Pure Love - Chapter 12


"Maafkan saya Tuan Besar," Hijiri membungkuk di depan Eisuke yang sejak tadi hanya diam dengan ekspresi sedih, menatap pintu ganda dengan label emergency room di bagian atasnya. Di belakang Eisuke berdiri Asa dan Mizuki yang menunjukkan ekspresi serupa.
"Aku tidak menyangka Takamiya akan melakukannya secepat ini," lirih Eisuke dan Hijiri yang sudah kembali menegakkan tubuhnya dapat merasakan penyesalan Eisuke.
"Saya juga tidak menyangka. Awalnya saya datang ke kondo untuk bertemu Tuan Masumi ternyata saya bertemu anak buah Takamiya di basement. Beruntung saya mengenali mereka tapi saya tidak menduga kalau ada rencana lain yang sudah mereka siapkan," terang Hijiri.
"Mereka gegabah juga sampai bertindak secara terang-terangan seperti ini. Apa Tuan Besar Takamiya sudah tahu tentang kesepakatan yang kita buat bersama Tuan Besar Tanaka?" tanya Asa.
Eisuke mengeratkan tangan di atas lengan kursi rodanya, "Aku tidak terkejut kalau dia tahu dan aku yakin dia mulai curiga kalau aku sudah berpihak pada Masumi," jawab Eisuke tanpa menatap Asa.
Pintu emergency room yang terbuka menyela pembicaraan mereka. Dengan hati-hati Asa mendorong kursi roda Eisuke untuk menghampiri sang dokter.
"Tuan Besar Hayami," sapa sang dokter penuh hormat, dia adalah dokter pribadi keluarga Hayami, Hayate.
"Bagaimana keadaan mereka berdua?" tanya Eisuke.
"Anda harus tenang Tuan Besar, ingat juga kesehatan Anda," sang dokter lebih dulu memperingatkan Eisuke, "Tuan Masumi mengalami memar di tulang rusuk kanannya, kemungkinan karena terbentur kemudi dan Nyonya Maya mendapat tiga jahitan dipelipis kanannya karena terkena pecahan kaca. Selebihnya tidak ada luka yang membahayakan. Kami akan memindahkannya ke kamar rawat," terang dokter Hayate.
Eisuke sedikit berlega hati mendengar penjelasan sang dokter. "Bisakah mereka dirawat dalam satu ruangan?" tanyanya kemudian. Dokter Hayate menautkan alis dengan bingung. "Baru saja ada orang yang ingin mencelakai mereka, aku tidak mau mengambil resiko dengan meletakkan mereka di kamar terpisah. Akan lebih aman dan lebih mudah menjaganya kalau mereka tinggal dalam satu kamar," Eisuke menjelaskan maksud permintaannya.
Dokter Hayate mengangguk tanda mengerti, "Saya akan mengatur semuanya," jawabnya kemudian sebelum akhirnya dia permisi untuk kembali masuk.
"Hijiri," panggil Eisuke.
"Ya Tuan Besar," jawab Hijiri yang segera berdiri dengan pose siaga disamping Eisuke.
"Hubungi Masato juga Midori dan koordinasikan masalah pengamanan dengan beberapa pengawal yang lain," perintah Eisuke.
"Baik Tuan Besar," Hijiri mengangguk mengerti.
"Untuk sementara kau ambil alih semua tugas Masumi di Daito. Jangan buat keributan dan jangan sampai masalah ini tercium media. Mizuki, atur ulang semua jadwal Masumi sesuai dengan Hijiri. Mulai hari ini kalian harus terbiasa bekerja sama," perintah Eisuke lagi.
Mizuki dan Hijiri mengangguk bersamaan. Mereka pun langsung melakukan tugasnya sementara Asa membawa Eisuke mengikuti Masumi dan Maya yang baru saja keluar dari emergency room.

***
"Jadi mereka masih hidup?" Tuan Besar Takamiya menatap kolam ikan di halaman belakang rumahnya dengan perasaan kesal. Tidak puas dengan laporan salah satu anak buah Wada, orang kepercayaannya.
"Maafkan saya Tuan Besar," anak buah Wada itu bersimpuh di atas rumput dengan tubuh gemetar.
Tuan Besar Takamiya hanya diam dan Wada sudah tahu makna dari kediaman tuannya itu. Dengan satu isyarat Wada memerintahkan anak buahnya yang lain untuk membawa pria itu dan nasibnya sudah pasti tragis.
"Wada, aku tidak mau mendengar kegagalan lagi," ucap Tuan Besar Takamiya dengan masih menatap ikan koi kesayangannya di dalam kolam.
Wada membungkuk hormat di belakang sang Tuan Besar, "Baik Tuan Besar, untuk selanjutnya saya yang akan turun tangan secara langsung," ucapnya.
"Bagus, terserah bagaimana caranya, aku mau mendengar seluruh keluarga Hayami hancur," tegas Tuan Besar Takamiya, kedua tangannya yang terkait di belakang punggung tampak mengerat, menegaskan emosinya yang sedang bergejolak. Aura gelap yang tercipta di sekelilingnya membuat semua anak buah Wada bergidik dan menundukkan kepala. "Panggil Shiori, aku ingin bicara dengannya," kata Tuan Besar kemudian.
"Baik Tuan Besar," dan salah satu anak buah Wada segera pergi melaksanakan perintah.
"Hhmm, Hayami, semua ini belum berakhir," gumam Tuan Besar Takamiya disertai seringai lebar yang menyeramkan.

***
Masumi terjaga tak lama setelah dirinya dipindahkan ke kamar rawat inap. Kamar VVIP besar dengan fasilitas dan penjagaan yang ketat. Baru saja Masumi membuka mata, dia disentakkan oleh ingatan terakhirnya sebelum pingsan. Bangun dengan tergesa, Masumi melenguh keras begitu rasa sakit menyapa tulang rusuknya, memaksanya kembali berbaring.
"Aku akan tenang kalau jadi kau."
Masumi menoleh dan mendapati Eisuke juga Asa berjalan menghampirinya. "Ayah," lirihnya.
"Hhmm, bagaimana keadaanmu?" tanya Eisuke.
"Bagaimana Maya?" Masumi justru balik bertanya dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Dia disampingmu," jawab Eisuke singkat dan Masumi segera menoleh ke sisi lain tempat tidurnya. Kekhawatirannya semakin berlipat ganda kala melihat kening Maya yang dibalut kain kasa. Masumi memaksakan diri untuk bangun, menahan nyeri dan sakit.
"Tuan Masumi, tenanglah," Asa segera menahan lengan Masumi ketika dia hendak turun dari tempat tidur untuk melihat Maya. "Nyonya baik-baik saja. Selain luka gores di pelipisnya, tidak ada luka yang membahayakan. Anda juga harus memikirkan kondisi Anda, Tuan," Asa mengingatkan.
Masumi menghela napas panjang dan dengan terpaksa kembali berbaring. "Apa Paman Asa yakin Maya baik-baik saja?" Masumi masih belum percaya.
"Dokter Hayate tidak mungkin berbohong kan? Istrimu baik-baik saja. Dinginkan kepalamu karena perang baru saja dimulai," tegas Eisuke. Dia tahu Masumi khawatir pada Maya, dalam hatipun dia merasakan hal yang sama. Hanya saja sekarang bukan waktunya untuk khawatir berlebihan pada kondisi Maya yang jelas sudah baik-baik saja. Keadaan di luar sana sedang genting karena keluarga Takamiya benar-benar tidak tinggal diam.
"Takamiya?" tebak Masumi dengan raut wajah keras.
"Ya, mereka jelas mengincarmu dan Maya. Tidak akan berhenti sebelum puas dan sebelum Daito hancur," kata Eisuke.
Masumi terdiam lalu kembali menoleh ke arah Maya yang belum juga sadar. "Apa Ayah yakin akan tetap melakukan rencana itu? Aku rela kalau Ayah tetap mempertahankan Daito dan melepasku. Ku pikir Hijiri dan Mizuki bisa melakukannya. Ditambah Tuan Tanaka, Daito pasti akan aman," kata Masumi tanpa menatap Eisuke. Dia lebih memilih untuk  menatap langit-langit kamar.
Eisuke menyeringai, "Jadi kau menyerah? Kemana Masumi yang kemarin menggebu-gebu melawanku?"
Masumi memutar kepalanya dan menatap Eisuke, "Aku tidak menyerah Ayah, hanya menyayangkan kalau Ayah melepas Daito hanya demi aku. Kalaupun aku berperang, biarkan aku melakukannya sendiri," terang Masumi dan Eisuke justru terbahak mendengarnya.
"Kau percaya diri sekali bisa melawan Takamiya sendiri. Padahal baru saja kau nyaris kehilangan nyawa. Kemana otak jeniusmu itu? Kau pikir jika aku tidak membantumu maka Takamiya akan melepaskan Daito?" Eisuke kembali terkekeh, "Kau dan Daito sekarang adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Aku benci mengakuinya tapi kau memang berhasil membuat Daito menjadi milikmu. Kau dan Asa sudah memaksaku untuk merubah pikiranku dan mengambil jalan ini. Jangan kau membuatku marah hanya karena kelemahanmu yang tidak sanggup melihat kenyataan yang ada di depanmu."
"Maaf," hanya kata itu yang terucap dari bibir Masumi.
"Istirahatlah, tenangkan dulu pikiranmu. Kau tidak perlu khawatir, penjagaan sudah aku perketat. Midori juga Masato sudah siaga di depan," lanjut Eisuke. Dia tahu Masumi butuh istirahat.
"Terima kasih Ayah," kata Masumi kemudian.
"Hhmm, Asa, ayo kita pulang." Eisuke memutar kursi rodanya diikuti oleh Asa yang sebelumnya berpesan agar Masumi tetap tenang.
Sepeninggal Eisuke, Masumi kembali merenungkan semuanya. Jujur dia shock dengan semua yang terjadi. Dia tidak menyangka kalau Takamiya akan menggunakan cara kasar untuk menyingkirkannya. Dan yang paling membuatnya khawatir adalah Maya yang juga ikut terluka karenanya. Ternyata cintanya memang harus dibayar dengan mahal.
"Maya, maafkan aku," lirih Masumi.

***
"Nggh," Maya melenguh lirih sebelum akhirnya membuka mata dan mendapati Masumi duduk di sebuah kursi, di sebelah tempat tidurnya.
"Hai sayang, bagaimana keadaanmu?" tanya Masumi lembut seraya mengusap kepala Maya. Mengabaikan kondisinya, Masumi memaksakan diri dan melanggar perintah dokter untuk beristirahat. Sejak bangun pagi tadi, Masumi justru duduk di sebelah Maya, menunggunya bangun.
"Masumi, kita dimana?" tanya Maya saat menyadari kalau dirinya berada di tempat asing.
"Tenang sayang, semua aman, kita ada di rumah sakit," jawab Masumi dengan nada tenang, tidak mau membuat istrinya panik.
"Rumah sakit? Akh!" Maya langsung memegangi kepalanya seraya mengeratkan mata saat mencoba mengingat apa yang sudah terjadi.
"Sstt, tenang," Masumi menarik tangan Maya agar tidak menekan lukanya.
Kembali membuka mata, Maya melihat wajah Masumi yang tampak begitu khawatir. Dia baru menyadari tiang IV yang ada di sebelah suaminya. "Kau juga terluka?" tanya Maya.
Masumi mengulas senyum lalu menggeleng, "Aku baik-baik saja," ucapnya dan kembali mengusap kepala Maya. Tentu saja itu bohong, Masumi menahan nyeri dari rusuknya yang memar akibat benturan. "Katakan padaku apa yang kau rasakan? Apa yang sakit?" tanya Masumi.
Maya terdiam dan berusaha menilai keadaan dirinya sendiri, merasakan bagian mana dari tubuhnya yang terasa sakit. "Kurasa semuanya baik, hanya sedikit merasa pusing," jawab Maya dan membalas senyum Masumi. Dia tidak mau membuat suaminya khawatir. Maya yakin Masumi juga terluka tapi terlalu keras kepala untuk mengakuinya. Seingatnya mobil mereka menabrak pembatas jalan dengan keras dan Maya ingat bagaimana bagian depan mobil rusak dengan kaca yang pecah dan berhamburan dimana-mana.
"Kau yakin?" Masumi memastikan jawaban Maya.
"Iya, aku baik-baik saja," jawab Maya dengan masih mempertahankan senyumnya.
"Anda masih saja keras kepala Tuan."
Suara seorang wanita mengalihkan perhatian Masumi juga Maya. Keduanya melihat ke arah pintu dan mendapati Mizuki masuk dengan wajah kesal bersama dengan Hijiri.
"Nona Mizuki? Kak Hijiri," Lirih Maya.
"Bagaimana keadaan Anda, Nyonya?" tanya Mizuki begitu berdiri di sisi lain tempat tidur Maya.
"Baik," jawab Maya singkat dan Mizuki kembali menatap kesal Masumi.
"Bukankah dokter belum mengijinkan Anda turun dari tempat tidur Tuan?" tegur Mizuki dan Maya langsung menatap suaminya.
"Aku baik-baik saja," kata Masumi pada Maya yang tampak khawatir. Dia mengabaikan kekesalan Mizuki.
"Tapi Dokter Hayate-,"
"Aku baik-baik saja Mizuki, tenanglah," potong Masumi. Dia mengalihkan perhatian pada Hijiri yang berdiri di ujung tempat tidur Maya, "Semua berjalan lancar?"
Hijiri mengangguk, "Ya Tuan, semua berjalan lancar." Masumi tampak lega.
"Apa semua baik-baik saja?" tanya Maya.
"Iya sayang, semua baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir," Masumi kembali mengusap kepala Maya penuh sayang.
"Masumi, kembalilah ke tempat tidurmu. Kau juga perlu istirahat," kata Maya dan Mizuki tersenyum penuh kemenangan mendengarnya.
"Suami Anda benar-benar keras kepala Nyonya," sungut Mizuki dan Maya terkekeh mendengarnya.
"Aku tidak heran dengan itu Nona Mizuki. Istirahatlah Masumi atau kau akan membuatku semakin khawatir," kata Maya kemudian.
Masumi memberikan tatapan protes pada Mizuki karena mulut besarnya yang sayangnya hanya ditanggapi dengan seringai senang oleh yang bersangkutan.
"Hijiri, sebaiknya kau ajari kekasihmu itu untuk diam," kata Masumi seraya bangkit dari duduknya.
Senyum dibibir Mizuki segera menghilang sementara Hijiri mengulas senyum lalu membantu Masumi berdiri.
"Nona Mizuki dan Kak Hijiri?" Maya tampak bingung.
"Ti-tidak Nyonya, itu tidak be-,"
"Iya sayang, sebentar lagi mereka akan menikah," kata Masumi yang kemudian mengusap wajah Maya. Dia melandaikan tubuhnya dengan bantuan Hijiri lalu mengecup kening Maya, sedikit meringis ketika kembali menegakkan tubuhnya.
"Masumi," protes Maya.
"Aku tidak apa-apa," kata Masumi.
"Anda tidak bisa seenaknya menyimpulkan seperti itu Tuan," gerutu Mizuki dan Masumi mengabaikannya, justru beralih menatap Hijiri disebelahnya.
"Apa ucapanku salah Hijiri?" tanya Masumi.
Hijiri terkekeh, "Anda benar Tuan, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat," jawabnya.
"Ah, begitu ya. Aku senang mendengarnya," celetuk Maya dengan wajah berbinar dan Mizuki hanya bisa menghela napas panjang menghadapi kekonyolan dua atasannya itu.
"Cepat kembali ke tempat tidur Anda Tuan Masumi, sebentar lagi dokter datang," Mizuki mencoba mengalihkan perhatian.
Maya menatap Masumi yang berdiri dibantu Hijiri dengan tatapan prihatin, "Tidurlah Masumi," pinta Maya.
Masumi mengangguk, sekali lagi mengusap kepala Maya kemudian kembali ke tempat tidurnya dengan dipapah Hijiri. Mizuki menggumam kesal dan Maya tersenyum lega. Benar apa yang dikatakan Mizuki, pintu kamar terbuka dan Dokter Hayate masuk bersama dua orang perawat.
Masumi dan Maya mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan Dokter Hayate mengenai kondisi mereka. Lega rasanya saat tahu keadaan mereka semakin membaik. Dokter Hayate hanya mengingatkan Masumi juga Maya untuk beristirahat dengan baik dan keduanya mengangguk dengan patuh. Selesai dengan pemeriksaan, Dokter Hayate meninggalkan ruangan bersama dengan dua orang perawatnya.
Hijiri duduk di samping tempat tidur Masumi sementara Mizuki duduk di sebelah tempat tidur Maya. Keduanya membantu Maya juga Masumi untuk makan dan meminum obat mereka. Mizuki sedikit kerepotan saat Maya hampir memuntahkan kembali makanannya usai menelan butiran obat pahit. Masumi bahkan langsung memaksakan diri turun dari tempat tidur dan menghampiri istrinya.
"Aku baik-baik saja Masumi, kembalilah ke tempat tidurmu," kata Maya setelah menyeka mulut dengan sapu tangan. Rasa mualnya mereda begitu Mizuki memberinya segelas air.
"Kau yakin? Aku akan panggil dokter Hayate untuk memeriksamu," Masumi yang duduk di tepi tempat tidur Maya terlihat begitu khawatir.
"Tidak, tidak, aku baru saja diperiksa. Dan bukankah dokter sudah mengatakan bahwa mualku hanyalah efek dari rasa pusing akibat luka ini," kata Maya seraya menunjuk pelipisnya yang terbalut kain kassa.
"Tuan, sebaiknya Anda kembali ke tempat tidur," kali ini Hijiri yang memperingatkan karena melihat wajah Masumi yang tampak pucat.
Masumi hanya menghela napas panjang lalu kembali berbaring di tempat tidurnya. Sungguh dia merutuki keadaannya yang sedang lemah. Ingin sekali dia terus berada di samping Maya dan merawatnya. Memang terdengar posesif sekali tapi itulah yang Masumi rasakan sekarang. Jika dirinya saja merasa begitu lemah dan pusing, Masumi tidak membayangkan bagaimana dengan tubuh kecil Maya. Dia yakin istrinya itu lebih sakit darinya, buktinya Maya tidak tahan duduk terlalu lama dan kembali berbaring dengan dibantu Mizuki. Baru beberapa menit berbaring, Maya kembali tertidur di bawah pengaruh obat.
"Naikkan selimutnya Mizuki, jangan sampai Maya kedinginan," perintah Masumi yang masih setia mengamati Maya dari tempat tidurnya. Dia tengah duduk bersandar pada tumpukan bantal. Sepertinya efek obat bekerja lebih lambat pada Masumi.
"Baik Tuan," Mizuki melakukan apa yang diperintahkan Masumi dengan patuh. Dia tahu bagaimana overprotektifnya seorang Masumi pada Maya dan tidak berniat mendebatnya.
Melihat istrinya sudah tidur dengan nyaman, Masumi meminta Mizuki dan Hijiri duduk di sebelah tempat tidurnya.
"Ceritakan padaku semuanya," perintah Masumi.
Sesaat Hijiri dan Mizuki bertukar pandang tapi kemudian mengangguk bersamaan.
“Saya sudah menangkap dua orang suruhan keluarga Takamiya yang awalnya ingin menyabotase jaringan keamanan kondo. Sayangnya saya belum berhasil menangkap orang yang menabrak mobil Tuan. Tapi Masato sudah mulai menyelidikinya. Midori juga sudah mulai mengumpulkan data dari mata-mata kita di grup Takatsu,” Hijiri memulai penjelasannya.
“Hasil pertemuan dengan Tuan Besar Tanaka sangat memuaskan. Beliau menerima tawaran kita dan pengalihan saham akan dimulai minggu depan. Sampai semua itu terlaksana informasi ini masih dirahasiakan. Meski begitu Paman Asa dan Tuan Besar Hayami curiga kalau Tuan Besar Takamiya sudah mencium rencana kita karena ternyata masih ada mata-mata Takatsu di Daito,” Mizuki melanjutkan laporan Hijiri.
Kerutan dalam di kening Masumi menandakan bahwa dia sedang berpikir keras. Beberapa hal berjalan sesuai dengan rencananya tapi beberapa poin melenceng dari prediksinya, termasuk keadaannya saat ini. Melihat tabiat Tuan Besar Takamiya yang keras dan sangat protektif terhadap Shiori, Masumi yakin kalau semuanya tidak akan berjalan dengan mudah.
Masumi sadar kalau dirinya telah menciptakan perang besar. Dia bukan hanya melukai hati Shiori tapi juga martabat dan harga diri keluarga Takamiya. Sekarang Daito juga melibatkan Grup Tanaka untuk bisa mengalahkan Grup Takatsu dan Masumi sudah bisa membayangkan bagaimana keadaan ekonomi jepang nanti jika tiga grup besar ini berperang secara terang-terangan. Ironisnya semua masalah ini hanya dipicu oleh satu masalah, cinta. Ya, meski Grup Tanaka dan Grup Takatsu memang sudah perang dingin sejak belasan tahun yang lalu dan Grup Tanaka bersedia membantu Daito dengan alasan balas dendam.
“Kapan pertemuan selanjutnya dengan Tuan Besar Tanaka?” tanya Masumi kemudian.
“Rencananya tiga hari lagi dan Tuan Besar Hayami yang akan menemuinya sendiri,” jawab Mizuki.
“Ayah?” Masumi terkejut. Lagi-lagi ini di luar rencananya.
“Benar Tuan, Tuan Besar bersikeras untuk turun tangan sendiri,” terang Hijiri.
“Tapi bagaimana bisa? Bukankah rencananya Ayah sama sekali tidak dilibatkan? Ayah harus tetap berada di belakang layar sampai aku dan Maya bisa pergi,” Masumi tampak tidak suka dengan perubahan rencana yang tiba-tiba itu.
“Masalah itu-,” Mizuki kemudian menoleh pada Hijiri.
“Tuan Besar akan menjelaskan semuanya nanti. Hanya itu yang bisa saya katakan,” terang Hijiri.
Masumi menatap lurus ke dalam mata Hijiri seolah berusaha menyelami isi kepalanya. “Jangan katakan padaku kalau Ayah juga mau pergi bersamaku?”
Hijiri bergeming di bawah tatapan tajam Masumi.
“Hijiri!” desak Masumi.
“Maaf Tuan, sampai Anda tenang, Tuan Besar melarang saya mengatakannya,” terang Hijiri.
Masumi mengumpat lirih tapi kemudian tersentak saat mendengar suara Maya yang memanggilnya.
“Maya?”
Tidak hanya Masumi, Hijiri juga Mizuki bahkan langsung berdiri dari duduknya begitu melihat Maya menangis ditempat tidurnya.
“Katakan padaku ada apa sebenarnya? Kemana kita akan pergi, Masumi?” tanya Maya di tengah isaknya.
Belum sempat Masumi menjawab, pintu kamarnya terbuka. Eisuke datang bersama Asa dan yang lebih mengejutkan adalah siapa yang datang bersama mereka. Tuan Besar Takamiya tampak berjalan berdampingan dengan Shiori yang membawa buket bunga mawar ungu dalam dekapannya. Masumi mengeratkan tangan dengan geram, meremas selimut di atas pangkuannya. Meski wajahnya terlihat tenang namun dalam hati dia mengumpat keras atas situasi yang harus dihadapinya.

***
>>Bersambung<<

Post a Comment

21 Comments

  1. Hehee...maaf ternyata ga bisa panjang juga chapter ini.
    Apa yang sebenarnya terjadi? Rencana apa yang sebenarnya dibuat oleh Masumi dan ayahnya? Untuk apa ratu lobak datang bersama kakeknya? Nantikan di chapter selanjutnya, wkwkwkwkkw....apadah
    Happy reading ajalah...jangan lupa komennya ya
    Arigatoooo

    ReplyDelete
  2. Hahahahah namanya dh ganti lg jd ratu lobak
    Iya rencana apa seh bikin penasaran
    Ga sabar nunggu klimaks nya
    Mksh ya mba agnes

    ReplyDelete
  3. Ratu lobak ya??? Hahaha... Pas.. Pas banget... 😆😆

    ReplyDelete
  4. Waaaa...chapter 13 sdh muncul tp msh hitam dan blm bs di klik...hiks..eniwe saluuut buat sis agnes yg bs meluangkan waktu buat menyenangkan penggemar maya masumi diantara kesibukannya hehehe,makasih sis..

    ReplyDelete
  5. Wuihhhh chapter ini padat euy. Penuh teka teki dgn 1 venue: rumah sakit! Thank youuuuu..
    Well done, darling! Keep up your good work 👍👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lagi hobi bikin penasaran, hahahaha...thanks say

      Delete
    2. Lagi hobi bikin penasaran, hahahaha...thanks say

      Delete
  6. Lanjuttttt... ditunggu chap berikutnya segera ya mbak Agnes 😁😁😁

    ReplyDelete
  7. Lanjuttttt... ditunggu chap berikutnya segera ya mbak Agnes 😁😁😁

    ReplyDelete
  8. Bersambung adlh kata yg bikin ngeri n galau macem anak sma yg abis nembak gebetannya tp blom dijawab,hahaha

    ReplyDelete
  9. Haduh, itu si nenek sihir ngapain dataaaang

    ReplyDelete
  10. Haah mau ngapain mereka brdua datang ya... hmmm kak agnes the best banget motongnya pas lg seru2 nya dn pinter bikin penasaran niih.. mudah2an minggu dpn next chapter khe.khe khe.. pokok nya untuk kak agnes tetep semangat apdet ya...

    ReplyDelete
  11. Jadi perang niih, hayami vs takamiya ��

    ReplyDelete
  12. Haduh... konflik mulai berat... MM pasti bisa meĺalui segala macam badai... makasih dah apdet.. lanjut say ��

    ReplyDelete
  13. Just finish reading it
    Two tumbs up for you
    Secara alur cerita aku serahkan pada ahlinya (sensei Agnes :D)
    Saya komentar as an editor aja ya
    1. Penulisan kata asing sebaiknya ditulis dengan huruf miring (emergency room)
    2. Jepang sebagai nama negara diawali dengan huruf besar ya say ;) (I think this is just typo)
    Itu aja komentar saya
    Ditunggu chapter 13 nya ya
    Jangan lama-lama ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaaa....oke sensei...itu emang penykitku, tahu tapi g mau ngerjain. nanti ku edit untuk benerinnya...berarti ff ku eksklusif krn punya editor pribadi ya.thanks cee...muahhhh

      Delete
  14. Konflik berat, penuh teka teki, penasaran? Hehee...authornya lagi iseng. Makasih buat yang uda baca n tinggalin komen buatku. Semoga next chap tetep suka n endingnya memuaskan buat semua ☺

    ReplyDelete
  15. Iseng na menyeramkan... Mana lagi jarang update pula... 😭😭😭.
    Jangan pake lama donk say... 😢😢😢

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaaa...maaf kalo ga bisa cepet apdet kayak dulu ya say...maklumlah banyak yang diurus. tapi minimal satu bulan sekali aku usahakan apdet kok. makasih udah tetep mampir baca ya :D

      Delete
    2. No worries dear... Yg penting jgn putus. Ganbatee

      Delete
  16. Btw, klo untuk segi cerita... No other comments than 10 thumb up... Lol. (Pinjem jempol seisi rumah) 😂😂😂

    ReplyDelete