Only You

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi

Summary : Hadiah terindah untuk satu-satunya wanita yang paling berharga.

*********************************************************************************


Maya tertegun menatap kotak besar di atas pangkuannya. Hadiah. Sayangnya hari ini bukanlah hari ulang tahunnya, hingga tak heran wanita itu merasa aneh dengan hadiah yang di terimanya.

"Kau tidak suka?"

Pertanyaan itu membuat Maya menggeleng lalu menatap pria yang sejak tadi berlutut di depannya. Kedua tangan pria itu memegang kotak hadiah di atas pangkuan Maya.

"Ini hadiah untuk apa?" tanyanya kemudian. "Ini bukan hari ulang tahunku. Apakah ini hari spesial? Atau aku melewatkan sesuatu yang penting?"

Sang pria tersenyum lembut, matanya menatap penuh sayang pada wanita yang dia yakini adalah belahan jiwanya.

"Masumi?" Maya semakin heran dengan tingkah kekasihnya itu, Masumi Hayami. Tidak biasanya pria itu menunjukkan perhatiannya di depan umum seperti ini. Sekarang mereka tengah berada di taman belakang rumah sakit tempat Maya di rawat pasca kecelakaan yang menimpannya dua minggu lalu.

"Ini memang hari spesial," jawab Masumi masih dengan senyum simpulnya. "Selamat hari Ibu," lanjutnya.

Bukannya senang, Maya justru mengerutkan kening mendengar ucapan selamat dari Masumi. Ibu? Apa maksudnya? batin Maya bingung.

"Tapi aku bukan seorang ibu," jawab Maya dengan mata menatap sendu sang kekasih. Ucapan itu justru membuatnya sedih.

Masumi bukannya tidak mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Maya. Wanita cantik bertubuh mungil itu selalu memliki ekspresi wajah yang mudah terbaca. Kali ini pun, gurat kesedihan itu terlihat jelas. Masumi meraih tangan kanan Maya lalu mengusapnya lembut.

"Kau akan menjadi ibu dari anak-anakku," kata Masumi yang kemudian menggenggam tangan mungil itu. Seolah menegaskan keyakinan atas ucapannya.

Maya hampir terpekik kalau saja tidak menggigit bibir bawahnya. Dia terlalu terkejut. Bagaimana mungkin Masumi berpikir seperti itu setelah semua yang terjadi pada dirinya? Tanpa sadar Maya menggeleng dengan mata berkaca-kaca.

Masumi yang sudah menduga reaksi kekasihnya hanya bisa menghela napas perlahan. Dia tidak boleh gegebah. Meyakinkan Maya bukanlah hal yang mudah.

"Kenapa? Kau tidak mencintaiku, hm?" tanya Masumi dengan senyum jahil. Dia tidak mau membuat Maya ketakutan dengan permintaannya.

"Aku-." Maya kembali menggigit bibir bawahnya. Tidak sanggup menjawab meski hatinya meneriakkan kata cinta dengan lantang.

"Aku mencintaimu." Deklarasi cinta itu di ucapkan Masumi dengan mantap.

Maya memalingkan wajah begitu air mata lolos membasahi pipinya. Lagi-lagi wanita itu menggigit bibir bawahnya untuk menahan suara isakan.

"Hei," panggil Masumi lembut. Dia melepas tangan Maya lalu meraih lembut dagu wanita itu. Membuat mereka saling bertatap muka.

"Kau tidak mencintaiku? Kau tidak mau menjadi ibu dari anak-anakku?" Masumi mengulang pertanyaannya dengan nada lembut. Maya justru semakin terisak. "Jangan menangis. Aku lebih suka melihatmu marah-marah daripada mengeluarkan air mata," lanjutnya seraya mengusap sudut mata kekasihnya yang basah.

"Aku tidak pantas," jawab Maya kemudian dengan suara parau.

"Tidak pantas untuk apa?" tanya Masumi yang sengaja memancing kekasihnya untuk bicara. Sejak kecelakaan yang menimpanya, Maya menjadi begitu pendiam. Padahal dulu dia adalah wanita paling ribut sedunia, setidaknya menurut Masumi. Sayangnya Masumi justru merindukan keributan yang dibuat oleh Maya. Dia tidak suka melihat Maya yang sekarang.

"Aku tidak pantas menjadi ibu dari anak-anakmu," lirih Maya dengan kepala menunduk dalam. Matanya menatap pita cantik berwarna ungu yang menghiasi penutup kotak hadiahnya. Terbesit rasa penasaran di hatinya. Apa sebenarnya hadiah Masumi?

"Siapa bilang?" tanya Masumi. Pria itu kembali tersenyum begitu Maya mengangkat wajah dan menatapnya penuh tanya. "Aku akan membuat siapa pun yang berkata seperti itu padamu, menyesal. Kau adalah satu-satunya wanita yang layak menjadi istriku, calon ibu dari anak-anakku, Nyonya Hayami Muda yang akan menjadi ratu di mansion Hayami."

"Kau jangan mempermalukan dirimu sendiri, Masumi," suara Maya meninggi. Entah kenapa emosinya tersulut begitu mendengar perkataan panjang Masumi. Semua itu terdengar seperti olok-olok di telinganya. Layak katanya? Maya ingin sekali memukul sesuatu untuk bisa menyalurkan kegalauan hatinya.

"Aku tidak merasa malu," jawab Masumi santai. Dia yakin wanita pujaannya tengah memikirkan seribu kekurangan diri sendiri untuk bisa menolak lamarannya.

"Tapi aku malu!" Sukses. Wanita itu benar-benar menangis setelah berhasil meneriaki kekasihnya. Kedua tangan mungil itu menutup wajahnya yang sudah bersimbah air mata.

Masumi yang sejak tadi berlutut di depan Maya akhirnya berdiri. memindahkan kotak hadiah besar dari pangkuan kekasihnya lalu membungkus tubuh mungil itu dengan sebuah pelukan.

"Ini pertama dan terakhir aku mendengarnya. Jangan pernah berkata seperti itu lagi," bisik Masumi di puncak kepala Maya. Surai hitam yang biasanya berkilau itu kini tampak kusam karena terlalu sering berbaring di ranjang rumah sakit.

"Tapi aku cacat Masumi, aku CACAT!" raung Maya di dalam pelukan kekasihnya. Masumi mengeratkan pelukannya sembari mengusap lembut punggung mungil yang kini bergetar.

"Aku cacat, Masumi," ulang Maya lagi. Sekarang tangannya sibuk memukul dada bidang kekasihnya. 

"Kau bodoh kalau masih ingin bersamaku. Aku hanya akan membuatmu malu," racau Maya dengan masih memukuli dada Masumi.

Mata Masumi mengamati sekitar mereka. Sepertinya banyak penonton yang tertarik dengan drama yang tengah di mainkannya bersama Maya. Tapi dia tidak peduli. Yang terpenting sekarang adalah meyakinkan Maya untuk menjadi pendamping hidupnya, selamanya. Masumi tidak mungkin membiarkan wanita terkasihnya terpuruk ke dalam jurang keputus asaan setelah apa yang menimpanya.

Lama Masumi membiarkan Maya menangis dalam pelukannya. Bahkan kemeja putihnya sudah basah oleh air mata Maya yang tidak juga berhenti mengalir. Biarkan saja. Dia hanya ingin kekasihnya itu melepaskan semua beban yang di rasakannya.

Ketika tangisan Maya berubah menjadi isakan lirih, Masumi melepaskan pelukannya. Pria itu kembali berlutut di depan sang kekasih.

"Dulu aku mencintaimu. Berusaha mengejarmu seperti orang gila sampai akhirnya kau menerimaku. Kita bermimpi untuk hidup bersama selamanya, membangun sebuah keluarga penuh cinta. Kenapa sekarang kau berubah? Padahal cintaku tak pernah berubah untukmu, bahkan semakin hari semakin besar." Dengan lembut Masumi mengusap sisa-sisa air mata di wajah Maya.

"Semuanya sudah berubah Masumi. Aku tidak sama seperti dulu," jawab Maya parau. Tatapan matanya penuh luka.

"Apa yang berubah selain dari kau yang tak lagi bisa berjalan?" tanya Masumi tenang.

Maya sempat menahan napas atas pertanyaan Masumi. Rasanya begitu menyakitkan mendengarnya meski itu adalah fakta. Hal yang ingin di tampiknya tapi tak bisa. Takdir Tuhan sudah tertulis untuknya. Wanita lumpuh. Dia cacat.

Masumi menangkup wajah yang hampir menangis lagi itu dengan kedua tangannya. Tanpa meminta ijin, dia mengecup bibir pucat yag sejak tadi mendengungkan tangis dan racauan keputus asaan.

"Aku mencintaimu, dulu, kemarin, sekarang dan sampai aku mati nanti. Aku akan tetap mencintaimu," ucap Masumi dengan penuh keyakinan seraya menyentuhkan ujung hidung mereka. Dia kembali mencuri sebuah kecupan.

"Idiot," desis Maya dengan suara lirih.

Masumi justru tersenyum. "Karenamu."

Maya mendorong dada Masumi agar pria itu menjauh darinya. Ah, dia kembali sadar kalau mereka tengah berada di taman dengan banyak penonton yang memperhatikan. Rasanya malu sekali. Maya menunduk dengan wajah bersemu merah. Melihat Maya yang malu membuat Masumi tersenyum geli.

"Apa kau tidak malu jika mempunyai istri yang hanya bisa duduk di kursi roda sepanjang hidupnya," ucap Maya kemudian. Wanita itu jelas masih ragu dengan keputusan Masumi yang ingin menikahinya. Hei, menjadi ibu katanya? Maya seperti ingin terbahak saja mendengarnya. Masumi idiot, maki Maya dalam hati.

"Untuk apa aku malu? Aku punya istri yang cantik, mungil, yang bisa kugendong ke mana-mana. Aku masih punya dua kaki untuk menopangmu, jadi kau tidak perlu takut untuk itu. Bahkan aku tidak keberatan untuk mengantarmu ke kamar mandi dan -, aww!" Masumi memekik keras saat Maya memukul lengannya dengan kekuatan penuh. Tenaga kekasihnya sudah pulih ternyata.

Mata Maya membulat kesal. "Dasar mesum," gerutunya dan Masumi terkekeh. Diapun kembali meraih kotak kado di sebelah kursi roda dan meletakkannya di atas pangkuan Maya.

"Jadi-." Masumi meraih tangan Maya dan membimbingnya untuk membuka kotak hadiah. "Selamat hari ibu dan jadilah ibu dari anak-anakku," lanjutnya begitu kotak terbuka dan Maya hanya membuka mulutnya tanpa bisa bersuara.

Di dalam kotak hadiah itu terlipat rapi gaun pengantin warna putih gading dan diatasnya terdapat kotak kaca dengan cincin bertahtakan berlian besar berwarna ungu. Warna favoritnya. Maya menatap kekasihnya penuh haru meskipun ini adalah lamaran paling tidak romantis yang jauh dari bayangannya. Ah sudahlah, Masumi memang bukan pria romantis. Setidaknya pria itu menerimanya apa adanya.

"Kau tidak boleh menolak," tegas Masumi begitu Maya beniat buka suara. Penolakan terlihat jelas di mata wanita itu.

Maya langsung mengatupkan kembali bibirnya. Bukankah ini pemaksaan? Ya, walau sebenarnya dia juga tidak masalah. Matanya kembali melihat ke dalam kotak hadiahnya. Menghela napas panjang. Untuk apa juga dia menolak jika akhirnya hanya menjadi penyesalan seumur hidup.

Kembali menatap Masumi, Maya mengulurkan tangannya. "Pakaikan, tapi kau tidak boleh menyesal karena sudah mengikatku. Aku akan buatkan banyak anak untukmu sampai kau bingung mengurusnya nanti," ucap Maya dengan cepat dan wajah bersemu merah.

Masumi langsung terbahak mendengar kekonyolan calon istrinya. Ah, rasanya tidak sabar untuk segera menikah. Bukankah sebentar lagi musim dingin tiba? Menyingkirkan pikiran gilanya, Masumi segera mengambil kotak kacanya dan menyematkan cincin cantik itu ke jari manis Maya. Pas. Indah.
Maya tersenyum bahagia dan air matanya kembali mengalir. Masumi menyingkirkan kotak hadiah itu memberikan kecupan bertubi di wajah sang kekasih sebelum berakhir memeluknya dengan erat. Maya pun balas memeluk calon suaminya dengan penuh cinta.

"Terima kasih," ucap Masumi bahagia seraya membenamkan wajahnya di puncak kepala wanita pujaannya.

Melihat surai panjang Maya yang biasanya berkilau kini terlihat kusam karena terlalu banyak berbaring di ranjang rumah sakit. Pikiran gila Masumi kembali berulah. Dalam hati dia berjanji akan membawa kekasihnya ke salon setelah keluar dari rumah sakit. Atau ... dia sendiri yang akan memberikan perawatan khusus ala salon spa mahal di mansionya. Ah, bayangan yang indah.

***
-End-
Ide lewat siang hari pas hari Ibu.
Happy reading emak-emak MM Lover.
Love n big hug for u all

Follow me on 
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

2 Comments

  1. aku agak bingung baca krn ada kecelakaan n maya cacat. ini dari cerita yg mana ya? did i miss the previous ones?

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini cerita pendek mba....ceritanya Maya kecelakaan terus cacat, dilamar sama Masumi, tamat wkwkwkw

      Delete