Turning Point

Disclaimer       : JK Rowling
Sekuel "Amortentia"



Godric's Hollow.
Aku memandang dari kejauhan pada sebuah rumah yang terlihat begitu ramai dengan tamu dan tampak meriah dengan berbagai dekorasi pesta. Dari jendela kaca yang terang kulihat sepasang pria dan wanita yang begitu bahagia, menebar tawa juga berbagi cerita dengan tamu mereka.
Kuabaikan semua keramaian yang terlihat, mataku hanya terpaku mengamati seraut wajah cantik yang sejak tadi tidak berhenti untuk tersenyum. Jelas terlihat kalau dia sangat bahagia. Meski dari jauh, aku bisa melihat binar-binar dalam kilau jamrud di mata itu. Kilau yang selalu ku rindukan. Kilau yang dulu pernah memberikan cahaya kehidupan juga harapan dalam hidupku namun berakhir dengan duka dalam yang tak terlupakan.
Kau memilih jalanmu, aku memilih jalanku.
Masih jelas terngiang di telingaku, kalimat yang mengakhiri seluruh kehidupanku. Tidak ada alasan bagiku untuk mengeluh sekarang. Dia memang sudah memilih jalannya. Meski rasa dalam hatiku tidak pernah berubah sedikitpun tapi kenyataan di depan mataku jelas berbeda.
Semoga bahagia Lily-ku.
Kuayunkan tangan yang membuat ragaku berubah menjadi asap hitam yang melesat dan terbang seiring dengan hembusan angin malam. Membawa pergi segala luka bersamaku dan meninggalkannya bahagia dalam tawa.
***
Dua tahun sudah berlalu. Sekarang aku berdiri terpaku. Tempat yang sama. Tempat dimana dulu aku melihat kebahagiaan. Tempat yang selalu ku kunjungi di sela-sela bait kerinduan hatiku untuk melihat senyum dan kilau jamrud di mata wanita pujaanku. Ya, tempat yang sama. Namun apa yang ku lihat sekarang sama sekali berbeda. Tidak ada lagi senyum apalagi tawa. Yang ada hanya puing-puing di tengah kesunyian yang meraja. Sekali lagi, sekali lagi duniaku hancur. Hancur oleh tanganku sendiri. Hancur oleh kelemahan dan ketidakmampuanku.
Kau yang membunuhnya Severus! Kau!
Kalimat itu terus bergema di dalam kepalaku. Menghakimiku. Adalah aku, Severus Snape, Death Eater sekaligus tangan kanan sang penguasa kegelapan, yang kini meratap tanpa suara. Menyesali setiap detik dalam kehidupanku. Menyesali napas dan jantung yang masih berdetak dalam tubuhku sementara wanita yang kukasihi, pemilik cahaya kehidupanku, kini telah pergi, menutup mata untuk selamanya.
"Lily! Lily!"
Setelah sekian tahun lamanya nama itu kusimpan di dalam hati, kini justru keluar menjadi sebuah ratap pedih tak terperi. Sungguh, tidak pernah terbayang olehku akan menyebutkan kembali nama kekasih hatiku dengan cara seperti ini.
Kupeluk, ku peluk erat tubuh tak bernyawa di hadapanku. Air mata yang tak pernah menyambangi mataku kini berderai tanpa henti.
Penyesalan. Duka. Perih juga luka. Hanya itu yang tersisa. Akankah aku bisa melihat lagi dunia?

Sepuluh tahun, ya sepuluh tahun, waktu begitu cepat berlalu. Dunia yang dulu kelam kini sudah menampakkan terang. Meski terang itu tidak bisa menembus kegelapan dalam hatiku.
Hitam. Warna yang menjadi lambang kekuatanku. Warna yang membungkusku dengan sempurna. Menyamarkan semua rasa dalam hati yang terluka.
"Tahun ini dia datang."
Kalimat itu membuyarkan renungan masa lalu. Bola mata hitamku kembali fokus dengan apa yang ada di hadapanku. Mengamati pria tua dengan sepasang mata biru dibalik kaca mata setengah lingkaran yang menggantung di hidungnya. Jenggot putih panjang pria itu menandakan betapa dia telah cukup melalui panjangnya waktu dalam kehidupannya. Sedangkan jubah biru yang dikenakannya menandakan bahwa dia memiliki kepribadian yang sama sekali berbeda denganku.
"Ya, Albus," jawabku singkat.
Albus Dombledore, tampak begitu menikmati raut wajah datarku. Dia adalah kepala sekolah tempatku mengajar, Hogwarts. Ya, aku adalah seorang profesor yang mengajar mata pelajaran Ramuan di sekolahnya. Menggelikan? Mungkin. Mantan Death Eater yang hampir mati karena keputus asaannya akan kematian wanita yang sangat di kasihinya sekarang justru menjadi seorang pengajar.
Tapi begitulah faktanya. Dumbledore telah menyelamatkanku, menarikku dari lembah keputus asaan dan memberiku sebuah harapan baru untuk tetap hidup dan menebus semua penyesalan masa laluku. Juga memberiku sebuah alasan untuk bisa berbuat baik. Sekali lagi.
"Apa kau sudah siap?" tanya Albus tenang, tetap dengan senyum simpul di wajahnya.
Aku mengangguk tanpa kata. Tidak ada kata tidak baginya. Sekarang, sudah kuserahkan seluruh pengabdianku padanya.
"Kalau begitu sampai bertemu nanti malam di aula besar ... dengannya."
Sekali lagi bola mata hitam ku bertemu pandang dengan mata birunya yang sekarang justru mengerling dengan santainya. Tanpa menunggu kalimat lain terucap, aku segera berdiri, menganggukkan kepala dengan sopan lalu berbalik pergi diikuti lambaian jubah hitamku yang berkibar dan menghilang bersamaku di balik pintu.
***
Sekian tahun lamanya aku duduk di meja makan aula besar, belum pernah sekalipun aku merasa segelisah ini. Wajahku mungkin sempurna memakai topengnya dan menyamarkan semua rasa tapi tidak dengan hatiku. Aku gelisah, salah, sangat gelisah atau bahkan takut.
Dia memiliki mata sama sepertinya.
Kerinduanku membuncah ketika kalimat itu kembali terngingang di dalam kepalaku.
Akankah sama yang ku rasa? Akankah aku kembali takluk dalam pesonanya? Akahkah aku sanggup menatapnya? Menatap kilaunya yang hidup? Seribu tanya menggelayut dalam resahku.
Hatiku berdegub kencang begitu pintu ganda raksasa terbuka. Barisan murid kelas satu berjajar rapi dan berjalan dengan teratur memasuki aula. Hanya dalam hitungan detik, jantungku segera lupa dengan tugasnya begitu mataku menangkap sosoknya.
Ya, dia.
Hanya sekali pandang aku langsung mengenalinya. Tubuh kecil berbalut jubah dengan rambut hitam berantakan yang sangat ku kenal dan ... hatiku berdenyut sakit, mata itu. Mata Lily di balik kaca mata bulatnya. Kilau jamrud yang sangat ku rindukan dan sekarang kilau itu hidup. Ada di depan mataku.
Sekali lagi aku takluk dalam pesonanya. Sekuat tenaga aku menahan diri untuk tetap berada di tempatku dan tidak berlari untuk melihat dari dekat dan mendekapnya.
Kuhela napas panjang, setelah sekian tahun lamanya, aku memiliki kesempatan kedua. Kesempatan untukku menebus semua kesalahan. Kali ini aku tidak akan gagal. Aku akan melindunginya. Bahkan rela ku serahkan jiwa raga ini untuknya, untuk menjaganya, menjaga kilau itu tetap hidup dan bersinar. Selamanya.
Aku akan menjaganya untukmu, Lily-ku.

***

-With love from Agnes-
Tribute for Alan Rickman
14 Januari 2016 - 21 Februari 2016

Post a Comment

2 Comments

  1. Huwaaaaaaaaaaaa............ pendek tapi JLEB #mati. Andai diksinya pas dia lihat mata Harry kau panjangin lagi pasti makin terluka-luka rasanya. Tapi aku yakin sampe situ aja kau udah nangis, kaaaaan??? #ngakak.

    Salut untukmu, sist #pelukmesra #halah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya kau tahulah, dua cerita ini da sukses buat termehek-mehek.
      tapi puas juga si akhirnya berani bikin cerita daddy Sev. ampe niat bgt bikin pagenya. obat rindu juga
      thanks for supportnya :)
      #pelukcium

      Delete