmm, tergantung bagaimana anda meyakinkan saya sekarang. Waktu istirahat saya sudah cukup banyak terbuang tapi rasanya masih cukup waktu," kata David seraya melihat jam tangannya.
Kali ini Yurie yang tertawa dan tanpa basa-basi lagi dia melepas mantelnya. Seperti biasa blouse ketat yang dikenakannya mampu memamerkan lekuk tubuhnya yang sintal dan David tersenyum puas.
"Jangan pernah menantang wanita, kami lebih kuat dari kelihatannya," bisik Yurie senang sebelum akhirnya mendaratkan bibir seksinya pada bibir David dan membungkam pria itu dengan kemolekannya.
***
Menjelang akhir tahun Masumi dan Maya disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Masumi sibuk dengan semua laporan akhir tahun Grup Daito dan Maya sibuk dengan jadwal syutingnya yang padat.
Masumi beruntung memiliki Mizuki yang cekatan membantunya menyelesaikan semua pekerjaan. Maya juga beruntung memiliki Rose yang membantunya mengatur semua jadwal kegiatan padatnya.
Sore itu, Mizuki mengatur pertemuan antara Masumi dan Tuan Ono di sebuah restoran.
"Selamat malam Tuan Ono," Masumi menyambut ramah tamunya.
"Selamat malam Tuan Hayami,"
Keduanya duduk di meja bundar di sebuah private room. Kali ini Masumi sengaja datang sendiri.
"Pasti ada yang penting sampai anda mengundang saya secara pribadi,"
Masumi tersenyum tipis atas ucapan pria paruh baya yang tengah menatapnya.
"Anda pasti sudah tahu alasannya," jawab Masumi.
"Apa ini mengenai kerja sama yang putri saya tawarkan pada anda?" Mata Tuan Ono menatap penuh harap.
"Tawaran kerja sama? Dari pertemuan kami, saya tidak merasa putri anda menawarkan sebuah kerja sama Tuan Ono,"
"Ah, saya tidak mengerti maksud anda Tuan Hayami?" Elak Tuan Ono. Dia tidak menyangka Masumi akan menyudutkannya secara terang-terangan.
"Anda pasti mengerti maksud saya," tandas Masumi tanpa basa-basi.
"Apa sebenarnya tujuan anda mengundang saya malam ini?" Ono terlihat kesal dengan ucapan Masumi. Dia tidak rela dipermalukan oleh pengusaha muda seperti Masumi. Bagaimanapun dirinya juga seorang Direktur Utama dari TV Eiji yang masih punya harga diri.
Masumi menyeringai, "Saya hanya ingin anda memberitahu putri kesayangan anda untuk tidak mengganggu saya lagi,"
Brak! Ono menggebrak meja dengan kesal, "Apa maksudmu Masumi Hayami! Putriku kau anggap pengganggu huh?!" Nada bicara Ono juga berubah kasar. Harga dirinya terluka dalam karena perkataan Masumi meski dia tahu itu benar adanya. Yurie memang sengaja menggoda Masumi.
"Saya akan jujur, keberadaannya memang cukup mengganggu. Keputusan saya tidak akan berubah. Daito tidak akan bekerja sama dengan TV Eiji dalam kesepakatan apapun. Kecuali-," Masumi menggantung kalimatnya dan menilai kekesalan lawan bicaranya.
"Kecuali apa?" Tanya Ono gusar.
"Kecuali anda berniat menjual TV Eiji pada Daito," tegas Masumi.
"Apa?!" Raung Ono marah. Tangannya mengepal kuat di atas meja. TV Eiji adalah kebanggaan keluarganya dan dia tidak akan rela menjualnya apalagi pada Masumi yang sudah jelas-jelas tengah menghinanya.
"Kau terlalu lancang Masumi!" Desis Ono marah. "Kau jelas tahu bagaimana reputasi TV Eiji sejak dulu. Beraninya kau berkata seperti itu."
Masumi kembali menyeringai, "Saya hanya melihat sebuah peluang bisnis Tuan Ono. Masa kejayaan TV Eiji sudah selesai dan di tangan saya semuanya pasti bisa kembali,"
Ono diam dalam kemarahannya. Dia tahu Masumi adalah direktur bertangan dingin tapi melepaskan harta keluarganya bukanlah sebuah pilihan.
"Bagaimana Tuan Ono?" Tanya Masumi sopan meski lawan bicaranya memandangnya penuh amarah.
"Aku tidak akan menjual TV Eiji dan menyerahkannya pada orang sepertimu." Desis Tuan Ono marah.
Masumi langsung tertawa, "Saya tidak menyangka ternyata sebuah perusahaan lebih berharga bagi anda daripada kehormatan,"
Ono kembali diam. Dia tahu dirinya sudah terjebak dalam permainan Masumi.
"Kau membodohiku huh?" Kata Ono kemudian.
"Siapa membodohi siapa Tuan Ono? Anda tidak mau menjual perusahaan anda dan lebih memilih menyerahkan putri anda pada saya?" Masumi menggeleng dengan senyum mengejek di wajahnya.
Srakk! Ono bangkit dari kursinya dengan kasar sehingga menimbulkan berisik. Dia tidak bisa lagi menahan amarah. Tangannya teracung pada Masumi.
"Aku akan mengingat ini Masumi Hayami," kata Ono dengan suara bergetar karena emosi. Dengan cepat dia pergi meninggalkan Masumi dan membanting pintu private room dengan kasar.
Masumi hanya menatap kepergian tamunya dengan puas. Dia sudah menyampaikan maksudnya dan berharap Yurie tidak akan datang lagi mengganggunya.
Menghela napas panjang, Masumi meraih handphone dari saku jasnya. Dengan apa yang baru saja dilakukannya, dia tahu resiko apa yang akan dihadapinya.
"Hijiri, aku sudah bertemu dengannya,"
"Saya melihatnya meninggalkan restoran dengan supirnya Tuan,"
"Bagus, tetap awasi semua gerakannya. Aku tahu dia marah tapi tidak tahu sejauh mana dia akan bereaksi."
"Baik Tuan,"
"Kabari aku semua perkembangannya,"
"Baik,"
"Terima kasih Hijiri,"
Tit! Masumi mengakhiri sambungan teleponnya. Sejenak menatap pada meja kosong, Masumi memang sengaja tidak memesan makan malam karena tahu pembicaraannya akan berlangsung singkat. Dia sudah memprediksi reaksi Ono sebelumnya. Paling tidak sekarang dia sudah menunjukkan pada Yurie dan ayahnya kalau dirinya tidak bisa dirayu dengan cara murahan seperti itu. Langkah Masumi lebih ringan ketika meninggalkan restoran.
***
"Kenapa tim produksi harus memilih tempat terbuka seperti ini?" Gerutu Masumi. Dia baru saja sampai di lokasi syuting Maya yang berada di dekat taman kota. Bukan hanya kareba cuaca dingin dan salju menumpuk yang membuatnya kesal tapi juga karena taman kota adalah tempat yang cukup ramai dan dengan begitu para fans bisa dengan leluasa melihat aktris dan aktor mereka berakting.
"Hei lihat, itu Maya dan Ayumi. Keduanya cantik ya," celetuk seorang pemuda yang masih mengenakan seragam SMU. Dia berdiri bersama kedua temannya.
"Aku lebih suka Ayumi," komentar salah satu temannya yang lain.
"Aku lebih suka Maya, dia imut dan manis," komentar yang lain lagi.
"Ah, tetap saja keduanya cantik tapi sayang mereka sudah menikah di usia muda," dan ketiganya terbahak.
Masumi mendengus kesal mendengar percakapan singkat para pemuda itu.
Aku lebih suka Maya, dia imut dan manis
Komentar salah satu pemuda tadi terngiang di telinganya. Inilah yang membuatnya harus sekuat tenaga menahan diri, para fans Maya yang tidak sedikit jumlahnya itu terkadang membuatnya cemburu. Tentu khusus untuk fans laki-laki meski tetap saja itu konyol karena Maya jelas hanya mencintai Masumi. Tapi sebagaimana sifat direktur muda itu, dia paling tidak suka ada laki-laki lain dekat dengan istrinya padahal dia sendiri tergila-gila padanya.
Rose dan Alex mengangguk hormat ketika melihat Masumi datang.
"Apa masih lama?" Tanya Masumi.
"Dua scene lagi Tuan," sahut Rose.
Masumi duduk di kursi Maya dan melihat istrinya yang tengah berakting bersama Ayumi dan Koji. Mata Masumi berkeliling mencari sosok David.
"Dimana Mr. Weasley?"
Rose menoleh, "Tidak ada scene Mr. Weasley dibagian ini, jadi dia tidak datang,"
Masumi ber-oh pelan dan tersenyum simpul mendengarnya tapi sesaat kemudian senyumnya menghilang ketika melihat Koji memeluk istrinya.
Ya ampun, sampai kapan aku harus tersiksa seperti ini? Itu kan hanya akting luar biasa istriku.
Rose menahan diri untuk tidak tertawa melihat ekspresi Masumi.
"Tidak perlu khawatir, Nyonya hanya mencintai anda Tuan," goda Rose.
Masumi mendengus kesal dengan pernyataan menejer istrinya itu, "Seperti kau tidak tahu saja Rose. Dia kan mantan pacar Maya,"
Rose akhirnya tertawa juga, "Dan sekarang Nyonya Maya sudah menjadi istri anda. Apalagi yang harus dikhawatirkan?"
"Tidak ada, aku hanya tidak suka melihatnya," aku Masumi dan Rose kembali tergelak.
Rose juga adalah saksi dari perjalanan cinta Masumi dan Maya. Baginya masih menggelikan kalau Masumi bersikap begitu posesif pada istrinya padahal jelas Maya hanya mencintai Masumi seorang. Terlalu mustahil bagi seorang Maya untuk mencintai orang selain Masumi setelah perjalanan cinta panjang dan berliku yang sudah mereka lalui.
Masumi kembali mendesah panjang ketika adegan istrinya dan Koji yang berpelukan harus diulang.
Hampir pukul sembilan, akhirnya Maya selesai tapi tidak sepenuhnya selesai karena kemudian para fans Maya menyerbunya untuk meminta tanda tangan. Istrinya yang memang terkenal ramah itu tidak menolak dan menyambut fansnya dengan tangan terbuka. Masumi masih duduk di kursinya dan mengamati istrinya yang masih sibuk. Namun ketika tiga orang pemuda yang tadi berkomentar mengenai Maya mendekat Masumi segera beranjak dari kursinya.
"Eh?!" Rose yang tengah mendampingi Maya terkejut karena tiba-tiba Masumi sudah berdiri di belakangnya dan menariknya menjauh dari Maya. Sebagai gantinya Masumi menempel ketat pada istrinya membuat Maya mendongak menatap suaminya keheranan. Tapi Maya tidak bertanya apa-apa, dia hanya melayangkan senyum lalu kembali sibuk dengan para fansnya.
"Anda cantik sekali, boleh kami berfoto?" Seru seorang pemuda.
"Tentu," jawab Maya diiringi senyum manis dan Masumi berkerut tidak senang karenanya. Ketiga pemuda yang bersiap berfoto itu memandang Masumi heran karena tidak juga bergeser dari sisi Maya.
"Apa kau juga mau ikut berfoto?" Tanya Maya polos tanpa mengerti kecemburuan Masumi pada fans Maya.
"Tidak," dan dengan enggan akhirnya Masumi sedikit menjauh.
Ketiganya merapat pada Maya dan Masumi mendengus kesal. Setelah ketiganya pergi Masumi segera menarik Maya.
"Hei," pekik Maya terkejut.
"Sudah cukup, ayo pulang sudah malam," bisik Masumi.
Maya memandang suaminya heran.
"Rose bubarkan mereka," perintah Masumi dan Maya hanya menurut pergi setelah sebelumnya sempat melambai pada para fansnya.
"Kau kenapa?" Tanya Maya yang masih tidak mengerti dengan sikap suaminya.
"Tidak apa-apa. Ini sudah malam. Kau pasti sudah lelah, lagipula malam ini dingin sekali. Aku tidak mau kau sakit," kata Masumi beralasan.
"Oh," Maya setuju juga dengan alasan suaminya yang memang overprotectve itu. "Aku kira kau cemburu dengan anak laki-laki tadi," celetuk Maya dan Masumi hanya tertawa datar mendengarnya.
Memang, Masumi menyetujui dalam hati.
***
Sementara itu di kamar sebuah hotel bintang lima.
"Yurie, sampai kapan aku harus menunggu?" David duduk bersandar pada bantal dengan kedua tangan terlipat di bawah kepalanya. Matanya menatap kesal pada Yurie yang masih berbaring manja di pangkuannya.
Yurie tersenyum lalu menggeliat panjang, "Sabar David," katanya seraya memeluk pinggang pria itu dan menciumi tubuh polosnya.
"Hei hentikan, katakan dulu padaku kapan kau akan mulai semua rencana yang katanya sudah kau susun itu?" David mendorong Yurie menjauh darinya dan kembali menatapnya. Mendesaknya untuk segera menjalankan rencana mereka.
"Tenang saja David, sebentar lagi," jawab Yurie tak acuh.
David mendengus, "Produksi film ini akan diselesaikan sebelum musim dingin berakhir. Berarti aku tidak punya banyak waktu,"
Yurie tertawa lalu bangun dan duduk di depan David yang terlihat kesal.
"Sepertinya kau sudah tidak sabar untuk memiliki Maya," katanya dengan seringai tipis di wajah. "Atau kau lebih tidak sabar untuk segera menjadi bagian keluarga Anderson?"
David melotot pada Yurie, "Jangan bermain-main denganku Nona Ono. Aku setuju ikut permainan ini hanya karena kau menjanjikan keberhasilan padaku. Jadi jangan coba mempermainkanku." Ancamnya.
"Sabar David, sabar. Aku akan mulai semua permainan kita ini tepat pada waktunya." Yurie mengulum senyum manisnya.
"Ayah juga sudah mendesakku mengenai hal itu. Dia sakit hati dengan sikap Masumi padanya. Direktur itu tidak mau bertemu denganku jadi aku harus mengatur semuanya lebih dulu," tambahnya. Diapun kembali membaringkan tubuhnya di sebelah David lalu menarik selimut menutupi tubuh polosnya. David melirik wanita yang tengah meringkuk di sebelahnya lalu menarik selimut dan membuangnya ke lantai.
"Hei," seru Yurie kesal. "Apa maumu?" Yurie melotot pada David yang mengganggu istirahatnya. Dia sudah merasa lelah dengan semua permainan mereka sejak tadi.
David melandaikan tubuhnya di atas Yurie sambil terkekeh.
"Masih terlalu dini untuk beristirahat Nona Ono. Setidaknya kau harus membuatku tidak bosan selama masa penantian ini," katanya diiringi dengan seringai lebar.
"Hah, kau memang tidak pernah puas," keluh Yurie kesal.
Tapi nyatanya Yurie tidak juga menolak ketika David kemudian merengkuh tubuhnya dan kembali menghisap madunya.
***
Maya keluar dari kamar mandi seusai membersihkan dirinya dan melihat Masumi tengah serius menatap tablet di pangkuannya.
"Apa hari ini banyak pekerjaan?" Tanya Maya seraya merangkak naik ke tempat tidur lalu bersandar pada bantal di sebelah suaminya.
Masumi mengalihkan perhatiannya pada Maya, "Tidak juga." Jawabnya singkat dan Masumi kembali menatap tabletnya.
"Oh," Maya kemudian bergeser dan menata bantalnya agar lebih nyaman lalu bergelung memunggungi suaminya.
Melihat Maya memunggunginya, Masumi langsung meletakkan tabletnya di atas nakas.
"Kenapa?" Masumi melingkarkan tangannya di pinggul Maya dan berbisik di telinganya.
Maya menggeleng tanpa menatap Masumi.
"Hei, aku tahu kalau kau pasti sedang memikirkan sesuatu," Masumi membelai kepala Maya.
Maya menelentangkan tubuhnya dan Masumi yang bersandar dengan siku di sisinya menatapnya lembut.
"Ada apa?" Tanya lagi.
"Entahlah, sejak sore tadi perasaanku tidak enak. Apa ada hal yang kau sembunyikan dariku?" Maya balik bertanya.
"Tidak," jawab Masumi cepat, dia tidak merasa menyembunyikan apapun sekarang.
"Oh,"
Masumi tersenyum lalu mengusap lembut wajah Maya, "Sudah tidak usah dipikirkan. Mungkin karena kau lelah jadi berpikir yang tidak-tidak,"
"Ya mungkin saja," gumam Maya ragu.
"Sudah dibilang tidak usah dipikirkan," Masumi mengetuk-ngetuk kening Maya yang berkerut dengan telunjuknya.
"Iya," Mayapun mengurai kecemasan di wajahnya menjadi senyuman.
"Nah begitu lebih baik. Ayo tidur, sudah malam." Kata Masumi yang juga tersenyum.
"Hhmm, peluk aku," kata Maya yang bergeser merapat pada suaminya.
Masumi merentangkan tangannya dan dengan penuh sayang memeluk istri tercintanya, "Kau semakin manja Nyonya," bisiknya.
"Kau keberatan?" Maya cemberut, menengadah menatap suaminya.
Masumi tertawa, "Kau bercanda sayang, seumur hiduppun aku tidak akan pernah bosan memelukmu,"
Dan Maya tersipu seraya menyurukkan wajahnya ke dada Masumi.
***
Gedung Daito, menjelang makan siang.
"Mizuki, apa semua rencana liburanku sudah selesai?" Tanya Masumi. Dengan santai Masumi berdiri bersandar pada meja kerjanya sambil melihat Mizuki yang sedang membereskan dokumen di meja. Semua pekerjaannya sudah selesai dan dia sudah tidak sabar untuk memberi kejutan pada Maya soal rencana liburannya minggu depan.
"Sudah Tuan, saya pastikan anda akan menikmati tahun baru yang menyenangkan bersama Nyonya," kata Mizuki yang berbangga dengan hasil kerjanya.
"Bagus, terima kasih Mizuki," ucap Masumi senang, "Aku akan memberitahu Maya sore ini,"
"Saya akan siapkan hadiahnya," kata Mizuki yang kemudian keluar dengan membawa semua dokumen.
Sore itu Maya selesai syuting lebih awal.
"Maya,"
Maya yang tengah berbicara dengan Koji dan Ayumi langsung menoleh ke arah sumber suara.
"Ya, ada apa David?"
"Kau ada waktu? Kita bisa minum teh sebentar," ajak David bersemangat.
Maya tertegun, dia teringat janjinya pada Masumi.
"Kenapa? Kau menolakku lagi? Wah, sejak menikah kau sulit sekali di ajak keluar," David berkacak pinggang kesal.
"Ah, maaf bukan begitu hanya saja...,"
"Maya masih ada urusan denganku David, jadi maaf kalau aku tidak mengijinkanmu mengajaknya keluar," sela Ayumi.
David menatap Ayumi. Tatapan Ayumi cukup mengintimidasinya.
"Lebih baik aku yang menemanimu David. Bukankah lebih menyenangkan jika aku mentraktikmu minum daripada secangkir teh," Koji mengalungkan lengannya di bahu David sambil berkedip pada Maya.
David menatap Maya yang sekarang menyunggingkan senyum minta maaf padanya.
"Oke," kata David menyerah dan akhirnya menurut ketika Koji menggiringnya menjauh.
Maya mendesah lega.
"Aku merasa ada yang aneh dengan David," celetuk Ayumi setelah David dan Koji tidak terlihat lagi.
"Aneh?" Maya menoleh pada sahabat sekaligus rivalnya.
"Jangan terlalu polos Maya. Berhati-hatilah, menurutku dia terlalu agresif," kata Ayumi.
"Tapi dia-,"
"Hei, belajarlah dari masa lalu." Potong Ayumi.
Maya menghela napas panjang, "Ya, terima kasih Ayumi,"
Ayumi tersenyum lalu matanya beralih melihat ke arah lain, "Suamimu datang,"
Maya menoleh, "Ah iya, kalau begitu sampai besok Ayumi. Terima kasih untuk bantuannya tadi,"
"Sama-sama, sampai besok Maya," Ayumi melambaikan tangannya dan berputar kembali ke tempatnya.
Dengan berlari kecil Maya menghampiri suaminya. Matanya berbinar senang melihat Masumi membawa buket mawar ungu.
"Halo sayang," Masumi mengecup kening istrinya dan memberikan buket bunga yang dibawanya.
"Wah, indahnya. Terima kasih sayang," Maya memeluk buket dan mencium bunganya.
"Kenapa hanya bunganya yang dicium?" Kata Masumi pura-pura kesal.
"Eh?!" Maya mengangkat wajahnya dan suaminya sedang cemberut. Diapun terkikik melihatnya.
"Sini," Maya menarik dasi Masumi dan membuat suaminya itu membungkuk. Cup! Sebuah kecupan mendarat dipipi Masumi.
"Ah sedikit sekali, kau pelit Nyonya," protes Masumi.
"Ah, kau ini. Banyak orang disini, memang kau mau apa?" Kata Maya sambil memukul lengan suaminya. Masumi tertawa.
"Mana Rose?" Tanya Masumi ketika tidak melihat sang menejer berada di dekat istrinya.
"Dia sedang membawa barang-barangku ke mobil. Hari ini kami membawa kostum cukup banyak," jelas Maya.
"Baiklah, apa kita bisa pulang sekarang?"
"Kita temui Rose dulu,"
"Oke,"
Maya meraih tas dari kursinya lalu meninggalkan lokasi syuting dan menuju mobilnya. Alex yang sedari tadi menunggunya dengan patuh berjalan mengikuti keduanya.
"Rose, apa sudah selesai?" Tanya Maya tepat saat Rose menutup bagasi.
"Iya Nyonya, semua sudah selesai. Anda bisa pulang," jawab Rose.
"Baiklah, terima kasih Rose. Sampai jumpa besok," kata Maya.
Rose mengangguk hormat pada Masumi dan Maya yang kemudian berbalik meninggalkannya.
Sepanjang perjalanan Maya masih tersenyum senang sambil memeluk buket bunganya. Masumi ikut senang, mengingat semalam Maya sempat murung. Diapun sudah tidak sabar untuk memberikan hadiah kejutannya.
Sesampainya di rumah Maya segera membersihkan dirinya dan Masumi menggunakan kesempatan itu untuk mempersiapkan kejutannya.
"Apa ini?" Maya terkejut ketika keluar dari kamar mandi dan melihat sebuah gaun cantik tergantung di pintu lemari pakaiannya.
"Hadiah untukmu," Masumi memeluk Maya dari belakang dan membenamkan ciuman di rambut basah istrinya.
"Kita akan pergi?" Tanya Maya bingung.
"Pakai saja, kau akan tahu nanti," bisik Masumi yang kemudian melepaskan pelukannya lalu meninggalkan Maya di ruang ganti.
Maya masih terheran memandang gaun satin panjang berwarna pink pucat yang tergantung didepannya. Akhirnya tanpa banyak tanya dia memakai gaun itu.
Keluar dari kamar ganti Maya mendapati kamarnya kosong. Suara di dalam kamar mandi memberitahunya kalau Masumi sedang di dalam. Maya kemudian duduk di depan meja riasnya dan mulai merias diri. Meski tidak tahu kemana Masumi akan mengajaknya tapi dia merasa harus berdandan cantik agar sepadan dengan gaun indah yang dikenakannya.
Masumi menganga melihat Maya ketika dirinya keluar dari kamar mandi. Istrinya berdiri di depan cermin dengan riasan sempurna. Gaunnya menempel indah membentuk lekuk tubuhnya yang membuat darah Masumi berdesir melihatnya.
"Kau cantik sekali sayang," pujinya. Masumi menghampiri Maya dan langsung memberinya kecupan lembut nan singkat di bibir.
Maya tersenyum senang di bawah tatapan kagum suaminya.
"Terima kasih untuk gaunnya, ini indah," ucap Maya.
Masumi menggeleng tidak setuju, "Gaun ini biasa saja, kaulah yang membuatnya menjadi indah,"
Maya tersipu mendengarnya, Masumi selalu sukses membuat hatinya melambung tinggi.
"Kemana kita akan pergi?" Tanya Maya.
Masumi mengulum senyum penuh teka-teki dan berlalu ke kamar ganti tanpa menjawab pertanyaan istrinya.
"Masumi!" Seru Maya jengkel karena Masumi membuatnya penasaran.
Tak perlu waktu lama untuk Masumi bersiap. Dia keluar dari kamar ganti dengan tampilan sempurna tanpa cela. Pemandangan indah yang selalu memanjakan mata Maya.
"Kau siap?" Tanya Masumi.
Maya mengangguk tapi sedetik kemudian alisnya bertaut ketika Masumi mengangkat sebuah kain panjang di tangannya.
"Tutup matamu,"
"Eh?!"
"Sudah jangan bertanya, tutup matamu,"
Maya menurut saja ketika Masumi menutup matanya dengan kain itu.
"Kyaa!" Maya memekik, tubuhnya melayang di atas kedua lengan kokoh suaminya.
"Kau bisa jatuh jika berjalan dengan mata tertutup," bisik Masumi dan Maya akhirnya hanya bisa pasrah pada rencana suaminya.
Masumi menuruni tangga dan tersenyum ketika semua pelayannya mengangguk, memberikan kode bahwa semua kejutannya sudah siap. Harada membuka pintu sebuah ruangan yang sudah disulap seperti permintaan Masumi.
Dengan hati-hati Masumi membuat Maya kembali berdiri di atas kedua kakinya.
"Masumi," Maya merengek tidak sabar.
"Sabar sayang, ayo," Masumi meraih tangan Maya dan keduanya berjalan beberapa langkah. "Siap?" Bisik Masumi dan Maya langsung mengangguk mantap.
Masumi membuka penutup mata dan Maya mengerjapkan matanya beberapa kali. Matanya melebar dan langsung menutup mulutnya yang menganga karena terkejut dengan kedua tangannya.
"Ma...sumi, ini-," Maya menoleh pada suaminya dengan mata berkaca-kaca, "indah sekali," gumam Maya penuh haru.
Masumi tersenyum lega ketika Maya langsung memeluknya.
"Kau suka sayang?"
"Tentu saja, ini indah sekali,"
Maya kembali mengangkat wajahnya dan mengamati ruangan itu. Studio latihannya sudah berubah menjadi planetarium mini yang indah. Masumi meletakkan proyektor yang membuat Maya seperti berada di angkasa yang penuh bintang. Tidak hanya itu, di tengah ruangan terdapat meja yang ditata cantik untuk candle light dinner.
"Kita makan malam di bawah langit penuh penuh bintang," kata Maya takjub.
"Sebelumnya-," Masumi mengambil remot dari sakunya lalu menekan tombol dan sebuah musik klasik mengalun indah, "maukah anda berdansa denganku di bawah langit penuh bintang Nyonya?" Masumi mengulurkan tangannya.
"Ah, iya tentu saja Tuan," Maya menyambut tangan suaminya dan keduanya mulai bergerak.
Masumi memeluk pinggul istrinya dan membawanya mengikuti setiap gerakannya. Maya tidak bisa menyembunyikan rona bahagia dari wajahnya.
"Terima kasih," gumam Maya penuh haru ketika akhirnya musik berhenti dan berganti menjadi lagu lain yang bertempo lebih lambat dan mengalun indah.
"Belum semuanya sayang, ayo," dengan senyum senang Masumi membimbing Maya ke meja.
Maya duduk di meja dan Masumi berdiri di sampingnya, menunjuk pada sebuah kotak persegi panjang yang tergeletak di meja.
"Bukalah,"
Maya membuka kotaknya dan kali ini dia memekik kencang karena bahagia.
"Kita akan ke Paris?!" Serunya senang.
"Bulan madu ke dua kita. Perayaan tahun baru di sana indah," jelas Masumi.
Maya kembali berdiri tapi kali ini tidak hanya memeluk suaminya, dia langsung menarik Masumi dan memberikan ciuman di bibirnya. Ciuman yang hangat dan dalam.
"Aku senang kau menyukainya," kata Masumi senang ketika Maya melepaskan bibirnya.
"Kau bercanda, aku lebih dari sekedar suka. Ini luar biasa. Terima kasih," ucap Maya.
"Aku akan lakukan apapun asal bisa selalu melihatmu tersenyum bahagia seperti ini," Masumi mengecup kening Maya.
"Aku bahagia sayang. Asalkan denganmu, aku pasti selalu bahagia,"
"Jangan menangis," Masumi mengusap air mata Maya yang mulai menetes.
"Aku terlalu bahagia,"
"Hhmm, sebaiknya kita segera makan. Misae pasti sudah menyiapkan menu spesial,"
Maya mengangguk sambil menyusut air matanya. Sisa malam itu menjadi makan malam romantis yang indah.
***
"Apa kau sudah lelah?" Tanya Masumi.
Dia dan Maya kembali berdansa selesai makan malam.
"Belum, aku masih ingin berdansa denganmu," jawab Maya senang. Dia tidak begitu pandai berdansa tapi jika bersama Masumi dia merasa seperti seorang penari profesional.
Masumi berhenti bergerak ketika merasakan handphone di sakunya bergetar. Dengan masih memeluk Maya dia mengambil handphonenya dan keningnya berkerut saat melihat nama yang muncul di layar.
"Maaf sayang, sepertinya penting," kata Masumi.
"Aku akan ambil minum," Maya melepaskan diri dari lengan Masumi lalu berjalan ke meja sementara Masumi menjawab teleponnya.
"Halo,"
"Tuan, ada kabar buruk-,"
Masumi mematung. Matanya menatap Maya yang tengah tersenyum bahagia. Dia yakin senyum itu akan segera menghilang jika Maya mendengar apa yang baru saja diberitakan padanya.
"Ada apa?" Maya menghampiri Masumi yang masih membeku.
Masumi menelan ludahnya perlahan, "Maya-,"
***
>>Bersambung<<
>>Every Day I Love U - Chapter 3<<
>>Every Day I Love U - Chapter 5<<
"Nona Ono?!"
Yurie melepas kaca mata hitamnya dan tersenyum pada pria tampan dihadapannya.
"Senang bisa bertemu dengan anda di tempat ini Tuan Hayami tapi jujur saya terkejut dengan pilihan tempat makan malam anda," kata Yurie, kali ini dengan nada bicara yang lembut dan sopan. Dia juga tidak membuka jaketnya, tahu kalau tubuhnya tidak akan bisa menggoda Masumi. Dengan melihat Maya dia sudah bisa menebak selera Masumi.
"Saya lebih dari terkejut melihat anda disini," jawab Masumi.
Yurie tersenyum simpul, mencoba untuk tidak terintimidasi dengan perkataan dan tatapan mata tajam Masumi.
"Sebuah kebetulan yang menyenangkan," katanya.
Masumi hanya menyeringai.
"Apakah anda sedang makan malam Tuan Hayami?" Tanya Yurie lagi.
"Ya, bersama istri saya," jawab Masumi tegas, tidak mau Yurie memanfaatkan kesendiriannya.
Yurie menelan ludah perlahan, aku tidak boleh kalah.
"Oh," kata Yurie yang menjaga suaranya tetap sopan, "Lalu dimana Nyonya?" Tanyanya selembut mungkin.
"Dia sedang pergi ke kamar kecil," jawab Masumi.
"Hhhmm, begitu rupanya," Yurie kembali menyimpul senyumnya dan Masumi sudah merasa jengah.
"Saya rasa cukup untuk kebetulannya, saya permisi," kata Masumi.
"Eh, tunggu dulu Tuan Hayami," Yurie dengan cepat bergeser ke depan Masumi, menghalanginya pergi.
"Maaf?" Masumi berkerut tidak senang.
"Kenapa anda selalu terburu-buru, bukankah ada baiknya kita duduk dan mengobrol sejenak?" Kata Yurie. Dia belum menyerah untuk berusaha merayu Masumi.
"Mohon maaf Tuan, Nyonya sudah terlalu lama di dalam toilet," Alex menyela sebelum Masumi menjawab ajakan Yurie.
Dengan cepat Masumi melihat jam tangannya, "Kau benar Alex. Maaf Nona Ono, saya harus pergi, permisi," Masumi dengan cepat meninggalkan Yurie. Dia mulai cemas, Maya terlalu lama ditoilet kalau hanya sekedar buang air kecil.
Yurie mengernyit heran melihat Masumi yang begitu tergesa mencari istrinya.
Bukankah istrinya hanya ke toilet? Kenapa harus secemas itu? Diam-diam Yurie mengikuti Masumi ke toilet wanita.
Masumi dan Alex berdiri dengan cemas di depan toilet wanita. Tidak mungkin keduanya menerobos masuk begitu saja. Tepat saat itu seorang wanita keluar dari toilet dan Masumi segera menanyainya.
"Maaf, apa di dalam ada seorang wanita dengan rambut hitam, setinggi ini?" Masumi membuat tanda seukuran dadanya dengan tangannya.
"Hhmm, kelihatannya ada, dia sedang menangis dengan seorang wanita cantik di dalam," jawab wanita itu.
"Menangis?" Masumi terkejut.
Wanita itu mengangguk dan Masumi tidak menahan diri lagi, mengabaikan Alex yang mencoba menahannya untuk tidak menerobos masuk. Beruntung toilet sepi tapi apa yang dilihatnya sungguh membuat dunia disekitarnya terasa berhenti berputar.
"Masumi?!" Kata Maya terkejut dengan suara paraunya.
Shiori berbalik dan terkejut melihat pria yang berdiri menatapnya marah. Reflek Masumi bergerak menghampiri istrinya dan langsung memeluknya.
"Apa yang kau lakukan Shiori?!" Bentak Masumi marah. Melihat Maya terisak dan didepannya berdiri seorang wanita yang masuk kedalam daftar terlarang untuk bertemu dengan istrinya membuat pikiran sehat Masumi mengabur. Shiori mematung mendengar hardikan Masumi.
"Kau tidak apa-apa?" Masumi melepaskan pelukannya, menahan istrinya sejangkauan tangannya lalu mengamatinya dari atas ke bawah. Memeriksa kalau-kalau ada bagian tubuh Maya yang terluka.
"Ti, tidak, aku tidak apa-apa," kata Maya terbata. Matanya melirik pada Shiori yang masih terpaku menatapnya.
"Dia tidak melukaimu kan?" Tanya Masumi, masih dengan kecemasan yang sama.
Maya menggeleng, "Tidak Masumi, Nona Shiori tidak melakukan apa-apa." Maya kembali meyakinkan, isakannya sudah berhenti.
"Sudah ku katakan aku tidak akan menyakitinya Masumi," kata Shiori putus asa. Sikap Masumi membuatnya sedih, ternyata Masumi sama sekali tidak mempercayainya.
Masumi menatap Shiori tajam, "Sudah ku katakan jangan temui Maya," katanya dengan suara sarat kemarahan dan kecemasan.
Shiori tahu Masumi marah, dia tahu karena Masumi pernah melakukan pembelaan yang sama padanya saat Maya menumpahkan minuman ke gaun pengantinnya. Gaun yang akhirnya tidak pernah dipakai. Shiori tersenyum kecut mengingat hal itu, betapa egoisnya dia dulu berencana memisahkan Masumi dari Maya.
"Masumi, jangan begitu. Nona Shiori sama sekali tidak menyakitiku, dia hanya...,"
"Cukup Maya, jangan membelanya. Kau sudah terlalu baik hati padanya. Kali ini aku tidak akan membiarkannya memanfaatkan kebaikan hatimu," kata Masumi.
Shiori menyeringai tipis, hatinya tersayat sakit mendengar perkataan Masumi.
"Masumi jangan bicara seperti itu, Nona Shiori hanya ingin menemuiku dan meminta maaf padaku," Maya kembali membela Shiori.
Masumi diam menatap istrinya kemudian beralih pada Shiori, "Sekarang kau sudah bertemu dengannya kan? Aku berharap kau tidak mengganggunya lagi." Kata Masumi, kali ini nada bicaranya lebih tenang.
Dengan begitu posesif Masumi merengkuh bahu Maya dan mengajaknya keluar. Mengabaikan rengekan Maya yang masih meminta waktu untuk berbicara dengan Shiori. Akhirnya Maya hanya bisa mengangguk pada Shiori dan menggumamkan kata maaf sebelum akhirnya dia keluar bersama suaminya.
Mata awas Yurie menatap penuh curiga pada Masumi dan Maya yang keluar dari toilet dengan wajah penuh ketegangan. Merekapun pergi meninggalkan cafe bersama Alex. Tak lama kemudian Shiori juga keluar dari toilet dengan wajah beruraian air mata.
Lho, dia kan? Cucu Takamiya?
Yurie mengambil handphonenya dengan cepat dan mengambil gambar Shiori. Dia ingin memastikan dugaan yang ada dikepalanya sekarang.
***
Masumi masih mengamati Maya yang duduk diam disebelahnya. Keduanya sudah dalam perjalanan pulang.
"Maya," Masumi akhirnya tidak tahan dengan kebisuan istrinya.
Maya hanya menoleh dan menatap sendu suaminya.
"Kenapa? Kau marah?" Tanya Masumi lembut.
Maya menggeleng.
"Lalu?"
Maya menggeleng lagi.
"Ayolah sayang, katakan sesuatu. Apa Shiori mengatakan sesuatu yang menyakitimu?"
Maya membuka mulutnya tapi dengan cepat menutupnya lagi dan hanya menggelengkan kepala.
Masumi menghela napas panjang.
"Katakan ada apa?" Masumi mengusap lembut bahu istrinya.
"Ngg, kau sudah lama tahu kalau Nona Shiori kembali ke Tokyo?" Maya akhirnya bicara.
Masumi sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan Maya.
"Iya, aku tahu," jawab Masumi.
"Kau juga tahu kalau dia ingin menemuiku dan ayah?"
Masumi mengangguk.
"Dan kau melarangnya?" Maya menautkan alisnya.
"Iya," jawab Masumi tegas.
Maya memalingkan wajahnya menatap ke luar jendela dan menghela napas panjang.
"Kenapa Maya? Aku hanya berusaha melindungimu," jelas Masumi.
"Kasihan Nona Shiori," kata Maya kemudian ketika kembali menatap suaminya.
"Kasihan?" Masumi mengernyit tidak mengerti.
"Dia hanya ingin bertemu denganku Masumi. Kenapa kau begitu marah padanya? Bukankah kita sudah sepakat melupakan semua itu? Kau juga tidak protes saat aku tidak melaporkan tindakannya kepada polisi,"
"Maya, ini hal yang berbeda,"
"Berbeda? Apanya?"
Masumi meraih bahu Maya dan memutar tubuh mungil itu menghadap padanya.
"Dengar sayang, apa yang Shiori pernah lakukan aku tidak akan mempermasalahkannya lagi sekarang. Aku tahu semua karena kesalahanku dan ayah. Waktu itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungimu dari Shiori. Aku memaafkan apa yang sudah pernah dia lakukan dan sekarang aku hanya akan menjaga agar dia tidak memiliki kesempatan untuk melakukannya lagi. Aku ingin melindungimu,"
Tiba-tiba Maya tersenyum, tangannya terulur dan mengusap wajah suaminya.
"Kau berlebihan sayang. Aku tahu kau mengkhawatirkan aku tapi bukan seperti ini caranya. Kasihan Nona Shiori, dia memang pernah melakukan kesalahan tapi selalu ada kesempatan kedua di dunia ini untuk memperbaiki segalanya. Tidakkah kau ingat dengan perjalanan panjang kita? Kau dan aku sama-sama pernah melakukan kesalahan tapi kita punya kesempatan untuk memperbaikinya. Aku salah pernah membencimu dan aku memperbaikinya dengan mencintaimu sepenuh hatiku. Masumi, maafkan Nona Shiori, hanya itu yang dia minta,"
Masumi membisu. Perkataan Maya membuatnya teringat pada kesalahan yang dulu pernah dibuatnya. Dan Maya juga memaafkannya, memberikan kesempatan kedua padanya.
Maya melingkarkan tangannya ke tubuh Masumi, membuat suaminya tersentak.
"Lupakan semua kenangan pahit itu Masumi," kata Maya yang bersandar di dada suaminya.
Masumi balas memeluk Maya, membenamkan wajahnya di rambut istrinya.
"Kau tidak akan melarang Nona Shiori menemuiku atau sebaliiknya aku menemuinya kan?" Tanya Maya.
Masumi mengeratkan pelukannya dalam diam.
"Sayang," bujuk Maya lembut.
"Baiklah Maya," akhirnya Masumi menyerah.
Maya tersenyum, mengusap lembut dada Masumi, "Kau orang baik Masumi jangan kotori hatimu dengan kebencian,"
"Terima kasih sayang," lirih Masumi seraya mencium lembut puncak kepala Maya.
***
"Jangan takut Maya, ku mohon beri aku waktu sebentar untuk bicara. Aku hanya ingin minta maaf padamu."
Maya membeku di tempatnya, masih tidak percaya melihat Shiori berdiri dihadapannya.
"Percayalah Maya, aku menyesali semuanya," Shiori menunduk dalam.
"Sa, saya sudah melupakan semuanya Nona Shiori," jawab Maya.
Shiori mengangkat wajahnya, sejenak tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tapi dia tahu Maya memang akan mudah memaafkan.
Shiori tersenyum tipis, "Terima kasih Maya. Aku tahu aku salah. Aku begitu mencintai Masumi sampai aku melupakan hal terpenting dari sebuah cinta. Cinta tidak akan egois kan Maya. Bahkan kau rela mati demi Masumi dan paman. Kau telah mengajarkan aku makna cinta Maya. Tolong maafkan aku atas segala apa yang aku lakukan padamu," Kata Shiori. Matanya menatap Maya penuh harap.
"Saya sudah memaafkan anda Nona Shiori, sungguh. Saya mengerti apa yang anda rasakan. Saya juga minta maaf kalau sudah menyakiti perasaan anda." Kata Maya.
"Tidak Maya, kau tidak salah. Sejak awal hubunganku dan Masumi sudah merupakan sebuah kesalahan meski aku tahu cintaku tidak salah. Masumi orang baik, sangat mudah untuk jatuh cinta padanya, benar kan Maya?" jawab Shiori.
Maya terkesiap, apa anda masih mencintai Masumi?
"I, iya," jawab Maya tergagap. Ada perasaan aneh menjalari hatinya tapi Maya tidak mengerti. Cemburu? Atau kasihan?
"Apa anda masih mencintai Masumi?" Akhirnya Maya menyuarakan isi kepalanya.
Shiori tersenyum tipis, "Apa boleh Maya?"
"Saya....," Maya terdiam, kalimatnya tercekat di tenggorokannya, dia tidak akan rela.
Shiori menilai kediaman Maya, "Tidak Maya, tenang saja. Aku tahu Masumi hanya mencintaimu begitu juga sebaliknya. Aku tidak akan mengganggu kalian,"
Tiba-tiba Maya merasa begitu sedih. Ucapan Shiori membuatnya merasakan betapa menderitanya Shiori menahan sakitnya rasa cinta yang bertepuk sebelah tangan. Air mata langsung menggenangi pelupuk matanya.
"Kenapa Maya? Apa perkataanku menyinggungmu?" Shiori terkejut melihat Maya menangis.
"Tidak Nona Shiori. Hanya saja, saya justru merasa begitu kejam sekarang hidup bahagia bersama dengan Masumi tanpa memperdulikan perasaan anda," jelas Maya di tengah isak tangisnya.
"Maya...," lirih Shiori.
Kau memang wanita yang baik Maya. Bahkan setelah apa yang aku lakukan padamu, kau masih bisa kasihan padaku.
"Jangan seperti itu Maya. Aku bahagia sekarang. Ku rasa sebaiknya aku pergi. Masumi melarangku bertemu denganmu dan dia pasti tidak akan senang kalau tahu aku bersamamu."
"Eh?! Masumi melarang anda bertemu saya?" Maya terkejut.
"Iya, dia takut aku menyakitimu lagi. Sudahlah tidak apa-apa. Sekali lagi aku mohon maaf padamu," Shiori membungkukkan tubuhnya.
"Ti, tidak perlu sampai seperti itu Nona. Saya sudah memaafkan anda, sungguh," kata Maya.
"Terima kasih Maya," Shioripun menghapus air mata yang mulai jatuh di pipinya. Maya juga masih terisak melihat kesedihan di mata Shiori.
Maya menghela napas panjang dan menatap dirinya di cermin kamar mandi. Bayangan pertemuannya dengan Shiori masih begitu membekas di benaknya. Lamunan panjangnya membuatnya mengingat kembali semua percakapannya dengan Shiori sebelum Masumi datang dan menginterupsi semuanya.
"Maya,"
Maya tersentak ketika Masumi memanggilnya, suaminya sudah berdiri di ambang pintu kamar mandi dan tengah mengamatinya. Maya memang tidak pernah mengunci pintu kamar mandi jika ada suaminya di dalam kamar.
Masumi tahu pasti ada yang sedang dipikirkan istrinya sampai-sampai dia melamun lama di dalam kamar mandi.
"Ada apa?" Kata Masumi lembut. Sekarang dia sudah berdiri di belakang istrinya, keduanya bertatapan melalui cermin.
Maya menggeleng.
"Hei," Masumi meraih dagu istrinya dan membuatnya memandangnya. Maya memutar tubuhnya menghadap Masumi.
"Ada apa? Aku tahu ada yang kau pikirkan. Apa ini ada hubungannya dengan Shiori?" Masumi mencoba menebak isi kepala Maya.
Kali ini Maya mengangguk.
"Kenapa? Apa yang sebenarnya kalian bicarakan?" Tanya Masumi.
"Nona Shiori hanya minta maaf padaku," jawab Maya.
"Lalu? Kenapa kau begitu memikirkannya?"
Maya menunduk.
"Ayolah Maya, katakan padaku. Aku tahu betapa tersiksanya aku kalau harus melihatmu bersedih seperti ini," bujuk Masumi.
Maya melingkarkan tangannya ke pinggang suaminya.
"Nona Shiori masih mencintaimu," lirih Maya seraya menyurukkan wajahnya ke dada suaminya.
Masumi terdiam, mencoba mencerna makna sebenarnya dari perkataan istrinya. Dia menarik dirinya, "Apa maksudmu?" Masumi meminta penjelasan dari Maya.
"Nona Shiori masih mencintaimu," ulang Maya.
"Lalu kenapa? Apa masalahnya?" Tanya Masumi tidak mengerti.
"Aku...aku hanya kasihan padanya Masumi." Jelas Maya, "Dia terluka, aku tahu, aku bisa merasakannya." Dalam hati Maya juga merasa cemburu dan takut kehilangan Masumi tapi dia tidak mau mengungkapkan hal itu di depan suaminya.
Masumi menghela napas panjang, dia sangat paham dengan pemikiran istrinya yang selalu saja mudah bersimpati pada orang.
"Sudah hentikan semua pemikiranmu itu. Tidak ada gunanya kau memikirkan hal itu sekarang," kata Masumi.
"Aku tahu, aku hanya merasa sedih melihatnya tadi," jawab Maya lirih.
"Itulah sebabnya aku tidak ingin kau bertemu dengannya. Kau selalu memikirkan semuanya berlebihan sayang." Masumi mengusap lembut kepala istrinya, "Sudah jangan dipikirkan lagi, ayo kita kembali ke kamar,"
Maya akhirnya menurut ketika Masumi membawanya ke kamar. Dia melihat jam di atas nakas, baru pukul delapan tiga puluh dan dia belum mengantuk. Masumi duduk di tepi tempat tidur sambil membaca email dari handphonenya dan perlahan Maya mendekatinya.
"Ada apa?" Masumi berhenti membaca email dan memiringkan kepalanya, melihat istrinya yang sekarang memeluknya dari belakang, melingkarkan kedua tangan di leher Masumi.
"Tidak ada, aku hanya sedang berpikir," kata Maya.
"Apa lagi yang kau pikirkan? Sepertinya kau punya hobi baru sekarang, berpikir berlebihan," canda Masumi.
Maya mengerucutkan bibirnya lalu melepaskan pelukannya. Duduk di sebelah Masumi keduanya saling menatap.
"Entahlah Masumi, aku kadang masih merasa rendah diri. Melihat Nona Shiori yang cantik atau bahkan Nona Ono yang begitu seksi, aku seperti tidak percaya kalau kau memilihku yang seperti ini," Maya melambaikan tangan pada dirinya sendiri.
Masumi tersenyum, mengulurkan tangan mengusap wajah istrinya, "Bagiku kaulah wanita paling cantik dan aku tidak hanya melihat itu tapi ini," Masumi menempelkan tangannya di dada Maya, "Semangatmu, keteguhan juga kelembutan hatimu dan ini," Masumi mengusapkan lembut ibu jarinya di bibir Maya, "Senyum dan tawa juga setiap kejujuran yang selalu kau ucapkan dari bibir ini. Aku menyukai semua tentangmu Maya. Kau membuat hidupku yang gelap menjadi terang dan penuh warna, memiliki makna,"
Sudut mata Maya mulai meneteskan bulir-bulir airnya. Betapa perkataan Masumi begitu menyentuhnya dan membuatnya begitu bahagia. Sontak Maya menubrukkan dirinya pada Masumi, membuat suaminya jatuh terbaring di tempat tidur.
"Terima kasih kau sudah mencintaiku sedalam itu," Maya terisak di leher suaminya.
Dengan lembut Masumi membelai kepala Maya, "Aku mencintaimu Maya, selalu, hanya kau," bisik Masumi mesra di telinga istrinya.
Maya hanya mengangguk seraya menyusutkan air matanya dengan punggung tangannya.
Keduanya terdiam untuk beberapa saat.
"Tidurlah, kau pasti sudah lelah kan," bisik Masumi lirih ketika Maya sudah berhenti menangis. Istrinya itu masih terbaring di atas tubuhnya dengan wajah tersuruk di lehernya.
"Aku belum mengantuk," jawab Maya lirih.
"Apa kau mau menonton drama?" Masumi menawarkan. Biasanya drama selalu sukses memperbaiki suasana hati Maya yang sedang sedih tapi kali ini Maya menggeleng.
"Kau mau apa?" Tanya Masumi lembut dengan masih membelai punggung Maya.
"Entahlah, kira-kira apa yang bisa kita lakukan sampai aku mengantuk?" Tanya Maya.
Masumi menarik sudut bibirnya menjadi seringai tipis, benaknya membayangkan sesuatu.
"Apa?" Maya mengangkat wajahnya dan menatap suaminya yang kemudian mendesah panjang.
"Aku memikirkan sesuatu tapi aku tidak yakin," jawab Masumi.
"Apa itu?"
Masumi meraih wajah Maya dan mendekatkan bibirnya pada telinga istrinya, Maya langsung tergelak.
"Kau malah menertawakanku?!" Masumi mengangkat kepalanya untuk melihat Maya yang tertawa. Tiba-tiba Maya mencium leher Masumi, membuat suaminya terkejut.
"Hei," Masumi memperingatkan.
"Kenapa? Kau mau ini kan?" Maya mengangkat wajahnya dan berbisik di telinga suaminya lalu menciumi sepanjang garis rahang Masumi.
"Hhhmmm, Maya...?" Masumi masih berusaha mengendalikan dirinya, dia tidak yakin Maya sudah siap melakukannya.
Maya menyangga kedua tangannya di kedua sisi wajah Masumi, membuat rambutnya jatuh tergerai di kedua sisi wajahnya. Mata mereka saling menatap, "Aku baik-baik saja," gumam Maya dan dia merendahkan wajahnya, dalam sekejap bibirnya menekan lembut bibir suaminya.
Masumi merasakan kelembutan bibir Maya yang mencumbunya. Hasratnya mulai terbakar. Sudah cukup lama dia menahan diri. Masumi hilang kendali ketika cumbuan keduanya semakin dalam. Tanpa melepaskan bibir Maya, Masumi merengkuh tubuh istrinya dan berguling ke samping. Maya terbaring di bawahnya dengan napas tak beraturan. Masumi merenggangkan pelukannya.
"Aku merindukanmu," bisik Masumi di bibir istrinya.
Maya hanya tersenyum dan ketika Masumi kembali mencumbu bibirnya, Maya melupakan semua hal yang mengganggunya tentang Shiori dan Yurie.
"Ahh," Maya mengerang lirih ketika bibir Masumi mulai bergerak menyusuri garis wajahnya, mencumbui lehernya hingga ke bahunya yang masih tertutup gaun tidur. Masumi menegakkan tubuhnya dan duduk di sebelah Maya, menarik istrinya untuk duduk dihadapannya. Matanya gelap penuh hasrat memandang Maya yang pipinya merona segar karena kelembutannya tadi.
"Gaun tidurmu cantik, tapi maaf sayang aku tidak suka kau memakainya malam ini," Masumi berbisik lalu menyeringai tipis dan tangan Masumi dengan lincah membuka gaun tidur istrinya dan melemparkannya ke lantai.
"Jangan memandangiku seperti itu," lirih Maya malu ketika Masumi menatap tubuh polosnya.
Dengan lembut Masumi meraih dagu Maya dan mengangkat wajah malu istrinya, memberinya kecupan singkat.
"Kau cantik sekali,"
Dan Maya kembali melupakan semuanya ketika Masumi kemudian membuka piyamanya dan memeluknya. Setiap sentuhan Masumi membuat Maya merasa begitu dicintai. Kelembutan Masumi menaklukkannya. Membawanya ke dunia indah milik mereka berdua. Hanya milik mereka.
Masumi tersenyum melihat Maya terkulai di pelukannya. Maya kelelahan dengan wajah merona segar setelah pelepasan indah yang dicapainya, sama halnya dengan dirinya.
"Terima kasih sayang," bisik Masumi seraya mengecup kening Maya, tangannya membelai lembut punggung polos istrinya.
"Hmmm," Maya hanya bergumam dan semakin merapatkan tubuhnya pada Masumi.
"Pakai bajumu sayang, kau bisa masuk angin kalau tidur seperti ini," kata Masumi.
Tapi Maya menggeleng dan justru memeluk Masumi erat. Masumi tersenyum lalu menarik selimut tebal menutupi tubuh mereka. Tak lama kemudian Maya sudah terlelap dalam dekapannya.
***
Masumi tersenyum lebar ketika tiba di kantornya dan Mizuki sudah bisa membaca bahwa bosnya pasti sedang bahagia.
"Saya tidak melihat ada hal bagus dari laporan yang sedang anda baca Pak?" Sindir Mizuki pada Masumi yang masih saja tersenyum ketika membaca laporan menurunnya penjualan album salah satu grup band asuhan Daito akibat skandal yang dibuat oleh vokalisnya.
"Hhmmm," Masumi hanya bergumam dan tidak menanggapi ucapan Mizuki. Tiba-tiba Masumi berhenti membaca laporannya dan menatap Mizuki yang masih bergeming berdiri di depan mejanya, menunggu.
"Apa yang kau tunggu?" Tanya Masumi heran.
"Instruksi dari anda tentu saja." Tukas Mizuki kesal karena kehadirannya diabaikan bahkan dipertanyakan.
"Instruksi?" Masumi terlihat bingung.
"Tuan Masumi, tidakkah anda membaca dokumen yang sejak tadi anda pegang?" Sekarang justru Mizuki yang heran dengan sikap Masumi.
"Ah iya, iya. Aku mengerti. Aku tidak mau memperpanjang kontrak mereka. Kau siapkan dokumennya," jawab Masumi santai.
"Apa anda baik-baik saja Tuan?" Tanya Mizuki.
Masumi mengernyitkan kening pada sekretarisnya, "Aku baik-baik saja, kenapa?"
Mizuki menghela napas, "Anda seperti sedang tidak berada disini,"
Masumi tersenyum, "Oh itu, hhmmm, sebenarnya aku sedang malas bekerja sekarang,"
"Anda sakit?"
Masumi tertawa, "Sebaliknya Mizuki, aku merasa sehat sekali."
"Tidak biasanya anda merasa malas bekerja," jelas saja itu mengherankan bagi Mizuki melihat bos dingin -meski sudah berkurang sejak menikah- dan gila kerjanya -juga sudah berkurang sejak bersama Maya- itu merasa malas untuk bekerja.
Masumi menyimpulkan senyumnya,"Aku hanya senang karena Maya sudah kembali sehat dan aku sedang memikirkan untuk membuat rencana liburan akhir tahun sebagai hadiah buat Maya. Aku tahu dia ingin sekali pergi berlibur dan sudah merencanakan sesuatu sebelum akhirnya dia harus dioperasi,"
"Saya bisa membantu mengenai hal itu Tuan," kata Mizuki yang sangat paham dengan rencana Masumi yang selalu ingin membuat Maya, istrinya tercinta itu bahagia.
"Saya akan berikan brosur paket liburan yang bisa anda pilih bersama Nyonya," mizuki menawarkan.
"Hhmm, boleh...tapi aku ingin ini sebagai kejutan jadi jangan sampai Maya tahu,"
"Baiklah Tuan, saya akan siapkan semuanya untuk anda,"
"Terima kasih Mizuki," ucap Masumi tulus.
"Senang melihat anda bahagia Tuan, Daito juga terasa aman dan menyenangkan," katanya.
Alis Masumi bertaut heran lalu menghela napas panjang, "Aku akan menganggap itu sebagai sebuah pujian darimu,"
Mizuki terkikik, "Maaf, saya permisi,"
Dan Masumi hanya bisa menggeleng melihat sekretarisnya pergi. Tak lama kemudian otaknya kembali merangkai rencana liburan untuk Maya.
Hampir tengah hari ketika Masumi selesai dengan pekerjaannya dan bersiap untuk menjemput Maya untuk makan siang bersama. Keduanya sudah sepakat untuk makan siang bersama karena Maya masih syuting di studio Daito.
Masumi terusik ketika mendengar suara ribut di depan kantornya. Diapun bergegas keluar untuk memeriksanya.
"Ada apa Mizuki?" Tanya Masumi ketika membuka pintu dan hanya butuh waktu sepersekian detik baginya untuk tahu alasan keributan itu.
Yurie Ono?! Mau apa lagi dia? Batin Masumi menggeram kesal.
"Selamat siang Tuan Hayami," sapa Yurie ramah pada Masumi dan mengabaikan Mizuki yang masih menatap garang padanya.
"Nona Ono, apa yang anda lakukan disini? Kita tidak memiliki janji,"
"Maaf mengganggu anda Tuan Hayami, saya ingin meminta waktu anda untuk membicarakan kembali mengenai penawaran kerja sama yang tempo hari sempat tertunda," jelas Yurie sopan.
"Tertunda?" Masumi menggeleng, "Saya sudah mengambil keputusan mengenai hal itu Nona Ono dan saya tidak berniat untuk merubahnya,"
Yurie memaksakan bibirnya tersenyum, menelan ludah tak kentara. Penolakan lagi? Tapi dia tidak akan menyerah.
"Tolong beri saya waktu untuk menjelaskannya kembali Tuan Hayami, saya berjanji TV Eiji akan memberikan yang terbaik untuk Daito,"
Masumi menatap Mizuki yang mematung di sebelah Yurie dengan ekspresi datar.
"Maaf saya tidak bisa memutuskannya sekarang,"
Yurie menekan bibirnya menjadi seringai tipis, jelas dia kecewa tapi sesaat kemudian dia tersenyum.
"Saya akan menunggu keputusan anda Tuan Hayami," Yurie mengangguk hormat, "Saya permisi,"
Masumi dan Mizuki hanya diam menatap kepergian Yurie.
"Sepertinya Nona Ono tidak akan menyerah Tuan," komentar Mizuki setelah Yurie tidak lagi terlihat.
"Aku harus bertemu dengan Tuan Ono untuk menghindari putrinya terus mendesakku. Mizuki hubungi Tuan Ono dan buatkan janji pertemuan dengannya." Perintah Masumi.
"Baik Tuan,"
Masumi kembali ke kantornya dan segera bersiap untuk pergi menemui istrinya.
***
Dug!! Yurie menendang ban mobilnya dengan kesal di basement tempat parkir.
"Masumi! Kau tidak bisa terus menerus tidak mengacuhkanku seperti ini. Lihat saja, aku pasti akan menaklukkanmu." Gerutunya kesal.
Tiba-tiba dia tertawa, "Ya ampun, baru kali ini aku begitu bersemangat untuk menaklukkan laki-laki,"
Lihat saja Masumi Hayami, aku sudah tahu kartu AS mu, tunggulah pembalasanku.
Dia kembali terkekeh lalu masuk ke mobilnya dan meninggalkan gedung Daito.
***
"Ijinkan aku mencintaimu, aku tidak peduli jika kau akan menikah dengan Hitomi. Aku rela kau menikah dengannya tapi tolong jangan minta aku untuk berhenti mencintaimu," Maya terduduk di lantai dan menangis. Air matanya bercucuran begitu saja tanpa bantuan obat tetes mata. David bersimpuh di depan Maya, menatapnya lekat lalu memeluknya erat.
"Cut!" Teriak sutradara, "Oke, kita istirahat satu jam," Semua kru langsung bersorak.
"Aktingmu semakin bagus saja," puji David seraya membantu Maya berdiri.
"Terima kasih," jawab Maya sambil berdiri kedua tangannya masih di genggam erat oleh David.
"Ada waktu satu jam, kau mau makan siang denganku?"
Maya menengadah menatap David yang tersenyum padanya. Dia teringat sesuatu dan dengan cepat menarik kedua tangannya.
"Maaf, aku ada janji makan siang dengan suamiku," terang Maya.
"Oh," David terlihat kecewa meski masih tetap menjaga senyum di wajahnya.
Maya menoleh ke arah tempat duduknya dan baru menyadari kalau suaminya sudah berdiri di sana. Entah sudah berapa lama, dalam hati Maya berharap Masumi tidak melihat kedekatannya dengan David. Tapi tatapan mata Rose mengatakan bahwa Maya salah, menejernya itu mengedipkan mata seolah memberi tanda untuk waspada. Masumi pasti sudah melihatnya.
"Suamimu sudah datang," kata David.
Maya beralih memandang David, "Iya,"
"Baiklah, aku pergi. Sampai nanti," David tersenyum dan tiba-tiba mengecup pipi Maya. Senyumnya melebar melihat Maya terkejut, diapun segera berbalik sambil melambaikan tangan.
Maya menarik napas dan segera menemui suaminya dengan memasang senyum menawan di wajahnya. Semakin mendekat pada suaminya, Maya bisa melihat ekspresi dingin Masumi.
Ah, dia pasti cemburu pada David.
"Masumi, kau sudah lama menungguku?" Sapa Maya diiringi senyum lebarnya.
"Cukup lama untuk melihatmu begitu akrab dengan lawan mainmu bahkan setelah syuting selesai," jawab Masumi tanpa basa-basi.
Rose dan Alex segera menjauh, memberi sedikit privasi pada pasangan itu untuk menyelesaikan masalah mereka.
Maya tahu tidak ada gunanya membujuk Masumi yang sedang cemburu. Alih-alih mengatakan sesuatu untuk menenangkan suaminya, Maya justru melingkarkan tangannya ke lengan Masumi. Bergelayut manja dan menyandarkan kepalanya pada lengan kokoh itu.
"Ayo kita makan siang," kata Maya.
Masumi hanya mendesah panjang melihatnya. Wajah manis Maya meluluhkan amarahnya.
"Kau ini," Masumi menggeleng tak percaya pada dirinya sendiri yang bisa kalah hanya karena Maya yang bermanja padanya. Tapi memang itu yang diharapkannya.
"Nah, jangan marah lagi." Maya mengedipkan mata pada suaminya, senyumnya masih mengembang.
"Kemana kau ingin makan siang?" Tanya Masumi kemudian. Tidak ada gunanya merajuk di saat seperti ini. Lagipula Maya hanya punya waktu satu jam untuk istirahat.
"Waktuku tidak banyak, kita makan di dekat sini saja," jawab Maya.
"Baiklah...tapi sayang bisakah lain kali kau menjaga jarak dengan Mr. Weasley?" Masumi menunduk menatap serius istrinya yang masih berwajah manis dan bersandar manja pada lengannya.
Maya mengangkat wajahnya dan balas menatap Masumi, "Iya."
"Berjanjilah." Desaknya.
"Iya, iya, maaf. Aku berjanji lain kali di luar syuting aku tidak akan sedekat itu dengannya."
"Bagus. Kau tahu kalau aku tidak suka David menyentuhmu di luar syuting,"
Maya tertawa.
"Apa yang lucu?" Masumi menaikkan alisnya menatap Maya.
"Kau lucu sayang, bukankah kau memang tidak suka siapapun menyentuhku di luar syuting. Aku layaknya pajangan kaca yang ingin kau tempatkan di lemari jika bisa,"
"Nah kau tahu istriku. Jadi jangan mencobaiku atau aku akan benar-benar meletakkanmu di dalam lemari kaca," Masumi menarik sudut bibirnya dan tersenyum geli dengan ironi yang dibuat istrinya.
"Aku akan ingat suamiku dan apakah kita akan terus disini untuk mendiskusikan hal ini lebih lanjut atau kita segera pergi untuk makan siang? Karena jujur aku sudah lapar sekali," Maya cemberut kali ini.
Masumi terkekeh, "Ya, kita pergi sekarang Nyonya. Kau kan memang selalu kelaparan,"
Sebuah cubitan di lengan membuat Masumi berhenti menggoda Maya. Keduanyapun segera meninggalkan lokasi syuting.
Tanpa mereka sadari, dua pasang mata tengah mengamati keduanya dari kejauhan. Maya dan Masumi tak lagi terlihat dan dua orang itu berjalan beriringan menuju tempat parkir yang sepi. Seorang wanita membuka pintu belakang mobil dan mempersilakan seorang yang lain masuk.
"Anda lihat sendiri kan Mr. Weasley? Tidak akan mudah memisahkan mereka berdua." Wanita cantik itu membuka kaca mata hitamnya dan menyeringai menatap lawan bicaranya.
"Tapi saya tidak tertarik dengan tawaran Anda Nona Ono. Saya tidak merasa butuh bantuan dalam hal ini," jawab David.
Yurie terkekeh, "Sejak awal saya sudah mengatakan kalau ini adalah sebuah kerja sama jadi tentu saja bukan anda yang butuh bantuan. Lebih tepatnya kita akan saling membantu untuk mendapatkan apa yang kita inginkan."
Mata David memperhatikan lekat lawan bicaranya, dia sudah bisa menebak apa yang diinginkan Yurie dari kehancuran hubungan Maya dan Masumi.
"Bagaimana Mr. Weasley? Anda akan mendapatkan Maya juga nama besar keluarga Anderson jika kita berdua berhasil," Yurie kembali merayu.
"Dan apa yang kau inginkan selain Masumi?" Tanya Weasley.
"Daito, apalagi? Masumi dan Daito adalah paket lengkap yang saya inginkan,"
David terdiam sejenak dan tampak berpikir.
"Tenang saja, saya punya rencana yang akan membuat rencana ini berhasil tanpa mengotori tangan kita," kata Yurie.
"Oh ya?" David menatap tak percaya wanita di depannya.
"Jika anda setuju maka saya akan menjelaskan semuanya," Yurie kembali melempar umpan.
"Anda yakin rencana ini tidak akan gagal?" Tanya David ragu.
Yurie terkekeh, "Saya tahu seperti apa Masumi, jadi saya tidak akan main-main dalam hal ini. Lagipula jika rencana saya gagal bukan kita yang akan terkena getahnya,"
David mengusap dagunya dan kembali menatap Yurie, "Sepertinya anda sudah mempersiapkan semuanya dengan baik,"
"Melawan Masumi tidak bisa setengah-setengah Mr. Weasley," Yurie menggoyangkan jari di depan wajahnya.
"Baiklah," jawab David kemudian dan senyum Yurie melebar.
"Anda tidak akan kecewa Mr. Weasley," Yurie meyakinkan.
"Saya harap juga begitu," keduanyapun berjabat tangan tanda sepakat.
"Sekarang kesepakatan sudah dibuat. Untuk itu kita perlu bertemu malam ini untuk membahas semua rencana lengkapnya," kata Yurie.
"Tidak masalah. Dimana kita akan bertemu malam ini?" Tanya David yang sepertinya juga sudah tidak sabar.
Yurie melirik David dan mengamati setiap jengkal wajah tampan itu, "Mungkin sebuah kamar hotel yang nyaman," pancingnya.
David langsung tertawa mendengarnya, "Sepertinya malam ini akan menjadi diskusi yang menyenangkan," selorohnya. Sepenuhnya dia mengerti apa maksud Yurie.
"Anda setuju?" Seringai puas tersungging di wajah Yurie.
"Tergantung," balas David seolah tak acuh.
"Tergantung apa Mr. Weasley?"
"Hhmm, tergantung bagaimana anda meyakinkan saya sekarang. Waktu istirahat saya sudah cukup banyak terbuang tapi rasanya masih cukup waktu," kata David seraya melihat jam tangannya.
Kali ini Yurie yang tertawa dan tanpa basa-basi lagi dia melepas mantelnya. Seperti biasa blouse ketat yang dikenakannya mampu memamerkan lekuk tubuhnya yang sintal dan David tersenyum puas.
"Jangan pernah menantang wanita, kami lebih kuat dari kelihatannya," bisik Yurie senang sebelum akhirnya mendaratkan bibir seksinya pada bibir David dan membungkam pria itu dengan kemolekannya.
***
Menjelang akhir tahun Masumi dan Maya disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Masumi sibuk dengan semua laporan akhir tahun Grup Daito dan Maya sibuk dengan jadwal syutingnya yang padat.
Masumi beruntung memiliki Mizuki yang cekatan membantunya menyelesaikan semua pekerjaan. Maya juga beruntung memiliki Rose yang membantunya mengatur semua jadwal kegiatan padatnya.
Sore itu, Mizuki mengatur pertemuan antara Masumi dan Tuan Ono di sebuah restoran.
"Selamat malam Tuan Ono," Masumi menyambut ramah tamunya.
"Selamat malam Tuan Hayami,"
Keduanya duduk di meja bundar di sebuah private room. Kali ini Masumi sengaja datang sendiri.
"Pasti ada yang penting sampai anda mengundang saya secara pribadi,"
Masumi tersenyum tipis atas ucapan pria paruh baya yang tengah menatapnya.
"Anda pasti sudah tahu alasannya," jawab Masumi.
"Apa ini mengenai kerja sama yang putri saya tawarkan pada anda?" Mata Tuan Ono menatap penuh harap.
"Tawaran kerja sama? Dari pertemuan kami, saya tidak merasa putri anda menawarkan sebuah kerja sama Tuan Ono,"
"Ah, saya tidak mengerti maksud anda Tuan Hayami?" Elak Tuan Ono. Dia tidak menyangka Masumi akan menyudutkannya secara terang-terangan.
"Anda pasti mengerti maksud saya," tandas Masumi tanpa basa-basi.
"Apa sebenarnya tujuan anda mengundang saya malam ini?" Ono terlihat kesal dengan ucapan Masumi. Dia tidak rela dipermalukan oleh pengusaha muda seperti Masumi. Bagaimanapun dirinya juga seorang Direktur Utama dari TV Eiji yang masih punya harga diri.
Masumi menyeringai, "Saya hanya ingin anda memberitahu putri kesayangan anda untuk tidak mengganggu saya lagi,"
Brak! Ono menggebrak meja dengan kesal, "Apa maksudmu Masumi Hayami! Putriku kau anggap pengganggu huh?!" Nada bicara Ono juga berubah kasar. Harga dirinya terluka dalam karena perkataan Masumi meski dia tahu itu benar adanya. Yurie memang sengaja menggoda Masumi.
"Saya akan jujur, keberadaannya memang cukup mengganggu. Keputusan saya tidak akan berubah. Daito tidak akan bekerja sama dengan TV Eiji dalam kesepakatan apapun. Kecuali-," Masumi menggantung kalimatnya dan menilai kekesalan lawan bicaranya.
"Kecuali apa?" Tanya Ono gusar.
"Kecuali anda berniat menjual TV Eiji pada Daito," tegas Masumi.
"Apa?!" Raung Ono marah. Tangannya mengepal kuat di atas meja. TV Eiji adalah kebanggaan keluarganya dan dia tidak akan rela menjualnya apalagi pada Masumi yang sudah jelas-jelas tengah menghinanya.
"Kau terlalu lancang Masumi!" Desis Ono marah. "Kau jelas tahu bagaimana reputasi TV Eiji sejak dulu. Beraninya kau berkata seperti itu."
Masumi kembali menyeringai, "Saya hanya melihat sebuah peluang bisnis Tuan Ono. Masa kejayaan TV Eiji sudah selesai dan di tangan saya semuanya pasti bisa kembali,"
Ono diam dalam kemarahannya. Dia tahu Masumi adalah direktur bertangan dingin tapi melepaskan harta keluarganya bukanlah sebuah pilihan.
"Bagaimana Tuan Ono?" Tanya Masumi sopan meski lawan bicaranya memandangnya penuh amarah.
"Aku tidak akan menjual TV Eiji dan menyerahkannya pada orang sepertimu." Desis Tuan Ono marah.
Masumi langsung tertawa, "Saya tidak menyangka ternyata sebuah perusahaan lebih berharga bagi anda daripada kehormatan,"
Ono kembali diam. Dia tahu dirinya sudah terjebak dalam permainan Masumi.
"Kau membodohiku huh?" Kata Ono kemudian.
"Siapa membodohi siapa Tuan Ono? Anda tidak mau menjual perusahaan anda dan lebih memilih menyerahkan putri anda pada saya?" Masumi menggeleng dengan senyum mengejek di wajahnya.
Srakk! Ono bangkit dari kursinya dengan kasar sehingga menimbulkan berisik. Dia tidak bisa lagi menahan amarah. Tangannya teracung pada Masumi.
"Aku akan mengingat ini Masumi Hayami," kata Ono dengan suara bergetar karena emosi. Dengan cepat dia pergi meninggalkan Masumi dan membanting pintu private room dengan kasar.
Masumi hanya menatap kepergian tamunya dengan puas. Dia sudah menyampaikan maksudnya dan berharap Yurie tidak akan datang lagi mengganggunya.
Menghela napas panjang, Masumi meraih handphone dari saku jasnya. Dengan apa yang baru saja dilakukannya, dia tahu resiko apa yang akan dihadapinya.
"Hijiri, aku sudah bertemu dengannya,"
"Saya melihatnya meninggalkan restoran dengan supirnya Tuan,"
"Bagus, tetap awasi semua gerakannya. Aku tahu dia marah tapi tidak tahu sejauh mana dia akan bereaksi."
"Baik Tuan,"
"Kabari aku semua perkembangannya,"
"Baik,"
"Terima kasih Hijiri,"
Tit! Masumi mengakhiri sambungan teleponnya. Sejenak menatap pada meja kosong, Masumi memang sengaja tidak memesan makan malam karena tahu pembicaraannya akan berlangsung singkat. Dia sudah memprediksi reaksi Ono sebelumnya. Paling tidak sekarang dia sudah menunjukkan pada Yurie dan ayahnya kalau dirinya tidak bisa dirayu dengan cara murahan seperti itu. Langkah Masumi lebih ringan ketika meninggalkan restoran.
***
"Kenapa tim produksi harus memilih tempat terbuka seperti ini?" Gerutu Masumi. Dia baru saja sampai di lokasi syuting Maya yang berada di dekat taman kota. Bukan hanya kareba cuaca dingin dan salju menumpuk yang membuatnya kesal tapi juga karena taman kota adalah tempat yang cukup ramai dan dengan begitu para fans bisa dengan leluasa melihat aktris dan aktor mereka berakting.
"Hei lihat, itu Maya dan Ayumi. Keduanya cantik ya," celetuk seorang pemuda yang masih mengenakan seragam SMU. Dia berdiri bersama kedua temannya.
"Aku lebih suka Ayumi," komentar salah satu temannya yang lain.
"Aku lebih suka Maya, dia imut dan manis," komentar yang lain lagi.
"Ah, tetap saja keduanya cantik tapi sayang mereka sudah menikah di usia muda," dan ketiganya terbahak.
Masumi mendengus kesal mendengar percakapan singkat para pemuda itu.
Aku lebih suka Maya, dia imut dan manis
Komentar salah satu pemuda tadi terngiang di telinganya. Inilah yang membuatnya harus sekuat tenaga menahan diri, para fans Maya yang tidak sedikit jumlahnya itu terkadang membuatnya cemburu. Tentu khusus untuk fans laki-laki meski tetap saja itu konyol karena Maya jelas hanya mencintai Masumi. Tapi sebagaimana sifat direktur muda itu, dia paling tidak suka ada laki-laki lain dekat dengan istrinya padahal dia sendiri tergila-gila padanya.
Rose dan Alex mengangguk hormat ketika melihat Masumi datang.
"Apa masih lama?" Tanya Masumi.
"Dua scene lagi Tuan," sahut Rose.
Masumi duduk di kursi Maya dan melihat istrinya yang tengah berakting bersama Ayumi dan Koji. Mata Masumi berkeliling mencari sosok David.
"Dimana Mr. Weasley?"
Rose menoleh, "Tidak ada scene Mr. Weasley dibagian ini, jadi dia tidak datang,"
Masumi ber-oh pelan dan tersenyum simpul mendengarnya tapi sesaat kemudian senyumnya menghilang ketika melihat Koji memeluk istrinya.
Ya ampun, sampai kapan aku harus tersiksa seperti ini? Itu kan hanya akting luar biasa istriku.
Rose menahan diri untuk tidak tertawa melihat ekspresi Masumi.
"Tidak perlu khawatir, Nyonya hanya mencintai anda Tuan," goda Rose.
Masumi mendengus kesal dengan pernyataan menejer istrinya itu, "Seperti kau tidak tahu saja Rose. Dia kan mantan pacar Maya,"
Rose akhirnya tertawa juga, "Dan sekarang Nyonya Maya sudah menjadi istri anda. Apalagi yang harus dikhawatirkan?"
"Tidak ada, aku hanya tidak suka melihatnya," aku Masumi dan Rose kembali tergelak.
Rose juga adalah saksi dari perjalanan cinta Masumi dan Maya. Baginya masih menggelikan kalau Masumi bersikap begitu posesif pada istrinya padahal jelas Maya hanya mencintai Masumi seorang. Terlalu mustahil bagi seorang Maya untuk mencintai orang selain Masumi setelah perjalanan cinta panjang dan berliku yang sudah mereka lalui.
Masumi kembali mendesah panjang ketika adegan istrinya dan Koji yang berpelukan harus diulang.
Hampir pukul sembilan, akhirnya Maya selesai tapi tidak sepenuhnya selesai karena kemudian para fans Maya menyerbunya untuk meminta tanda tangan. Istrinya yang memang terkenal ramah itu tidak menolak dan menyambut fansnya dengan tangan terbuka. Masumi masih duduk di kursinya dan mengamati istrinya yang masih sibuk. Namun ketika tiga orang pemuda yang tadi berkomentar mengenai Maya mendekat Masumi segera beranjak dari kursinya.
"Eh?!" Rose yang tengah mendampingi Maya terkejut karena tiba-tiba Masumi sudah berdiri di belakangnya dan menariknya menjauh dari Maya. Sebagai gantinya Masumi menempel ketat pada istrinya membuat Maya mendongak menatap suaminya keheranan. Tapi Maya tidak bertanya apa-apa, dia hanya melayangkan senyum lalu kembali sibuk dengan para fansnya.
"Anda cantik sekali, boleh kami berfoto?" Seru seorang pemuda.
"Tentu," jawab Maya diiringi senyum manis dan Masumi berkerut tidak senang karenanya. Ketiga pemuda yang bersiap berfoto itu memandang Masumi heran karena tidak juga bergeser dari sisi Maya.
"Apa kau juga mau ikut berfoto?" Tanya Maya polos tanpa mengerti kecemburuan Masumi pada fans Maya.
"Tidak," dan dengan enggan akhirnya Masumi sedikit menjauh.
Ketiganya merapat pada Maya dan Masumi mendengus kesal. Setelah ketiganya pergi Masumi segera menarik Maya.
"Hei," pekik Maya terkejut.
"Sudah cukup, ayo pulang sudah malam," bisik Masumi.
Maya memandang suaminya heran.
"Rose bubarkan mereka," perintah Masumi dan Maya hanya menurut pergi setelah sebelumnya sempat melambai pada para fansnya.
"Kau kenapa?" Tanya Maya yang masih tidak mengerti dengan sikap suaminya.
"Tidak apa-apa. Ini sudah malam. Kau pasti sudah lelah, lagipula malam ini dingin sekali. Aku tidak mau kau sakit," kata Masumi beralasan.
"Oh," Maya setuju juga dengan alasan suaminya yang memang overprotectve itu. "Aku kira kau cemburu dengan anak laki-laki tadi," celetuk Maya dan Masumi hanya tertawa datar mendengarnya.
Memang, Masumi menyetujui dalam hati.
***
Sementara itu di kamar sebuah hotel bintang lima.
"Yurie, sampai kapan aku harus menunggu?" David duduk bersandar pada bantal dengan kedua tangan terlipat di bawah kepalanya. Matanya menatap kesal pada Yurie yang masih berbaring manja di pangkuannya.
Yurie tersenyum lalu menggeliat panjang, "Sabar David," katanya seraya memeluk pinggang pria itu dan menciumi tubuh polosnya.
"Hei hentikan, katakan dulu padaku kapan kau akan mulai semua rencana yang katanya sudah kau susun itu?" David mendorong Yurie menjauh darinya dan kembali menatapnya. Mendesaknya untuk segera menjalankan rencana mereka.
"Tenang saja David, sebentar lagi," jawab Yurie tak acuh.
David mendengus, "Produksi film ini akan diselesaikan sebelum musim dingin berakhir. Berarti aku tidak punya banyak waktu,"
Yurie tertawa lalu bangun dan duduk di depan David yang terlihat kesal.
"Sepertinya kau sudah tidak sabar untuk memiliki Maya," katanya dengan seringai tipis di wajah. "Atau kau lebih tidak sabar untuk segera menjadi bagian keluarga Anderson?"
David melotot pada Yurie, "Jangan bermain-main denganku Nona Ono. Aku setuju ikut permainan ini hanya karena kau menjanjikan keberhasilan padaku. Jadi jangan coba mempermainkanku." Ancamnya.
"Sabar David, sabar. Aku akan mulai semua permainan kita ini tepat pada waktunya." Yurie mengulum senyum manisnya.
"Ayah juga sudah mendesakku mengenai hal itu. Dia sakit hati dengan sikap Masumi padanya. Direktur itu tidak mau bertemu denganku jadi aku harus mengatur semuanya lebih dulu," tambahnya. Diapun kembali membaringkan tubuhnya di sebelah David lalu menarik selimut menutupi tubuh polosnya. David melirik wanita yang tengah meringkuk di sebelahnya lalu menarik selimut dan membuangnya ke lantai.
"Hei," seru Yurie kesal. "Apa maumu?" Yurie melotot pada David yang mengganggu istirahatnya. Dia sudah merasa lelah dengan semua permainan mereka sejak tadi.
David melandaikan tubuhnya di atas Yurie sambil terkekeh.
"Masih terlalu dini untuk beristirahat Nona Ono. Setidaknya kau harus membuatku tidak bosan selama masa penantian ini," katanya diiringi dengan seringai lebar.
"Hah, kau memang tidak pernah puas," keluh Yurie kesal.
Tapi nyatanya Yurie tidak juga menolak ketika David kemudian merengkuh tubuhnya dan kembali menghisap madunya.
***
Maya keluar dari kamar mandi seusai membersihkan dirinya dan melihat Masumi tengah serius menatap tablet di pangkuannya.
"Apa hari ini banyak pekerjaan?" Tanya Maya seraya merangkak naik ke tempat tidur lalu bersandar pada bantal di sebelah suaminya.
Masumi mengalihkan perhatiannya pada Maya, "Tidak juga." Jawabnya singkat dan Masumi kembali menatap tabletnya.
"Oh," Maya kemudian bergeser dan menata bantalnya agar lebih nyaman lalu bergelung memunggungi suaminya.
Melihat Maya memunggunginya, Masumi langsung meletakkan tabletnya di atas nakas.
"Kenapa?" Masumi melingkarkan tangannya di pinggul Maya dan berbisik di telinganya.
Maya menggeleng tanpa menatap Masumi.
"Hei, aku tahu kalau kau pasti sedang memikirkan sesuatu," Masumi membelai kepala Maya.
Maya menelentangkan tubuhnya dan Masumi yang bersandar dengan siku di sisinya menatapnya lembut.
"Ada apa?" Tanya lagi.
"Entahlah, sejak sore tadi perasaanku tidak enak. Apa ada hal yang kau sembunyikan dariku?" Maya balik bertanya.
"Tidak," jawab Masumi cepat, dia tidak merasa menyembunyikan apapun sekarang.
"Oh,"
Masumi tersenyum lalu mengusap lembut wajah Maya, "Sudah tidak usah dipikirkan. Mungkin karena kau lelah jadi berpikir yang tidak-tidak,"
"Ya mungkin saja," gumam Maya ragu.
"Sudah dibilang tidak usah dipikirkan," Masumi mengetuk-ngetuk kening Maya yang berkerut dengan telunjuknya.
"Iya," Mayapun mengurai kecemasan di wajahnya menjadi senyuman.
"Nah begitu lebih baik. Ayo tidur, sudah malam." Kata Masumi yang juga tersenyum.
"Hhmm, peluk aku," kata Maya yang bergeser merapat pada suaminya.
Masumi merentangkan tangannya dan dengan penuh sayang memeluk istri tercintanya, "Kau semakin manja Nyonya," bisiknya.
"Kau keberatan?" Maya cemberut, menengadah menatap suaminya.
Masumi tertawa, "Kau bercanda sayang, seumur hiduppun aku tidak akan pernah bosan memelukmu,"
Dan Maya tersipu seraya menyurukkan wajahnya ke dada Masumi.
***
Gedung Daito, menjelang makan siang.
"Mizuki, apa semua rencana liburanku sudah selesai?" Tanya Masumi. Dengan santai Masumi berdiri bersandar pada meja kerjanya sambil melihat Mizuki yang sedang membereskan dokumen di meja. Semua pekerjaannya sudah selesai dan dia sudah tidak sabar untuk memberi kejutan pada Maya soal rencana liburannya minggu depan.
"Sudah Tuan, saya pastikan anda akan menikmati tahun baru yang menyenangkan bersama Nyonya," kata Mizuki yang berbangga dengan hasil kerjanya.
"Bagus, terima kasih Mizuki," ucap Masumi senang, "Aku akan memberitahu Maya sore ini,"
"Saya akan siapkan hadiahnya," kata Mizuki yang kemudian keluar dengan membawa semua dokumen.
Sore itu Maya selesai syuting lebih awal.
"Maya,"
Maya yang tengah berbicara dengan Koji dan Ayumi langsung menoleh ke arah sumber suara.
"Ya, ada apa David?"
"Kau ada waktu? Kita bisa minum teh sebentar," ajak David bersemangat.
Maya tertegun, dia teringat janjinya pada Masumi.
"Kenapa? Kau menolakku lagi? Wah, sejak menikah kau sulit sekali di ajak keluar," David berkacak pinggang kesal.
"Ah, maaf bukan begitu hanya saja...,"
"Maya masih ada urusan denganku David, jadi maaf kalau aku tidak mengijinkanmu mengajaknya keluar," sela Ayumi.
David menatap Ayumi. Tatapan Ayumi cukup mengintimidasinya.
"Lebih baik aku yang menemanimu David. Bukankah lebih menyenangkan jika aku mentraktikmu minum daripada secangkir teh," Koji mengalungkan lengannya di bahu David sambil berkedip pada Maya.
David menatap Maya yang sekarang menyunggingkan senyum minta maaf padanya.
"Oke," kata David menyerah dan akhirnya menurut ketika Koji menggiringnya menjauh.
Maya mendesah lega.
"Aku merasa ada yang aneh dengan David," celetuk Ayumi setelah David dan Koji tidak terlihat lagi.
"Aneh?" Maya menoleh pada sahabat sekaligus rivalnya.
"Jangan terlalu polos Maya. Berhati-hatilah, menurutku dia terlalu agresif," kata Ayumi.
"Tapi dia-,"
"Hei, belajarlah dari masa lalu." Potong Ayumi.
Maya menghela napas panjang, "Ya, terima kasih Ayumi,"
Ayumi tersenyum lalu matanya beralih melihat ke arah lain, "Suamimu datang,"
Maya menoleh, "Ah iya, kalau begitu sampai besok Ayumi. Terima kasih untuk bantuannya tadi,"
"Sama-sama, sampai besok Maya," Ayumi melambaikan tangannya dan berputar kembali ke tempatnya.
Dengan berlari kecil Maya menghampiri suaminya. Matanya berbinar senang melihat Masumi membawa buket mawar ungu.
"Halo sayang," Masumi mengecup kening istrinya dan memberikan buket bunga yang dibawanya.
"Wah, indahnya. Terima kasih sayang," Maya memeluk buket dan mencium bunganya.
"Kenapa hanya bunganya yang dicium?" Kata Masumi pura-pura kesal.
"Eh?!" Maya mengangkat wajahnya dan suaminya sedang cemberut. Diapun terkikik melihatnya.
"Sini," Maya menarik dasi Masumi dan membuat suaminya itu membungkuk. Cup! Sebuah kecupan mendarat dipipi Masumi.
"Ah sedikit sekali, kau pelit Nyonya," protes Masumi.
"Ah, kau ini. Banyak orang disini, memang kau mau apa?" Kata Maya sambil memukul lengan suaminya. Masumi tertawa.
"Mana Rose?" Tanya Masumi ketika tidak melihat sang menejer berada di dekat istrinya.
"Dia sedang membawa barang-barangku ke mobil. Hari ini kami membawa kostum cukup banyak," jelas Maya.
"Baiklah, apa kita bisa pulang sekarang?"
"Kita temui Rose dulu,"
"Oke,"
Maya meraih tas dari kursinya lalu meninggalkan lokasi syuting dan menuju mobilnya. Alex yang sedari tadi menunggunya dengan patuh berjalan mengikuti keduanya.
"Rose, apa sudah selesai?" Tanya Maya tepat saat Rose menutup bagasi.
"Iya Nyonya, semua sudah selesai. Anda bisa pulang," jawab Rose.
"Baiklah, terima kasih Rose. Sampai jumpa besok," kata Maya.
Rose mengangguk hormat pada Masumi dan Maya yang kemudian berbalik meninggalkannya.
Sepanjang perjalanan Maya masih tersenyum senang sambil memeluk buket bunganya. Masumi ikut senang, mengingat semalam Maya sempat murung. Diapun sudah tidak sabar untuk memberikan hadiah kejutannya.
Sesampainya di rumah Maya segera membersihkan dirinya dan Masumi menggunakan kesempatan itu untuk mempersiapkan kejutannya.
"Apa ini?" Maya terkejut ketika keluar dari kamar mandi dan melihat sebuah gaun cantik tergantung di pintu lemari pakaiannya.
"Hadiah untukmu," Masumi memeluk Maya dari belakang dan membenamkan ciuman di rambut basah istrinya.
"Kita akan pergi?" Tanya Maya bingung.
"Pakai saja, kau akan tahu nanti," bisik Masumi yang kemudian melepaskan pelukannya lalu meninggalkan Maya di ruang ganti.
Maya masih terheran memandang gaun satin panjang berwarna pink pucat yang tergantung didepannya. Akhirnya tanpa banyak tanya dia memakai gaun itu.
Keluar dari kamar ganti Maya mendapati kamarnya kosong. Suara di dalam kamar mandi memberitahunya kalau Masumi sedang di dalam. Maya kemudian duduk di depan meja riasnya dan mulai merias diri. Meski tidak tahu kemana Masumi akan mengajaknya tapi dia merasa harus berdandan cantik agar sepadan dengan gaun indah yang dikenakannya.
Masumi menganga melihat Maya ketika dirinya keluar dari kamar mandi. Istrinya berdiri di depan cermin dengan riasan sempurna. Gaunnya menempel indah membentuk lekuk tubuhnya yang membuat darah Masumi berdesir melihatnya.
"Kau cantik sekali sayang," pujinya. Masumi menghampiri Maya dan langsung memberinya kecupan lembut nan singkat di bibir.
Maya tersenyum senang di bawah tatapan kagum suaminya.
"Terima kasih untuk gaunnya, ini indah," ucap Maya.
Masumi menggeleng tidak setuju, "Gaun ini biasa saja, kaulah yang membuatnya menjadi indah,"
Maya tersipu mendengarnya, Masumi selalu sukses membuat hatinya melambung tinggi.
"Kemana kita akan pergi?" Tanya Maya.
Masumi mengulum senyum penuh teka-teki dan berlalu ke kamar ganti tanpa menjawab pertanyaan istrinya.
"Masumi!" Seru Maya jengkel karena Masumi membuatnya penasaran.
Tak perlu waktu lama untuk Masumi bersiap. Dia keluar dari kamar ganti dengan tampilan sempurna tanpa cela. Pemandangan indah yang selalu memanjakan mata Maya.
"Kau siap?" Tanya Masumi.
Maya mengangguk tapi sedetik kemudian alisnya bertaut ketika Masumi mengangkat sebuah kain panjang di tangannya.
"Tutup matamu,"
"Eh?!"
"Sudah jangan bertanya, tutup matamu,"
Maya menurut saja ketika Masumi menutup matanya dengan kain itu.
"Kyaa!" Maya memekik, tubuhnya melayang di atas kedua lengan kokoh suaminya.
"Kau bisa jatuh jika berjalan dengan mata tertutup," bisik Masumi dan Maya akhirnya hanya bisa pasrah pada rencana suaminya.
Masumi menuruni tangga dan tersenyum ketika semua pelayannya mengangguk, memberikan kode bahwa semua kejutannya sudah siap. Harada membuka pintu sebuah ruangan yang sudah disulap seperti permintaan Masumi.
Dengan hati-hati Masumi membuat Maya kembali berdiri di atas kedua kakinya.
"Masumi," Maya merengek tidak sabar.
"Sabar sayang, ayo," Masumi meraih tangan Maya dan keduanya berjalan beberapa langkah. "Siap?" Bisik Masumi dan Maya langsung mengangguk mantap.
Masumi membuka penutup mata dan Maya mengerjapkan matanya beberapa kali. Matanya melebar dan langsung menutup mulutnya yang menganga karena terkejut dengan kedua tangannya.
"Ma...sumi, ini-," Maya menoleh pada suaminya dengan mata berkaca-kaca, "indah sekali," gumam Maya penuh haru.
Masumi tersenyum lega ketika Maya langsung memeluknya.
"Kau suka sayang?"
"Tentu saja, ini indah sekali,"
Maya kembali mengangkat wajahnya dan mengamati ruangan itu. Studio latihannya sudah berubah menjadi planetarium mini yang indah. Masumi meletakkan proyektor yang membuat Maya seperti berada di angkasa yang penuh bintang. Tidak hanya itu, di tengah ruangan terdapat meja yang ditata cantik untuk candle light dinner.
"Kita makan malam di bawah langit penuh penuh bintang," kata Maya takjub.
"Sebelumnya-," Masumi mengambil remot dari sakunya lalu menekan tombol dan sebuah musik klasik mengalun indah, "maukah anda berdansa denganku di bawah langit penuh bintang Nyonya?" Masumi mengulurkan tangannya.
"Ah, iya tentu saja Tuan," Maya menyambut tangan suaminya dan keduanya mulai bergerak.
Masumi memeluk pinggul istrinya dan membawanya mengikuti setiap gerakannya. Maya tidak bisa menyembunyikan rona bahagia dari wajahnya.
"Terima kasih," gumam Maya penuh haru ketika akhirnya musik berhenti dan berganti menjadi lagu lain yang bertempo lebih lambat dan mengalun indah.
"Belum semuanya sayang, ayo," dengan senyum senang Masumi membimbing Maya ke meja.
Maya duduk di meja dan Masumi berdiri di sampingnya, menunjuk pada sebuah kotak persegi panjang yang tergeletak di meja.
"Bukalah,"
Maya membuka kotaknya dan kali ini dia memekik kencang karena bahagia.
"Kita akan ke Paris?!" Serunya senang.
"Bulan madu ke dua kita. Perayaan tahun baru di sana indah," jelas Masumi.
Maya kembali berdiri tapi kali ini tidak hanya memeluk suaminya, dia langsung menarik Masumi dan memberikan ciuman di bibirnya. Ciuman yang hangat dan dalam.
"Aku senang kau menyukainya," kata Masumi senang ketika Maya melepaskan bibirnya.
"Kau bercanda, aku lebih dari sekedar suka. Ini luar biasa. Terima kasih," ucap Maya.
"Aku akan lakukan apapun asal bisa selalu melihatmu tersenyum bahagia seperti ini," Masumi mengecup kening Maya.
"Aku bahagia sayang. Asalkan denganmu, aku pasti selalu bahagia,"
"Jangan menangis," Masumi mengusap air mata Maya yang mulai menetes.
"Aku terlalu bahagia,"
"Hhmm, sebaiknya kita segera makan. Misae pasti sudah menyiapkan menu spesial,"
Maya mengangguk sambil menyusut air matanya. Sisa malam itu menjadi makan malam romantis yang indah.
***
"Apa kau sudah lelah?" Tanya Masumi.
Dia dan Maya kembali berdansa selesai makan malam.
"Belum, aku masih ingin berdansa denganmu," jawab Maya senang. Dia tidak begitu pandai berdansa tapi jika bersama Masumi dia merasa seperti seorang penari profesional.
Masumi berhenti bergerak ketika merasakan handphone di sakunya bergetar. Dengan masih memeluk Maya dia mengambil handphonenya dan keningnya berkerut saat melihat nama yang muncul di layar.
"Maaf sayang, sepertinya penting," kata Masumi.
"Aku akan ambil minum," Maya melepaskan diri dari lengan Masumi lalu berjalan ke meja sementara Masumi menjawab teleponnya.
"Halo,"
"Tuan, ada kabar buruk-,"
Masumi mematung. Matanya menatap Maya yang tengah tersenyum bahagia. Dia yakin senyum itu akan segera menghilang jika Maya mendengar apa yang baru saja diberitakan padanya.
"Ada apa?" Maya menghampiri Masumi yang masih membeku.
Masumi menelan ludahnya perlahan, "Maya-,"
***
>>Bersambung<<
>>Every Day I Love U - Chapter 3<<
>>Every Day I Love U - Chapter 5<<
8 Comments
Salam hangat buat semua MM Lover
ReplyDeleteAkhirnya bisa juga apdet hari ini
Semoga suka dengan chapter ini ya, happy reading
ditunggu komennya..... big hug-muahhhh...arigatoooo
Apa.. knp seh
ReplyDeleteKepo neh
mba agnes makin ciamik tulisannya....lanjut say...
ReplyDeleteTuh tuh kan... pasti deh geregetnya itu lho tiap dia akhir bagian >O<
ReplyDeletepinter deh bikin orang penasaran!! gemes aku!!
ReplyDeleteAkhirnyaaa yg ditunggu2 sekian minggu, hehehe, jgn lama2 lanjutannya mba, makin bagus ya critanya,, ga sabar baca lanjutannya
ReplyDeleteAduhhhh...kabar buruk nya apa yachh??jd g sbar nunggu lanjutannya...
ReplyDeleteAduhhhh...kabar buruk nya apa yachh??jd g sbar nunggu lanjutannya...
ReplyDelete