Possessive Love


Berdiri di barisan paling belakang tribun penonton sama sekali tidak membuatku terbebas dari pesonanya. Disini, di tempatku bergeming sejak satu jam yang lalu, aku justru semakin jatuh terperosok ke dalam sebuah rasa bernama cinta. Reflek sudut bibirku tertarik menjadi sebuah senyum tipis yang sangat jarang aku tampakkan. Ah, betapa dia sudah sangat merubahku. Merubah duniaku yang kosong menjadi penuh warna.

Mataku menyipit saat melihat adegan baru dalam drama yang tengah diperankannya. Cih, aku berdecak kesal. Romeo dan Juliet, aku benci drama ini. Kedua tanganku terkepal erat kala melihat dia, yang aku cintai, memeluk laki-laki lain berlabel Romeo, lawan mainnya di atas panggung.

Apa aku boleh mematahkan kedua lengan yang kini melingkar di pinggul ramping gadisku?

Hitungan menit yang berlalu serasa seabad, adegan romantis itu membuat darahku menggelegak karena emosi. Mataku iritasi melihatnya. Sepertinya lain kali aku harus memperingatkan menejernya untuk lebih selektif memilih peran. Oh ayolah, aku tahu dia memiliki sejuta topeng dan aktingnya tak pernah mengecewakan tapi melihatnya seperti ini? Astaga ... rasanya aku ingin membakar gedung pertunjukan megah ini. Tidak peduli kalau itu akan membuatku merugi.

Urat kekesalanku mengendur saat adegan berganti. Klimaks menjelang ending. Aku menyeringai penuh kemenangan, matilah kau Romeo! Tapi kesenanganku menikmati penderitaan itu segera sirna saat dia justru menangis dan memeluk tubuh yang pura-pura mati. Sial! Umpatku dalam hati. Aku bahkan mengutuki Shakespeare yang menciptakan drama picisan ini.

Menjauhlah darinya sayangku!!

Dua detik kemudian mataku membola saat bibir mungil berwarna merah muda itu menyentuh bibir busuk lawan mainnya. Oh, ijinkan aku benar-benar menghajar pria itu, nanti. Sial! Sial! Sial! Siapa sutradara drama ini yang mengijinkan adegan nista itu terjadi di atas panggung. Kuronuma! Nama itu bergaung di dalam kepalaku dan pria itu akan menerima akibat dari perbuatannya. Padahal aku sudah menekankan padanya berulang kali untuk tidak menistakan gadisku dengan adegan tak layak pandang. Sial!

“Tuan Masumi.”

Aku menoleh dan mendapati sekretarisku, Mizuki, berdiri di sebelahku dengan membawa sebuket mawar ungu. Sekuat tenaga aku meredam emosiku yang hampir meledak. Harus ada yang membayar semua ini! tekadku dalam hati.

“Hhmm,” gumamku tanpa arti seraya kembali mengalihkan perhatianku pada gadis di atas panggung.

Aku merasakan kelegaan yang luar biasa saat akhirnya gadisku terbaring seolah mati di atas panggung. Drama berakhir dengan air mata tapi senyum di wajahku terkembang sempurna. Tirai tertutup dan saat tirai kembali terbuka, tepuk tangan menggema bersama sorak sorai yang mengelu-elukan nama gadisku.

Maya Kitajima. Gadis itu berjalan ke tengah panggung saat namanya dipanggil. Dengan senyum manisnya yang selalu sukses meruntuhkan gunung es di dalam hatiku, dia melambaikan tangan ke arah penonton lalu memberikan salam penghormatan. Menyusul setelahnya Yuu Sakurakoji, Romeo, lawan mainnya yang selalu menempati daftar teratas orang yang ingin aku singkirkan. Keduanya berdiri berdampingan dan aku sudah tidak tahan melihatnya.

“Berikan padaku!” tegasku hingga membuat Mizuki berjengit tapi segera mengulurkan buket bunga yang sejak tadi dipeluknya.

Dengan langkah mantap aku menuruni tangga menuju panggung. Suara musik dan gegap gempita penonton masih terdengar namun secara perlahan menyurut ketika langkahku semakin dekat.

Hening. Itulah yang terjadi saat ini. Hanya dentingan piano sebagai pengiring langkahku hingga akhirnya aku berdiri di hadapan gadis mungil tercintaku.

“Selamat, pertunjukan yang luar biasa,” ucapku tulus seraya memberikan buket bunga mawar ungu, favoritnya.

Mata bulatnya berkedip dua kali lalu senyum lebar terkembang seiring dengan tangannya yang terulur menerima buket bungaku. Dipeluknya buket bunga itu sebelum dicium dengan ekspresi penuh sayang.

“Terima kasih,” jawabnya.

Sial! Aku jadi ingin menginjak-injak buket bunga itu. Menyesal aku memeberikannya hingga membuatnya berekspresi seperti itu. Harusnya dia memeluk dan menciumku ‘kan? Argghh!

“Hei-,” Maya tidak sempat memekik lagi saat tubuh mungilnya tertarik lalu berakhir ke dalam pelukanku dan bibirku mengunci bibir mungil itu dalam sebuah ciuman dalam. Tak ada penolakan dan gadisku terpejam dalam buaian kasih yang kutawarkan.

Mataku setengah terbuka untuk melihat reaksi orang-orang di sekeliling kami, para pemeran drama, khususnya Koji dan Kuronuma. Pemuda itu menganga dengan wajah pucat ketika melihatku membersihkan bibir kekasihku dari noda bibirnya tadi. Cih, aku masih tidak terima dengan adegan nista tadi. Dan Kuronuma? Jangan tanya, sutradara itu pasti bisa menebak apa yang aku pikirkan dan hanya menatapku dengan ekspresi bersalah yang terlihat jelas seraya menggaruk kepalanya yang aku yakin sama sekali tidak gatal.

Nah, lihat pembalasanku nanti!

Wajah Maya merona hebat begitu aku melepaskan bibirnya dan melonggarkan pelukanku. Aku puas! Tidak peduli kalau sekarang seluruh penonton menatap kami dan blitz kamera menyala dari berbagai penjuru. Aku ingin seluruh dunia tahu kalau gadis cantik ini adalah milikku. Maya Kitajima adalah milik Masumi Hayami. Tidak ada yang boleh menyentuhnya selain aku. Persetan dengan peran atau drama. Setelah ini aku harus menyeleksi sendiri semua peran untuknya. Terkutuklah semua pria yang menjadi lawan mainnya kalau sampai berani menista gadisnya di atas panggung.

Beberapa menit keheningan meraja tapi kemudian sorak sorai kembali terdengar saat aku berbalik dan membawa Maya ke dalam pelukanku. Menggiringnya ke belakang panggung dengan sebelumnya memberikan tatapan setajam silet pada dua sosok penista yang bediri di samping Maya. Masih bisa kudengar gumamam keduanya saat aku berjalan menjauh.

“Tuan Kuronuma, sepertinya setelah ini aku akan mati,” gumam Koji.

“Hhmm, dan sepertinya aku juga harus mulai mencari pekerjaan lain,” Kuronuma menimpali.

Aku menyeringai puas mendengarnya. Lain kali berpikir panjanglah kalau bermaian api dengan Masumi Hayami.

“Masumi,” suara merdu itu mendayu di telingaku. Kami berjalan ke luar area panggung menuju ruang ganti Maya.

Aku menundukkan kepala demi mendapati Maya yang tengah menatapku. Seringai iblisku sudah berganti menjadi senyum malaikat yang meneduhkan.
“Ya?” tanyaku dengan nada suara selembut tahu sutra.

“Kau berlebihan,” katanya tenang, namun aku tahu dia memprotes tindakan frontalku di atas panggung.

Aku tersenyum, berhenti melangkah tepat di depan pintu dengan label nama Maya Kitajima. Tidak mengatakan apapun, aku membuka pintu dan membawanya masuk, tak lupa mengunci pintu di belakangku. Persetan dengan penata rias, asisten atau menejernya. Aku bisa membantunya melepaskan semua kostum itu dan membersihkan wajahnya dari make up dengan sukarela penuh.

“Jangan menyulitkan Tuan Kuronuma ataupun Koji,” permintaan Maya lebih terdengar sebagai perintah di telingaku. Dia meletakkan buket bunga di atas meja rias lalu berdiri bersandar dengan kedua tangan terlipat di dada, menatapku dengan mata menyipit.

Aku terkekeh, “Hanya ingin menunjukkan pada mereka bahwa kau adalah milikku.” Aku berjalan menghampirinya dan kembali membawa tubuh mungil itu ke dalam pelukanku.

“Ish, seluruh Jepang juga tahu kalau aku adalah kekasihmu, Masumi. Calon istrimu,” jawabnya dengan nada suara mencebik manja.

“Memang seharusnya begitu, aku hanya mengingatkan mereka. Mencegah mereka lupa dengan fakta yang ada,” kilahku.

“Hhmm,” gumamnya.

Aku tahu Maya menyerah dan tidak berniat mendebatku.

“Aku mencintaimu, jangan ragukan itu,” Maya mengangkat wajahnya lalu berjinjit dan melingkarkan kedua lengannya di leherku. Menautkan bibir kami dan membuat mataku terpejam sepenuhnya, meresapi deklarasi cinta yang baru saja diutarakannya.

“Aku juga mencintaimu,” dulu, sekarang dan selamanya, kau hanya milikku.

***

-End-
Cerita iseng saat lapar menunggu makan siang

Post a Comment

5 Comments

  1. Aduh... cemburunya masumi g berubah berubah ya... ^_^

    ReplyDelete
  2. Aduh... cemburunya masumi g berubah berubah ya... ^_^

    ReplyDelete
  3. waaaa udh ada cerita baru... thnx obt kangen sama masumi nih

    ReplyDelete
  4. Keren Agnes.. btw pure love page 1-5 nya dimana ya? Lg asik baca itu semaleman 😍

    ReplyDelete