Heart - Chapter 12

 Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi

FanFiction by Agnes Kristi

Setting : Lanjutan "Bersatunya Dua Jiwa 3"

Summary : Hati tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka. 

 ========================================================================= 

Jealous by Labrinth

 

I'm jealous of the rain

Aku iri pada hujan

That falls upon your skin

Yang jatuh di kulitmu

It's closer than my hands have been

Lebih dekat dari tanganku

I'm jealous of the rain

Aku iri pada hujan

 

I'm jealous of the windu

Aku iri pada angin

That ripples through your clothes

Yang mengoyak bajumu

It's closer than your shadow

Lebih dekat dari bayanganmu

Oh, I'm jealous of the wind, cause

Oh aku iri pada angin, karena

 

[Chorus:]

I wished you the best of

Ku berharap yang terbaik untukmu

All this world could give

Segala hal dunia ini dapat memberimu

And I told you when you left me

Dan ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku

There's nothing to forgive

Tak ada yang perlu dimaafkan

But I always thought you'd come back, tell me all you found was

Tapi ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau temukan adalah

Heartbreak and misery

Kehancuran dan kesedihan

It's hard for me to say, I'm jealous of the way

Sulit kukatakan, aku iri dengan caramu

You're happy without me

Bahagia tanpaku

 

I'm jealous of the nights

Ku iri pada malam

That I don't spend with you

Yang tak kuhabiskan denganmu

I'm wondering who you lay next to

Ku ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu

Oh, I'm jealous of the nights

Oh, aku iri pada malam

I'm jealous of the love

Aku iri pada cinta

 

***

==================================================================



Handphone Maya bergetar entah untuk yang keberapa kali. Nama Koji masih muncul di layar. Masumi mengabaikannya dan kembali fokus membaca laporan. Sampai Maya kembali masuk ke kamar dan duduk di sebelahnya, handphone kembali bergetar.

Masumi melirik saat gadis itu mengerutkan kening begitu membaca nama yang muncul di layar. Dia penasaran dengan apa yang akan dilakukan kekasihnya. Di luar dugaan, Maya menekan tombol merah dan kembali meletakkan handphone-nya di meja.

“Apa?” tanya Maya pada Masumi yang terpaku menatapnya.

“Kenapa tidak dijawab?” tanya Masumi.

“Kau ingin aku menjawabnya?” Maya justru heran mendengar pertanyaan kekasihnya.

Masumi langsung menggeleng. “Jujur saja aku tidak suka kau berbicara pada Koji.”

“Aku tahu, karena itu aku tidak menjawabnya,” jawab Maya santai.

Masumi tersenyum mendengar jawaban kekasihnya. “Mungkin seharusnya aku memukul kepala Koji lebih keras agar dia bisa berpikir jernih,” celetuk Masumi dengan jemari yang sibuk mengetik pesan untuk Hijiri.

“Itu tidak lucu, Masumi.”

Tuan Muda Hayami itu menatap kekasihnya yang kini cemberut. “Jadi kau kesal karena aku memukulnya?”

“Tidak.” Maya jadi mengingat kembali wajah Koji yang penuh lebam. “Hanya penasaran, apa benar kau memukul Koji?” tanyanya santai. Tentunya Masumi tidak tahu jika Maya bertemu Koji pagi tadi.

Masumi meletakkan handphone-nya lalu menatap Maya serius. “Kau tidak percaya?”

“Entahlah,” jawab Maya sembari mengendikkan bahu. Dia lalu mengambil apel yang tadi dikupasnya.

“Aku memang menghajarnya.” Masumi menangkap pergelangan tangan Maya tepat saat gadis itu akan menggigit apelnya.

Ekspresi kesal Masumi membuat Maya terkikik dalam hati, dia memang sengaja ingin menggoda kekasihnya.

“Maya?” Sepertinya harga diri Masumi cukup terluka karena perkataan Maya.

“Baiklah, baiklah, aku percaya.” Maya pun tidak dapat menahan tawa saat melihat ekspresi wajah Masumi yang masam.

“Kau menggodaku?” Masumi menarik gadis itu untuk duduk di atas pangkuannya, membuat Maya memekik karena terkejut dan menjatuhkan potongan apelnya.

“Hei, apa yang kau lakukan?” protes Maya saat Masumi memeluknya erat.

“Menghukummu karena sudah menggodaku.” Masumi melandaikan sisi wajahnya di dada Maya. Dia bisa mendengar degub jantung kekasihnya.

“Aku tahu kau bisa berkelahi, mana mungkin aku meragukanmu,” ucap Maya kemudian.

Perkataan Maya membuat Masumi menautkan alis. Dia pun menatap kekasihnya heran. “Dari mana kau tahu kalau aku bisa berkelahi?”

Gadis itu tersenyum lalu menyandarkan kedua tangannya di bahu Masumi. “Kau lupa? Kau pernah menghajar tiga orang dan hanya demi melindungiku kau rela menjadi tameng, dipukuli sampai pingsan.”

Ingatan Masumi langsung melayang pada kejadian beberapa tahun silam. Malam dimana Maya menunggunya hingga larut di depan kantor lalu menangis. Malam dimana dia mendengar Akoya mengungkapkan perasaannya dan menganggapnya sebagai mimpi.

“Kau lupa?” ulang Maya.

Masumi menggeleng lalu tersenyum. “Tidak, aku bahkan masih ingat dengan jelas setiap perkataanmu Akoya.”

“Ka-kau mendengarnya?” seru Maya terkejut. Dia tidak menyangka kalau Masumi mendengar semuanya. Saat itu Maya berpikir kalau Masumi masih pingsan dan dia …

“Kau juga menciumku,” kata Masumi yang bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oleh kekasihnya. Sebenarnya dia juga tidak yakin kalau itu nyata, tapi Masumi justru ingin membuktikan kebenarannya. Senyum Masumi mengembang saat melihat wajah Maya yang tersipu malu. Reaksi Maya membuatnya semakin yakin kalau itu bukan hanya sekedar mimpi. “Benar bukan?”

“Ta-tapi bagaimana kau bisa tahu? Kau pingsan dan … dan aku yakin sampai saat Nona Shiori mengusirku, kau belum sadar.” Maya justru kebingungan dengan cerita Masumi.

Masumi merenggangkan pelukannya saat Maya menyebut nama Shiori. “Jadi Shiori mengusirmu? Dia bilang kalau kau lari dan dia yang menungguiku sampai pagi.” Masumi mencoba memancing Maya bercerita.

Gadis itu memalingkan wajah saat Masumi menatapnya tajam. Maya enggan mengingat lagi kejadian malam itu.

“Maya? Katakan padaku,” desaknya. Sejak dulu dia memang meragukan perkataan Shiori. Apalagi ada bukti sapu tangan Maya yang terjatuh di kantornya.

Gadis itu berusaha turun dari pangkuan Masumi tapi pelukan kekasihnya justru semakin erat.

“Ceritakan semuanya, kumohon,” lirih Masumi.

Gadis itu kembali menatap Masumi. Maya pun tak kuasa menolak. “Aku dan petugas keamanan membawamu ke kantor sementara Nona Shiori yang juga pingsan di bawa ke klinik kesehatan di lantai satu,” katanya memulai cerita.

Masumi mendengarnya dengan tenang tapi tangannya tetap memeluk pinggang Maya. Tidak mau kekasihnya itu pergi.

“Aku sangat sedih malam itu. Melihatmu melindungiku sampai terluka membuatku sadar kalau kau memang selalu melakukannya untukku. Kau, Mawar Ungu, orang yang selalu melindungiku dari balik bayangan. Dan Masumi Hayami, pria keras yang melindungiku dengan caranya yang lain.” Maya menghela napas untuk meredakan emosinya akan ingatan masa lalu. “Dan saat itu aku semakin sadar, kalau sebenarnya aku … sudah jatuh cinta padamu.”

Maya terkekeh dengan suara lirih. “Aku sendiri tidak tahu kapan rasa itu mulai ada. Sayangnya, saat aku menyadari perasaanku … kau sudah bertunangan dengan Nona Shiori.”

Pengakuan Maya membuat jantung Masumi berdegub kencang. “Kau tahu, saku sangat bahagia mendengarnya. Aku sudah jatuh cinta padamu sejak dulu.”

Mata Maya menatap sendu. “Tapi aku dulu tidak layak untukmu.”

“Jangan berkata seperti itu.” Masumi kembali menarik Maya kedalam pelukannya. Dia merasa lega mendengar pengakuan Maya tentang perasaanya. Selama ini Masumi hanya tahu Maya mencintainya sejak malam yang mereka habiskan bersama di Astoria. Ternyata jauh sebelum itu mereka berdua sama-sama memendam rasa.

“Sudahlah, tidak ada gunanya membahas masa lalu. Yang penting, sekarang aku ada disini, bersamamu.” Maya tersenyum saat Masumi mengusap rambut panjangnya.

Senyum Maya menular. Masumi ikut tersenyum lalu mendaratkan sebuah kecupan di kening kekasihnya. “Ya, kau benar. Dan kau harus tahu, betapa bersyukurnya aku karena bisa memilikimu disisa umurku-,”

“Masumi.” Maya menggeleng seraya menempelkan jarinya di bibir Masumi. “Aku tidak mau mendengarnya.”

Pria itu menyurukkan wajahnya di lekuk leher kekasihnya. Kedua tangannya memeluk tubuh mungil itu dengan erat. “Aku mencintaimu,” bisik Masumi lirih.

“Aku juga mencintaimu, Tuan Hayami.”

***

Waktu berlalu begitu cepat, dua minggu terlewati begitu saja. Maya kembali disibukkan dengan pekerjaan, begitu juga Masumi. Persiapan pernikahan sudah berjalan tujuh puluh persen. Keduanya tidak terlalu menekan Mizuki dan Hijiri. Bahkan Maya mengatakan tidak keberatan untuk membatalkan resepsi kalau hal itu justru membuat Mizuki dan Hijiri kesulitan. Sayangnya, dua orang kepercayaan Masumi itu tidak terbiasa dengan kata gagal. Mereka terbiasa bekerja dengan rapi dan dengan hasil memuaskan.

Malam itu Maya bersiap untuk live acara talk show. Maki tengah menyiapkan pakaiannya sementara Yukari menjelaskan beberapa teknis acara termasuk daftar pertanyaan yang akan diajukan. Maya dengan serius mendengarkan, gadis itu tampak mengerutkan kening ketika Yukari membacakan pertayaan mengenai rencana pernikahannya dengan Masumi.

“Aku akan menjawab soal tanggal pernikahan. Tapi minta mereka hapus pertanyaan mengenai rencana bulan madu,” kata Maya tegas.

“Baik, Nona.” Yukari segera memberi catatan khusus pada agendanya. “Selain itu Anda tidak keberatan? Mungkin akan ada pertanyaan spontan di luar daftar, Anda ingin membatasi pembahasannya?” tanya menejer cantik itu.

Maya tampak berpikir. “Aku tidak mau mereka menanyakan masa lalu Masumi yang memutuskan pertunangan dengan Nona Takamiya. Topik ini sama sekali tidak boleh disinggung. Selebihnya aku rasa tidak masalah.”

Yukari mengangguk lalu kembali menambahkan catatan khusus. “Baiklah, sementara Anda bersiap saya akan mengatakan hal ini pada tim produksi. Acara akan dimulai satu setengah jam lagi.” Menejer itu pun meninggalkan ruang ganti Maya.

Selesai bersiap Maya diminta untuk menunggu di back stage. Dia bersama Maki mengikuti Yukari dan salah seorang kru. Maya membalas ramah sapaan beberapa kru yang kebetulan berpapasan dengannya.

“Lima belas menit lagi acara akan dimulai. Silakan Anda menunggu disini Nona Kitajima.”

Maya mengucapkan terima kasih pada kru yang sudah mengantarnya dan duduk berdampingan bersama dengan Yukari dan Maki. “Apa ada telepon untukku?” tanya Maya pada menejernya.

“Tuan Masumi tadi menelepon saya. Beliau menanyakan pukul berapa talk show dimulai,” jawab Yukari.

“Hanya itu?” Maya kembali bertanya.

Yukari terdiam lalu mengangguk. Hijiri sudah melarangnya untuk mengatakan perihal Koji. Sahabat Maya itu sepertinya belum menyerah. Koji terus menghubungi Yukari dan meminta waktu untuk bertemu dengan Maya. Yukari sendiri tidak tahu ada masalah apa antara Koji dan atasannya. Tapi dia tidak berani melawan perintah Hijiri. Apalagi saat ini status Maya adalah calon istri Direktur Daito.

Sepuluh menit sebelum acara dimulai, sutradara mendatanginya dengan langkah tergopoh.

“Nona Kitajima, kami mohon maaf sebelumnya, tapi ada perubahan mendadak pada acara,” katanya cepat. Wajahnya juga tampak panik.

“Apa terjadi sesuatu?” Yukari selaku menejer langsung siaga.

“Maaf, Nona Haruka yang seharusnya menjadi host tiba-tiba mengalami kecelakaan. Sehingga kami harus menggantinya.”

“Siapa penggantinya?” Kali ini Maya yang bertanya.

Sang sutradara itu menatap Maya dengan gugup. “Penggantinya adalah Nona Otobe.”

“Otobe? Apa maksudmu adalah Norie Otobe?” Ulang Yukari. Dia pernah mendengar nama itu menjadi presenter di sebuah acara televisi lokal. Yukari sendiri belum menyadari keterkejutan Maya.

“Maaf, tapi kami tidak punya waktu untuk mencari pengganti lain. Acara akan dimulai dan hanya Nona Otobe yang stand by di studio. Saat ini dia sedang bersiap,” jelas sutradara itu dengan hati-hati. Sepertinya dia tahu bagaimana hubungan Maya dengan Otobe sang presenter pengganti itu. “Nona Kitajima, saya mohon Anda tidak keberatan. Acara tinggal lima menit lagi.” Dia membungkuk hormat pada Maya.

“Nona?” Yukari justru bingung melihat reaksi Maya. Gadis itu tampak bingung.

“Nona Kitajima?” kepanikan di wajah sang sutradara semakin berlipat.

Maya mengeratkan tangan dan berdoa dalam hati semoga semua baik-baik saja. “Baiklah,” ucapnya tenang.

“Terima kasih, Nona. Saya akan menyiapkan semuanya.” Sekali lagi sutradara itu membungkuk hormat lalu berlari meninggalkan Maya.

Yukari yang melihat Maya terdiam pun merasa penasaran. Aktris cantik itu kini menatap pintu masuk panggung dengan tatapan sendu. “Nona Maya, ada apa?” tanya Yukari kemudian.

“Aku harap semua baik-baik saja,” gumam Maya tanpa menjawab pertanyaan Yukari. Perhatiannya kembali teralihkan saat seorang gadis cantik memasuki back stage. Maya berusaha tetap tenang. Gadis itu berhenti tepat di depannya lalu tersenyum.

“Lama tidak bertemu, bagaimana kabar Anda, Nona Maya?”

Belum sempat Maya menjawab, seruan dari sutradara mengharuskan semua bersiap di posisi masing-masing. Gadis itu pun meninggalkan Maya dan segera masuk ke stage. Suara tepuk tangan terdengar tanda acara sudah dimulai. Maya merasa terlempar ke masa lalu saat mendengar suara Norie yang tengah membuka acara.

***

“Nona, Anda baik-baik saja?” Yukari tampak khawatir saat Maya hanya diam menatap pintu masuk stage.

Maki yang juga tampak khawatir akhirnya ikut bicara. “Nona, sebaiknya Anda tidak usah keluar. Saya khawatir,” katanya lirih. Kedua tangannya bertaut gelisah di depan dada.

“Kau tahu tentang Norie Otobe?” tebak Maya saat melihat asistennya itu ketakutan. Biasanya gadis itu hanya diam dan tidak banyak berkomentar.

Sebuah anggukan dari Maki membuat Yukari semakin bingung. “Ada apa dengan Norie Otobe?”

Maya hanya tersenyum, jelas tidak mungkin untuk mundur karena ini acara live. Seorang kru datang dan memintanya memasuki stage membuat Maki semakin gelisah. “Tenang saja, aku bisa menghadapinya,” katanya sambil lalu.

Yukari menatap punggung Maya dengan penasaran. Dia yakin sesuatu yang salah sudah terjadi. “Maki, sebenarnya ada apa?” tanyanya begitu Maya menghilang di balik stage. Entah mengapa suara tepuk tangan yang meriah justru terasa mengganggu.

“Norie Otobe adalah orang yang dulu pernah menghancurkan karir Nona Maya,” cicit gadis itu lirih.

“Apa maksudmu menghancurkan?” Dan menejer itu terhenyak saat Maki menceritakan apa yang diketahuinya tentang Norie Otobe. Yukari bergegas memutari back stage lalu berdiri di samping kru produksi.

“Maya memang luar biasa. Lihat, dia bisa bersikap senatural itu dihadapan Otobe,” celetuk salah seorang kru kamera.

Hal itu membuat Yukari semakin merutuki kebodohannya. Sayangnya, ini adalah siaran langsung, yang artinya tidak seorang pun bisa menghentikan apa yang terjadi atas panggung.

***

“Senang melihat Anda bisa hadir di acara kami, Nona Kitajima.” Norie dengan senyum lebarnya menyapa Maya yang sudah duduk di sofa tamu.

“Terima kasih, saya juga senang bisa hadir di sini. Selamat malam semua,” jawab Maya riang sembari melambaikan tangan ke arah penonton. Suara tepuk tangan kembali memenuhi ruangan.

Norie masih dengan senyumnya kembali mengambil alih perhatian penonton. “Baiklah, bagaimana kabar Anda, Nona Kitajima?”

Maya tersenyum simpul. “Ya seperti yang Anda lihat Nona Otobe, saya baik-baik saja.”

“Apa kegiatan Anda akhir-akhir ini? Apakah ada film atau drama terbaru yang sedang Anda kerjakan?” tanya Norie lagi.

“Dalam waktu dekat ini tidak. Hanya beberapa syuting iklan juga pemotretan.”

“Ah, apakah karena pernikahan Anda sudah dekat sehingga mengurangi banyak project film dan drama?” Norie menampakkan wajah penasaran yang mampu membuat penonton juga merasa bersemangat untuk menunggu jawaban Maya. Yukari sendiri masih tampak cemas mengamati Maya dari luar stage.

“Ya, begitulah,” jawab Maya sembari kembali melempar senyum.

“Anda terlihat bahagia,” celetuk Norie.

“Tentu saja, siapa yang tidak bahagia dengan pernikahannya?”

“Ah, senang mendengarnya. Jadi, kapan tepatnya hari bahagia itu Nona Kitajima. Apa saya juga akan mendapat undangannya?” kelar Norie yang membuat penonton tergelak.

“Dua minggu lagi, saya akan sangat senang kalau Anda juga bisa hadir Nona Otobe,” jelas Maya yang langsung menuai gumaman penonton dan ekspresi terkejut yang berlebihan dari Norie.

“Jadi dua minggu lagi ya. Wah, saya merasa sangat tersanjung karena diundang secara pribadi.” Norie bertepuk tangan sendiri dengan wajah berbinar. “Selamat untuk Anda Nona Kitajima, semoga semua acara berjalan lancar.”

“Terima kasih.” Maya menangkupkan tangan dengan anggun.

“Rasanya baru kemarin saya melihat Anda sebagai aktris muda dengan sejuta pesona. Sekarang Anda adalah pemegang hak Drama Bidadari merah, menjadi aktris nomor satu, bahkan sebentar lagi menjadi Nyonya Hayami. Anda sungguh beruntung, bukan begitu?” Nori tersenyum di akhir kalimatnya. “Apakah Tuan Hayami juga banyak berperan untuk kesuksesan Anda sekarang?”

Yukari terkesiap. Beberapa kru produksi tampak saling bertukar pandang. Tentunya mereka menunggu jawaban Maya. Para penonton juga jadi terpaku pada panggung.

Maya justru tersenyum mendengar pertanyaan jebakan itu. Fakta kalau dirinya akan menikah dengan Masumi pastinya menimbulkan pertanyaan publik tentang bagaimana hubungan direktur dan aktris yang terkenal pernah berseteru itu justru berujung romansa. Sejauh ini belum ada satu pun media atau wartawan yang berani menyakannya. Jelas itu karena Masumi sudah memberi kode merah. Sayangnya, saat ini Maya bagai sedang berhadapan dengan musuh lama dan acara live membuat dia tidak bisa leluasa menolak pertanyaan.

“Sepertinya beruntung adalah istilah yang kurang tepat.” Maya mulai menjawab dengan santai. “Anda jelas tahu bagaimana perjuangan saya di dunia panggung. Bagaimana saya berkompetisi dengan Ayumi sampai akhirnya berhasil menjadi Bidadari Merah. Jelas kata beruntung tidak bisa mewakili semua itu.”

Kali ini giliran Norie yang dikejutkan dengan jawaban Maya. Dia tidak menyangka kalau Maya berani menjawab itu. Maya yang dulu dikenalnya adalah aktris lugu yang tidak akan melawan meski di tekan.

“Lalu tentang hubungan saya dengan Masumi Hayami. Dia mendukung saya sebagai aktris secara profesional. Semua orang juga tahu kalau awal debut saya sebagai aktris film berada di bawah management Daito. Waktu memang berlalu begitu cepat. Tentang bagaimana hubungan ini dimulai, biarlah menjadi kenangan pribadi kami. Yang jelas, saat ini kami merasa siap untuk hidup bersama.”

Tepuk tangan penonton membuat senyum Maya melebar dan suasana mencair dengan cepat. Norie pun tersenyum, canggung, lalu kembali sadar akan tugasnya. Gadis itu terkekeh sembari menutup mulutnya dengan tangan. “Anda benar. Terlalu naif memang kalau saya mengatakan semua semata karena keberuntungan. Semoga karir Anda terus bersinar dan pernikahan Anda bahagia bersama Tuan Hayami.”

Beruntung saat kemudian sang sutradara memberikan tanda break untuk jeda iklan. Norie segera mengalihkan perhatian penonton dan menutup sesi pertama. Maya hanya tersenyum melihat Yukari yang mengusap dada tanda lega. Aktris cantik itu kini mengambil teh yang sudah disediakan sejak tadi di meja tamu lalu menyesapnya dengan anggun.

“Anda sudah banyak berubah,” celetuk Norie setelah meneguk air dari botol mineralnya.

“Benarkah?” jawab Maya tenang sembari meletakkan kembali cangkirnya di meja.

“Lebih berani dan percaya diri,” lanjut Norie dengan pandangan mata tak lepas dari lawan bicaranya.

“Saya anggap itu sebagai pujian, terima kasih.” Lagi-lagi Maya tersenyum manis. Keduanya lalu terdiam.

Yukari kini mengamati Maya dengan tenang. Sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bukankah aktrisnya itu tidak pernah mengecewakan saat berada di atas panggung? Maki yang kini berdiri di sebelahnya juga tampak lega. Acara pasti akan berjalan lancar sampai akhir.

***

“Anda akan langsung pulang?” tanya Hijiri seraya menyerahkan sebuah dokumen pada Masumi. Keduanya baru saja selesai rapat dengan beberapa kolega Daito.

“Tidak, aku akan menjemput Maya,” jawab Masumi dengan mata fokus membaca dokumen di tangannya.

“Nona Maya sedang live talk show di HTC TV, bukan?” Wakil Direktur itu membereskan sisa dokumen tepat saat Mizuki memasuki ruangan.

“Iya, seharusnya saat ini acara sudah dimulai. Yukari bilang talk show dimulai pukul tujuh.” Masumi melihat arlojinya yang menunjukkan pukul 19.15. “Mizuki, tolong kirim hasil kesepakatan rapat kita hari ini via email,” perintah Masumi yang kemudian menutup dokumen dan menyerahkannya pada Mizuki.

“Baik, Tuan,” jawab sekretaris itu patuh.

Masumi beranjak dari kursi kerjanya tapi tiba-tiba semua terasa berputar.

“Tuan!” Hijiri menangkap tubuh Masumi yang hampir tersungkur. Mizuki dengan cepat membantunya mendudukkan Masumi. “Nona Mizuki, tolong ambilkan air,” perintah Hijiri begitu Masumi sudah bersandar pada kursi.

Direktur Daito itu tampak pucat. Dia memijat pelipisnya yang berdenyut tidak nyaman. Masumi menerima segelas air dari Mizuki dan menghabiskannya perlahan. “Maaf merepotkan, aku hanya merasa pusing,” katanya seraya meletakkan gelas di meja.

“Sebaiknya Anda jangan memaksakan diri, Tuan Masumi,” kata Mizuki kahawatir.

“Nona Mizuki benar. Akhir-akhir ini Anda bekerja terlalu keras. Sebaiknya sekarang Anda beristirahat, saya yang akan menjemput Nona Maya,” tambah Hijiri.

Masumi menggeleng sembari tersenyum lemah. “Tidak apa-apa, jangan khawatir. Tolong jangan katakan apa pun pada Maya.”

“Tapi Tuan-,”

“Aku akan istirahat sebentar, tolong minta Watanabe bersiap tiga puluh menit lagi,” perintah Masumi menyela perkataan sekretarisnya.

“Tidak perlu Nona Mizuki, aku yang akan mengantar Tuan.”

Direktur Daito itu menautkan alis saat melihat ekspresi keras Hijiri juga Mizuki. “Terserah kalian,” kata Masumi kemudian. Perlahan dia beranjak dari kursi kerjanya lalu berbaring di sofa tamu. Masumi sedang malas berdebat.

Melihat Sang Direktur langsung memejamkan mata membuat Hijiri dan Mizuki segera meninggalkan ruangan.

“Apa saya perlu memanggil dokter?” tanya Mizuki saat Hijiri menutup pintu.

“Dan membuat Tuan Masumi marah?” Hijiri tersenyum geli melihat ekspresi masam Mizuki.

Sekretaris itu berjalan ke meja kerjanya lalu membereskan beberapa dokumen di atas meja.

“Pulanglah, aku yang akan menjaga Tuan Masumi,” perintah Hijiri kemudian. Dering handphone membuat perhatian sang wakil direktur teralihkan. Nama Iwaguchi yang muncul di layar membuat Hijiri bergegas menjawab panggilan.

“Halo, ada apa Iwaguchi?”

“Tuan, saya baru saja melihat Tuan Sakurakoji di Gedung HTC. Apakah saya perlu mengawasinya?”

Hijiri menghela napas kesal. Sungguh situasi yang menyebalkan. “Awasi dia. Jangan sampai dia bertemu dengan Nona Maya. Segera melapor jika terjadi sesuatu. Aku akan segera ke sana.”

“Baik, Tuan,” jawab Iwaguchi yang kemudian mengakhiri teleponnya.

“Apa terjadi sesuatu?” Mizuki tampak penasaran karena mendengar nama Maya disebut.

“Nona Mizuki, maaf kalau kau harus lembur lagi. Aku harus ke Gedung HTC sekarang. Ada sedikit masalah. Katakan pada Tuan Masumi kalau aku akan menjemput Nona Maya dan membawanya ke sini.”

“Ada apa dengan Maya?”

Mizuki dan Hijiri yang terkejut langsung menoleh ke belakang dimana Masumi sudah berdiri di ambang pintu.

“Jawab pertanyaanku, Hijiri. Ada apa dengan Maya?” ulang Masumi dengan nada tegas.

“Tuan Sakurakoji ada di Gedung HTC, Iwaguchi sedang mengawasinya,” jawab Hijiri tenang.

Masumi memijat pangkal hidungnya seraya berdecak kesal. “Siapkan mobil, kita ke HTC sekarang.” Dan tidak ada yang berani membantah saat Masumi kemudian berlalu di hadapan mereka sembari memakai jasnya.

***

>>Bersambung<<

A/N : Ah...chapter depan pengen tonjok-tonjokan lagi wkwkwkwkwk

Post a Comment

15 Comments

  1. Ada 2 musuh skrg
    Koji bener2 ngeyel
    Ta uyel2 jd perkedel

    ReplyDelete
  2. Setuju Mb ✊✊✊. Hajar Kojiii👍

    ReplyDelete
  3. Aaaaaa, curang...Koji harus disadarkan

    ReplyDelete
  4. Koji... leave maya alooooneeee!!!!
    Otobe... ahh sudahlahh...

    ReplyDelete
  5. Aduhhhhh....ini hp ku kenapa ya
    Kok link chapter 13 gak bs di klik
    🤣🤣🤣🤣

    Padahal kaya nya bakalan hot ini..... Ada Koji yg batu mode on sama otobe yg tembok mode on
    Klop deehhhhhhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di lembiru ke aku mba hpnya
      Tak tuker pake chapter 13 🤣🤣🤣

      Delete
  6. Duh itu si Koji mau ngapain lagi cobaaaa. Tak bejek aja jadi peyek sekalian. Ish keseeel

    ReplyDelete
  7. Wahhhh .... Bakal lebih seru nih... Nggak sabar nunggu jurus pamungkasnya masumi

    ReplyDelete