Happy Week End

Disclaimer : Garassu no Kamen by Suzue Miuchi
FanFiction by Agnes Kristi
Summary : Istri itu pendamping hidup bukan pembantu. Maya mencebik kala di abaikan oleh suami tersayangnya.

*********************************************************************************



Pagi itu hujan turun di langit kota Tokyo. Akhir pekan yang tenang, begitu Maya menyebutnya. Setidaknya kali ini dia bisa menghabiskan waktu di rumah bersama Masumi, suaminya. Hhmm, atau itulah yang di harapkannya sebelum melihat suaminya sibuk dengan handphone, agenda dan koran paginya.

Melepas apron setelah selesai menghidangkan sarapan pagi, Maya menarik kursi makan dan duduk di sebelah Masumi. Sup miso menjadi menu sarapan mereka pagi itu.

"Apa ada berita penting?" tanya Maya yang berusaha menarik perhatian sang suami yang tenggelam di balik koran pagi.

"Tidak ada, kenapa?" jawab Masumi tanpa mengalihkan matanya dari koran yang sudah di bacanya sejak satu jam yang lalu.

"Kau serius sekali, sepertinya koran itu lebih menarik daripada aku," jawab Maya tenang.

Masumi tersentak dan dengan segera melipat koran paginya, meletakkannya dengan rapi di sudut meja sebelum akhirnya menatap sang istri dengan senyum ribuan gigawatt tersungging di bibirnya. Dia meraih tangan Maya lalu menggenggamnya. "Maaf," ucapnya dengan suara mendayu.

Alih-alih luluh, Maya justru semakin mencebik seraya mengerucutkan bibir mungilnya.

"Hei, jangan marah. Koran pagi itu tidak lebih menarik darimu, sungguh." Masumi mencoba membujuk istrinya. Dia lupa kalau Maya sangat-sangat tidak suka di abaikan. Salahkan berita kenaikan saham Daito yang membuatnya lupa kalau hari ini adalah akhir pekan dan dia sedang tidak berada di kantor.

Maya menyipitkan mata menatap sang suami yang masih tersenyum padanya. Tampan, salah sangat tampan, sayangnya jurus itu tidak cukup untuk meredakan kekesalannya karena Masumi sudah berani mengabaikannya. Membuatnya sibuk menyiapkan sarapan seorang diri. Hei, memang apa salahnya kalau dia ingin suaminya membantu di dapur? Maya bersedia dinikahi bukan untuk dijadikan pembantu tapi sebagai pendamping hidup. Jadi apa salahnya mendampingi istri di dapur?

Tidak, tidak, Maya tidak akan meminta Masumi memasak, hanya mendampingi, garis bawahi dan cetak tebal, mendampingi. Biarkan dirinya yang memotong semua sayuran dan Masumi hanya tinggal memeluk pinggangnya dari belakang, menyandarkan dagu di sisi bahunya dan membisikkan beberapa kata sayang yang berfungsi sebagai mantra ajaib untuk membuat sarapanmu menjadi hidangan ektra lezat. Berlebihan? Tentu saja tidak! Koji bahkan melakukannya dengan sempurna saat syuting film mereka kemarin. Apa salah kalau Maya menginginkan imajinasi indahnya menjadi kenyataan?

"Jadi sekarang kau membandingkanku dengan koran pagi?" sungut Maya.

Senyum ribuan gigawatt di wajah Masumi langsung menyusut. Menyisakan sengatan berskala puluhan gigawatt yang masih tetap akan membuat wanita manapun meleleh di depannya, kecuali Maya tentunya.

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Masumi jelas kebingungan. Bukankah tadi Maya yang merasa kalau koran pagi lebih menarik di banding dirinya? Dia kan hanya menegaskan, pikir Masumi bingung.

"Bukan begitu, sayang. Tentu saja kau tidak bisa di bandingkan dengan apapun. Aku hanya tidak mau kau berpikir aku memilih koran pagi di banding melihat wajah cantik dan senyum indahmu," lanjut Masumi dengan nada lembut penuh keyakinan. "Maafkan aku, oke? Tersenyumlah."

"Sudahlah, kita makan saja, nanti sup misonya dingin." Maya menolak untuk mengembangkan senyumnya dan segera meraih sumpitnya.

Mengalah, Masumi tidak mau merusak mood istrinya lebih jauh lagi. Diapun meraih sumpit dan mangkuk nasinya.

"Selamat makan," ucap keduanya bersamaan.

Ruang makan pun menjadi tenang. Tidak sampai tiga puluh menit keduanya sudah menyelesaikan sarapan mereka. Maya membereskan meja makan dalam diam, berlalu tanpa kata membawa mangkuk kotor ke wastafel.

Di tempatnya Masumi hanya bisa menghela napas panjang. Maya yang merajuk adalah masalah genting. Masih lebih mudah baginya mengakuisisi perusahaan lawan daripada menghadapi Maya yang berada dalam mood terendahnya. Otaknya pun mulai berputar, mencari cara untuk meluluhkan hati sang istri.

Tiba-tiba selintas memori muncul di dalam ingatan Masumi, percakapannya semalam dengan Maya sebelum tidur.

"Sayang, syuting film tadi seru sekali. Aku menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga yang bahagia," kata Maya dengan senyum terkembang. "Koji juga memerankan suami penyayang dan baik hati dengan sempurna."

Masumi sempat cemburu mendengar cerita istrinya tapi saat mengingat kalau dirinya memang tidak punya banyak waktu untuk Maya, Masumi jadi mengerti maksud Maya bercerita. Menarik Maya ke dalam pelukannya, Masumi mendaratkan sebuah kecupan manis di kening sang istri.

"Maafkan aku ya. Aku terlalu sibuk di kantor dan jarang menemanimu," ucapnya.

Maya tersenyum lalu menangkupkan kedua tangannya di wajah Masumi. "Aku mengerti. Aku juga terkadang terlalu sibuk dengan pekerjaan. Nah, besok akhir pekan. Bagaimana kalau kita meliburkan semua pelayan dan kita menghabiskan waktu bersama?"

Tiba-tiba Masumi terkekeh mendengarnya.

"Kenapa? Apa yang lucu?" tanya Maya heran.

"Tidak, tidak, aku hanya berpikir kalau besok kita bisa melakukan hal yang menyenangkan," jawab Masumi. Dan seringai jahil di wajah Masumi membuat Maya bisa menebak apa yang di pikirkan suaminya.

"Dasar mesum!" seru Maya seraya memukul dada Masumi yang masih tertawa.

"Astaga," lirih Masumi saat mengingat permintaan istrinya semalam. Dia sudah mengawali hari denga cara yang salah. Melihat ke arah wastafel, Maya masih memunggunginya dan menyibukkan diri dengan mangkuk kotor. Mungkin juga sengaja berlama-lama disana karena masih kesal.

Masumi memutuskan beranjak dari duduknya lalu menghampiri Maya. Ah, ternyata istrinya memang tengah melamun, menggosok pelan mangkuk berulang-ulang. Dengan sengaja, Masumi memeluk pinggang Maya dan menyandarkan dagunya pada sisi bahu istrinya. Membuat Maya tersentak dan hampir menjatuhkan mangkuk dalam genggamannya.

"Masu-,"

"Maafkan aku," potong Masumi sebelum istrinya protes. Memberikan sebuah kecupan di pipi, Masumi berbisik di telinga Maya. "Aku mencintaimu."

Maya yang awalnya hanya diam kini kembali mencuci mangkuk-mangkuk kotornya, bedanya sekarang, wajahnya tidak sesuram tadi. Senyum manis terulas di bibir merah mudanya.

"Aku juga mencintaimu," jawabnya lirih dan senyum Maya semakin melebar saat tangan Masumi tertangkup di atas tangannya. Mereka menyelesaikan pekerjaan itu berdua.

***

*terkadang seorang istri tak butuh emas berlian untuk bahagia tapi lebih pada perhatian dan kasih sayang suaminya*
Tapi ........ banyak emas dan berlian itu lebih baik dan lebih bahagia. Ga nolak juga kalo di kasih, wkkwkwkw

-End-
#Cerita iseng


Follow me on
Facebook Agnes FFTK
Wattpad @agneskristina

Post a Comment

0 Comments