Omiai - Chapter 1

Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi

FanFiction by Agnes Kristi

Summary : Maya Ozaki, aktris terkenal berusia dua puluh tujuh tahun, tidak pernah menyangka akan dipaksa menikah oleh ibunya. Dia dijodohkan dengan pewaris tunggal DAITO Grup, Masumi Hayami. Semua orang menyebutnya beruntung karena bisa menjadi istri Masumi. Sayangnya, Maya tidak melihat pernikahannya sebagai keberuntungan. Bagaimana bisa disebut beruntung jika menikah dengan playboy tampan yang bahkan diincar oleh sebagian besar wanita Jepang. Sstt, diam-diam Maya menaruh hati pada pemuja rahasia yang sudah mendukungnya sejak pertama kali naik panggung, Mawar Ungu. Ah, sepertinya ini akan jadi kisah cinta yang panjang.

=========================================================================



"Menikah?" Maya hampir tersedak saat mendengar perkataan ibunya. Dengan cepat dia meletakkan cangkir teh dimeja lalu menatap kedua orang tuanya bergantian. "Ayah dan ibu bercanda?" Wanita muda dengan rambut hitam panjang dan wajah cantik itu tampak terkejut.

"Tentu saja tidak," jawab Mayuko. Dia menyesap tehnya dengan anggun, sekilas melihat sang suami dari sudut matanya. "Katakan sesuatu, Anata."

Ichiren, ayah Maya, hanya tersenyum tipis sebelum menghela napas panjang. Entah kenapa udara di dalam ruang keluarga itu membuatnya sesak, ditambah dengan tatapan tajam putrinya. "Sebenarnya ini adalah ide ibumu,” jawab Ichiren pelan, “Aku berkata yang sebenarnya," katanya lagi saat Mayuko menyipitkan mata sebagai tanda protes.

"Tapi kenapa tiba-tiba membicarakan tentang pernikahan? Aku bahkan tidak memiliki kekasih saat ini. Tunggu-," Maya terhenyak saat menyadari sesuatu dibalik senyum ibunya, "-jangan katakan kalau ibu berencana menjodohkanku?"

"Dia pria yang baik," kata Mayuko yang secara tidak langsung mengiyakan pertanyaan Maya.

"Tapi menurutku tidak," komentar Ichiren, membuat Mayuko kembali menatapnya tajam.

"Astaga, kumohon Bu." Maya memelas pada ibunya.

"Kau bukan gadis kecil lagi, Maya. Sudah waktunya memikirkan masa depanmu. Tidak selamanya karir aktrismu bersinar."

"Aku tahu, tapi jangan menjodohkanku. Setidaknya beri aku waktu untuk memilih sendiri pasangan hidupku." Maya menatap sang ayah untuk meminta bantuan.

"Benar apa yang dikatakan Maya. Tidak perlu terburu-buru seperti ini, Mayuko. Putri kita belum terlalu tua hingga kau harus menjodohkannya," bela Ichiren. Sejak awal dia memang tidak menyetujui rencana perjodohan ini. Apalagi setelah tahu siapa calon suami putri semata wayangnya. Tapi entah kenapa Mayuko tetap bersikeras dengan rencana itu.

"Maya tidak akan pernah menikah jika kita tidak menjodohkannya. Yang ada didalam kepalanya hanyalah naskah drama dan akting. Kau lihat sendiri, berapa banyak pria patah hati karena putri kesayanganmu itu." Mayuko melipat tangan di depan dada. Kesal karena sang suami tidak juga mendukung idenya. Padahal dia hanya ingin yang terbaik untuk Maya.

"Maya hanya belum menemukan yang terbaik. Bukan begitu, sayang?" Ichiren kembali membela putrinya. Dia tersenyum lebar saat Maya kemudian mengangguk mantap.

"Ayolah, Bu. Aku berjanji akan lebih serius memikirkan masa depanku. Setidaknya setelah festival drama musim gugur selesai." Maya melakukan akting terbaiknya. Matanya terlihat sendu dengan ekspresi wajah mengiba.

"Jangan berakting di depanku, Maya. Apa kau lupa siapa ibumu?"

Maya meringis sembari menggaruk pelipisnya. Oh, siapa yang tidak mengenal Mayuko Ozaki? Aktris wanita legendaris pada jamannya. Hanya dengan sekali lihat, Mayuko bisa membaca akting lawan mainnya. Kehebatan dan bakat alam Mayuko jugalah yang membuat Ichiren Ozaki, sutradara ternama di Jepang, jatuh hati pada pandangan pertama. Pasangan suami istri itu telah banyak melahirkan aktor dan aktris berkualitas melalui teater dan sekolah akting mereka, Tsukikage. Tentu saja Maya jadi salah satunya.

"Keputusanku sudah bulat. Kau tidak bisa membantah. Pernikahan akan dilaksanakan dua bulan lagi. Lusa kalian akan bertemu untuk saling mengenal."

Maya meneguk ludah perlahan, membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Sementara itu Ichiren hanya bisa menggeleng saat Maya menatapnya dengan pandangan memohon. Pria itu memijat pangkal hidung untuk meredakan ketegangan. Sungguh istrinya adalah wanita paling keras kepala.

"Jadi, siapa calon suamiku?" tanya Maya dengan kepala tertunduk. Menyerah untuk mendebat sang ibu.

"Masumi Hayami. Putra tunggal keluarga Hayami sekaligus pewaris utama Daito Grup," jawab Mayuko tenang. Dia kembali mengambil cangkir tehnya dan meneguknya perlahan.

Maya menganga mendengar nama yang disebut oleh ibunya. Dia tidak salah dengar kan? "Masumi Hayami? Masumi yang itu?" cicitnya tak percaya.

"Ya," jawab Mayuko singkat. Wanita itu tahu apa yang saat ini tengah dipikirkan oleh putrinya. Tapi dia tidak akan salah memilih. Pria itu pasti cocok dengan putrinya.

Dalam diam Maya bangkit, mengangguk hormat pada kedua orang tuanya sebelum pergi meninggalkan ruang keluarga. Wanita muda itu terlalu shock.

Masumi Hayami, pikir Maya geram. Nasib sial apa yang tengah menimpanya saat ini hingga harus menikah dengan playboy paling tampan di Tokyo itu? Mempercepat langkah, Maya membutuhkan sesuatu untuk meredakan emosinya. Kedua tangannya terkepal dengan mulut mengumpat pelan.

***

Suara musik mengalun indah dalam ruangan pub. Beberapa tamu tampak bersenda gurau di meja masing-masing. Jika biasanya Maya masuk dengan wajah ceria, kali ini dia datang dengan wajah masam yang tertutup masker dan kaca mata hitam. Dia berjalan menuju private room untuk menemui sahabatnya, Ayumi Himekawa dan Yuu Sakurakoji. Mereka bertiga adalah aktor dan aktris papan atas Jepang.

“Ah, lihat siapa yang datang. Halo, cantik,” Koji tersenyum begitu melihat Maya memasuki ruangan lalu berdiri di depan meja.

Sementara Ayumi justru mengangkat alis tinggi saat melihat ekspresi sang sahabat yang sudah melepas masker juga kacamatanya. “Ada apa denganmu?” tanyanya saat Maya kemudian duduk di sebelah Koji.

“Jangan bertanya, pesankan aku minuman.” Maya mengerucutkan bibir lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja, di atas kedua tangannya yang terlipat.

Koji dan Ayumi bertukar pandang. Koji kemudian menekan tombol service di meja. Pria itu memesan Mojito favorit Maya.

“Kau baik-baik saja?” Koji mengusap lembut bahu kekasihnya. Ah iya, Koji dan Maya memang menjalin hubungan kasih diam-diam karena Mayuko tidak menyukai Koji. Publik mengenal mereka sebagai tiga bintang yang menjalin hubungan persahabatan.

Maya menegakkan tubuhnya lalu menghela napas panjang. Wanita muda itu menggeleng. Menyamankan posisi duduknya, Maya bersandar di bahu Koji.

“Apa kontrakmu dibatalkan?” tanya Ayumi, mencoba menebak alasan mood Maya yang tampak hancur berantakan.

Maya berdecak. “Lebih parah dari itu, Ayumi,” desisnya kesal.

Seorang pelayan datang membawa segelas Mojito. Minuman itu tampak segar dalam gelas Collins dengan irisan lemon dan daun mint di dalamnya. Maya mengucapkan terima kasih dan segera meneguk Mojito-nya. Sensasi segar di tenggorokan membuatnya merasa sedikit lebih baik.

Melihat Ayumi dan Koji menatapnya dengan penasaran membuat Maya kembali menghela napas panjang. “Aku dijodohkan.

“Apa katamu?” Koji langsung memutar bahu Maya, membuat wanita muda itu menatapnya. “Jangan bercanda, Maya!”

“Hei, hei, hei, tenangkan dirimu Tuan Muda Sakurakoji.” Ayumi memperingatkan.

“Sakit Koji,” kata Maya seraya menepis tangan Koji dari bahunya.

“Maaf.Pria itu berusaha menenangkan diri. Entah mimpi apa dia semalam hingga harus mendengar kabar buruk ini. “Tapi apa maksudnya dengan dijodohkan?”

“Kenapa bertanya apa maksudnya? Dijodohkan ya dijodohkan! Artinya aku harus menikah dengan pilihan orang tuaku.” Wajah Maya makin tertekuk kesal. Dia melipat tangan di depan dada dan memincingkan mata pada kekasihnya.

“Ta-tapi bagaimana mungkin? Lalu kita-,” Koji menelan ludah perlahan, melirik ekspresi Ayumi yang justru tampak geli melihatnya. “Hei, kau menolaknya kan?” tanyanya yang kembali fokus pada sang kekasih.

“Kau bercanda Koji?” Maya mendengkus lalu kembali meneguk Mojito-nya.

“Kau tidak menolaknya?” Wajah Koji memucat seketika. Dia tahu Maya tidak pernah benar-benar serius dengan hubungan mereka, tapi Koji berani bersumpah kalau dia mencintai Maya dengan segenap hatinya.

Ayumi menahan senyumnya melebar dengan meneguk minumannya. Wanita muda berwajah cantik itu tampak terhibur.

Maya menatap kekasihnya lalu menggeleng dengan ekspresi masam. “Aku sudah mencoba,” jawabnya dengan nada yang lebih tenang. “Memang siapa yang bisa berkata tidak pada Mayuko Ozaki? Bahkan ayahku yang katanya Dewa dalam industri drama dan perfilman pun tidak berkutik dihadapannya.”

Koji terdiam.

“Jadi kapan kau akan menikah?” celetuk Ayumi yang membuat sepasang kekasih itu menoleh bersamaan.

Koji bahkan mengerutkan alis dalam dan sama sekali tidak menyembunyikan ekspresi kesalnya. “Dimana rasa simpatimu, huh?”

Aktris cantik berambut pirang itu justru tertawa. “Untuk apa? Maya akan menikah, bukankah seharusnya kau ikut bahagia?”

“Itu tidak lucu, Ayumi,” jawab Maya dan Koji bersamaan. Lagi-lagi sahabat pirang mereka tertawa.

“Ayolah, sejak awal kita tahu tidak ada yang namanya happy ending dalam kepalsuan hubungan kalian berdua. Aku berani bertaruh, Maya kesal bukan karena hubungan kalian harus berakhir, tapi lebih karena dia tidak mau menikah muda atau karena-,” Ayumi menjeda perkataannya dan tersenyum melihat Maya yang berkedip juga wajah Koji yang menggelap menahan marah.

“Karena Maya tidak suka dengan calon suaminya.” Melihat mulut Maya yang terbuka kemudian tertutup lagi membuat Ayumi yakin kalau tebakannya benar. “Ish, aku memang sahabat terbaik, bukan begitu Nona Ozaki?”

“Sialan,” desis Maya disela bibirnya yang menuai kekehan renyah Ayumi. Di sebelahnya Koji merasa jantungnya tertusuk paku.

Pria itu kemudian berdeham pelan. “Lalu, siapa pria beruntung yang dijodohkan denganmu?” Mulut Koji terasa pahit saat menanyakannya.

Alih-alih mendapat jawaban Maya, Koji justru mendengar suara Ayumi. “Apanya yang beruntung? Maya adalah wanita yang hanya tahu menghapal naskah dan berakting. Bagian mana dari dirinya yang bisa menyenangkan suami?”

“Kau bahagia sekali malam ini, Nona Himekawa?” Maya melempar sarkasmenya dan semakin cemberut.

Dibalik wajah cantik dan penampilan anggunnya, sungguh Ayumi adalah wanita paling bermulut pedas yang dikenal Maya. Tapi itu juga alasan kenapa Maya sangat menyayangi sahabatnya. Ayumi bukan tipe teman bermuka dua. Persahabatan mereka bahkan sudah dimulai sejak sekolah menengah pertama. Koji baru akrab dengan mereka setelah menjadi aktor di bawah naungan Daito Entertainment, kira-kira tiga tahun yang lalu.

“Maya cantik dan berbakat, tentu saja seorang pria akan beruntung mendapatkannya.” Koji merasa tidak terima dengan ucapan sahabat pirangnya.

Mendengar itu membuat Ayumi terkekeh. Maya juga memandang Koji dengan tatapan heran.

“Apa kau mencintaiku, Koji?” Maya menggaruk pelipisnya dengan canggung. Jika jawabannya iya maka dia akan sangat merasa bersalah. Hubungan mereka hanya untuk bersenang-senang bukan? Kenapa Koji terdengar begitu memujanya?

Tawa Ayumi semakin keras melihat kekonyolan dua sahabatnya. Dia sudah membayangkan hal seperti ini akan terjadi tapi tidak menyangka akan selucu ini, seperti opera sabun saja. Maya yang tidak peka dan Koji yang cinta buta.

“Hei, aku membelamu, Maya,” kata Koji.

Maya mengerutkan kening tapi Ayumi yang kembali bicara. “Aku bertanya padamu Tuan Muda Sakurakoji. Sepanjang status kekasih kalian selama satu tahun ini, berapa kali kau sudah mencium Maya?”

“Hei, pertanyaan macam apa itu!” seru Maya tidak terima.

“Itu-,”

“Jangan dijawab Koji!” potong Maya kesal.

Melambaikan tangan di depan wajahnya, Ayumi menyeringai geli. “Aku sudah tahu, jawabannya tidak pernah. Benar kan?”

Wajah Maya memerah. “Berhenti bicara omong kosong, Ayumi!”

“Apanya yang omong kosong, Maya? Aku hanya merasa kasihan pada calon suamimu. Selain Maya Ozaki, wanita mana lagi yang takut berciuman? Kau bahkan menggunakan peran pengganti saat adegan itu,” cibir Ayumi yang kemudian meneguk minumannya. Tenggorokannya kering karena banyak tertawa.

“Itu bukan hal penting dalam menjalin hubungan,” kata Maya yang berusaha membela diri.

“Konyol,” komentar Ayumi.

“Benar kata Maya. Perasaan kita yang seharusnya lebih penting. Cinta dan kasih sayang lebih kuat dari nafsu,” kata Koji kemudian.

“Nah, itu baru omong kosong.” Ayumi mendengkus.

“Apanya yang omong kosong?” Koji terdengar kesal.

“Hei, Koji, berapa kali kau mencoba mencium Maya tapi gagal, huh? Jangan bilang kau tidak pernah mencoba.” Dan lagi-lagi kalimat pedas Ayumi membuat Maya juga Koji mati kutu. Tentu saja aktris cantik itu hanya bisa tersenyum puas.

“Aku kesini untuk menenangkan pikiran. Tapi kau malah membuatku makin kesal,” gerutu Maya.

“Kenyataannya memang seperti itu, kenapa harus kesal?” jawab Ayumi.

“Tidak harus dikatakan juga,” kata Maya lagi.

“Kau ini wanita paling tidak peka di dunia, bagaimana bisa kau mengerti kalau tidak dikatakan? Jujur saja, aku yakin pilihan orang tuamu pasti yang terbaik, jadi terima saja.”

“Ayumi,” panggil Koji dengan nada memohon. Dia ingin Ayumi membantunya bukan malah membujuk Maya untuk menerima perjodohannya.

Maya kembali mencebik, “Kali ini kau salah, Ayumi. Apa yang baik kalau calon suamiku adalah Masumi Hayami-,” Maya menjeda perkataannya, “-dan aku akan menikah dua bulan lagi.”

“Heh?!”

“Apa!?”

Ayumi dan Koji memekik dengan wajah terkejut.

***

Maya memijat pelipisnya yang berdenyut. Dua hari ini dia tidak bisa tidur.

“Anda cantik sekali, Nona.” Bahkan pujian dari pelayannya sama sekali tidak membuat hatinya senang.

Saat ini Maya tengah duduk di depan meja rias kamarnya. Make-up sempurna, rambut hitamnya ditata rapi dengan hiasan jepit kristal yang indah, gaun ungu muda membalut tubuh rampingnya dan satu set perhiasan mewah menambah kecantikannya semakin bersinar. Sungguh tanpa cela.

Pintu kamar yang terketuk mengalihkan perhatian Maya. Wanita muda itu mengulas senyum pahit saat melihat sang ayah muncul dari balik pintu. Dua orang pelayan yang tadi membantunya memberi hormat pada sang tuan lalu meninggalkan kamar.

“Putriku cantik sekali,” puji Ichiren yang kemudian berdiri di belakang Maya dan menatap pantulan wajah cantik putrinya melalui cermin.

“Ayah~,” Maya mencoba untuk merengek. Hati ayahnya lebih lembut daripada sang ibu. Berharap Ichiren bisa membantunya membatalkan perjodohan.

Ichiren menghela napas sembari mengusap lembut bahu putrinya. “Kita lihat perkembangan malam ini, bagaimana?” katanya mencoba menenangkan.

“Aku benar-benar belum ingin menikah.Wajah Maya semakin sendu dan Ichiren hanya bisa tersenyum canggung. Jelas tahu kalau putrinya tengah berakting.

“Ayah mengerti.” Ichiren mengangguk dengan wajah penuh simpati.

“Tolong bujuk ibu,” pinta Maya, kali ini dengan wajah memelas.

“Akan Ayah usahakan.

Janji Ichiren membuat Maya sedikit lega. Setidaknya ada yang berpihak padanya. Suara ketukan pintu menyela pembicaraan mereka. Seorang pelayan masuk dan memberitahukan kalau keluarga Hayami sudah datang. Keduanya pun keluar dari kamar.

Saat tiba di ruang tamu, Maya melihat ibunya sudah beramah tamah dengan Aya Hayami yang adalah sahabat sekaligus nyonya besar keluarga Hayami. Wanita paruh baya dengan wajah ayu dan tampilan anggun itu adalah putri pertama keluarga Fujimura, pengusaha real estate nomor tiga terbesar di Jepang.

Maya masih bergeming di ujung tangga saat sang ayah kemudian menyapa koleganya, pemilik Daito Grup, Eisuke Hayami. Daito Grup sendiri adalah perusahaan induk yang bergerak di bidang industri media. Beberapa aset terbesarnya adalah Daito TV, Daito Entertainment dan D-Magazine.

“Maya, kemarilah.” Mayuko memanggil putrinya untuk mendekat.

Senyum Nona Muda Ozaki itu hampir luntur saat melihat pria tampan yang berdiri tak jauh dari ayahnya, Masumi Hayami, Vice President Daito Grup. Pria yang menjadi incaran gadis seantero Jepang karena ketampanan juga kecerdasannya. Sayangnya, image pangeran sempurna itu sedikit ternodai karena gelar playboy kelas satu yang disandangnya. Masumi memang tidak pernah memiliki kekasih resmi, tapi teman wanitanya selalu berganti setiap minggu. Di setiap acara, pesta atau pun perhelatan resmi lainnya, putra tunggal Hayami itu selalu berganti pasangan. Entah sudah berapa lusin wanita kelas atas yang patah hati karena ulahnya.

“Selamat malam Tuan Besar Hayami, Nyonya Hayami.” Maya membungkuk memberi hormat. Ini memang bukan pertemuan pertama mereka, tapi Maya masih merasa canggung jika harus bertatap muka secara pribadi dengan pasangan konglomerat itu.

Eisuke hanya menjawab singkat sapaan Maya sembari mengangguk. Perhatiannya teralihkan saat Ichiren mengajaknya duduk dan keduanya mulai berbincang. Beberapa pelayan datang dan mulai menyajikan teh di meja tamu.

“Ah, Maya, kenapa masih saja memanggilku Nyonya? Berapa kali harus kukatakan kalau kau boleh memanggilku Bibi, bahkan sebentar lagi kau harus memanggilku ibu.” Aya tersenyum menatap calon menantunya yang justru membuat hati Maya semakin ciut. Dia pun menoleh pada sahabatnya dengan wajah berkerut. “Mayuko, ini salahmu karena tidak pernah membawa Maya saat kita bertemu. Dia jadi canggung padaku, padahal kita sudah bersahabat sejak lama.”

“Putriku bukan pengangguran yang bisa bebas pergi kemana saja dan kapan saja Aya.” Sungguh Mayuko dan karakter dinginnya yang luar biasa. Entah bagaimana persahabatannya bisa bertahan lama dengan Aya yang jelas berkepribadian lembut juga hangat.

Mendengar jawaban Mayuko justru membuat Aya mengangguk dengan senyum lebar. Wanita itu tertawa dengan suara pelan. “Kau benar, kau benar, Maya adalah aktris besar sepertimu. Dia pasti sibuk sekali. Nah Maya, mulai saat ini kau harus memasukkan Bibi ke agenda kerjamu. Kita bisa pergi shopping, berlibur, ke salon, dan-,”

“Ibu.”

Panggilan dengan suara lembut itu menghentikan Aya dari kalimat panjangnya. Perhatian Mayuko dan Maya pun ikut teralihkan, sementara Ichiren dan Eisuke hanya melirik sebelum akhirnya kembali berbincang tentang perkembangan film dan teater kesukaan mereka. Itu adalah Masumi yang menyela sang ibu. Pria tampan itu berjalan lalu berdiri di samping Aya dengan senyum menawan. Maya menahan diri untuk tidak mendengkus karenanya, mengumpat dalam hati karena Masumi dan sejuta pesonanya.

“Ibu membuat Nona Ozaki takut,” katanya kemudian yang langsung mendapat reaksi terkejut dari Aya.

“Begitukah?” Nyonya Hayami itu langsung menatap calon menantunya dengan tatapan bersalah.

“Tentu saja, bagaimana jika nanti Nona Ozaki menolak perjodohan ini karena takut memiliki mertua yang cerewet seperti Ibu.”

“Masumi, anak nakal, kau menyebut ibu cerewet.” Aya memukuli lengan putra kesayangannya yang justru membuat pria itu tertawa senang. Suasana canggung tadi sedikit meluntur. “Ah, tapi kau benar. Maaf Maya, Bibi tidak membuatmu takut bukan?”

Maya tersenyum tipis. “Tidak Bibi.”

“Putriku hanya terlalu sopan tapi kau memang membuatnya takut, Aya.” Kali ini Mayuko yang bicara.

Aya justru tertawa lalu menarik Maya duduk di sebelahnya. Dia membiarkan Masumi duduk di sofa single sementara Mayuko duduk di sofa single, di sisi lainnya. “Anata, jangan terlalu asik membicarakan bisnis dengan Tuan Ozaki. Kau lupa tujuan kita datang malam ini, hm?”

Perkataan Aya membuat Eisuke mengalihkan perhatiannya pada Maya. Wanita muda itu tampak tersenyum canggung padanya sementara sang istri menggenggam tangannya.

“Tentu saja aku ingat. Sebaiknya kau biarkan Masumi duduk di sebelah Maya jika ingin perjodohan ini berhasil. Kau akan membuat Maya trauma jika terus memegangnya seperti itu.” Eisuke tahu benar bagaimana tabiat istrinya jika sedang antusias.

“Kau benar, Anata. Masumi, kemarilah.” Aya dengan segera melepaskan tangan Maya dan meminta putranya untuk bertukar tempat duduk.

Mayuko menghela napas melihat tingkah sahabatnya sementara Ichiren hanya memberi putrinya tatapan penuh simpati. Masumi sendiri dengan senang hati menuruti keinginan ibunya. Senyumnya mengembang begitu duduk di sebelah Maya dan membuat wanita muda itu memalingkan wajah untuk menyembunyikan rona merah di pipinya. Apa Maya sudah mengakui kalau senyum pangeran Daito itu menawan?

“Menurutku mereka memang cocok.” Kali ini Eisuke yang berkomentar begitu Masumi dan Maya duduk berdampingan.

Tentu saja Aya mengangguk dengan antusias. “Pilihanku tidak pernah salah. Maya memang cocok menjadi istri Masumi.”

Mayuko dan Ichiren yang sejak tadi diam kini bertukar pandang. Dalam hati keduanya sepakat bahwa perkataan Eisuke benar. Diluar rumor playboy, pria muda itu memang begitu sempurna dengan wajah tampan dan tubuh tegap.

Dehaman Masumi menarik perhatian semua orang. “Bolehkah aku mengajak Nona Ozaki untuk bicara empat mata? Sepertinya Nona Ozaki kurang nyaman dengan keramaian ini.”

Kening Maya langsung berkerut karenanya. Wanita itu menoleh dan mendapati Masumi tersenyum padanya.

“Aku tidak-,”

“Tentu saja, kalian berdua bicaralah di taman sembari menunggu makan malam tiba.” Mayuko menyela perkataan putrinya. Dia tahu kalau Maya hendak menolak ajakan Masumi.

“Terima kasih Bibi Mayuko.” Lain dengan Maya yang canggung pada calon ibu mertuanya. Masumi justru cukup dekat dengan Mayuko. Selain karena urusan pekerjaan, juga karena Masumi sering bertemu Mayuko saat bersama ibunya.

Maya tak lagi menolak saat kemudian Masumi beranjak dan mengulurkan tangannya. Dengan senyum seribu giga watt, pria itu menggenggam tangan Maya dan membawanya ke taman.

Hei, sebenarnya ini rumah siapa? batin Maya merana.

***

>> Bersambung <<

>> Omiai - Chapter 2 <<


A/N : Yuhuuuu, semoga ga bosen baca FFTK ya wkwkwkw. Ini cerita baru dengan alur beda karena bosen ikut cerita aslinya yang nggak ada endingnya. Karakter keluar jalur ya. Yang mati pun aku edo tensei biar bangkit lagi wkwkwkw. Selamat menikmati aja bagi yang suka. Diusahakan update setiap akhir pekan (*Semoga ya Tuhaaannn*). Dan Update akan lebih awal di blog daripada di watty hehehee.

Arigatoooo, big hug n lope muah muah 

Post a Comment

3 Comments

  1. Ada yg baru aq ga ditag
    Sukaa banget
    Bener2 beda versi jd fresh

    ReplyDelete
  2. uwaaaaaa... cerita yang nggak biasa kak....
    tapi asliiii ini lebih segar dan makin bikin penasaran sih....
    haduh setiap ada kata dengan senyum seribu giga watt disitu terbayang manisnya senyum masumi... astaga...
    yoookk lanjuttttttt.... makasih banyak ya kak...

    ReplyDelete