Disclaimer : Garasu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes
Kristi
Setting : Lanjutan
"Bersatunya Dua Jiwa 3"
Summary : Hati
tak pernah bisa berbohong. Sekuat apa pun Masumi menahan rasa cintanya untuk
Maya, tetap saja keinginan untuk memiliki gadis itu lebih besar. Ketika dua
hati akhirnya bersatu, ujian datang untuk menguji keteguhan cinta mereka.
=========================================================================
Jealous by Labrinth
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
Yang
jatuh di kulitmu
It's closer than my hands have been
Lebih
dekat dari tanganku
I'm jealous of the rain
Aku
iri pada hujan
I'm jealous of the windu
Aku
iri pada angin
That ripples through your clothes
Yang
mengoyak bajumu
It's closer than your shadow
Lebih
dekat dari bayanganmu
Oh, I'm jealous of the wind, cause
Oh
aku iri pada angin, karena
[Chorus:]
I wished you the best of
Ku
berharap yang terbaik untukmu
All this world could give
Segala
hal dunia ini dapat memberimu
And I told you when you left me
Dan
ku beritahu kau saat kau meninggalkan aku
There's nothing to forgive
Tak
ada yang perlu dimaafkan
But I always thought you'd come
back, tell me all you found was
Tapi
ku selalu berpikir kau akan kembali, katakan padaku semua yang telah kau
temukan adalah
Heartbreak and misery
Kehancuran
dan kesedihan
It's hard for me to say, I'm
jealous of the way
Sulit
kukatakan, aku iri dengan caramu
You're happy without me
Bahagia
tanpaku
I'm jealous of the nights
Ku
iri pada malam
That I don't spend with you
Yang
tak kuhabiskan denganmu
I'm wondering who you lay next to
Ku
ingin tahu siapa yang berbaring di sampingmu
Oh, I'm jealous of the nights
Oh,
aku iri pada malam
I'm jealous of the love
Aku
iri pada cinta
***
Handphone
Maya bergetar entah untuk yang keberapa kali. Nama Koji masih muncul di layar. Masumi
mengabaikannya dan kembali fokus membaca laporan. Sampai Maya kembali masuk ke
kamar dan duduk di sebelahnya, handphone
kembali bergetar.
Masumi melirik saat gadis
itu mengerutkan kening begitu membaca nama yang muncul di layar. Dia penasaran
dengan apa yang akan dilakukan kekasihnya. Di luar dugaan, Maya menekan tombol
merah dan kembali meletakkan handphone-nya
di meja.
“Apa?” tanya Maya pada
Masumi yang terpaku menatapnya.
“Kenapa tidak dijawab?”
tanya Masumi.
“Kau ingin aku
menjawabnya?” Maya justru heran mendengar pertanyaan kekasihnya.
Masumi langsung
menggeleng. “Jujur saja aku tidak suka kau berbicara pada Koji.”
“Aku tahu, karena itu aku
tidak menjawabnya,” jawab Maya santai.
Masumi tersenyum
mendengar jawaban kekasihnya. “Mungkin seharusnya aku memukul kepala Koji lebih
keras agar dia bisa berpikir jernih,” celetuk Masumi dengan jemari yang sibuk
mengetik pesan untuk Hijiri.
“Itu tidak lucu, Masumi.”
Tuan Muda Hayami itu
menatap kekasihnya yang kini cemberut. “Jadi kau kesal karena aku memukulnya?”
“Tidak.” Maya jadi
mengingat kembali wajah Koji yang penuh lebam. “Hanya penasaran, apa benar kau
memukul Koji?” tanyanya santai. Tentunya Masumi tidak tahu jika Maya bertemu
Koji pagi tadi.
Masumi meletakkan handphone-nya lalu menatap Maya serius.
“Kau tidak percaya?”
“Entahlah,” jawab Maya
sembari mengendikkan bahu. Dia lalu mengambil apel yang tadi dikupasnya.
“Aku memang
menghajarnya.” Masumi menangkap pergelangan tangan Maya tepat saat gadis itu
akan menggigit apelnya.
Ekspresi kesal Masumi
membuat Maya terkikik dalam hati, dia memang sengaja ingin menggoda kekasihnya.
“Maya?” Sepertinya harga
diri Masumi cukup terluka karena perkataan Maya.
“Baiklah, baiklah, aku
percaya.” Maya pun tidak dapat menahan tawa saat melihat ekspresi wajah Masumi
yang masam.
“Kau menggodaku?” Masumi
menarik gadis itu untuk duduk di atas pangkuannya, membuat Maya memekik karena
terkejut dan menjatuhkan potongan apelnya.
“Hei, apa yang kau
lakukan?” protes Maya saat Masumi memeluknya erat.
“Menghukummu karena sudah
menggodaku.” Masumi melandaikan sisi wajahnya di dada Maya. Dia bisa mendengar
degub jantung kekasihnya.
“Aku tahu kau bisa
berkelahi, mana mungkin aku meragukanmu,” ucap Maya kemudian.
Perkataan Maya membuat
Masumi menautkan alis. Dia pun menatap kekasihnya heran. “Dari mana kau tahu
kalau aku bisa berkelahi?”
Gadis itu tersenyum lalu
menyandarkan kedua tangannya di bahu Masumi. “Kau lupa? Kau pernah menghajar
tiga orang dan hanya demi melindungiku kau rela menjadi tameng, dipukuli sampai
pingsan.”
Ingatan Masumi langsung
melayang pada kejadian beberapa tahun silam. Malam dimana Maya menunggunya
hingga larut di depan kantor lalu menangis. Malam dimana dia mendengar Akoya
mengungkapkan perasaannya dan menganggapnya sebagai mimpi.
“Kau lupa?” ulang Maya.
Masumi menggeleng lalu
tersenyum. “Tidak, aku bahkan masih ingat dengan jelas setiap perkataanmu
Akoya.”
“Ka-kau mendengarnya?” seru
Maya terkejut. Dia tidak menyangka kalau Masumi mendengar semuanya. Saat itu
Maya berpikir kalau Masumi masih pingsan dan dia …
“Kau juga menciumku,”
kata Masumi yang bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oleh kekasihnya.
Sebenarnya dia juga tidak yakin kalau itu nyata, tapi Masumi justru ingin
membuktikan kebenarannya. Senyum Masumi mengembang saat melihat wajah Maya yang
tersipu malu. Reaksi Maya membuatnya semakin yakin kalau itu bukan hanya
sekedar mimpi. “Benar bukan?”
“Ta-tapi bagaimana kau
bisa tahu? Kau pingsan dan … dan aku yakin sampai saat Nona Shiori mengusirku,
kau belum sadar.” Maya justru kebingungan dengan cerita Masumi.
Masumi merenggangkan
pelukannya saat Maya menyebut nama Shiori. “Jadi Shiori mengusirmu? Dia bilang
kalau kau lari dan dia yang menungguiku sampai pagi.” Masumi mencoba memancing
Maya bercerita.
Gadis itu memalingkan
wajah saat Masumi menatapnya tajam. Maya enggan mengingat lagi kejadian malam
itu.
“Maya? Katakan padaku,”
desaknya. Sejak dulu dia memang meragukan perkataan Shiori. Apalagi ada bukti
sapu tangan Maya yang terjatuh di kantornya.
Gadis itu berusaha turun
dari pangkuan Masumi tapi pelukan kekasihnya justru semakin erat.
“Ceritakan semuanya,
kumohon,” lirih Masumi.
Gadis itu kembali menatap
Masumi. Maya pun tak kuasa menolak. “Aku dan petugas keamanan membawamu ke
kantor sementara Nona Shiori yang juga pingsan di bawa ke klinik kesehatan di
lantai satu,” katanya memulai cerita.
Masumi mendengarnya
dengan tenang tapi tangannya tetap memeluk pinggang Maya. Tidak mau kekasihnya
itu pergi.
“Aku sangat sedih malam itu.
Melihatmu melindungiku sampai terluka membuatku sadar kalau kau memang selalu
melakukannya untukku. Kau, Mawar Ungu, orang yang selalu melindungiku dari
balik bayangan. Dan Masumi Hayami, pria keras yang melindungiku dengan caranya
yang lain.” Maya menghela napas untuk meredakan emosinya akan ingatan masa
lalu. “Dan saat itu aku semakin sadar, kalau sebenarnya aku … sudah jatuh cinta
padamu.”
Maya terkekeh dengan
suara lirih. “Aku sendiri tidak tahu kapan rasa itu mulai ada. Sayangnya, saat
aku menyadari perasaanku … kau sudah bertunangan dengan Nona Shiori.”
Pengakuan Maya membuat
jantung Masumi berdegub kencang. “Kau tahu, saku sangat bahagia mendengarnya. Aku
sudah jatuh cinta padamu sejak dulu.”
Mata Maya menatap sendu.
“Tapi aku dulu tidak layak untukmu.”
“Jangan berkata seperti
itu.” Masumi kembali menarik Maya kedalam pelukannya. Dia merasa lega mendengar
pengakuan Maya tentang perasaanya. Selama ini Masumi hanya tahu Maya mencintainya
sejak malam yang mereka habiskan bersama di Astoria. Ternyata jauh sebelum itu
mereka berdua sama-sama memendam rasa.
“Sudahlah, tidak ada
gunanya membahas masa lalu. Yang penting, sekarang aku ada disini, bersamamu.”
Maya tersenyum saat Masumi mengusap rambut panjangnya.
Senyum Maya menular.
Masumi ikut tersenyum lalu mendaratkan sebuah kecupan di kening kekasihnya.
“Ya, kau benar. Dan kau harus tahu, betapa bersyukurnya aku karena bisa
memilikimu disisa umurku-,”
“Masumi.” Maya menggeleng
seraya menempelkan jarinya di bibir Masumi. “Aku tidak mau mendengarnya.”
Pria itu menyurukkan
wajahnya di lekuk leher kekasihnya. Kedua tangannya memeluk tubuh mungil itu
dengan erat. “Aku mencintaimu,” bisik Masumi lirih.
“Aku juga mencintaimu,
Tuan Hayami.”
***
Waktu berlalu begitu
cepat, dua minggu terlewati begitu saja. Maya kembali disibukkan dengan
pekerjaan, begitu juga Masumi. Persiapan pernikahan sudah berjalan tujuh puluh
persen. Keduanya tidak terlalu menekan Mizuki dan Hijiri. Bahkan Maya
mengatakan tidak keberatan untuk membatalkan resepsi kalau hal itu justru membuat
Mizuki dan Hijiri kesulitan. Sayangnya, dua orang kepercayaan Masumi itu tidak
terbiasa dengan kata gagal. Mereka terbiasa bekerja dengan rapi dan dengan
hasil memuaskan.
Malam itu Maya bersiap
untuk live acara talk show. Maki tengah menyiapkan pakaiannya sementara Yukari
menjelaskan beberapa teknis acara termasuk daftar pertanyaan yang akan
diajukan. Maya dengan serius mendengarkan, gadis itu tampak mengerutkan kening
ketika Yukari membacakan pertayaan mengenai rencana pernikahannya dengan
Masumi.
“Aku akan menjawab soal
tanggal pernikahan. Tapi minta mereka hapus pertanyaan mengenai rencana bulan
madu,” kata Maya tegas.
“Baik, Nona.” Yukari
segera memberi catatan khusus pada agendanya. “Selain itu Anda tidak keberatan?
Mungkin akan ada pertanyaan spontan di luar daftar, Anda ingin membatasi
pembahasannya?” tanya menejer cantik itu.
Maya tampak berpikir.
“Aku tidak mau mereka menanyakan masa lalu Masumi yang memutuskan pertunangan
dengan Nona Takamiya. Topik ini sama sekali tidak boleh disinggung. Selebihnya
aku rasa tidak masalah.”
Yukari mengangguk lalu
kembali menambahkan catatan khusus. “Baiklah, sementara Anda bersiap saya akan
mengatakan hal ini pada tim produksi. Acara akan dimulai satu setengah jam
lagi.” Menejer itu pun meninggalkan ruang ganti Maya.
Selesai bersiap Maya
diminta untuk menunggu di back stage.
Dia bersama Maki mengikuti Yukari dan salah seorang kru. Maya membalas ramah
sapaan beberapa kru yang kebetulan berpapasan dengannya.
“Lima belas menit lagi
acara akan dimulai. Silakan Anda menunggu disini Nona Kitajima.”
Maya mengucapkan terima
kasih pada kru yang sudah mengantarnya dan duduk berdampingan bersama dengan
Yukari dan Maki. “Apa ada telepon untukku?” tanya Maya pada menejernya.
“Tuan Masumi tadi menelepon
saya. Beliau menanyakan pukul berapa talk show dimulai,” jawab Yukari.
“Hanya itu?” Maya kembali
bertanya.
Yukari terdiam lalu
mengangguk. Hijiri sudah melarangnya untuk mengatakan perihal Koji. Sahabat
Maya itu sepertinya belum menyerah. Koji terus menghubungi Yukari dan meminta
waktu untuk bertemu dengan Maya. Yukari sendiri tidak tahu ada masalah apa
antara Koji dan atasannya. Tapi dia tidak berani melawan perintah Hijiri. Apalagi
saat ini status Maya adalah calon istri Direktur Daito.
Sepuluh menit sebelum
acara dimulai, sutradara mendatanginya dengan langkah tergopoh.
“Nona Kitajima, kami
mohon maaf sebelumnya, tapi ada perubahan mendadak pada acara,” katanya cepat.
Wajahnya juga tampak panik.
“Apa terjadi sesuatu?”
Yukari selaku menejer langsung siaga.
“Maaf, Nona Haruka yang
seharusnya menjadi host tiba-tiba mengalami kecelakaan. Sehingga kami harus
menggantinya.”
“Siapa penggantinya?”
Kali ini Maya yang bertanya.
Sang sutradara itu
menatap Maya dengan gugup. “Penggantinya adalah Nona Otobe.”
“Otobe? Apa maksudmu
adalah Norie Otobe?” Ulang Yukari. Dia pernah mendengar nama itu menjadi
presenter di sebuah acara televisi lokal. Yukari sendiri belum menyadari keterkejutan
Maya.
“Maaf, tapi kami tidak
punya waktu untuk mencari pengganti lain. Acara akan dimulai dan hanya Nona
Otobe yang stand by di studio. Saat
ini dia sedang bersiap,” jelas sutradara itu dengan hati-hati. Sepertinya dia
tahu bagaimana hubungan Maya dengan Otobe sang presenter pengganti itu. “Nona
Kitajima, saya mohon Anda tidak keberatan. Acara tinggal lima menit lagi.” Dia membungkuk
hormat pada Maya.
“Nona?” Yukari justru
bingung melihat reaksi Maya. Gadis itu tampak bingung.
“Nona Kitajima?” kepanikan
di wajah sang sutradara semakin berlipat.
Maya mengeratkan tangan
dan berdoa dalam hati semoga semua baik-baik saja. “Baiklah,” ucapnya tenang.
“Terima kasih, Nona. Saya
akan menyiapkan semuanya.” Sekali lagi sutradara itu membungkuk hormat lalu
berlari meninggalkan Maya.
Yukari yang melihat Maya
terdiam pun merasa penasaran. Aktris cantik itu kini menatap pintu masuk
panggung dengan tatapan sendu. “Nona Maya, ada apa?” tanya Yukari kemudian.
“Aku harap semua baik-baik
saja,” gumam Maya tanpa menjawab pertanyaan Yukari. Perhatiannya kembali
teralihkan saat seorang gadis cantik memasuki back stage. Maya berusaha tetap tenang. Gadis itu berhenti tepat di
depannya lalu tersenyum.
“Lama tidak bertemu,
bagaimana kabar Anda, Nona Maya?”
Belum sempat Maya
menjawab, seruan dari sutradara mengharuskan semua bersiap di posisi
masing-masing. Gadis itu pun meninggalkan Maya dan segera masuk ke stage. Suara tepuk tangan terdengar tanda
acara sudah dimulai. Maya merasa terlempar ke masa lalu saat mendengar suara
Norie yang tengah membuka acara.
***
“Nona, Anda baik-baik
saja?” Yukari tampak khawatir saat Maya hanya diam menatap pintu masuk stage.
Maki yang juga tampak
khawatir akhirnya ikut bicara. “Nona, sebaiknya Anda tidak usah keluar. Saya
khawatir,” katanya lirih. Kedua tangannya bertaut gelisah di depan dada.
“Kau tahu tentang Norie
Otobe?” tebak Maya saat melihat asistennya itu ketakutan. Biasanya gadis itu
hanya diam dan tidak banyak berkomentar.
Sebuah anggukan dari Maki
membuat Yukari semakin bingung. “Ada apa dengan Norie Otobe?”
Maya hanya tersenyum,
jelas tidak mungkin untuk mundur karena ini acara live. Seorang kru datang dan memintanya
memasuki stage membuat Maki semakin
gelisah. “Tenang saja, aku bisa menghadapinya,” katanya sambil lalu.
Yukari menatap punggung
Maya dengan penasaran. Dia yakin sesuatu yang salah sudah terjadi. “Maki,
sebenarnya ada apa?” tanyanya begitu Maya menghilang di balik stage. Entah mengapa suara tepuk tangan
yang meriah justru terasa mengganggu.
“Norie Otobe adalah orang
yang dulu pernah menghancurkan karir Nona Maya,” cicit gadis itu lirih.
“Apa maksudmu
menghancurkan?” Dan menejer itu terhenyak saat Maki menceritakan apa yang
diketahuinya tentang Norie Otobe. Yukari bergegas memutari back stage lalu berdiri di samping kru produksi.
“Maya memang luar biasa.
Lihat, dia bisa bersikap senatural itu dihadapan Otobe,” celetuk salah seorang
kru kamera.
Hal itu membuat Yukari semakin
merutuki kebodohannya. Sayangnya, ini adalah siaran langsung, yang artinya
tidak seorang pun bisa menghentikan apa yang terjadi atas panggung.
***
“Senang melihat Anda bisa
hadir di acara kami, Nona Kitajima.” Norie dengan senyum lebarnya menyapa Maya
yang sudah duduk di sofa tamu.
“Terima kasih, saya juga
senang bisa hadir di sini. Selamat malam semua,” jawab Maya riang sembari
melambaikan tangan ke arah penonton. Suara tepuk tangan kembali memenuhi
ruangan.
Norie masih dengan
senyumnya kembali mengambil alih perhatian penonton. “Baiklah, bagaimana kabar
Anda, Nona Kitajima?”
Maya tersenyum simpul.
“Ya seperti yang Anda lihat Nona Otobe, saya baik-baik saja.”
“Apa kegiatan Anda
akhir-akhir ini? Apakah ada film atau drama terbaru yang sedang Anda kerjakan?”
tanya Norie lagi.
“Dalam waktu dekat ini
tidak. Hanya beberapa syuting iklan juga pemotretan.”
“Ah, apakah karena
pernikahan Anda sudah dekat sehingga mengurangi banyak project film dan drama?”
Norie menampakkan wajah penasaran yang mampu membuat penonton juga merasa
bersemangat untuk menunggu jawaban Maya. Yukari sendiri masih tampak cemas
mengamati Maya dari luar stage.
“Ya, begitulah,” jawab
Maya sembari kembali melempar senyum.
“Anda terlihat bahagia,”
celetuk Norie.
“Tentu saja, siapa yang
tidak bahagia dengan pernikahannya?”
“Ah, senang mendengarnya.
Jadi, kapan tepatnya hari bahagia itu Nona Kitajima. Apa saya juga akan
mendapat undangannya?” kelar Norie yang membuat penonton tergelak.
“Dua minggu lagi, saya
akan sangat senang kalau Anda juga bisa hadir Nona Otobe,” jelas Maya yang
langsung menuai gumaman penonton dan ekspresi terkejut yang berlebihan dari
Norie.
“Jadi dua minggu lagi ya.
Wah, saya merasa sangat tersanjung karena diundang secara pribadi.” Norie
bertepuk tangan sendiri dengan wajah berbinar. “Selamat untuk Anda Nona
Kitajima, semoga semua acara berjalan lancar.”
“Terima kasih.” Maya
menangkupkan tangan dengan anggun.
“Rasanya baru kemarin
saya melihat Anda sebagai aktris muda dengan sejuta pesona. Sekarang Anda
adalah pemegang hak Drama Bidadari merah, menjadi aktris nomor satu, bahkan
sebentar lagi menjadi Nyonya Hayami. Anda sungguh beruntung, bukan begitu?”
Nori tersenyum di akhir kalimatnya. “Apakah Tuan Hayami juga banyak berperan
untuk kesuksesan Anda sekarang?”
Yukari terkesiap. Beberapa
kru produksi tampak saling bertukar pandang. Tentunya mereka menunggu jawaban
Maya. Para penonton juga jadi terpaku pada panggung.
Maya justru tersenyum
mendengar pertanyaan jebakan itu. Fakta kalau dirinya akan menikah dengan
Masumi pastinya menimbulkan pertanyaan publik tentang bagaimana hubungan direktur dan aktris yang terkenal pernah berseteru itu justru berujung romansa.
Sejauh ini belum ada satu pun media atau wartawan yang berani menyakannya. Jelas
itu karena Masumi sudah memberi kode merah. Sayangnya, saat ini Maya bagai
sedang berhadapan dengan musuh lama dan acara live membuat dia tidak bisa leluasa
menolak pertanyaan.
“Sepertinya beruntung
adalah istilah yang kurang tepat.” Maya mulai menjawab dengan santai. “Anda jelas
tahu bagaimana perjuangan saya di dunia panggung. Bagaimana saya berkompetisi
dengan Ayumi sampai akhirnya berhasil menjadi Bidadari Merah. Jelas kata
beruntung tidak bisa mewakili semua itu.”
Kali ini giliran Norie
yang dikejutkan dengan jawaban Maya. Dia tidak menyangka kalau Maya berani
menjawab itu. Maya yang dulu dikenalnya adalah aktris lugu yang tidak akan
melawan meski di tekan.
“Lalu tentang hubungan
saya dengan Masumi Hayami. Dia mendukung saya sebagai aktris secara profesional.
Semua orang juga tahu kalau awal debut saya sebagai aktris film berada di bawah
management Daito. Waktu memang berlalu begitu cepat. Tentang bagaimana hubungan
ini dimulai, biarlah menjadi kenangan pribadi kami. Yang jelas, saat ini kami
merasa siap untuk hidup bersama.”
Tepuk tangan penonton
membuat senyum Maya melebar dan suasana mencair dengan cepat. Norie pun tersenyum,
canggung, lalu kembali sadar akan tugasnya. Gadis itu terkekeh sembari menutup
mulutnya dengan tangan. “Anda benar. Terlalu naif memang kalau saya mengatakan
semua semata karena keberuntungan. Semoga karir Anda terus bersinar dan pernikahan
Anda bahagia bersama Tuan Hayami.”
Beruntung saat kemudian sang
sutradara memberikan tanda break untuk jeda iklan. Norie segera mengalihkan
perhatian penonton dan menutup sesi pertama. Maya hanya tersenyum melihat
Yukari yang mengusap dada tanda lega. Aktris cantik itu kini mengambil teh yang
sudah disediakan sejak tadi di meja tamu lalu menyesapnya dengan anggun.
“Anda sudah banyak
berubah,” celetuk Norie setelah meneguk air dari botol mineralnya.
“Benarkah?” jawab Maya
tenang sembari meletakkan kembali cangkirnya di meja.
“Lebih berani dan percaya
diri,” lanjut Norie dengan pandangan mata tak lepas dari lawan bicaranya.
“Saya anggap itu sebagai
pujian, terima kasih.” Lagi-lagi Maya tersenyum manis. Keduanya lalu terdiam.
Yukari kini mengamati
Maya dengan tenang. Sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bukankah aktrisnya
itu tidak pernah mengecewakan saat berada di atas panggung? Maki yang kini berdiri
di sebelahnya juga tampak lega. Acara pasti akan berjalan lancar sampai
akhir.
***
“Anda akan langsung
pulang?” tanya Hijiri seraya menyerahkan sebuah dokumen pada Masumi. Keduanya
baru saja selesai rapat dengan beberapa kolega Daito.
“Tidak, aku akan
menjemput Maya,” jawab Masumi dengan mata fokus membaca dokumen di tangannya.
“Nona Maya sedang live
talk show di HTC TV, bukan?” Wakil Direktur itu membereskan sisa dokumen tepat
saat Mizuki memasuki ruangan.
“Iya, seharusnya saat ini
acara sudah dimulai. Yukari bilang talk show dimulai pukul tujuh.” Masumi
melihat arlojinya yang menunjukkan pukul 19.15. “Mizuki, tolong kirim hasil
kesepakatan rapat kita hari ini via email,” perintah Masumi yang kemudian
menutup dokumen dan menyerahkannya pada Mizuki.
“Baik, Tuan,” jawab
sekretaris itu patuh.
Masumi beranjak dari
kursi kerjanya tapi tiba-tiba semua terasa berputar.
“Tuan!” Hijiri menangkap
tubuh Masumi yang hampir tersungkur. Mizuki dengan cepat membantunya mendudukkan
Masumi. “Nona Mizuki, tolong ambilkan air,” perintah Hijiri begitu Masumi sudah
bersandar pada kursi.
Direktur Daito itu tampak
pucat. Dia memijat pelipisnya yang berdenyut tidak nyaman. Masumi menerima
segelas air dari Mizuki dan menghabiskannya perlahan. “Maaf merepotkan, aku
hanya merasa pusing,” katanya seraya meletakkan gelas di meja.
“Sebaiknya Anda jangan
memaksakan diri, Tuan Masumi,” kata Mizuki kahawatir.
“Nona Mizuki benar.
Akhir-akhir ini Anda bekerja terlalu keras. Sebaiknya sekarang Anda
beristirahat, saya yang akan menjemput Nona Maya,” tambah Hijiri.
Masumi menggeleng sembari
tersenyum lemah. “Tidak apa-apa, jangan khawatir. Tolong jangan katakan apa pun
pada Maya.”
“Tapi Tuan-,”
“Aku akan istirahat
sebentar, tolong minta Watanabe bersiap tiga puluh menit lagi,” perintah Masumi
menyela perkataan sekretarisnya.
“Tidak perlu Nona Mizuki,
aku yang akan mengantar Tuan.”
Direktur Daito itu
menautkan alis saat melihat ekspresi keras Hijiri juga Mizuki. “Terserah
kalian,” kata Masumi kemudian. Perlahan dia beranjak dari kursi kerjanya lalu berbaring
di sofa tamu. Masumi sedang malas berdebat.
Melihat Sang Direktur
langsung memejamkan mata membuat Hijiri dan Mizuki segera meninggalkan ruangan.
“Apa saya perlu memanggil
dokter?” tanya Mizuki saat Hijiri menutup pintu.
“Dan membuat Tuan Masumi
marah?” Hijiri tersenyum geli melihat ekspresi masam Mizuki.
Sekretaris itu berjalan ke
meja kerjanya lalu membereskan beberapa dokumen di atas meja.
“Pulanglah, aku yang akan
menjaga Tuan Masumi,” perintah Hijiri kemudian. Dering handphone membuat perhatian sang wakil direktur teralihkan. Nama Iwaguchi
yang muncul di layar membuat Hijiri bergegas menjawab panggilan.
“Halo, ada apa Iwaguchi?”
“Tuan, saya baru saja melihat
Tuan Sakurakoji di Gedung HTC. Apakah saya perlu mengawasinya?”
Hijiri menghela napas kesal. Sungguh
situasi yang menyebalkan. “Awasi dia. Jangan sampai dia bertemu dengan Nona
Maya. Segera melapor jika terjadi sesuatu. Aku akan segera ke
sana.”
“Baik, Tuan,” jawab Iwaguchi
yang kemudian mengakhiri teleponnya.
“Apa terjadi sesuatu?”
Mizuki tampak penasaran karena mendengar nama Maya disebut.
“Nona Mizuki, maaf kalau
kau harus lembur lagi. Aku harus ke Gedung HTC sekarang. Ada sedikit masalah. Katakan
pada Tuan Masumi kalau aku akan menjemput Nona Maya dan membawanya ke sini.”
“Ada apa dengan Maya?”
Mizuki dan Hijiri yang
terkejut langsung menoleh ke belakang dimana Masumi sudah berdiri di ambang
pintu.
“Jawab pertanyaanku, Hijiri.
Ada apa dengan Maya?” ulang Masumi dengan nada tegas.
“Tuan Sakurakoji ada di
Gedung HTC, Iwaguchi sedang mengawasinya,” jawab Hijiri tenang.
Masumi memijat pangkal
hidungnya seraya berdecak kesal. “Siapkan mobil, kita ke HTC sekarang.” Dan tidak
ada yang berani membantah saat Masumi kemudian berlalu di hadapan mereka
sembari memakai jasnya.
***
15 Comments
Waaah...mau lagi....🤭
ReplyDeleteSabar....aku mau bubu cantik dulu 😁
DeleteAda 2 musuh skrg
ReplyDeleteKoji bener2 ngeyel
Ta uyel2 jd perkedel
Gorengnya pake telor ya, enak 😆
DeleteSetuju Mb ✊✊✊. Hajar Kojiii👍
ReplyDeleteHajaaarrr 😆😆
DeleteAaaaaa, curang...Koji harus disadarkan
ReplyDeleteGetok kepalanya, yes?
DeleteKoji... leave maya alooooneeee!!!!
ReplyDeleteOtobe... ahh sudahlahh...
Ahhh sudahlahhhh 🙈
DeleteAduhhhhh....ini hp ku kenapa ya
ReplyDeleteKok link chapter 13 gak bs di klik
🤣🤣🤣🤣
Padahal kaya nya bakalan hot ini..... Ada Koji yg batu mode on sama otobe yg tembok mode on
Klop deehhhhhhh
Di lembiru ke aku mba hpnya
DeleteTak tuker pake chapter 13 🤣🤣🤣
Duh itu si Koji mau ngapain lagi cobaaaa. Tak bejek aja jadi peyek sekalian. Ish keseeel
ReplyDeleteAiihhh gurih peyek 🙈🙈
DeleteWahhhh .... Bakal lebih seru nih... Nggak sabar nunggu jurus pamungkasnya masumi
ReplyDelete