Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto.
Fanfiction by Agnes Kristi. Main pair SasuFemNaru.
Happy reading.
===========================================================
Berita duka mengisi headline berita pagi. Kematian Sara karena kecelakaan mengisi
beragam media berita di Negara Hi. Pagi itu, jenazah Sara yang sebelumnya
berada di rumah sakit akhirnya disemayamkan di kediaman Shimura.
Kepala Naruto kembali terasa sakit saat mendengar
berita kematian bibinya. Dia menangis. Di mata Naruto, Sara adalah sosok bibi
yang baik. Sara sering mengirim makanan juga teh kesukaannya ke istana. Meski
hubungannya dengan Karin tidak baik, tapi sang bibi tetap menyayanginya.
Melihat istrinya menangis membuat Sasuke hanya bisa
menghela napas panjang. Sungguh ironis melihat Naruto tidak tahu kalau sudah
menangisi pembunuh kedua orang tuanya. Dalam hati Sasuke bertanya-tanya,
akankah istrinya itu membenci Sara kalau tahu cerita yang sebenarnya? Pikiran
Sasuke segera menampik hal itu. Dia tidak mau membayangkan bagaimana hancurnya
hati Naruto jika mengetahui semuanya. Tragedi ini sudah selesai, tidak perlu
mengorek luka lama.
“Bibimu sudah tenang di sana.” Sasuke berbisik di
puncak kepala Naruto. Istrinya itu menangis dalam pelukannya. Tangannya
menggusap lembut punggung yang bergetar.
“Hm,” Naruto hanya bergumam. Dia benar-benar merasa
sedih.
“Tenangkan dirimu, setelah ini kita harus bersiap
untuk memberi penghormatan terakhir pada bibimu,” kata Sasuke kemudian setelah
isak tangis istrinya berhenti.
“Suke,”
“Ya?” Ada getar tersendiri ketika Naruto memanggilnya
dengan nama itu.
“Terima kasih telah menguatkanku.” Naruto menyandarkan
kepala dengan nyaman di dada suaminya. Degub jantung Sasuke bagai musik yang
membuatnya rileks.
Sasuke tersenyum tanpa menatap sang istri yang masih
nyaman bersandar di dadanya. “Jangan berkata seperti itu. Aku sudah berjanji
untuk selalu ada untukmu,” ucapnya sembari menanamkan ciuman di puncak kepala
Naruto.
“Aku mencintaimu.” Senyum Naruto mengembang ketika
mendengar degub jantung Sasuke yang semakin cepat setelah mendengar ucapan
cintanya. Dia merasakan pelukan suaminya mengerat, sungguh menenangkan.
“Aku juga mencintaimu, Hime,” bisik Sasuke. Hatinya
terasa begitu hangat dan penuh dengan cinta.
***
Kediaman Shimura dijaga dengan ketat, baik oleh Anbu
maupun oleh anggota militer. Tamu datang silih berganti untuk memberikan
penghormatan terakhir pada sang hime. Danzo duduk berdampingan dengan Shin juga
Karin, mengenakan kain berkabung dan mengucapkan terima kasih pada setiap yang
datang untuk berbelasungkawa. Meski wajah Danzo tampak dingin tapi hatinya juga
hancur melihat sang istri telah tiada. Ironisnya, setengah hati Danzo juga
merasa lega karena berhasil melindungi negaranya dari kudeta.
Di sisi lain ruangan, duduk Hashirama bersama dengan
Mito, Nagato dan Konan. Putra Mahkota Negara Hi itu bersikeras keluar dari
rumah sakit. Mereka melakukan penghormatan terakhir dan menahan kesedihan yang
mendalam.
Keluarga Uchiha juga datang bersama dengan Madara.
Tentu saja Naruto kini ikut bersama mereka. Berjalan berdampingan dengan Sasuke
di belakang Shisui dan Itachi, Naruto memasuki kediaman Shimura.
Kelegaan tampak di wajah seluruh keluarga kerajaan
saat melihat Naruto yang tampak baik-baik saja. Ya, meski sedikit pucat, tapi
semua tampak baik. Mito tak bisa menahan diri dan langsung memeluk cucu
bungsunya. Tangis Mito pecah saat kembali teringat kalau Sara telah membunuh
kedua orang tua Naruto.
Sayangnya Naruto tidak mengerti arti air mata
penyesalan neneknya. Dia menganggap sang nenek tengah berduka dalam karena
kepergian Sara. Naruto pun tidak dapat menahan air mata dan menghibur sang
nenek. Setelah mengantar Mito kembali ke tempat duduknya, Naruto dan semua
keluarga Uchiha memberi salam pada Hokage. Putri Namikaze itu kemudian memohon
ijin sebentar untuk memberi penghormatan terakhir pada bibinya dan mengucapkan
bela sungkawa untuk keluarga pamannya.
Melihat Naruto memberi penghormatan di depan peti mati
bersama dengan Sasuke, membuat Danzo dan Shin merasa begitu bersalah. Hal yang
sama dirasakan oleh seluruh keluarga istana. Sayangnya, Karin yang tidak tahu
apa-apa justru menatap Naruto dengan kemarahan.
Danzo dan Shin mengucapkan terima kasih saat Naruto
dan Sasuke mengucapkan bela sungkawa. Sampai ucapan Karin membuat semua orang
terkejut.
“Bukankah kau senang karena sekarang ibuku sudah
pergi? Tidak ada lagi yang bisa membelaku. Apa kau yang mengutukku karena
ucapanku kemarin di Istana Kiri?”
“Karin,” desis Shin yang segera mencekal lengan sang
adik. Matanya membulat memberi peringatan yang hanya ditanggapi dengan tawa
keras dari adiknya.
“Kenapa? Bisa saja Hime memang mengutukku karena
ucapanku tempo hari. Sekarang aku bernasib sama sepertinya, tidak memiliki
ibu,” ujar Karin tanpa takut pada kakaknya.
Sasuke mengepalkan tangan dengan geram dan hendak
menjawab Karin saat kemudian Naruto melarangnya. Hashirama dan Mito bahkan
sudah berdiri dari kursinya.
“Sudah, sudah, Onee-sama sedang berduka, aku
mengerti,” ucap Naruto membujuk semua orang dan secara tidak langsung meminta
mereka tetap di tempatnya. Naruto tidak mau membuat keributan di upacara
pemakaman bibinya.
“Maafkan kelancangan Karin, Hime-sama.” Danzo dan Shin
membungkuk hormat, sementara Karin justru mendengkus melihat sikap ayah dan
kakaknya.
“Ojii-sama, Onii-sama, jangan seperti itu.” Naruto
memegang lengan suaminya lalu tersenyum pada Danzo juga Shin. “Aku tidak
apa-apa.” Dia lalu menatap Karin. “Onee-sama, aku tidak pernah mengutuki
keluargaku sendiri dan aku juga berduka dengan kepergian Sara Oba-sama. Sebaiknya
Onee-sama menenagkan diri, aku permisi.”
Dengan pandangan geram pada Karin, Sasuke melingkarkan
tangannya di pinggang sang istri lalu segera membawanya keluar. Beruntung
Kurama dan keluarga dari istana Kiri belum tiba. Sasuke tidak bisa membayangkan
bagaimana marahnya Kurama jika mendengar perkataan lancang Karin. Melihat
Naruto keluar membuat Hashirama dan Mito juga beranjak dari kursi mereka.
Nagato dan Konan juga ingin bicara dengan keponakan mereka.
“Naru, kau pulanglah lebih dulu. Demammu baru saja
turun dan wajahmu masih tampak pucat. Jangan memperburuk kondisimu dengan
memaksakan diri berada di sini.” Mito mengusap wajah cucu kesayangannya. Mereka
kini berada di teras samping kediaman Shimura, jauh dari kerumuman tamu.
“Benar, benar, kau beristirahatlah di rumah. Sasuke,
bawa istrimu pulang.” Konan ikut menimpali.
Naruto menatap seluruh keluarganya sembari tersenyum.
“Kalian berlebihan. Onee-sama yang berduka kenapa kalian justru menghiburku?”
Semua orang terdiam.
“Obaa-sama hanya mengkhawatirkan kesehatanmu. Seluruh
keluargamu akan tetap di sini untuk menghibur Danzo Ojii-sama juga kedua kakak
sepupumu. Jika kau kembali jatuh sakit, siapa yang repot dan sedih karena hal
itu, hm?”
Hashirama dan Mito, juga Nagato dan Konan, hampir
tidak percaya mendengar perkataan Sasuke. Apa bungsu Uchiha itu baru saja
memarahi istrinya? Secepat itukah perkembangan hubungan keduanya?
“Apa kau menggerutu? Kau tidak rela merawatku?” Naruto
menoleh hanya untuk memincingkan mata pada suaminya.
“Apa perkataanku terdengar seperti itu di telingamu,
Hime?” Sasuke melengkungkan alis tinggi tanpa menyadari kalau keluarga istana
tengah memperhatikannya.
“Kau mengatakan kalau aku merepotkan,” Naruto tampak
kesal.
“Ya, kau memang merepotkan, Hime.” Sasuke tersenyum
lebar saat Naruto langsung memukul lengannya.
“Aku akan membuatmu menyesal mengatakannya,” ancam
Naruto kemudian.
“Benarkah? Dengan cara apa kau membuatku menyesal,
hm?” Sasuke justru semakin menantang istrinya.
“Aku akan memintamu memandikanku setiap pagi,
membuatkan sarapan untukku, lalu memijatku sepanjang hari. Aku ingin lihat
bagaimana kau akan mengeluh setelahnya.” Memalingkan wajah dengan kesal, Naruto
melipat tangan di depan dada. Dia sama sekali tidak ingat kalau masih berada
diantara keluarganya.
Sasuke menutup mulut dan menahan diri untuk tidak
tertawa. Sungguh tidak sopan jika kau tertawa di upacara pemakaman. “Kau tahu
itu pekerjaan yang menyenangkan. Katakan saja kau menghukumku karena kau juga
menyukainya, bukan begitu, Hime?”
“Suke, kau terus menggodaku sejak kema-, ah!!” Naruto menurunkan
tangan yang hendak memukul lengan suaminya. Matanya berkedip melihat seluruh
keluarganya menahan tawa, begitu juga Sasuke. “Ma-maaf,” dia langsung berdeham
pelan, merapikan gaunnya lalu menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang
terasa panas.
Sasuke menarik sang istri ke dalam pelukannya, menyembunyikan
wajah merah itu di dadanya sembari terkikik pelan. “Maafkan kami Ojii-sama,
Obaa-sama,” ucap Sasuke kemudian. Dia tahu sudah bersikap lancang dengan
menggoda Naruto dan membuatnya kesal. Tapi Sasuke hanya ingin mengalihkan
perhatian istrinya.
Hashirama dan Mito menggeleng sembari mengulas senyum.
Sungguh melegakan bisa melihat Naruto begitu ekspresif. Nagato dan Konan bahkan
masih berusaha menahan tawanya saat Sasuke yang tengah mengusap kepala Naruto dalam
pelukannya harus mendapat pukulan di dada dan gerutuan dari istrinya.
“Sebaiknya kita pulang sekarang,” Sasuke berbisik di
sisi pelipis istrinya yang dijawab dengan sebuah anggukan. Semua orang
tersenyum melihatnya. Jadi begitu cara Sasuke menaklukkan Naruto?
Masih dengan wajah memerah, Naruto akhirnya berpamitan
pada seluruh keluarganya. Mito dan Hashirama memeluk cucunya dengan perasaan
lega. Cucu kesayangan mereka akan bahagia, mereka tahu itu.
***
Kurama berdiri di depan makam sang bibi dengan tatapan
kosong. Keluarga Shimura sudah pulang tapi dia masih tidak rela meninggalkan
makam hanya untuk melihat sang bibi yang sudah meninggal. Kurama juga tidak
tahu harus bersikap seperti apa. Tiga bulan terakhir terasa begitu menyiksa
baginya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika sang adik tahu semuanya. Kurama
sangat bersyukur semua berjalan sesuai rencana. Sekarang dendam itu sudah
berakhir. Apa yang telah dimulai sepuluh tahun yang lalu telah selesai.
Jiraiya menepuk bahu cucu sulungnya. Dia bisa
merasakan kesedihan hati Kurama. Dirinya dan Tsunade juga merasakannya.
“Kau baik-baik saja Ku?” Ini adalah Tsunade. Dia
menatap cucunya dengan pandangan sendu.
“Aku baik-baik saja Obaa-sama.” Kurama mengusap tangan
Tsunade yang melingkar di lengannya. “Hanya merasa lega semua sudah berakhir,”
ucapnya lirih.
“Ya, semua sudah selesai. Semua akan kembali baik-baik
saja.” Tsunade menyandarkan kepala di bahu cucunya.
“Hm,” gumam Kurama sebagai jawaban. Semilir angin sore
menerpa wajahnya dan membawa sedikit kesegaran.
Hashirama, Mito, Nagato dan Konan juga Yahiko memberi
ruang pada Kurama dan kakek neneknya. Makam Sara berada di samping makam
Kushina dan Minato, dimana keluarga kerajaan seharusnya disemayamkan. Rasanya
sungguh menggelikan sekaligus menyedihkan. Tapi memisahkan makam Sara hanya
akan membuat pertanyaan bagi publik. Biarlah penghianatan Sara hanya menjadi
luka bagi mereka. Hashirama lebih memilih ketenangan bagi keluarga juga
rakyatnya.
Secara pribadi, Hashirama juga telah meminta maaf pada
Jiraiya dan Tsunade. Minato adalah Putra Mahkota Mizu yang sangat mereka
banggakan. Rasanya kematian Sara tidaklah seberapa jika dibanding dengan luka
kehilangan kerajaan Mizu. Hashirama sendiri terkadang menyesali kenaifannya
hingga membuat putri kesayangannya meninggal.
Tapi semua sudah terjadi. Takdir sudah digariskan dan
Sara sudah menerima hukuman atas perbuatannya. Kini mereka hanya tinggal
menjalani hidup dengan belajar dari masa lalu.
“Ku, ayo kita pulang.”
Kalimat itu membuat Hashirama tersadar dari
renungannya. Mito dan Tsunade sudah memeluk lengan Kurama. Keduanya tampak
lebih baik meski dengan mata sembab. Meninggalkan makam Sara bersama dengan
luka masa lalu, mereka memutuskan untuk pulang dengan hati yang baru.
“Bagaimana jika kita mengunjungi Naru?” Tsunade
memberi ide dan membuat Mito tersenyum lebar.
“Tentu saja, ayo kita pergi menemui Naru,” jawab Mito
bersemangat.
Kurama tampak menyeringai dan membuat Tsunade juga
Mito saling bertukar pandang. “Kita memang harus mengganggu mereka agar Sasuke
tidak mengurung adikku sepanjang hari di dalam kamar.”
“Ku~.” Kedua nenek itu berseru bersamaan, sementara Nagato
dan Yahiko langsung meledak dalam tawa sampai Konan harus memukul lengan suami juga
putranya. Di sebelah mereka, Hashirama dan Jiraiya hanya berdeham pelan,
menahan diri untuk tidak ikut tertawa.
***
>>Bersambung<<
>>Nami Cafe - Extra Chapter 1<< (Ada di dalam versi PDF. Silakan hubungi author untuk pemesanan)
>>Nami Cafe - Extra Chapter 2<<
>>Nami Cafe - Extra Chapter 3<<
A/N : Terima kasih untuk yang masih setia menanti fanfic ini. Akhirnya selesai juga. Selamat membaca.
Sampai jumpa di cerita lainnya.
You can support the author at Trakteer or Ko-fi. Klik link website Trakteer or Ko-fi on my profile.
Thank you *deep_bow
0 Comments