Forgiveness

"Ibu...," 
Maya terisak, air mata berderaian di wajahnya yang sudah kuyup.
"Maafkan aku ibu...," katanya dengan suara parau.
"Jika dengan begini...aku bisa menebus semua dosa dan kesalahan...aku rela,"
"Aku akan menemani ibu disini,"
"Ibu tidak akan sendiri lagi,"
"Aku juga tidak akan meninggalkan ibu lagi,"
"Maafkan aku,"
"Aku berjanji akan menjadi anak yang penurut,"
"Tidak akan membantahmu lagi,"
"Ibu...,"
Maya terkulai dan terus mengiba.
Merangkai semua kata penyesalan mendalamnya sebagai seorang anak.
Cettaaarrrr !!
Petir menggelegar di langit Yokohama, hujan masih deras mengguyur bumi. Seolah langit sepakat dengan kesedihan di hati Maya. Tapi ternyata badai dihatinya jauh lebih besar.
"Ibu...maafkan aku...,"
Maya kembali mengiba.
Mengabaikan tubuhnya yang gemetar karena kedinginan.
Tangannya berusaha meraih sumber yang diharapkannya dapat memberikan jawaban atas permohonan maafnya.
Memberikan pengampunan atas semua dosa dan penyesalannya.
Namun jawaban itu tidak kunjung didapatkannya, pengampunan itu tidak kunjung diterimanya.
"Ibu...apa kau masih marah padaku?"
"Kenapa kau tak menjawabku ibu...,"
"Maafkan aku bu....,"
"Maafkan aku...,"
Tangan Maya tak mampu lagi meraih lebih tinggi.
Hanya bisa bergerak-gerak lemah di tanah.
Sudah terlalu lama dia meratapi penyesalannya.
Menangisi dosanya.
Membiarkan raganya menggigil sementara hatinya mencari pembebasan atas rasa bersalahnya.
Cettaaarrrrr !!!
Petir kembali membelah langit tapi itupun tidak membuat Maya beranjak dari tempatnya.
Dia masih saja terkulai di atas tanah.
Tidak peduli lagi seperti apa tampilan fisiknya sekarang.
Gadis cantik yang biasanya menjadi idola di atas panggung sekarang berlumuran lumpur dan terbaring di tanah.
Otaknya terlalu buntu untuk berpikir.
Pengampunan, hanya itu yang diinginkannya.
Kesadarannya masih utuh meski tubuhnya tidak lagi bisa bergerak.
Dinginnya hujan sudah membekukan raganya.
Namun, tiba-tiba binar harapan memenuhi mata Maya.
Bibirnya yang membiru menyunggingkan senyum tipis.
"Lihat...dia sudah datang Bu," gumamnya lirih ditengah bibirnya yang bergetar.
Dalam sekejap rasa dingin yang melingkupinya sejak tadi hilang, berubah menjadi sebuah kehangatan yang sangat dirindukannya.
Tanah basah yang dingin sudah berganti menjadi dekapan yang hangat dan menenangkan.
"Maafkan aku sayang...," bisik lembut di telinga Maya.
"Kau...datang...,"
"Iya aku datang,"
Maya kembali tersenyum.
"Ibu...akhirnya...dia...datang...,"
"Masumi-ku...sudah...datang bu,"
"Bukan...salahnya...bu...tapi...salahku...,"
"Jadi...biarkan aku...menebus semuanya...,"
"Maafkan...Masumi-ku...ibu…maafkan dia...,"
"Biar aku...aku yang menebusnya...,"
"Aku...akan menemani...ibu...disini...,"
Masumi mematung, bersimpuh di tanah, menatap sedih pada gadis dalam dekapannya.
Beribu rasa memenuhi hatinya, hingga dia sendiri tak tahu bagaimana mengungkapkannya.
Sejenak Masumi memejamkan mata, menarik napas panjang, memenuhi paru-parunya dengan oksigen.
Seolah apa yang akan dikatakannya bisa membuatnya kehabisan napas hingga dia akan mati karena sesak.
Mengalihkan pandangannya dari Maya, hatinya sudah mengambil keputusan, menetapkan pilihan.
"Ibu Haru, maafkan aku,"
Mata Masumi memandang lurus dengan tatapan tulus.
"Aku tahu kesalahanku begitu besar sehingga aku tidak layak untuk memohon pengampunan darimu,"
"Tapi aku sadar, apa yang aku rasakan sekarang bukanlah sebuah kesalahan,"
"Aku mencintai putrimu,"
"Sangat mencintainya,"
"Aku mencintai Maya Kitajima,"
"Dengan segenap hatiku, aku mencintainya,"
Masumi tersenyum, sejenak memandang Maya yang juga tersenyum dalam dekapannya.
Masumi kembali menatap lurus.
"Untuk itu, ijinkanlah aku,"
"Untuk membahagiakannya,"
"Untuk menjaga dan melindunginya,"
"Ijinkan aku menebus dosa dan kesalahanku,"
"Dengan memberikan hidupku pada putrimu,"
"Aku tidak akan berjanji bahwa tidak akan ada air mata lagi tapi aku berjanji akan selalu ada untuk menghapus air matanya."
"Selama ragaku masih bernyawa, aku akan terus mencintainya,"
"Maafkan aku Ibu Haru dan ijinkan aku memiliki putrimu,"
Maya tersenyum penuh haru saat Masumi kembali menatapnya.
Sayang.
Hangat.
"Kita pulang sayang?"
Maya mengangguk tanpa kata.
Hati keduanya dipenuhi kelegaan.
Sekali lagi…jurang yang dalam telah tersebrangi.
Masumi berdiri dengan masih mendekap Maya dalam pelukannya.
Mulai melangkahkan kakinya.
Berjalan dan pergi.
Meninggalkan pusara yang menjadi saksi cinta bagi keduanya.
Hujan masih tercurah dari langit Yokohama tapi badai dihati Masumi dan Maya sudah berhenti. Berubah menjadi musim semi hangat yang penuh dengan harapan.
Masa lalu tidak pernah bisa diubah tapi itu tidak akan lagi menjadi penghalang bagi keduanya untuk meraih masa depan.
Dengan cinta dan keteguhan.
Dengan kasih dan kepercayaan.
"Jadi...kita...akan...menikah?"
Masumi tersenyum hangat.
"Iya sayang, kita akan menikah,"

***

Post a Comment

2 Comments

  1. Waaahhh.... iya iya ayo nikaaahhhh.... kalian tunggu apalagi? Hehehehehe ... *eh ini bersambung kan? Ngarep.com

    ReplyDelete
  2. Jadi...Masumi ga mau nikah gara-gara masih merasa bersalah sama ibunya Maya ya?
    Kasihan sampe Maya harus ujan-ujanan gitu minta maaf dikuburan ibunya.
    uda liat Maya sekarat baru mau nikah...
    Masumi memang 'last minute' ya...
    Ambil keputusannya selalu di saat terakhir..hahahaha
    tq agnes...

    dinda

    ReplyDelete