Every Day I Love You - Chapter 3

Rate   : 20 thn +



Masumi mengeratkan rahangnya marah saat mendengar laporan dari Hijiri. Keduanya sedang berada di basement gedung Daito.
"Apa kau yakin dengan berita ini?"
Hijiri mengangguk, "Ya Tuan, Nona Shiori sudah kembali ke Tokyo tiga hari yang lalu,"
"Kenapa Tuan Besar Takamiya tidak mengatakan apa-apa padaku?" Sekarang Masumi terlihat cemas.
"Apa perintah anda Tuan?" Tanya Hijiri.
"Sementara kau awasi saja dan kabarkan padaku semua yang dilakukannya,"
"Bagaimana dengan Nyonya?"
Masumi menatap tajam Hijiri, "Jangan sampai Maya tahu dan jangan biarkan Shiori bertemu dengan Maya. Aku akan bicara dengan Alex,"
"Baik Tuan, saya akan selidiki semuanya termasuk bagaimana kondisi Nona Shiori sekarang,"
"Harus Hijiri, kau harus pastikan semuanya. Aku tidak mau dia membahayakan Maya lagi,"
"Saya mengerti Tuan,"
"Terima kasih Hijiri,"
Masumi masih terdiam saat Hijiri pergi. Kekhawatiran memenuhi hatinya sekarang. Dia masih ingat dengan jelas apa yang Shiori lakukan padanya, Maya juga ayahnya. Masumi mengambil handphone dari saku jasnya.
"Alex, dimana Maya?...bagus....dengar Alex, Shiori sudah kembali ke Tokyo dan aku ingin kau lebih mengetatkan penjagaanmu pada Maya....iya....dan lagi jangan sampai Maya tahu tentang Shiori juga jangan sampai Shiori mendekati Maya. Apapun caranya, jauhkan Maya dari Shiori....bagus...aku mengandalkanmu...terima kasih Alex,"
Shiori, aku tidak tahu apa tujuanmu kembali tapi aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Maya.
Mizuki heran saat melihat Masumi kembali ke kantor dengan wajah tegang. Insting tajamnya langsung bisa menebak bahwa sesuatu telah terjadi.
"Nona Yurie Ono ingin mengundang anda makan siang besok Tuan," lapor Mizuki.
"Makan siang? Aku pikir kita akan mengadakan pertemuan di kantor?" Masumi terkejut.
"Saya pikir juga begitu tapi sekretarisnya meminta pertemuan makan siang. Apa anda bersedia?"
Masumi tempak berpikir sejenak. Dia baru saja mendapat laporan tentang Yurie dari Hijiri.
"Baiklah, kau atur saja semuanya,"
"Baik Tuan,"
Mizuki keluar dari ruangan Masumi dan Direktur Utama Daito itu kembali cemas.
"Halo sayang," suara ceria Maya langsung menjawab saat Masumi meneleponnya.
"Kau sedang apa?" Tanya Masumi tenang, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.
"Aku baru saja selesai berlatih peran Megumi di studio," jawab Maya.
Masumi tersenyum. Dia senang karena keputusannya membuat studio latihan pribadi di rumah ternyata sangat berguna sehingga Maya tidak harus pergi ke sekolah aktingnya hanya untuk berlatih.
"Apa kau berencana keluar hari ini?"
"Tidak,"
Masumi menghela napas lega.
"Kenapa Masumi? Apa ada sesuatu?" Maya tahu ada yang sedang dipikirkan suaminya.
"Tidak, aku hanya khawatir dengan kesehatanmu," Masumi beralasan.
"Aku baik-baik saja Masumi, tidak perlu terlalu khawatir," Maya menenangkan.
"Apa kau sudah makan siang?" Tanya Masumi.
"Kau sendiri?" Maya balik bertanya.
"Aku baru saja selesai dengan pekerjaanku,"
"Nah, justru kau yang belum makan. Cepat makan, aku tidak mau kau sakit,"
"Iya. Sampai jumpa nanti,"
"Sampai jumpa,"
Masumi tersenyum saat menutup teleponnya. Tak lama berselang interkomnya berbunyi.
"Ya Mizuki?"
"Nyonya meminta saya memesan makan siang untuk anda,"
Masumi tertawa, "Ya Mizuki, terserah padamu,"

***
Masumi membuka pintu kamarnya perlahan. Dia tahu istrinya pasti sudah terlelap mengingat sudah hampir tengah malam. Masumi tersenyum saat melihat istrinya tertidur di sofa panjang dengan memeluk naskah filmnya. Dengan lembut dia mengangkat istrinya dan membaringkannya di tempat tidur.
"Uhhmm, Masumi?"
Maya terbangun saat Masumi menyelimutinya.
"Maaf jadi membangunkanmu, kau tertidur di sofa," kata Masumi lembut.
Mata Maya menyipit melihat suaminya masih memakai jas lengkap dengan dasinya.
"Kau baru pulang?" Maya bangun dan menyangga tubuhnya dengan kedua siku. Dia melihat jam di atas nakas, "Ya, ampun! Setengah dua belas malam?!" Pekik Maya.
Masumi tersenyum, "Sudah tidurlah lagi, aku mau mandi dulu,"
"Biar ku siapkan air mandinya," Maya bergeser hendak turun dari tempat tidurnya.
"Tidak perlu, aku pakai shower saja," larang Masumi.
Maya hanya diam saat Masumi meninggalkannya ke kamar mandi. Dia tetap turun dari tempat tidur tapi berjalan ke luar kamar. Ketika Maya kembali dengan membawa secangkir teh, suaminya belum selesai mandi.
"Kenapa tidak tidur saja," kata Masumi saat keluar dari kamar mandi dan melihat istrinya duduk di sofa menunggunya.
Maya berdiri dan membawa cangkir tehnya lalu mendorong suaminya duduk di meja riasnya.
"Minum dan duduklah," perintah Maya.
Masumi duduk dan menerima cangkir yang diberikan Maya sementara istrinya membuka laci dan mengambil pengering rambut.
"Cepat diminum, aku tidak mau kau masuk angin. Malam ini dingin,"
Maya menyalakan pengering rambutnya dan dengan lembut mengeringkan rambut Masumi.
"Terima kasih," Masumi tersenyum pada istrinya melalui cermin, keduanya saling menatap penuh sayang.
"Nah selesai," Maya mematikan pengering rambutnya dan mengembalikannya ke laci, "Sudah hangat sayang?" Maya mengalungkan tangannya dari belakang di atas kedua bahu suaminya.
Masumi meletakkan cangkirnya yang sudah kosong dan mengusap lembut tangan Maya di dadanya, "Kau selalu hangat Maya,"
Tiba-tiba Maya mencium leher suaminya.
"Hhhmmm, jangan menggodaku sayang," kata Masumi.
Maya terkikik dan Masumi menarik tangan Maya kedepan, membuat istrinya jatuh kepangkuannya.
"Ayo kita tidur, sudah malam dan kau masih harus banyak beristirahat," Masumi mencolek hidung Maya saat istrinya justru mengalungkan lengannya ke leher suaminya.
"Gendong aku," pinta Maya manja.
Masumi tersenyum geli, "Kau semakin manja saja Nyonya,"
Maya tertawa saat Masumi menggendongnya kembali ke tempat tidur.
"Sekarang tidurlah, sudah malam, kau pasti lelah,"
"Seharusnya itu dialogku,"
Masumi tertawa dengan protes istrinya tapi akhirnya Maya diam saat Masumi memeluknya erat. Hangatnya pelukan Masumi membuat Maya dengan mudahnya kembali terlelap.

***
"Masumi, apa hari ini aku boleh ke teater Niji?" Tanya Maya saat seperti biasa dia memakaikan dasi suaminya.
Masumi terdiam, bayangan Shiori berkelebat dikepalanya.
"Masumi? Ada apa?" Tanya Maya heran karena suaminya hanya diam, "Ayolah Masumi, aku sudah sehat. Satu minggu lagi mereka akan mengadakan pentas dan aku belum mengunjungi mereka sama sekali sejak....aku...," Maya terdiam.
Masumi menatap mata sendu istrinya. Dia tahu tidak mungkin mengurung Maya dirumah dan membatasi kegiatannya.
"Baiklah tapi kau tidak boleh terlalu lelah. Bukankah sudah ada kepala sekolah dan semua pengurus teater jadi kau tinggal mengawasinya saja," Masumi tersenyum dan menyelipkan rambut panjang istrinya ke belakang telinga.
Maya tersenyum senang, "Terima kasih sayang," katanya yang langsung memeluk suaminya.
"Oh ya ada lagi, kemanapun kau pergi, kau tidak boleh jauh dari Rose dan Alex. Mengerti?" Kedua lengan Masumi masih melingkar di pinggul Maya, kekhawatiran membuat bahasa tubuhnya begitu posesif pada istrinya.
Maya sedikit bingung dengan perintah Masumi tapi dia tidak curiga, menganggap kalau suaminya itu masih khawatir berlebihan dengan kesehatannya.
"Ayo kita sarapan," ajak Maya bersemangat. Melihat istrinya begitu gembira, Masumi jadi sedikit enggan untuk pergi ke kantor.
"Melihatmu gembira seperti ini, aku jadi malas pergi bekerja," kata Masumi jujur.
Maya tertawa lalu menyandarkan kedua lengannya dibahu suaminya, "Akhir-akhir ini kau semakin pandai merayu,"
"Aku tidak sedang merayumu sayang, melihatmu gembira lalu bermanja-manja padaku seperti ini benar-benar membuatku malas untuk pergi ke kantor,"
"Wah, aku akan rugi besar kalau Direktur Utama Daito mulai malas bekerja,"
Keduanya tertawa bersamaan dan Masumi jadi teringat sesuatu.
"Hhmm, sayang, apa benar sudah tidak sakit lagi?" Tanya Masumi seraya mengeratkan lengannya di pinggul istrinya.
"Ini?" Tanya Maya menunjuk perutnya.
Masumi mengangguk dan Maya menggeleng untuk menjawabnya.
"Kau kan sudah lihat kalau lukanya sudah sembuh,"
"Itu hanya diluar Maya,"
"Iya, iya, pokoknya sudah tidak sakit lagi. Berhentilah khawatir suamiku. Aku baik-baik saja, bahkan aku sudah bisa hhmmm...," Maya berbisik di telinga Masumi dan suaminya itu langsung terbahak.
Masumi melepaskan lengannya dari pinggul Maya, "Ayo kita sarapan sebelum kau membuatku semakin tidak ingin meninggalkan kamar,"
Keduanya kembali tertawa.

***
Mata Alex siaga mengawasi sekitar saat dia memarkirkan mobil di halaman Teater Niji. Rose juga lebih waspada dan tidak pernah meninggalkan Maya sendiri. Keduanya sudah diberi perintah oleh Masumi untuk menjaga Maya sebaik-baiknya.
"Maya!" Seru Rei dan Mina bersamaan ketika melihat Maya datang.
Maya sedikit bingung melihat Rei dan Mina ada di teater tapi dia senang bisa bertemu dengan sahabat-sahabatnya. Terakhir bertemu, mereka mengunjungi Maya dirumah sakit.
"Bagaimana kabarmu?" Tanya Rei.
"Aku baik-baik saja. Oh ya, kenapa kalian berdua disini? Bukankah kalian seharusnya syuting iklan di Nagoya?" Maya balik bertanya.
"Kami baru pulang tadi malam dan ingin melihat latihan drama untuk pementasan minggu depan," jawab Mina.
Maya tersenyum senang, "Bagaimana perkembangan latihan dramanya? Aku hanya menerima laporan dari kepala sekolah saja,"
"Wajar Maya, kau juga harus utamakan kesehatanmu. Semua berjalan baik disini. Para guru sudah mengatur semuanya," kata Rei.
Maya melihat ke dalam studio dan para staf pengajar mengangguk hormat melihat kedatangannya.
"Senang ya melihat mereka semua bersemangat untuk bermain drama," kata Maya.
"Semua juga berkat dirimu Maya. Dengan nama besarmu tentu banyak murid yang datang ke sekolah ini," puji Mina.
"Ah kalian berlebihan, nama kalian juga. Bayangkan saja, semua senior teater Niji sekarang menjadi aktris besar," Maya merendah.
"Aktris besar di bawah manejemen Daito, perusahaanmu," celetuk Rei.
Mereka tertawa.
"Bagaimana kalau kita pergi makan siang bersama setelah melihat latihan dramanya?" Usul Rei. Maya memekik senang, begitu juga Mina.
Setelah semua urusan selesai di teater Niji, menjelang makan siang mereka bersiap untuk pergi.
"Kita mau makan dimana?" Tanya Rei.
"Kita makan mie ramen saja," usul Maya.
"Maaf Nyonya," tiba-tiba Rose menyela, "Saya sudah mereservasi restoran untuk anda,"
Alis Maya berkerut, "Restoran? Aku mau makan di kedai ramen saja,"
Rose dan Alex saling berpandangan.
"Ada apa?" Tanya Maya, dia menangkap ada sesuatu yang disembunyikan Rose dan Alex.
"Kedai ramen terlalu terbuka untuk anda Nyonya. Mengingat berita tentang anda belakangan ini maka akan lebih baik jika anda makan di tempat yang lebih tertutup untuk menghindari paparazi," terang Rose.
"Rose benar Maya," tambah Mina.
"Iya, lebih baik kita ikuti saran Rose. Bukankah memang sekarang kita akan repot kalau makan di sembarang tempat?" Kata Rei.
Maya tampak berpikir, dia dan kedua sahabatnya itu memang aktris besar sekarang. Kemana-mana pasti akan menjadi incaran paparazi.
"Baiklah kalau begitu," Maya akhirnya menerima saran Rose.
Maya turun di sebuah restoran bersama kedua sahabatnya. Waitres membawa mereka ke tempat yang sudah direservasi oleh Rose. Mereka berempat duduk di satu meja sedangkan Alex duduk di meja lain. Maya tersentak saat merasakan seseorang menyentuh bahunya. Ekspresi terkejut juga terlihat di wajah Rei dan Mina. Maya membalikkan tubuhnya dan lebih terkejut melihat sosok yang berdiri dibelakangnya.
"Masumi?!"
Masumi tersenyum melihat istrinya, "Halo sayang,"
Maya menoleh pada Rose, mencoba menebak apa yang terjadi. Manejernya itu hanya tersenyum.
"Kau yang meminta Rose mereservasi restoran ini?" Tebak Maya.
Masumi tertawa, "Apa kau tidak suka bertemu denganku?"
Maya berdiri dan mencubit lengan suaminya, membuat Rei dan Mina juga Rose menahan tawa.
"Kenapa?" Protes Masumi.
"Bukankah seharusnya kau meeting dan makan siang dengan Nona Yurie Ono dari TV Eiji? Kenapa malah mengurusi makan siangku?" Omel Maya. Dia ingat suaminya mengatakan mengenai pertemuannya dengan Yurie Ono pagi tadi.
"Kami akan meeting di restoran ini Maya, jadi tidak ada salahnya kan kalau aku ingin bertemu dengan istriku sebelum meeting," Masumi beralasan.
Maya tersenyum mendengar penjelasan suaminya. Kali ini Masumi berakting sempurna menutupi kekhawatirannya. Sebenarnya saat Rose mengatakan kalau Maya akan makan di luar dia sudah begitu cemas. Apalagi pilihan Maya biasanya restoran biasa yang memudahkan orang untuk bebas keluar masuk. Pulangnya Shiori ke Tokyo benar-benar membuat Masumi khawatir.
"Selamat siang Nyonya. Maaf mengganggu Tuan, Nona Ono akan segera tiba," kata Mizuki sopan menyela pembicaraan Maya dan Masumi.
"Selamat siang Nona Mizuki," sapa Maya ramah.
"Baiklah, aku harus pergi dulu." Kata Masumi pada istrinya.
Maya mengangguk, "Semoga pertemuannya berjalan lancar,"
"Terima kasih, oh ya kau harus ingat untuk makan dengan baik," kata Masumi.
"Iya iya aku ingat, sudah sana cepat pergi," sahut Maya.
"Aku permisi dulu, semoga makan siangnya menyenangkan," kata Masumi pada yang lain.
Rei, Mina dan Rose berdiri dan mengangguk hormat saat Masumi pergi. Maya kembali duduk di kursinya begitu juga yang lain. Mereka segera memesan makanan.
Sementara itu di private room Masumi dan Mizuki sedang menunggu tamu mereka.
"Apa anda pernah bertemu dengan Nona Ono sebelumnya Tuan Masumi?" Tanya Mizuki.
"Belum." Jawab Masumi.
"Apa anda tidak merasa aneh jika Tuan Ono mewakilkan putrinya yang setahu saya tidak berpengalaman untuk menangani masalah kerja sama Daito dan TV Eiji?"
Masumi menyeringai, "Apa kau pikir aku sebodoh itu Mizuki?"
Mizuki tersenyum, "Ya, saya hanya mencoba mencari tahu apa yang anda rencanakan. Tidak biasanya anda setuju untuk menjalin kerja sama dengan stasiun TV yang sedang redup popularitasnya,"
Masumi tertawa, "Apa kau berpikir aku benar-benar ingin menjalin kerja sama?"
Mizuki tampak bingung, "Maksud anda?"
"Aku sudah mengantongi banyak informasi tentang TV Eiji dan juga Yurie Ono. Aku setuju dengan pertemuan ini hanya untuk memastikan sesuatu," jelas Masumi.
"Memastikan sesuatu?"
"Kau akan mengerti setelah bertemu dengannya dan...aku senang kau ada di sini Mizuki,"
Masumi hanya menyeringai melihat Mizuki kebingungan. Tak lama kemudian pintu private room terbuka dan Mizuki berusaha mengendalikan keterkejutannya melihat sosok wanita yang berdiri di ambang pintu.
"Masumi Hayami?" Tanya wanita itu seraya mengulum senyum simpul menggoda.
Masumi mengangguk, "Selamat siang Nona Ono, silakan," kata Masumi sopan.
Mizuki mengamati wanita itu berjalan menggoyangkan pinggulnya. Dia mengenakan blouse warna jingga yang pas dibadan dipadukan dengan blazer pendek cantik berwarna coklat, ditambah rok mini yang hanya menutupi separuh pahanya, wanita bernama Yurie Ono itu benar-benar menggoda layaknya ikan untuk kucing yang sedang kelaparan. Mereka duduk dan Yurie langsung menatap Mizuki.
"Saya pikir ini adalah pertemuan pribadi Tuan Hayami," kata Yurie dengan suara lembut.
Masumi tersenyum, "Maaf Nona Ono, Mizuki adalah sekretaris saya dan sudah tugasnya untuk mendampingi saya dalam berbagai pertemuan, termasuk pertemuan kita ini. Seingat saya kita disini untuk membahas masalah pekerjaan dan untuk itu saya membutuhkannya,"
Yurie menyeringai tipis, menutupi ketidak senangannya atas kehadiran Mizuki.
"Baiklah,"
"Dan kenapa anda tidak bersama sekretaris anda Nona Ono?" Masumi balik bertanya.
Yurie terkesiap tapi dengan cepat ekspresinya berubah lembut.
"Saya sendiri lebih dari mampu untuk membahas kerja sama ini Tuan Masumi Hayami," kata Yurie penuh percaya diri. Dia mengucapkan nama lengkap Masumi dengan nada suara yang menggoda, Mizuki sampai bergidik mendengarnya.
"Oh, senang melihat anda penuh percaya diri," puji Masumi dan Yurie terkekeh senang.
"Saya tidak punya alasan untuk rendah diri bukan?" Pertanyaan provokatif Yurie membuat Mizuki merutuk dalam hati. Sekarang dia mengerti apa yang dimaksud oleh Masumi tadi.
"Tentu, saya dapat melihatnya,"
Yurie tersenyum senang dengan perkataan Masumi.
"Baiklah, mengenai kontrak kerja sama yang TV Eiji tawarkan pada Daito, saya pi...,"
"Kenapa harus buru-buru?" Potong Yurie.
"Maksud anda?" Masumi menyipitkan matanya heran.
"Kita makan dulu saja," kata Yurie
Masumi mematung saat Yurie kemudian melepas blazer pendeknya dan meletakkannya di kursi kosong sebelahnya. Blouse jingganya sekarang memamerkan lekukan tubuh Yurie yang sintal. Mizuki melirik pada Masumi, menilai reaksinya. Mizuki tersenyum senang karena seperti dugaannya, Masumi tidak menunjukkan reaksi apapun terhadap Yurie. Matanya menatap dingin pada wanita yang duduk didepannya.
Andai wanita itu Maya pasti lain ceritanya, Mizuki tergelak dalam hati dengan pemikirannya.
Masumi makan dalam diam dan tidak sedikitpun menatap Yurie. Secara tidak sengaja beberapa kali Mizuki melihat Yurie mencuri pandang pada atasannya. Masumi dengan cepat menyelesaikan makan siangnya, dia sepertinya tidak berselera. Yurie meletakkan sendok dan garpunya saat selesai dengan makan siangnya lalu menatap lurus pada pria tampan dihadapannya.
Masumi menerima map yang diberikan Mizuki lalu meletakkannya di meja, mendorongnya sedikit kedalam jangkauan tangan Yurie.
"Mengenai kerja sama yang ditawarkan TV Eiji, maaf, Daito menolaknya," kata Masumi tanpa basa basi lagi.
Yurie terhenyak dan terlihat bingung. Dia sama sekali tidak menduga Masumi akan menolaknya, menolak pesonanya.
Sialan! Apa-apaan ini? Dengusnya dalam hati. Meski begitu wajahnya tetap terlihat lembut. Sedetik kemudian dia tertawa.
"Anda terlalu cepat mengambil keputusan Tuan Hayami," kata Yurie.
"Tidak Nona Ono," jawab Masumi.
Yurie kembali terkekeh.
"Tolong pikirkan lagi Tuan Hayami, sementara itu...hhhmmm, sepertinya saya perlu ke toilet, permisi,"
Yurie berjalan keluar meninggalkan private room dan Mizuki langgung menggerutu.
"Jadi ini tujuannya membuat pertemuan di restoran dengan private room? Wanita itu mengingkan anda?" Mizuki jengkel dan menggeleng tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dia tidak menyangka wanita terhormat seperti Yurie mampu melakukan hal seperti itu.
"Alasan yang simple Mizuki, jika dia mendapatkanku maka dia mendapatkan Daito dan TV Eiji akan menjadi stasiun TV nomor satu di bawah menejemen Daito,"
"Anda sudah tahu akan hal ini?"
"Tidak sepenuhnya, aku hanya memiliki beberapa dugaan sebelumnya karena informasi yang aku dapat tentang Nona Ono mengarah kesana. Maka dari itu aku perlu memastikannya sendiri dan sekarang semuanya sudah jelas. Tuan Ono benar-benar menjual putrinya padaku," ekspresi jijik Masumi menunjukkan penolakannya pada rayuan Yurie.
Sementara Masumi menahan kekesalannya, Maya dan teman-temannya sangat menikmati acara makan siang mereka. Mereka baru saja selesai namun sayangnya Mina dan Rei harus langsung pergi karena ada hal yang harus mereka kerjakan.
"Aku ke toilet sebentar ya," kata Maya pada Rose.
"Sepertinya saya juga harus ke toilet," kata Rose kemudian.
Maya tidak curiga dengan maksud Rose yang selalu ingin berada di dekat Maya atas perintah Masumi. Keduanyapun pergi ketoilet bersama.
Bruuk! "Kyyaa!" Maya tersungkur di lantai ketika seseorang menabraknya dari belakang di koridor dekat dengan toilet.
"Nyonya!" Pekik Rose terkejut, "Anda tidak apa-apa?" Tanya Rose seraya berlutut di samping Maya. Nyonyanya itu terjatuh di lutut, beruntung ke dua tangannya menyangga dengan baik sehingga tubuhnya tidak sampai terhempas ke lantai.
Mata Rose menyipit kesal pada wanita yang baru saja menabrak Maya. Wanita itu hanya diam melihat Rose dan Maya yang terduduk di lantai.
"Anda tidak apa-apa kan?" Tanyanya kemudian dengan datar.
Rose membantu Maya berdiri.
"Ti,tidak, saya tidak apa-apa," jawab Maya sopan.
"Baguslah kalau anda tidak apa-apa, permisi," dan wanita itu langsung masuk ke toilet tanpa mengucapkan maaf pada Maya.
"Apa-apaan sih wanita itu? Apa dia tidak punya sopan santun?" Dengus Rose kesal.
"Sudah tidak apa-apa, aku baik-baik saja," kata Maya menenangkan tapi ternyata perkataan Maya tidak benar karena nyatanya Maya kesakitan saat melangkahkan kakinya.
"Anda terluka Nyonya?" Tanya Rose.
"Mungkin, lututku sakit," jawab Maya. "Sebaiknya kita duduk dulu," Rose membantu Maya berjalan ke bangku panjang yang ada di koridor.
Rose membungkuk dan menggulung celana panjang Maya sampai ke lutut. Lutut kanan Maya merah dan lutut kirinya tergores.
"Ah, kenapa bisa terluka sih," keluh Maya.
Kening Rose berkerut bingung, "Anda baru saja jatuh," terangnya.
"Iya maksudku kenapa jatuh seperti itu saja sampai terluka," keluh Maya lagi.
"Wanitu itu menabrak anda dengan keras Nyonya. Kenapa anda menyalahkan diri sendiri?"
Maya meringis saat Rose mengusap luka dilutut kirinya yang berdarah dengan tissue.
Rose mendesah kesal, "Dan wanita itu sama sekali tidak minta maaf,"
Maya tersenyum, "Sudah biarkan saja,"                                  
"Anda terlalu baik hati, selalu saja mengalah," gerutu Rose.
Maya terkekeh, "Lalu aku harus bagaimana? Memarahinya? Dia juga pasti tidak sengaja kan,"
Tak lama wanita yang tadi menabrak Maya kembali lewat setelah keluar dari toilet. Rose menggerutu tidak jelas saat wanita itu melintas begitu saja tanpa melihat pada Maya ataupun dirinya.
"Hei, anda Nona!" Seru Rose.
Maya terkejut saat Rose tiba-tiba berdiri dan marah pada wanita itu.
Wanita itu berbalik, "Anda memanggil saya?" Tanyanya tanpa dosa.
"Tentu saja! Siapa lagi?" Jawab Rose marah.
Maya berdiri dan memegang lengan Rose, "Aduh Rose, biarkan saja. Aku tidak apa-apa," bisik Maya.
"Apanya yang tidak apa-apa Nyonya?" Sahut Rose kesal.
"Kenapa anda memanggilku? Apa ada masalah?" Tanya wanita itu.
Rose melotot dan Maya juga memandang tak percaya pada wanita dihadapannya.
Apa dia tidak sadar sudah menabrakku? Mata Maya mengamati wanita itu dari kepala sampai kaki. Dia memang cantik, tinggi dan seksi. Bahkan menurut Maya seksi sekali. Rambutnya coklat bergelombang dengan indah, wajahnya cantik dengan riasan sempurna. Blousenya berpotongan pas dibadan sehingga memperlihatkan lekukan tubuhnya yang indah dan rok mini yang dipakainya memamerkan separuh pahanya yang putih mulus. Maya bertanya-tanya kenapa wanita itu bisa memakai rok mini seperti itu padahal di luar udara dingin bahkan bersalju.
"Anda sudah menabrak orang hingga terjatuh dan sama sekali tidak minta maaf, apa anda tidak diajari sopan santun?" Kata Rose marah.
"Rose, Rose, sudah, jangan marah-marah," kata Maya menenangkan manejernya.
"Oh itu," jawab wanita itu datar. Matanya melihat celana panjang Maya yang tergulung.
"Oh itu?" Desis Rose tambah marah.
"Anda terluka ya, perlu ke dokter? Saya bisa memberikan uang untuk anda pergi ke dokter sebagai ganti rugi atau anda ingin saya menelepon dokter pribadi saya? Anda bisa mengunjunginya dan tidak perlu khawatir soal tagihannya. Saya yang akan membayarnya." Kata wanita itu tanpa dosa.
Mulut Rose menganga tidak percaya atas apa yang didengarnya.
"Saya tidak butuh uang....,"
"Sssttt, Rose," potong Maya cepat.
Rose melotot pada Maya dan Maya mengabaikannya. Dimarahi Rose bukan hal aneh baginya, meski sejak menjadi Nyonya Hayami Rose sudah jarang melakukannya.
"Maaf Nona, saya tidak apa-apa, tidak perlu ke dokter," kata Maya sebelum Rose kembali marah-marah.
"Oh, baguslah kalau begitu. Kenapa harus marah-marah. Buang-buang waktu," dan wanita itu berputar pada tumit sepatu hak tingginya lalu melenggang meninggalkan Maya dan Rose.
"Nyonya! Anda membiarkannya pergi begitu saja?" Omel Rose.
"Sudah lupakan," kaya Maya sambil membungkuk dan merapikan kembali celana panjangnya. Dengan sedikit terpincang-pincang Maya berjalan ke toilet dan mau tak mau Rose mengikuti Maya ke toilet.
"Nyonya! Anda kenapa?" Tanya Alex terkejut saat melihat Maya kembali ke mejanya dengan terpincang-pincang. Alex menatap Rose dan manejer itu menggeleng, menyangkal tanpa kata kecemasan Alex tentang Shiori.
"Ah tidak apa-apa aku hanya tidak hati-hati dan terjatuh tadi," jawab Maya.
"Tidak hati-hati?" Desis Rose kesal.
Maya tertawa, "Sudah Rose, sampai kapan kau mau marah? Sebaiknya kita pulang sekarang,"
Rose mengambil tasnya dan tas Maya juga mantel mereka. Maya memakai mantelnya lalu perlahan berjalan ke luar restoran. Tepat sebelum kakinya melangkah melewati pintu keluar terdengar suara Masumi memanggilnya. Maya menoleh dan tersenyum melihat Masumi berjalan bersama Mizuki.
"Kau sudah selesai?" Tanya Maya.
"Iya, kami baru saja selesai. Kau mau pulang?"
Maya membuka mulutnya hendak menjawab tapi sebuah suara yang memanggil nama Masumi menyelanya. Masumi menoleh.
"Nona Ono, ada apa?" Tanya Masumi pada wanita yang datang menghampirinya.
Maya terkejut melihat wanita yang dipanggil sebagai Nona Ono oleh suaminya, Rose langsung mendesis-desis kesal disebelahnya.
"Tuan Masumi Hayami, kenapa anda buru-buru sekali kembali ke kantor?" kata wanita itu dengan suara yang mendayu-dayu.
"Maaf Nona Ono tapi masih banyak hal yang harus saya selesaikan. Lagipula pembicaraan kita sudah cukup jelas," jawab Masumi. Berbeda dengan Yurie yang berbicara santai, Masumi justru begitu formal menanggapi perkataan Yurie.
"Ah begitu rupanya, saya masih berharap anda mempertimbangkannya kembali," kata Yurie.
Maya mematung mengamati cara Yurie berbicara dan menatap suaminya.
Jadi wanita itu Yurie Ono? Kenapa dia genit sekali dengan Masumi?
Maya bisa mengabaikan ketidak sopanan Yurie tapi jika sikap genit Yurie bertujuan menggoda Masumi tentu menjadi lain ceritanya.
"Masumi, apa kau tidak mau mengenalkannya padaku?" Kata Maya tiba-tiba dengan suara selembut mungkin. Dia merasa kesal Yurie merayu suaminya.
Masumi menoleh pada Maya yang berdiri disampingnya. Mizuki dan Rose memberikan tatapan setuju.
"Tentu sayang, ini adalah Nona Yurie Ono. Nona Ono, perkenalkan ini istri saya, Maya Anderson Hayami,"
Maya tersentak saat Masumi tiba-tiba melingkarkan tangan di pinggulnya. Dia menatap Masumi yang sekarang tersenyum padanya. Maya mengangguk pada Yurie yang menatapnya tajam.
"Senang bertemu dengan anda Nona Ono," kata Maya sopan.
"Senang juga bisa bertemu dengan anda Nyonya Hayami." Balas Yurie. Dia tidak juga minta maaf meski sudah tahu siapa Maya.
"Ayo kita pulang sayang," kata Masumi kemudian.
Yurie mengernyit, "Bukankah anda mengatakan akan kembali ke kantor Daito?" Yurie terbelalak sendiri dengan pertanyaannya. Sepertinya melihat Masumi begitu mesra dengan Maya membuatnya kehilangan kendali hingga menanyakan hal yang tidak seharusnya. Jelas bukan urusannya apa yang akan dilakukan Masumi.
Masumi terkekeh, "Saya bisa pergi kemanapun saya mau Nona Ono."
"Te, tentu saja Tuan Hayami. Maaf, telah menanyakan hal yang tidak sopan. Kalau begitu saya permisi," Yurie memakai mantel panjangnya untuk menutupi tubuh seksinya lalu melenggang meninggalkan restoran. Maya dapat melihat bagaimana pinggul besar wanita itu bergoyang provokatif menggoda suaminya dan Maya menjadi semakin kesal.
Maya lupa kalau kakinya sakit, dia melangkah begitu saja hendak meninggalkan Masumi tapi justru merintih kesakitan saat lututnya memprotes tindakannya.
"Aduh," Rintih Maya lirih.
"Kau kenapa?!" Masumi terkejut melihat Maya kesakitan, membungkuk dan memegang lututnya. Dia langsung memegangi kedua lengan istrinya.
"Aku tadi terjatuh," kata Maya.
"Terjatuh?" Masumi menatap Maya, mempertanyakan kecerobohannya.
"Bukan terjatuh, lebih tepatnya ditabrak hingga jatuh," Rose menyela.
"Rose!" Maya memperingatkan. Meski dia juga kesal pada Yurie karena menggoda suaminya tapi dia tidak mau mempermasalahkan ketidak sopanan Yurie padanya.
"Siapa yang menabrakmu?" Tanya Masumi pada Maya.
"Sudah lupakan, aku tidak apa-apa," jawab Maya.
Rose menghela napas dengan kesal dan kembali menjawab, "Nona Ono yang menabrak Nyonya hingga jatuh. Lutut Nyonya terluka," terang Rose.
"Apa?!" Masumi terlihat kesal sekarang. Dan tiba-tiba dia membungkuk lalu mengangkat Maya ke atas lengannya, membuat istrinya memekik karena terkejut.
"Masumi turunkan aku!" pekik Maya dengan wajah merona malu. 
Bukan hanya Mizuki, Rose dan Alex yang menatapnya geli tapi juga beberapa waiter dan waitress yang ada disana. Mereka seolah mendapat pertunjukan gratis.
"Mizuki, aku akan kembali dalam dua jam," kata Masumi pada sekretarisnya. Dia mengabaikan teriakan Maya bahkan pukulan istrinya didadanya. Dengan santai dia berjalan meninggalkan restoran diikuti Rose dan Alex.
"Rose, kau pulanglah. Hari ini aku tidak mengijinkan Maya keluar lagi. Aku akan membawanya pulang," kata Masumi sebelum memasuki mobil.
"Masumi! Aku masih ingin pergi ke teater Niji," Maya merajuk.
"Dengan kaki seperti ini? Tidak! Pergilah Rose, Satoshi akan mengantarmu," perintah Masumi.
"Baik Tuan. Saya permisi Nyonya. Semoga lekas sembuh," goda Rose jahil dan diapun berbalik pergi meninggalkan Maya yang cemberut dalam gendongan suaminya.
Didalam mobil Masumi bahkan tidak menurunkan Maya. Istri mungilnya itu sekarang meringkuk di pangkuan suaminya. Maya tidak bisa bergerak karena Masumi mengurungnya dengan kedua lengannya.
"Masumi turunkan aku," bisik Maya.
"Kenapa?" Masumi menunduk dan menatap istrinya. Maya mengerucutkan bibirnya lalu menunjuk ke depan dengan matanya. Dia malu dengan Fujiwara dan Alex.
Masumi akhirnya menurunkan Maya di sebelahnya lalu merengkuh bahunya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Masumi.
Maya mengangguk, "Sungguh aku tidak apa-apa,"
Masumi mendesah kesal, "Aku tidak suka wanita itu," keluhnya.
"Kenapa?" Tanya Maya.
"Kau pasti tahu kenapa. Dia menganggapku pria hidung belang,"
Maya tertawa pelan, dia tahu suaminya tidak suka pada wanita agresif. Dia juga kesal dengan sikap Yurie meski tahu Masumi tidak tergoda.
"Aku sempat kesal tadi," kata Maya.
"Karena dia menabrakmu?" Masumi balik bertanya.
Maya menggeleng, "Karena aku tahu dia menggodamu,"
Masumi tertawa, "Aku tidak akan tertarik padanya,"
"Tapi Nona Ono sangat cantik juga...sangat seksi," kata Maya berbisik di akhir kalimatnya. Tidak mau Alex ataupun Fujiwara mendengar kecemburuannya.
"Kenapa kau berpikir seperti itu? Kau tidak percaya padaku?" Tanya Masumi.
"Kau kan juga laki-laki," gerutu Maya.
"Memangnya kenapa kalau aku laki-laki?" Masumi tersenyum geli melihat kecemburuan istrinya.
"Laki-laki biasanya suka wanita cantik dan seksi," gerutu Maya lagi.
"Memang," jelas Masumi.
Maya melotot pada suaminya, "Kau bilang kau tidak tertarik padanya!" Protes Maya.
"Aku? Apa laki-laki yang kau maksud daritadi itu aku? Tentu saja aku tidak begitu karena aku sudah memiliki bidadari paling cantik dan paling seksi di muka bumi ini," kata Masumi seraya mencolek hidung mungil istrinya.
Maya tersipu, "Kau ini bisa saja," Maya memukul manja lengan suaminya.
Masumi kembali merengkuh Maya dalam pelukannya, "Jangan pernah meragukanku Maya. Kau satu-satunya wanita dalam hidupku,"
Maya mendongak menatap suaminya, "Satu-satunya?"
"Satu-satunya." Tegas Masumi.
"Aku mencintaimu," kata Maya seraya menyandarkan kepalanya di dada Masumi.
"Aku juga mencintaimu," balas Masumi sambil memberikan kecupan sayang di kening Maya.

***
"Sakit?" Tanya Masumi. Dia sedang mengoleskan obat pada kedua lutut Maya. Mereka berdua duduk di sofa kamar.
Maya menggeleng sambil tersenyum, "Luka seperti ini sudah biasa bagiku," terluka saat latihan memang bukan hal aneh baginya.
"Tapi kali ini bukan karena latihan," Masumi terlihat masih kesal dengan Yurie.
"Oh ya, bagaimana hasil pertemuan tadi? Apa kau setuju untuk menjalin kerja sama dengan TV Eiji?"
"Tidak. Tuan Ono benar-benar sudah menghinaku dengan mengirimkan putrinya seperti itu,"
Maya tersenyum.
"Kenapa Nyonya? Kau terlihat senang?" Goda Masumi menilai senyuman istrinya.
"Tentu saja aku senang. Aku tidak suka memikirkan suamiku bekerja sama dengan wanita penggoda," jawab Maya.
Masumi tertawa senang, "Apa kau cemburu?"
"Tentu saja aku cemburu, istri mana yang tidak cemburu melihat suaminya digoda wanita lain," kata Maya terus terang.
"Aku senang kau cemburu,"
"Tapi aku tidak dan jangan mencoba membuatku cemburu,"
Masumi tertawa saat Maya mengancamnya sambil melotot.
"Berhenti tertawa dan kembalilah bekerja Tuan Masumi Hayami," kata Maya menirukan gaya bicara Yurie pada Masumi di restoran tadi.
"Wah kau memang aktris hebat Nyonya Hayami," kata Masumi menanggapi akting istrinya.
"Sudah bercandanya, cepat berangkat. Nona Mizuki pasti sudah menunggumu. Kau kan hanya ijin dua jam,"
Masumi melihat jam tangan dan membenarkan perkataan istrinya.
"Istirahatlah yang baik Nyonya. Kau harus benar-benar sehat sebelum syuting panjangmu dimulai,"
Masumi melandaikan tubuhnya dan mendaratkan kecupan hangat namun singkat di bibir Maya.
"Selamat bekerja, hati-hati," pesan Maya.
Maya meraih naskah filmnya setelah suaminya pergi dan mulai tenggelam dalam dunianya.

***
"Apa aku sama sekali tidak bisa bertemu dengannya?" Shiori tampak kesal duduk di ruang keluarga bersama kakeknya juga kedua orang tuanya.
"Shiori, mengertilah." Bujuk ibunya sementara kakek dan ayahnya hanya diam menatap Shiori.
"Aku hanya ingin minta maaf padanya Bu. Kakek aku mohon, ijinkan aku bertemu dengan Maya," pinta Shiori lagi. Sejak kembali ke Tokyo, Shiori sama sekali belum diijinkan keluar oleh keluarganya.
"Masumi tidak mau kau bertemu dengan istrinya," kata kakek Shiori.
Shiori terhenyak di tempatnya, "Dia tahu aku sudah kembali?"
Kakek Shiori mengangguk, "Dia sudah menghubungiku kemarin menanyakan kepulanganmu dan dia memintaku untuk tidak mengijinkanmu bertemu Maya setidaknya tidak untuk waktu dekat ini,"
"Tapi kenapa? Aku hanya ingin minta maaf dan memperbaiki semuanya," kata Shiori sedih.
"Maaf Shiori, mungkin Maya sudah melupakan kejadian itu. Ibu tahu dia adalah gadis yang baik tapi Masumi...setelah apa yang kau lakukan pada Eisuke juga Maya, Ibu tidak yakin Masumi akan melupakan semuanya begitu saja. Terlebih dia sangat menyangi istrinya." Jelas ibu Shiori.
"Juga karena Maya baru saja mendapat kemalangan. Masumi pasti akan berusaha untuk melindungi Maya di masa pemulihannya," tambah ayah Shiori.
"Kemalangan? Maya kenapa?" Tanya Shiori khawatir.
"Dia baru saja kehilangan bayinya." Jawab ibunya.
Shiori menunduk dalam. Sedih. Dia ingin sekali memperbaiki segalanya tapi ternyata keluarganya justru tidak mendukungnya. Padahal mati-matian Shiori mengumpulkan keberaniannya untuk pulang hanya untuk minta maaf pada Maya, Masumi juga Eisuke. Terlebih pada Maya. Betapa dia sudah menyesali semua perbuatan di luar batasnya.
Shiori masih ingat dengan jelas bagaimana Maya dengan sukarela minum racun dari tangannya dan mengerang kesakitan meregang nyawa. Juga bagaimana dia melepaskan peluru panas hingga melukai Masumi. Dia tahu Maya dan Masumi hampir kehilangan nyawa dan hampir membuatnya menghabisi nyawanya sendiri. Kalau saja keluarganya tidak mengusahakan pengobatan depresinya di Canada mungkin dia juga sudah gila atau bahkan mati bunuh diri karena dihantui rasa bersalah.
Tidak! Aku harus bertemu dengannya! Itu adalah tujuanku pulang. Aku harus bisa menemuinya. Aku harus menemui Masumi!
Shiori memutar otaknya mencari cara untuk bisa melaksanakan niatnya.
Waktu yang sama, di Kantor Direktur Utama Stasiun TV Eiji.
Yurie menghempaskan dirinya dengan kesal di kantor ayahnya.
"Kau gagal huh?!"
Yurie menatap kesal ayahnya, "Tidak, aku pasti bisa. Aku pasti akan menaklukkan Masumi Hayami,"
Ayah Yurie terkekeh, "Sudah ku bilang Masumi itu berbeda,"
"Jangan remehkan aku ayah. Bukankah selama ini aku selalu berhasil. Sudah berapa banyak lelaki tunduk di kakiku dan berhasil membuat uang mereka mengalir untuk kita,"
"Aku tidak meremehkanmu Yurie tapi aku sudah memperingatkanmu dari awal. Masumi itu berbeda. Seluruh Jepang juga tahu kalau dia sangat mencintai istrinya. Masumi tidak pernah tertarik pada wanita lain selain Maya,"
Yurie melotot kesal, "Aku masih tidak percaya Masumi menyukai wanita kecil yang terlihat biasa saja seperti itu,"
Ayahnya kembali terkekeh, "Kau sudah tiga tahun berada di luar negeri sehingga tidak melihat kehebohan Jepang yang disebabkan oleh kisah cinta keduanya. Jangan remehkan Maya, dia bahkan bisa menggeser kedudukan cucu pemilik Grup Takatsu,"
"Grup Takatsu? Konglomerat itu? Masumi memilih gadis itu daripada pewaris Grup Takatsu?" Yurie membelalak tidak percaya, "Apa Masumi itu tidak punya akal sehat?"
"Tidak juga,"
Yurie mengernyitkan keningnya.
"Maya juga putri angkat konglomerat Amerika. Sudah kubilang dari awal, caramu itu tidak akan berhasil. Kita harus mendapatkan Masumi dengan cara lain."
Yurie mendengus kesal. Dia diminta pulang oleh ayahnya setelah tiga tahun dia tinggal di London karena TV Eiji sedang dalam masalah. Biasanya Yurie akan merayu pengusaha muda agar mereka mengucurkan uang mereka untuk ayahnya. Tapi kali ini Yurie tidak mau merayu sembarang pengusaha. Mendengar nama besar Daito Yurie tergiur. Jika dia berhasil mendapatkan Masumi maka dia tidak perlu lagi merayu pria hidung belang hanya untuk mengambil uang mereka. Secara pribadi Yurie memang tertarik dengan Masumi. Sikap dingin Masumi padanya justru semakin membuatnya bersemangat untuk menaklukkannya.
"Apa istimewanya Maya itu selain sebagai aktris dan pemegang hak pementasan Bidadari Merah. Aku juga bisa lihat betapa Masumi memuja istrinya,"
"Kau sudah bertemu dengan Maya?"
Yurie mengangguk, "Aku sedikit kasar padanya tapi aku tidak tahu kalau dia istri Masumi,"
Ayah Yurie terkejut, "Jangan bermain api Yurie. Jika kau berani menyentuh Maya maka TV Eiji yang kita perjuangkan selama ini hanya akan tinggal nama. Masumi dan keluarga Anderson tidak akan tinggal diam."
"Ayah tenang saja. Aku pasti bisa menyelesaikan semua ini."
"Aku sudah memperingatkanmu Yurie. Kita hanya butuh uang jadi jangan bahayakan nyawamu. Masih banyak pengusaha lain yang bisa dengan mudah kau rayu agar mengeluarkan uangnya."
"Aku sudah bosan ayah. Mau sampai kapan aku melakukannya? Aku juga tidak semakin muda setiap harinya. Jika aku mendapatkan Masumi maka aku tidak perlu bersusah payah lagi. Aku akan menjadi Nyonya Hayami dan TV Eiji akan aman selamanya."
Ayah Yurie terbahak, "Kau bermimpi menjadi Nyonya Hayami? Apa kau berniat menyingkirkan Maya. Itu bunuh diri namanya,"
Yurie menyeringai, "Aku pasti berhasil ayah, aku pasti berhasil,"
Ayah Yurie hanya menggeleng melihat kekerasan hati putrinya.

***
Hari-hari berlalu tenang setelah pertemuan Masumi dengan Yurie. Kesehatan Maya sudah pulih dan dokter sudah mengijinkannya untuk syuting dan beraktivitas seperti biasa.
Hari itu Maya sedang bersiap di lokasi syuting saat Hijiri datang sebagai kurir bunga.
"Nyonya ada kiriman bunga untuk anda," seru Rose.
Maya yang tengah duduk membaca naskahnya menoleh pada Hijiri yang berdiri disamping Rose.
"Selamat siang Nyonya," Hijiri mengangguk hormat pada Maya.
Maya tersenyum senang menyambutnya, "Terima kasih," ucap Maya. Meski identitas mawar ungu sudah bukan rahasia lagi tapi Hijiri masih tetap sebagai karyawan bayangan Daito yang tidak boleh terungkap identitasnya.
"Senang melihat anda kembali sehat dan ceria Nyonya," kata Hijiri lirih.
"Terima kasih kak Hijiri," jawab Maya sama lirihnya.
"Saya permisi," Hijiri kembali mengangguk hormat sebelum meninggalkan Maya.
Maya memeluk buket bunga mawar ungunya dan membaca kartu ucapannya.

Untuk istriku tersayang

Semoga syuting perdanamu berjalan lancar
Aku akan menjemputmu sore ini

Dari suamimu


Senyum Maya mengembang lebar, menggambarkan kegembiraannya.
"Mawar ungu yang cantik,"
Maya menoleh dengan terkejut pada orang yang berdiri di sampingnya.
"Oh David, kau mengejutkanku," kata Maya.
"Wah, kau terlalu serius memandangi bunga itu sampai tidak menyadari kedatanganku," David terkekeh.
Maya tersenyum malu.
"Sepertinya bunga yang istimewa. Dari suamimu?" David duduk di sebelah Maya dan ikut mengamati buket bunga yang masih dipeluk Maya.
"Iya sekaligus dari pengagum setiaku," kata Maya.
"Pengagum setia? Suamimu?"
Maya mengangguk, "Iya, dia yang mendukukngku sejak aku naik panggung pertama kali."
"Hhmmm, jadi suamimu itu benar-benar menikahi idolanya,"
Maya tertawa mendengarnya.
"Kau terlihat bahagia bersamanya,"
"Aku lebih dari bahagia David. Masumi sangat menyayangiku, dia adalah segalanya bagiku,"
David hanya menyeringai tipis mendengar Maya memuji suaminya.
"Maaf Nyonya, sutradara meminta anda menemuinya," sela Rose. Dia melirik pada David yang duduk di kursinya di sebelah Maya. Perasaannya sedikit tajam pada aktor tampan Holywood itu.
"Baik Rose, aku segera kesana. Permisi David," Maya meletakkan buket bunganya di kursi lalu pergi menemui sutradara.
David masih bergeming di tempatnya, matanya terpaku pada buket bunga mawar ungu di kursi Maya. Mengulurkan tangannya, David memetik setangkai bunga dan menghirupnya dalam. Dia berdiri dan berjalan menjauh dengan masih membawa setangkai mawar ungu. Namun tiba-tiba dia menjatuhkan bunga itu dan menginjaknya. Tidak ada yang melihat kecuali dua pasang mata yang sejak tadi mengamatinya dari jauh.
"Sepertinya akan ada sedikit masalah, Hijiri,"
"Kau tahu apa yang harus dilakukan Alex. Nyonya kita itu terlalu lugu untuk bisa mengerti niat lawan mainnya,"
Keduanya menyeringai bersamaan lalu berpisah untuk kembali pada tugas masing-masing.
Syuting berjalan lancar sepanjang hari itu. Seperti biasa akting Maya dan Ayumi selalu mempesona. Alex dan Rose sama sekali tidak membiarkan Maya sendiri. David seringkali berusaha mengambil kesempatan berdua dengan Maya tapi Alex tidak pernah membiarkannya, terlebih dengan apa yang sudah dilihatnya pagi tadi.
Maya menghela napas dan menghempaskan tubuhnya di kursi, terlihat lelah menjalani syuting pertamanya.
"Minuman untuk Nyonya Hayami,"
Maya tersenyum melihat Koji datang membawakannya secangkir kopi panas.
"Terima kasih," kata Maya.
"Boleh aku duduk sebentar dengan Nyonya Hayami Nona Miller?" Tanya Koji pada Rose.
"Tentu Tuan Sakurakoji," jawab Rose dan dia kembali fokus membereskan barang-barang Maya.
Koji duduk di sebelah Maya, meneguk kopinya dan menatap wanita yang dulu pernah menjadi pujaan hatinya itu.
"Ada apa?" Tanya Maya saat menyadari Koji terus menatapnya.
"Hhmm, kau semakin cantik dan semakin pandai berakting. Rasanya semakin sulit mengejarmu,"
Maya tertawa, "Kau berlebihan Koji. Kau juga semakin pandai dalam berakting juga semakin terkenal saja. Lihatlah penggemarmu sejak tadi sudah menunggu." Maya menunjuk dengan matanya pada kerumunan gadis yang menunggu di dekat pintu masuk studio syuting mereka.
Koji tertawa, "Aku akan membuat mereka pergi meninggalkanku sebentar lagi,"
Maya memiringkan kepalanya dan memandang Koji heran, "Apa maksudnya?"
"Aku akan menikah," bisik Koji.
"Hah?!" Maya terpekik dengan ekspresi senang.
"Setelah syuting Winter Love selesai," kata Koji.
Maya meletakkan kopinya dan langsung memeluk Koji. Sejenak Koji tersentak tapi kemudian dia membalas pelukan Maya. Dia tahu Maya hanya menganggapnya sahabat baik dan dia juga akan beranggapan sama dengan Maya.
Koji melihat sosok pria memasuki studio dan dengan cepat dia menjauhkan dirinya dari Maya. Dia tidak mau dianggap mengambil kesempatan atas kepolosan Maya. Meski sebenarnya terlambat, pria yang adalah Masumi Hayami itu sudah melihat dan sekarang menatap tajam padanya.
"Selamat ya," ucap Maya senang. Dia masih belum menyadari kehadiran suaminya.
"Terima kasih Maya," balas Koji. Matanya beralih memandang Masumi yang berdiri di belakang Maya dan Maya langsung berbalik.
"Masumi!" seru Maya senang.
"Selamat malam Tuan Masumi," sapa Koji.
"Selamat malam Koji," balas Masumi dingin.
Maya menarik lengan suaminya dan mengajaknya mendekat pada Koji.
"Masumi, ada kabar gembira," seru Maya dengan mata berbinar.
Masumi menunduk dan menilai ekspresi Maya. Istrinya itu jelas tidak tahu kalau Masumi tidak senang dengan apa yang baru saja dilihatnya.
"Oh ya, melihatmu aku bisa bayangkan betapa gembiranya dirimu, apapun itu beritanya," kata Masumi seraya melirik pada Koji.
Koji menahan tawanya mendengar sindiran Masumi. Suami Maya itu jelas cemburu padanya.
"Koji akan menikah sebentar lagi," jelas Maya sambil bergelayut manja pada lengan suaminya.
Masumi gagal menyembunyikan keterkejutan juga kegembiraannya. Senyum mengembang diwajahnya dan topeng esnya langsung mencair.
"Selamat Koji," kata Masumi dengan nada yang lebih ramah sekarang.
Koji tersenyum dan mengangguk hormat, "Terima kasih Tuan Masumi, saya harap anda dan Maya bisa hadir nanti,"
"Tentu saja kami akan datang," kata Maya bersemangat.
"Ya, kami akan datang," tambah Masumi dengan begitu meyakinkan.
"Sudah malam, saya permisi,"
"Sampai jumpa besok Koji,"
"Sampai jumpa Maya,"
Masumi hanya mengangguk saat Koji berlalu pergi. Dia langsung menatap Maya yang masih berbinar senang karena berita pernikahan sahabatnya itu.
"Sayang, aku tahu kau senang dengan berita ini tapi bisakah kau hanya mengucapkan selamat tanpa harus memeluk Koji?"
"Oh?! Kau melihatnya?" Seru Maya terkejut.
"Tentu saja aku melihatnya." jawab Masumi.
"Ku pikir kau tidak melihatnya," kata Maya santai.
"Eh? Jadi kalau aku tidak ada kau pikir bisa memeluk Koji sesuka hatimu?"
Maya tertawa, "Jangan konyol Masumi. Aku hanya mengucapkan selamat sebagai seorang sahabat tidak lebih," Maya kembali memeluk lengan suaminya.
"Aku senang dia akan segera menikah," celetuk Masumi.
"Oh ya?" ejek Maya.
"Tentu saja, setidaknya aku akan lebih tenang," jawab Masumi seraya mendesah lega.
"Nah, mulai lagi," Maya melepaskan tangannya dan berkacak pinggang.
"Mulai lagi? Kau yang mulai dengan berpelukan dengannya,"
"Bukan seperti itu, masa iya sampai sekarang kau masih cemburu dengan Koji,"
"Kau juga cemburu saat Nona Ono menggodaku kemarin kenapa aku tidak boleh cemburu pada Koji? Kau malah berpelukan dengannya,"
"Itu berbeda,"
"Beda apanya?"
"Koji tidak sengaja menggodaku seperti yang dilakukan wanita itu,"
"Menurutku sama saja,"
Maya merapatkan bibirnya dan mendengus kesal. Masumi hanya memandang istrinya yang sekarang melipat tangan didada.
"Nyonya, semua sudah selesai. Anda bisa pulang sekarang," kata Rose.
"Baguslah, aku memang mau pulang sekarang. Terima kasih Rose, sampai jumpa besok," kata Maya yang kemudian meraih tasnya dan bergegas pergi.
"Anda membuatnya marah Tuan," kata Rose.
"Bukankah seharusnya aku yang marah," jawab Masumi.
Rose terkekeh lalu mengendikkan bahunya. Masumi menggeleng putus asa dan segera mengikuti istrinya. Dia memang selalu tidak berdaya menghadapi Maya.
Maya dan Masumi berjalan dalam diam tanpa menyadari ada memperhatikan perdebatan kecil mereka tadi.
Seorang wanita mengulum senyum seraya merapatkan mantel panjang yang dipakainya. Tanpa melepaskan kacamata hitamnya wanita itu terus mengamati sepasang suami istri yang sekarang berjalan memasuki area parkir.
Maya....aku tahu apa yang harus aku lakukan padamu. Masumi pasti akan menjadi milikku.

***
Maya masih cemberut saat keduanya sudah duduk di dalam mobil.
"Fujiwara kita ke Ginza,"
"Baik Tuan," dan mobil segera meluncur.
Maya menoleh pada suaminya.
"Kau belum makan malam kan? Kita akan makan di luar," jelas Masumi.
Maya kembali mengerucutkan bibirnya dan melipat tangannya di dada. Masumi membungkuk mendekatkan wajahnya pada wajah Maya. Ibu jarinya mengusap lembut bibir istrinya.
"Aku akan melumat bibir ini kalau tidak juga berhenti cemberut. Tidak peduli ada Alex atau Fujiwara yang akan melihatnya." Ancam Masumi.
Maya membelalak terkejut mendengar ancaman Masumi tapi kemudian mengabaikannya. Dia tahu Masumi selalu sopan didepan para stafnya meski ya pernah satu atau dua kali dia hilang kendali.
Masumi menyeringai tipis saat Maya tidak juga tersenyum dan malah melotot padanya.
"Jangan menantangku Nyonya," bisiknya didepan bibir Maya.
"Coba saja," Maya menaikkan alisnya.
Masumi tersenyum dan Maya terlambat menghindar saat tangan Masumi merengkuh tengkuknya dan menahannya tidak bergerak sementara lengan Masumi yang lain melingkar di pinggangnya. Maya merapatkan bibirnya saat Masumi menciumnya tapi penolakan itu tidak bertahan lama karena saat Masumi mendesaknya Maya menyerah. Maya meleleh oleh ciuman panas suaminya.
Tidak peduli dengan keberadaan Alex dan Fujiwara, Masumi membuktikan ancamannya. Masumi baru berhenti dan melepaskan bibir Maya ketika istrinya itu sudah terengah kehabisan napas. Wajah Maya semerah tomat ketika dengan seringai lebar Masumi menatapnya.
"Apa masih mau cemberut lagi?" Goda Masumi.
Maya terengah tapi sekarang bibirnya tersenyum lebar. Tidak mau Masumi mengulangi perbuatannya. Masumi tertawa dan menyembunyikan wajah malu Maya ke dadanya.
"Kau ini, aku malu sekali," lirih Maya yang masih menyurukkan wajahnya di dada Masumi.
"Alex, Fujiwara, apa kalian melihat sesuatu?" Tanya Masumi.
"Tidak Tuan," jawab keduanya bersamaan. Mata mereka tetap terpaku ke depan demi keselamatan.
"Nah kau dengar kan? mereka tidak melihat apapun," kata Masumi.
"Memang siapa yang kau bohongi," dengus Maya kesal.
Masumi kembali tertawa. Keduanya sudah kembali akur saat tiba di kawasan Ginza. Maya mengenakan mantelnya dan memeluk lengan Masumi saat keluar dari mobil.
"Masumi, aku tidak mau makan direstoran mewah. Kita makan dicafe saja ya." Pinta Maya.
"Burger dan kentang goreng?" Tebak Masumi.
Maya mengangguk senang. Keduanyapun berjalan menuju sebuah cafe. Maya menunjuk tempat duduk disebelah jendela tapi Masumi tidak setuju.
"Semakin tersembunyi tempatnya semakin bagus," kata Masumi seraya membimbing Maya ke sudut ruangan cafe yang tidak terlalu ramai.
"Kenapa? Jangan bilang kau mau mengerjaiku lagi?" Kata Maya.
Masumi menoleh dan menatap geli istrinya, "Kau juga suka kan?" Goda Masumi.
"Hentikan Masumi! Aku tidak mau, kita duduk disana saja," Kata Maya.
"Hei, kau ini aktris Maya, apa kau lupa? Kalau ada yang mengenalimu maka itu akan mengganggu makan malam kita," Masumi mengutarakan alasan lain atas pilihan tempat istrinya.
"Ah iya, kau benar," akhirnya Maya menurut.
Masumi memesan makanan dan Maya tampak begitu senang.
"Kau tidak lelah?" Tanya Masumi.
"Hari ini memang melelahkan tapi aku senang bisa makan malam santai seperti ini denganmu,"
"Itulah yang aku suka darimu,"
"Apa?"
"Hemat. Kau bahagia hanya dengan burger dan kentang goreng,"
"Heh?! Dasar Direktur Daito! Keuntungan saja yang kau pikirkan,"
Maya memukuli lengan suaminya dan keduanya tergelak senang. Mereka baru berhenti bercanda ketika menyadari beberapa pengunjung cafe memperhatikan dan menertawakan mereka. Pelayan yang mengantar makanan mereka bahkan harus menahan senyumnya saat melihat kemesraan Maya dan Masumi.
"Kau membuatku malu lagi," keluh Maya lirih seraya menundukkan kepalanya dalam. Tidak mau ada yang mengenalinya.
"Biarkan saja, tidak ada aturan di negeri ini yang mengatakan di larang bercanda di tempat umum apalagi dengan istri sendiri," kata Masumi santai.
"Kau seperti bukan Masumi saja. Kemana Masumiku?" Kata Maya seraya menggigit burgernya.
"Direktur Daito sudah mati tadi karena melihat istrinya dipeluk oleh mantan pacarnya dan sekarang hanya ada Masumi yang ingin menunjukkan pada dunia bahwa Maya, ISTRINYA TERCINTA, hanyalah MILIKNYA,"
Maya menganga mendengar jawaban suaminya, "Ah, kau masih saja membahas hal itu. Aku kan sudah bil....,"
"Ssttt, diamlah dan jangan cemberut atau aku akan menciummu lagi seperti tadi," ancam Masumi didepan wajah istrinya dan Maya langsung tersenyum. Lebar. Sangat lebar.
"Tapi kalau senyummu selebar itu aku juga jadi ingin menciummu sayang," goda Masumi.
"Hah! Apa sih maumu, jangan menggodaku terus," kata Maya kesal.
Masumi tertawa sepertinya dia sedang bahagia sampai terus menerus mengganggu istrinya atau malah sebaliknya dia sedang begitu khawatir dan berusaha untuk menutupinya.
"Kau tidak apa-apa kan Masumi?" Tanya Maya ketika suaminya sudah berhenti tertawa dan keduanya kembali makan dengan tenang.
"Kenapa? Aku tidak apa-apa," jawab Masumi sambil tersenyum manis.
Maya terdiam menatap suaminya.
"Hei, ada apa? Aku tidak apa-apa, memangnya aku kenapa?" Masumi meletakkan burgernya dan meraih tangan Maya. Menggenggamnya, meletakkannya di atas pangkuannya.
"Entahlah, aku merasa kau aneh. Kau seperti sedang menutupi sesuatu," Maya menatap suaminya mencoba mencari pembenaran atas dugaannya.
Masumi menangkupkan tangannya kewajah Maya dan dengan manja Maya bersandar pada sentuhan lembut suaminya.
"Aku mencintaimu Maya dan aku akan selalu menjagamu, membahagiakanmu," ucapnya.
Maya kembali terdiam mendengar penuturan suaminya. Dia tahu pasti sesuatu yang telah terjadi dan Masumi mencoba menutupinya.
"Terima kasih sayang, aku juga mencintaimu," ucap Maya lembut.
Keduanya tersenyum dan Maya menjatuhkan dirinya dalam pelukan suaminya. Masumi mengeratkan pelukannya, terbayang dalam benaknya kejadian di kantornya siang tadi.

***
Ruang Kerja Masumi menjelang makan siang.
"Apa kabar Masumi?" Sapa seorang wanita yang berdiri di ambang pintu sementara Mizuki berdiri dibelakangnya dengan tatapan bingung.
Masumi langsung berdiri dari kursinya dan memandang tak percaya pada sosok wanita yang tiba-tiba muncul dihadapannya.
"Maaf Tuan, saya...,"
Masumi mengangkat tangannya dan Mizuki berhenti bicara.
"Silakan masuk, Shiori," kata Masumi kemudian.
Mizuki mengangguk hormat lalu menutup pintu dan meninggalkan atasannya bersama tamunya. Tamu yang pernah hampir membunuhnya.
Shiori duduk dalam diam dan Masumi juga hanya diam mengamati wanita yang duduk didepannya.
"Bagaimana kabarmu Shiori? Kau tampak sehat," kata Masumi membuka percakapan diantara mereka setelah keduanya terdiam cukup lama.
"Aku baik. Bagaimana denganmu, bagaimana kabarmu dan...Maya?" Tanya Shiori ramah namun suaranya melirih saat menyebut nama Maya.
Masumi mengeratkan kepalan tangannya di atas lengan kursinya. Maya...
"Kami baik-baik saja," jawab Masumi datar.
"Maaf mengejutkanmu. Aku tahu kau tidak ingin bertemu denganku." Shiori menatap lawan bicaranya dan terkejut ketika Masumi tersenyum padanya. Setelah sekian lama bahkan senyuman itu masih bisa menggetarkan hatinya.
"Tidak Shiori, aku tidak mengatakan hal itu. Kau boleh menemuiku bahkan sebenarnya aku memang berencana untuk menemuimu tapi aku tidak mau kau menemui...,"
"Maya?" Potong Shiori cepat.
Masumi mengangguk.
"Tapi aku ingin bertemu dengannya," pinta Shiori.
"Maaf Shiori. Aku tidak akan membiarkanmu bertemu dengannya," tegas Masumi.
"Masumi, tolonglah. Aku ingin minta maaf padamu, minta maaf pada paman dan terlebih lagi pada...Maya," Shiori menahan tatapan matanya tetap lurus pada pria dingin dihadapannya, mencoba meyakinkan Masumi akan niat baiknya.
"Minta maaf?" Masumi menyeringai.
"Maafkan aku Masumi," lirih Shiori.
Masumi menggeleng keras, "Kau tidak perlu minta maaf padaku Shiori. Peluru itu setimpal dengan apa yang telah aku lakukan padamu. Akulah yang harus minta maaf karena telah menyakiti perasaanmu. Kalau saja aku bisa lebih tegas tentu aku tidak akan membuatmu terluka."
"Masumi...,"
Bibir Masumi menekan menjadi garis tipis, "Ayahku juga sudah menyadari semua kesalahannya. Apa yang kami berdua alami adalah akibat dari perbuatan kami. Konsekuensi yang memang layak kami terima, aku dan Ayah jelas menyadari itu. Tapi Maya...," Masumi menghela napas. Begitu pahit ketika harus mengingat kenangan Maya yang hampir saja kehilangan nyawa karenanya.
"Ku mohon ijinkan aku bertemu dengan Maya," Shiori benar-benar memohon kali ini.
"Maaf Shiori, aku tidak bisa," tegas Masumi lagi.
"Aku hanya ingin minta maaf," mata Shiori menatap penuh harap.
"Dia sudah memaafkanmu. Bahkan sebelum kau menyadari kesalahan yang telah kau lakukan dia sudah memaafkanmu. Jadi kau tidak perlu bertemu dengannya."
"Aku tidak akan menyakitinya," Shiori bersikeras.
Masumi terdiam.
"Kau tidak percaya padaku?"
"Aku tidak mau bertaruh untuk sesuatu yang aku sendiri tidak yakin Shiori,"
"Percayalah Masumi, aku tidak akan menyakitinya. Aku hanya ingin mendengar sendiri kalau dia sudah memaafkanku. Aku tidak akan tenang sebelum bertemu dengannya. Aku berjanji akan kembali ke Canada setelah mendengar maaf darinya. Tolong...,"
"Tidak Shiori!"
Shiori tersentak dengan suara tinggi Masumi.
"Maaf," kata Masumi kemudian.
"Ku mohon," lirih Shiori lagi. Dia belum menyerah.
Masumi terdiam dan sesaat kemudian menekan tombol interkomnya.
"Mizuki, tolong antar Shiori keluar," katanya.
Shiori memandang sedih, "Kau benar-benar tidak mengijinkanku?"
"Aku akan lakukan apapun untuk melindungi istriku. Maaf, Shiori,"
Masumi berdiri dan Shiori mengikutinya. Dia hanya diam saat akhirnya Mizuki mengantarnya keluar.

***
"Masumi, kau melamun?" Maya mengusap wajah suaminya. Keduanya masih berpelukan.
"Tidak, aku hanya sedang memikirkanmu," Masumi kembali berakting didepan istrinya. Dengan lembut dia mengeratkan pelukannya, mengusap punggung istrinya dan menyandarkan dagunya pada puncak kepala Maya.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Menurutmu?"
Maya terkikik dan menggosokkan hidungnya di dada suaminya, "Pasti sesuatu yang tidak sopan,"
Masumi tertawa, merenggangkan pelukannya dan menatap Maya, "Apa tidak sopan kalau aku menginginkan istriku?"
"Jadi kau benar memikirkan hal itu?" Maya justru mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Masumi.
Masumi mengangguk. Jelas dia berbohong tapi hanya hal itu yang bisa mengalihkan Maya.
"Dasar direktur mesum," kata Maya.
"Hei, direktur mesum ini suamimu," jawab Masumi, "Kita pulang sekarang?"
Maya tertawa, "Aku ke toilet sebentar,"
"Baiklah, hati-hati," pesan Masumi.
"Hati-hati?" Maya balik bertanya dengan heran sebelum berdiri.
Bukan Masumi namanya jika dia tidak punya alasan untuk berkilah.
"Terakhir kali ku ingat kau terluka pada kedua lututmu didepan toilet," kata Masumi.
"Ah itu, ya....,"
Maya akhirnya berdiri dan langsung mengangkat tangannya saat Alex ingin mengikutinya ke kamar mandi.
"Toilet wanita Alex, kau tidak perlu mengikutiku," kata Maya seraya menggoyangkan telunjuknya.
Masumi dan Alex saling berpandangan. Masumi mengangguk dan Alex kembali duduk.
"Hati-hati," pesan masumi lagi.
"Aku mau ke toilet sayang bukannya pergi berperang," kata Maya seraya melempar senyum pada suaminya sebelum melenggang pergi.
Masumi mengamati Maya dengan khawatir. Hatinya tidak tenang. Alex tahu apa yang dirasakan tuannya diapun beranjak dari kursinya yang tidak jauh dari tempat Masumi.
"Saya akan melihat Nyonya," kata Alex.
"Tidak Alex, biar aku saja,"
Masumi berdiri dan baru saja dia hendak melangkah seorang wanita datang menghampirinya. Dia mengenakan mantel panjang musim dingin yang ketat membentuk lekuk tubuhnya. Melepas kaca mata hitamnya, wanita itu tersenyum.
"Selamat malam Tuan Hayami," sapanya ramah.
"Nona Ono?" Desis Masumi terkejut.
Sementara itu di toilet, Maya sedang mencuci tangannya. Matanya masih berbinar senang karena teringat semua candaan Masumi. Mengangkat wajahnya menatap cermin mata Maya melebar seketika, kedua tangannya tertangkup dimulutnya. Maya berbalik, meyakinkan dirinya akan bayangan yang dilihatnya di cermin. Seorang wanita tersenyum padanya. Rambut hitam panjang yang ditata rapi, wajah cantik dan senyum lembut menawan. Jantung Maya serasa berhenti berdetak saat melihatnya.
"Apa kabar Maya?" Sapanya ramah.
"Nona Shiori?!"

***
>>Bersambung<<
>>Every Day I Love You - Chapter 2<<
>>Every Day I Love You - Chapter 4<<

Post a Comment

9 Comments

  1. Setelah pending minggu lalu, akhirnya bisa apdet juga chapter 3
    Happy reading buat semuanya, jangan lupa komennya ya.... tq*bighug :)

    ReplyDelete
  2. olalaaaahhhhh.... langsung 2 lobak???? hadeeeehhh mau jadi konflik ky gimana ini say??? heheheheee jangan lama' update nya yaa say... selalu ditunggu..... *bighug*
    belum panas ceritanya.... xixixixixi

    ReplyDelete
  3. Memang sebal sama shiori tapi kalo dia mo minta maaf,,ya baguslah,,ngurangin musuh :D
    dan yang menyebalkan berganti dengan yuki ono,,,cewek menyebalkan yg agresif,,ckckck
    tapi masumi dan maya tetep pasangan paling romantisssss :D

    ReplyDelete
  4. Bacanya bkin sepaneng banget noh ada 2musuh mncul... blm lagi shiori klo tiba2 mncul tanduknya lagi dikepala... dag dig dug...

    ReplyDelete
  5. Moga ga pake sedih2 an lg ya...ne yg jahat nya byk bgt...

    ReplyDelete
  6. Akhirnyaaa yg ditunggu tunggu, lanjut jg hehehehe... Jgn lama2 yaah updatenya. Btw mbaa ceritanya jgn kebanyakan seputar obsesif n cemburunya masumi maya aja ya, kayanya masuminya terlalu bnyk ngontrol si maya, hehehehe jd rada kesian jg liat maya bnyk diatur begitu. Anyway, lanjuuuut yah mba, cepetan deh si lobak ono itu diskak mat ama maya masumi :D

    ReplyDelete
  7. Yukie Ono, Shiori ama David.... hmmm.... bakal seru nih....

    ReplyDelete