Disclaimer Harry Potter @JK Rowling
Fanfiction by Agnes Kristi
==============================================================
Dear Daddy Sev,
Aku masih mengingatmu.
with luv
-Agnes-
Alan Sidney Patrick Rickman (lahir 21 Februari 1946 – meninggal 14 Januari 2016 pada umur 69 tahun)
*********************************************************************************************
Harry duduk di meja makan dengan wajah kesal. Pagi yang buruk untuk mengawali hari. Sekilas dia melihat sang ayah yang duduk tenang di ujung meja sebelum kembali menekuri sarapannya.
"Apa sarapannya tidak enak, Tuan Muda?" Dobby, kepala pelayan keluarga Snape, dengan sabar menghampiri tuan mudanya yang sejak tadi tampak tidak berselera dengan sarapannya.
Harry masih diam saat ayahnya, Severus, melipat surat kabar lalu memberikan perhatian penuh padanya. "Kau baik-baik saja, Son?"
Anak laki-laki berusia enam tahun itu menggeleng. Dia kembali mengaduk-aduk mangkuk serealnya.
"Jangan bermain dengan sarapanmu, Harry," kali ini Severus memperingatkan putranya. Dia bukan tidak tahu alasan Harry merajuk pagi ini.
"Aku tidak lapar," jawab Harry sembari mendorong mangkuk lalu melipat tangannya di depan dada.
"Apa saya harus mengganti sarapan Tuan Muda, Sir?" tanya Dobby yang masih berdiri di belakang Harry.
"Tidak perlu, siapkan saja bekal makannya."
Dobby mengangguk hormat sebelum berjalan keluar ruang makan. Melihat wajah masam Harry membuat Severus menghela napas panjang. Dia pun beranjak dan menghampiri putranya yang memilih duduk di ujung lain meja alih-alih duduk disebelahnya seperti biasa.
"Kau masih marah?" tanya Severus tenang begitu duduk di sebelah Harry. Putra tunggalnya itu mengangguk. "Apa kau mau Daddy membelikanmu mainan?" bujuknya kemudian yang langsung ditanggapi dengan gelengan kepala Harry. "So, apa yang harus Daddy lakukan agar kau berhenti marah?"
"Mommy," jawab Harry cepat. Dia menatap sang ayah lekat, ekspresi memohonnya membuat hati Severus miris.
"Son, bukankah kita sudah membicarakan hal ini semalam? Daddy tidak bisa-,"
"Harus bisa," potong Harry dengan suara tinggi. Kini matanya kembali menampakkan kekesalan yang tadi sempat meluntur. "Harry mau Mommy!" teriaknya kemudian sebelum turun dari kursi makan dan berlari meninggalkan sang ayah.
Severus kembali menghela napas panjang, dadanya terasa sesak. "Lils, apa yang harus aku lakukan sekarang?" lirihnya pilu.
Sementara itu di ambang pintu ruang makan, Dobby terpaku setelah mendengar teriakan tuan mudanya. Sekarang dia tahu alasan tuannya tampak sedih sejak pagi tadi.
***
Siang ini Hermione merasa heran melihat murid kesayangannya. Anak laki-laki bersurai hitam itu biasanya begitu berisik, berlarian kesana kemari dengan teman-temannya. Harry, murid yang dimaksud itu, kini tengah duduk termenung sambil memandang keluar jendela. Mengabaikan teman-temannya yang sedang asik menggambar, bermain atau berlarian untuk menghabiskan jam istirahat mereka.
"Halo Harry," sapa Hermione ramah. Guru taman kanak-kanak itu memasang senyum terbaiknya begitu Harry menatapnya. "Kenapa hanya duduk di sini? Kau tidak bermain bersama yang lain?"
Harry menggeleng. "Ron tidak masuk karena demam," jawabnya pelan.
Ah, Hermione mengangguk tanda mengerti. Mungkin itu alasan Harry tampak murung. Ron adalah sahabat baiknya, wajar jika Harry sedih saat sahabatnya itu sakit. "Jadi kau sedih karena Ron? Dia akan segera sembuh dan kalian bisa bermain lagi," katanya mencoba menghibur.
Harry kembali termenung menatap keluar jendela. Membuat Hermione menautkan alis. Sesedih itukah Harry karena Ron demam? Pikirnya heran.
"Kau baik-baik saja, Harry?" Hermione memeriksa kening muridnya. Tidak panas, batinnya lega.
"Miss Mione," panggil Harry lirih dan Hermione langsung memberikan perhatian penuh.
"Ya, Harry?"
"Aku kesal dengan Daddy." Anak laki-laki itu bercerita tanpa diminta. "Aku hanya meminta hadiah untuk ulang tahunku nanti, tapi Daddy menolaknya."
Oh, jadi itu masalahnya. "Jadi karena itu kau bersedih?" tanya Hermione sembari mengusap kepala Harry dengan sayang. Anak laki-laki itu pun mengangguk pelan. "Apa Harry sangat menginginkan hadiah itu?"
Harry kembali menganggukkan kepala, membuat Hermione tersenyum. Dalam hati dia ingin membantu murid kesayangannya itu. "Baiklah, nanti Miss akan coba bicara dengan Daddy-mu."
Mendengar perkataan sang guru membuat Harry tersenyum lebar. Matanya berbinar kegirangan. "Benarkah? Miss akan membantuku?" tanyanya antusias dan langsung bersorak begitu Hermione menganggukkan kepala.
"Sekarang kau tidak boleh bersedih lagi. Bermainlah bersama yang lain." Hermione menurunkan Harry dari kursinya. Dengan segera Harry berlari lalu berbaur dengan teman-temannya. Hermione tersenyum lega lalu berjalan meninggalkan kelas.
***
"Anda tidak sedang bercanda, Miss Granger?" Severus mengerutkan kening, terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Tentu saja tidak, Mr. Snape. Tadi saya melihat Harry begitu sedih hanya karena Anda menolak untuk memberikan hadiah ulang tahun untuknya. Saya berpikir, seharusnya tidak sulit untuk Anda memberikan apa yang Harry mau, mengingat Anda adalah pengusaha yang cukup ternama. Tapi jika memang Anda keberatan untuk memenuhinya, saya berniat untuk membantu," terang Hermione tenang. Dia cukup mengenal Severus karena pria itu sering mengantar atau pun menjemput Harry di sela-sela waktu kerjanya. Meski terkesan dingin, tapi Hermione tahu kalau Severus adalah pria yang baik. Severus selalu bersikap sopan padanya dan terlihat begitu menyayangi Harry. Yang dia tahu, Severus membesarkan Harry seorang diri karena istrinya meninggal setelah melahirkan. "Mr. Snape?"
"Ah, maaf, saya sedang memikirkan beberapa hal," jawab Severus yang tadi sempat larut dalam pemikirannya sendiri. Sungguh permintaan Harry kali ini membuatnya pusing tujuh keliling. Lucius, saudara sepupunya, juga tidak banyak membantu. Pria itu justru memberinya nasehat dengan wajah datar dan mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan permintaan Harry.
"Bagaimana Mr. Snape? Anda mengijinkan saya untuk membantu?" Hermione mengulang penawarannya. Meski terlihat semangat tapi dalam hati Hermione berdoa semoga hadiah yang diminta Harry tidak akan menguras kantongnya terlalu dalam.
"Saya akan menemui Anda nanti untuk membahas masalah ini," jawab Severus dengan nada serius.
Mendengar nada serius lawan bicaranya membuat Hermione berkerut heran. Ini hanya masalah hadiah ulang tahun, kan? Batinnya bingung. "Ba, baiklah, saya ada di sekolah sampai sore. Apa Anda yang akan menjemput Harry nanti?" tanyanya gugup.
"Ya," jawab Severus singkat. Imajinasinya sudah melayang, membayangkan dirinya bersanding dengan Hermione di depan altar. Dengan cepat dia menepis semua bayangan itu.
"Kalau begitu sampai bertemu nanti Mr. Snape. Maaf sudah mengganggu waktu Anda. Terima kasih," ucap Hermione mengakhiri percakapan mereka.
"Terima kasih kembali, Miss Granger." Severus terpekur di balik meja kerjanya. Menimbang kembali keputusan yang akan diambilnya. Benarkah ini yang terbaik? Narcissa, istri Lucius, mengatakan bahwa Harry memang membutuhkan seorang ibu. Tapi siapkah dirinya? Apakah Lily tidak akan marah jika dirinya menikah lagi? Ah, Severus dilanda dilema.
"Ada yang bisa saya bantu, Sir?" tawar Dobby yang sejak tadi tengah membantu sang tuan menata buku-buku di perpustakaan.
Hari itu Severus memang meliburkan diri dari kantor. Permintaan Harry membuatnya sakit kepala dan sekarang, tawaran Hermione membuatnya semakin bingung. "Bawakan kopi untukku." Severus memijat pangkal hidungnya perlahan.
"Baik, Sir," kata Dobby sembari mengangguk hormat. Dia berhenti ketika Severus memanggil namanya. "Yes, Sir?"
"Pesankan buket bunga mawar mewah, sepertinya aku memang harus menikah," kata Severus yang hanya berupa gumaman namun masih dapat di dengar jelas oleh Dobby. Membuat kepala pelayan itu mematung tak percaya.
***
Pukul satu siang. Matahari bersinar cerah di kota London. Hermione menatap murid-muridnya dengan bahagia. Melihat anak-anak kecil itu berlarian membuat hatinya senang. Harry, murid yang paling dekat dengannya itu terlihat begitu riang sejak mendengar kalau sang guru akan membantunya. Anak itu bahkan sudah tidak sabar untuk bertemu ayahnya. Sudah tiga kali dia menanyakan kapan bel pulang berbunyi pada Hermione, membuat wanita muda bersurai coklat itu tertawa.
Jam sekolah sudah berakhir. Hermione tengah menemani Harry dan beberapa murid lain yang belum dijemput. Mereka sedang menggambar untuk mengisi waktu.
"Siapa itu?" Hermione tersenyum melihat gambar Harry.
"Ini keluarga Harry. Ini Daddy, ini Mommy, ini Harry," jawab anak itu antusias seraya menunjuk satu per satu gambarnya.
Hermione mengusap surai gelap muridnya yang piatu itu. Apakah Harry mengerti kalau mommy-nya sudah ada di surga? Batinnya miris.
"Miss Mione," panggil Harry.
"Ya, ada apa honey?" jawab Hermione penuh sayang.
"Kata Daddy Mommy Lily ada di surga, apakah Miss Mione tahu dimana surga itu?" mata bulat Harry menatap Hermione penasaran.
Ah, pertanyaan yang menyakitkan untuk wanita sepertinya. "Surga itu tempat yang jauh Harry."
Anak laki-laki itu mengangguk, seolah mengerti apa yang dikatakan oleh gurunya. "Itulah kenapa Mommy tidak bisa menemani Harry?"
"Iya," jawab Hermione dengan emosi tertahan. Sungguh malang nasib Harry yang harus kehilangan ibunya sejak masih bayi.
"Tapi sebentar lagi Harry akan punya Mommy. Blaise tidak bisa mengejek Harry lagi kalau Harry sudah punya Mommy," kata anak itu riang.
"Eh?" Apakah Mr. Snape akan menikah lagi? Batin Hermione bertanya-tanya.
"Miss Mione akan membantu Harry meminta Mommy pada Daddy kan?" celetuk Harry yang kini meninggalkan gambarnya dan menatap Hermione penuh harap.
"Hah?" Hermione gagal paham dengan perkataan muridnya itu. Belum sempat wanita itu bertanya, ketukan di pintu kelas mengalihkan perhatiannya. Severus berdiri diambang pintu dengan buket bunga mawar merah. Wajahnya yang tampak gugup membuat Hermione menelan ludah perlahan. Jangan katakan kalau-, batin Hermione bahkan tidak sanggup untuk melanjutkan.
Harry berlari memeluk kaki ayahnya yang kini tersenyum canggung.
"Jadi-," Severus menjeda perkataannya dan berdehem pelan, meredakan kegugupannya saat berhadapan dengan Hermione. Sementara Harry bergelayut manja sembari terus mengoceh tentang Miss Mione dan Mommy.
"Mr. Snape, saya-," wanita itu tergagap saat menyadari kesalah pahaman diantara mereka.
"Jadi, Anda bersedia menjadi Mommy bagi Harry?" tanya Severus dalam satu tarikan napas dan langsung mengulurkan buket bunga yang dibawanya.
"Miss Mione akan menjadi Mommy Harry?" tanya Harry polos.
Sayangnya, Hermione sudah tak sadarkan diri sebelum sempat menjawab lamaran tak terduga itu.
***
END
0 Comments